bab ii kajian teori dan hipotesis a. kajian teori 1. · gambar 2.5. pukulan dalam pencak silat 6....

64
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Olahraga Pencak Silat a. Sejarah olahraga pencak silat Pencak silat adalah salah satu olahraga beladiri yang berakar dari bangsa Melayu. Dari segi linguistik kawasan orang Melayu adalah kawasan Laut Teduh yang membentang dari Easter Island di sebelah timur ke pulau Madagaskar di sebelah barat. Lebih terinci dengan etnis Melayu biasanya disebut penduduk yang terdampar di kepulauan yang meliputi Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunei Darusalam, Filipina dan beberapa pulau kecil yang berdekatan dengan negara-negara tersebut. Walaupun sebetulnya penduduk Melayu adalah suatu etnis di antara ratusan etnis yang mendiami kawasan itu (Oong Maryono, 2000: 3). Pencak silat merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang sejalan dengan sejarah masyrakat Indonesia. Beraneka ragam situasi geografis dan etnis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia, pencak silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya dan meskipun sekarang pencak silat yang kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama. Pencak silat memuat unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himpunan mengenai sejarah pembelaan diri bangsa Indonesia yang disusun secara alamiah dan dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih teratur. b. Definisi pencak silat Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pencak silat berarti permainan mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, mengelak, dan sebagainya. Kata silat berarti kepandaian berkelahi dengan ketangkasan menyerang dan membela diri (Poerwadaminta, 1976. 1054). 7

Upload: others

Post on 31-Aug-2019

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Olahraga Pencak Silat

a. Sejarah olahraga pencak silat

Pencak silat adalah salah satu olahraga beladiri yang berakar dari bangsa Melayu.

Dari segi linguistik kawasan orang Melayu adalah kawasan Laut Teduh yang

membentang dari Easter Island di sebelah timur ke pulau Madagaskar di sebelah barat.

Lebih terinci dengan etnis Melayu biasanya disebut penduduk yang terdampar di

kepulauan yang meliputi Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunei Darusalam, Filipina

dan beberapa pulau kecil yang berdekatan dengan negara-negara tersebut. Walaupun

sebetulnya penduduk Melayu adalah suatu etnis di antara ratusan etnis yang mendiami

kawasan itu (Oong Maryono, 2000: 3).

Pencak silat merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia yang terus

berkembang sejalan dengan sejarah masyrakat Indonesia. Beraneka ragam situasi

geografis dan etnis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia,

pencak silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya dan meskipun sekarang pencak silat

yang kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai

aspek-aspek yang sama.

Pencak silat memuat unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari

hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himpunan

mengenai sejarah pembelaan diri bangsa Indonesia yang disusun secara alamiah dan

dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih

teratur.

b. Definisi pencak silat

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pencak silat berarti permainan

mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, mengelak, dan sebagainya. Kata

silat berarti kepandaian berkelahi dengan ketangkasan menyerang dan membela diri

(Poerwadaminta, 1976. 1054).

7

Silat adalah intisari pencak untuk secara fisik membela diri dan tidak dapat

digunakan untuk pertunjukan (Oong Maryono, 2000: 5). Silat adalah gerak bela-serang

yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga menhidup-suburkan naluri,

menggerakkan hati nurani manusia dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pencak adalah permainan (keahlian) untuk mempertahankan diri dengan

kepandaian menangkis mengelak dan sebagainya. Sedangkan Silat adalah

kepandaian berkelahi dengan ketangkasan menyerang dengan membela diri

(Suharso, 2005: 101).

Pengertian lain menjelaskan bahwa pencak silat merupakan permainan atau

keahlian mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, mengelak dan

sebagainya. Silat adalah olahraga atau permainan berdasarkan kepada ketangkasan

menyerang ataupun membela diri. Apabila dikombinasikan kedua kata terseut maka

pencak silat merupakan seni bela diri khas Indonesia dengan ketangkasan membela diri

dan menyerang dalam pertandingan ataupun dalam perkelahian.

Adapun pertandingan pencak silat dapat dibedakan 4 kategori yaitu tanding,

tunggal, ganda, dan regu (Munas IPSI, 2012: 1). Kategori tunggal adalah kategori

pertandingan pencak silat yang menampilkan seorang pesilat memperagakan

kemahirannya dalam jurus tunggal baku secara benar, tepat dan mantap, penuh

penjiwaan, dengan tangan kosong dan bersenjata serta tunduk kepada ketentuan dan

peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI, 2012: 1).

Kategori ganda adalah kategori pertandingan pencak silat yang menampilkan dua

orang pesilat dari kubu yang sama, memperagakan kemahiran dan kekayaan teknik

jurus serang bela pencak silat yang dimiliki. Gerakan serang bela ditampilkan secara

terencana, efektif, estetis, mantap dan logis dalam sejumlah rangkaian seri yang teratur,

baik bertenaga dan cepat maupun dalam gerakan lambat penuh penjiwaan dengan

tangan kosong dan dilanjutkan dengan bersenjata, serta tunduk kepada ketentuan dan

peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI, 2012: 1).

Kategori regu adalah kategori pertandingan pencak silat yang menampilkan tiga

orang pesilat dari kubu yang sama, memperagakan kemahirannya dalam jurus regu baku

secara benar, tepat, mantap, penuh penjiwaan dan kompak dengan tangan kosong serta

tunduk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI,

2012: 2).

Pencak silat sebagai seni dilihat dari keindahan dan prestasi olah kekayaan gerak

yang berasal dari jurus-jurus pencak silat, sedangkan pencak silat sebagai olahraga

tanding yaitu berupa rangkaian teknik dasar baik berupa tangkisan, pukulan, tendangan,

tangkapan, elakan, jatuhan dan bantingan yang dikembangkan dan digunakan untuk

melawan musuh di dalam gelanggang. Pencak silat kategori tanding merupakan

pertandingan yang menampilkan dua orang pesilat dari kubu yang berbeda. Keduanya

saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu

menangkis/mengelak/menghindar/menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan

dengan mengunakan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat

juang, menggunakan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan teknik jurus untuk

mendapatkan nilai terbanyak (Munas IPSI, 2012: 1). Artinya, pesilat harus memiliki

kemampuan fisik, teknik, taktik, dan kemampuan yang baik agar dapat meraih prestasi

optimal dalam prestasi olahraga tanding.

Untuk itu proses pertandingan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip

latihan. Untuk dapat melakukan teknik serangan dan belaan, seorang pesilat harus

menguasai fisik, teknik, taktik, dan mental yang baik. Dengan demikian penerapan

prinsip-prinsip pertandingan yang benar harus dilakukan agar kemungkinan terjadinya

cedera relatif kecil. Untuk itu pesilat harus memiliki kemampuan biomotor yang baik

agar meminimalisir terjadinya cedera.

c. Olahraga Pencak Silat Tapak Suci

Menurut Notosoejitno (1997: 34) mengatakan, pencak silat adalah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan ribuan pribumi melawan gaya yang ada di seluruh

Malay Archipelago, yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,

Thailand Selatan dan Filipina Selatan. Kamus resmi bahasa Indonesia diterbitkan oleh

Balai Pustaka (1989: 13), mendefinisikan pencak silat sebagai kinerja (keterampilan)

pertahanan diri yang mempekerjakan kemampuan untuk membela diri, menangkis

serangan dan akhirnya menyerang musuh, dengan atau tanpa senjata.

Pencak silat dan dewasa ini berlaku sebagai istilah nasional yang dibakukan

pada saat dibentuknya wadah persatuan perguruan pencak dan silat di

Indonesia dalam suatu pertemuan di Surakarta pada tahun 1948 yang

melahirkan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Herry Sismiarto (1997: 15).

Terbentuknya Ikatan Pencak Silat Indonesia ini dipelopori oleh sepuluh perguruan

Pencak Silat Besar yaitu: (1) Persaudaraan Setia Hati, (2) Persaudaraan Setia Hati

Terate, (3) Perpi Harimurti, (4) Phasadja Mataram, (5) Persatuan Pencak Silat

Indonesia, (6) Perisai Diri, (7) Tapak Suci, (8) Perisai Putih, (9) Keluarga Pencak Silat

Nusantara dan (10) Putra Betawi.

Perguruan seni bela diri Indonesia salah satunya adalah Tapak Suci Putera

Muhammadiyah atau yang biasa dikenal sebagai Tapak Suci merupakan salah satu

diantara berbagai jenis aliran seni bela diri pencak silat di Indonesia. Tapak Suci berdiri

pada tanggal 31 Juli 1963 di kampung Kauman Yogyakarta. Keilmuan terdiri dari

pembinaan ragawi dan non ragawi, termasuk Al Islam dan ke-Muhammdiyah-an. Motto

dari Tapak Suci adalah “Dengan Iman dan Ahlaq saya menjadi kuat, tanpa Iman dan

Ahlaq saya menjadi lemah”.

Tapak Suci sebagai salah satu varian seni bela diri pencak silat juga memiliki ciri

khas tersendiri yang menunjukkan identitas yang kuat. Ciri khas tersebut dikembangkan

melalui proses panjang dalam akar sejarah yang dilaluinya. Berawal dari aliran pencak

silat Banjaran di Pesantren Binorong Banjarnegara pada tahun 1872, aliran ini kemudian

berkembang menjadi perguruan seni bela diri di Kauman Yogyakarta karena

perpindahan guru mereka yaitu KH. Busyro Syuhada akibat gerakan perlawanan

penangkapan yang dilakukan oleh rezim kolonial Belanda. Di Kauman KH. Busyro

Syuhada mendapatkan murid-murid yang tangguh dan sanggup mewarisi keahlian

dalam seni pencak silat.

Perguruan seni pencak silat ini didirikan pada tahun 1925 dan diberi nama

perguruan cik auman yang dipimpin langsung oleh Pendekar M.A Wahib dan Pendekar

A. Dimyati, yaitu dua orang murid yang tangguh dari KH. Busyro Syuhada. Perguruan

ini memiliki landasan agama dan kebangsaaan yang kuat.perguruan ini menegaskan

seluruh pengikutnya untuk bebas syirik (menyekutukan Tuhan) dan mengabdikan

perguruan untuk perjuangan agama dan bangsa. Pada perkembangan selanjutnya,

perguruan Tapak Suci yang berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1966

menyelenggarakan konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan

perguruan Tapak Suci yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Hasil konferensi

memutuskan pemantapan menjadikan Tapak Suci menjadi organisasi nasional dan

perguruan Tapak Suci dikembangkan lagi nemanya menjadi Gerakan dan Lembaga

Perguruan Seni Bela Diri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Dan pada

sidang Tanwir Muhammdiyah tahun 1967, Tapak Suci Putera Muhammadiyah

ditetapkan menjadi organisasi otonom di lingkungan Muhammdiyah, hal ini

dikarenakan Tapak Suci Putera Muhammdiyah juga mampu menjadi dijadikan wadah

pengkaderan Muhammdiyah.

Didalam Pencak Silat Tapak Suci yang menampilkan dua orang pesilat dari kubu

yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan yaitu

mengelak dan menangkis pada sasaran dan menjatuhkan lawan dengan mengunakan

taktik dan teknik bertanding yang berbeda.

d. Teknik dasar olahraga pencak silat

Pencak silat dikenal sebagai seni bela diri khas kepunyaan masyarakat Indonesia

yang sudah ada sejak lama, yang turun temurun terus berlangsung sampai sekarang.

Diantara gerakannya ada yang dinamakan kuda-kuda, adalah situasi yang dapat

memperkokoh atau memperkuat pada posisi berdiri saat dimulainya penyerangan

ataupun tangkisan dari serangan lawan. Dan berikut ini adalah 7 teknik dasar pencak

silat yang wajib dikuasai :

1. Kuda-kuda

Pada saat akan dimulianya pertandingan, tentu perlu diperhatikan bentuk sikap

dasar pada pencak silat, yaitu sikap berdiri. Namun dari sikap berdiri ini dibagi lagi

menjadi tiga bagian, pertama adalah sikap kangkang, kedua sikap berdiri tegak, dan

yang ke tiga ada 6 sikap kuda – kuda yang sangat mendasari dalam pencak silat dan

itu perlu kamu ketahui khususnya bagi pecinta seni bela diri pencak silat ini.

Diantaranya adalah :

a) Kuda-Kuda Depan

b) Kuda-Kuda Belakang

c) Kuda-Kuda Tengah

d) Kuda-kuda samping

e) Kuda Silang Depan

f) Kuda-Kuda Silang Belakang.

Gambar 2.1. Kuda-kuda dalam pencak silat

2. Sikap pasang

Sikap apasang adalah teknik berposisi siap tempur secara optimal dalam

menghadapi lawan yang dilaksanakan secara teknis dan efektif. Sikap pasang dapat

berpola serangan atau belaan. Dalam pelaksanaannya sikap pasang merupakan

kombinasi dan koordinasi kreatif dari kuda-kuda, sikap tubuh, dan sikap tangan. Jika

ditinjau dari penggunaannya terdiri dari :

Gambar 2.2. Sikap pasang dalam pencak silat.

a) Pasang satu

Suatu sikap dengan posisi badan tegak dengan meletakan kedua tangan

disamping dalam keadaan siap siaga, sedang kaki di buka cukup selebar bahu.

b) Pasang dua

Badan tetap dalam posisi tegak dan kaki selebar bahu dengan kedua telapak

tangan mengepal pas sejajar dengan pinggang.

c) Pasang tiga

Sikap posisi badan tetap pada posisi tegak lurus, kaki di buka selebar bahu,

hanya untuk tangan harus diangkat sejajar mata sedang posisis dalam kedaan

silang dengan kepalan tangan terbuka.

d) Pasang empat

Untuk kaki seperti biasa harus di buka selebar bahu, tangan harus diangkat

sejajar dengan mata, sedangkan posisis silang dengan kepalan sudah terkepal.

3. Gerakan 8 mata angin

Yaitu menyiapkan kuda-kuda samping, dengan kaki kiri berada di depan kaki

kanan, sedang badan harus berada dalam keadaan tegak lurus mengahadap ke depan

dengan keadaan tangan siap (mengepal).

Gambar 2.3. Gerakan 8 mata angin

4. Langkah dalam pencak silat

Gerak langkah adalah teknik berpindah atau mengubah posisi disertai dengan

kewaspadaan mental dan indera secara optimal untuk mendapatkan posisi yang

menguntungkan (favourable / condusive) dalam rangka mendekati atau menjauhi

lawan bagi kepentingan serangan dan belaan yang dilaksanakan secara taktis dan

dalam pelaksanaannya selalu di kombinasikan dan dikoordinasikan dengan , sikap

tangan.

Beberapa pola langkah dalam pencak silat adalah :

a) Pola langkah lurus

b) Pola langkah zigzag

c) Pola langkah ladam atau huruf U

d) Pola langkah segi tiga

e) Pola langkah huruf S

f) Pola langkah segi 4.

