bab ii landasan teorieprints.umm.ac.id/43750/3/bab ii.pdf · 2019. 1. 29. · 8 bab ii landasan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan menguraikan landasan teori yang menjadi dasar dan
pendukung dalam pembahasan sebuah masalah yang diteliti serta disesuaikan dengan
tujuan penelitian. Adapun beberapa teori yang akan dibahas adalah definisi kualitas,
pengendalian kualitas dan six sigma.
2.1 Definisi Kualitas
Kualitas atau mutu suatu produk menjadi salah satu faktor penting yang
berpengaruh untuk menjadi faktor keputusan yang diinginkan oleh pelanggan.
Kualitas dianggap sebagai titik kepuasaan pelanggan. Secara umum, konsep
dasar mengenai kualitas berupa kesesuaian dan karakteristik produk yang
diinginkan konsumen. Banyak para ahli yang mendefinisikan kualitas dengan
berbagai kriteria, presepsi yang dilihat dari konteks yang ditujukan.
Menurut Crosby dalam Nasution (2005), kualitas merupakan conformance to
requirement atau kesesuaian yang disyaratkan. Produk yang dinilai sesuai dengan
standart kualitas yang ditetapkan dapat dikatakan sebagai produk berkualitas.
Standart kualitas tidak hanya pada produk jadi tetapi juga pada bahan baku dan
proses produksi.
Menurut The International Standards Organization (ISO) 9000 – 2000
dalam al azhar (2010), kualitas merupakan cakupan tingkat karakteristik dan fitur
yang melekat pada suatu produk dan berpengaruh pada kemampuan sehingga
dapat memenuhi persyaratan keinginan atau kebutuhan konsumen.
Menurut Darsono (2013), terdapat dua prespektif dalam kualitas yaitu dari
sisi produsen dan konsumen. Kunci kesuksesan suatu produk dapat dilihat dari
kualitas produk. Dalam sudut pandang produsen, produk yang dihasilakan telah
memenuhi standart atau spesifikasi yang telah ditentukan dapat dikatakan sebagai
9
Produk dengan kualitas yang baik. Lebih lanjut, sedangkan dalam sudut pandang
konsumen, pembelian produk sesuai dengan keinginan konsumen maka dapat
dikatakan juga termasuk produk yang mempunyai kualitas baik. Selain itu,
terdapat pula adanya kondisi kegagalan dalam suatu produk. Dalam sudut
pandang produsen, produk yang dihasilkan tidak memenuhi standart atau
spesifikasi yang telah ditentukan maka dapat dikatakan produk dengan kualitas
jelek. Sedangkan dalam sudut pandang konsumen, produk yang tidak memenuhi
keinginan atau kebutuhan konsumen maka dianggap sebagai produk dengan
kualitas yang jelek.
2.2 Pengendalian Kualitas
Peningkatan akan produk berkualitas yang dipengaruhi oleh tingkat
permintaan konsumen yang meningkat menyebabkan perusahaan dituntut untuk
selalu menjaga konsistensinya pada produk yang berkualitas. Selain itu, adanya
daya saing produk yang tinggi juga dipengaruhi oleh peningkatan kualitas
produk. Untuk menjamin kualitas produk diperlukan pengendalian kualitas pada
setiap kegiatan produksi. Kegiatan produksi dimulai dari sebelum proses
produksi produk dilakukan, saat proses produksi produk dilakukan sampai
produk jadi atau proses produksi selesai dilakukan.
Menurut Assauri dalam Darsono (2013) pengendalian kualitas adalah
kegiatan untuk memastikan apakah suatu proses operasi dan produksi dilakukan
sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan sehingga mencapai tujuan yang
diharapkan.
Berdasarkan definisi tersebut, pengendalian kualitas digunakan untuk
menjamin jalannya suatu proses operasi dan produksi, memperbaiki bahan-bahan
yang rusak dan mengurangi jumlah bahan rusak sesuai prosedur agar
menghasilkan produk yang sesuai standart yang telah ditentukan kemudian juga
mempertahankan kualitas produk yang telah mencapai standart yang ditentukan.
10
2.2.1 Tujuan pengendalian kualitas
Tujuan pengendalian kualitas menurut Assauri dalam Darsono (2013) :
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standart kualitas yang
ditetapkan
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain produk dan proses dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
2.2.2 Faktor-faktor Pengendalian Kualitas
Menurut Montgomery dalam Darsono (2013) menyebutkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan
adalah :
1. Kemampuan proses
Penyesuaian proses yang ada berdasarkan pada batas-batas yang telah
disesuaikan. Adanya batas-batas yang yang melebihi kemampuan tidak
akan berguna saat mengendalikan proses.
2. Spesifik yang berlaku
Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila
ditinjau darisegi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan
konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut.
3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima
Adanya produk yang berada pada bawah standar minimal menjadi
tujuan dilakuknnya pengendalian suatu proses. Diberlakukannya
pengendalian dapat dilihat dari banyknya produk yang berada pada
bawah standarat yang dapat diterima.
11
4. Biaya kualitas
Pengaruh biaya kualitas dianggap sangat penting karena hubungan
positif antara biaya kualitas dengan terwujudnya produk yang
berkualitas.
a. Biaya pencegahan (Prevention Cost)
b. Biaya deteksi / penilaian (Detection / Apprasial Cost)
c. Biaya kegagalan internal (Internal Failure Cost)
d. Biaya kegagalan eksternal (Eksternal Failure Cost)
2.2.3 Pendekatan Pengendalian Kualitas
Dalam setiap proses produksi, setiap perusahaan dipengaruhi oleh faktor
secara langsung maupun faktor tidak langsung. Menurut Sofyan dalam
Anggraini (2015) terdapat 3 pendekatan untuk melakukan pengendalian kualias
yaitu sebagai berikut :
1. Pendekatan bahan baku
Dalam perusahaan salah satu faktor pengaruh karaktersitik produk
adalah bahan baku karena sebagian besar produk bergantung pada bahan
awal pembentuk suatu produk. Sehingga perlu adanya pengendalian saat
bahan baku akan digunakan secara lebih teliti dan teratur. Pengendalian
tersebut juga berguna untuk menjaga produk akhir atau produk jadi.
