bab ii kajian teori dan hipotesis 1. kesehatan dan ... · tulang dan organ-organ tubuh (29-39%)....
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Kesehatan dan Kebugaran Jasmani
Pada masa pembangunan dewasa ini kesehatan yang merata merupakan
titik awal untuk memulai dan mengembangkan tingkat produktivitas di segala
bidang, karena pentingnya pemerataan kesehatan untuk mencapai
keberhasilan program pembangunan perlu diadakan pembinaan kesehatan
dengan melaksanakan program kebugaran jasmani.
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kesehariannya akan dihadapkan
dengan tanggung jawab dan kewajiban untuk mempertahankan kehidupannya
sendiri, kehidupan orang lain, maupun lingkungannya. Oleh karena itu,
pengembangan aspek jasmaniah khususnya aspek kebugaran sangat penting
untuk menunjang kehidupan individu maupun sosial.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setiap
individu pasti akan dihadapkan pada hambatan dan tantangan kehidupan yang
semakin tinggi. Hal tersebut menjadikan setiap individu mempunyai tuntutan
untuk memelihara kebugaran jasmani agar dapat menjalani kehidupan dengan
penuh gairah. Sementara bagi individu yang tidak peduli akan kebugaran
jasmaninya tidak jarang akan menemui berbagai macam gangguan dalam
metabolisme tubuh, jantung dan pembuluh darah, sistem tulang, otot, sistem
syaraf dan juga sistem pernafasan. Oleh karena itu, kebugaran jasmani
menunjukan adanya suatu potensi fungsional dan potensi metabolik.
Sehingga kebugaran jasmani merupakan wujud akan kapasitas fungsional
seseorang secara total melakukan suatu kerja dengan hasil baik tanpa
menimbulkan kelelahan yang berarti. Dalam hal ini masyarakat yang mental
dan jasmaninya sehat maka akan mempunyai kualitas hidup yang tinggi
sehingga untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya pembinaan kebugaran
jasmani perorangan dengan baik.
Kebugaran jasmani yang baik sangat diperlukan oleh setiap orang. Dari
komponen-komponen kebugaran jasmani menunjukkan bahwa kebugaran
10
jasmani ternyata memiliki pengertian luas dan kompleks. Untuk mendapatkan
kebugaran jasmani yang memadai perlu perencanaan yang sistematik melalui
pola hidup sehat bagi masyarakat. Menurut Joko Pekik Irianto (2004: 7)
untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang baik dan memadai diperlukan
pemahaman pola hidup yang sehat bagi setiap lapisan masyarakat meliputi
makan, istirahat, olahraga (intensitas latihan, lama latihan, frekuensi latihan).
Bukan hanya itu saja tetapi jika ingin mendapatkan kebugaran yang
prima, selain memperhatikan makan sehat berimbang juga dituntut
meninggalkan kebiasaan yang tidak sehat seperti : merokok, minum
beralkhohol dan makan berlebihan dan tidak teratur.
Seseorang yang merasa sehat belum tentu bugar sebab untuk dapat
mengerjakan tugas sehari-hari seseorang tidak hanya dituntut bebas dari
penyakit saja, tetapi juga dituntut memiliki kebugaran dinamis (Djoko Pekik
Irianto 2004:3).
Kebugaran jasmani menurut Djoko Pekik I, (2000:2) kebugaran jasmani
(physical fitness), yakni kemampuan seseorang untuk dapat melakukan kerja
sehari-hari secara efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan
sehingga masih dapat menikmati waktu luangnya.
Menurut Afriwardi (2011:37) kebugaran jasmani merupakan suatu
keadaan ketika tubuh masih memiliki sisa tenaga unktuk melakukan
kegiatankegiatan ringan yang bersifat rekreasi atau hiburan setelah
melakukan kegiatan/aktivitas fisik rutin. Dengan kata lain, bugar adalah
keadaan saat tubuh tidak mengalami kelelahan yang berarti setelah
melakukan kegiatn rutin. Kebugaran jasmani bersifat individual, yaitu setiap
orang memiliki tingkat kebugaran yang bersifat spesifik untuk dirinya.
