bab ii karjo -...

26
11 BAB II DOSA DALAM PANDANGAN AGAMA HINDU A. Pandangan tentang Dosa Secara Ma’nawi Dosa adalah kesalahan yang disebabkan melanggar larangan Tuhan atau melalaikan suatu kewajiban yang diperintahkannya. 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa dosa adalah perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama. 2 Pengertian yang sama dikemukan WJS. Poerwadarminta, dosa adalah perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama. 3 Dosa sebuah istilah yang berasal dari kalangan Hindu, dan telah lazim dipakai oleh umat Islam yang berbahasa Indonesia, sebagai terjemahan dari sejumlah istilah dalam al-Qur'an, seperti ism, zanb, wizr, dan sebagainya. 4 Dosa merupakan perbuatan yang melanggar hukum hukum, baik hukum Tuhan (agama), hukum adat atau hukum negara. 5 Berbicara asal-usul dosa, sangat berhubungan dengan kisah Adam dan Hawa. Kisah Adam adalah kisah manusia dengan segala rahasianya, kehidupannya merupakan kehidupan mahluk ini secara lengkap, semenjak sang pencipta menghendaki agar dunia ini diramaikan, agar alam ini nampak, dan agar kehidupan ini menjadi sempurna dan indah maka manusia menjadi penghuni dunia. 6 1 Fachruddin, Ensiklopedi Al-Qur'an, Buku 1, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 322 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, Cet 2, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 275. 3 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hlm. 258. 4 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Anggota IKAPI, Jakarta, 1992, hlm. 224 5 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid 1, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 318 6 Muhammad Ali Ash- Shabuni, Kisah-kisah Nabi dan Masalah Kenabian, alih bahasa Muslich Shabir, Cahaya Indah, Semarang, 1994, Cet. Ke-1, hlm. 165

Upload: trinhmien

Post on 15-May-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

11

BAB II

DOSA DALAM PANDANGAN AGAMA HINDU

A. Pandangan tentang Dosa Secara Ma’nawi

Dosa adalah kesalahan yang disebabkan melanggar larangan Tuhan

atau melalaikan suatu kewajiban yang diperintahkannya.1 Kamus Besar

Bahasa Indonesia menerangkan bahwa dosa adalah perbuatan yang melanggar

hukum Tuhan atau agama.2 Pengertian yang sama dikemukan WJS.

Poerwadarminta, dosa adalah perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau

agama.3

Dosa sebuah istilah yang berasal dari kalangan Hindu, dan telah lazim

dipakai oleh umat Islam yang berbahasa Indonesia, sebagai terjemahan dari

sejumlah istilah dalam al-Qur'an, seperti ism, zanb, wizr, dan sebagainya.4

Dosa merupakan perbuatan yang melanggar hukum hukum, baik hukum

Tuhan (agama), hukum adat atau hukum negara.5

Berbicara asal-usul dosa, sangat berhubungan dengan kisah Adam dan

Hawa. Kisah Adam adalah kisah manusia dengan segala rahasianya,

kehidupannya merupakan kehidupan mahluk ini secara lengkap, semenjak

sang pencipta menghendaki agar dunia ini diramaikan, agar alam ini nampak,

dan agar kehidupan ini menjadi sempurna dan indah maka manusia menjadi

penghuni dunia.6

1Fachruddin, Ensiklopedi Al-Qur'an, Buku 1, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 322 2Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, Cet

2, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 275. 3W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka,

Jakarta, 1976, hlm. 258. 4Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan,

Anggota IKAPI, Jakarta, 1992, hlm. 224 5Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid 1, PT.Ichtiar Baru Van

Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 318 6Muhammad Ali Ash- Shabuni, Kisah-kisah Nabi dan Masalah Kenabian, alih

bahasa Muslich Shabir, Cahaya Indah, Semarang, 1994, Cet. Ke-1, hlm. 165

Page 2: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

12

Banyak yang menguatkan bahwa Adam adalah manusia pertama dan

tidak ada jenis manusia sebelumnya. Demikian pula kitab samawi, semuanya

sepakat akan hal ini dan berita-berita dari semua ahli agama saling mendukung

terhadap hal itu bahwa Adam adalah bapak manusia dan bahwa dia secara

mutlak adalah manusia pertama yang diciptakan oleh sang pencipta.7

Adam adalah manusia pertama. Sebelum Adam, belum ada manusia.

Seluruh manusia selain Adam, semuanya adalah turunan Adam. Di antara

manusia turunan Adam itu, ada yang menjadi Nabi dan Rasul, menjadi orang-

orang suci. Di antaranya ada orang-orang pandai dalam berbagai bidang yang

menyebabkan kemajuan-kemajuan hebat bagi manusia dari abad ke abad.

Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad kedua puluh

sekarang ini. Sekalipun ada pula di antara anak cucu Adam sendiri yang

menjadi perusak dan penjahat. Sebab itu, memang sudah sepantasnya kalau

para malaikat memberikan penghormatan kepada Adam sebagai manusia

pertama dan mempunyai turunan yang hebat-hebat itu.

Adam diciptakan Sang pencipta dengan Tangan-Nya sendiri. Sedang

makhluk-makhluk lainnya, seluruhnya diciptakan Tuhan dengan perkataan-

Nya "Bila Tuhan menghendaki sesuatu". Ia hanya mengatakan: Jadilah! Maka

jadilah apa yang dikehendaki Tuhan itu. Demikian semua agama sepakat

hanya Adam, yang Tuhan ciptakan dengan kedua "Tangan"-Nya. Maka sudah

sepantasnya kalau para malaikat diperintahkan Tuhan untuk menghormati

Adam. Karena ia diciptakan Tuhan dengan "Tangan"-Nya, Adam sungguh-

sungguh suatu makhluk terhormat yang tiada taranya di alam ini.8

Semua agama samawi sepakat bahwa Adam diberi tempat di syurga

dan baginya diciptakanlah Hawa untuk mendampinginya dan menjadi teman

hidupnya, menghilangkan rasa kesepiannya dan melengkapi kebutuhan

fitrahnya, untuk menurunkan turunan. Menurut ceritera kitab-kitab agama

samawi, Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam yang sebelah kiri

di waktu ia lagi tidur, sehingga ketika ia terjaga, ia melihat Hawa sudah berada

7Ibid, hlm. 169 8Bey Arifin, Rangkaian cerita dalam Al-Qur'an, Alma'arif, Bandung, 1952, Cet. Ke-

1, hlm. 11-12

Page 3: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

13

di sampingnya. la ditanya oleh malaikat: "Wahai Adam! Apa dan siapakah

makhluk yang berada di sampingmu itu?" "Seorang perempuan", jawab Adam

sesuai dengan fitrah yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya. "Siapa

namanya?", tanya malaikat lagi. "Hawa", jawab Adam. "Untuk apa Tuhan

menciptakan makhluk ini?", tanya lagi sang malaikat. Adam menjawab:

"Untuk mendampingiku, memberi kebahagiaan bagiku dan mengisi kebutuhan

hidupku sesuai dengan kehendak Tuhan".9

Tuhan berpesan kepada Adam: "Tinggallah engkau bersama isterimu

di syurga, rasakanlah kenikmatan yang berlimpah-limpah di dalamnya,

cicipilah dan makanlah buah-buahan yang lezat yang terdapat di dalamnya

sepuas hatimu dan sekehendak nafsumu. Kamu tidak akan mengalami atau

merasakan lapar, dahaga ataupun lelah selama kamu berada di dalamnya.

Akan tetapi Aku ingatkan janganlah makan buah: dari pohon ini yang akan

menyebabkan kamu celaka dan termasuk orang-orang yang menyesal.

Ketahuilah bahwa Iblis itu adalah musuhmu dan musuh isterimu, ia akan

berdaya upaya membujuk kamu dan menyeret kamu keluar dari syurga

sehingga tercabutlah kebahagiaan yang kamu sedang nikmati ini".