Langkah awal yang digunakan dalam pengendalian ini adalah
penyeleksian supplier bahan baku untuk perusahaan. Berikut adalah cara
penyeleksian bahan baku:
a. Seleksi sumber bahan baku
b. Pemeriksaan dokumen pembelian
c. Pemeriksaan penerimaan bahan baku
2. Pendekatan proses produksi
Pada umumnya proses pengendalian kualitas pada proses produksi
setiap perusahaan berbeda-beda, karena sifat dan jenis perusahaan yang
12
tidak sama. Berikut adalah tindakan umum yang digunakan
pengendalian proses produksi
a. Tahap persiapan
b. Tahap pengendalian proses
c. Tahap pemeriksaan akhir
3. Pendekatan produk akhir
Pengendalian produk akhir dilakukan untuk mengetahu apakah kualitas
produk yang dihasilkan sesuai dengan rencana atau tidak. Selain itu,
pengendalian produk akhir juga sebagai upaya perusahaan untuk
mempertahankan kualitas suatu produk yang dihasilkannya. Melakukan
inspeksi pada produk akhir sebelum dikirim ke distributor merupakan
cara untuk pengendalian kualitas pada pendekatan produk akhir. Jika
terdapat cacat atau kualitas produk dibawah standart maka perusahaan
akan memisahkan produk tersebut dengan memperbaiki atau
menggantinya
2.3 Six sigma
Sigma (σ) adalah sebuah huruf dalam alphabet Yunani yang telah menjadi
symbol statistik dan matriks variasi proses. Lebih lanjut, pengukuran nilai sigma
diukur berdasarkan karakteristik seperti cacat per unit, cacat perjuta bagian dan
probabilitas kegagalan (Park, 2003). Dalam arti statistik sempit, six sigma adalah
sebuah alat kualitas yang bertujuan mengidentifikasi variabilitas dalam hal
spesifikasi produk pada suatu proses sehingga kualitas produk dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan saat ini. Menurut Goh dkk dalam ganguly (2012), metode
pemecahan masalah kualitas dapat diatasi dengan six sigma karena pada
umumnya six sigma dianggap sebagai alat statistik dalam hal perbaikan masalah
baik itu produk maupun proses. Lebih lanjut, six sigma didefinisikan sebagai
seperangkat alat yang diangkat dalam memanajemen mutu yang membangun
kerangka kerja yang sesuai dengan standart untuk proses perbaikan.
13
Menurut Dewi (2012), konsep six sigma yaitu kegiatan untuk
meminimalisasi variasi dan mengurangi cacat yang terjadi pada proses produksi
dengan cara melakukan perbaikan secara terus menerus (continuous
improvement). Tujuan teknik metodologi six sigma adalah untuk mengurangi
variasi proses sehingga jumlah produk yang tidak dapat diterima tidak lebih dari
3 cacat per juta bagian (Brussee, 2004). Menurut Valles dkk (2006), tujuan dari
six sigma dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu peralatan pengukuran,
analisa kegagalan dan perbaikan proses :
1. Peralatan pengukuran
Peralatan pengukuran bertujuan untuk memastikan adanya pengukuran saat ini
apakah sistem pengukuran tersebut memberikan penilaian yang dapat
menjamin jumlah dan jenis cacat dapat dikurangi serta untuk menilai
perbaikan pada proses.
2. Analisa kegagalan
Terdapat beberapa tujuan ditetapkan dalam menganalisa kegagalan yaitu :
a. Mengevaluasi standarisasi kriteria kegagalan teknis
b. Mengembangkan prosedur dan rencana untuk komponen yang rusak
c. Mengajukan metode alternative untuk analisis yang cacat
d. Mengidentufikasi dan mengukur tingkat cacat
3. Perbaikan proses
Terdapat beberapa tujuan dalam perbaikan proses yaitu :
a. Mengidentifikasi faktor atau proses yang mempengaruhi fitur kualitas.
b. Mengetahui tingkat parameter dimana pengaruh sumber variasi menjadi
minimal.
c. Mengembangkan proposal untuk perbaikan
d. Menerapkan dan memantau usulan perbaikan.
Menurut Park (2003), motorola merupakan perusahaan pertama yang
melaunching six sigma pada tahun 1987 yang berkaitan dengan kualitas dengan
14
menghasilkan serangkaian perubahan pada area tersebut (kualitas). Pada akhir
tahun 1970-an CEO Robert Galvin dan tim dari manjemen mutu, mulai
melakukan percobaan perbaikan yang dilakukan sebesar sepuluh kali lipat
percobaan sehingga menghasilkan konsep perbaikan kualitas yaitu konsep six
sigma. Lebih lanjut dalam losianowycz (1999), pada tahun 1987 sampai 1997
diterapkan konsep six sigma dengan tujuan pengurangan pada variasi proses,
dengan hasil adanya penghematan biaya mencapai sebesar $ 13 miliar dan
produktivitas tenaga kerja yang meningkat mencapai 204% kenaikan.
