bab ii konsep dasar a. pengertian -...

Download BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/14/jtptunimus-gdl-s1-2008-matron... · Hal ini biasanya ditangani dengan fisioterapi. 5. Pneumonia

If you can't read please download the document

Upload: phamkhanh

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    KONSEP DASAR

    A. Pengertian

    Stroke adalah awitan defisit nerurologis yang berhubungan dengan

    penurunan aliran darah serebral yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh

    darah karena adanya embolisme trombosis atau hemoragi yang mengakibatkan

    iskemia otak (Tucker, S.M 1997:488)

    Stroke merupakan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya

    suplai darah ke bagian otak (Smeltser, s.c & Barc, B.G. 2002; Baugman, D.C. &

    Hockey J.C. 2000)

    Menurut Iskandar. J. (2004) Stroke adalah penyakit gangguan fungsional

    otak vocal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang

    terkena yang sebelumnya tanpa peringatan dan dapat sembuh secara sempurna atau

    sembuh dengan cacat atau kematian akibat gangguan aliran darah ke otak karena

    perdarahan ataupun non perdarahan.

    Stroke non haemorraghik adalah suatu bentuk kelainan stroke yang terjadi

    karena gangguan suplai darah ke otak timbul oleh iskemia yang lama dan parah

    dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang irreversible (Harsono, 1996).

    Dari segi klinis, gangguan peredaran darah otak (menurut Harsono, 1996)

    dibagi atas:

    1. Serangan iskemia sepintas (Transent Ischemic Attack/TIA).

    2. Stroke Non Haemorraghik/ stroke iskemia.

  • 3. Stroke haemorraghik.

    4. GPDO lainnya seperti trombosis, vena otak, infark multifleks.

    Dari ketiga definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa stroke

    merupakan penyakit atas gangguan cerebral lokal atau global yang semata-mata oleh

    penyebab gangguan vaskuler yaitu apabila dengan jenis stroke non haemorraghik

    terjadi iskemia otak dan perubahan struktur fungsi otak yang irreversible.

    B. Anatomi dan Fisiologi

    1. Anatomi

    Gambar 2.1. Suplai arteri ke area-area di otak

  • Gambar 2.2. Gambar Anatomi Arteri otak

    2. Fisiologi

    Otak merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan sekitar 100 miliar

    sel saraf dan triliunan sambunganya. Walaupun berat total otak hanya sekitar 2

    persen dari berat tubuh, 70 persen oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh

    ternyata digunakan oleh otak. Berbeda dengan otot dan jaringan lainnya, otak

    tidak mampu menyimpan nutrisi agar bisa berfungsi, otak tergantung dari pasokan

    aliran darah, yang secara kontinyu membawa oksigen dan nutrisi. Pada dasarnya,

    otak terdiri dari tiga bagian besar dengan fungsi tertentu, yaitu:

    a. Otak besar

  • Yaitu bagian utama otak yang berkaitan dengan fungsi intelektual yang lebih

    tinggi, yaitu fungsi bicara, integrasi informasi sensorik(rasa), dan kontrol

    gerakan yang halus (keterampilan yang dilatih)

    b. Otak kecil

    Terletak dibawah otak besar, berfungsi untuk koordinasi gerakan dan

    keseimbangan.

    c. Batang otak

    Penghubung otak dengan tulang belakang, mengendalikan berbagai macam

    fungsi tubuh, termasuk koordinasi gerakan mata, menjaga keseimbangan,

    serta mengatur pernapasan dan tekanan darah (Lanny Sustrani, Syamsir Alam,

    Iwan Hadi, Broto. 2003).