Sesuai dengan ancaman yang diucapkan ketika diusir oleh Tuhan dari

syurga akibat pembangkangannya dan terdorong pula oleh rasa iri hati dan

dengki terhadap Adam yang menjadi sebab sampai ia terkutuk dan terlaknat

selama-lamanya, tersingkir dari singgasana kebesarannya, Iblis mulai

menunjukkan rencana penyesatannya kepada Adam dan Hawa yang sedang

hidup berdua di syurga tenteram, damai dan bahagia.

la menyatakan kepada mereka bahwa ia adalah kawan mereka dan

ingin memberi nasehat dan petunjuk untuk kebaikan dan kelestarian

kebahagiaan mereka. Segala cara dan kata-kata halus digunakan oleh Iblis

untuk mendapat kepercayaan Adam dan Hawa bahwa ia betul-betul jujur

dalam menasehati dan memberi petunjuk mereka. la membisikkan kepada

mereka bahwa larangan Tuhan kepada mereka memakan buah yang ditunjuk

9Salim Bahreisy, (penyadur), Sejarah Hidup Nabi-Nabi, PT. Bina Ilmu, Surabaya,

1999, cet 5, hlm. 4-5

Page 4: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

14

itu adalah karena dengan memakan itu mereka akan menjelma menjadi

malaikat dan akan hidup kekal. Diulang-ulangilah bujukannya dengan sekali-

kali menunjuk akan harum baunya pohon yang dilarang, indah bentuk

buahnya dan lezat rasanya, sehingga pada akhirnya termakanlah bujukan yang

halus itu oleh Adam dan Hawa dan dilanggarlah larangan Tuhan.10

Adam dan Hawa mendengar perkataan Tuhan itu, sadarlah bahwa

mereka telah melanggar perintah Tuhan dan bahwa mereka telah melakukan

suatu kesalahan dan dosa yang besar. Seraya menyesal berkatalah mereka:

"Wahai Tuhan kami! Kami telah menganiaya diri kami sendiri dan telah

melanggar perintah-Mu, karena terkena bujukan Iblis. Ampunilah dosa kami

karena niscaya kami akan tergolong dalam golongan orang-orang yang rugi

bila Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami".

Tuhan telah menerima taubat Adam dan Hawa serta mengampuni

perbuatan pelanggaran yang mereka telah lakukan, hal mana telah melegakan

dada mereka dan menghilangkan rasa sedih akibat kelalaian peringatan Tuhan

tentang Iblis sehingga terjerumus menjadi mangsa bujukan dan rayuannya

yang manis namun beracun itu.

B. Sejarah Agama Hindu dan Ajaran Pokoknya

Agama Hindu dapat disamakan dengan rimba raya yang penuh dengan

pohon-pohon, semak-belukar, dan tumbuh-tumbuhan dengan berbagai bunga.

Pendeknya, suatu daerah dengan aneka ragam warna yang rimbun dan ruwet

sekali. Karena agama Hindu memperlihatkan berbagai bentuk dan bermacam-

macam gejala agama. Suatu percampuradukan dari tokoh-tokoh dewa, bentuk-

bentuk kultus, strata sosial, dan mazhab-madzhab agama berdasarkan filsafat.

Suatu perbedaan yang ruwet antara pernyataan-pernyataan mistik yang sangat

murni dan luhur, atau pernyataan cinta yang mesra terhadap dewa pemurah

10 Ibid, hlm. 4-5

Page 5: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

15

yang tunggal dan bentuk-bentuk keagamaan dengan nafsu-nafsu manusia yang

rendah dan secara kasar menampakkan dirinya.11

Agama Hindu berkembang sejak 1500 S.M. bersamaan dengan

masuknya suku bangsa Arya (Indo German) ke India Utara. Mereka mula-

mula menduduki daerah Sungai Indus, yang kemudian bercampur dengan

penduduk asli yang terdiri dari suku bangsa Dravida dan lain-lain suku-suku

bangsa yang berdiam di India Utara. Kepercayaan bangsa Arya yang berpadu

dengan kepercayaan penduduk asli menjadi semacam syncretisme yang

membentuk Agama Hindu. Teori-teori keagamaan yang kemudian timbul dari

agama tersebut juga menggambarkan pengaruh kebudayaan bangsa Arya dan

penduduk asli India itu.12

Adapun sistem kepercayaan dalam Hindu Dharma adalah yang disebut

"Panca Sradha". Arti kata "Panca" adalah Lima, dan "sradha" adalah

kepercayaan. Pancasradha adalah sama dengan rukun iman Hindu, yang

terdiri dari lima keimanan sebagai berikut:

1. Percaya kepada adanya Sang Hyang Widhi ( Tuhan Y.M.E.).

Sang Hyang Widhi ialah la yang kuasa atas segala yang ada di

alam ini. Tidak ada yang luput dari kemahakuasaan-Nya.

2. Percaya adanya atma (roh leluhur).

Atman adalah percikan kecil dari Paratman, Atman yang tertinggi

atau Brahman. Bila Atman meninggalkan badan, maka makhluk itu akan

mati. Atman yang menghidupi badan disebut jiwatman. Jiwatman dapat

dipengaruhi oleh karma, hasil perbuatan di dunia ini. Karena itu Atman

tidak akan selalu kembali ke asalnya, yaitu Paratman. Menurut ajaran

agama Hindu, jiwatman seseorang yang meninggal dunia dapat mencapai

surga atau jatuh ke neraka.

3. Percaya adanya hukum karma phala (sebab akibat).

11C.J. Bleeker, Pertemuan Agama-Agama Dunia Menuju Humanisme Relijius dan

Perdamaian Universal, Pustaka Dian Pratama, Yogyakarta, 2004, hlm. 1 12HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, Golden Trayon,

Jakarta, 1990, hlm. 56

Page 6: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

16

Buah dari perbuatan itu disebut phala. Buah perbuatan itu tidak

selalu langsung dapat dirasakan atau dinikmati, seperti halnya tangan yang

menyentuh es segera merasakan dinginnya es. Tetapi, tidak demikian

halnya dengan phala, yang kadang-kadang baru diterima hasilnya

(buahnya) setelah kehidupan yang akan datang, seperti menanam padi

yang harus menunggu beberapa bulan untuk dapat menikmati hasilnya.

4. Percaya adanya samsara (punarbhawa: menjelma berkali kali)

Jiwatman atau roh tidak selamanya berada di surga ataupun

neraka. la akan lahir kembali ke dunia. Kelahiran kembali ini disebut

Punarbawa atau Samsara, lingkaran kelahiran. Bagaimana kelahirannya

kembali akan tergantung dari karmawasana (bekas-bekas perbuatan)

terdahulu. Kalau ia membawa karma yang baik lahirlah ia menjadi orang

yang bahagia, berbadan sehat dan berhasil cita-citanya. Sebaliknya, bila ia

membawa karma yang buruk (kurang baik) ia akan lahir sebagai orang

yang menderita. Kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk

memperbaiki diri dari segala dosa yang telah diperbuat pada kehidupan

yang terdahulu.

5. Percaya adanya moksha (kelepasan dari samsara).

Bila seseorang berhasil lepas dari ikatan dunia ia akan mencapai

moksa. Moksa artinya kelepasan. Inilah tujuan akhir pemeluk agama

Hindu. Orang yang telah mencapai moksa tidak lahir lagi ke dunia, karena

tidak ada apa pun yang mengikatnya. la telah bersatu dengan Paratman,

Atman yang tertinggi atau Sang Hyang Widhi.13

Kepercayaan dalam Pancasradha tersebut diajarkan oleh Reshi Sri

Dharmakerti. Dalam ucapan doa dan upacara agama senantiasa dimulai

dengan kata suci "Om", yang berasal dari A : simbol Brahma; U. adalah

simbol Wisnu; dan M. adalah simbol Siwa, lalu diucapkan dengan suara

"Aum" atau "Om". Oleh karena itu ucapan salam Hindu berbunyi "Om

Swastyastu" (semoga selamat atasmu), maka jawabnya adalah" kata

13Djam’annuri, (editor), Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-Agama (Sebuah

