bab ii landasan teori 2.1 penjadwalaneprints.umm.ac.id/56934/3/bab ii.pdf · 5 waktu menganggur....
TRANSCRIPT
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penjadwalan
2.1.1 Definisi Penjadwalan
Pembeda antara perencanaan dengan penjadwalan ialah terdapat pada
kerangka waktu (period), dimana perencanaan dilakukan pada jangka waktu yang
relatif lebih panjang. Penjadwalan merupakan proses pengurutan dalam
pengerjaan suatu produk dari awal hingga akhir dan dikerjakan pada mesin dan
waktu yang telah ditentukan Baker and Trietsch (2013).
Sedangkan Pinedo (2012) mengatakan bahwa, perusahaan manufaktur dan
jasa memanfaatkan penjadwalan sebagai pengambil keputusannya dalam
pengalokasian sumber daya. Hal ini juga bertujuan mengoptimalkan hasil output
selama job tersebut dikerjakan. Rencana produksi digunakan sebagai pendukung
agar penjadwalan yang rinci dapat terlaksana. Informasi ini berupa kemampuan
dan kapasitas mesin, data operator pada setiap departemen, dan data pendukung
lainnya. Waktu merupakan informasi yang berperan penting dalam pembuatan
jadwal produksi. Tipe waktu yang dibutuhkan ialah waktu tersedia, waktu pada
saat dilakukannya setiap operasi, dan waktu pemeliharaan. Pengenalan terhadap
aspek pengerjaan yang ada di dalam pabrik juga dibutuhkan saat penjadwalan
produksi dibuat.
2.1.2 Penjadwalan Flowshop
Penjadwalan flowshop dapat diartikan sebagai pergerakan unit yang masing-
masing job nya melewati rangkaian stasiun kerja dan telah disusun berdasarkan
produknya. Produksi flowshop didesain dan diterapkan untuk produk yang
memiliki kapasitas produksi stabil dan banyak serta dapat dilakukan berulang kali.
Seluruh job diurutkan berdasarkan alur urutan proses produksi sebuah produk,
sesuai mesin dan waktu prosesnya disebut juga sebagai sistem penjadwalan
flowshop. Kriteria pengukuran dalam penjadwalan harus berjalan tanpa adanya
5
waktu menganggur. Peningkatan jumlah job atau mesin akandiutamakan untuk
dipertimbangkan ketika sudah mencapai solusi yang optimal. Berikut adalah tipe
aliran Flowshop menurut Morton and Pentico (1993):
1. Pure Flowshop
Aliran ini memerlukan pengerjaan job yang dioperasikan dengan jalur
yang sama. Dengan demikian setiap pekerjaan membutuhkan urutan operasi
tertentu yang harus dilakukan agar pekerjaan selesai.
Gambar 2.1 Pola Aliran Pure Flowshop
2. Skip Flowshop
Proses aliran urutan job yang dapat dilewati atau berpola melompat
(skip) untuk menyelesaikan suatu job tertentu. Dengan begitu akan
menghindari atau melewati salah satu mesin karena tidak terjadi proses
produksi pada mesin tersebut alias akan di ‘skip’.
Gambar 2.2. Pola Aliran Proses Skip Flowshop
3. Re-entrant Flowshop
Pada aliran ini mesin dapat digunakan lebih dari sekali (berulang-ulang)
dalam membuat produk.
Gambar 2.3. Pola Aliran Proses Reentrant Flowshop
6
4. Compound Flowshop
Sesuai dengan artinya compound, aliran ini terdiri dari sekelompok
mesin yang memuat jalur parallel atau batch di setiap tahapan proses
produksinya.
Gambar 2.3. Pola Aliran Proses Compound Flowshop
2.1.3 Klasifikasi Kondisi Penjadwalan
Menurut penelitian Prasetya (2017), dalam Baker and Trietsch (2013),
mengatakan bahwa kondisi penjadwalan dapat diklasifikasikan berdasarkan
perbedaan yang terjadi dalam proses produksi, diantaranya ialah:
1. Menurut kedatangan job.
a) Statik, job diurutkan sesuai pemesanan yang masuk dengan suatu batasan.
