bab ii kerangka teori dan metode penelitian a. … 011 08 yud i... · menjadi dasar kajian...
TRANSCRIPT
BAB II
KERANGKA TEORI DAN METODE PENELITIAN
A. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian yang dibuat oleh penulis kali ini, penulis telah melihat
penelitian terdahulu yang sama-sama membahas mengenai retribusi yang
menjadi pokok inti dari penelitian penulis kali ini. Penelitian terdahulu yang
menjadi dasar kajian literatur penulis adalah tesis yang berjudul Efektifitas
Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Tangerang. Tesis tersebut
ditulis oleh Suparman yang merupakan mahasiswa program studi bidang
Administrasi dengan kekhususan Administrasi Kebijakan Publik, Fakutas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.6
Penelitian yang dilakukan Suparman adalah mengenai efektifitas dari
pelayanan Izin Mendirikan Bangunan yang ada di kecamatan Ciledug dan
meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektifitas pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan tersebut. Penelitian tersebut dilakukan oleh Suparman
dengan dasar adanya beberapa masalah terkait dengan retribusi Izin Mendirikan
Bangunan. Permasalahan tersebut antara lain adalah belum sesuainya antara
kebijakan pemerintah dengan harapan masyarakat yang menginginkan
pelayanan IMB yang murah, cepat dan dekat. Permasalahan lainnya adalah
munculnya bangunan tanpa izin dan maraknya bangunan liar pada jalur hijau,
bantaran sungai dan pada areal lainnya yang tidak sesuai dengan peruntukannya
maupun rencana tata ruang kota. Dan masalah terakhir adalah retribusi Izin
6 Suparman, Efektifitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Tangerang
(Studi Kasus di Kecamatan Ciledug), Tesis, FISIP UI Depok, 2002.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
Mendirikan Bangunan yang tidak dapat dipungut secara optimal sehingga
berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan hasil analisis Suparman terhadap efektifitas pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan di kecamatan Ciledug, secara keseluruhan dapat
disimpulkan belum berjalan dengan baik atau belum memenuhi harapan
masyarakat. Hal ini terjadi karena faktor struktur organisasi, kewenangan dan
kualitas pelayanan. Yang membedakan antara penelitian Suparman dengan
penelitian peneliti adalah bahwa peneliti melakukan penelitian dalam hal
penetapan target retribusi Izin Mendirikan Bangunan di kota Depok.
Selain hasil penelitian Suparman, peneliti juga mengacu pada skripsi
berjudul Potensi Retribusi Terminal Sebagai Sumber Penerimaan Pendapatan
Asli Daerah (Evaluasi Terhadap Kinerja Pemungutan Retribusi Terminal Kota
Depok), yang ditulis oleh Mochamad Ridwan.7 Dalam skripsinya tersebut,
Ridwan meneliti tentang besarnya potensi yang ada dari pemungutan retribusi
terminal yang ada di kota Depok. Terlebih lagi, menurut Ridwan pada saat
dilakukannya penelitian, retribusi terminal kota Depok dapat dijadikan salah satu
sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang potensial. Selain itu, dalam
observasi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ridwan, terdapat beberapa
penyimpangan dalam hal pemungutan retribusi terminal tersebut.
Penyimpangan tersebut berupa pemakaian satu bukti pungutan retribusi
terminal yang digunakan beberapa kali untuk beberapa kendaraan yang masuk
ke dalam terminal. Selain itu terdapat pula penggunaan bukti pungutan retribusi
terminal yang tanggalnya tidak sesuai dengan tanggal dilakukannya pungutan
7 Mochamad Ridwan, Potensi Retribusi Terminal Sebagai Sumber Penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (Evaluasi Terhadap Kinerja Pemungutan Retribusi Terminal Kota
Depok), Skripsi, FISIP UI Depok, 2004.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
retribusi. Misalnya, pungutan retribusi yang dilakukan tanggal 30 Desember 2003
dilakukan dengan menggunakan bukti pungutan retribusi bertanggal 20
Desember 2003.
Penyimpangan seperti ini membuat kinerja pemungutan retribusi terminal
menjadi tidak efektif dan tidak efisien. Potensi yang ada di lapangan tidak dapat
dipungut secara maksimal. Hal ini mengakibatkan penerimaan retribusi terminal
tidak dapat memberikan sumbangan yang maksimal bagi penerimaan
pendapatan asli daerah kota Depok.
Keadaan tersebut menjadi tanggung jawab dinas terkait yang mengurusi
masalah retribusi terminal ini, yaitu Dinas Pendapatan dan Dinas Perhubungan
dan Pariwisata Kota Depok. Kedua instansi ini harus saling berkoordinasi dan
bekerjasama dalam melakukan pungutan retribusi terminal ini. Di dalam skripsi
yang ditulis oleh Ridwan ini juga diteliti permasalahan seputar kinerja dari
pemungutan retribusi itu sendiri oleh dinas-dinas yang disebutkan di atas.
Yang membedakan penelitian yang dilakukan oleh Ridwan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis, antara lain adalah yang menjadi objek
penelitian. Pada penelitian kali ini, penulis akan mengambil objek penelitian
seputar retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Kemudian dalam penelitian kali ini,
penulis juga akan membahas permasalahan dalam rangka prosedur penetapan
target retribusi Izin Mendirikan Bangunan di kota Depok.
Selain Ridwan, penelitian mengenai retribusi juga dilakukan oleh Zahrah.