    C. Etiologi/Faktor resiko

    Stroke biasanya disebabkan karena salah satu dari empat kejadian antara

    lain trombosis (bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher), embolis

    serebral (bekuan darah atau matrial lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain),

    hemororghik sererbral (pecahnya pembuluh darah), iskemia/ stroke non

    haemorroghik (bentuk kelainan stroke yang terjadi karena gangguan suplai darah ke

    otak, timbul oleh karena iskemia yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan

    struktur otak yang irreversible), (Smeltser, s.c & Barc, B.G. 2002; Baugman, D.C. &

    Hockey J.C. 2000)

    Menurut Smeltser, s.c & Barc, B.G. 2002 dan Iskandar. J. (2004) yang

    menjadi faktor resiko stroke antara lain:

    1. Yang dapat dikontrol antara lain:

  • a. Hipertensi

    b. Diabetes mellitus

    c. Serangan lumpuh sementara

    d. Fibrasi atrial

    e. Post stroke

    f. Abnormal taslipo protein

    g. Fibrinogen tinggi dan perubahan hemorologikallain

    h. Perokok

    i. Peminum alcohol

    j. infeksi virus atau bakteri

    k. obat kontrasepsi oral, obat-obat lain

    l. Obesitas/kegemukan

    m. Kurang aktifitas fisik

    n. Hiperkolesterolemia

    o. Stres fisik dan mental

    2. Yang tidak dapat dikontrol antara lain:

    a. Umur, makin tua kejaidan stroke maki tinggi.

    b. Ras, bangsa Afrika, Jepang, China lebih sering terkena stroke.

    c. Jenis kelamin, Laki-laki lebih beresiko disbanding wanita.

    d. Riwayat keluarga(orang tua, saudara yang pernah mengalami stroke pada usia

    muda, maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke).

    D. Patofisiologi

  • Otak mendapat suplai darah dari dua pembuluh darah yaitu arteri karotis dan

    arteri vertebralis, arteri karotis menyalurkan 70% dari darah otak. Arteri karotis

    bercabang dalam leher, membentuk arteri karotis internal, yang memperdarahi otak

    dan arteri. Karotis eksternal yang memperdarahi wajah dan leher. Arteri karotis

    interna bercabang membentuk arteri cerebri anterian yang memperdarahi lobus

    frontalis, parietalis dan temporalis kortek cerebri. Sedangkan arteri vertebralis

    mengalirkan 30% darah, dari keseluruhan darah otak. Arteri vertebralis bersatu

    membentuk arteri baciller dan selanjutnya memecah untuk membentuk kedua arteri

    cerebral posterior yang menyuplai permukaan otak interior dan mediana juga bagian

    lateralobus occipital. Bagian pangkal arteri karotis internal merupakan tempat yang

    sering mengalami penyempitan. Penyempitan ini mempengaruhi aliran darah dan

    dapat mengakibatkan pembentukan pembekuan darah. Bila bekuan darah ini terlepas

    dan terbawa kedalam arterikarotis interna kemudian menyumbat pembuluh arteri

    yang kecil dalam otak maka serangan stroke dapat terjadi. Bila terdapat gangguan

    pada pembuluh darah tersebut atau percabanganya dapat timbul infark pada daerah

    yang dialirinya. Infark cerebri sangat erat kaitanya dengan arterias sclerosis, dapat

    menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara menyempitkan

    lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insupresasi aliran darah. Apabila yang

    mengalami gangguan paruh belakang ferifercerbri yaitu lobusocipitalis yang

    berfungsi untuk mengelola fungsi sensorik seperti sensibilitas/penglihatan, maka

    terjadi gangguan visual/mata. Sedangkan apabila gangguan tersebut terletak diparuh

    depan ferifercerebri yaitu lobusfrontalis, temporalis dan parietal yang berhubugan

    dengan fungsi motorik yaitu mengelola gerakan, fungsi bicara, ekspresif dan

  • perencanaan, maka terjadi gangguan seperti himiplagi kontralateral/kelumpuhan

    ekstrimitas, gangguan memori, gangguan asosiasi, dan sensorik dan afasia sensorik

    (Lanny Sustrani, Syamsir Alam, Iwan Hadi, Broto. 2003).

    E. Manifestasi Klinik

    Pada stroke non haemororghik gejala utamanya adalah timbulnya defisit

    neurologis secara mendadak didahului gejala prodomal, terjadi pada waktu istirahat

    atau pada waktu bangun pagi dalam kesadaran biasanya menurun kecuali bila

    embolik cukup besar. Gejala neurologist yang timbul tergantung pada berat dan

    ringanya gangguan pada pembuluh darah dan lokasinya.