Gambar 2.4 Langkah dalam pencak silat

5. Pukulan

Pukulan dalam pencak silat segala teknik dapat dipergunakan untuk menyerang yang

disahkan dalam upaya memperoleh angka. Dari sekian banyak teknik pukulan dalam

pencak silat yang sering digunakan adalah pukulan depan, pukulan sangkol/ bandul,

pukulan samping, dan pukulan lingkar.

Gambar 2.5. Pukulan dalam pencak silat

6. Tendangan

Tendangan merupakan teknik dan taktik serangan yang mempergunakan untuk jarak

jangkau jauh dan sedang mempergunakan tungkai sebagai komponen penyerang.

Dalam pencak silat, teknik tendangan yang masuk sasaran mendapatkan poin 2.

Teknik-teknik tendangan dalam pencak silat dapat diperunakan untuk menyerang

dalam pertandingan pencak silat. Namun sebagaimana halnya dengan pukulan, tidak

semua teknik tendangan dapat dipergunakan dalam pertandingan, berdasarkan

efisiensi pelaksanaanya dan pertandingan, bedasarkan efektifitas untuk memperoleh

angka serta keselamatan yang melakukan tendangan tersebut. Teknik tendangan pada

pertandingan olahraga pencak silat antara lain, tendangan lurus, sabit, belakang,

jejag, dan gajul.

Gambar 2.6. Tendangan dalam pencak silat

7. Elakan / Tankisan

Elakan atau tangkisan adalah suatu teknik untuk menggagalkan serangan lawan

dengan melakukan tindakan menahan serangan lawan dengan tangan, kaki dan tubuh.

Contoh tangkisan antara lain tepis, gedik, kelit, siku dan potong.

1. Elakan

Elakan adalah usaha pembelaan dengan cara memindahkan sasaran dari arah

serangan lawan, dengan cara tidak melangkah (memindahkan kaki), tetapi dengan

menggeser badan/tubuh. Sasaran yang dimaksud adalah bagian badan yang menjadi

tujuan serangan lawan.Unsur dalam elakan adalah: sikap tangan, sikap kaki/tungkai, dan

sikap tubuh/togok. Sedangkan macam-macam elakan adalah elak bawah, elak atas, elak

samping, dan elak belakang putar.

Gambar 2.7 Elakan dalam pencak silat

a. Elak bawah

Mengelakkan diri dari serangan lawan pada bagian badan sebelah atas.

Gerakannya adalah merendahkan diri dengan cara menekuk kedua lutut tanpa

memindah-kan letak kedua kaki. Kedua tangan berjaga-jaga di depan atas kepala dan

sikap badan menyesuaikan.

b. Elak atas

Mengelakkan diri dari serangan lawan pada bagian badan sebelah bawah.

Gerakannya adalah mengangkat badan/tubuh ke atas dengan cara kedua kaki dengan

sikap kedua tungkai ditekuk disertai dengan sikap tubuh dan tangan waspada. Mendarat

dengan kaki saling menyusul atau dengan kedua kaki bersama-sama.

c. Elak samping

Mengelakkan diri dari serangan lurus depan agak ke atas. Gerakannya adalah dari

sikap kangkang, memindahkan badan ke samping dengan merubah sikap tungkai/kuda-

kuda. Disertai dengan sikap tubuh dan tangan/lengan waspada (tangan berada di depan

dada).

d. Elak belakang berputar

Mengelakkan diri dari serangan lurus depan dan samping. Gerakannya adalah dari

sikap kuda-kuda depan (salah satu kaki berada di depan) memindahkan berat badan ke

belakang dengan cara badan memutar. Gerakan tersebut disertai dengan sikap tubuh dan

sikap tangan/lengan dalam keadaan waspada (tangan berada di depan dada).

2. Tangkisan

Tangkisan adalah usaha pembelaan dengan cara memindahkan sasaran dari arah

serangan lawan dengan cara mengadakan kontak langsung dengan serangan.Kontak

langsung yang dilakukan pada teknik tangkisan bertujuan untuk: mengalihkan serangan

dari lintasan, dan membendung atau menahan serangan, jika terpaksa.

Sikap menangkis selalu disertai sikap kuda-kuda dan sikap tubuh dengan

menggunakan satu tangan, siku, dua tangan, dan kaki/tungkai. Terhadap serangan yang

mempunyai bentuk dan arah/lintasan yang bervariasi, maka tangkisan

mempunyai variasi sebagai berikut: posisi tinggi atau rendah, dengan tangan terbuka

atau tertutup, dan arah ke dalam atau keluar.

Sedangkan unsur lainnya dalam elakan dan tangkisan adalah sikap tangan, sikap

kaki/tungkai, dan sikap tubuh/togok.

a) Tangkisan satu lengan

Tangkis satu lengan dapat dilakukan dengan tangkis dalam, tangkis luar, tangkis

atas, dan tangkis bawah.

1) Tangkis dalam

Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan

berada di depan dada.Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke

belakang (misalnya kaki kiri) disertai dengan tangan kanan (tangan yang untuk

menangkis) bergerak ke samping kiri (ke dalam). Tangan kanan saat bergerak menghadap

ke belakang dengan jari-jari tangan terbuka, sedangkan tangan kiri tetap berada di depan

dada dengan sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada lengan bawah atau pada pisau tangan

dekat pergelangan tangan kanan.

2) Tangkis luar

Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan

berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke

belakang (misalnya kaki kiri) disertai dengan tangan kanan (tangan yang untuk

menangkis) bergerak ke samping kanan (ke luar). Tangan kanan saat bergerak

menghadap ke depan dengan jari-jari tangan terbuka, sedangkan tangan kiri tetap berada

di depan dada dengan sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada lengan bawah atau pada

pisau tangan dekat pergelangan tangan kanan.

3) Tangkis atas

Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan

berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke

belakang (misalnya kaki kiri) disertai dengan tangan kanan (tangan yang untuk

menangkis) bergerak ke atas. Saat bergerak lengan bawah tangan kanan tetap horizontal

sehingga siku tangan kanan bergerak mengikuti ke atas. Tangan kanan saat bergerak

menghadap ke depan dengan jari-jari tangan terbuka, sedangkan tangan kiri tetap berada

di depan dada dengan sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada lengan bawah atau pada

pisau tangan dekat pergelangan tangan kanan.

4) Tangkis bawah

Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan

berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke

belakang (misalnya kaki kiri) disertai dengan tangan kanan (tangan yang untuk

menangkis) bergerak ke bawah di depan badan. Tapak tangan kanan saat bergerak

menghadap ke belakang dengan jari-jari tangan terbuka, sedangkan tangan kiri tetap

berada di depan dada dengan sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada lengan bawah atau

pada pisau tangan dekat pergelangan tangan kanan.

1. Tangkisan dua tangan/lengan

Tangkis dua lengan dapat dilakukan dengan sejajar dua tangan/lengan atas, belah

tinggi dan rendah, silang tinggi dan rendah, dan buang samping.

1) Tangkis sejajar dua tangan/lengan

Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan

berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke

belakang disertai dengan gerakan kedua lengan atau tangan menangkis ke depan.

Gerakan dilakukan oleh kedua lengan bawah secara bersamaan dan sejajar, serta kedua

tapak tangan saling berhadapan (jari-jari tangan terbuka). Perkenaan tangkisan pada

kedua tangan atau lengan bawah dekat pergelangan tangan.

2) Tangkis belah

Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan

berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke

belakang disertai dengan gerakan ke dua lengan / tangan membelah ke atas atau ke

bawah. Gerakan dilakukan oleh kedua lengan/tangan secara bersamaan. Saat bergerak

pada awalnya kedua tangan saling berhadapan, namun setelah kedua lengan hampir lurus

secara mendadak kedua tangan diputar dan masing-masing di bawa ke luar atau samping,

sehingga kedua tapak tangan saling membelakangi dan secara bersamaan menjauh.

Gerakan lengan/tangan pada tangkis belah ini seperti pada gerakan lengan/tangan pada

renang gaya kupu-kupu.

3) Tangkis Silang

Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan

berada di depan dada. Gerakanyang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke

belakang disertai dengan gerakan ke dua lengan/tangan menyilang ke atas atau ke bawah.

Gerakan dilakukan oleh kedua lengan/tangan secara bersamaan, jari-jari terbuka dan

rapat. Tempat pertemuan kedua lengan untuk posisi silang adalah pada pertengahan

lengan bawah. Kedua tapak tangan menghadap keluar, sehingga punggung tangan saling

berhadapan.

4) Tangkis buang samping

Sikap awal berdiri tegak kedua tumit rapat, dan kedua tangan berada di depan

dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke belakang, dan kedua

lengan menjulur ke depan dengan kedua tangan berada di atas dan di bawah. Kedua

telapak tangan menghadap ke samping badan dengan kedua ibu jari saling berdekatan.

Siku lengan yang berada di atas agak diangkat sehingga berada lebih tinggi dari pada

tangan. Gerakan tangan dari depan badan sampai di samping badan. Kedua lutut agak

ditekuk untuk keseimbangan badan. Perkenaan pada kedua telapak tangan dan serangan

lawan dibuang ke arah samping badan.

2. Tangkisan siku

Tangkisan siku terdiri dari dari tangkis siku dalam dan tangkis siku luar.

Keduanya dapat dilakukan dengan tinggi dan rendah.

1) Tangkis siku dalam

Sikap awal berdiri dengan kedua tumit rapat dan kedua tangan berada di depan

dada. Gerakanyang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke belakang dan kedua

siku ditekuk kemudian digerakkan ke arah dalam melewati depan badan sampai berhenti

di sisi badan yang lain. Saat bergerak posisi siku tetap ditekuk sehingga lengan

bawah vertikal ke atas, dan tapak tangan menghadap ke badan. Tangan yang tidak untuk

menangkis tetap berada di depan dada dalam sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada siku.

2) Tangkis siku luar

Sikap awal berdiri dengan kedua tumit rapat dan kedua tangan berada di depan

dada. Gerakanyang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke belakang dan kedua

siku ditekuk kemudian digerakkan ke arah luar melewati depan badan sampai berhenti di

sisi badan yang lain. Saat bergerak posisi siku tetap ditekuk sehingga lengan bawah

vertikal ke atas, dan tapak tangan menghadap ke badan. Tangan yang tidak untuk

menangkis tetap berada di depan dada dalam sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada siku.

Olah raga pencak silat tidak terlepas dari adanya gerakan yang selanjutnya akan

melibatkan berbagai struktur/jaringan pada tubuh manusia, misalnya sendi, otot,

meniscus/discus, kapsuloligamenter dan otot. Gerakan terjadi bilamana mobilitas serta

elastisitas dan kekuatan jaringan penompang dan penggerak sendi terjamin. Semakin

mobile suatu persendian mempunyai konsekuensi berupa semakin tidak stabilnya

senditersebut. Ketidakstabilan suatu sendi akan mengakibatkan struktur sekitarnya mudah

cedera apalagi bila elastisitas dan kekuatan jaringan penompang dan penggerak

senditidak memadai. Stabilitas suatu persendian akan di pengaruhi oleh konfigurasi

tulang pembentuknya, keadaan kapsuloligamenter, keadaan otot penggerak, tekanan intra

artikuler, keadaan discus/ meniscus, derajat kebebasan gerak serta pengaruh gaya

gravitasi. Kejadian cedera bila tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan cedera

yang lebih parah.

2. Cedera Olahraga

Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan

ditingkatkan bukan hanya olahraga prestasi / kompetisi, tetapi juga olahraga untuk

kebugaran jasmani secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan

secara pribadi, tetapi juga memberi keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh

karena itu kegiatan olahraga pada waktu ini semakin mendapat perhatian yang luas.

Bersamaan meningkatnya aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga juga

ikut bertambah. Amat disayangkan jika justru karena cedera olahraga tersebut, para

pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi atau kebugarannya

(Andun, 2000: 7).

a. Pengertian cedera olahraga

Cedera olahraga adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga

dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari

tubuh (Andun, 2000: 7).

Cedera olahraga apabila tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat

mengakibatkan gangguan atau keterbatasan faisik baik dalam melakukan aktivitas hidup

sehari - hari maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi

atlet ini bisa berarti istirahat yang cukup lama atau bahkan harus meninggalkan sama

sekali hobi atau profesinya itu. Oleh sebab itu dalam penanganan cedera harus

dilakukan secara tim yang multidisipliner (Andun, 2000: 7).

Pencak silat sebagai seni dilihat dari keindahan dan prestasi olah kekayaan gerak

yang berasal dari jurus-jurus pencak silat, sedangkan pencak silat sebagai olahraga

tanding yaitu berupa rangkaian teknik dasar baik berupa tangkisan, pukulan, tendangan,

tangkapan, elakan, jatuhan dan bantingan yang dikembangkan dan digunakan untuk

melawan musuh di dalam gelanggang.

Pencak silat kategori tanding merupakan pertandingan yang menampilkan dua

orang pesilat dari kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur

pembelaan dan serangan yaitu menangkis/mengelak/menghindar/menyerang pada

sasaran dan menjatuhkan lawan dengan mengunakan taktik dan teknik bertanding,

ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan pola langkah yang memanfaatkan

kekayaan teknik jurus untuk mendapatkan nilai terbanyak (Munas IPSI, 2012: 1).

Artinya, pesilat harus memiliki kemampuan fisik, teknik, taktik, dan kemampuan yang

baik agar dapat meraih prestasi optimal dalam prestasi olahraga tanding.

Untuk itu proses pertandingan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip

latihan. Untuk dapat melakukan teknik serangan dan belaan, seorang pesilat harus

menguasai fisik, teknik, taktik, dan mental yang baik. Dengan demikian penerapan

prinsip-prinsip pertandingan yang benar harus dilakukan agar kemungkinan terjadinya

cedera relatif kecil. Untuk itu pesilat harus memiliki kemampuan biomotor yang baik

agar meminimalisir terjadinya cedera. Setiap pertandingan pencak silat sering terjadi

cedera pada pemain, misalnya: terkilir pada lutut, terkilir pada pergelangan kaki,

dislokasi pada jari-jari tangan, lecet, memar, fraktur dan sebagainya. Hal-hal semacam

ini sering dialami oleh atlet pada saat mereka melakukan latihan ataupun pertandingan.

Banyak faktor yang menyebabkan cedera dalam pertandingan pencak silat diantaranya:

fisik, faktor pribadi, teknik yang salah, pemanasan (warming up), peralatan, fasilitas,

dan lain-lain.

Pada pertandingan pencak silat, banyak atlet yang mengalami cedera. Cedera yang

sering terjadi disebabkan berbagai macam faktor eksternal dan internal. Cedera olahraga

adalah segala macam cedera yang timbul, baik pada waktu latihan maupun pada waktu

berolahraga (pertandingan) ataupun sesudah pertandingan. Setiap saat pertandingan

pencak silat, para atlet sering mengalami cedera, baik cedera ringan maupun cedera

berat, maka diperlukan pengetahuaan baik dari pemain, pelatih serta tim medis sehingga

tindakan pencegahan cedera dapat dilakukan.