Keadaan kebugaran jasmani seseorang maupun masyarakat juga tidak
lepas akan pengaruh pola hidup seseorang itu sendiri, baik dari status gizi,
kebiasaan hidup, dan lingkungan. Dengan demikian penyuluhan dan
pembudayaan kebugaran jasmani sangatlah penting untuk bisa masuk ke
setiap elemen masyarakat agar dapat memberikan pengertian yang utuh akan
pentingnya kebugaran jasmani.
11
Sedangkan menurut pendapat Rusli Lutan, (2002: 7), kebugaran
jasmani (yang terkait dengan kesehatan) adalah kemampuan seseorang untuk
melakukan tugas fisik yang memerlukan kekuatan, daya tahan, dan flexibility.
Kebugaran jasmani menurut Sadoso Sumosardjuno. (1998:19) adalah
kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari dengan
gampang, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa
atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk
keperluan-keperluan yang mendadak. Menurut Wahjoedi (2001: 59)
kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan tugas dan
pekerjaan sehari-hari dengan giat, tanpa mengalami kelelahan yang berarti,
serta dengan cadangan energi yang tersisa masih mampu menikmati waktu
luang dan menghadapi hal-hal yang tidak terduga sebelumnya. Sedangkan
menurut Nurhasan (2005: 2) pengertian kebugaran jasmani diartikan
kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas fisik dalam waktu yang
relative lama, yang dilakukan secara cukup efisien, tanpa menimbulkan
kelelahan yang berarti.
Kebugaran jasmani mempunyai komponen-komponen yang dapat
mendukung terciptanya kebugaran jasmani yang diinginkan. Mengetahui
komponen kebugaran jasmani sangatlah penting, karena dengan mengetahui
komponen-komponen kebugaran jasmani dapat menentukan baik buruknya
kebugaran jasmani seseorang.
Kesegaran jasmani harus dimiliki oleh setiap individu, karena
kesegaran jasmani akan menjadi modal dasar setiap individu untuk
melakukan aktivitas setiap hari, walaupun aktivitas setiap orang berbeda
sesuai dengan tugas dan profesi masing-masing individu. Kesegaran jasmani
merupakan kemampuan tubuh untuk melakukan tugas tertentu sesuai dengan
tugas fisik tersebut, maka keadaan fisik seseorang juga harus diperhatikan
agar kesegaran tubuh selalu terjaga. Seperti yang ditulis oleh pusat
pengembangan kualitas jasmani, kesegaran jasmani adalah kondisi jasmani
yang bersangkut paut dengan kemampuan dan kesanggupannya, yang
berfungsi dalam pekerjaan secara optimal dan efisien.
12
Sedangkan kesegaran jasmani menurut Rusli Lutan (2001:7), adalah
kemampuan seseorang untuk melakukan tugas fisik yang memerlukan
kekuatan, daya tahan, dan flexibility. Di sisi lain menurut Djoko Pekik Irianto
(2004:2) menyatakan bahwa kesegaran jasmani atau physical fitness adalah
kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa
timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu
luangnya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesegaran jasmani
merupakan kemampuan fisik seseorang untuk dapat beraktivitas sehari-hari
secara efisien dan efektif dalam waktu yang lama dan terus menerus tanpa
mengalami kelelahan yang berarti dan masih bisa untuk menikmati waktu
luangnya dengan baik. Sehingga kesegaran jasmani tersebut penting, karena
dengan keadaan bugar seseorang dapat melakukan aktivitas secara optimal.
Komponen-komponen kesegaran jasmani meliputi : daya tahan jantung
/ peredaran darah dan paru, kemampuan adaptasi biokimia, bentuk tubuh,
kekuatan otot, tenaga ledak otot, daya tahan otot, kecepatan, kelincahan,
kelenturan, kecepatan reaksi dan koordinasi Roji (2004:97). Komponen-
komponen kesegaran jasmani seperti diungkapkan Engkos Kosasih (1985:27)
bahwa kesegaran jasmani terdiri atas komponen-komponen : ketahanan
(endurance), kekuatan (strenght), kelincahan (agility), keseimbangan
(balance), kecepatan (speed), kelentukan (flexibility). Pendapat lain
mengungkapkan bahwa kesegaran jasmani mencakup dua aspek, yaitu
kesegaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan, dan kesegaran jasmani
yang berkaitan dengan performa Rusli Lutan (2001:8). Kesegaran jasmani
yang berkaitan dengan kesehatan mengandung empat unsur pokok yaitu :
daya tahan aerobik, kekuatan otot, daya tahan otot, dan flekibilitas. Kesegaran
jasmani yang berkaitan dengan performa mengandung unsur-unsur :
koordinasi, keseimbangan, kecepatan, agility, power dan waktu reaksi.