Zahrah melakukan penelitian dalam skripsinya yang berjudul Pengenaan
Retribusi Izin pada Usaha Kepariwisataan di Kota Bogor.8 Penelitian Zahrah
8 Zahrah, Pengenaan Retribusi Izin pada Usaha Kepariwisataan di Kota Bogor, Skripsi,
FISIP UI Depok, 2006.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
tersebut memiliki tujuan untuk mengetahui sejauh mana kelayakan pengenaan
retribusi izin pada usaha kepariwisataan di kota Bogor.
Penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh keadaan kota Bogor yang memiliki
potensi wisata yang cukup menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan, baik dalam
neger maupun luar negeri. Selain itu, perkembangan usaha kepariwisataan di
Bogor juga berkembang dengan pesat. Hal tersebut ditandai dengan munculnya
banyaknya pusat perbelanjaan baru, serta outlet-outlet, ruko-ruko modern, dan
restoran-restoran. Semua potensi tersebut mendorong pemerintah kota Bogor
untuk menggali potensi pendapatan daerah melalui pemungutan retribusi izin
usaha kepariwisataan.
Kebijakan pemerintah daerah untuk memungut retribusi izin usaha
kepariwisataan di berbagai daerah menuai kontroversi, namun pemerintah kota
Bogor tetap memberlakukan retribusi izin usaha kepariwisataan yang telah
berlangsung sejak dua tahun sejak dilakukannya penelitian. Dan permasalahan
seputar pemungutan retribusi izin usaha kepariwisataan di kota Bogor itulah yang
diangkat Zahra dalam penelitiannya.
Hasil dari penelitian Zahra, menyimpulkan bahwa pemerintah kota Bogor
telah benar dalam hal penerapan retribusi izin usaha kepariwisataan. Hal
tersebut diketahui dari adanya tiga variabel yang menyatakan bahwa retribusi izin
usaha kepariwisataan layak diterapkan di kota Bogor dari total empat variabel
yang disiapkan oleh Zahra. Yang menjadi perbedaan antara penelitian yang
dilakukan oleh Zahra dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah
terkait objeknya, yakni jenis retribusi yang diteliti. Yaitu karena penulis pada
penelitian kali ini akan melakukan penelitian tentang retribusi Izin Mendirikan
Bangunan.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
B. Konstruksi Model Teoritis
1. Retribusi
Selain berasal dari pajak daerah, sumber penerimaan daerah lainnya adalah
berasal dari retribusi. Dalam literatur-literatur mengenai keuangan negara dan
daerah, terdapat banyak ahli yang mengajukan definisi dan peristilahan yang
pada akhirnya merujuk pada satu konsep yang dikenal sebagai retribusi daerah.9
Satu hal yang sangat jelas dalam membahas masalah retribusi daerah adalah
sulitnya kesamaan pandangan mengenai apa yang termasuk dalam cakupan
pembahasan mengenai hal ini. Zorn menegaskan bahwa:
One clear thing about user charges and fees is thet there is a lack of agreement about what should be includes under rubric ‘user charges and fees’.10
Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan daerah terhadap layanan-
layanan yang diberikan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah
dan dana-dana yang diperoleh dipergunakan untuk membiayai berbagai
pengeluaran pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan pembangunan
daerah. Ada beberapa alasan mengapa retribusi perlu diterapkan di daerah,
yaitu:11
• Adanya isu tentang perbedaan public goods dan private goods. Public
goods dibiayai oleh pajak dari masyarakat, dan penggunaannya secara
gratis. Private goods dibiayai oleh retribusi masyarakat yang
menikmatinya, masyarakat yang mau menikmatinyalah yang harus
9 Achmad Lutfi, Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:
Suatu Upaya Dalam Optimalisasi Penerimaan PAD, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi:
Bisnis & Birokrasi Volume XIV, Nomor 1, Jakarta, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. 10 C. Kurt Zorn, User Charges and Fees, Chicago, Government Finance Officers
Association, 1991, p. 136. 11 Waluyo, Perpajakan Indonesia, Jakarta, Salemba Empat, 1999, hal. 3.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
membayar. Dalam menetapkan harga dari retribusi, banyak variabel yang
mempengaruhi, seperti alasan sosial ekonomi.
• Masalah efisiensi-ekonomi. Jika retribusi gratis, maka umur kegiatannya
akan menurun bila dibandingkan bila ada charge. Karena charge itu
digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan juga mengontrol
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
• Prinsip benefit. Mereka yang mendapat kenikmatan harus membayar.
• Agar administrasinya mudah dikelola.
Retribusi memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dalam menambah
jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah selain pajak. Garis pemisah antara
pajak dan retribusi sendiri tidak selalu jelas. Retribusi mungkin membebani para
konsumennya saja, tetapi mungkin pula memiliki ciri-ciri seperti pajak apabila
variasi dalam tarifnya tidak secara cermat dikaitkan dengan jumlah konsumsi
pelayanannya.
Retribusi daerah termasuk ke dalam jenis pungutan bukan pajak, yang
merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah. Jenis pungutan retribusi
mempunyai pengertian lain dibandingkan dengan pajak. Retribusi pada
umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi, karena
pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi
tertentu dari pemerintah.12
Fisher, seorang ahli keuangan negara dan daerah, juga memberikan definisi
mengenai retribusi. Menurutnya, retribusi adalah harga yang dibebankan oleh
pemerintah untuk suatu layanan yang harus dibayar seluruhnya atau sebagian
oleh yang menggunakannya, yakni:
12 Ibid.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
user charges, prices charged by government for specific services or privileges and used to pay for all or part of the cat provides those services.13
Kemudian Sularno dalam bukunya menyatakan, bahwa retribusi adalah
pungutan pemerintah (pusat/daerah) kepada orang/badan berdasarkan norma-
norma yang ditetapkan berhubungan dengan jasa timbal (kontra prestasi) yang
diberikan secara langsung, atas permohonan dan untuk kepentingan
orang/badan yang memerlukan, baik prestasi yang berhubungan dengan
kepentingan umum maupun yang diberikan pemerintah.14 Oleh karena itu,
pungutan retribusi selalu dikaitkan dengan adanya layanan yang diterima oleh
masyarakat dari pemerintah, atau yang sering disebut dengan kontra prestasi.