Job yang baru masuk tidak dapat mempengaruhi pengurutan job yang ada.
b) Dinamik, job diurutkan sesuai dengan job yang terbaru (ter-update).
2. Menurut waktu proses
a) Deterministik, waktu proses sudah dipastikan.
b) Stokastik, harus memperkirakan probabilitas karena waktu proses yang
diterima belum pasti.
7
2.1.4 Kendala Penjadwalan Pada Pengurutan Job
Pada umumnya, masalah dan hambatan dapat ditemukan pada setiap proses
produksi yang akan dilewati, dan hal ini akan mempengaruhi penjadwalan
produksinya. Menurut Pinedo (2012) masalah dan hambatan ialah:
1. Mesin Rusak
Ketika mesin rusak (breakdown), akan mengakibatkan operasi terhambat
dan mengalami proses menunggu sampai mesin dapat digunakan kembali
secara normal. Dengan demikian proses produksi akan berhenti dan
penjadwalan urutan job awal mengalami gangguan. Penyesuaian jadwal awal
dibutuhkan sampai didapatkannya penjadwalan yang feasible. Kemudian
langkah selanjutnya perlu dilakukan penjadwalan ulang (rescheduling).
Waktu perbaikan dan penyelesaiannya dibutukan sebagai informasi
perbaikan kerusakan mesin yang akan datang. Berikut prinsip perbaikan
mesin untuk mengembangkan algoritma penjadwalan:
a. Rescheduling dilakukan dari titik waktu terjadinya gangguan mesin dan
setiap operasi yang belum dikerjakan
b. Apabila operasi sudah selesai sebelum terjadinya gangguan maka tidak
dihiraukan.
c. Gangguan terjadi ketika sedang beroperasi maka tidak akan terjadi
perubahan pada proses produksinya.
d. Jika sudah teridentifikasi maka dilakukan rescheduling dengan
memundurkan waktu operasi terhadap waktu perbaikan mesin.
2. Adanya penambahan pesanan
Penambahan pesanan baru dapat terjadi sewaktu-waktu. Dengan adanya
hal tersebut pelaksanaan penjadwalan akan mengalami gangguan. Maka,
penjadwalan ulang dibutuhkan dengan mempertimbangkan pesanan baru.
Hasil yang diharapkan ialah hasil optimal pada setiap produksi. Informasi
perbaikan membutuhkan data berupa jenis produk yang dipesan, routing job
(rute proses produksi), jumlah pesanan dan due date yang diminta custome.
Berikut prinsip yang ada ketika ada pesanan tambahan:
8
a. Rescheduling dilakukan dari titik waktu terjadinya gangguan dan pada
operasi yang belum dikerjakan.
b. Gangguan terjadi ketika sedang beroperasi maka tidak akan terjadi
perubahan pada proses produksinya.
c. Apabila operasi sudah selesai sebelum terjadinya gangguan maka tidak
dihiraukan.
3. Berubahnya prioritas produksi
Penjadwalan akan dipengaruhi oleh perubahan prioritas pembuatan
produk. Pada algoritma penjadwalan gangguan perubahan prioritas
mempunyai prinsip yang sama dengan kasus adanya penambahan pesanan.
4. Operasi produk tertentu mengalami pengulangan
Kecacatan pada produk akan mengharuskan terjadinya pengulangan
operasi, hal ini menjadikan proses produk lainnya mengalami adanya delay
dan menunggu sampai produk yang mengalami pengulangan selesai.
5. Perubahan due date
Due date dimajukan atau dimundurkan akan mempengaruhi adanya
gangguan proses produksi. Jika duedate mengalami kemunduran perusahaan
tidak akan mengalami perubahan urutan proses produksi awal. Akan tetapi,
sebaliknya jika dimajukan penjadwalan urutan job semula otomatis akan
mengalami perubahan.
9
2.1.5 Terminologi pada penjadwalan
Istilah umum pada penjadwalan ialah sebagai berikut:
a. Processing Time / waktu proses (Pi), merupakan waktu proses (Processing
Time) operasi atau proses dari job ke- i yang terdiri dari cakupan waktu
persiapan dan pengaturan proses.
b. Due Date (di), batas akhir waktu job ke-i. Apabila batas melewati duedate
maka dinyatakan sebagai tardy (terlambat).
c. Completion Time / waktu penyelesaian (Ci), selisih waktu saat job (t= 0)
dimulai hingga job ke-i selesai.
d. Lateness (Li), Waktu keterlambatan yang terjadi melebihi batas waktu
penyelesaiaan job (duedate).