Menurut Sadoso Sumosardjuno (1988:19) komponen kesegaran jasmani
terdiri dari empat macam yaitu : daya tahan kardiovaskuler (cardio
endurance), daya tahan otot (muscle endurance), kekuatan otot (muscle
strenght), dan kelentukan (flexibility).
13
Kesegaran jasmani ada dua macam yaitu kesegaran jasmani yang
berhubungan dengan kesehatan dan kesegaran jasmani yang berhubungan
dengan ketrampilan gerak Wahjoedi (2001:59-61). Kesegaran jasmani yang
berhubungan dengan kesehatan (heat related fitness) meliputi : daya tahan
jantung paru, daya tahan otot, kekuatan otot, kelentukan dan komposisi tubuh.
Komponen-komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Daya tahan jantung paru, adalah kapasitas sistem jantung, paru dan
pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal dalam melakukan
aktifitas sehari-hari dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami
kelelahan yang berarti.
2. Daya tahan otot adalah kapasitas sekelompok otot untuk melakukan
kontrakti yang beruntun atau berulang-ulang terhadap suatu bahan
submaksimal dalam jangka waktu tertentu.
3. Kekuatan otot adalah tenaga, atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh
otot-otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban
maksimal.
4. Kelentukan (flexibility) adalah kemampuan tubuh untuk melakukan
gerak melalui ruang gerak sendi atau ruang gerak tubuh secara
maksimal.
5. Komposisi tubuh (body composition) digambarkan dengan berat badan
tanpa lemak. Berat badan tanpa lemak terdiri dari masa otot (40-50%),
tulang dan organ-organ tubuh (29-39%). Berat lemak dinyatakan dalam
prosentasenya terhadap berat badan total. Semakin kecil prosentase
lemak, maka akan semakin baik kinerja seseorang.
Mengetahui, mengerti dan memahami komponen kebugaran jasmani
sangatlah penting karena komponen-komponen tersebut merupakan tolok
ukur baik buruknya tingkat kebugaran jasmani seseorang. Menurut Tri Ani
Hastuti dalam Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia (2008:67), kebugaran
yang berhubungan dengan kesehatan memiliki empat komponen dasar yaitu :
1. Ketahanan jantung dan peredaran darah, hal ini dapat diukur
berdasarkan kemampuan melaksanakan tugas berat secara terus
menerus dengan mengikutsertakan otot-otot dalam jangka waktu lama
14
dibantu penyediaan oksigen yang cukup bagi otot agar berfungsi
sebagaimana mestinya.
2. Kekuatan, diperoleh karena banyaknya kegiatan berlatih, sehingga
seseorang dapat memiliki kemampuan maksimal. Selama melakukan
latihan seluruh otot diikutsertakan.
3. Ketahanan bagian otot, otot sanggup melakukan pekerjaan berulang
dalam jangka waktu lama.
4. Kelentukan tubuh, keadaan ini didapat melalui pemeliharaan dan cara
menggerakkan seluruh persendian.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat menyimpulkan bahwa
kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan suatu
aktivitas dalam waktu tertentu tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan
orang tersebut masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan aktifitas
yang lainnya. Jadi untuk mencapai kondisi kebugaran jasmani yang prima
seseorang perlu melakukan latihan fisik yang melibatkan komponen
kebugaran jasmani dengan metode latihan yang benar.
2. Kondisi Fisik
Kondisi berasal dari kata “condition” (bahasa latin) yang berarti
keadaan. Sedangkan secara definitif kondisi menurut Jopath / Krampel dalam
Syafruddin (1992:34) adalah keadaan fisik dan psikis serta kesiapan seorang
atlet terhadap tuntutan-tuntutan khusus suatu cabang olahraga.
Beberapa ahli mengemukakan batasan tentang pengertian kondisi fisik,
menurut Jonath dan Krampel kondisi fisik itu dapat dibedakan atas pengertian
sempit dan luas. Dalam arti sempit kondisi merupakan keadaan yang meliputi
faktor kekuatan, kecepatan, dan daya tahan. Sedangkan dalam arti luas ketiga
faktor di atas ditambah dengan faktor kelentukan (flexibility) dan koordinasi.