Demikian pula, layanan yang diterima tersebut bersifat pribadi. Hanya orang-
orang tertentu yang bersedia membayar retribusi yang berhak mendapatkan
layanan tersebut. Sedangkan orang-orang yang tidak membayar retribusi, tidak
memiliki hak untuk memanfaatkan jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah.
Pada dasarnya, dalam retribusi ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni:
• Adanya pelayanan langsung yang diberikan sebagai imbalan pungutan yang
dikenakan;
• Terdapat kebebasan dalam memilih pelayanan;
• Ongkos pelayanan tidak melebihi dari pungutan yang dikenakan untuk
pelayanan yang diberikan. 15
McMaster mengemukakan bahwa ada empat prinsip umum yang dapat
digunakan sebagai indikator bahwa retribusi layak untuk diterapkan. Empat prinsip
13 Ronald C Fisher, State and Local Public Finance, USA, Times Mirror Higher
Education Group, 1996, p. 174. 14 Slamet Sularno, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta, STIA-LAN Press, 1999,
hal. 265. 15 J.B. Kristiadi, Masalah Sekitar Peningkatan Pendapatan Daerah, Jakarta, LP3ES,
1985, hal. 37.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
tersebut adalah: kecukupan (adequacy), keadilan (equity), kemampuan administrasi
(administrative feasibility), dan kesepakatan politik (political acceptability). 16 Berikut
akan dijelaskan satu persatu.
• Kecukupan
Elastisitas barang atau jasa yang dikenakan retribusi harus responsif
terhadap pertumbuhan penduduk dan pendapatan yang pada umumnya
dipengaruhi oleh pertumbuhan permintaan akan suatu jenis pelayanan. Artinya
semakin elastis barang atau jasa yang dikenakan retribusi, maka pengenaannya
akan semakin layak dibebankan kepada pengguna. Tingkat dan praktek retribusi
tunduk kepada variasi skala kontribusi kepada penerimaan pemerintah daerah.17
Pengenaan tarif retribusi didasarkan apda tarif per unit pelayanan, sehingga
pengenaannya sangat bergantung pada komponen biaya-biaya pelayanan.
• Keadilan
Dalam menetapkan harga layanan atau tarif retribusi, prinsip keadilan
merupakan salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan. Hal ini
dimaksudkan agar masyarakat yang tidak mampu tetap dapat menikmati suatu
jenis jasa pelayanan yang sifatnya mendasar. Meskipun demikian, penerapan
prinsip keadilan dalam retribusi ini masih menghadapi masalah pula. Masalah
yang dihadapi pada aspek keadilan ini adalah bahwa seringkali juga tidak
terdapat definisi yang seragam mengenai apa yang disebut dengan adil itu
sendiri.
16 James McMaster, Urban Financial Management: a Training Manual, Washington,
World Bank, 1990, p. 40. 17 Kenneth Davey, Pembiayaan Pemerintah Daerah, Jakarta, UI Press, 1988, hal. 148-
152.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan adil
adalah bahwa setiap orang membayar sama dengan apa yang dikonsumsinya.18
Namun ada juga yang berpendapat bahwa keadilan adalah bahwa mereka yang
memiliki keadaan yang lebih baik secara ekonomi harus membantu mereka
yang buruk secara ekonomi. Karena itu, mereka yang mempunyai pendapat
yang terakhir beranggapan bahwa penetapan tarif akan semakin adil atau baik
jika tarif yang ditetapkan bersifat progresif.
• Kemampuan Administrasi
Secara teoritis retribusi mudah untuk ditaksir dan dipungut. Mudah ditaksir
karena pertanggungjawaban didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat
diukur, mudah dipungut sebab penduduk hanya mendapatkan apa yang mereka
bayar saja. Dengan demikian, hanya penduduk yang membayar sajalah yang
hanya akan mendapatkan pelayanan.
Penerapan suatu retribusi harus diikuti dengan kemampuan administrasi dari
aparat pemungut. Keadaan ini diperlukan agar pada saat retribusi yang
bersangkutan diterapkan tidak mendapatkan kesulitan, misalnya wajib retribusi
tidak mau atau enggan untuk membayar retribusi tersebut akibat sistem
administrasi yang buruk. Jika hal ini yang terjadi, menunjukkan bahwa rertibusi
yang bersangkutan tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan sumber pendapatan
daerah.
• Kesepakatan Politis
Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah merupakan suatu produk politik
yang harus diterima oleh masyarakatnya, terutama oleh mereka yang akan
menjadi wajib retribusi dengan kesadaran yang cukup tinggi, sehingga di
18 Ibid., hal. 153.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
dalamnya harus memuat kepastian hukum. Kepastian ini menjamin setiap orang
untuk tidak ragu-ragu menjalankan kewajiban perpajakannya, karena segala
sesuatunya sudah jelas.