    Manifestasi klinis dapat berupa:

    1. Kelumpuhan wajah, atau anggota badan yang timbul mendadak.

    2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

    3. Gerubahan struktur mental (kontifasi, delirium, lerargis, stupor, koma).

    4. Apasia (bicara tidak lancer, kesulitan memahami ucapan).

    5. Disania (bicara pelo).

    6. Gangguan penglihatan (hemonophia, monokuler/diplophia).

    7. Vertigo, mual dan muntah, nyeri kepala.

    8. Reflek fatologis.

    Stroke eskemia dapat dijumpai dalam 4 (empat) bentuk, yaitu:

  • 1. Transent ischemic attack (TIA) pada bentuk ini gejala neurolorgis yang timbul

    akibat gangguan peredaran darah, akan menghilang dalam waktu kurang dari

    waktu 24 jam.

    2. Traversible iskemik neurologik (RIND) deficit neurolorgik karena iskemik dan

    akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebh dari satu minggu.

    3. Stroke inefolution/stroke agresif, gejala neurolorgik semakin lama semakin berat.

    4. Kompleck stroke, gejala klinis menetap.

    F. Penatalaksanaan

    1. Oksigenisasi

    Suatu keadaan dimana individu mengalami ketidakseimbangan antara ambilan

    oksigen dan eliminasi karbondioksida pada area pertukara gas selaput kapiler

    alveolar.

    2. Pengaturan diet penderita stroke

    Suatu keadaan dimana individu mengalami asupan nutrisi yang melebihi

    kebutuhan metabolisme.

    3. Tirah baring

    Suatu keadaan dimana individu memerlukan istirahat total dengan merubah

    posisi minimal 2 jam sekali.

    4. Mobilisasi secara rutin

    Suatu keadaan dimana individu mengalami keterbatasan kemampuan dalam

    ketergantungan pergerakan fisik.

  • 5. Mengurangi resiko injuri

    suatu keadaan dimana individu melakukan mobilisasi dengan gerakan pasif dan

    gerakan aktif

    G. Komplikasi

    Serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja. Gangguan

    emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak ditempat tidur

    adalah bonus yang tak dapat dihindari.

    1. Depresi

    Inilah dampak yang paling menyulitkan penderita dan orang-orang yang berada di

    sekitarnya. Oleh karena keterbatasanya akibat lumpuh, sulit berkomunikasi dan

    sebagainya, penderita stroke sering mengalami depresi.

    2. Darah beku

    Darah beku mudah terbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada kaki

    sehingga menyebabkan pembengkakan yang mengganggu. Selain itu, pembekuan

    darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah ke paru-paru (emboli

    paru-paru) sehingga penderita sulit bernapas dan dalam beberapa kasus

    mengalami kematian.

    3. Memar

    Jika penderita stroke menjadi lumpuh, tidak masalah seberapa parahnya, penderita

    harus sering dipindahkan dan digerakan secara teratur agar bagian pinggul,

    pantat, sendi kaki, dan tumit tidak terluka akibat terhimpit alas tempat tidur. Bila

    luka-luka tidak terawat, bisa terjadi infeksi. Keadaan ini akan menjadi semakin

  • buruk bila penderita dibiarkan terbaring ditempat tidur yang basah karena

    keringat.

    4. Otot mengerut dan sendi kaku

    Kurang gerak dapat menyebabkan sendi menjadi kaku dan nyeri, misalnya; jika

    otot-otot betis mengerut, kaki terasa sakit ketika harus berdiri dengan tumit

    menyentuh lantai. Hal ini biasanya ditangani dengan fisioterapi.

    5. Pneumonia (radang paru-paru)

    Ketidakmampuan untuk bergerak setelah mengalami stroke membuat pasien

    mungkin mengalami kesulitan menelan dengan sempurna atau sering terbatuk-

    batuk sehingga cairan terkumpul diparu-paru dan selanjutnya dapat terjadi

    pneumonia.