Pengantar), Kurnia Kalam Semesta, Yogyakarta, 2000, hlm. 51

Page 7: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

17

"Shanti,Shanti,Shanti, Om' (Damai, Damai, Damai, semoga). Demikian juga

ucapan "Om Awignamastu; Om Dirghayur Astu": semoga tak ada halangan

dan semoga panjang umur. 14

Secara garis besar perkembangan agama Hindu dapat dibedakan

menjadi tiga tahap. Tahapan pertama sering disebut dengan zaman Weda,

yang dimulai dengan masuknya bangsa Arya di Punjab hingga munculnya

agama Hindu. Pada masa ini dikenal adanya tiga periode agama yang disebut

dengan periode tiga agama penting (tiga agama besar). Ketiga periode ini

adalah periode ketika bangsa Arya masih berada di daerah Punjab (1500-1000

S.M.). Agama dalam periode pertama lebih dikenal sebagai agama Weda

Kuno atau agama Weda Samhita. Periode kedua ditandai oleh munculnya

agama Brahmana, di mana para pendeta sangat berkuasa dan terjadi banyak

sekali perubahan dalam hidup keagamaan (1000 - 750 S.M.). Perubahan

tersebut lebih bersifat dari dalam agama Weda sendiri dibanding perubahan

karena penyesuaian agama Weda dengan kepercayaan-kepercayaan yang

berasal dari luar. Agama Weda pada periode kedua ini lebih dikenal dengan

nama agama Brahmana. Periode ketiga ditandai oleh munculnya pemikiran-

pemikiran kefilsafatan ketika bangsa Arya menjadi pusat peradaban sekitar

sungai Gangga (750 - 500 S.M.). Agama Weda periode ini dikenal dengan

agama Upanishad.15

Tahapan kedua adalah tahapan atau zaman agama Buddha, yang

mempunyai corak yang sangat lain dari agama Weda. Zaman agama Buddha

ini diperkirakan berlangsung antara 500 S.M. - 300 M. Tahapan ketiga adalah

apa yang dikenal sebagai zaman. agama Hindu, berlangsung sejak 300 M.

hingga sekarang.

Agama Hindu tidak hanya terdapat di India, tetapi juga telah masuk ke

Indonesia, bahkan sangat kuat pengaruhnya terutama di Jawa. Kapan agama

tersebut masuk ke Nusantara (Indonesia) tidak dapat diketahui secara pasti.

interpretasi terhadap penemuan kepurbakalaan, peninggalan karya tulis dan

14HM.Arifin, op. cit, hlm. 92-93 15Romdhon, et al, Agama-Agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta,

1988, hlm. 93 -94

Page 8: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

18

sebagainya, juga tidak memberikan informasi tentang siapa nama pembawa

agama tersebut.

Ada beberapa bukti pengaruh agama Hindu dan kebudayaan India

terhadap Indonesia dalam bidang sastra dan agama, seni bangunan dan adat

kebiasaan yang ada di sekitar kraton. Dari sini barangkali dapat dipahami

bahwa masuknya pengaruh tersebut bukan melalui kasta-kasta Sudra, Waisya

ataupun Ksatria, tetapi oleh para Brahmana, karena merekalah yang

berwenang membaca kitab suci dan menentukan peribadatan. Ajaran tentang

samsara, karma, yang tidak terlepas dari ajaran kasta yang dikaitkan dengan

kelahiran seseorang memungkinkan dugaan bahwa agama Hindu bukan agama

dakwah dan tidak mencari pengikut. Yang sering menjadi persoalan adalah

bagaimana pengaruh para Brahmana terhadap lingkungan kraton tersebut.

Dugaan kuat dalam hal ini ialah bahwa yang aktif adalah orang-orang

Indonesia sendiri.

Karena adanya hubungan dagang dengan orang-orang India, maka

banyak rakyat yang juga hidup berdagang dan menjadi kaya. Hubungan raja

dan rakyat juga baik sehingga para raja juga menghargai para Brahmana

tersebut. Lingkungan kehidupan beragama, para pedagang yang beragama

Hindu memerlukan para Brahmana. Oleh karena itu para Brahmana tersebut

memiliki kesempatan untuk berada dalam lingkungan kraton. Hal ini terbukti

dengan penemuan prasasti di Kutai yang menunjukkan bahwa untuk keperluan

sedekah raja memberikan beberapa ekor sapi kepada para Brahmana.16

Aliran agama Hindu yang paling besar pengaruhnya adalah aliran Siwa

dan Tantra (abad 6). Di Indonesia, aliran Tantra dan agama Buddha yang

sempat mendesak Tantra keluar dari India justru menyatu dengan sebutan

agama Siwa-Buddha. Percampuran antara keduanya terlihat jelas pada zaman

kerajaan Singasari (1222-1292).

Penemuan prasasti dapat diketahui bahwa perkembangan pengaruh

agama Hindu di Indonesia tetap berpusat di sekitar kraton, sungguhpun ada

juga, karena jarak yang jauh, berpusat di biara-biara dan pemakaman-

16Ibid, hlm. 94 – 95

Page 9: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

19

pemakaman. Prasasti Kutai dari zaman raja Mulawarman (abad ke-5)

menunjukkan bahwa korban sesajian oleh raja dilaksanakan dan

diselenggarakan sesuai dengan ajaran kitab Manusmrti. Pemujaan ditujukan

mungkin kepada Siwa dan mungkin kepada Wisnu.

Tahun 928, pusat kraton yang ada di Jawa Timur (dinasti raja Sendok)

lebih bercorak Wisnu. Peninggalan-peninggalan kitab sesudah zaman itu

(yaitu sekitar abad ke-10) adalah kitab Brahmandapurana yang di antara isinya

adalah tentang penciptaan (kosmogoni), silsilah para Resi, keterangan-

keterangan tentang kasta, asrama, yogi dan sebagainya. Juga terdapat uraian

tentang kitab Weda dan penjelasan tentang Manu yang semuanya berupa

mitos. kitab Agastyaparwa (akhir abad 10 memuat dialog antara Agastya dan

puteranya, Didhastu. Isi kitab tersebut adalah tentang kosmogoni, lahirnya

para Brahmarsi, lahirnya Manu dan lahirnya Manwatara. 17

Aliran Tantra mencapai puncak perkembangannya pada zaman

Singasari dan Majapahit Dalam kitab Nagarakertagama disebutkan bahwa raja

Kertanegara menekuni kitab Subhuti Tantra. Menurut kitab Pararaton, ia

adalah seorang pemabuk, seorang pemuja yang erat hubungannya dengan

upacara pancatattwa (Lima-M). Raja Adityawarman dinobatkan dalam

upacara Bhairawa karena ia adalah penganut sekte Siwa yang menekankan

pada aliran Tantrayana. Menurut prasasti Surowaso (1375), ia dinobatkan

menjadi Bhairawa di Ksetra dengan duduk di atas singgasana yang terdiri dari

tumpukan mayat sambil tertawa terbahak-bahak dan minum darah. Sebagai

korban dibakar mayat-mayat yang baunya dikatakan seperti harumnya berjuta-

juta bunga. Padang Lawas Sumatra, paham Tantrayana juga mengutamakan

Bhairawa.18

Perkembangan selanjutnya, selain pusat-pusat keagamaan di kraton,

juga terdapat pusat-pusat keagamaan Hindu yang disebut Paguron atau

mandala atau kasturi. para pendeta Di tempat-tempat ini memberikan

pelajaran. Kitab-kitab yang ada pada waktu itu adalah kitab Tantu

17Ibid, hlm. 95 – 96 18HM. Arifin, op. cit, hlm. 120-121.

Page 10: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

20

Panggelaran, juga kitab Nawaruci yang juga disebut dengan kitab

Tattwajnana. Kitab terakhir ini penting karena mistik yang terdapat di

dalamnya sampai sekarang masih berlaku di kalangan tertentu. Dasar fikiran

dan mistik itu sendiri juga terdapat dalam kitab-kitab Suluk yang sudah

mendapat pengaruh dari Islam.