Pengenaan retribusi terhadap jenis pelayanan tertentu, kenaikan tarif,
maupun penurunan tarif dalam retribusi dilaksanakan melalui kesepakatan
politis. Pengenaan retribusi untuk pelayanan yang menurut masyarakat tidak
relevan maupun keputusan kenaikan tarif dalam retribusi mengakibatkan
keputusan politik tersebut tidak dapat diterima masyarakat. Dengan demikian
diperlukan suatu kemampuan politis dalam menetapkan retribusi, struktur tarif,
memutuskan siapa yang membayar dan bagaimana memungut retribusinya.19
Retribusi sendiri memiliki beberapa bentuk yang antara satu dan yang lainnya
terdapat perbedaan mendasar, salah satunya adalah seperti yang diungkapkan Bird,
yaitu:20
• Services Fees
Adalah retribusi izin dan pungutan-pungutan kecil lainnya yang dipungut
untuk menebus biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam
memberikan layanan tertentu, sering disebut sebagai Licenses Fees.
• Public Prices
Adalah penerimaan yang diterima oleh pemerintah daerah dari penjualan
barang privat atau jasa lainnya. Prinsipnya, harga yang ditawarkan harus diset
pada tingkat kompetisi swasta, artinya tidak terdapat subsidi pajak, penghitungan
pajak dan subsidinya dihitung secara terpisah.
19 Ibid., hal. 40.
20 Richard Bird, Subnational Revenue: Realities and Prospects, Fiscal Policy Training
Program 2001 Fiscal Desentralization Course, Proquest Social Science Journals, July 23rd –
August 3rd 2001, p. 7.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
• Specific Benefit Charges
Merupakan pungutan yang mempresentasikan sejumlah kontribusi wajib
yang harus dibayarkan oleh setiap penduduk kepada pemerintah daerah akibat
keuntungan layanan yang disediakan.
Dari definisi yang telah disebutkan di atas, meskipun terdapat beberapa
perbedaan, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan retribusi harus
terdapat beberapa unsur di dalamnya, yaitu:
• Pungutan yang dilakukan pemerintah;
• Ada jasa atau layanan yang diberikan oleh pemerintah;
• Kontraprestasi langsung;
• Dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Sedangkan menurut Azhari, retribusi dapat digolongkan menjadi tiga bentuk.
Ketiga golongan retribusi tersebut adalah:21
• Retribusi Jasa Umum, yakni retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
• Retribusi Jasa Usaha, yakni retribusi atas jasa yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta;
• Retribusi Perizinan Tertentu, yakni retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah
Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
21 Azhari A Samudra, Perpajakan di Indonesia, Keuangan, Pajak dan Retribusi, Jakarta,
Hecca Publishing, 2005, hal. 238.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum
dan menjaga kelestarian lingkungan.
2. Retribusi Perizinan
Perizinan pada dasarnya merupakan suatu instrumen kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah dalam upaya untuk mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki
peluang timbulnya gangguan bagi kepentingan umum. Melalui mekanisme perizinan
ini, pemerintah daerah dapat melakukan pengendalian atas eksternalitas negatif
yang mungkin akan timbul atas aktifitas sosial maupun ekonomi, mengalokasikan
barang publik secara labih efisien dan adil, mencegah asimetri informasi, dan
perlindungan hukum atas kepemilikan atau penyelenggara kegiatan. Oleh karena
itu, pertimbangan yang harus dipikirkan dalam penetapan suatu perizinan adalah:
• Melindungi kepentingan umum (public interest);
• Menghindari eksternalitas negatif;
• Menjamin pembangunan sesuai dengan rencana, serta standar kualitas
minimum yang dibutuhkan.
Retribusi perizinan sendiri termasuk ke dalam license and permit fees, yaitu
retribusi yang dibayarkan yang berhubungan dengan pemberian suatu hak atau izin
dari pemerintah di samping pemberian penjualan langsung barang dan jasa.22
Kebijaksanaan memungut bayaran untuk barang dan layanan yang disediakan oleh
pemerintah berpangkal pada pengertian efisiensi ekonomi. Teori ekonomi
menyatakan bahwa harga barang atau layanan yang disediakan pemerintah
hendaknya didasarkan pada biaya tambahan (marginal cost), yakni biaya yang
digunakan untuk membiayai konsumen terakhir.
22 C. Kurt Zorn, Ibid., p. 143
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
Berdasarkan azas harga sama dengan biaya tambahan, pungutan dalam hal ini
hanya sedikit, hanya cukup untuk menutup biaya tambahan untuk memproses
permohonan. Tapi azas harga sama dengan biaya tambahan ini tidak bisa
diterapkan di sini dikarenakan ada dua sebab, yakni:23 Pertama, salah satu peranan
surat izin adalah mebatasi penawaran, dan ini dapat dicapai lebih cepat dengan
menaikkan biaya surat izin. Kedua, surat izin berarti sering memberikan pemohon
peluang untuk memperoleh penghasilan, dan pemerintah menginginkan bagian dari
penghasilan yang akan didapatkan pemohon ini. Oleh karena itu pungutan untuk
surat izin biasanya ditetapkan lebih tinggi dari biaya tambahan. Tetapi kalau
pungutan ini ditetapkan terlalu tinggi, akibatnya orang akan berusaha untuk
menghindarinya. Hal ini berarti pemerintah kehilangan kendali atas kegiatan yang
sebenarnya ingin dikendalikannya. Kalau tujuan utama dari suatu surat izin adalah
untuk mengendalikan suatu kegiatan, maka sebaiknya pungutan dipertahankan
pada tingkat minimum.