Motorola adalah perusahaan pertama yang mengembangkan metode six
sigma. Terdapat enam langkah fokus yang dilakukan oleh motorola : (Stamatis,
2004)
1. Mengidentifikasi produk yang dibuat atau layanan yang diberikan
2. Mengidentifikasi pelanggan apa yang mereka inginkan yang juga dianggap
sebagai hal yang penting dalam produk maupun jasa.
3. Mengidentifikasi produk atau layanan yang dibutuhkan oleh konsumen
sehingga konsumen dapat merasa puas dengan produk atau layanan yang
didapatkan.
4. Mendefinisikan alur atau proses dalam menghasilkan produk maupun jasa
5. Melakukan kegiatan evaluasi untuk menghilangkan usaha yang dianggap tidak
tidak perlu atau tidak menghasilkkan apa-apa sehingga terlihat pula adanya
kesalahan pada proses.
6. Melakukan perbaikan secara terus menerus yang dilakukan dengan cara
mengukur, menganalisa dan mengendalikan proses perbaikan.
Perusahaan-perusahaan terkemuka seperti GE (General Electic), Motorola
dan Ford menganggap bahwa konsep six sigma merupakan sebuah kekuatan kuat
dengan memberikan hasil yaitu adanya kepuasaan pelanggan dimana kepuasaan
pelanggan menjadi faktor keberhasilan dalam dunia perindustrian. Melalui
15
perubahan mendasar dalam sebuah proses operasi konsep six sigma juga dapat
meningkatkan keseluruhan produk dan layanan yang lebih baik.
2.3.1 Dasar Statistik Six Sigma
Menurut Evand dan Lindasy (2007), konsep dari perspektif pengukuran six
sigma yaitu kesalahan yang terjadi paling banyak berjumlah 3,4 cacat per juta
kemungkinan. Terwujudnya sebuah spesifikasi desain dibidang manufaktur
yang sesuai serta tercapianya kemampuan proses merupakan akar dari konsep
six sigma yang meliputi tingkatan kualitas six sigma. “Tingkatan kualitas six
sigma adalah kesetaraan tingka dengan variasi proses dengan setengah jumlah
dari toleransi yang ditentukan oleh tahap desain dan dalam waktu yang sama
memberi kesempatan agar rata-rata produksi bergeser sebanyak 1,5 deviasi
standart dari target.
Gambar 2.1 Six Sigma Motorola
Data di atas adalah data kegagalan yang ada di lapangan menunjukkan rata-
rata proses yang meleset pada perusahaan Motorola. Pentingnya hal tersebut
dianggap dapat digunakan untuk memberikan kesempatan pada kurva distribusi
untuk bergeser karena tidak ada proses yang bisa dipertahankan pada tahap
sempurna. Selain itu, pada gambar diatas wilayah dibawah ekor kurva yang
bergeser diluar wilayah sigma enam (baik di atas maupun di bawah batas
toleransi) hanya berukuran seluas 0,0000034 atau 3,4 per satu juta. Artinya
16
peluang untuk tingkat kecacatan hanya terjadi sejumlah 3,4 per satu juta
kejadian (angka yang diharapkan), apabila rata-rata proses dapat dikontrol agar
bergeser paling banyak 1,5 standart deviasi. Adanya kemungkinan cacat di
wilayah luar pada sigma enam kedua ekor hanyalah satu per satu miliar
kejadian yang dapat terjadi jika rata-rata tersebut dapat dijaga tepat sesuai target
(area distribusi yang diarsir pada gambar) (Evand dan Lindasy,2007).
2.3.2 Metodologi Six Sigma
Menurut Park (2003), DMAIC (define-measure-analysis-improve-control)
adalah metodologi yang ada pada manajemen six sigma. Proses DMAIC
dijadikan sebagai pondasi dari konsep six sigma serta menjadi strategi
terobosan proses perbaikan. Permatasari (2014), mengaplikasikan metode six
sigma untuk melakukan perbaikan kualitas pada usaha pembuatan produk
genteng dengan menggunakan pendekatan siklus DMAIC Penerapan
metodologi ini dapat memungkinkan perbaikan dengan nyata dan hasil yang
nyata pula. Metodologi ini bekerja dengan baik pada variasi (kecacatan), waktu
siklus, hasil, desain dll.
2.3.2.1 Define
Langkah awal dalam metodologi six sigma adalah tahap define. Tahap
ini berkaitan dengan identifikasi masalah proses atau produk yang
mengalami kesalahan atau kegagalan sehingga perlu dilakukan perbaikan
(Park, 2003). Define juga dapat diartikan sebagai pendefinisikan sebuah
masalah (Evand dan Lindasy,2007). Tujuan tahap ini adalah untuk
menentukan masalah yang terjadi dengan mengidentifikasi pihak-pihak yang
terkait dengan masalah. Berikut adalah langkah-langkah yang harus diambil
untuk menyelesaikan tahap define : (Stamatis, 2004)
1. Tentukan masalah, tujuan dan kriteria. Penentuan sebuah masalah dapat
dilihat dari data yang tersedia yang dapat diukur dengan penjelaasan
17
masalah yang spesifik serta tidak melibatkan asumsi-asumsi yang tidak
jelas kebenarannya mengenai kemungkinan penyebab kesalahan atau
solusi masalah.
2. Peta proses atau Operation Procces Chart (OPC). Penggambaran alur
proses produksi produk dapat dilihat dengan menggunkan OPC.
3. Identifikasi Critical to Quality (CTQ). CTQ merupakan karakteristik-
karakteristik kunci yang dapat menyebabkan cacat pada sebuah produk
sehingga tidak memenuhi harapan pelanggan atau konsumen. Jenis CTQ
pada produk yang diteliti ditentukan berdasarkan jenis cacat kritis.