Bali, pengaruh Majapahit sangat kuat, oleh karena itu, agama Hindu

Jawa pun sangat berpengaruh di sana, yang lama kelamaan bercampur dengan

agama asli Bali yang disebut agama Tirta dan kcmudian disebut agama Hindu

Dharma. Agama asli Bali mempunyai kepercayaan terhadap para dewa yang

dihindukan sesuai dengan agama Hindu-Jawa. Orang-orang asli Bali

mempercayai para dewa yang dulunya adalah arwah nenek moyang mereka, di

samping percaya terhadap roh-roh jahat. Dewa-dewa yang berasal dari Hindu-

Jawa disebut dengan Bhatara, yang terpenting di antaranya adalah Bhatara

Brahma (dewa api), Bhatara Surya (dewa matahari), Bhatara Indra (dewa

penguasa surga), Bhatara Yama (penguasa maut) dan Dhatari Durga (dewi

maut atau kematian). Bhatara Siwa adalah dewa tertinggi yang menguasai dan

memiliki kekuatan para dewa lainnya. Bahkan, semua dewa adalah

penjelmaannya. Penjelmaan Siwa yang dianggap penting adalah Bhatara

Guru, Bhatara Kala dan Bhatari Durga. 19

Karena arwah nenek moyang juga didewakan di Bali, maka di Bali lalu

terdapat pengkultusan terhadap orang yang sudah mati. Ada dua macam

pemujaan terhadap orang yang sudah mati. Menurut kepercayaan Bali asli,

mayat tersebut cukup ditempatkan di hutan-hutan atau di aliran sungai-sungai;

dan menurut kepercayaan Hindu-Jawa, pemujaan terhadap orang mati

dilakukan dengan cara membakar mayatnya terutama di kalangan bangsawan.

Orang mati dipuja terutama karena ada anggapan bahwa dengan pemujaan

tersebut arwahnya akan dapat segera sampai di tempat yang tenang dari

mengganggu orang yang masih hidup. Jiwa orang yang masih hidup. Jiwa

orang yang masih hidup dianggap terbelenggu oleh jasad sehingga menjadi

19Houston Smith, Agama-Agama Manusia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001,

hlm. 42.

Page 11: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

21

kotor. Agar jiwa lepas dari belenggu tersebut maka jiwa harus disucikan

dengan cara-cara tertentu. Melalui kematian jiwa berpisah dari jasad, tetapi

masih belum sempurna karena belum bebas sebebas-bebasnya dan masih

harus mengalami kelahiran kembali. Jiwa macam ini disebut pirata, dan dapat

mendatangkan petaka bagi keluarganya.

Sesudah penyucian karena kematian, maka penyucian tahap berikutnya

adalah penyucian dengan mempergunakan api dan air yang dilakukan dengan

membakar mayat dan abunya dibuang ke laut atau ke sungai-sungai agar noda-

noda dan karat-karat yang mengotorinya menjadi bersih dan suci secara

sempurna sehingga jiwa dapat menuju ke Indraloka. Jiwa sudah berubah

menjadi piara dan tidak lagi membahayakan keluarga. Sesudah penyucian ini,

baru dilakukan upacara sraddha supaya jiwa dapat langsung berada di

Siwaloka. Upacara mayat yang disebut Ngaben ini terdiri dari tertib upacara

tertentu dan biasanya penyelenggaraannya memerlukan biaya yang relatif

besar, serta berbeda-beda sesuai dengan tingkatan kasta yang bersangkutan.

Akan tetapi dewasa ini, biasanya karena alasan ekonomis dan sebagainya,

penyelenggaraan upacara Ngaben sudah tidak begitu lengkap lagi. 20

Perkembangan selanjutnya, agama Hindu di Indonesia mengalami

perkembangan sekaligus perubahan-perubahan yang sangat mendasar karena

faktor-faktor sosial ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan perkembangan

agama Islam. Penyempurnaan dan perubahan tersebut bukan hanya

menyangkut penyelenggaraan upacara keagamaan tetapi juga dalam konsep

keagamaannya.

Agama Tirta mulai berubah sudah sejak zaman pemerintah Belanda, di

antaranya adalah usaha untuk mendapatkan tempat dalam Kementerian

Agama Republik Indonesia. Usaha lain ialah usaha untuk menyempurnakan

agama Tirta agar mendapatkan tempat yang pasti di tengah-tengah masyarakat

Salah satu caranya ialah dengan menyusun kitab suci yang selama ini belum

ada. Selain itu, juga dilakukan usaha untuk merumuskan kembali ajaran-ajaran

keagamaan, juga dengan mendirikan lembaga-lembaga keagamaan, yang

20Djam’annuri (editor), op. cit, 2000

Page 12: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

22

dirasa sudah sangat mendesak adanya, di tengah-tengah kemajuan masyarakat

Beberapa tokoh muda kemudian mendirikan lembaga pendidikan dan

organisasi keagamaan yang disebut Trimurti, yang bertujuan menembus

pembaharuan di bidang keagamaan. Di Singaraja, Bali,. lahir organisasi Bali

Dharma Laksana yang berusaha untuk menyusun kitab suci yang jelas. Pada

zaman Jepang didirikan Paruman Pandita Dharma oleh pemerintah yang

dimaksudkan untuk mempersatukan paham keagamaan Bali dan sebagai

perantara dengan pemerintah Jepang. Pada waktu itu agama disebut dengan

Siwa Raditya atau agama Sang Hyang Surya yang mengutamakan pemujaan

terhadap matahari. Pada tahun 1950, badan tersebut berubah menjadi Majelis

Hinduisme. Sejak tahun ini ada lagi organisasi-organisasi keagamaan yang

muncul yaitu Wiwada Sastra Sabda dan Panti Agama Hindu Bali. Dari sinilah

muncul ide pengakuan agar Hindu Bali sebagai agama resmi di Indonesia,

yang baru berhasil diperjuangkan pada tahun 1958. Sejak saat itu minat untuk

memajukan agama Hindu Bali semakin meningkat Langkah pertamanya

adalah pemurnian agama Hindu. 21

Sesudah mendapatkan pengakuan resmi, para pemimpin Hindu Bali

membentuk muktamar Parisada Dharma Hindu Bali pada tahun 1959 yang

kemudian menjadi Parisada Hindu Dharma pada tahun 1964. Usaha utama

organisasi tersebut ialah memajukan Hindu, Dharma dengan. mendirikan

pendidikan menengah yaitu Pendidikan Guru Agama Atas dan pendidikan

tinggi yaitu Institut Hindu Dharma yang salah satu fakultasnya adalah

Fakultas Agama. Ini berarti telah terjadi suatu perubahan dan perkembangan

yang sangat besar dalam agama Hindu. Kitab-kitab suci sekarang harus

dipelajari oleh seluruh umat Hindu, dan pendidikan agama juga merupakan

hak semua orang Hindu. Bahkan, dengan adanya mobilitas sosial yang cepat

dewasa ini, agama Hindu juga mengalami perluasan yang sangat berarti. Hal

ini tidak dapat dilepaskan dari adanya usaha-usaha para cendekiawan. Hindu

untuk menyesuaikan agama mereka dengan suasana Indonesia.

21H.M. Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang ,

Jakarta, 1974, hlm. 53

Page 13: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

23

Perubahan-perubahan tersebut ada yang menyangkut konsep ajaran

agama. Menurut agama Hindu Bali Sang Hyang Widi adalah Tuhan yang

Maha Esa. Dalam Kitab Weda disebutkan bahwa Brahma hanya satu, tidak

ada duanya. Sutasoma dikatakan bahwa Tuhan berbeda-beda tetapi satu, tidak

ada dharma yang dua. Upanishad juga diungkapkan bahwa Sang Hyang Widi

adalah tidak berbentuk, tidak beranggota badan, tidak berpanca-indera tetapi

mengetahui segala yang ada dan yang terjadi pada semua makhluk. Sang

Hyang Widi tidak pernah lahir, tidak pernah tua, tidak pernah berkurang dan

juga tidak pernah bertambah. la disebut dengan banyak nama, dan yang

terpenting adalah Tri-Sakti, yaitu Brahma (sebagai pencipta), Wisnu (sebagai

pelindung dan pemelihara), dan Siwa (sebagai perusak untuk dikembalikan ke

daur yang semestinya). 22

Agama Hindu mempersonifikasikan kekuatan-kekuatan Sang Hyang

Widi dalam bentuk beberapa dewa yang banyak jumlahnya, akan tetapi

mempunyai fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan kepentingan makhluk hidup

ini. Sebagai Bhatara Brahma, ia memberikan pegangan dan tuntunan

bagaimana manusia harus bertindak. Brahma bertindak sebagai Sang Hyang

Saraswati yang memberikan ilham kepada para maharesi [salah satu literatur

menyebut seperti nabi dalam Islam?]. Hubungan antara Sang Hyang Saraswati

dengan Brahman diungkapkan seperti hubungan antara api dengan panasnya.