Li = Ci – di……..…………………………………………………………..(1)
e. Tardiness (Ti), Waktu keterlambatan penyelesaian job terhadap duedate yang
ditentukan.
T𝑖=Max{0,Li}……..…………………………………………………….....(2)
f. Earliness atau Lateness negative merupakan waktu penyelesaian yang terjadi
sebelum dudate.
0,ii LMinE ……..……………………………………………………..(3)
g. Slack (Si), ialah selisih antara waktu yang tersedia pada setiap job.
Si = di-ti……………………………………………………………………(4)
h. Makespan (M), waktu total penyelesaian job yang berasal dari keseluruhan
waktu proses
i. Flow Time (Fi), Routing waktu mulai dari job ke-i dinyatakan ready sampai
selesai dikerjakan.
j. Ready Time (Ri), Waktu pada saat job siap atau dapat dikerjakan pada waktu
itu juga.
10
2.1.6 Ukuran Peformansi Penjadwalan
Berdasarkan penelitian Prasetya (2017), dalam Baker and Trietsch (2013),
ukuran performansi mempunyai tujuan bagi penjadwalan untuk menghasilkan
sesuai yang diinginkan. Berdasarkan urutan job yang ada penjadwalan mempunyai
kriteria diantaranya:
1. Atribut job
a) Flow time (Fi), merupakan waktu saat dimulainya suatu job dari saat masuk
proses sampai job selesai, berikut persamaan rumusnya:
𝐹𝑖 = 𝐶𝑖 − 𝑟𝑖………………………………………………………………... (5)
b) Completion Time (Ci), merupakan rentang waktu job saat pertama mulai (t =
0) dikerjakan sampai selesai, berikut persamaan rumusnya:
𝐶𝑖 = 𝐹𝑖 + 𝑟𝑖………………………………………………………………...(6)
c) Mean flow time, merupakan average dari keseluruhan waktu job yang
melewati semua aliran, berikut persamaan rumusnya:
Fj = 1
𝑛 ∑ 𝐹𝑖𝑛
𝑗=1 …………………………..……………………………… (7)
d) Mean weight flow time, ialah average seluruh job, namun job yang dapat
diprioritaskan akan dikerjakan terlebih dahulu, berikut persamaan rumusnya:
Fw =1
𝑛 ∑ 𝐹𝑗𝑛
𝑗=1 ……..…………………………………………………….(8)
e) Maximum Lateness, merupakan selisih total waktu terhadap batas waktu (due
date), dimana Lmax = max.
f) Lateness, merupakan keterlambatan yang bernilai positif jika job dapat
diselesaikan lebih cepat dari dari due date-nya, berikut persamaan rumusnya:
Ti = 𝑚𝑎𝑥 (0, 𝐿𝑖)……..……………………………………………………(9)
g) Total waktu keterlambatan (tardiness), yaitu total keterlambatan setiap job,
berikut persamaan rumusnya:
T = ∑ 𝑇𝑖𝑛𝑖=1 ……..…………………………………………………….. (10)
h) Mean tardiness, merupakan average dari waktu keterlambatan total, berikut
persamaan rumusnya:
𝑇 = 1
𝑛 ∑ 𝑇𝑖𝑛
𝑖=1 ……..…………………………………………………..(11)
11
2.2 Gantt Chart
Gantt chart berfungsi sebagai alat merencanakan dan mengelola produksi
batch. Dalam istilah modern, Gantt menggunakan pendekatan permintaan yang
tergantung waktu untuk perencanaan produksi. Perencanaan produksi Gantt bekerja
dengan cara 'top-down' dengan menghubungkan persyaratan item akhir dengan
komponen penyusunnya dengan produksi bertahap untuk memungkinkan semua
komponen tersedia ketika diperlukan untuk kegiatan produksi selanjutnya. Tanggal
jatuh tempo ini selanjutnya digunakan untuk merencanakan produksi harian dengan
menentukan jumlah yang akan dibuat dan kemudian melacak produksi terhadap
tujuan harian (Wilson, 2003). Gantt chart dapat membantu penggunanya untuk
memastikan bahwa; urutan kinerja sesuai yang telah diperhitungkan, catatan
perkiraan waktu dari kegiatan yang dilakukan, perencanaan dari semua kegiatan,
waktu proyek yang dibuat secara keseluruhan.