Dalam mengidentifikasi CTQ, salah satu penelitian terdahulu
membuktikan bahwa semua hasil dari identifikasi CTQ (berjumlah 5
CTQ) dapat digunakan untuk bahan penunjang sebuah penelitian
(Shabrina, 2014).
2.3.2.2 Measure
Setelah mendefinisikan masalah, tahap selanjutnya adalah pengukuran.
Menurut Stamatis (2004), measure adalah tahap mengumpulkan data yang
meliputi data kinerja saat ini, data kecacatan, data kesalahan yang sering
terjadi saat proses produksi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Identifikasi pengukuran variasi. Pengukuran variasi dapat dilakukan
dengan menentukan jenis dan sumber variasi serta dampak variasi pada
kinerja proses. Terdapat dua jenis sebab variasi :
a. Penyebab umum. Yaitu penyebab yang bersifat general dan
keseluruhan yang berkaitan pada proses, kemudian menghasilkan
variasi melalui interaksi 5M (mesin, material, metode, pengukuran,
tenaga kerja) dan 1E (lingkungan). Adanya penyebab umum dapat
mempengaruhi hasil proses juga setiap pekerja yang berada pada
lantai produksi.
18
b. Penyebab khusus. Yaitu penyebab yang tidak dapat diprediksi atau
bisa dianggap juga sebagai penyebab dari dalam (bersifat pribadi).
Hasil variasi pada penyebab ini berkaitan dengan salah satu 5M
atau 1E. Biasanya penyebab khusus tidak selalu dapat
mempengaruhi semua orang yang bekerja.
2. Menentukan tipe data. Penentuan tipe data dilakukan dengan
menentukan karakteristik proses atau produk. Terdapat dua tipe data
yaitu :
a. Data atribut. Mengumpulkan data atribut seperti data jumlah
produksi, data kecacatan, banyaknya produk gagal. Data atribut
biasanya bersifat diskrit.
b. Data variabel. Mengumpulkan data secara langsung misal mengenai
seluk beluk perusahaan, proses produksi produk dll.
3. Pengukuran performa produk. Yaitu hasil dari pengembangan rencana
pengumpulan data. Berkaitan performa produk saat ini dengan
digambarkan dengan melalui grafik pengendali.
4. Analisi sistem pengukuran. Memverifikasi pengumpulan data biasa
dengan measurement system analysis (MSA). MSA bertujuan untuk
melihat apakah variasi yang diukur berasal dari proses atau alat ukur.
Dalam proses produksi produk, MSA dijadikan sebagai alat kuantitatif
yang digunakan untuk melakukan pengamatan pada data.
5. Perhitungan tingkat sigma. Perhingan tingkat sigma mempenyuai
beberapa langkah yaitu sebagai berikut :
1. Defect per Unit (DPU), kegiatan merefleksikan jumlah rata-rata dari
defect, semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit untuk
dijikan rumus. Dengan rumus :
DPU =
19
b. Defect Per Oppurtunity (DPO) yaitu proporsi cacat atas jumlah total
peluang dalam sebuah peluang. Dengan rumus :
DPO =
c. Defect Per Million Oppurtunity (DPMO) yaitu banyaknya cacat
yang akan muncul jika terdapat satu juta peluang. Dimana:
DPMO = DPO x 106
level sigma = NORMSIV + 1,5
2.3.2.3 Analyze
Tahap selanjutnya adalah tahap analyze. Perencanaan tahap ini dimulai
dengan memplot data yang berguna untuk memahami data dan karakter yang
didapat, kemudian menentukkan apakah masalah tersebut nyata atau hanya
kejadian acak tanpa penyebab (Brussee, 2004). Menurut Stamatis (2004),
analyze yaitu hasil dari tahap pengukuran. Hasil tersebut berupa pokok
masalah yang diperhatikan dengan menargetkan adanya peluang perbaikan
dengan mengidentifikasi akar penyebab atau sumber kegagalan pada suatu
produk. Pengujian hipotesis merupakan aspek pada tahap analyze dengan
menggunakan data atribut. Pada tahap analyze juga berupa capability
analysis yaitu proses yang bertujuan untuk memverifikasi perbaikan dan
pengendalian dengan acara menetapkan tingkat kinerja saat ini dari
prosesnya. Hasil yang didapatkan dari tahap ini yaitu adanya target sumber
variasi tertentu.
2.3.2.4 Improve
Menurut Stamatis (2004), pada umumnya tahap improve adalah tahap
perbaikan. Tujuan dari tahap improve yaitu untuk menghasilkan gagasan,
desain, dan implementasi perbaikan dan memvalidasi perbaikannya.
Terdapat beberapa item pada tahap improve meliputi Design of eksperimen
(DOE), brainstorming dan Failure Mode and Effect Analysis.
20
2.3.2.5 Control
Yaitu tahap terakhir dalam DMAIC. Tahap ini bertujuan untuk
mengontrol perbaikan. Tahap ini dapat berupa daftar periksa (checklist) atau
dengan melakukan pemeriksaan secara rutin. (Evens dan Lindays, 2007).
2.3.3 Organisasi Six sigma
Menurut Stamatis (2004), terdapat tingkatan tanggung jawab dalam
organisasi six sigma yaitu :
1. Executive Leaders
Pimpinan perusahaan yang mempuyai wewenang dan dapat
menindaklanjuti program yang dapat mewujudkan six sigma dengan
memulai dan memasyarakatkannya diseluruh bagian disuatu perusahaan.