    6. Nyeri pundak

    Otot-otot di sektar pundak yangmengontrol sendi-sendi pundak akan mudah

    cedera pada waktu penderita diganti pakaianya, diangkat, atau ditolong untuk

    berdiri, lakukan dengan cara yang benar agar tidak membuat otot-otot daerah

    tersebut terbebani terlalu berat.

    H. Pemeriksaan Penunjang

    1. Computer Tonografi (CT-Scan); untuk melihat apakah terjadinya perdarahan atau

    penyumbatan, lokasi lesi, besarnya lesi.

    2. Elektro Encepalo Grafi (EEG); membantu menentukan lokasi gelombang detlh

    lebih lambat pada daerah yang mengalami gangguan.

    3. Anggio Grafi Cerebral, mendapatkan gambaran pembuluh darah yang terganggu.

  • 4. Pemeriksaan Liquarecerehospinal (LCS), membantu membedakan infark

    pendarahan otak.

    5. Manesik Resonance Imaging (MRI), membantu dalam membandingkan diagnose

    stroke lebih sensitive dalam mendeteksi infark cerebri dini.

    6. Elektro Cardio Grafi (ECG), membantu apakah terdapat disarteri yang dapat

    menyebabkan stroke.

    7. Ultra Sono Grafi (USG), merupakan prosedur non infosit untuk mendiagnosa

    sumbatan arteri.

    8. Laboratorium, untuk menentukan faktor resiko meliputi darah rutin(HB, HT,

    leuko, Trombo, Eritrosit, LED) gambaran darah tepi.

    I. Pathways

    Faktor Resiko Hipertensi DM Penyakit Jantung

    Trombus, arterosclerosis, emboli

    Penyumbatan pembuluh darah cerebral (Tergantung daerah

    yang terkena)

  • Gangguan Perfusi Jaringan

    Nekrosis neuron otak (Infark)

    Lobus ocipitalis Lobus Frontalis Lobus Parietalis

    Gangguan mata Hemi plegi kontralateral

    (AMk. Resiko

    cidera

    doplopia hilang lapang pandang

    Resiko Injuri

    M

    Gangguan memori

    Lobus Temporalis

    Afasia

    ker

    Pada diagnosa keperawatan dan fopsikososial, di antaranya: 1. Perubahan persepsi sensorik

    integritas, status psikologis. 2. Gangguan harga diri rendah be3. Perubahan proses pikir berhu

    instruksi sekunder terhadap ke

    ( Doenges M.E 2000 ; Hudak &

    J. Diagnosa Keperawatan dan

    Afasia ekspresit rea Broca)

    k. Kerusakan komunikasi

    Sensorik

    Mk. PPersep

    kus intervensi juga kami a

    berhubungan dengan pe

    rhubungan dengan perubahbungan dengan konfusi, k

    rusakan otak.

    Gallo 1996 )

    Fokus Intervensi

    Gangguan asosiasi dan

    sensori

    Mk. Kerusakan Sensorik erubahan

    Kerusakan mobilitas

    fisik

    si Sensori

    Kerusakan menelan

    Mk. Resiko usakan integritas

    kulit

    Mk. Kurang Perawatan

    Diri

    Mk. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

    Suplai O2 ke jaringan otak menurun (Hipoxia)

    ngkat masalah keperawatan

    rsepsi sensorik, transmisi,

    an biofisiko. etidakmampuan mengikuti

  • 1. Perubahan perkusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, gangguan oklusi,

    hemoragic, vaso spasme cerebral, oedema cerebral.(Doenges M.E 2000 ; Hudak

    & Gallo 1996)

    a. Tujuan

    Klien dapat mempertahankan perkusi yang normal dengan kriteria: pengisian

    kapiler 3-5 detik, daerah perifer hangat, kelumpuhan dapat dikurangi, tekanan

    perkusi serebral sedikitnya 60 mmHg dan TIK kurang dari 20 mmHg, tingkat

    kesadaran membaik, tanda-tanda vital tetap stabil.

    b. Intervensi

    1) Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma, perubahan perkusi atau

    peningkatan TIK.

    2) Pantau dan catat status neurologist T sesering mungkin.