Kesegaran jasmani tidak hanya dicapai dengan aktivitas jasmani
melainkan harus memperhatikan beberapa aspek agar tercapai kesegaran
total, baik kesegaran emosional maupun kesegaran intelektual. Seorang yang
mempunyai kesegaran jasmani yang baik tentunya kesehatannya juga akan
baik. Seperti yang dikemukakan Arma Abdoelah (1994:139) untuk
memperoleh kesegaran jasmani harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut
15
: program aktivitas yang terus menerus, makanan yang bergizi baik, istirahat,
tidur, santai dan pemeliharaan kesehatan yang cukup. Untuk mendapat
kesegaraan jasmani yang memadai diperlukan perencanaan yang sistematik
melalui pemahaman pola hidup sehat bagi setiap lapisan masyarakat, meliputi
tiga upaya, yaitu makan, istirahat dan olahraga (Djoko Pekik Irianto, 2004:7).
Engkos Kosasih (1985:58) bagi individu yang melakukan olahraga
untuk memperbaiki kesegaran jasmani membutuhkan :
1. Intensitas latihan 70-85% dari denyut nadi maksimal (DNM). DNM =
220 – umur (dalam tahun)
2. Lamanya latihan antara 20-30 menit
3. Frekwensi latihan 3 kali seminggu
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani juga diungkapkan
oleh Roji (2004:97), yaitu :
1. Masalah kesehatan, seperti keadaan kesehatan, penyakit menahun
2. Masalah gizi, seperti kurang protein, gizi rendah dan gizi yang kurang
memadai
3. Masalah latihan fisik, seperti usia mulai latihan, frekuensi latihan per
minggu, intensitas latihan dan volume latihan
4. Masalah faktor keturunan, seperti anthropometri dan kelainan bawaan
Lebih lanjut Roji (2004:98) mengemukakan agar latihan fisik dapat
meningkatkan kesegaran jasmani, maka perlu memperhatikan rumusan
latihan sebagai berikut :
1. Macam latihan
Macam latihan disesuaikan dengan kebutuhan kita, namun untuk
mendapatkan kesegaran fisik seutuhnya, komponen-komponen
kesegaran jasmani harus dilatih secara seimbang. Juga pilihlah latihan
yang mudah dan murah, seperti lari jogging dan jalan kaki.
2. Volume latihan
Untuk berlatih kesegaran jasmani bukan atlit diperlukan waktu minimal
20 menit, tidak termasuk pemanasan dan pendinginan.
3. Frekuensi latihan
16
Untuk mencapai kesegaran jasmani, latihan sebaiknya sering dilakukan.
Latihan 5 kali seminggu tentunya memberikan efek lebih baik latihan 2
kali seminggu. Untuk seseorang bukan atlit, latihan 3 kali seminggu
adalah cukup, meskipun demikian latihan 4 kali atau 5 kali seminggu
memberikan hasil sedikit lebih baik.
4. Intensitas latihan
Untuk menentukan kadar intensitas latihan, khususnya untuk
perkembangan daya tahan kardiovaskuler.
Kondisi fisik merupakan aspek penting dan menjadi dasar atau pondasi
dalam pengembangan teknik, taktik, strategi dan pengembangan mental.
Menurut Mochamad Sajoto (1988:57), kondisi fisik adalah satu kesatuan
yang utuh dari komponen-komponen kebugaran jasmani yang tidak dapat
dipisahkan, baik dalam meningkatkan maupun pemeliharaannya. Artinya
bahwa dalam peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen-komponen
tersebut harus dikembangkan. Sekalipun dalam pengembangannya nanti
berorientasi kepada skala prioritas komponen tertentu sesuai dengan
periodesasi, kebutuhan dan tipe gerak dalam olahraga.
Mengetahui komponen kondisi fisik sangatlah penting, karena
komponen-komponen tersebut merupakan sesuatu hal yang vital, dengan kata
lain dapat juga sebagai penentu baik buruknya status atau keadaan fisik
seseorang. Menurut Mochamad Sajoto (1988:57) mengatakan bahwa
komponen-komponen kondisi fisik dapat dibagi menjadi sepuluh, yaitu
kekuatan (strenght), daya tahan (endurance), daya ledak otot (muscular
power), kecepatan (speed), kelentukan (flexibility), keseimbangan (balance),
koordinasi (coordination), kelincahan (agility), ketepatan (accuracy), reaksi
(reaction).