2. Champions
Merupakan sekumpulan orang-orang yang ikut menjalankan proyek six
sigma. Orang-orang tersebut berasal dari kalangan direktur, manajemen
dan excecutiv leader. Mereka jugalah yang memperkasai adananya
blackbelt.
2. Master Black Belt
Orang yang sudah berpengalaman dalam metodologi six sigma serta
memiliki tanggungjawab terhadap organisasi six sigma.
3. Black Belt
Dikatakan sebagai manajer proyek six sigma yang dapat bertindak sebagai
instruktur, mentor dan ahli green belt.
4. Green Belt
Green Belt adalah pelaksana six sigma yang membantu black belt dalam
lingkungan kerja.
21
2.3.4 Istilah Dalam Konsep Six Sigma Motorola
1. Variation
Variasi disebut sebagai keberagaman. Menurut Stamatis (2004), variasi
atau variabilitas adalah penyebab munculnya kecacatan.
2. Critical to Quality
Yaitu kegiatan mengidentifikasi kualitas produk untuk keinginan atau
kebutuhan pelanggan, sehingga memenuhi rasa kepuasan pelanggan
(Evans dan Lindasy,2007)
3. DPO
DPO (Defect per Oppurtunity) yaitu cacat per peluang. Maksudnya adalah
proporsi ketidaksesuain (cacat) dalam jumlah total peluang di unit tertentu
sehingga rumus DPO adalah banyaknya cacat atau kegagalan yang
ditemukan dibagi dengan banyaknya unit yang diperiksa dikalikan dengan
banyaknya CTQ potensial yang menyebabkan cacat atau kegagalan.
(Statmatis, 2004)
4. DPMO
DPMO (Defect per Million Oppurtunity) adalah metodologi six sigma yang
menunjukkan berapa banyak cacat yang akan timbul jika ada satu juta
peluang sehingga rumus
DPMO = 1.000.000 x ( jumlah cacact / jumlah kemungkinan kesalahan)
(Statmatis, 2004)
5. Capability Prosess
Yaitu kemampuan proses dalam produksi yang berupa output produk untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan. Terdapat dua metrik yang digunakan
untuk mengukur kemampuan proses yaitu indeks kemampuan proses
potensial (Cp) dan indeks kemampuan proses (Cpk) (Park, 2003)
22
6. DFSS
DFSS (Design for Six Sigma) adalah sebuah rancangan untuk mencegah
terjadinya kesalahan. Pada umumnya DFSS berkaitan dengan kebutuhan
pelanggan yaitu digunakan untuk mendesain produk dan proses.
2.3.5 Tool-tool Six Sigma
Menurut Park (2003), terdapat 7 tools dalam six sigma sebagai berikut :
2.3.5.1 Seven Tools
Tujuan seven tools yaitu sebagai alat statistik untuk melakukan
perbaikan secara terus-menerus. Berikut adalah macam-macam seven tools :
1. Cause and effect diagram
Yaitu sebuah alat statistik untuk proses pemecahan suatu masalah yang
berkaitan dengan enam penyebab utama yaitu 5M1E (manusia, mesin,
metode, material, pengukuran dan lingkungan) yang akan diteliti. Alat
ini biasanya digunakan pada tahap analyze.
3. Check Sheet
Yaitu alat statistik dengan tujuan untuk mengumpulkan data dengan
mengidentifikasi karakteristik sebuah proses atau produk yang harus
diperbaiki. Alat ini dapat digunakan pada tahap pengukuran (measure).
3. Control Chart
Yaitu alat yang biasanya digunakan pada tahap analyze. Control chart
atau diagram kontrol digunakan untuk memprediksi apakah proses dapat
dinilai. Pada tahap improve digunakan untuk memperbaiki masalah
dengan mengidentifikasi bukti penyebab variasi. Pada tahap control
digunakan untuk memastikan apakah kinerja proses dalam keadaan
terkendali atau tidak terkendali. Terdapat beberapa jenis diagram kontrol
dimana diagram kontrol tersebut tergantung pada sifat dan karakteristik
data. Untuk data variabel (kontinyu) menggunakan - R, - s, - Rs.
23
Untuk data atribut (diskrit) menggunakan p-chart, np-chart, c-chart, dan
u-chart.
4. Histogram
Yaitu alat yang berbentuk diagram batang unttuk menyajikan data serta
menggambarkan adanya frekuensi pada suatu nilai. Alat ini biasanya
digunakan pada tahap measure.
5. Pareto Chart
Yaitu alat statistik yang biasanya terdapat pada tahap define. Pada
umunya pareto chart digunakan untuk menetapkan proyek perbaikan
yang akan dilakukan. Pada tahap analyze, pareto chart digunakan untuk
menentukan penyebab terjadinya kesalahan dengan cara
mengidentifikasi beberapa penyebab terbesar. Pada pareto chart
terkenal juga dengan istilah 80%/20% yang artinya 80% adalah daripada
efeknya disebabkan oleh 20% masalah atau penyebab.
6. Scatter Diagram
Yaitu alat statistik untuk mengetahui hubungan antara faktor X dan Y.
Pada tahap improve dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel X dan Y.
7. Stratification
Yaitu alat statistik untuk membagi data yang terkumpul menjadi
subkelompok untuk menentukan variasi penyebab khusus yang dapat
digunakan pada tahap analyze.
2.3.5.2 Procces Flowchart and Procces Mapping
1. Procces flowchart
Flowchart digunakan memberikan gambaran tentang langkah-langkah
yang diperlukan untuk memahami sebuah proses dan memberikan
informasi tentang alur dari kegiatan dalam proses yang berguna pada
24
tahap measure. Selain itu pada tahap analyze dapat berguna untuk
langkah-langkah mengidentifikasi potensi perbaikan.