    3) Pantau tanda vital setiap 4 jam.

    4) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.

    5) Catat perubahan dalam penglihatan, berbicara.

    6) Letakan kepala pada posisi agak lebih tinggi dalam posisi anatomis.

    7) Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi

    pengunjung, berikan istirahat dan atur tindakan keperawatan.

    8) Hindari mengejang yang terlalu kuat saat defekasi, pernafasan yang

    memaksa terus-menerus.

    9) Kaji adanya regiditas local, kedutan, kegelisahan yang meningkat, peka

    rangsang/serangan kejang.

    10) Berikan oksigen sesuai indikasi.

  • 11) Berikan obat anti ko agulasi, anti fibritasi, anti hipertensi, obat fasodilatasi

    pelunak faeces.

    12) Pantau pemeriksaan laboratorium, protombin serum.

    13) Pantau analisa gas darah.

    2. Kerusakan mobilitas fisik b/d penurunan fungsi motorik sekunder akibat

    kerusakan neuron motorik bagian atas ditandai dengan penurunan kemampuan

    untuk bergerak, pergerakan terbatas.(Doenges M.E 2000 ; Smeltser, S.C &

    BARE B.G 2002 Tucker, S.M., Hudak & Gallo 1996)

    a. Tujuan

    Klien terbebas dari komplikasi imobilitas yang dapat dicegah dengan kriteria:

    terbebas dari kontraktur, footdropm, menunjukan perilaku melakukan

    aktifitas, terbebas dari intelektasis, nyeri akibat tekanan dan trombosis vena

    dalam.

    b. Intervensi

    1) Kaji kemampuan secara fungsional, luanya kerusakan dengan cara yang

    teratur.

    2) Ubah posisi minimal tiap 2 jam.

    3) Lakukan latihan rentang gerak secara bertahap.

    4) Sokong ektrimitas dalam posisi fungsional, gunakan penyangga lengan

    ketika klien dalam posisi duduk.

    5) Tinggikan kepala dan lengan.

    6) Posisikan lutut dan pinggul dalam posisi ektensi.

    7) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan waktu duduk.

  • 8) Alasi tempat duduk dengn busa/balon air.

    9) Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan

    menggunakan ektrimitas yang tidak sakit.

    10) Berikan tempat tidur dengan matras bulat.

    11) Konsultasi dengan ahli fisioterapi.

    12) Pastikan pemberian nutrisi yang adekuat.

    13) Pasang stoking anti embolik.

    3. Kerusakan Komunikasi Verbal b/d afasia disafria (Doenges M.E 2000; Smeltser,

    S.C & BARE B.G, 2002; Tucker, S.M., Hudak & Gallo 1996)

    a. Tujuan

    Klien dapat mengatasi hambatan komunikasi dengan kriteria menggunakan

    metode komunikasi yang tepat, menggunakan sumber-sumber komunikasi

    yang tepat, klien dapat mengekspresikan perasaan dengan bahasa lisan,

    tertulis atau bahasa isyarat, klien memahami apa yang dijelaskan oleh

    perawat.

    b. Intervensi

    1) Kaji tingkat gangguan fungsi bicara.

    2) Kaji kemampuan klien dalam membeca, menulis, berbicara dan

    memahami.

    3) Berdiri di dalam garis pandang, klien berbicara dan bicarakan mengenai

    bibir dan tangan.

    4) Berbicara dengan perlahanmenggunakan kalimat yang sederhana dan

    kosakata yang umum.

  • 5) Minta klien untuk memberikan respon ya/tidak untuk memberi jawaban.

    6) Beri kesempatan pada klien untuk memberikan respon.

    7) Beri alternatif klien dengan metode komunikasi yang lain seperti; menulis

    di papan tulis menggunakan alat tulis atau gerakan tangan.

    8) Konsultasi pada ahli terapi wicara.

    9) Antisipasi dan sediakan semua kebutuhan klien di dekatnya.