Sebagaimana disebutkan di atas, retribusi Izin Mendirikan Bangunan tergolong
ke dalam jenis license and permit fees. Biaya berkaitan dengan pemberian hak
istimewa/priviledge oleh pemerintah untuk penjual barang dan jasa. License and
permit fees pada dasarnya adalah pajak, yang bersifat wajib jika seseorang terlibat
di dalam suatu aktivitas.24 Mereka dapat dikenakan tarif yang sifatnya tetap (flat
rate), dapat digolongkan menurut tipe ektivitas, dapat dihubungkan dengan
penerimaan usaha. Pada dasarnya pungutan atau fee dimaksudkan untuk menutup
sebagian atau seluruh biaya yang direalisasikan pemerintah sebagai hasil dari
pemberian hak istimewa tadi. Dengan demikian, masyarakat tidak langsung
23 Nick Devas, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta, UI Press, 1989, hal.
101 24 C. Kurt Zorn, Op Cit.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
merasakan barang atau jasanya, melainkan dengan membayar biaya izin yang
diberikan pemerintah kepada pihak yang telah diberi wewenang untuk
mengelolanya.
Pengenaan retribusi juga dimaksudkan untuk mengurangi beban pembayar
pajak dengan cara mengambil kontribusi yang lebih besar dari penerima layanan,
sehingga pengenaan pungutan atas izin dan keistimewaan lainnya lebih meyerupai
pajak atas perusahaan swasta tersebut. Pungutan tersebut dapat mengkompensasi
tambahan pengeluaran pemerintah untuk penyediaan layanan tertentu kepada
masyarakat yang mengkonsumsinya atau untuk mengganti biaya administrasi.
3. Manajemen Pendapatan Daerah
Dalam menyelenggarakan pemerintahannya, maka pemerintah pusat,
demikian juga dengan pemerintah daerah, memerlukan dana. Untuk mengelola
dana dengan baik, maka diperlukan sistem keuangan yang baik pula. Keuangan
adalah rangkaian kegiatan dan prosedur dalam mengelola keuangan
(penerimaan dan pengeluaran) secara tertib, sah, hemat, berdaya guna, serta
berhasil guna. Oleh sebab itu keuangan daerah dapat dirumuskan secara
sederhana sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau
daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan dan
perundang-undangan yang berlaku.25 Pengelolaan atas penerimaan daerah
meliputi panganggaran atau penetapan target yang hendaknya dikaitkan dengan
25 D. J. Mamesah, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka
Utama, hal. 16.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
potensi-potensi yang nyata dan dapat direalisasikan, sehingga dapat diharapkan
menjadi modal untuk segala pembiayaan.26
Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pengadministrasian pajak dan
retribusi daerah, pengadministrasian pendapatan ini diharapkan dapat
memastikan setiap orang untuk harus membayar pajak dan retribusi sesuai
dengan jumlahnya, serta seluruh pendapatan yang diperoleh diadministrasikan
dengan baik oleh lembaga di lingkungan pemerintah daerah yang ditugaskan
sebagaimana mestinya. Untuk merealisasikan hal tersebut, langkah yang harus
ditempuh adalah:
• Melakukan identifikasi yang akurat atas siapa yang harus menanggung atau membayar.
• Melakukan penghitungan yang tepat.
• Melakukan pemungutan sesuai dengan perhitungan yang dilakukan.
• Melakukan pengawasan dan pemberian sanksi yang tepat bagi wajib pajak dan retribusi yang melanggar ketentuan.
• Melakukan pengawasan terhadap pegawai yang terkait untuk memastikan agar pajak dan retribusi diadministrasikan dengan baik. 27
McMaster dalam bukunya yang berjudul Urban Financial Management: A
Training Manual menjelaskan definisi dari implementasi, yakni:
The implementation stage covers the period from the initiation of the construction or development of the project to the completion when the project becomes fully operational. Close monitoring of all the activities of this stage is essential to ensure that any implementation problems which might arise are quickly identified and desirable readjustments or corrective measures are undertaken. The activities usually include the procurement of resources, construction of infrastructure, beginning of production or operation, and development of support systems. 28
Implementasi tersebut termasuk juga implementasi kebijakan fiskal, dan hal
ini terkait dengan administrasi pendapatan pemerintah daerah, yang
sampai batas-batas tertentu telah didesentralisasikan melalui
26 Ibid., hal. 22.
27 Achmad Lutfi, Op.Cit.
28 James McMaster, Op.Cit. p. 44.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
diterapkannya desentralisasi fiskal. Kebijakan fiskal yang telah
terdesentralisasi ini mencakup proses identifikasi dan pendaftaran dari
wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah, perhitungan pajak daerah
dan retribusi daerah, pemungutan pajak daerah serta retribusi daerah,
serta penegakkan hukum atas pengenaan pajak daerah dan retribusi
daerah tersebut.
Masih dari buku yang sama, James juga menjelaskan mengenai The
Principle of Revenue Administration.
Revenue administration is concerned with the implementation of fiscal policy-with the process of identification/registration of taxpayers and consumers, assessment, collection, and enforcement. It is concerned with the administrative feasibility of a local tax source or charge-one of the five general criteria by which levies should be evaluated. 29
Artinya, administrasi penerimaan akan sangat dipengaruhi oleh implementasi
kebijakan fiskal yang diterapkan. Implementasinya melalui tahapan-tahapan
identifikasi dari para wajib pajak daerah atau wajib retribusi daerah, penilaian
besarnya pungutan dan pemungutannya itu sendiri.
Ada dua hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran dari The Principle of
Revenue Administration tersebut, yakni:
1. Realization - the proximity of actual yields to the true potential of the revenue source (the potential being the yield, assuming that everyone who should pay, does pay, and pays his or her full liability);
2. Cost - the amount of resources used in collecting revenues in relation
to their yield, measured in fiscal and human resources (and also public goodwill, though that is hard to measure).