Berdasarkan letaknya cedera dapat dikelompokan menjadi: cedera dibagian

kepala, cedera dibagian badan, cedera dibagian lengan dan tangan, cedera

dibagian tungkai dan kaki yang meliputi: memar, sprain, strain, fraktur dan lecet

(Giam dan Teh, 1992: 202-241)

Macam cedera yang sering terjadi adalah cedera memar, cedera ligamentum,

cedera pada otot dan tendo, pendarahan pada kulit dan pingsan (Taylor, 1997: 63).

Menurut Fatimah (2005: 5-9) macam cedera yang sering terjadi adalah: lepuh,

strain, sprain, dislokasi dan patah tulang. Menurut Sadoso (1993: 265-269) macam

cedera yang sering terjadi adalah: nyeri otot, kejang otot, strain, sprain, memar dan

lepuh.

Merujuk kepada penelitian Fitri Agustini (2002) persentase tiap cedera dibagian

tungkai 40,925 %, indikator cedera di bagian lengan 31,852 %, indikator badan 30,740

%, kepala 24,444 % dan persentase untuk macam-macam cedera adalah memar 43,334

% penyebabnya kram, benturan, sikutan dan jatuh,cedera lecet 39,55 % penyebabnya

kram, kaku, jatuh, benturan, sepatu, cedera sprain / strain 37,143 % penyebabnya

karena jatuh, benturan, kurang pemanasan, over use, gerakan yang salah, cedera kram

31,111 % penyebabnya karena over use, kurang pemanasan, gangguan lain, benturan

dan sepatu, cedera pendarahan 27,333 % penyebabnya karena benturan, sikutan, jatuh,

cedera dislokasi 24,889 %, penyebabnya karena jatuh, benturan dan over use, cedera

fraktur 12,222 % penyebabnya karena benturan, sikutan, jatuh, cedera pingsan 11,111

% penyebabnya karena jatuh, panas dan kelelahan.

b. Penggolongan cedera olahraga

Cedera olah raga juga dapat di golongkan atas 2 kelompok besar :

1) Kelompok kerusakan traumatik (traumatic disruption) misalnya lecet, memar, lebam

otot, luka, "strain" otot, "sprain" sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma pada

dada, trauma pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.

2) Kelompok sindroma penggunaan berlebihan (overuse sindromes) yang lebih spesifik

berhubungan dengan jenis olahraganya seperti: tennis elbow, golf's elbow, swimer's

shoulder, jumper's knee, strees frakture pada tungkai dan kaki (Andun, 2000 : 8).

c. Macam - macam cedera olahraga

1) Memar

Memar adalah pecahnya pembulu darah kecil akibat trauma yang menyebabkan

pendarahan menuju kedalam jaringan lunak dibawah kulit dan

mengakibatkan perubahan warna kulit. Memar dapat terjadi secara tiba - tiba dan

dapat terjadi hingga berbulan - bulan yang menyebabkan rasa sakit, bengkak, dan

nyeri. Penyebab memar itu sendiri adalah akibat dari benturan dari benda tumpul

sehingga dapat menyebabkan trauma yang berupa memar (Irawan, 2011 : 14).

2) Spasme atau kram otot

Spasme / kram otot adalah tertariknya atau kontraksi otot yang sangat hebat

tanpa disertai adanya relaksasi sehingga mengakibatkan rasa sakit yang sangat hebat.

Ada beberapa penyebab terjadinya kram otot yaitu:

a) Dehidrasi

b) Kadar garam dalam tubuh rendah

c) Kadar karbohidrat rendah

d) Otot dalam keadaan kaku

e) Kurangnya pemanasan (Irawan, 2011 : 14).

3) Sprain

Sprain adalah cedera yang menyakut cedera pada ligament (jaringan yang

menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul persendihan. Kerusakan

kerusakan yang parah pada sendi ini akan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil.

Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sakit, bengkak, memar, ketidak stabilan dan

kehilangan kemampuan untuk bergerak. Akan tetapi tanda - tanda dan gejala dapat

bervariasi dalam intensitas, tergantung pada beratnya sprain tersebut (Andun, 2000 :

12).

4) Strain

Strain adalah cedera yang melibatkan peregangan atau robeknya sebuah otot

dan tendon (struktur otot). Strain akut terjadi di ujung saat otot menjadi tendon.

Menurut Taylor (1997 : 115) cedera akut ditimbulkan karena adanya penekanan

melakukan gerakan membelok secara tiba - tiba. Strain biasa terjadi saat berlari

ataupun saat melompat dan biasa terjadi pada otot hamstring. Strain adalah cedera

yang terjadi secara berkala karena penggunaan berlebihan dan tekanan berulang -

ulang dan menghasilkan tendonitis atau perdangan pada tendon (Andun, 2000 : 13).

5) Dislokasi

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kestuan sendi

dislokasi terdapat komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh

komponen tulang dari tempat yang seharusnya. Dislokasi yang sering terjadipada atet

adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul atau paha. Gejala yang timbulkan dari

dislokasi adalah terlihat jelas dari tempatnya, gerakan menjadi terbatas, terjadi

pembengkakan maupun memar dan rasa sakit yang sangat pada waktu digerakkan

maupun memberokan beban diatas dislokasi (Irawan, 2011 : 17).

d. Penyebab terjadinya cedera olahraga

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan cedera olahraga itu terjadi baik dari sisi

orangnya ataupun sarana dan prasarananya, adapun faktor -faktor penting penyebab

terjadinya cedera olahraga dan kurang baik akan memudahkan terjadinya cedera.

1) Faktor olahragawan atau olahragawati Dimana dalam faktor ini meliputi beberapa

faktor lainya yakni:

a) Umur

b) faktor pribadi

c) Pengalaman

d) Tingkat latihan

e) Tehnik

f) Kemampuan awal (warming up)

g) Recoveri period

h) Kondisi tubuh yang "fit"

i) Keseimbangan nutrisi

j) Hal - hal yang umum

2) Peralatan dan fasilitas

a) Peralatan: bila kurang atau tidak memadai, design yang jelek

b) Fasilitas: kemungkinan alat-alat proteksi badan, jenis olahraga yang bersifat body

contack, serta jenis-jenis olahraga yang khusus (Andun, 2000 : 20).

3) Karakter dari pada olahraga

Setiap cabang olahraga mempunyai tujuan tertentu dan cedera yang dialami juga

bermacan - macam makadari itu harus diketahui sebelumnya (Irawan, 2011 : 8).

e. Usaha Pencegahan Cedera

Kita sering mendengar kata mencegah itu lebih baik dari pada mengobati. Banyak

cara pencegahan yang terlihat biasa - biasa saja tetapi semua itu tetap harus

diperhatikan. Usaha untuk mencegah terjadinya cedera olahraga dapat dikerjakan pada

saat sebelum latihan, latihan, dan sesudah latihan.

1) Usaha sebelum latihan Kerjakan latihan pemanasan sebelum berolahraga. Latihan

pemanasan meningkatkan aliran darah ke otot-otot dan menaikkan suhu otot-otot.

Hal ini menyebabkan otot lebih lentur dan tahan terhadap cedera, latihan pemanasan

yang dianjurkan ada dua tahap yaitu:

a) Peregangan

Latihan meregangkan tubuh merupakan pencegahan cedera terpenting

dalam dunia olahraga. Bila seorang berlatih dengan keras, otot mereka menderita

cedera yang minimal atau sedikit (Rahardjo, 2013:41).

Adapun untuk teknik-teknik peregangan yang baik dan benar adalah:

1)) Selalu lakukan peregangan tanpa timbul rasa nyeri

2)) Regangkanlah semua kelompok otot besar dan sendi yang akan digunakan

dalam latihan

3)) Bernapas secara normal selama latihan peregangan

4)) Lakukan samapai terasa tegang(tapi tanpa nyeri) dan tetap pada posisi tersebut

selama 10 detik.

5)) Lakukan berulang-ulang 3 sampai 5 kali untuk setiap kelompok otot

(Satmoko, 1993:145).

b) Calisthenic

Selanjutnya lakukan pemanasan dengan gerakan-gerakan yang sama atau

sesuaikan dengan olahraga yang akan dikerjakan. Mulailah dengan perlahan-

lahan dan secara berangsur-angsur tingkatkan intensitasnya (Rahardjo, 2013:42).

1)) Latihan Untuk mencegah terjadinya cedera, maka dalam latihanpun harus

diperhatikan peraturan umum latihan olahraga. Sehingga sesorang sebaiknya

berlatih dengan cara yang benar, yang sesuai dengan aturan permainan

(Rahardjo, 2013:42).

2)) Sesudah latihan Sesudah berolahraga hendaknya jangan langsung istirahat.

Sebaiknya kerjakan pendinginan, gerak-gerak ringan, misalnya jogging, dan

diakhiri dengan peregangan lagi kemudian baru beristirahat (Rahardjo,

2013:42).

Merawat atau mengobati cedera Ada tiga hal yang penting dalam merawat cedera

diantaranya:

1)) Mengurangi atau menghentikan tekanan yang menyebabkan cedera tersebut.

2)) Mengurangi peradangan yang terjadi dan sedapat mungkin mengusahakan

proses penyembuhan yang (secara) alami.

3)) Senantiasa mewaspadai faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera tersebut

kambuh kembali (Taylor, 1997: 267).

3. Cedera pada Olahraga Pencak Silat

Pada umumnya cedera olahraga pencak silat adalah cedera yang terjadi pada sistim

kerja otot, sehingga mengganggu fungsi sistem kerja otot. Penyebab dari cedera olahraga

pencak silat penyebabnya antara lain benturan badan dengan lawan tanding, jatuh dengan

posisi yang salah, atau pemberian beban yang salah , dan juga bisa disebabkan oleh

gerakan-gerakan yang salah pada waktu mengangkat beban pada saat berlatih. Cedera

dalam olahraga biasanya akan berakibat kepada menurunnya prestasi atlet, hal ini

dikarenakan karena menurunnya kemampuan fisiologis untuk memaksimalkan performa

dalam menghadapi suatu pertandingan dengan adanya nyeri dan keterbatasan gerak.

a. Nyeri Akibat Cedera Olahraga Pencak Silat

1) Definisi nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan, berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi

menimbulkan kerusakan jaringan.

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun

berat. Nyeri menurut Tamsuri (2007) juga didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri

adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya

kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya

kerusakan.

Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen

objektif (asfek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional

dan psikologis). Sedangkan nyeri akut disebabkan oleh stimulasi noxious akibat

trauma, proses suatu penyakit atau akibat fungsi otot atau visceral yang terganggu.

Nyeri tipe ini berkaitan dengan stress neuroendokrin yang sebanding dengan

intensitasnya. Nyeri akut akan disertai hiperaktifitas saraf otonom dan umumnya

mereda dan menghilang sesuai dengan laju proses penyembuhan.

2) Jenis-Jenis nyeri

Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya

datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cedera spesifik, jika kerusakan tidak

lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan

dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung

beberapa detik hingga enam bulan (Brunner dan Suddarth, 2002: 159).

a. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang

satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan

dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon

terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering

didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih

(Brunner dan Suddarth, 2002: 201).

b. Nyeri akut

Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme

pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis terjadi

perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer,

tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.

3) Klasifikasi Nyeri

Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi :

a. Nyeri somatik luar

Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran

mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan terlokalisasi.

b. Nyeri somatik dalam

Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat

rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.

c. Nyeri viseral

Nyeri karena perangsangan organ viseral atau organ yang menutupinya

(pleura parietalis, pericardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi menjadi nyeri

viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih

parietal.

Sedangkan berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Nyeri nosiseptif

Karena kerusakan jaringan baik somatic maupun viseral. Stimulasi

nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan

pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris

dan simpatik.

b. Nyeri neurogenik

Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada

system saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat saraf perifer,

infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer. Sensi yang

dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusk-tusuk dan kadang disertai

hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada perabaan. Nyeri nerogenik dapat

menyebabkan terjadinya allodynia. Hal ini mungkin terjadi secara mekanik atau

peningkatan sensitivitas dari noradrenalin yang kemudian menghasilkan

sympathetically maintained pain (SMP). SMP merupakan komponen pada nyeri

kronik. Nyeri tipe ini sering menunjukkan respon yang buruk pada pemberian

analgetik konvensional.

c. Nyeri psikogenik

Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan

depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.

Sedangkan berdasarkan derajat nyeri dapat dikelompokkan menjadi :

a) Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari

hari dan menjelang tidur.

b) Nyeri sedang adalah nyeri terus-menerus, aktivitas terganggu yang hanya

hilang bila penderita tidur.

c) Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak

dapat tidur dan sering terjaga akibat nyeri.

4) Fisiologi nyeri

Salah satu sistem saraf yang paling penting adalah menyampaikan informasi

tentang ancaman kerusakan tubuh. Saraf yang dapat mendeteksi nyeri tersebut

dinamakan nociception. Nociception termasuk menyampaikan informasi perifer dari

reseptor khusus pada jaringan (nociseptors) kepada struktur sentral pada otak Sistem

nyeri mempunyai beberapa komponen :

a) Reseptor khusus yang disebut nociseptors, pada sistem saraf perifer, mendeteksi

dan menyaring intensitas dan tipe stimulus noxious. (orde 1)

b) Saraf aferen primer (saraf A-delta dan C) mentransmisikan stimulus noxious ke

CNS.

c) Kornu dorsali medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan antara

serat aferen primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara

local eksitasi dan inhibitor interneuron dan tarktus desenden inhibitor dari otak.

d) Traktus asending nosiseptik (antara lain traktus spinothalamikus lateralis dan

ventralis) menyampaikan signal kepada area yang lebih tinggi pada thalamus.

(orde 2)

e) Traktus thalamo-kortikalis yang menghubungkan thalamus sebagai pusat relay

sensibilitas ke korteks cerebralis pada girus post sentralis. (orde 3)

f) Keterlibatan area yang lebih tinggi pada perasaan nyeri, komponen afektif nyeri,

ingatan tentang nyeri yang dihubungkan dengan respon motoris.

g) Sistem inhibitor desenden mengubah impuls nosiseptik yang datang pada level

medulla spinalis.

5) Patofisiologi nyeri

Menurut Torrance dan Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses

penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau

interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai

reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum

tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls

yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon

terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.

Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia,

yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan

enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan

menyampaikan impuls ke otak (Torrance dan Serginson, 1997).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat

dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan

serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara

sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada

otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks

serebri.

Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus

diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak

dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis

yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi

yangmenyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area

ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua

input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan

mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa

perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron

inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi

sensasi nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002: 30).

Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara

stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak

nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel

inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis menginhibisi yang menghambat

transmisi nyeri ( Smeltzer dan Bare, 2002: 43).

Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai

dirasakan nyeri adalah suatu proses elektrofisiologis. Ada 4 proses yang mengikuti

sustu proses nosisepsis yaitu:

a) Tranduksi/ Tranduction

Adalah perubahan rangsangan nyeri (noxious stimuli) menjadi aktifitas

listrik pada ujung-ujung saraf sensoris. Zat-zat algesik seperti prostaglandin,

serotonin, bradikinin, leukotrien, substans P, potassium, histamine, asam laktat

dan lain-lain akan mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri.