    4. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan persepsi sensori,

    tranmisi,integrasi, status psikologis (Doenges M.E 2000 ; Smeltser, S.C &

    BARE B.G 2002; Tucker, S.M., Hudak & Gallo 1996)

    a. Tujuan

    Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan meningkatkan fungsi

    perceptual dengan kriteria mengakui adanya perubahan kemampuan, klien

    dapat menerima rangsang

    b. Intervensi

    1) Kaji adanya gangguan penglihatan

    2) Dekati klien dari arah daerah penglihatan yang normal brikan lampu yang

    menyala, letakan benda dalam jangkauan lapang pandang penglihatan.

    3) Tutup mata yang sakit kalau perlu.

    4) Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang

    membahayakan.

    5) Kaji kesadaran sensorik (membedakan panas dingin).

    6) Beri stimulasi terhadap sentuhan, rabaan.

    7) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan.

  • 8) Amati respon perilaku klien, seperti mudah marah, bermusuhan.

    9) Hindari kebisingan.

    10) Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang

    sederhana.

    11) Orientasikan kembali klien pada lingkungan disekitarnya.

    5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,

    penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/ koordinasi otot. (Doenges

    M.E 2000 ; Smeltser, S.C & BARE B.G 2002; Tucker, S.M., 1997)

    a. Tujuan

    Klien mampu mendemontrasikan adanya teknik perubahan gaya hidup untuk

    memenuhi kebutuhan perawatan diri dengan kkriteria, melakukan aktifitas

    perawatan diri sesuai batas kemampuan klien, mampu mengidentipikasikan

    sumber bantuan yang dapat memberikan bantuan.

    b. Intervensi

    1) Kaji tingkat kemampuan dan tidak mampuan dalam ADLS ( Slka 0-4 )

    2) Hindari melakukan sesuatu yang dapat dilakukan klien sendiri.

    3) Pertahankan dukungan, sikap yang tegas serta berikan waktu pada klien

    untuk menyelesaikan tugasnya.

    4) Berikan umpan balik yang positip atas keberhasilan melakukan perawatan

    diri.

    5) Lakukan perawatan kulit setiap 4-5 jam gunakan losion yang mengandung

    minyak.

    6) Infeksi bagian atas tulang yang menonjol setiap hari.

  • 7) Lakukan oral hygine tiap 4-8 jam, keramas satu kali seiminggu.

    8) Identifikasi kebiasaan defikasi sebelum dan kembalikan pada kebiasaan

    normal, anjurkan makanan yang berserat dan minum yang banyak.

    6. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik, perceptual

    kognitif ( Dounges, M.E 2000:303-304).

    a. Tujuan

    Klien mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang kondisi, situasi dan

    perubahan yang telah terjadi dengan teriteria mengungkapkan penerimaan

    diri terhadap Ryk yang diderita, mengenai dan memahami perubahan yang

    terjadi dan mempunyai penerimaan dan harga diri yang positip.

    b. Intervensi

    1) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan drajat

    ketidakmampunnya.

    2) Identifikasi arti kehilangan/ disfungsi/ perubahan pada klien.

    3) Anjurkan klien untuk mengepresikan perasaanya.

    4) Akui pernyataan klien tentang pengingkaran terhadap penyakit yang

    dideritanya, mengenali dan memahami perubahan yang terjadi dan

    mempunyai penerimaan dengan harga diri yang positif.

    5) Tekankan keberhasilan klien melakukan sesuatu walaupun itu kecil.

    6) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian berdandan yang baik.

    7) Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada klien untuk

    melakukan pekerjaan sendiri dan beri sumber element atas

    keberhasilannya.

  • 7. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan

    menelan sekunder terhadap kerusakan neuromuskuler ( Doenges M.E, 2000,

    Hudak Gallo 1996).

    a. Tujuan

    Klien mendapat nutrisi yang kuat dengan kriteria, mendemontrasikan

    kemampuan menelan tanpa aspiraasi, bearat badan dalam batas normal, lipat

    kulit trisep dalam batas normal.

    b. Intervensi

    1) Kaji kemampuan menelan.

    2) catat kebutuhan kalori setiap hari.

    3) Lakukan konsultasi diet.

    4) Berikan makan melalui selang, nutrisi parentral total, atau bantu dengan

    melalui selang berdasarkan kondisi klien.