Mesin
1 Job1.1 Job2.1
2 Job1.2 Job2.2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu
12
2.3 Cross Entropy Genetic Algorithm
Menurut Widodo (2017) metode CEGA merupakan penggabungan dari
metode Cross Entropy (CE) dan Genetic Algorithm (GA). Prosedur dari metode
Cross Entropy Genetic Algorithm dapat digambarkan sebagai berikut:
MULAI
Pendefisian Input dan
Ouput
Penentuan Nilai
Parameter Inisial
Pembangkitan Sampel
Awal
Perhitungan Fungsi
Tujuan (minimasi
tardiness)
Pemilihan Sampel Elite
Pembaharuan Parameter
crossover dan parameter
mutasi
Apakah Sudah
Memenuhi Syarat
Pemberitahuan?
Pembobotan Sampel Elite
Penghitungan Nilai
Linear Fitness Rangking
Penentuan Kromosom
Induk
Crossover
Mutation
Optimal Solution
SELESAI
Tidak
Ya
Gambar 2.4 Flowchart CEGA Algorithm
1. Nilai parameter initial yang harus ditentukan ialah
a. (N) jumlah sampel, berupa urutan prioritas dari seluruh job yang akan
dijadwalkan. Jika job banyak maka sampel yang dibangkitkan juga
harus sebanding.
b. (ρ) parameter kejarangan, berfungsi sebagai penentu sampel elit yang
akan diambil pada suatu populasi solusi (N). Menurut Kothari and
Kroese (2009) dalam penelitian Widodo (2017) kisaran rho ialah
sebesar 1% - 10%,
c. (α) koefisien kehalusan, berada pada nilai angka 0<α<1, namun nilai
optimal berada pada nilai 0,4<α<0,9 (De Boer et al., 2005).
13
d. (Pps) parameter pindah silang, mempunyai nilai inisial sebesar 1
(Santosa et al., 2011).
e. (β) kriteria pemberhentian pada iterasi. Berfungsi sebagai
pemberhentian iterasi ketika sudah mencapai optimal. Menurut
(Santosa et al., 2011) selisih parameter pindah silang pada iterasi
sekarang dengan sebelumnya.
2. Membangkitan secara random atau acak sebanyak nilai N, dan urutan
nantinya akan sepanjang nilai n.
3. Menghitng fungsi tujuan T (total waktu keterlambatan (tardiness)), berikut
notasi fungsi tujuannya:
𝑇 = ∑ 𝑇𝑖, 𝑇𝑖𝑛𝑖=1 = 𝑀𝑎𝑥 [0, Ci – di], 𝑖= 1, 2, …, n……..………………(12)
Keterangan:
Ti = Tardiness ke-i
4. Mengoreksi pemberhentian iterasi (β). Jika Iterasi berhenti maka selisih
antara parameter iterasi sekarang dibanding sebelumnya lebih kecil dari
batasnya.
5. Urutan job optimal merupakan hasil akhir, total waktu keterlambatan
(tardiness) T, jumlah iterasi, dan waktu komputasi.
6. Sampel elit dipilih jika β > batas yang ditetapkan, selanjutnya menyeleksi
sejumlah rho (ρ)*N dari total sampel (N) dari semua sampel yang telah
diurutkan mulai dari minimum ke maximum.
7. Sampel elit kemudian dilakukan pembobotan melalui Rangking Selection
yang berfungsi menentukan sampel induk Crossover.