Dalam halnya dengan realisasi ini, James menyebutkan bahwa tujuan dari
Revenue Administration ini adalah di antaranya untuk: Agar setiap orang yang
mendapat kewajiban membayar pajak atau retribusi menjalankan kewajiban
29 Ibid., p. 44.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
membayarnya; Agar setiap orang membayar sesuai dengan jumlah yang
memang seharusnya dia bayarkan; dan, Agar setiap penerimaan yang masuk ke
kas negara dikumpulkan oleh orang yang berhak untuk memungut.
James menyebutkan bahwa dalam proses pengadministrasian pajak daerah
dan retribusi daerah, sejumlah kegiatan dapat merujuk pada kemungkinan
terjadinya tindak penghindaran, penipuan serta kolusi. James
mengidentifikasikan hal tersebut, yaitu:
1. Identification – the taxpayer evades identification of the collector identifies but fails to impose the tax/charge;
2. Assessment – the payer conceal his/her liability or the collector is bribed to under assess.
3. Collection – the taxpayer fails to pay, the collector fails to enforce, or the taxpayer pays, but the collector retains the money. 30
Administrator pendapatan daerah diharapkan dapat melakukan perbaikan
mekanisme dalam pengadministrasian pendapatan daerah. Perbaikan
mekanisme ini diharapkan dapat meminimalisasi resiko terjadinya tindak
penghindaran, penipuan, serta kolusi yang akan berdampak pada perolehan
pendapatan. Improvisasi sangat dianjurkan untuk dapat menyesuaikan
mekanisme pengadministrasian pendapatan daerah mengingat karakteristik dan
tantangan masing-masing komponen pendapatan daerah yang berbeda-beda.31
Proses identifikasi merupakan tahap pertama dalam pengadministrasian
pendapatan daerah. Proses ini memainkan peranan penting untuk menjaring
sebanyak mungkin wajib pajak daerah dan atau retribusi daerah. Penerapan
prosedur yang tepat akan memaksa dan mempersulit wajib pajak daerah dan
atau retribusi daerah untuk menyembunyikan kemampuannya untuk membayar
30 Ibid., p. 45
31 Achmad Lutfi, Op.Cit. p. 7
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
sekaligus mempermudah pemerintah daerah, melalui jajarannya, untuk
melakukan identifikasi.32 Prosedur identifikasi akan sangat membantu apabila:
1. Identification is automatic; 2. There is an inducement to people to identify themselves; 3. Identification can be linked to other source if information; 4. Liability is obvious. 33
Setelah dilakukannya proses identifikasi, langkah berikutnya adalah penilaian
atau penetapan (assessment). Proses ini hendaknya akan membuat wajib
retribusi sulit untuk menghindarkan diri dari seluruh kemampuannya dalam
membayar retribusi daerah secara penuh, sesuai dengan kemampuannya. Hal
lain yang perlu dipastikan adalah adanya peraturan atau standar baku dalam
melakukan penilaian. Standar atau peraturan ini akan mengurangi peluang
penilai melakukan diskresi yang berlebihan dalam melakukan penilaian.
Prosedur penilaian yang tepat akan menjamin pemerintah daerah akan mampu
dengan tepat untuk menilai objek retribusi daerah sesuai dengan parameter yang
telah ditetapkan. Prosedur penilaian/penetapan (assessment) akan sangat
membantu apabila:
1. Assessment is automatic; 2. The assessor has litle or no discretion; 3. The asssessment can be checked against other information. 34
Tahap terakhir dalam melakukan pengadministrasian retribusi daerah adalah
melakukan pemungutan. Proses pemungutan retribusi daerah diharapkan
mampu memastikan bahwa pembayaran atas kewajiban yang dibebankan
kepada orang atau badan dapat dilakukan dengan benar, dalam artian sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, dan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku
dapat diganjar sesuai dengan sanksi yang ada. Setelah retribusi daerah ini
32 Achmad Lutfi, Op.Cit. p. 7
33 Ibid., p. 45
34 Ibid., p. 45
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
dipungut, maka perlu dipastikan bahwa seluruh pendapatan yang diperoleh
dimasukkan ke dalam rekening terkait dan disetorkan sebanyak seluruh
perolehan yang didapat. Prosedur pemungutan yang baik adalah jika proses
pemungutan tersebut:
1. Payment is automatic; 2. Payment can be induced; 3. Default is obvious; 4. Penalty are really deterrent; 5. Actual receipts are clear to the controllers in central office; 6. Payments are easy. 35
Dalam rangka pemungutan retribusi ini, hendaknya pemerintah daerah
menetapkan sanksi yang tegas bagi para pelanggar, agar pemungutan dapat
dilakukan dengan baik dan memperoleh hasil yang optimal. Selain itu, untuk
memberi kenyamanan bagi para pembayar retribusi daerah, hendaknya pemerintah
daerah juga memberikan kenyamanan yang maksimal bagi mereka dalam
membayar, misalnya mempermudah proses pembayaran, memperhatikan
kenyamanan kantor tempat pembayaran dan lain sebagainya.
C. Operasionalisasi Konsep
Operasionalisasi konsep merupakan jembatan deduksi terpenting yang
menghubungkan antara rangkaian penjelasan teoritis dengan instrumennya. Yang
harus dilakukan dalam mengoperasionalisasikan konsep-konsep penelitian adalah:
a. Mengajukan definisi operasional dari konsep-konsep dan dimensi-
dimensi penting yang ada dalam penelitian.
b. Mengajukan indikator dari masing-masing konsep. Indikator-indikator
yang diajukan sebaiknya mendekati tingkat empiris.
35 Ibid., p. 45
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
c. Peneliti harus memperhatikan kesamaan tingkat pengukuran dari konsep
dengan indikator-indikatornya.