    5) Kaji albumen serum, protein total dan sel darah putih.

    6) Pertahankan catatan berat badan setiap hari.

    7) Letakan klien pada posisi duduk tegak selama dan setelah makan.

    8) Pertahankan masukan dan keluaran dngan akurat dan catat jumlah kalori

    yang masuk.

    9) Berikan cairan intravena sesuai indikasi.

    8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan mengenai kondisi dan

    pengobatan b/d keterbatasan kognitif, keterbatasan sumber informasi tentang

    proses penyakit (Doenges M.E 2000; Tucker,S.M, 1997)

    a. Tujuan

  • Klien dan keluarga berpartisipasi dalam programperawatan dan pengobaan

    dengan kriteria :

    Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi atau prognesa serta aturan

    terapentig, memulai perubahan gaya hidup.

    b. Intervensi

    1) Kaji tingkat pengertia atau pemahaman tentang penyesuaian terhadap

    ketidakmampuan.

    2) Jelaskan pada keluarga tentang perlunya memberi dorongan untuk

    melakukan aktifitas yang dapat dilakukan perlunya menghindari

    lingkungan yang berlebihan, perlunya memberikan penghargaan atas

    keberhasila klien melakukan aktifitas, perlunya memberikan klien untuk

    mengekspresikan perasaan.

    3) Berikan dorongan pada klien untuk melakukan aktifitas hiburan.

    4) Rencanakan waktu istirahat yang teratur dan hindari keletihan.

    5) Berikan dorongan pada keluarga agar mengajak komunikasi secara verbal.

    6) Berikan penekanan terhadap penjelasan Dokter tentang melaksanakan

    medis.

    7) Tekankan pentingnya rawat jalan yang berkelanjutan dan mengikuti

    program rehabilitasi.

    8) Tekankan pentingnya untuk melakukan tindakan yang aman (pagar tempat

    tidur, jalan landai, sepatu tanpa hak, menyingkirkan benda bertepi tajam).

  • 9. Perubahan proses pikir b/d konfusi, ketidakmampuan mengikuti intruksi sekunder

    terhadap kerusakan otak.(Smeltzer, s.c. & Bare, B.G. 2002 ; Hudak & Gallo

    1996)

    a. Tujuan

    Klien mampu mengatasi kekuranganya dengan kriteria : melakukan interaksi

    dengan orang lain , tanpa memperlihatkan tanda-tanda sering frustasi yang

    berkepanjangan.

    b. Intervensi

    1) Lakukan rehabilitasi terapi akupasi, terapi fisik, terapi kognitif, terapi

    bicara.

    2) Beri dorongan klien untuk memakai alat, pasilitatif untuk mempermudah

    bicara atau komunikasi.

    3) Bicara dengan lambat dan beri waktu klien untuk mempermudah bicara

    atau komunikasi.

    4) Bantu klien menentukan jadwal kegiatan, klien untuk menjawab

    pertanyaan.

    5) Orientasikan klien pada waktu tempat dan orang.

    6) Tata kegiatan peawatan pada bidang penglihatan sebelah kiri kalau

    memungkinkan.

    10. Bersihkan jalan nafas efektif b/d akumulasi secret sekunder terhadap

    ketidakmampuan batuk dan mengeluarkan lender sekunder terhadap herniasi

    batang otak.(Doenges M.E 2000; Tucker,S.M., 1997)

    a. Tujuan

  • Klien mempunyai kepatenan jalan nafas yang adekuat dengan kriteria nafas

    tidak sesak tidak ada suara, frekuensi nafas dalam batas normal.

    b. Intervensi

    1) Kaji dan pantau pernafasan, reptek batuk dan sekresi.

    2) Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obtrupsi jalan nafas dan

    memberikan pengeluaran sekresi yang optimal

    3) Isap lendir

    4) Pasang jalan nafas oral atau nasoparing untuk mempertahankan kepatenan

    jalan nafas

    5) Aoskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan nafas 2 4 jam.

    6) Berikan oksigen/humidifikasi sesuai pesanan

    7) Pantau analisa gas darah.