Reseptor nyeri merupakan anyaman ujung-ujung bebas serat-serat afferent A-

delta dan C. Reseptor-reseptor ini banyak dijumpai di jaringan kulit, periosteum,

di dalam pulpa gigi dan jaringan tubuh yang lain. Serat saraf afferent A-delta dan

C adalah serat-serat saraf sensorik yang mempuyai fungsi meneruskan sensorik

nyeri dari perifer ke sentral ke susunan saraf pusat. Interaksi antara zat algesik

dengan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya impuls nyeri. Transduksi

adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat diakses

oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang

berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini

(nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang

seperti kerusakan jaringan.

b) Transmisi/Transmission

Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa

impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan

saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta

yang berdiameter besar. Saraf aferen akan berakson pada dorsal horn di spinalis.

Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic

melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral.

c) Modulasi/Modulation

Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol

jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses modulasi melibatkan system neural

yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri

ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini

kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri

ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk

memodulasi efektor.

d) Persepsi/Perception

Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak hanya

berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga

meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu,

faktor psikologis, emosional, dan berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai

respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini

jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang melibatkan

multidimensional.

6) Nyeri pada cedera olahraga

Cedera olahaga adalah cedera yang disebabkan karena kegiatan olahraga.

cedera bisa terjadi oleh siapapun dan kapanpun baik atlet senior maupun junior.

Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen,

atau patah tulang karena terjatuh dapat memunculkan terjadinya nyeri.

Nyeri pada olahraga pencak silat biasanya diakibatkan oleh adanya trauma

fisik, merujuk kepada penelitian dari Rahardjo (2013) dimana dari penelitiannya

terhadap cedera pada atlet pencak silat dengan jumlah 25 responden melalui angket

yaitu: mendapatkan hasil atlet yang mengalami cedera olahraga memperoleh hasil

51% yang tergolong cukup kuat. Cedera olahraga yang sering dialami adalah memar,

memperoleh hasil 50% skala tergolong cukup kuat dan terjadi pada lengan yang

berguna untuk memberikan serangan dan juga berfungsi untuk melakukan tangkisan

serangan dari lawan.

Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja

sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang didapat

cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh

yang terkena. Trauma dapat menyebabkan gangguan fisiologi sehingga terjadi

gangguan metabolisme kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ.

Penderita trauma berat mengalami gangguan faal yang penting, seperti kegagalan

fungsi membran sel, gangguan integritas endotel, kelainan sistem imunologi, dan

dapat pula terjadi koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC = Diseminated

Intravascular Coagulation).

Trauma dapat dibagi menjadi dua sebab yaitu, trauma penestrasi dan trauma

non-penestrasi, dengan penjelasan sebagai berikut :

a) Trauma penestrasi

Trauma penestrasi dapat berupa trauma tembak, atau terkena tusukan.

b) Trauma non-penestrasi

Trauma non-penestrasi dalam diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme

utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi.

Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman

langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya

hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt injury).

Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek

dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan

menyebabkan ruptur.

7) Respon Tubuh Terhadap Nyeri

Nyeri akut akan menimbulkan perubahan-perubahan di dalam tubuh. Impuls

nyeri oleh serat efferent selain diteruskan ke sel-sel neuron nosisepsi di kornu

dorsalis medulla spinalis, juga akan diteruskan ke sel-sel neuron di kornu

enterolateral dan kornu anterior medulla spinalis.

Nyeri akut pada dasarnya berhubungan dengan respon stress sistem

neuroendokrin yang sesuai dengan intensitas nyeri yang ditimbulkan. Mekanisme

timbulnya nyeri melalui serat saraf efferent diteruskan melalui sel-sel neuron

nosisepsi di kornu dorsalis medulla spinalis dan juga diteruskan melalui sel-sel di

kornu anterolateral dan kornu enterior medulla spinalis memberikan respon

segmental seperti peningkatan muscle spasm (hipoventilasi dan penurunan aktivitas),

vasospasm (hipertensi), dan menginhibisi fungsi organ visera (distensi abdomen,

gangguan saluran pencernaan, hipoventilasi).

Nyeri juga mempengaruhi respon suprasegmental yang meliputi kompleks

hormonal, metabolic dan imunologi yang menimbulkan stimulasi yang noxious.

Nyeri juga berespon terhadap psikologis pasien seperti interpretasi nyeri, marah dan

takut.

Impuls yang diteruskan ke sel-sel neuron di kornu anterolateral akan

mengaktifkan sistem simpatis. Akibatnya, organ-organ yang disarafi oleh sistem

simpatis akan aktif. Nyeri akut baik yang ringan sampai berat akan memberikan efek

pada tubuh seperti :

a) Sistem respirasi

Pengaruh dari peningkatan laju metabolism, pengaruh reflek segmental, dan

hormone seperti bradikinin dan prostaglandin menyebabkan peningkatan

kebutuhan oksigen tubuh dan produksi karbondioksida mengharuskan terjadinya

peningkatan ventilasi permenit sehingga meningkatkan kerja pernafasan,

khususnya pada pasien dengan penyakit paru. Penurunan gerakan dinding torak

menurunkan volume tidal kapasitas residu fungsional. Hal ini mengarah pada

terjadinya atelektasis, hipoksemia dan terkadang dapat terjadi hipoventilasi

b) Sistem Kardiovaskuler

Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Terjadi gangguan perfusi,

hipoksia jaringan akibat dari efek nyeri akut terhadap kardiovaskuler berupa

peningakatan produksi ketokelamin, angiostensin II, dan anti deuretik hormon

sehingga mempengaruhi hemodinamik tubuh seperti hipertensi, takikardi dan

peningkatan resistensi pembuluh darah secara sistemik. Pada orang normal

cardiac output akan meningkat tetapi pada pasien dengan kelainan fungsi jantung

akan mengalami penurunan cardiac output dan hal ini akan lebih memperburuk

keadaanya. Karena nyeri menyebabkan peningkatan kebutuahan oksigen myocard

, sehingga nyeri dapat menyebabkan terjadinya Iskemia Myocardial. Nyeri

merupakan salah satu stressor bagi tubuh sehingga menghasilkan sebuah stimulasi

simpatis berupa peningkatan laju nadi, tekanan arteri rata-rata, jumlah keringat

dan perubahan ukuran pupil sebagai bentuk kompensasi tubuh terhadap

rangsangan nyeri tersebut

c) Sistem Gastrointestinal

Rangsangan terhadap saraf simpatis meningkatkan tahanan spingter dan

menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hipersekresi asam

lambung akan menyebabkan ulkus dan bersamaan dengan penurunan motilitas

usus, potensial menyebabkan pasien mengalami pneumonia aspirasi. Mual,

muntah dan konstipasi sering terjadi.

d) Sistem Urogenital

Rangsangan terhadap saraf simpatis meningkatkan tahanan spingter saluran

kemih dan menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan retensi urin.

e) Sistem Metabolisme dan Endokrin

Kelenjar simpatis menjadi aktif, sehingga terjadi pelepasan ketokelamin.

Metabolisme otot jantung meningkat sehingga kubutuhan oksigen meningkat.

Respon hormonal terhadap nyeri meningkatkan hormon-hormon metabolic seperti

ketokelamin, kortisol dan glucagon sehingga menyebabkan penurunan hormon

anabolic seperti insulin dan testosterone. Peningkatan kadar ketokelamin dalam

darah mempunyai pengaruh terhadap kerja insulin. Efektifitas insulin menurun,

menimbulkan gangguan metabolism glukosa sehingga kadar gula dalam darah

meningkat. Hal ini mendorong pelepasan glucagon, glucagon memicu

peningkatan proses glukogenensis. Pasien yang mengalami nyeri akan

menimbulkan keseimbangan negative nitrogen, intoleransi karbohidrat, dan

meningkatkan lipolisis. Peningkatan hormon kortisol bersamaan dengan

peningkatan rennin, aldosteron, angiotensin, dan hormon antideuretik yang

menyebabkan retensi natrium, retensi air, dan ekspansi sekunder dari ruangan

ekstraseluler.

f) Sistem hematologi

Nyeri menyebabkan peningkatan adhesi platelet, meningkatkan fibrinolisis,

dan hiperkoagulopati.

g) Sistem Imunitas

Nyeri merangsang produksi leukosit dengan lympopenia dan nyeri dapat

mendepresi sistem retikuloendotelial. yang pada akhirnya akan menyebabkan

pasien beresiko menjadi mudah terinfeksi.

h) Efek fisiologis

Reaksi yang umumnya terjadi pada nyeri akut berupa kecemasan, ketakutan,

agitasi, dan gangguan tidur. Jika nyeri berkepanjangan dapat menyebabkan

depresi.

i) Homeostasis Cairan dan Eletrolit

Efek yang ditimbulkan akaibat dari peningkatan pelepasan hormon

aldosteron berupa retensi natrium. Efek akibat peningkatan produksi ADH berupa

retensi cairan dan penurunan produksi urin. Hormon ketokelamin dan kortisol

menyebabkan berkurangnya kalium, magnesium dan elektrolit lainnya.

3. Dimensi nyeri

Nyeri adalah fenomena yang multidimensional. Mengkategorikan lima dimensi

dari nyeri yang dialami. Identifikasi dimensi nyeri ini mulanya diperuntukan untuk

nyeri-nyeri pada kasus-kasus kanker. Kelima dimensi ini meliputi: dimensi fisiologi,

sensori, afektif, kognitif, dan behavior (perilaku). Sebagai tambahan, McGuire

menambahkan dimensi social-kultural sebagai dimensi keenam dalam

multidimensional dari fenomena nyeri. Keenam dimensi dari fenomena nyeri ini

saling berhubungan, berinteraksi serta dinamis dan dijelaskan sebagai berikut :

a. Dimensi Fisiologi

Dimensi fisiologis terdiri dari penyebab organik dari nyeri tersebut seperti

kanker yang telah bermetastase ke tulang atau mungkin juga telah menginfiltrasi

ke sistem saraf. Berdasarkan dimensi fisiologis,terdapat dua karakteristik yang

melekat dalam pengalaman nyeri, yaitu: durasi dan pola nyeri. Durasi nyeri

mengacu kepada apakah nyeri yang dialami tersebut akut atau kronik.

Sedangkan pola nyeri dapat diidentifikasi sebagai nyeri singkat, sekejap, atau

transient, ritmik, periodik, atau juga nyeri berlanjut, menetap atau konstan.

b. Dimensi Afektif

Dimensi afektif dari nyeri mempengaruhi respon individu terhadap nyeri

yang dirasakanya. Dimensi afektif dari nyeri indentik dengan sifat personal

tertentu dari individu. Pasien-pasien yang mudah sekali mengalami kondisi

depresi atau gangguan psikologis lainnya akan lebih mudah mengalami nyeri

yang sangat dibandingkan dengan pasien lainnya. Dari hasil penelitian telah

ditemukan bahwa keparahan nyeri berhubungan signifikan dengan kondisi

depresi individu yang mengalami nyeri kronik. Mereka juga menyatakan bahwa

semakin berat nyeri yang dialami, maka semakin tinggi tingkat depresi individu

tersebut.

c. Dimensi Sosio-kultural

Dimensi sosio-kultural nyeri terdiri dari berbagai variasi dari faktor

demograpi, adaptasi istiadat, agama, dan faktor-faktor lain yang berhubungan

yang dapat mempengaruhi persepsi dan respon seseorang terhadap nyerinya.

Kultur atau budaya memiliki peran yang kuat untuk menentukan faktor sikap

individu dalam mempersepsikan dan merespon nyerinya. Sementara itu sikap

individu ini juga berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin dan ras. McGuire

menemukan bahwa wanita berkulit non-putih dan yang berkulit putih memiliki

perbedaan yang signifikan dalam melaporkan nyerinya. Wanita berkulit bukan

putih melaporkan nyeri yang lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita

berkulit putih ketika mengalami nyeri.

d. Dimensi Sensori

Dimensi sensori pada nyeri berhubungan dengan lokasi dimana nyeri itu

timbul dan bagaimanan rasanya. Terdapat tiga komponen spesifik dalam dimensi

sensori, yaitu lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri. Lokasi dari nyeri memberikan

petunjuk penyebab nyeri bila ditinjau dari segi aspek sensori. Lokasi nyeri ini

sendiri dapat dilaporkan oleh pasien pada dua atau lebih lokasi. Kondisi dimana

dirasakannya nyeri pada beberapa lokasi yang berbeda mengimplikasikan

keterlibatan dimensi sensori.

Semakin banyak lokasi nyeri yang dirasakan oleh pasien, maka akan

semakin sulit bagi pasien untuk melokalisasi area nyerinya. Intensitas nyeri,

intensitas nyeri adalah sejumlah nyeri yang dirasakan oleh individu dan sering

kali digambarkan dengan kata-kata seperti ringan, sedang dan berat. Intensitas

nyeri juga dapat dilaporkan dengan angka yang menggambarkan skor dari nyeri

yang dirasakan. Sedangkan kualitas nyeri adalah berkaitan dengan bagaimana

nyeri itu sebenarnya dirasakan individu. Kualitas nyeri seringkali digambarkan

dengan berdenyut, menyebar, menusuk, terbakar dan gatal.

e. Dimensi Kognitif

Dimensi kognitif dari nyeri menyangkut pengaruh nyeri yang dirasakan

oleh individu terhadap proses berpikirnya atau pandangan individu terhadap

dirinya sendiri. Respon pikiran individu terhadap nyeri yang dirasakan dapat

diasosiasikan dengan kemampuan koping individu mengahadapi nyerinya.

Barkwell melaporkan bahwa pasien yang berpendapat nyerinya sebagai suatu

tantangan melaporkan nyeri lebih rendah dengan tingkat depresi yang rendah

juga dan disertai dengan mekanisme koping yang lebih baik jika dibandingkan

dengan pasien yang menganggap nyerinya adalah sebagai hukuman atau sebagai

musuh. Pengetahuan adalah aspek yang penting dalam dimensi kognitif.

Pengetahuan tentang nyeri dan penanganannya dapat mempengaruhi

response seseorang terhadap nyeri dan penanganannya. Nyeri itu sendiri dapat

dimodifikasi oleh bagaimana seseorang berpikir tentang nyeri yang

dirasakannya, apa saja pengharapannya atas nyerinya, dan apa makna nyeri

tersebut dalam kehidupannya.

f. Dimensi Perilaku (Behavioral)

Seseorang yang mengalami nyeri akan memperlihatkan perilaku tertentu.

Dimensi perilaku dari nyeri meliputi serangkaian perilaku yang dapat

diobservasi yang berhubungan dengan nyeri yang dirasakan dan bertindak

sebagai cara mengkomunikasikan ke lingkungan bahwa seseorang tersebut

mengalami atau merasakan nyeri. Tampilan perilaku nyeri yang diperlihatkan

seseorang dapat berupa guarding, bracing, grimacing, keluhan verbal,dan

perilaku mengkonsumsi obat. Lebih jauh lagi, Fordyce mengajukan bahwa

perilaku nyeri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau dapat juga

direinforce oleh perhatian,suport sosial, atau menghindari kegiatan yang dapat

merangsang nyeri (seperti:bekerja di kantor, pekerjaan rumah tangga).