Dalam penelitian kali ini, Peneliti menggunakan operasionalisasi konsep
sebagai berikut:
Tabel II.2. Operasionalisasi Konsep
Variabel Dimensi Indikator
Identifikasi 1. Prosedur identifikasi;
2. Sumber informasi identifikasi;
3. Rangsangan untuk mendaftarkan diri.
Penilaian/ Penetapan
1. Prosedur penetapan;
2. Standarisasi penetapan;
3. Konfirmasi penetapan dengan sumber lain.
Implementasi Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Pemungutan 1. Prosedur pemungutan;
2. Sanksi yang tegas;
3. Pengawasan penerimaan.
Sumber: Diolah Penulis
D. Metodologi Penelitian
Sesuai dengan tujuannya, penelitian merupakan usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan melakukan verifikasi terhadap kebenaran suatu peristiwa atau
suatu pengetahuan dengan memakai metode-metode ilmiah yang telah
dikelompokkan dalam metodologi penelitian. Metode penelitian adalah cara atau
prosedur yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian, dalam mencapi tujuan
tersebut, maka diperlukan data-data yang menunjang penelitian.
Sebagaimana yang telah diketahui, metodologi penelitian itu memakai
persyaratan-persyaratan yang ketat untuk bisa memberikan penggarisan dan
bimbingan yang lebih teliti. Syarat-syarat ini dituntut untuk memperoleh ketepatan,
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
kebenaran dan pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah yang tinggi.36 Chadwick
dalam bukunya juga menambahkan bahwa seorang peneliti harus dapat
menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan topik yang sedang dikaji,
dengan memperhatikan antara tujuan, metode, dan sumber daya yang tersedia.37
1. Pendekatan Penelitian
Berlatar pada permasalahan yang telah penulis ungkapkan sebelumnya,
pada penelitian yang penulis lakukan kali ini menggunakan pendekatan
kuantitatif. Dalam pendekatan kuantitatif teori merupakan pedoman penting
bagi peneliti dalam merencanakan penelitian. Teori, dalam hal ini memberi
pedoman tentang kerangka berpikir yang harus dimiliki peneliti, data apa saja
yang harus dikumpulkan oleh peneliti, hingga cara menafsirkan data yang
telah terkumpul dari lapangan. Pendekatan kuantitatif ini membantu peneliti
dalam penelitian dengan memanfaatkan kajian teori mengenai retribusi
daerah, dalam hal ini retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Neuman dalam bukunya mengatakan bahwa pendekatan kuantitatif
adalah penelitian yang bersifat deduktif, di mana peneliti menempatkan teori
sebagai titik tolak utama dalam kegiatan penggalian informasi dan
kebenaran.38 Dan penelitian ini bertujuan untuk mencoba menjelaskan
sesuatu gejala serta menemukan hukum yang universal.
Pendekatan kuantitatif adalah penggunaan sejumlah teknik kuantitatif-
seperti statistik, model optimalisasi, model informasi, atau simulasi komputer-
untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan. Sebagai contoh,
36 Ronny Kountur, Metode Penelitian, untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta,
Penerbit PPM, 2004, hal. 105. 37 Bruce A. Chadwick, Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial, Semarang, IKIP
Semarang Press, 1991, hal. 46. 38 W. Lawrence Neuman, Social Research Methods, Qualitative and Quantitative
Approach, Massacushetts, Allyn & Bacon, 2003, p. 46 .
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
pemrograman linear digunakan para manajer untuk membantu mengambil
kebijakan pengalokasian sumber daya; analisis jalur krisis (critical path
analysis) dapat digunakan untuk membuat penjadwalan kerja yang lebih
efisien; model kuantitas pesanan ekonomi (economic order quantity model)
membantu manajer menentukan tingkat persediaan optimum; dan lain-lain.39
2. Jenis Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai didalam penelitian ini adalah untuk
mendapatkan suatu gambaran mengenai keadaan nyata di lapangan
mengenai pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang ada di kota
Depok. Dengan demikian, penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian
deskriptif. Mohammad Nazir menuliskan dalam bukunya, yang dimaksud
dengan penelitian deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang
tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat serta hubungan-hubungan antar fenomena yang diselidiki.40
Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran
yang lebih mendetail mengenai suatu gejala atau fenomena.41 Ciri-ciri
pendekatan deskriptif adalah sebagai berikut: 42
a. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat
penelitian dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat aktual;
39 http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen#Pendekatan_kuantitatif, diakses pada 9 Maret
2008. 40 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, cetakan ke-4, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1999,
hal. 182. 41 Bambang Prasetyo, Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi, Jakarta, PT.Rajagrafindo Persada, 2005, hal.43. 42 Winarto Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik, Edisi Ke-8,
Bandung, Tersito, 1998, hal.140.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
b. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki
sebagaimana adanya, diiringi dengan interprestasi rasional yang
memadai.
Sesuai dengan judul penelitian penulis, yakni Implementasi Pemungutan
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Sebagai Sumber Pendapatan Asli
Daerah Kota Depok, peneliti bertujuan memberikan gambaran mengenai
pelaksanaan pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan di kota Depok,
menggambarkan penetapan target, serta menggambarkan kendala dalam
melaksanakan pemungutan retribusi tersebut.
Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk dalam penelitian
murni. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Bailey mengenai pure
research, bahwa:
“Pure research deals with questions that are intellectually challenging to the researcher but may not have practical applications at the present time or in the future. A person wishing to do pure research in any specialized area of social science generally must have studied the concepts and assumptions of that specialization enough to know
what has been done and what remains to be done.” 43
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk dalam cross-sectional
research, karena dilakukan pada satu waktu tertentu, yaitu pada saat
dilakukannya praktek di lapangan meskipun memakan waktu baik itu
seminggu atau bahan sebulan sampai proses wawancara selesai dilakukan.