Ranking (I (N-i+1)) = Fmax - (Fmax - Fmin)*((i-1) / (N-1)) ……..…….(13)
8. Memperbarui parameter pindah silang (Pps) dan mutasi (Pm) berfungsi untuk
mendapatkan baru yang lebih baik. Dengan rumus fungsi:
Pps(i)=(1-α)*u+(Pps(i+1)*α)……..…………..…………………………….(14)
best
e
Z
Zu
*2
……..…………………………………………………….. (15)
14
Dimana, eZ = objektif pada sampel elite, bestZ = objektif terbaik pada tiap
iterasi.
9. Elitisme dengan roulettee wheel berfungsi untuk mepertahankan sampel
yang terbaik.
ri < ci……..…………………………………………………………….. (16)
ci-1 < ri < ci……..………………………………………………………. (17)
10. Kromosom induk ditentukan saat induk pertama berasal dari elitism tadi dan
diberi pembobotan. Kemudian memilih induk kedua dari populasi dan
diberi bobot dengan cara Ranking Selection.
11. Persilangan dilakukan dengan Partially-Mapped Crossover Operator
(PMX2). Crossover in berfungsi untuk mencari kombinasi teroptimal dr
populasi. Rumus nilai random atau acak dari penelitian Ardiansyah (2018):
r1= ceil (random*n) ……..…………………………………………….(18)
12. Mutasi (swap mutation (menukar), flip mutation (membalik), dan slide
mutation (menggeser)) rumus fungsinya sebagai berikut;
2
_ psPPm ……..………………………………...……………………(19)
I, J = ceil (n*rij) ……..………………...………..………………….........(20)
k = ceil (rand K*3) ……..…………………………………….………...(21)
2.4 Literature Review
Beberapa penelitian terdahulu mengenai penjadwalan flowshop dengan
menggunakan pengembangan Genetic Algorithm diperlukan guna menunjang
penelitian. Penelitian pertama kali dilakukan oleh Li et al. (1998) dimana masalah
penjadwalan dapat diselesaikan dengan Genetic Algorithm dan telah menunjukkan
hasil simulasi dan perbandingan yang paling efektif dan efisien. Sama halnya
dengan penelitian sebelumnya solusi optimal dengan kualitas tinggi dan waktu yang
cepat telah ditemukan oleh Onwubolu and Mutingi (1999) akan tetapi bedanya
berada pada sekala produksinya yaitu dilakukan pada sekala produksi menengah
dan besar. Min and Cheng (2006) merujuk jika Genetic Algorithm efektifnya kuat,
dan khususnya pada simulasi Annealing. Untuk pertama kalinya Budiman (2010)
15
menggabungkan Cross Entropy-Genetic Algorithm (CEGA) kemudian
dibandingkan dengan Genetic Algorithm-Simulated Annealing (GASA) dimana
ditemukan jika CEGA lebih baik daripada GASA karena makespan yang paling
kecil.
Pada tahun berikutnya Santosa et al. (2011) menemukan hasil lebih baik
disbanding CEGA Genetic Algorithm-Simulated Annealing (GASA)-Hybrid Tabu
Search. Penelitian Puspitasari and Santosa (2011) menyimpulkan bahwa metode
CEGA performasinya lebih baik dibanding Cross Entropy (CE). Nurkhalida and
Santosa (2012) menyimpulkan bahwa CEGA solusinya lebh kompetitif
dibandingkan algoritma Simulated Annealing (SA). Penelitian selanjutnya
dilakukan oleh Hanka and Santosa (2013), menyatakan jika CEGA lebh optimal
dibandingkan Cross Entropy murni, dan Simulated Annealing.
Pada tahun berikutnya Bashori (2015) menggunakan CEGA untuk
memperkecil makespan pada flowshop scheduling, kemudian disempurnakan
kembali (Bashori et al., 2015) dan mendapatkan makespan jauh lebih kecil apabila
dibandingkan dengan metode perusahaan. Algoritma CEGA dan Differential
Evolution (DE) dibandingkan oleh Witjaksana (2016) menghasilkan bahwa CEGA
lebih baik daripada DE. Penelitian Widodo (2017) memperluas pencarian solusi
dengan menggunakan algoritma CEGA. Di tahun terakhir, Ardiansyah (2018)
membuktikan bahwa Algoritma CEGA dengan total waktu keterlambatan
(tardiness) yang lebih kecil dibandingkan metode perusahaan.