4. Faktor-faktor yang mempegaruhi nyeri

Faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah :

a. Usia

Batasan usia anak-anak mulai usia 0-2 tahun, remaja usia 13-18 tahun,

dewasa usia 19-59 tahun, lansia usia lebih dari 60 tahun. Usia mempunyai

peranan yang penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri.

Pasien dewasa memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada

lansia.

Nyeri dianggap sebagai kondisi yang alami dari proses penuaan. Cara

menafsirkan nyeri ada dua. Pertama, rasa sakit adalah normal dari proses

penuaan. Kedua sebagai tanda penuaan. Usia sebagai faktor penting dalam

pemberian obat. Perubahan Metabolik pada orang yang lebih tua mempengaruhi

respon terhadap analgesik opioid. Banyak penelitian telah dilakukan untuk

mengetahui pengaruh usia terhadap persepsi nyeri dan hasilnya sudah tidak

konsisten. Telah ditemukan bahwa orang tua membutuhkan intensitas lebih

tinggi dari rangsangan nyeri dibandingkan orang usia muda. Menurut Edwards

dan Fillingham menyatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi nyeri antara

orang muda dengan orang tua, sedangkan menurut Li, Green-wald dan Gennis

menemukan bahwa nyeri pada lansia pasien merupakan bagian dari proses

penuaan. Pasien usia lanjut melaporkan nyeri kurang signifikan dibandingkan

pasien yang lebih muda.

Dalam penelitian Laura tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

nyeri menunjukkan bahwa usia yang lebih tua akan lebih sensitif dalam

mempersepsikan nyeri bila dibandingkan usia yang lebih muda. Penelitian lain

juga menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan yang penting dalam

mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki

respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada lansia. Namun berbeda

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Edwards dan Fillingham yang

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi nyeri antara orang muda

dengan orang tua. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa orang tua

memiliki kemampuan tingkat toleransi nyeri yang lebih tinggi daripada orang

dengan usia yang lebih muda, selain itu orang dengan usia lebih tua

mengungkapkan tingkat nyeri yang lebih rendah dari pada orang yang lebih

muda.

Hasil penelitian ini telah menujukkan intensitas nyeri yang lebih tinggi

pada orang yang lebih tua. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah

satunya adalah penyakit kronis. Faktor lain yang juga berkontribusi terhadap

persepsi nyeri juga telah dilaporkan oleh Harkins dan Chapman (2006) yaitu

faktor jenis stimulus nyeri yang diberikan, untuk stimulus nyeri ringan orang tua

melaporkan nyeri lebih rendah dari usia yang lebih muda sedangkan dengan

stimulus nyeri berat orang tua melaporkan nyeri lebih tinggi dari usia yang lebih

muda.

b. Jenis kelamin

Respon nyeri di pengaruhi oleh jenis kelamin. Telah dilakukan penelitian

terhadap sampel 100 pasien untuk mengetahui perbedaan respon nyeri antara

laki-laki dan perempuan. Hasilnya menunjukan bahwa ada perbedaan antara

laki-laki dan perempuan dalam merespon nyeri yaitu perempuan mempunyai

respon nyeri lebih baik dari pada laki-laki.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Laura yang

menunjukkan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri. Brattberg

melaporkan bahwa perempuan mengungkapkan rasa nyeri yang lebih tinggi

daripada laki-laki. Pada perempuan letak persepsi nyeri berada pada limbik yang

berperan sebagai pusat utama emosi seseorang sedangkan pada laki-laki terletak

pada korteks prefrontal yang berperan sebagai pusat analisa dan kognitif. Jadi

secara emosional perempuan lebih sensitif dalam mempersepsikan nyeri.

c. Budaya

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri

adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan jadi

mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. Telah ditemukan bahwa orang Jawa dan

Batak mempunyai respon yang berbeda terhadap nyeri. Dia menemukan bahwa

pasien Jawa mencoba untuk mengabaikan rasa sakit dan hanya diam,

menunjukkan sikap tabah, dan mencoba mengalihkan rasa sakit melalui kegiatan

keagamaan. Ini berarti bahwa pasien Jawa memiliki kemampuan untuk

mengelola nya atau rasa sakitnya. Di sisi lain, pasien Batak merespon nyeri

dengan berteriak, menangis, atau marah dalam rangka untuk mendapatkan

perhatian dari orang lain, sehingga menunjukkan ekspresif. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pasien dengan budaya yang berbeda dinyatakan dalam cara

yang berbeda yang mempengaruhi persepsi nyeri

d. Faktor fisik

Faktor fisik yang mempengaruhi nyeri pada pasien yang terpasang

ventilator di ruang ICU termasuk gejala penyakit kritis (misalnya, angina, infark

miokard, dyspnea), luka (pasca-trauma, pasca operasi), gangguan tidur,

fleksibilitas karna alat-alat invasif yang terpasang, faktor fisik lainnya adalah

hipertermi karena proses penyakit yang dialami. Penyakit yang paling umum

atau cedera dirawat di ICU: infark miokard, bedah torax, penyakit

cardiovaskuler dan penyakit traumatik dan untuk beberapa pasien nyeri dianggap

terus menerus dan durasi selama menjalani perawatan di ruang ICU. Hasil

penelitian Zimmer menunjukkan bahwa kelompok diagnosa penyakit yang lebih

berisiko mengalami nyeri yang lebih tinggi adalah pada pasien dengan sepsis.

Pada penelitian yang dilakukan oleh gelinas kondisi fisik pasien juga sangat

mempengaruhi yaitu tingkat kesadaran akan mempengaruhi pasien dalam

mepersepsikan nyeri, skor rata-rata nyeri pada pasien dengan penurunan

kesadaran lebih rendah dibandingkan pasien dengan kesdaran yang baik.

e. Faktor psikososial

Faktor psikososial mempunyai pengaruh terhadap nyeri pada pasien yang

dirawat di ICU dengan ventilator mekanik faktor faktor itu antara lain cemas dan

depresi, gangguan komunikasi, ketidakmampuan untuk melaporkan dan

menggambarkan rasa sakit, takut sakit, cacat, tidak adanya keluarga yang

menunggu disamping pasien sebagai support system, kejenuhan yang dialami

oleh pasien yang terpasang ventilator mekanik. Cemas merupakan faktor yang

mempengaruhi nyeri pada pasien yang terpasang ventilator mekanik di ruang

ICU seperti lingkungan yang asing tidak adanya keluarga yang menunggu, rasa

aman dan nyaman didapat dari keluarga, teman, kenyakinan beragama.

f. Faktor lingkungan

Lingkungan perawatan ICU merupakan faktor yang menyebabkan nyeri

pada pasien yang dirawat di ruang ICU. Banyak alat elektronik yang ada di

ruang ICU seperti ventilator mekanik, bedside monitor, syiring pump, infus

pump suara yang ditimbulkan alat-alat tersebut membuat kebisingan di ruang

ICU. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Puntillo melaporkan bahwa selama

pasien menjalani perawatan di ruang ICU, 15% dari mereka mengalami keadaan

tidak nyaman, 50% dari mereka mempunyai pengalaman tidak nyaman, dan 35%

dari mereka mengalami sangat tidak nyaman (nyeri).

5. Pengukuran nyeri

Pengukuran nyeri memiliki 3 tipe, yaitu : self-report measure, observational

measure, dan pengukuran fisiologis. Dengan penjelasan sebagai berikut :

a) Self-report measure

Pengukuran tersebut seringkali melibatkan penilaian nyeri pada beberapa

jenis skala metrik. Seorang peenderita diminta untuk menilai sendiri rasa nyeri

yang dirasakan apakan nyeri yang berat (sangat nyeri), kurang nyeri dan nyeri

sedang. Menggunakan buku harian merupakan cara lain untuk memperoleh

informasi baru tentang nyerinya jika rasa nyerinya terus menerus atau menetap

atau kronik. Cara ini sangat membantu untuk mengukur pengaruh nyeri terhadap

kehidupan pasien tersebut. Penilaian terhadap intensitas nyeri, kondisi psikis dan

emosional atau keadaan affektif nyeri juga dapat dicatat. Self-report dianggap

sebagai standar gold untuk pengukuran nyeri karena konsisten terhadap

definisi/makna nyeri. Yang termasuk dalam self-report measure adalah skala

pengukuran nyeri (misalnya VRS, VAS, dll), pain drawing, McGill Pain

Quesioner, Diary, dll).

b) Observational measure (pengukuran secara observasi)

Pengukuran ini adalah metode lain dari pengukuran nyeri. Observational

measure biasanya mengandalkan pada seorang terapis untuk mencapai

kesempurnaan pengukuran dari berbagai aspek pengalaman nyeri dan biasanya

berkaitan dengan tingkah laku penderita. Pengukuran ini relatif mahal karena

membutuhkan waktu observasi yang lama. Pengukuran ini mungkin kurang

sensitif terhadap komponen subyektif dan affektif dari nyeri. Yang termasuk

dalam observational measure adalah pengukuran tingkah laku, fungsi, ROM, dan

lain-lain.

c) Pengukuran fisiologis

Perubahan biologis dapat digunakan sebagai pengukuran tidak langsung

pada nyeri akut, tetapi respon biologis pada nyeri akut dapat distabilkan dalam

beberapa waktu karena tubuh dapat berusaha memulihkan homeostatisnya.

Sebagai contoh, pernapasan atau denyut nadi mungkin menunjukkan beberapa

perubahan yang kecil pada awal migrain jika terjadi serangan yang tiba-tiba dan

keras, tetapi beberapa waktu kemudian perubahan tersebut akan kembali

sebelum migrain tersebut menetap sekalipun migrainnya berlangsung lama.

Pengukuran fisiologis berguna dalam keadaan dimana pengukuran secara

observasi lebih sulit dilakukan. Yang termasuk dalam pengukuran fisiologis

adalah pemeriksaan denyut nadi, pernapasan, dll.

6. Skala pengukuran nyeri

a) Skala Penilaian Visual Analog Scale (VAS)

VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien

kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi

setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka

(Potter, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan

tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat

membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala

deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi

juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah

terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami

penurunan atau peningkatan (Potter, 2005)

.

Gambar 2.8 Visual Analog Scale (VAS)

c. Keterbatasan Gerak Akibat Cedera Olahraga

a. Pengertian Lingkup Gerak Sendi

Lingkup Gerak Sendi (keterbatasan gerak ) atau Range of Motion (ROM)

adalah luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. Keterbatasan

gerak dapat juga diartikan sebagai ruang gerak/batas-batas gerakan dari suatu

kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot tersebut dapat memendek atau

memanjang secara penuh atau tidak. Terdiri dari inner range, middle range, outer

range dan full range.

Keterbatasan gerak adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan

sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal.

Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi

tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke

sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal

adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah

(Kurniawan, 2014).

Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan

konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan.

Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan

siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi

dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan

transversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan

eksternal (lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki) (Kurniawan, 2014).

b. Jenis-jenis gerak sendi

Gerak sendi dibagi menjadi dua, yaitu gerak sendi aktif dan gerak sendi pasif.

Dengan penjelasan menurut Suwarta (2012) sebagai berikut :

a. Gerak sendi aktif

Gerak sendi aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang dengan

menggunakan energi sendiri. Hal ini untuk melihat kelenturan dan kekuatan otot

serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang

digerakkan pada kondisi aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai

ujung jari kaki oleh seseorang sendri secara aktif.

b. Gerak sendi pasif

Gerak sendi pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari

orang lain atau alat mekanik. Sendi yang digerakkan pada kondisi pasif adalah

seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien

tidak mampu melaksanakan-nya secara mandiri.

c. Keterbatasan gerak akibat cedera olahraga

Fleksibilitas adalah kondisi dimana suatu lingkup gerak sendi tidak berfungsi

secara maksimal, baik oleh faktor eksternal ataupun internal. Fleksibilitas sendi

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, penyakit-penyakit sistemik, sendi, neurologis

atau kinerja otot baik dari efek pembedahan, inaktivitas atau pembedahan.

Dari hal-hal ini dapat kita ketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

fleksibilitas sendi adalah adanya kinerja otot dan neurologis yang bisa berupa nyeri.

Nyeri yang seperti kita ketahui adalah suatu mekanisme tubuh yang menandakan

adanya suatu hal yang salah dalam proses fisiologis tubuh menjadikan tubuh

merespon dengan melindungi dengan salah satunya adalah mengurangi gerakan pada

bagian yag terluka.

Pencatatan keterbatasan gerak dilakukan dengan salah satunya menggunakan

metode SFTR (Sagital-Frontal-Transversal-Rotasional). Semua gerakan ditulis

dengan 3 kelompok angka. Ekstensi dan semua gerakan menjauhi tubuh ditulis

pertama, fleksi dan gerakan yang mendekati tubuh ditulis terakhir, posisi awal ditulis

ditengah. Lateral fleksi ke kiri ditulis pertama dan lateral fleksi ke kanan ditulis

terakhir. Posisi awal ditulis di tengah. Semua gerakan diukur dari posisi awal netral

(posisi anatomis).

4. Terapi Pada Cedera Olahraga

Cedera merupakan satu hal yang paling ditakuti oleh atlet, apalagi untuk atlet

profesional ataupun tingkat nasional. Ketika para atlet mengalami cedera dan tidak bisa

kembali beraktivitas, mereka tidak memiliki masa depan yang menjanjikan. Salah satu

penanganan yang dilakukan adalah memberikan terapi diantaranya:

a. Swedish Massage

1) Pengertian Massage

Massage merupakan salah satu manipulasi sederhana yang pertamakali

dilakukan manusia untuk mengusap bagian tubuh yang sakit, meletakkan tangan

dengan halus pada bagian tubuh yang sakit atau mengusap dahi yang panas, dan

ternyata menimbulkan efek yang menyenangkan. Praktek massage pertama kali

berkembang di Cina, Mesir, dan India. Di negara-negara tersebut massage digunakan

sebagai salah satu cara pemeliharaan kesehatan dan pengobatan. Istilah massage

berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata mass atau mash yang berarti menekan

perlahan-lahan. Sedangkan dalam bahasa Yahudi istilah massage adalah maschesch

yang berarti meraba. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, istilah massage biasa

diterjemahkan dengan pijat atau urut (Rachim ,1988; Salvano, 1999: 166).

2) Pengertian Swedish massage

Swedish massage merupakan salah satu jenis yang paling umum dari jenis

massage untuk mengurangi stres dan meningkatkan relaksasi, Swedish massage

dalam pelaksanaannya terapis menggunakan minyak atau lotion dengan beberapa

gosokan dasar yang diterapkan dengan cahaya tekanan sedang, tergantung pada

preferensi klien. Terapis menentukan urutan gosokan yang akan bekerja terbaik

untuk setiap klien sesuai dengan kebutuhan mereka, biasanya dimulai dengan

gosokan umum yang luas, transisi ke gosokan spesifik untuk mengatasi masalah pada

daerah yang membutuhkan, dan finishing dengan melakukan gosokan pada daerah

luas.