Saraswati dianggap sebagai dewi ilmu pengetahuan karena hanya dengan

pengetahuan saja penciptaan-penciptaan baru itu timbul. la adalah sumber

ilham, sumber gerak dan sumber ciptaan manusia. Sebagai Bhatara Wisnu,

Sang Hyang Widi menjadi pelindung dan pemelihara dunia. la mempunyai

dua sakti, yaitu Dewi Sri (dewi kesuburan) dan Dewi Lakshmi (dewi

kebahagiaan). Sebagai Bhatara Siwa, Sang Hyang Widi menguasai keadilan

dan mewujudkan (jin sebagai Dewi Durga dan Dewi Uma (Parwati). Kepada

orang yang berbuat dosa ia berlaku dan berujud Dewi Durga yang mengerikan

22Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, PT al-Husna Dzikra, Jakarta, 1996,

hlm. 49.

Page 14: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

24

dan kepada orang yang berbuat baik ia berlaku dan berujud Dewi Uma yang

penuh cinta kasih;

Mengenai agama dikatakan bahwa agama adalah jalan untuk sampai

kepada moksa (kelepasan). Oleh sebab itu agama berisi petunjuk-petunjuk

yang benar. Agama adalah jalan yang lengkap dengan petunjuk dan pedoman

ke arah yang benar. Dalam ungkapan sering dikatakan bahwa agama adalah

"perahu" untuk menyebrangkan manusia dan dunia yang tidak kekal menuju

surga (moksa); jiwa (atman) adalah "bendega" tukang perahu' layar adalah

pikiran manusia; angin adalah hawa nafsu; air laut adalah persoalan

keduniaan, dan tujuannya adalah pulau harapan (surga).23

Mengenai 'kitab suci, Weda adalah kitab suci agama Hindu yang

mengutamakan pengetahuan suci tentang Sang Hyang Widi dan perintah-

perintahnya. Weda tercakup kitab-kitab Upanishad, Wedapari krama.

Bhagavadgita dan Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab-kitab tersebut wajib

dibaca dan dipelajari oleh segenap umat Hindu, tidak terbatas hanya pada

kalangan pendeta saja. Karena itu lalu muncul pula beberapa kitab semacam

Smriti, berupa Manu-Smriti dan Sarasamuccaya, kitab-kitab Parana, kitab-

kitab Itihasa. dan Wiracarita. Terlepas dari kebenaran yang mereka percaya,

pengertian kitab suci di Bali agaknya berbeda dengan di India, apalagi dengan

agama Brahmana, yang sudah amat jauh perbedaannya.

Mengenai masalah kasta atau caturvarna, yang semula selalu dikaitkan

dengan persoalan kelahiran, maka pada agama Hindu di Bali sudah

memperoleh pengertian yang lain juga. Dikatakan, varna adalah sifat dan

bakat kelahiran dalam mengabdi masyarakat, yang mementingkan sumber

gairah kerja, minat atau bakat, untuk berkarya. Kasta brahmana adalah

golongan orang yang mengabdi pada masyarakat karena memiliki sumber

gairah dan minat untuk menyejahterakan masyarakat, negara dan rakyat

dengan jalan mengabdikan dan mengamalkan ilmu pengetahuannya sehingga

mampu memimpin masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara

23Abujamin Roham, Agama Wahyu dan Kepercayaan Budaya, Media Da’wah,

Jakarta, 1999, hlm. 82

Page 15: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

25

dan beragama. Ksatria adalah golongan orang yang mengabdi pada

masyarakat karena mempunyai sumber gairah dan minat untuk memimpin

dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat berdasarkan agamanya.

Waisya adalah orang yang mengabdi kepada masyarakat karena

mempunyai sumber gairah dan minat untuk menyelenggarakan kemakmuran

negara, masyarakat dan kemanusiaan dengan jalan mengabdikan dan

mengamalkan watak-watak tekun, terampil, hemat dan cermat. Adapun sudra

adalah orang yang mengabdi kepada masyarakat karena memiliki sumber

gairah dan minat untuk memakmurkan masyarakat dengan jalan mengabdikan

kekuatan jasmani dan ketaatannya kepada seluruh masyarakat.24 Dengan

pengertian caturvarna seperti itu, berarti sudah tidak ada lagi persoalan-

persoalan yang timbul karena pengertian bahwa kasta (bahkan juga karma)

seseorang itu ditentukan oleh kelahiran.25

Hubungannya dengan sekte-sekte Hinduisme, Sri Swami Sivananda

menegaskan,

Orang Hindu dipisahkan menjadi tiga golongan besar, yaitu Waisnawa, yang memuja Wisnu sebagai Tuhan; Saiwa yang memuja Siwa sebagai Tuhan; dan Sakta, yang memuja Dewi atau aspek ibu dari Tuhan. Sebagai tambahan, ada Gaura, yang memuja Dewa matahari; Ganapya, yang memuja Ganesa sebagai yang tertinggi; dan Kaumara, yang memuja Skanda sebagai Tuhan.26 Dengan demikian sebagaimana terdapat dalam agama-agama besar

lainnya, maka dalam agama Hindu juga terdapat aliran-aliran atau sekte-sekte

yang masing-masing mempunyai konsepsi tersendiri dalam menanggapi

beberapa segi ajaran agama yang dipandang lebih penting daripada ajaran

pokoknya. Sekte-sekte yang dimaksud yaitu: sekte agama Hindu Vedanta;

aliran agama yang bercorak atheis yang disebut Sankya; aliran Hinduisme

“Yoga”; sekte Hinduisme yang disebut Jainisme; sekte Wisnuisme

24Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, Wijaya, Jakarta, 1980, hlm. 41-48 25Ahmad Shalaby, Perbandingan Agama Agama-Agama Besar Di India Hindu-

Jaina-Budha, alih bahasa H. Abu Ahmadi, Bumi Aksara, Jakarta, 1998, hlm. 37. 26Sri Swami Sivananda, Intisari Ajaran Hindu, Paramita, Surabaya, 1993, hlm. 139

Page 16: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

26

(Vaisnava); sekte Siwaisme (Saiva); sekte Brahmaisme; sekte Tantrisme

(Tantrayana); agama Hindu Bali (Hindu Dharma).27

C. Pengertian Dosa dalam Agama Hindu

Dosa adalah perbuatan yang melanggar hukum kesucian yang

disabdakan Hyang Widhi Wasa. Dosa itu dapat terjadi pada kelahiran yang

terdahulu maupun pada kelahiran sekarang ini.28 Perbuatan dosa merupakan

sebab utama kesengsaraan manusia. Perbuatan dosa dilarang di dalam agama

karena mengandung bahaya bagi pelakunya, baik kesehatannya, akalnya atau

pekerjaannya. Perbuatan dosa dapat membahayakan masyarakat yang

mengakibatkan hilangnya nilai persatuan dan melahirkan keguncangan serta

keributan. Karena adanya perbuatan dosa, pasti akan mendatangkan marah

Tuhan. Kemudian Tuhan akan menurunkan siksaannya terhadap umat

manusia. Siksaan tersebut terkadang berupa bencana alam, seperti banjir,

kelaparan, angin topan dan gempa bumi. Kadang-kadang, siksaan itu berupa

revolusi berdarah sehingga mengakibatkan kehancuran total.

Dosa sebuah istilah yang berasal dari kalangan Hindu, dan telah lazim

dipakai oleh umat Islam yang berbahasa Indonesia, sebagai terjemahan dari

sejumlah istilah dalam al-Qur'an, seperti ism, zanb, wizr, dan sebagainya.29

menurut agama Hindu, perbuatan, tingkah laku, sikap dan tutur kata yang

termasuk dalam dosa antara lain langgah, dura cara, durhaka, tresna dudu

dan sebagainya.