2. Procces mapping
Bertujuan untuk menunjukkan beberapa langkah proses utama sebagai
symbol aktivitas.
2.3.5.3 Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) adalah teknik pembangunan desain
produk dan proses untuk memastikan kebutuhan dari pelanggan. Alat ini
diterapkan pada six sigma untuk mengidentifikasi karakteristik kritis
terhadap pelanggan yang harus dipantau dan disertakan dalam sistem
pengukuran.
2.3.5.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis pada umumnya memutuskan apakah parameter
distribusi memiliki nilai atau hubungan tertentu, artinya pengujian hipotesis
bertujuan untuk melihat apakah mean atau standart deviasi memiliki nilai
atau bahwa perbedaan antara dua mean adalah nol.
2.3.5.5 Regresi dan korelasi
1. Regresi
Yaitu berkaitan dengan hubungan antara variabel dependent dan salah
satu atau lebih variable independent yang digunakan untuk menyusun
model statistik yang berbentuk numerik. Indikasi jenis hubungan antara
dua variabel yang dapat dilihat pada scatter diagram.
2. Korelasi
Yaitu pengukuran hubungan linier anatar dua variabel yaitu X dan Y
yang kemudian diukur dengan koefisien korelasi.
25
2.3.5.6 Desain of Eksperimen
Desain didefinisikan sebagai pemilihan parameter dan speseifikasi yang
akan membantu terciptanya produk dan proses dengan kinerja yang telah
ditentukan sebelumnya (Bagchi, 2013). Menurut Taguchi dalam Nekere
(2012), Design of experiment adalah elemen kunci untuk mencapai kualitas
tinggi dan biaya yang minimum. Menurut Montgomery (2009), Design of
eksperiment merupakan alat yang dapat digunakan untuk memperbaiki
proses manufaktur dan juga untuk menjaga kualitas produk. Lebih lanjut,
hasil penggunaan alat ini berupa peningkatan hasil, prngurangan variabilitas,
pengurangan waktu pengembangan dan meminimalkan biaaya.
Menurut Soejanto (2009), Design of experiment adalah suatu kegiatan
mengevaluasi parameter (dua atau lebih faktor) terhadap kemampuannya
untuk mempengaruhi variabilitas atau rata-rata hasil gabungan dari
karakteristik produk atau proses tertentu. Lebih lanjut, suatu Design of
experiment dikatakan baik, jika kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi dengan efisiensi yang tinggi yaitu adanya
informasi yang optimum dengan biaya, waktu dan usaha yang minimum.
Salah satu pendekatan Design of experiment yaitu menggunakan metode
taguchi.
2.3.5.6.1 Definisi Taguchi
Metode taguchi diperkenalkan oleh Genichi Taguchi pada tahun
1940 yang merupakan seorang pakar manajemen kualitas dari jepang
(Muharom, 2015). Menurut Yang dalam Murthy dkk (2013) Metode
taguchi adalah sebuah metode untuk merancang sistem kualias tinggi
dengan efisien dan sistematis untuk mengoptimalkan desain kinerja,
kualitas dan biaya. Menurut Wang dalam Kamaruddin dkk (2004),
metode taguchi adalah teknik yang menyediakan metodologi yang
sistematis dan efisien untuk optimasi proses pada desain produk dan
26
proses. Menurut Bagchi (2013), pada umunya metode taguchi
merupakan metode yang berfokus pada peningkatan desain proses
manufaktur dan produk. Lebih lanjut pada metode taguchi, perancangan
eksperimen dilakukan secara off-line (perancangan secara tidak
langsung meliputi perancangan konsep, parameter dan toleransi) yang
dilakukan sebelum proses produksi dimulai yang untuk meningkatkan
kemampuan proses. Metode taguchi bertujuan untuk memperbaiki
kualitas produk dan proses dengan menekankan pentingnya perencanaan
pada produk yang kokoh (robust) sehingga rancangan produk dan proses
dapat berfungsi denganabaik (Rusmiayati, 2014).
2.3.5.6.2 Tujuan Metode Taguchi
Pada umunya tujuan metode taguchi yaitu untuk memperbaiki
kualitas produk dan proses. Menutur Bagchi (2013), rujuan metode
taguchi untuk membantu meningkatkan kemampuan proses dan
mengurangi penyebab yang menimbulkan variabilitas untuk menjaga
kualitas produksi yang sesuai target.
2.3.5.6.3 Keunggulan dan Kekurangan
1. Keunggulan metode taguchi
Menurut Sari (2012) Keunggulan metode taguchi yaitu :
a. Desain eksperimen dengan taguchi mempunyai sifat efisien yaitu
penelitian memungkinkan melibatkan banyak faktor dan taraf
dengan melakukan sebagian percobaan atau berdasarkan sampel
yang ditentukan.
b. Desain eksperimen dengan taguchi memungkinkan
menghasilkan produk dari suatu proses yang konsisten dan
kokoh (robust).
27
c. Kesimpulan yang dihasilkan oleh desain eksperimen dengan
taguchi yaitu adanya respon faktor-faktor dan taraf dari faktor-
faktor kontrol yang menghasilkan respon optimum.
2. Kekurangan
Menurut Soejanto (2007), kekurangan metode taguchi yaitu desain
eksperimen dengan taguchi mempunyi struktur yang lengkap atau
kompleks dengan desain yang mengorbankan pengaruh interaksi
serta mengorbankan pengaruh utama dengan cukup signifikan.