Pijat Swedia ditandai dengan penggunaan lima teknik pukulan dasar:

effleurage, petrissage, gesekan, tapotement dan vibration. Dengan penjelasan sebagai

berikut :

a) Effleurage terdiri dari panjang, meluncur, sapuan diberikan dengan tangan (baik

palm terbuka dan tinju) dan lengan. Stroke ini smoothing stroke digunakan untuk

menyebarkan lotion atau minyak pada tubuh dan membantu terapis mengevaluasi

ketegangan otot. Sebagai tekanan dari stroke meningkat, mereka memberikan

peregangan untuk otot-otot, sehingga memungkinkan klien untuk bersantai.

b) Petrissage dilambangkan dengan meremas, rolling, meremas-remas dan

mengangkat stroke, yang membantu membebaskan diikat dan terikat otot dan

jaringan lunak, merangsang ujung saraf, dan membantu dalam meningkatkan

sirkulasi, yang pada gilirannya mendorong perbaikan sel dan regenerasi.

c) Gesekan adalah stroke pemanasan dirancang untuk kedua cepat menghasilkan

panas, dalam persiapan untuk bekerja lebih dalam, dan sebagai cara untuk secara

efektif mendorong terapi tersebut, sifat penyembuhan minyak esensial nabati ke

dalam tubuh. Stroke ini dapat dilakukan dengan menggosok bolak-balik

sepanjang otot atau di atasnya dengan baik menggunakan gerkan meremas-remas

atau gerakan melingkar kecil.

d) Tapotement ditandai sebagai stroke perkusi di mana tindakan tangan berirama

merangsang saraf, otot, dan sirkulasi. Posisi tangan dapat menangkup atau dengan

telapak tangan datar, atau bisa dengan jari saling bertautan baik posisi telapak

tangan bersama-sama atau di tinju lembut. Digunakan di kursi pijat Shiatsu dan

serta pijat Swedia, tapotement guratan sering menandakan akhir dari urutan stroke

yang sebelumnya dan mempersiapkan klien untuk mengubah dari yang

diposisikan telungkup di atas meja pijat untuk menjadi menghadap ke atas.

e) Vibration atau getaran mengacu goyang, gemetar dan gerakan diterapkan pada

satu tungkai atau ke seluruh tubuh gemetar. Gerakan-gerakan ini, yang dapat

dilakukan secara perlahan atau cepat, dirancang berkumandang melalui jaringan

sekitarnya untuk memecahkan pola holding postural dan untuk memfasilitasi rilis

sesaat ketegangan di otot sedang dikerjakan.

Praktek massage yang diterapkan di bidang olahraga, petama kali dilakukan di

Yunani. Saat itu massage digunakan sebagai metode yangpenting dalam pemeliharaan

olahragawan. Di Cina tercatat bahwa massagetelah berkembang sejak 3000 tahun SM.

Penganut kepercayaan saat itumempercayai bahwa massage dapat meningkatkan sirkulasi

darah,memperbaiki kondisi hormonal, sebagai penenang atau perangsang saraf,dan sebagai

pengobatan bermacam-macam penyakit. Massage adalahmanipulasi fisik yang terdiri dari

gerakan mengosok tubuh (effleurage),perasan (petrissage), gerusan (friction) pada jaringan

lunak diseluruh tubuh,yang dilakukan pada bagian muka, tubuh, anggota tubuh bagian atas

dan bawah (Goats, 1994: 149-156).

Di negara-negara Eropa, Perancis, Swedia, Inggris, Belanda, Jerman, dan Uni Soviet,

massage digunakan oleh masyarakat sebagai wahana untuk pemeliharaan orang sakit,

cedera dan olahragawan terutama untuk mengembalikan kebugaran dan menghilangkan

kelelahan akibat latihan fisik yang berat. Seorang dokter Swedia, Gustaf Zander

menciptakan suatu seri massage, yang kemudian dikenal sebagai Swedish massage, yang

sampai sekarang terus berkembangdan banyak dipakai di seluruh dunia (Rachim, 1988;

Salvano,1999:156).

Telah tercatat dalam sejarah kedokteran moderen, Hipocrates menyatakan bahwa

massage dapat menambah kekuatan persendian, dan dapat melemaskanpersedian yang

kaku. Dokter-dokter Yunani pada masa itu mempraktekkan massage untuk persiapan fisik

olahragawan serta untuk melawan kelelahan setelah melakukan latihan fisik yang berat.

Celcius seorang dokter ternama pada masa itu juga menganjurkan manipulasi gerusan

(friksi) untuk menenangkan. Hasil analisis yang dilakukan Celcius menunjukkan

bahwa;gerakan effleurage, petrissage, dan friksi pada bagian tubuh, dengan

mempertimbangkan intensitas gerakan dan lamanya massage berhubungan dengan

kapasitas olahragawan terutama organ pernafasan. Sehinga dianjurkan penggunaan

massage pada olahragawan (Swedish massage) sebelum latihan, saat berlatih dan sesudah

latihan olahraga yang berat (Rachim, 1988; Salvano, 1999: 166).

Hasil penelitian Cafarelli menyimpulkan bahwa massage yang dilakukan dengan

teknik yang tepat dapat meningkatkan aliran darah perifer sebesar 50 %, meningkatkan

jumlah sel eritosit 7%, meningkatkan oksigenisasi dan meningkatkan aliran balik vena

sehingga kinerja dan waktu pemulihan dapat terjadi lebih baik (Cafarelli dan Flint, 1992:

1-9).

3) Indikasi dan kontraindikasi massage.

a) Meningkatkan fungsi kulit

Peredaran darah dalam tubuh yang meningkat akan membantu proses

untuk menghasilkan kelenjar minyak yang akan lebih efektif memproduksi

keringat, sehingga akan membuang zat yang tidak berguna. Lapisan epidermis

yang paling luar akan larut sehingga kondisi kulit akan lebih baik. Fungsi kulit

sebagai daya penyerap akan lebih meningkat dan kulit menjadi lebih halus.

b) Melarutkan lemak

Gerakan pengurutan yang sifatnya menekan dan menghentak seperti

meremas/ memijat, menepuk, memukul dapat membantu melarutkan lemak

sehingga terjadi pembakaran tubuh.

c) Meningkatkan refleksi pada pencernaaan

Pengurutan perut dengan gerakan-gerakan tertentu akan lebih merangsang

gerak refleksi (Peristaltik), dengan demikian akan lebih memperlancar sistem

pencernaan.

d) Meningkatkan fungsi jaringan otot.

Meningkatnya sirkulasi peredaran darah dapat meningkatkan nutrisi (sari

makanan) ke dalam jaringan otot sehingga kekenyalan dan elastisitas akan lebih

bertahan.

e) Meningkatkanya peredaran darah.

Meningkatnya peredaran darah yang ditimbulkan oleh gerak pengurutan

akan meningkat pula nutrisi sehingga dapat memberi makanan pada sel-sel tulang.

Dengan demikian meningkat pula pertumbuhan gerak persendian.

f) Meningkatkan fungsi jaringan syaraf.

Gerakan vibrace dan friction dapat merangsang pada fungsi syaraf di

seluruh tubuh.

g) Sistem Getah Bening.

Luka akibat pukulan akan menyebabkan terjadinya pembengkakan yang

masuk ke dalam sirkulasi getah bening. Pijat dapat mengosongkan saluran getah

bening dan menyembuhkan bengkak tersebut. Jika cairan yang membuat bengkak

tidak disingkirkan, maka akan mengeras sehingga tidak dapat melewati saluran

getah bening. Akibatnya gumpalan cairan yang mengeras tersebut akan

menyumpal di sekeliling jaringan: otot, tulang, urat, ikatan sendi tulang (ligament)

dan kemudian terbentuk “pelekatan” (adhesion).

h) Sistem Kandung Kemih

Pijat di bagian punggung dan perut akan meningkatkan aktivitas ginjal

yang mendorong pembuangan produk sisa metabolisme dan mengurangi

penumpukkan cairan.

i) Sistem Reproduksi

Sistem reproduksi juga dapat ditingkatkan. Pijat pada bagian perut dan

punggung dapat membantu meredakan masalah haid, seperti rasa sakit, pra

menstruasi, haid tidak teratur, dan lain-lain.

4) Kontraindikasi Massage

Tahapan kontraindikasi perlu dilakukan sebelum perawatan tubuh secara

massage dilakukan, dengan tujuan untuk mengetahui kelainan atau kelunakan yang

ada di dalam tubuh klien. Dengan kontraindikasi dapat ditentukan volume atau

tekanan gerakan atau tekanan gerakan pijat yang sesuai dengan kondisi tubuh atau

bagian tubuh tertentu dari tubuh klien tersebut. Pada kontraindikasi dapat dilakukan

pemeriksaan antara lain :

a) Refleksi dan relaksasi otot

Refleksi dan relaksasi otot dilakukan dengan menyentuh, meraba dan menekan

pada bagian-bagian tubuh sehingga dapat diketahui apakah ada yang memar,

bengkak, nyeri, penggumpalan jaringan lemak atau selulit, tekstur kulit dan tonus

susunan otot.

Contohnya: Thrombo-Phlebitis dan kondisi sejenis yaitu radang dari pembuluh

darah vena. Kulit di sekitarnya tampak kemerahan, panas, dan bengkak. Jika kulit

sekitarnya disentuh, terasa lembek dan sakit. Jika terbentuk gumpalan darah beku

di dalam vena, maka dengan pemijatan gumpalan tersebut akan bergerak dan bisa

berakibat fatal (kematian) jika menggumpal di dalam vena.

b) Temperatur Tinggi / Demam

Tubuh dalam keadaan demam akan mengeluarkan toksin. Maka tidak dianjurkan

melakukan pemijatan, karena akan memicu produksi toksin di dalam tubuh.

c) Infeksi Penyakit Kulit

Penyakit kulit sejenis jerawat dan eksim tidak menular, bahkan akan sembuh

dengan menggunakan minyak esensial lavender. Massage dilarang untuk

permukaan kulit yang menderita radang di bawah kulit seperti bisul.

d) Bekas Luka atau Operasi Baru

Bekas luka yang masih baru atau luka terbuka pada klien sebaiknya tidak dipijat

pada bagian tersebut.

e) Kondisi Peradangan (Bursitis)

Gejala di bagian peradangan adalah warna kemerahan, terasa panas, lunak dan

sakit jika disentuh dan sebaiknya bagian yang meradang tersebut dilarang dipijat.

f) Kanker

Pijat yang lembut bermanfaat bagi para pasien kanker. Produksi hormon edorfin

sebagai reaksi pemijatan, dapat meredakan rasa sakit yang disebabkan kanker.

Gambar. 2.9. Underlying process Swedish Massage terhadap cedera olahraga

7. Hot Compress

1) Pengertian Hot compress

Hot compress atau kompres hangat merupakan salah satu dari berbagai jenis

terapi air atau hydrotherapy. Hidroterapi berkaitan dengan terapi hidrotermal, dimana

suhu air yang diubah-ubah digunakan untuk menyembuhkan. Menggunakan air

sebagai terapi bukanlah konsep baru. Metode ini telah digunakan berabad-abad lalu

dalam berbagai kebudayaan seperti Cina, Jepang, Mesir, Yunani, dan Romawi

(Potter dan Perry, 1997:160).

Pada hot compress menyediakan panas yang dangkal, mentransfer energi ke

dalam kulit individu dengan cara konduksi, yang kemudian dilanjutkan masing-

masing ke lapisan jaringan di bawahnya secara konduksi dari jaringan di atasnya.

Kompres hangat merupakan salah satu metode non farmakologis yang dianggap

Cedera Olahraga

Peningkatan LGS

Limfe

Nyeri

Rileksasi

Vasodilatasi

Keterbatasan gerak sendi

Pelepasan Endorphin

Swedish Massage

Heating

Penurunan nyeri

efektif dalam menurunkan kasus-kasus nyeri. Hot compress adalah tindakan yang

beberapa indikasinya di tujukan untuk memberikan rasa nyaman, mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri, mencegah terjadinya spasme otot dan memberikan rasa

hangat pada bagian tubuh tertentu (Uliyah dan Hidayat, 2006: 279).

Keuntungan dari penggunaan hot compress adalah dapat meningkatkan aliran

darah kesuatu area dan memungkinkan dapat menurunkan nyeri dengan

mempercepat penyembuhan. Namun jika hot compress tidak dilakukan dengan tepat

dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel-sel epitel jika mengenai jaringan secara

terus-menerus, menyebabkan kemerahan, rasa perih. Oleh karena itu hot compress

harus dilakukan dengan tepat untuk mengindari cedera pada kulit (Smeltzer dan

Bare, 2001: 45-47).

Hot compress memberikan efek respon sistemik dan respon lokal. Stimulasi ini

mengirimkan impuls-impuls dari perifer ke hipotalamus yang kemudian menjadi

sensasi temperatur tubuh secara normal. Tubuh kita dapat menoleransi variasi

temperatur yang luas. Temperature permukaan kulit yang normal 340

C, tetapi

temperatur penerima biasanya beradaptasi dengan cepat ke temperatur lokal melebihi

batas ini (Potter dan Perry, 1997: 160).

Efek dari kompres hangat akan memberikan respon fisiologis yaitu dengan

meningkatkan aliran darah ke bagian yang luka, memberikan rasa hangat pada daerah

tertentu. Meskipun demikian, pemberian kompres hangat yang berlebihan berbahaya

terhadap sel epitel, dan menyebabkan kemerahan, kelemahan lokal, dan bisa terjadi

luka bakar.

Penelitian lain tentang pengaruh kompres hangat terhadap rasa nyeri pada saat

proses persalinan dikemukakan oleh (Varney‚ 2007: 6), Hasil penelitian didukung

oleh pendapat Perry dan Potter (2006) menyatakan kompres hangat merupakan

bagian dari stimulasi kutaneus yang dapat menyebabkan pelepasan endorfin,

sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa

stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-Beta yang lebih

besar dan lebih cepat. Proses ini merupakan transmisi nyeri melalui serabut C dan

delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri. Kompres

hangat merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf

otonom. Keuntungannya juga dapat dilakukan di rumah, sehingga memungkinkan

klien dan keluarga melakukan upaya kontrol gejala nyeri dan penanganannya.

Kompres hangat adalah tindakandengan memberikan kompres hangat yang

bertujuan memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,

mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot dan memberikan rasa hangat

(Uliyah dan Hidayat, 2006: 280). Berdasarkan Teori Gate Control pengiriman nyeri

dapat dimodifikasi atau di blok dengan stimulasi pusat. Pada saat cedera, perjalanan

impuls nyeri melalui jalur sepanjang serabut neural kecil (serabut C) pada bagian

ascending ke substansia gelatinosa pada bagian columna spinal. Sel kemudian

menghantarkan rangsang nyeri ke otak. Stimulasi taktil seperti massage dapat

menghasilkan pesan yang berlawanan yang menghantarkan pada sepanjang serabut

neural terbesar dan tercepat (serabut delta A). Pesan yang berlawanan ini menutup

gerbang masuk„gate‟ di substansia gelatinosa sehingga dapat memblok pesan nyeri

(Potter dan Perry‚ 2006: 160).