Langgah adalah melanggar hukum Tuhan. Dalam Sarasamuscaya

dikatakan: "orang yang tidak mempunyai kepercayaan kepada Hyang Widhi

Wasa dan Hukum-Nya, orang yang demikian itu tidaklah akan menemukan

27HM.Arifin, op. cit, hlm. 78 - 88 28J.G.K. Adia Wiratmadja, Bunga Rampai Agama Hindu, Parisada Hindu Dharma

Indonesia Pusta, Indonesia, 1987, hlm. 21 29Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan,

Anggota IKAPI, Jakarta, 1992, hlm. 224

Page 17: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

27

kebahagiaan tertinggi, melainkan akan senantiasa menanggung derita, yaitu

akan terus mengalami kelahiran kembali (punarbhawa).30

Dura cara ialah mengumbar hawa nafsu, misalnya mencuri, berzinah,

madat, berjudi dan sebagainya. Dalam kekawin Ramayana dikatakan: "musuh

itu tidak jauh letaknya dari diri kita, di hati kitalah ia letaknya

Manawa Dharmasastra XII, 7 menyebutkan: "mengambil barang yang

tidak diberikan orang, melukai makhluk dan melakukan zinah dengan istri

orang lain, dinyatakan sebagai tiga macam dosa dari tingkah laku.31

Durhaka/Durwaka adalah perbuatan jahat terhadap orang tua, guru,

baik dalam pikiran maupun hanya kata-kata saja. Dalam Sarasamuscaya

ditegaskan: "bila ada orang yang berkhianat terhadap ibu/bapak dengan

perbuatan dan pikiran, orang demikian perilakunya itu amat besarlah dosanya,

lebih besar dari pada berunaha (pengguguran kandungan).

Tresna dudu adalah cinta palsu, perbuatan suci yang tidak dilandasi

dengan kesucian, Tuhan menciptakan alam semesta ini dengan kasih-Nya,

maka itu kita harus memuliakan Hyang Widhi dengan senantiasa berbuat baik

dan suci. Dalam Manu Smrti dikatakan: " janganlah berkata kasar meskipun

benar, sebaliknya janganlah berkata lemah lembut, akan tetapi dusta". Jika

menghina dan marah hatinya orang yang melakukan yadnya, maka nista

namanya dan tidak akan membawa pahala yang baik kepadanya".32

D. Asal Usul Dosa

Agama Hindu mengajarkan, bahwa hakekat manusia adalah sama

dengan Brahman, sebab manusia adalah sebagian daripada Brahman atau

Brahman seutuhnya. Brahman ini menjelmakan diri di dalam perorangan atau

mengindividualisir dirinya sendiri. Oleh karena itu maka jiwa manusia pada

dirinya adalah murni dan bersih, tanpa cacat dan tanpa cela. Dosa disebabkan

karena benda, prakrti. Karena jiwa (atman atau purusa) bersekutu dengan

prakrti, maka jiwa manusia disilaukan, hingga tidak tahu bahwa dunia ini

30J.G.K. Adia Wiratmadja, op. cit, hlm. 21 31Ibid, hlm. 21 32Ibid, hlm, 22

Page 18: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

28

adalah maya, semu saja. Prakrti sendiri telah mengandung di dalamnya nafsu-

nafsu, yang dihubungkan dengan indera manusia serta dengan unsur yang

bermacam-macam dari dunia ini. Karena persekutuannya dengan prakrti itulah

maka jiwa dijalinkan ke dalam banyak khayalan. Hal ini mengakibatkan,

bahwa tiap langkah yang dilakukan adalah salah.

Di dalam Weda telah dijelaskan bahwa pada dasarnya manusia

mempunyai kesadaran akan dosa. Hidup mereka tidak luput dari pada dosa.

Dosa yang ditimbulkan oleh pikiran, dosa yang ditimbulkan oleh perkataan

atau kata-kata yang diucapkan dan dosa yang timbul karena perbuatan atau

tingkah laku yang dilakukan secara disengaja maupun dengan tak disengaja.

Semua itu mampu menimbulkan penderitaan yang menyiksa lahir dan bathin

manusia.

Karena perbuatan berdosa atau yang dirasakan berdosa itu

menyebabkan timbulnya hambatan bagi mereka untuk mendekatkan dirinya

kepada Tuhan. Semua tingkah laku yang dikerjakan, perkataan yang

diucapkan dan pikiran yang dipikirkan yang dirasakan mereka itu salah

menghambat mereka untuk dapat mendekatkan diri mereka kepada Tuhan.

Tuhan yang Maha Suci hanya dapat didekati melalui kesucian. Untuk itu

badan dan bathin manusia harus suci (suddha).

Untuk mensucikan lahir dan bathin itu perlu upaya yang harus

dilakukan secara terus menerus. Upaya inilah yang dikenal dengan melakukan

tapa atau melakukan prayascitta, atau melakukan brata yaitu pengendalian atas

indria dan pikiran. Pikiran harus dikendalikan dan selalu diusahakan agar

berpikir baik. Demikian pula kata-kata yang diucapkan harus selalu baik.

Tidak yang menimbulkan orang tidak senang atau sakit hati karena kata-kata

yang demikian dianggap tidak baik. Oleh karena itu pengendalian atas kata-

kata adalah merupakan cara untuk mensucikan diri. Demikian pula mengenai

tingkah laku suci, yaitu tingkah laku yang baik dan yang terkendalikan.

Tapa adalah semacam cara pengendalian yang dilakukan dengan

keyakinan dan kesadaran. Bila dilakukan karena tidak disadari melainkan

dipaksakan oleh penguasa dalam negara, ini berarti penghukuman. Jadi

Page 19: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

29

penghukuman adalah semacam tanpa yang dipaksakan oleh negara untuk

mengembalikan tingkah laku mereka supaya menjadi baik kembali, sesuai

menurut hukumnya.

Pada jaman dahulu, hukuman mutilasi sebagai akibat melakukan

perbuatan yang tergolong salah adalah biasa dilakukan. Tetapi dewasa ini

bentuk-bentuk hukuman yang lebih ringan, misalnya dengan hukuman

percobaan, hukuman kurungan, hukuman denda. dan sebagainya. Hukum yang

paling berat adalah hukuman mati dan pembuangan (selong) seumur hidup.33

Adapun Prayascitta, Brata dan Parisuddha, ketiga inilah tersebut

mempunyai arti yang sama pula dengan tapa dan fungsinya pun sama dengan

tapa. Hanya saja dalam banyak tulisan sering arti kata tapa itu diartikan secara

khusus yaitu dengan mengartikan bahwa tapa adalah Semacam perbuatan yang

dilakukan dengan sadar untuk mengasingkan diri ke tempat-tempat sepi untuk

mensucikan jiwa raga. Dalam hal ini fungsinya sama saja. Tetapi dalam Kitab

Mahabharata, Arjuna pergi melakukan tapa dilukiskan senjata yang diperlukan

dalam memerangi lawannya. Cerita itu pada dasarnya bersifat simbolis tetapi

diartikan secara riil sehingga kata tapa berubah artinya dan fungsinyapun

akhirnya berubah pula.34

Dari penguraian mengenai fungsi tapa itu jelas tujuan tapa adalah

untuk pensucian lahir dan bathin. Yang terpenting adalah mengusahakan agar

supaya jiwa raga kita itu tetap suci sehingga dengan kesucian itu, seseorang

akan mampu untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan.

Agama Buddha mengajarkan, bahwa penderitaan manusia di dalam

dunia ini disebabkan oleh keinginan (trsna) atau kehausan (tanha), sedang

keinginan atau kehausan itu pada akhirnya disebabkan oleh awidya atau

ketidaktahuan. Yang dimaksud dengan ketidaktahuan atau awidya ini adalah

semacam ketidaktahuan yang kosmis, yang menjadikan manusia dikaburkan

pandangannya. Ketidaktahuan ini pertama-tama mengenai tabiat asasi alam

semesta ini, yang memiliki tiga ciri yang menyolok, yaitu bahwa alam semesta

33G. Pudja, Pengantar Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi, Jilid 1, Jakarta: Mayasari, 1985, hlm. 94-95

34Ibid, hlm. 95.