2.3.5.6.4 Tahap Desain Eksperimen dengan Taguchi
Desain eksperimen denagn taguchi terbagi menjadi 3 tahap yang
mencakup semua pendekatan eksperimen yaitu tahap perencanaan,
tahap pelaksaan dan tahap analisa (Soejanto, 2007)
1. Tahap Perencanaan Eksperimen
Merupakan tahap awal dalam desain eskperimen dengan taguchi.
Tahap ini memberikan informasi mengenai indikasi tentang faktor-
faktor dan level-level yang menunjukkan peningkatan performansi
pada produk maupun proses.
a. Perumusan masalah
Yaitu berisi tentang mengidentifikasi atau merumuskan masalah
yang akan dieksperimen dengan wujud permasalahan yang harus
jelas dan spesifik. Dikatakan jelas dan spesifik apabila respon
yang diharapkan lebih dari satu.
b. Tujuan eksperimen
Yaitu mengenai landasan utama dilakukannya eksperimen.
Tujuan ekspresimen harus sesuai dengan perumusan masalah
yaitu dengan menemukan sebab adanya variabilitas dan
menemukan akibat dari variabilitas.
28
c. Penentuan variabel tak bebas
Variabel tak bebas yaitu variabel yang bergantung pada variabel-
variabel yang lainnya berdasarkan variabel perubahannya.
Variabel tak bebas yang jelas akan digunakan untuk melakukan
eksperimen. Terdapat tiga kategori variabel tak bebas yaitu :
Karakteristik yang dapat diukur (hasil pengamatan berdasarkan
skala kontinyu). Contohnya : temperature, tekanan, berast, tinggi
dll.
Karakteristik atribut (hasil pengamatan bukan berdasarkan skala
kontinyu dan tidak dapat diukur tapi bisa diklasifikasikan secara
kelompok). Contohnya : pecah, retak, gosong dll
Karakteristik dinamik (fungsi representasi dari proses yang
diamati). Contohnya sistem transmisi otomatis dengan input
perputaran mesin dan output adalah perubahan getar.
d. Identifikasi faktor-faktor (variabel bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang tidak bergabtung pada
variabel lain dala perubahannya. Pada tahap ini tidak seluruh
faktor yang akan dieksperimen hanya faktor yang dianggap
penting yang akan dieksperimen. Berikut adalah beberapa
metode untuk mengidentifikasi faktor-faktor penting :
Brainstorming : yaitu strategi untuk pemikiran kreativutas dan
untuk memecahkan suatu masalah (Al-khatib, 2012)
Flowchart : yaitu mengidentifikasi faktor-faktor melalui diagram
flowchart untuk suatu yang akan diteliti.
Diagram sebab-akibat : yaitu strategi untuk menidentifikasi
penyebabatau faktor yang potensial dengan acuan 5M 1E.
29
e. Pemisahan faktor kontrol dan faktor gangguan
Faktor kontrol adalah faktor yang dapat dikendalikan atau diatur
nilainya sedangkan faktor gangguan adalah faktor yang tidak
dapat dikendalikan atau diatur nilainya. Kedua faktor perlu
diidentifikasi dengan jelas karena pengaruh kedua faktor
berbeda.
f. Penentuan jumlah level dan nilai level faktor
Pemilihan jumlah level dianggap penting yaitu hasil ketelitian
dari eksperimen dan biaya penggunaan eksperimen. Jika terdapat
level dengan jumlah banyak maka berdampak pada hasil
ekperimen yang dilakukan lebih teliti dan jelas serta data yang
diperoleh akan banyak sehingga jumlah pengamatan bertambah
dan juga meningkatkan biaya untuk eksperimen
g. Perhitungan derajat kebebasan
Dalam penentuan jumlah minimum eksperimen diperlukan
perhitungan derajat kebebasan untuk menyelidiki faktor yang
akan diamati.
h. Pemilihan matriks orthogonal
Matriks ortoginal (Orthigonal array) adalah desain eksperimen
yang digunakan untuk membantu menemukan faktor-faktor
utama dengan percobaan yang diperlukan dalam jumlah kecil
(Bagchi, 2013). Pemilihan matriks orthogonal yang tepat
bergantung pada total derajat kebebasan sehingga dapat
menentukan jumlah matrik yang akan digunakan (Kamarudin,
2004).
30
i. Penempatan kolom untuk faktor dan interaksi kedalam matriks
orthogonal
Adanya grafik linier dan tabel tringuler untuk setiap matriks
orthogonal yang digunakan untuk membantu memudahkan
kolom yang akan diletakkan interaksi faktor pada setiap matriks
orthogonal.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Jumlah replikasi
Replikasi adalah kegiatan mengulang kembali suatu percobaan
dengan perlakuan yang sama dan kondisi yang sama. Tujuan
replikasi yaitu meningkatkan tingkat ketelitian, mengrangi
kesalahan pada percobaan, dan kemungkinan adanya uji
signifikan hasil eksperimen karena adanya harga taksiran
kesalahan dalam percobaan
b. Randomisasi
Adanya faktor-faktor lain selain faktor yang berpengaruh pada
variabel seperti kesalahan operator, mesin rusak dll yang
berdampak pada hasil percobaan sehingga faktor-faktor tersebut
pengaruhnya diperkecil dengan menyebarkan pengaruh tersebut
melalui randomisasai (pengacakan) urutan percobaan selama
percobaan tersebut berlangsung. Tujuan randomisasai yaitu
untuk meratakan pengaruh faktor-faktor disetiap unit eksperimen
yang mana faktor tersebut berupa faktor yang tidak dapat
dikendalikan, memberikan kesamaan perlakuan pada setiap unit
eksperimen dan menghasilkan pengamatan yang bebas dari satu
sama lain.