2) Indikasi dan Kontra indikasi Hot Compress

a) Indikasi Hot Compress

i. Sprain dan Strain

ii. Sebagai tindakan pendahuluan (preliminary) sebelum dilakukan latihan

untuk stiff joint (kekakuan sendi)

iii. Low Back Pain yang disertai spasme otot

iv. Arthritis kronis

b) Kontra Indikasi Hot Compress

i. Gangguan sensibilitas\

ii. Buerger diseases

iii. Gangguan peredaran darah arterial perifer

Vasodilatasi

Pengurangan spasme

Respon thermal perifer

Hot Compress

Peningkatan elastisitas

Gambar. 2.10. Underlying process hot compress terhadap cedera olahraga

8. Stretching

1) Pengertian Stretching

Cedera Olahraga

Peningkatan LGS

Peningkatan kapasitas

vaskuler lokal

Rileksasi

Keterbatasan gerak sendi

Respon thermal di

Hipotalamus

Gate control

Nyeri

Pengurangan nyeri

Stretching adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan setiap

manuver terapi yang dirancang untuk meningkatkan pemanjangan jaringan lunak,

dengan demikian meningkatkan fleksibilitas dengan memperpanjang struktur yang

adaptif diperpendek dan telah menjadi hypomobile dari waktu ke waktu.

Stretching adalah merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan

tujuan mengulur otot agar dapat lebih rileks (Kisner dan Colby, 2002: 325).

Stretching adalah teknik penguluran pada jaringan lunak dengan teknik

tertentu, untuk menurunkan ketegangan otot secara fisiologis sehingga otot menjadi

rileks. Stretching adalah penguluran jaringan lunak yang mengalami pemendekan

sehingga terjadi peregangan yang dapat meningkatkan luas gerak sendi.

Pada saat akan memulai suatu aktifitas olahraga, stretching (peregangan) atau

lebih dikenal orang dengan istilah pemanasan (warm-up) ini sangat diperlukan.

Stretching adalah bentuk dari penguluran atau peregangan padaotot-otot di setiap

anggota badan agar dalam setiap melakukan olahraga terdapat kesiapan serta untuk mengurangi

dampak cedera yang sangant rentan terjadi.

Pada stretching memiliki respon mekanik, yaitu sebuah respon mekanikal

otot terhadap peregangan bergantung pada myofibril dan sarkomer otot. Setiap

serabut otot tersusun dari beberapa serabut otot. Satu serabut otot terdiri atas

beberara myofibril. Myofibril tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar

dgn serabut otot. Sehingga stretching dapat dimanfaatkan untuk :

a) Meningkatkan kebugaran fisik

b) Mengoptimalkan aktifitas yang dilakukan sehari-hari

c) Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh

d) Meningkatkan mental dan rileksasi fisik

e) Mengurangi ketegangan otot

f) Meningkatkan fleksibilitas jaringan otot

g) Mengurangi resiko cedera

h) Mengurangi rasa nyeri pada otot.

2) Active Stretching

Active stretching adalah suatu metode penguluran atau stretching yang biasa

dilakukan pada otot-otot postural sebagai suatu latihan fleksibilitas yang dilakukan

secara active oleh klien atau pasien (George, 2009: 224). Dalam penerapan

prosedur active stretching pasien menunjukkan suatu kontraksi isotonik dari otot

yang mengalami pemendekan, secara akif otot memanjang. Kontraksi isotonik yang

dilakukan saat active stretching dari otot yang mengalani pemendekan akan

menghasilkan otot memanjang secara maksimal tanpa perlawanan. Adanya

kontraksi isotonik akan membantu menggerakan stretch reseptor dari spindel otot

untuk segera mengulur panjang otot yang maksimal. Golgi tendon organ akan

terlibat dan menghambat ketegangan otot, bila otot sudah mengulur maksimal

sehinga otot dapat dengan mudah dipanjangkan dan meningkatkan fleksibilitas otot.

Stretching adalah merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan

tujuan mengulur otot agar dapat lebih rileks (Carolyn, Kisner & Colby, 1990).

Stretching adalah teknik penguluran pada jaringan lunak dengan teknik tertentu,

untukmenurunkan ketegangan otot secara fisiologis sehingga otot menjadi rileks

dan meningkatkan luas gerak sendi. Prinsipfisiologi stretching terdiri atas respon

mekanik dan respon neurofusuilogi. Respon mekanik : Respon mekanikal otot

terhadap peregangan bergantung pada myofibril dan sarkomer otot. Setiap serabut

otot tersusun dari beberapa serabutotot.Satu serabut otot terdiri atas beberara

myofibril. Myofibril tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar dgn

serabut otot. Dan respon neurofisiologi : Tergantung pada muscle spindel dan golgi

tendon. Muscle spindelmerupakan organ sensorik utama dan tersusun dari organ

intrafusal yg terletak paralel dgn serabut extrafusal. Musclespindel berfungsi untuk

memonitor kecepatan dan durasi regangan serta rasa terhadap perubahan panjang

otot.Fungsi Stretching.

Mengurangi rasa nyeri pada ototDalam pengaplikasiannya, stretching

exercise terbagi atas active stretching, passive stretching, Hold rilex dan

contracrilex.

Active stretching : Suatu teknik penguluran dengan cara mengaktifkan otot-

otot antagonis dengan otot-ototyang akan diulur tanpa mendapat bantuan dari luar.

Aktive stretching adalah teknik penguluran yang dilakukanoleh penderita sendir

tanpa bantuan dari luar.

Manfaatnya adalah Mempertahankan ROM, Meningkatkan fleksibilitas

jaringan dan Mencegah atau meminimalkan faktor resiko injury.

Pasive stretching : Suatu teknik penguluran dimana pasien dalam keadaan

rileks dan tanpa mengadakan gerakan, penguluran dilakukan oleh terapis.

Manfaatnya adalah Efektif pada otot agonis dalam keadaan lemah untuk menerima

respon gerakan , Otot akan siap menerima beban tambahan yang lebih berat,

Mengurangi spasme otot dan Meningkatkan elastisitas jaringan otot.

3) Indikasi dan Kontra indikasi Stretching

a) Indikasi Stretching

i. Setelah imobilisasi atau istirahat di tempat tidur diperpanjang, terlalu lama dalam

posisi profesional.

ii. Post-trauma dan pasca operasi pendidikan ulang.

iii. Mencegah kambuhnya cedera tendon otot-.

iv. Setelah kegiatan utama.

v. Intra-dan adhesi intermuskularis, dan musculotendinous hematomas retraksi

kronis.

vi. Non-fase akut burns dan bekas luka menyusut.

vii. Siapkan untuk upaya pemulihan setelah diperpanjang usaha.

viii. Perubahan aliran balik vena, edema lokal.

ix. Meningkatkan dan meningkatkan kapasitas lokal.

b) Kontraindikasi Stretching

i. Patah tulang, otot, tulang, tendon, fasia dan ligamen terakhir.

ii. Terbaru memar (jika chronified)

iii. Inflamasi atau infeksi akut proses.

iv. Penyakit otot bawaan (miopati).

v. Proses penyakit demam.

vi. Luka dan bekas luka baru.

vii. Kedokteran sendi (amplitudo besar).

Gambar. 2.11. Underlying process Stretching terhadap cedera olahraga

5. Usia Remaja

a. Pengertian Usia Remaja

Istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa

atau dalam perkembangan menjadi dewasa. mengatakan adolescence ini berasal dari

Bahasa Latin mempunyai arti yang lebih luas yaitu mencakup kematangan mental,

emosional, sosial dan fisik.

Usia remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa

dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan

sosial. Masa remaja dimulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Menurut Piaget (2004:206) masa remaja adalah usia dimana individu dapat

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di

Cedera Olahraga

Peningkatan LGS

Respon mekanik

Peningkatan kapasitas

vaskuler lokal

Rileksasi

Pengurangan spasme

Keterbatasan gerak sendi

Respon neurofisiologis

Stretching

Peningkatan elastisitas

Nyeri

Penuruan nyeri

bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan

yang sama.

Santrock (2003:206) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi

antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

sosio-emosional.

b. Batasan Usia Remaja

Desmita (2005:80) mengemukakan rentang masa remaja dibedakan menjadi3,

yaitu usia 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa

remaja pertengahan dan 18-21 tahunmerupakan masa remaja akhir. Hurlock (2004:205)

membagi masa remaja menjadi dua, yaitu masa remaja awal dari umur 13-16 atau 17

tahun, danmasa remaja akhir bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu

usia matang secara hukum.

Menurut Jersid (1978) tidak ada batasan yang pasti mengenai pembagian usia

remaja. Secara umum masa remaja dapat ditinjau dari sejak dimulainya seseorang

menunjukkan pubertas dan berlanjut hingga mencapai kematangan seksual, mencapai

tinggi badan maksimum dan pertumbuhan mental yang penuh.

Menurut Sarwono (2006:204) prosedur kedewasaan memiliki tiga tahapan yang

melewati fase remaja yaitu :

1) Remaja Awal (Early Adolesence)

Tahapan usia remaja awal ini antara usia 12-15 tahun. Pada tahap ini remaja

masih penasaran dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya sendiri dan dorongan

yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mengembangakan pikiran-

pikiran baru dan mulai muncul ketertarikan terhadap lawan jenisnya.

2) Remaja Madya (Middle Adolesence)

Tahapan usia remaja madya ini antara usia 15-18 tahun. Pada tahap remaja ini

sangat membutuhkan kawan-kawan dan adanya kecenderungan untuk narsistik.

Selain itu, pada tahapan ini remaja juga berada dalam kondisi kebingungan karena

mereka tidak tahu harus memilih menjadi peka atau tidak peduli, berkumpul atau

menyendiri, idealis atau matrealis dan sebagainya. Remaja pria harus terbebaskan

dari Oedipus Complex dengan cara mempererat hubungannya dengan kawan-kawan

dari lawan jenis.

3) Remaja Akhir (Late Adolesence)

Pada tahap remaja akhir adalah masa konsolidasi yaitu sudah mulai memasuki

fase dewasa yang ditandai dengan tahapan pencapaian sebagai berikut :

a) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual

a. Ego yang mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan pengalaman

baru

b. Terbentuk idealis sosial yang sudah tidak akan berubah lagi

c. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan

orang lain

d. Adanya dinding pemisah antara dirinya pribadi dengan masyarakat umum

c. Perkembangan Remaja

Perkembangan yang terjadi pada remaja meliputi perkembangan pada aspek

psikis, fisik dan sosial. Seorang ahli bernama Thornburg (1982:102) mengatakan

bahwa konsekuensi dari adanya ketiga perkembangan yang dialami remaja

menyebabkan perilaku remaja sering dianggap kurang waras.

1) Perkembangan fisik

Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan

sangat mengaggumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam

kandungan).

Perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu a) sistem

syaraf, b) otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan

kemampuan motorik, c) kelenjar endoktrin, yang menyebabkan

munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja

berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang

sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis, dan d) struktur fisik yang

meliputi tinggi, berat dan proporsi (Kuhlen dan Thompson, 1956: 205).

Perubahan-perubahan fisik terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa

remaja adalah pertumbuhan tubuh (yaitu badan menjadi panjang dan tinggi),

mulai berfungsinya alat-alat reproduksi dan adanya pertumbuhan tanda-tanda

seksual sekunder. Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh,

otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia dan Olds, 2001:201).

Perubahan-perubahan ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,

pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi

reproduksi, secara singkat perubahan fisik pada remaja adalah kematangan,

perubahan fisik otak dan strukturnya semakin sempurna sehingga meningkatkan

kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2003:201).

Secara lengkap Papalia, Olds dan Felman (1998:201) mengungkapkan

karakteristik perubahan fisik remaja, urutan perubahan-perubahan fisik tersebut

sebagai berikut :

a) Pertumbuhan testes, scrotal tac pada usia 10-13,5 tahun

b) Pertumbuhan rambut kemaluan (pubic hair) pada tahun 10-15 tahun

c) Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan

menjadi panjang) pada usia 10,5 – 16 tahun

d) Pertumbuhan penis dan kelenjar prostat (prostat gland), seminal vesicles pada

usia 11-14,5 tahun.

2) Perkembangan psikologis

Perkembangan psikologis meliputi perkembangan kepribadian dan emosi,

perkembangan kognitif dan perkembangan penalaran moral serta religi

(Thonburg, 1982: 102).

Emosi merupakan salah satu potensi yang dimiliki individu dlam bentuk

rasa dan perasaan. Potensi tersebut cenderung memberikan pengaruh yang besar

terhadap perkembangan dan pertumbuhan. Proses kematangan emosi individu

menurut para psikolog merupakan proses yang rumit dalam perkembangan

manusia. Terutama pada remaja yang mulai mengalami perubahan yang sangat

besar baik fisik maupun psikis.

Emosi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak,

menggerak, ditambahkan awalan “e” untuk memberi arti “bergerak,

menjauh” menyiratkan kecenderungan bertindak merupakan hal yang

mutlak dalam emosi. Hal senada di ungkapkan oleh Felman (1992:201)

bahwa definsi sebagai berikut “emotions are feeling that generally have

both physicological and cognitive elements and that influence behavior”.

Emosi adalah perasaan-perasaan yang umumnya memiliki element psikis

dan kognitif yang mempengaruhi perilaku (Goleman, 1995:80).

Pada perkembangan kematangan kepribadian dan emosi, remaja

memerlukan status, kemandirian, prestasi dan falsafah hidup yang memuaskan.

Emosi atau perasaan meliputi rasa tidak senang, rasa benci-sayang, suka-tak suka

dan sebagainya, dan semua itu relatif cepat berubah di dalam masa ini. bentuk-

bentuk emosi yang nampak dalam masa ini adalah rasa marah, takut, cemas, malu,

iri hati, cemburu dan sedih (Mappiare, 1982: 67). Menurut Abdurrahman (1998)

keadaan emosi remaja bersifat belum mapan atau labil, dan hal tersebut mambawa

remaja dalam kegelisahan batin dengan disertai perasaan tertekan, kesal,

canggung dan ingin marah.

3) Perkembangan sosial

Pada perkembangan sosial remaja menjadi dua macam gerak, yaitu gerak

memisahkan diri dari orang tua dan gerak menuju teman sebaya mereka. Mereka

mencari teman sebaya, karena mereka merasakan nasib yang sama, yaitu berada

dalam keadaan interim atau sementara. Sebagian besar kehidupan sosial remaja

dengan orang tua ditinggalkan dan bergabung dengan sebaya atau anggota

kelompok lain dalam usaha untuk mencari nilai-nilai baru.