Page 20: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

30

adalah penuh dengan penderitaan (dukha), bahwa alam semesta adalah fana

(anitya) dan bahwa tiada jiwa di dalam dunia ini (anatman). Demikianlah

awidya menjadi sebab adanya dosa.35

Persoalan mengenai hal asal dosa, agaknya memang menarik sekali.

Banyak orang yang menanyakan hal ini, mungkin hal itu disebabkan karena

orang didorong oleh keinginan untuk mengetahui asal-usul dari hal yang

mengakibatkan segala kericuhan di dalam dunia ini. Akan tetapi biasanya di

belakang pertanyaan itu terkandung suatu gagasan, bahwa sekiranya segala

sesuatu diperintah oleh Tuhan, maka sebenarnya Tuhan sendirilah yang

menjadi asal kesengsaraan dan kericuhan dunia ini.

Oleh karena itu kita harus benar-benar berhati-hati, jikalau kita

membicarakan hal asal dosa. Pertanyaan mengenai asal dosa memang sukar

dijawab, bahkan dapat dikatakan, tidak mungkin dijawab oleh manusia,

siapapun dia. Maka sebenarnya kita tidak bisa menjawab pasti atas pertanyaan

yang mengenai asal dosa itu. Tidak ada seorangpun yang dapat menunjukkan

hubungan antara sebab dan akibat di dalam soal dosa ini, tanpa tersesat kepada

bahaya: membersihkan diri dan melontarkan segala tanggungjawab atas dosa

itu kepada Tuhan Allah.

E. Macam-Macam Dosa

Dalam agama Hindu dikenal istilah dosa besar dan dosa kecil, akan

tetapi rinciannya tidak selengkap agama Islam. Karena itu dalam Hindu,

uraian tentang macam-macam dosa lebih banyak menitik beratkan bahasan

pada seputar dosa dalam masalah-masalah yang sangat populer, di antaranya:

1. Pencurian

Perbuatan yang disebut pencurian itu adalah mengambil harta

benda orang lain tanpa sepengetahuan dan persetujuan pemiliknya.36

Perbuatan itu merupakan pelanggaran etik dan merupakan perbuatan dosa,

karena mengakibatkan kerugian kepada orang lain. Perbuatan itu

35Hadiwijono, Iman Kristen, Gunung Agung, Jakarta, 1986, hlm. 226-227 36J.G.K. Adia Wiratmadja, Bunga Rampai Agama Hindu, Parisada Hindu Dharma

Indonesia Pusat, Indonesia, 1987, hlm. 67

Page 21: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

31

berlawanan dengan ajaran Tat twam asi dan Tri kaya parisudha. Hyang

Widhi Maha Kasih kepadaNya.

Kalau Hyang Widhi kasih kepada manusia dan manusia harus

kasih kepada sesama manusia, mengapa amat sering terjadi pencurian itu?

Sebab pencurian itu bermacam-macam. Pencurian dapat terjadi karena

orang yang mencuri itu tidak sradha kepada hukum karma, pahala, ia tidak

menaruh kasih kepada sesama manusia, malas bekerja, tetapi ingin hidup

enak (kerja enak hidup kepenak). Di samping itu sering pula pencurian itu

disebabkan oleh sifat loba, rakus. Pencurian dapat terjadi sebagai akibat

perubahan lain, yaitu perjudian. Kecuali disebabkan oleh bermacam-

macam faktor, penjabaran itu mempunyai bentuk yang berbeda-beda.

Dalam masyarakat agraris, pencurian itu pada umumnya berbentuk

pencurian ternak, pakaian, perhiasan, buah-buahan dan sebagainya. Dalam

dunia perdagangan, itu berupa tindakan pengurangan timbangan,

pengurangan ukuran, pemalsuan barang-barang dan sejenisnya. 37

Bentuk lain dari pada pencurian adalah menyalahgunakan jabatan

untuk kepentingan diri sendiri berupa pencurian waktu, misalnya harus

mulai dinas pukul 07.00 WIB, tetapi baru berangkat dari rumah pukul

08.00 WIB. Juga termasuk pencurian dalam kategori ini adalah tidak

mengerjakan pekerjaan sebagaimana mestinya. Pekerjaan bertumpuk,

tetapi di kantor hanya membaca surat kabar. Hal ini tidak saja merugikan

orang lain, akan tetapi juga merupakan pelanggaran etis (asusila).

Hukum karmapala mengatakan bahwa setiap pekerjaan, perbuatan

pasti akan mendapat imbalan/pahala, baik di dunia ini maupun di akherat

nantinya. Kitab Vrcasana menyebutkan bahwa pencurian itu harus

dihukum dan hukumannya tidak saja diberikan kepada pelaku utamanya,

akan tetapi mereka yang tersangkut kepada pencurian itu, baik langsung

maupun tidak langsung ada hubungan dengan pencurian itu. Jadi hukuman

harus diberikan kepada pelakunya sendiri, orang yang menyuruh mencuri,

orang yang melindungi pencuri, orang yang memberi makan kepada

37Ibid., hlm. 67

Page 22: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

32

pencuri, orang yang memberikan tempat dan memberitahu caranya

mencuri. Hukuman itu tidak sama berat dan besarnya.38

2. Perjudian, Pertaruhan dan Sejenisnya

Permainan judi dan pertaruhan ini merupakan segala bentuk

permainan yang mempergunakan uang atau barang untuk mendapatkan

kemenangan dari lawannya, misalnya main dadu, main domino, ceki,

buntut dan sejenisnya. Perjudian itu semua orang berusaha untuk

mengalahkan lawannya sehingga ia mendapatkan kemenangan berupa

uang atau barang dari pihak yang dikalahkannya. Dilihat dari sudut etika

ekonomi, perjudian itu merupakan perbuatan etis dan dosa. Perjudian

dipandang sebagai pelanggaran terhadap etika ekonomi, karena ternyata

dalam masyarakat itu sangat merosot, ekonomi dan pembangunan

terganggu.

Permainan judi itu menyebabkan timbulnya sifat egois, keinginan

untuk memuaskan diri sendiri saja, artinya penjudi itu tidak memikirkan

anak istrinya, apakah anaknya makan, sekolah atau tidak. Orang tua

maupun muda yang sudah kecanduan main judi, kecanduan judi main

taruh dan sejenisnya, kehilangan terhadap hal-hal yang baik menurut

ukuran etis dan hal yang berfaedah. Perhatian mereka itu hanya bertumpah

kepada kemungkinan menang main judi dan merasa puas.

Permainan judi itu sering mengakibatkan pelanggaran terhadap

norma-norma yang berlaku dan sangat mengganggu pertumbuhan

ekonomi. Maka dari itu agama Hindu secara tegas melarang permainan

judi atau main taruh itu seperti ditandaskan dalam Rig-Weda X, 34, 13

sebagai berikut: "asair madewyah krsimit krsaswa wita ramaswa aryah"

artinya: "janganlah berjudi, kerjakanlah sawah ladangmu itu, cintailah dan

kerjakanlah dengan tekun, ingatlah kepada ternakmu dan istrimu.

Dengarkanlah petuah yang bernilai tinggi.39

38Ibid., hlm. 68 39Ibid., hlm. 68

Page 23: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

33

3. Korupsi dan Penyuapan

Korupsi itu merupakan kejahatan besar dan merupakan musuh

yang berbahaya bagi pelakunya, bangsa dan negara. Dalam

Sarasamuccaya 304 dikatakan: "ikang wwang durbudi – maka musuh bagi

dirinya sendiri".

Penyuapan juga merupakan kejahatan dan perbuatan dosa (asusila).

Maka itu janganlah makan-makanan perempuan atau diberikan oleh

pencuri dan lintah darat. Apakah penyuapan itu? Penyuapan adalah

pemberian uang atau barang yang berharga kepada seseorang dengan

maksud agar orang-orang yang menerimanya itu melakukan sesuatu

dengan cara yang bertentangan dengan peraturan atau hukum dan Weda,

misalnya berusaha memberikan suap kepada pegawai tertentu untuk

mendapatkan tender atau menyuap penguji agar lulus dan sebagainya.