31
3. Tahap Analisa
Pada tahap ini berisi tentang pengumpulan data, pengolahan data,
pengaturan data, perhitungan data, pengujian data dengan statistik,
serta penyajian data sesuai dengan desain untuk eksperimen yang
dipilih.
a. Analisis varians taguchi
Merupakan sebuah teknik statistika yang digunakan menganalisi
data yang telah disusun dengan menguraikan total variansi pada
bagian yang diteliti yang bertujuan untuk mengembangkan
produk dan proses dengan meningkatkan karakteristik kinerja
pada produk maupun proses. Berikut adalah langkah-langkah
analisis varians :
1. ST – Jumlah kuadrat total
SST =
Dimana :
N = Jumlah percobaan
Y = data yang diperoleh dari percobaan
2. SA – Jumlah kuadrat faktor A
SSA = -
Dimana :
Ai = level ke I faktor A
nAi = jumlah percobaan level ke i faktor A
3. SAXB – jumlah interaksi A x B
SAXB = + -
4. SSe – jumlah kuadrat error
SST = SSA + SSB + SSAXB + SSe
SSe = SST – SSA – SSB – SSAXB
32
b. Uji F
Uji F bertujuan untuk membandingkan varians yang disebabkan
faktor dan varians error.
H0 : tidak ada pengaruh perlakuan, sehingga μ1 = μ2 = ….. = μj =
μk
H1 : ada pengaruh perlakuan, sehingga sedikit ada satu yang μ1
tidak sama
Sehingga jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, jika Fhitung >
Ftabel maka H0 ditolak.
c. Strategi polling up
Strategi polling up digunakan untuk mengestimasi variansi error
pada analisis varians dan mengakumulasi beberapa variansi error
dari beberapa faktor yang kurang berarti. Untuk melihat
signifikannya strategi tersebut dapat dilihat dari pengujian F efek
kolom terkecil terhadap yang lebih besar. Dalam hal ini
munculnya kedua efek tersebut karena tidak ada rasio F
signifikan sehingga dapat di polling untuk menguji kolom besar
yang berikutnya sampai rasio F yang signifikan muncul.
d. Rasio S/N
Rasio S/N (rasio signal to noise) merupakan sebuah perancangan
ukuran variansi yang akan timbul dengan mentransformasikan
pengulangan data ke dalam suatu nilai yang bertujuan untuk
mengurangi variansi suatu respon dengan cara memilih faktor-
faktor yang memiliki konstibusi. Berikut ini adalah
karakteristikdari rasio S/N :
33
1. Semakin kecil, semakin baik
Yaitu karakteristik kualitas dengan batas nilai 0 dan non
negatif. Nilai semakin kecil (mendekati nol adalah yang
diinginkan).
S/N = - 10 log
Dimana :
n = jumlah pengulangan dari suatu trial
SNR-fraction defective yaitu omega transformation (Ω).
Untuk persentase cacat p adalah 0% dimana semakin kecil
nilai p maka akan semakin baik.
Berikut perhitungan rasio S/N :
η = -10 log10
ρ = persentase cacat pada setiap faktor dan level
2. Tertuju pada nilai tertentu
Yaitu target atau nilai tidak no; dan terbatas dalam
karakteristik kualitas. Nilai terbaik adalah nilai yang
mendekati suatu ni;ao yang ditentukan
S/N = - 10 log Ve
S/N = - 10 log
3. Semakin besar, semakin baik
Adanya rentang nilai tak terbatas dan non negatif pada suatu
karakteristik kualitas. Nilai yang diinginkan adalah nilai
yang semakin besar.
S/N = - 10 log
34
2.3.5.6.5 Interpretasi Hasil Eksperimen
1. Persen kontribusi
Persen kontribusi yaitu fungsi dari hasil jumlah kuadrat dari
masing-masing faktor yang berupa indikasi kekuatan untuk analisa
variansi serta menghitung persen kontribusi maupun interaksi faktor
yang signifikan dan error. Misalnya analisis varianas pada nilai MS
untuk faktor A yaitu :
MSA = MS’A + MSe
MSA =
Maka :
SS’A = SSA – (VA)(MSe)
Sehingga perseng kontribusi :
ρ = x 100%
Jika persen kontribusi error ≤ 15 % maka berarti tidak ada faktor
yang berpengaruh terabaikan, sedangkan jika persen kontribusi
error ≥ 50% artinya ada faktor yang berpengaruh dan error yang
terlalu besar.
2. Interval kepercayaan (Convidence interval)
a. Interval kepercayaan untuk level faktor (Cl1)
Cl1 =
μAK = k ± Cl1
k – Cl1 ≤ μAK ≤ k + Cl1
dimana :
Fα;1;ve = rasio F
α = resiko
V1 = 1
35
Ve = derajat kebebasan error
MSe = rata-rata kuadrat error (variansi kesalahan)
n = jumlah yang diuji pada suatu kondisi tersebut
μAK = dugaan rata-rata faktor Apada perlakuan (level) ke k
k = rata-rata faktor A pada perlakuan ke k
k = 1,2,…
b. Interval kepercayaan pada kondisi perlakuan yang diprediksi
(Cl2)
Cl2 =
Dimana :
neef =
N = jumlah data percobaan keseluruhan
c. Interval kepercayaan untuk memprediksi eksperimen konfirmasi
(Cl3)
Digunakan saat suatu sampel kondisi level faktor, saat
melakukan percobaan konfirmasi
Cl=
Dimana :
R = jumlah sampel pada percobaan konfirmasi dan r ≠ 0
neef = jumlah pengulangan efektif