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Bailey, yaitu:
“Most survey studies are in theory cross-sectional, even though in practice it may take several weeks or months for interviewing to be completed. Researchers observe at one point in time.” 44
3. Teknik Pengumpulan Data
43 Kenneth D. Bailey, Methods of Social Research, Fourth Edition, New York: The Free
Press, 1994, p. 25.
44 Ibid., p. 36.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
Teknik pengumpulan data merupakan proses yang dilakukan peneliti
selama berlangsungnya penelitian. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan teknik pengumpulan data secara kualitatif, yaitu dengan
melakukan studi lapangan dan studi kepustakaan.
1. Studi Lapangan (field research)
Peneliti berusaha untuk melakukan penelitian lapangan guna
mengumpulkan data-data mengenai prosedur penetapan target retribusi
Izin Mendirikan Bangunan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Neuman,
penelitian lapangan pada umumnya dilaksanakan dengan studi kasus,
yang dilanjutkan dengan pemilihan lokasi penelitian dalam memulai
penelitian tersebut. 45
“Most field researchers conduct case studies on a small group of people. Next, researchers select a social group or site for study. Once they gain access to the group site, they adopt a social role in the setting and begin observing. Field research is based on naturalism, which involves observing ordinary event in natural setting. A field researcher examines social meanings and graps multiple perspective in natural social setting. He or she gets inside the meaning of sistem, and then goes back to an outside or research viewpoint.”
Studi lapangan dalam penelitian kali ini dilakukan melalui
wawancara mendalam terhadap beberapa informan yang terkait dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Wawancara adalah
bentuk komunikasi langsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan
tatap muka antara peneliti dan informan. Dengan wawancara mendalam,
bisa digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang
menyangkut masa lampau, masa kini, maupun masa depan.
45 W. Lawrence Neuman, Op.Cit., p. 349.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
Dalam penelitian ini yang diperlukan adalah wawancara tak
berstruktur yang dapat secara leluasa melacak ke berbagai segi dan arah
guna mendapatkan informasi selengkap mungkin dan sedalam
mungkin.46 Hasil dari wawancara nantinya akan menjadi data primer
dalam penelitian ini.
2. Studi kepustakaan (library research)
Dalam metode ini penulis mencari data yang mendukung obyek
pembahasan dengan mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur
seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, peraturan Menteri
Keuangan, peraturan Direktur Jenderal Pajak, surat edaran Direktur
Jenderal Pajak dan buku-buku lain yang terkait, termasuk studi melalui
internet. Tujuan studi kepustakaan ini adalah untuk mengoptimalkan
kerangka teori dalam menentukan arah dan tujuan penelitian serta
konsep-konsep dan bahan-bahan teoritis lain yang sesuai konteks
permasalahan penelitian.47
4. Nara Sumber/Informan
Nara sumber/Informan adalah seseorang yang diharapkan dapat
memberi informasi dan data yang dicari oleh peneliti. Kriteria yang wajib
dimiliki seorang informan adalah memiliki pengetahuan tentang masalah
yang diteliti dan terlibat langsung dalam masalah tersebut. Untuk
menentukan informan yang akan diwawancarai, maka peneliti menetapkan
suatu kriteria, sesuai dengan empat kriteria informan yang disebutkan oleh
Neuman dalam bukunya, yaitu:
46 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif “Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi”, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 67. 47 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hal. 182.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
• The informant is totally familiar with the culture and is positon to witness significant events makes a good informant.
• The individual is currently involved in the field.
• The person can spend time with the research.
• Non analytical individuals make better informant. 48
Penentuan key informan yang tepat sangat dibutuhkan dalam penelitian
ini, karena informan tersebut merupakan sumber informasi yang potensial
bagi peneliti dalam merumuskan permasalahan penelitian. Yang menjadi key
informan dalam penelitian ini, antara lain:
• Dadan Abdul Kohar S.Si, Kepala Seksi Perizinan Bangunan,
Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Depok. Informasi yang ingin
diperoleh dari wawancara ini adalah seputar pemungutan retribusi
Izin Mendirikan Bangunan yang ada di kota Depok.
• Rahmat Hidayat S.Sos, MM, Kepala Sub Bagian Perencanaan,
Evaluasi dan Pelaporan, Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota
Depok. Informasi yang ingin diperoleh dari wawancara ini adalah
seputar perencanaan dan evaluasi retribusi Izin Mendirikan
Bangunan yang ada di kota Depok.
• Drs. Anggiat P, MM, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian,
Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Depok. Informasi yang ingin
diperoleh dari wawancara ini adalah seputar pengawasan dan
pengendalian pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan
yang ada di kota Depok.
• Dunggani, warga kota Depok yang sedang membangun rumah.
Informasi yang ingin diperoleh dari wawancara ini adalah
48 W. Lawrence Neuman, Op.Cit., p. 368.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008
tanggapan mengenai pemungutan retribusi Izin Mendirikan
Bangunan yang ada di kota Depok.
• Herwandhoni, kontraktor perumahan di kota Depok. Informasi
yang ingin diperoleh dari wawancara ini adalah tanggapan
mengenai pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang
ada di kota Depok.
• M. Sudarsono, warga kota Depok yang sedang membangun
rumah. Informasi yang ingin diperoleh dari wawancara ini adalah
tanggapan mengenai pemungutan retribusi Izin Mendirikan
Bangunan yang ada di kota Depok.
Implementasi pemungutan retribusi ..., Agus Dwi Yudha, FISIP UI, 2008