Penyuapan itu terjadi bila orang yang mau disuap itu tidak kuat imannya

(Sradhanya). 40

Korupsi dan penyuapan itu dipandang sebagai pelanggaran

terhadap dharma dan merupakan dosa ekonomi, sebab tindakan itu dapat

mengakibatkan ketidakadilan dan rusaknya peraturan atau hukum yang

berlaku. Penyuapan tidak saja merupakan percobaan untuk melakukan

tindakan adil, tidak juga merupakan perbuatan tidak jujur. Penyuapan dan

korupsi itu dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi yang sehat.

Penyuapan itu dapat terjadi apabila kedua belah pihak diliputi oleh sifat

loba, rakus, ditanggapi oleh kemerosotan moral dan krisis rasa tanggung

jawab. Korupsi dna penyuapan akan kecil kemungkinannya terjadi dalam

masyarakat yang sradhayam (beriman), masyarakat yang kuat imannya

dan selalu mengamalkan Pancasila dalam kehidupannya. Perluasan

pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila merupakan salah satu

sapu pembersih korupsi dna penyuapan. Pembersih lainnya yang amat

40Ibid., hlm. 69

Page 24: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

34

penting artinya adalah usaha meningkatkan pembinaan dan pengamalan

ajaran agama serta menegakkan peraturan, norma-norma yang berlaku

disertai tindakan tegas terhadap pelakunya berupa hukuman barat.

4. Perampokan, Penodongan dan Sejenisnya

Kejahatan dengan kekerasan seperti perampokan, perkosaan, dan

sebagainya merupakan dosa ekonomi, karena hal itu mengakibatkan

kemerosotan produksi dan aktifitas perdagangan maka dari itu perkosaan

dna perampokan harus dihindari. Amat besar dosanya merencanakan

perkosaan dengan jalan membunuh. Karena itu dalam Isa Upanisad

dikatakan: "jangan menerima apa yang tidak baik dan jangan

menginginkan sesuatu dengan perbuatan tidak baik (asusila, asobha

karma). Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama, karena

kemudian orang dapat menolong dirinya dengan jalan berbuat baik. Bila

ada orang yang mendapatkan kesempatan menjelma menjadi manusia

ingkar akan pelaksanaan dharma, sebaliknya amat suka mengejar harta dan

kepuasan nafsu serta berhati tamak (merampok, menodong), orang itu

disebut kesasar, tersesat dari jalan yang benar. 41

5. Pemborosan

Pemborosan adalah penggunaan biaya, sarana dan waktu serta

tenaga yang efisien dan efektif. Kegiatan ekonomis segala sesuatu harus

dilakukan secara efisien dan efektif. Kepada pihak yang bersangkutan agar

mengadakan perencanaan, pengorganisasian, penggunaan tenaga dan

waktu dengan tepat disertai pengawasan yang ketat dan terorganisir.

Agama Hindu mengajarkan umatnya untuk selalu hidup sederhana,

berencana dan berbuat serta hidup menurut kemampuan. Bhagawadgita

IV, 26 menegaskan sebagai berikut: " siapa yang sujud kepadaku dengan

persembahan setangkai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan dan

seteguk air. Aku terima dengan bakti persembahan dari orang yang berhati

41Ibid., hlm. 69 - 70

Page 25: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

35

suci". Faktor kesucian dan kebenaran itu sangat menentukan. Perbuatan

yang melampui batas kemampuan karena terdorong oleh nafsu ingin

berfoya-foya tanpa disertai pengertian, tidak saja merupakan dosa, tetapi

juga tidak memberikan kekhidmatan.42

F. Cara Penghapusan Dosa

Setiap manusia tidak lepas dari dosa, namun Tuhan memberi jalan

kepada manusia untuk menghapus dosa. Penghapusan dosa dapat dilakukan

dengan beberapa cara dan antara lain dapat dikemukakan seperti berikut:

Yadnya (yajna) ialah korban suci. Dosa dapat dilebur dengan

melaksanakan Pancayadnya, yaitu Dewa-Yadnya, Resi-Yadnya, Pitra-

Yadnya, Manusa-Yadnya dan Bhuta-Yadnya.43

Salah satu bagian yang merupakan aspek terakhir dalam unsur-unsur

keimanan (sraddha) dalam agama Hindu adalah yajna atau yajnya. Secara

populer istilah ini disebut rituil atau ritual. Pengertian yadnya yang

dipergunakan dalam bahasa sehari-hari dimaksudkan sebagai upacara

keagamaan yang sama artinya dengan samskara. Istilah yadnya, yang

diterjemahkan sebagai samskara, terdapat juga pengertian lain di mana kata

itu diterjemahkan atau diganti dengan istilah karman. Kata karman berarti

upacara keagamaan, yang di dalam bahasa Jawa Kuno ditulis krama, misalnya

dipergunakan dalam penulisan Wedaparikrama. Dengan dinyatakannya di

dalam Atharwa Weda, bahwa yadnya merupakan bagian dari dharma sehingga

merupakan unsur ajaran keimanan yang penting, maka menyebabkan ajaran

yadnya bukan sekedar ajaran formalistis, melainkan masalah ibadah yang

hukumnya adalah wajib.44

42Ibid., hlm. 70 43Adia Wiratmadja, Bunga RampaiAgama Hindu, Parisada Hindu Dharma Indonesia

Pusta, Indonesia, 1987, hlm. 22 44Djam'annuri (editor), Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-Agama (Sebuah

Pengantar), Kurnia Kalam Semesta, Yogyakarta, 200, hlm. 55

Page 26: BAB II Karjo - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/75/jtptiain-gdl-sukarjo410-3750-3-4100059...Lihatlah kemajuan anak cucu Adam yang hidup di dalam abad

36

Satyam. Dalam kitab suci disebutkan: "satyam na pramaditavyam,

yang artinya: "Janganlah melalaikan kebenaran". Manawa Dharmasastra XII,

83 menegaskan: "mempelajari Weda, melakukan tapa brata, tidak menyiksa

segala makhluk, memperhatikan pelajaran guru sewajarnya adalah cara yang

baik untuk mendapatkan anugerah Tuhan Yang Maha Esa". "Satyam asti paro

dharmah" yang artinya "kejujuran adalah kebijaksanaan yang tertinggi".45

Dharma. Dharma na pramaditavyam artinya: "menjalankan kewajiban

dengan baik. Menjelma menjadi manusia ini adalah untuk berbuat,

menjalankan tugas kewajiban dengan didasari dorongan untuk memperbaiki

karma, agar akhirnya mendapatkan kebahagiaan akhir yang disebut moksha.

Dharma umat Hindu yang utama ialah menjalankan Sila yaitu menjunjung

tinggi kesusilaan.46

Tapa atau pengendalian diri merupakan unsur keimanan yang kelima

dalam urut-urutannya menurut ketentuan Atharwa Weda XII. 1.1. Kata tapa

mempunyai arti penguasaan atas nafsu atau menjalani kehidupan suci. Untuk

dapat hidup baik atau suci, seseorang harus dapat menguasai dirinya sendiri.

Penguasaan terhadap diri sendiri adalah penguasaan atas panca indria dan

pikiran (manah).

Kehidupan beragama bertujuan untuk meningkatkan moral. Di dalam

kitab Yajur Weda XIX.30 dinyatakan bahwa kesucian (diksa) diperoleh karena

melakukan pengendalian indra (bratha). Adapun yang dimaksud dengan

bratha adalah bentuk dari tapa. Di dalam kitab Dharmasastra dijelaskan

bahwa seseorang yang melakukan perbuatan dosa berkewajiban untuk selalu

membersihkan diri. Membersihkan diri disebut dengan wisuddha atau

melakukan parisuddha dengan jalan melakukan tapa atau bratha. Jadi kata

tapa mempunyai pengertian luas menurut penggunaannya.47

45Adia Wiratmadja, op. cit, hlm. 22 46Ibid, hlm. 22 47Djam'annuri (edotor), op. cit, hlm. 54