Remaja mulai meragukan kewibawaan dan kebijaksanaan orang tua,

maupun norma-norma yang ada (Abdurrahman, 1998:12). Masa remaja

merupakan tahap kehidupan penting karena merupakan masa transisi antara

kehidupan yaitu pandangan sosial yang berubah dari klasik atau keluarga menjadi

lebih besar.

d. Nyeri dan perbedaan usia

Pain treshold adalah batas dimana subjek pertama kali mengakui rasa sakit

atau ketidaknyamanan, sedangkan pain tolerance adalah tingkat yang lebih besar,

dimana stimulus diterima oleh subjek sebagai batas untuk menghentikan stimulus

yang diterima. Perbedaan antara ambang nyeri dan toleransi nyeri Merskey dan

Tombak menyimpulkan bahwa pain treshold lebih tergantung pada faktor fisiologis,

dan pain tolerance dipengaruhi oleh faktor psikologis. Petrie melaporkan bahwa rasa

sakit.

Pain tolerance berkurang dengan bertambahnya usia, hal ini berlaku juga untuk

perbedaan jenis kelamin dan ras. Dengan begitu pain tolerance dapat dikatakan

meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini secara klinis telah banyak ditulis

tentang sistem differensial persepsi nyeri. Hal ini dikaitkan dengan perubahan struktur

secara signifikan fungsi kimia dari sistem saraf dan hal ini berdampak terhadap

persepsi nyeri. Dalam sistem saraf perifer kepadatan serat unmyelinated dapat

menurunkan jauh dengan usia (Verdu, Ceballos, Vilches dan Navarro, 2000:9).

Perubahan usia berhubungan dengan pengurangan integritas fungsional neuron

sensorik, perubahan bagian otak juga terjadi, hal ini berkaitan dengan persepsi nyeri

terutama dengan hilangnya volume otak di prefrontal korteks dan hipotalamus.

Terkait dengan persepsi nyeri, hal ini bisa dikarenakan berkurangnya fungsi mekanis

pada modulatory endogen pain terutama dengan dopaminergic neuron di ganglia

basalis (Farrell, 2012:98).

Karena sensasi nyeri diproses oleh beberapa komponen sistem saraf yang tidak

seragam, implikasi sistem saraf karena penuaan tidak sepenuhnya jelas. Penelitian

telah menyoroti peningkatan ambang nyeri untuk orang dewasa yang lebih tua dirasa

lebih kurang sensitif terhadap rasa sakit (Gibson dan Farrell, 2004:12).

e. Fleksibilitas pada usia remaja

Flesibilitas dalam olahraga menjadi perhatian khusus baik untuk atlit ataupun

tenaga kesehatan olahraga. Fleksibilitas dari jaringan lunak sekitar sendi adalah

karakteristik yang sering dinilai selama penilaian cedera akut dan selama proses

rehabilitasi. Epidemiologi cedera olahraga adalah topik yang menarik, tetapi

mengetahui hubungan sebab akibat sangat sulit untuk dicari dari literature yang

tersedia.

Namun banyak ahli dalam kedokteran olahraga percaya bahwa luka olahraga

baik strain, keseleo atau cedera berperan dalam penurunan fleksibilitas. Fleksibilitas

dalam meningkatnya usia cenderung menurun, hal ini terjadi di dalam jaringan ikat

yang dipengaruhi oleh pembentukannya seperti otot, selubung fibrosa dan jaringan

ikat ligamen, tendon dan kulit disekitar sendi juga memiliki jangkauannya sendiri

terhadap fleksibilitas. Diperkirakan 47% peregangan dipengaruhi oleh ligamen dan

struktur sendi, sekitar 41% dari jaringan ikat dan sekitar 10% dari tendon dan 2%

dari kulit.

Otot mengandung elastin, serat elastin dan kolagen, jaringan ikat fibrosa.

Seperti diketahui sifat otot saat meregang memiliki kemampuan untuk kembali ke

panjang semula. Hal ini dipengaruhi oleh resistensi terhadap peregangan yang

berasal dari jaringan ikat fibrosa. Bertambahnya usia, kinerja dari kandungan otot

menjadi berkurang karena pengaruh degeneratif, atau terjadi penurunan fungsional

secara fisiologis. Meski dengan beberapa cara dapat ditingkatkan dengan melakukan

peregangan dari waktu kewaktu untuk mengurangi resistensi dari pengaruh peruaban

usia.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Gleim dan McHugh

tentang Flexibility and its Effects on Sports Injury and Performance yang menerangkan

bahwa fleksibilitas yang merupakan unsur dari gerak sendi merupakan salah satu faktor yang

menentukan dari perfoma seorang atlet saat bertanding, sehingga gangguan pada fleksibitas

tentu saja akan mempengaruhi gerak sendi.

Penelitian ini juga merujuk kepada Gibson et al., (1997) dalam The Classification of

Patients with Chronic Pain : Age as a Contributing Factor yang mendapatkan hasil bahwa

terdapat perbedaan terhadap persepsi nyeri dilihat dari faktor umur yang mempengaruhi. Hal

ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Collen et al., (1997) Pain

Tollerance : Differences According to Age, Sex and Race.

Penelitian lain adalah dari Weber et al., (2015) dalam penelitiannya Fear of

Movement/(re) Injury and Muscular Reactivity in Chronic Low Back Pain Patients : an

Experimental Investigation mendapatkan hasil bahwa rasa nyeri membuat munculnya rasa

takut yang akan menyebabkan penurunan dari kemampuan otot untuk berkontraksi.

Penelitian dari Artha (2012) dalam Cedera Pada Atlet Pencak Silat Daerah Istimewa

Yogyakarta mendapatkan hasil bahwa letak cedera dibagian lengan dan tangan sebanyak 68

dari jumlah 70 responden, dan cedera ini menduduki letak cedera nomor kedua setelah

cedera pada tungkai dan kaki.

C. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh terapi terhadap penurunan nyeri

a. Perbedaan pengaruh terapi swedish massage, hot compress, dan stretching terhadap

penurunan nyeri akibat cedera.

Dalam pertandingan olahraga pencak silat pasti akan terjadi benturan dan dapat

menimbulkan cedera. Cedera adalah suatu akibat daripada gaya-gaya yang bekerja pada

tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk

mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama. Cedera

yang sering terjadi disebabkan berbagai macam faktor eksternal dan internal. Cedera

olahraga adalah segala macam cedera yang timbul, baik pada waktu latihan maupun

pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun sesudah pertandingan. Setiap saat

pertandingan pencak silat, para atlet sering mengalami cedera, baik cedera ringan

maupun cedera berat, maka diperlukan pengetahuaan baik dari pemain, pelatih serta tim

medis sehingga tindakan penyembuhan cedera dapat dilakukan. Hal ini juga yang

diharapkan pada olahragawan pencak silat yang berada di Pondok Pesantren Imam

Syuhodo yang diisi oleh remaja.

Permasalahan cidera yang muncul dalam pertandingan pencak silat antara lain

adalah adanya rasa nyeri pada daerah trauma, dan munculnya keterbatasan gerak pada

sendi yang berdekatan dengan lokasi cidera dan hal ini membutuhkan pertolongan /

tindakan untuk dapat mengurangi atau menghilangkan permasalahan tersebut.

Pemberian terapi untuk mengurangi terjadinya permasalahan dalam kasus cidera yang

diakibatkan oleh pertandingan pencak silat antara lain adalah Swedish massage, hot

compress, dan stretching.

b. Perbedaan penurunan nyeri akibat cedera antara umur 12 – 15 tahun dengan umur 16-19

tahun.

Perbedaan usia dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Markey dan Tombak

terhadap Pain tolerance, dinyatakan bahwa pain tolerace akan berkurang dengan

bertambahnya usia, hal ini berlaku juga untuk perbedaan jenis kelamin dan ras. Dengan

begitu pain tolerance dapat dikatakan meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini

secara klinis telah banyak ditulis tentang sistem differensial persepsi nyeri. Hal ini

dikaitkan dengan perubahan struktur secara signifikan fungsi kimia dari sistem saraf dan

hal ini berdampak terhadap persepsi nyeri. Dalam sistem saraf perifer kepadatan serat

unmyelinated dapat menurunkan jauh dengan usia (Verdu, Ceballos, Vilches dan

Navarro, 2000).

Sehingga dapat ditarik gambaran bahwa semakin bertambah usia seseorang, maka

akan semakin berkurang penerimaan pain tolerance hal ini disebabkan arena sensasi

nyeri diproses oleh beberapa komponen sistem saraf yang tidak seragam, implikasi

sistem saraf karena penuaan tidak sepenuhnya jelas. Penelitian telah menyoroti

peningkatan ambang nyeri untuk orang dewasa yang lebih tua dirasa lebih kurang

sensitif terhadap rasa sakit (Gibson dan Farrell, 2004).

c. Pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan kelompok umur terhadap penurunan nyeri.

Pemberian jenis terapi dalam penurunan nyeri dilihat dari perbedaa usia dapat

dilihat bahwa dari berbagai jenis terapi yang diberikan memiliki perbedaan dalam

memberikan pengaruh terhadap penurunan rasa nyeri yang di akibatkan oleh cedera, di

tambah dengan bahwa perbedaan usia memberi pengaruh penting dalam menciptakan

persepsi tentang rasa nyeri (pain tolerance) sehingga, perbedaan jenis terapi dan

perbedaan umur dalam penelitian ini akan memberikan hasil yang berbeda jika dilihat

dalam hasil uji analisa data nantinya.

Pada penelitian ini massage therapy yang digunakan adalah Swedish massage, hal

ini didasarkan atas penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang ternyata

memberikan dampak yang positif dalam menurunkan tingkat kelelahan (fatigue) dan

penurunan nyeri dari atlet dan juga dapat meningkatkan prestasi diri mereka. Swedish

massage merupakan terapi yang sangat efektif untuk mengurangi kelelahan otot dan

menyeimbangkan sistem musculoskeletal, apabila dilakukan secara teratur dapat

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan kerja otot yang berlebihan (Coach, 2007).

Hot compress adalah terapi dengan memberikan rasa hangat pada daerah tertentu

dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh

yang memerlukan.Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk

menghilangkan rasa sakit.

Mekanisme streching dalam mengurangi nyeri adalah pada saat otot melakukan

strerch, maka frekuensi aksi potensial serabut afferent dari muscle spindle dan golgi

tendon organ meningkat. Saat otot sedang meregang terjadi penguluran panjang

sarkomer penuh menye-babkan pelepasan abnormal crosslink. Pelepasan ini membuat

mikro sirkuler menjadi lancar sehingga rasa nyeri menjadi tertekan ditambah dengan

pembuangan sisa.

2. Pengaruh terapi terhadap penurunan tereterbatasan gerak

a. Perbedaan pengaruh terapi swedish massage, hot compress dan stretching terhadap

penurunan keterbatasan gerak akibat cedera.

Swedish Massage yaitu tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak,

bisanya otot, tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan

posisisendi guna menurunkan nyeri,menghasilkan relaksasi, dan meningkatkan

pergerakan dari otot dan sendi. Massage mempunyai efek distraksi juga dapat

meningkatkan pembentukan endorphin dalam sistem kontrol dasenden. Massage dapat

membuat pasien lebih nyaman karena massage membuat relaksasi otot.

(Henderson,2006).

Hot compress merupakan salah satu metode hydrotherapy yang menggunakan air

hangat sebagai medianya, pada prinsipnya terapi ini merupakan terapi yang

memanfaatkan suhu yang relative tinggi (panas), panas secara langsung dapat memper-

baiki flesibilitas jaringan ikat, otot, myelin dan kapsul sendi, pada penerapan hot

compress pada level sensorik yang diperoleh dari efek panas melalui perbaikan sirkulasi

darah dan metabolisme kemudian akan terjadi arteriol yang timbul akibat peningkatan

aliran darah kapiler dan pada saat sirkulasi meningkat maka mobilitas otot akan

membaik yang mengakibatkan kekuatan otot membaik secara otomatis kemampuan

fungsional tangan juga ikut meningkat.

Stretching dari otot yang mengalami pemendekan akan menghasilkan otot

memanjang secara maksimal tanpa perlawanan, pemberian auto stretching yang

dilakukan secara perlahan dan lembut akan menghasilkan peregangan pada sarkomer

sehingga peregangan akan mengembalikan elastisitas sarkomer yang terganggu, dengan

meningkatnya fleksibilitas dan elastisitas pada otot maka kekuatan otot akan meningkat

dengan meningkatnya kekuatan otot diharapkan kemampuan fungsional tangan juga

ikut meningkat.

b. Perbedaan penurunan keterbatasan gerak akibat cedera antara umur 12 – 15 tahun

dengan umur 16-19 tahun

Otot mengandung elastin, serat elastin dan kolagen, jaringan ikat fibrosa. Seperti

diketahui sifat otot saat meregang memiliki kemampuan untuk kembali ke panjang

semula. Hal ini dipengaruhi oleh resistensi terhadap peregangan yang berasal dari

jaringan ikat fibrosa. Bertambahnya usia, kinerja dari kandungan otot menjadi

berkurang karena pengaruh degeneratif, atau terjadi penurunan fungsional secara

fisiologis. Meski dengan beberapa cara dapat ditingkatkan dengan melakukan

peregangan dari waktu kewaktu untuk mengurangi resistensi dari pengaruh peruaban

usia.

Penurunan keterbatasan gerak pada perbedaan umur dari beberapa teori tidak

menunjukkan signifikansi yang kuat, hal ini beberapa teori mejelaskan bahwa adanya

penurunan elastisitas dari otot dengan bertambahnya usia.

c. Pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan kelompok umur terhadap penurunan

keterbatasan gerak akibat cedera

Seperti diketahui bahwa keterbatasan gerak akibat cedera dalam olahraga pencak

silat merupakan hal yang sering terjadi, dengan beberapa jenis terapi baik swedish

massage, hot compress dan stretching akan memberikan pengaruh terhadap fleksibilitas

dari otot tersebut, perbedaan usia dalam pendapat ahli tidak terpengaruh oleh adanya

perbedaan usia. Sehingga dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan perbedaan usia

tidak mempengaruhi interaksi dari pemberian jenis-jenis terapi yang akan diberikan, dan

jenis terapilah yang akan menentukan ada penurunan keterbatasan gerak.

D. Hipotesis

1. Pengaruh terapi terhadap penurunan nyeri

a. Ada perbedaan pengaruh terapi swedish massage, hot compress, dan stretching terhadap

penurunan nyeri akibat cedera.

b. Ada perbedaan penurunan nyeri akibat cedera antara umur 12 – 15 tahun dengan umur

16-19 tahun.

c. Ada pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan kelompok umur terhadap penurunan

nyeri akibat cedera.

2. Pengaruh terapi terhadap penurunan keterbatasan gerak

a. Ada perbedaan pengaruh terapi swedish massage, hot compress, dan stretching terhadap

penurunan keterbatasan gerak akibat cedera.

b. Ada perbedaan penurunan keterbatasan gerak akibat cedera antara umur 12 – 15 tahun

dengan umur 16-19 tahun.

c. Ada pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan kelompok umur terhadap penurunan

keterbatasan gerak akibat cedera.