1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan adalah kemampuan kontraksi seluruh sistem otot dalam
menerima beban / tahanan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar
dan mampu mengatasi suatu tekanan dalam waktu kerja tertentu sehingga
kekuatan ini sebagai dasar dari komponen kondisi fisik lain guna
menunjang komponen kondisi fisik tersebut. Kekuatan memegang
17
peranan penting dalam melindungi otot dari kemungkinan cedera, dengan
kekuatan atlet akan dapat lebih cepat melakukan teknik yang diinginkan.
Jadi kekuatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik dan
merupakan komponen yang sangat penting dalam penentuan keberhasilan
seorang atlet, terutama untuk olahraga atletik yang memerlukan kekuatan
maksimal (maximum strenght) atau daya ledak (explosive power) atau
daya tahan kekuatan (strenght endurance). Selain itu kekuatan juga
sangat dibutuhkan oleh seorang atlet untuk meningkatkan kondisi fisik
keseluruhan. Kekuatan merupakan komponen yang paling mendasar dan
sangat penting dalam olahraga. Karena kekuatan merupakan daya
penggerak setiap aktivitas fisik, berperan untuk mencegah cedera, dan
merupakan komponen kondisi fisik lainnya. Meskipun banyak aktivitas
olahraga lebih memerlukan agility, speed, keseimbangan, koordinasi, dan
sebagainya. Tetapi faktor tersebut harus dikombinasikan dengan
kekuatan yang merupakan basis bagi komponen kondisi fisik lainnya.
2. Daya tahan (Endurance)
Menurut Sajoto daya tahan adalah “kemampuan seseorang dalam
meningkatkan kemampuan seluruh tubuh untuk selalu bergerak dalam
tempo sedang sampai cepat yang cukup lama.” (Sajoto, 1988:192). Daya
tahan dibagi menjadi dua komponen, yaitu daya tahan kardiorespirasi dan
daya tahan otot. Daya tahan kardiorespirasi atau daya tahan jantung dan
paru adalah kemampuan jantung (sistem peredaran darah) dan paru
(pernapasan) untuk berfungsi secara optimal saat melakukan aktivitas
sehari-hari dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan
berarti. Daya tahan ini sangat penting untuk menunjang kerja otot, yaitu
dengan mengambil oksigen melalui pernapasan dan mengirimnya ke
otot-otot yang sedang aktif atau berkonsentrasi melalui peredaran darah.
Sedangkan daya tahan otot merupakan kapasitas otot untuk melakukan
kontraksi secara terus menerus pada tingkat intensitas sub maksimal.
Tujuan latihan daya tahan adalah meningkatkan kemampuan daya tahan
aerobik dan daya tahan otot. Artinya, seorang atlet dipacu untuk berlari
dan bergerak dalam waktu lama dan tidak mengalami kelelahan yang
18
berarti. Kemampuan daya tahan dan stamina dapat dikembangan melalui
kegiatan lain dan gerakan-gerakan lain yang memiliki nilai aerobik.
Untuk mempertahankan atau meningkatkan daya tahan
kardiorespirasi adalah dengan melakukan latihan aerobik atau lari
(jogging) selama 40-60 menit dengan kecepatan yang bervariasi.
Sedangkan daya tahan otot itu sendiri mengacu pada suatu kelompok otot
yang mampu untuk melakukan kontraksi berturut-turut untuk waktu yang
lama, misalnya latihan push up dan sit up.
Daya tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk
berlatih dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang
berlebihan (Harsono, 2001:8). Komponen kondisi fisik daya tahan
merupakan komponen yang utama dalam permainan sepak bola.
Sedangkan pada olahraga bola basket, daya tahan digunakan untuk
tambahan waktu jika terjadi skor yang sama pada kuarter 4 dengan
tambahan 1 kuarter dengan durasi 5 menit. Pada atletik itu sendiri daya
tahan digunakan untuk mempertahankan tempo lari pada lari jarak
menengah hingga jauh.
3. Daya ledak otot (Muscular Power)
Kemampuan daya ledak otot atau yang sering kita sebut power, ini
sangat dipengaruhi oleh dua unsur komponen kondisi fisik lainnya yaitu
kekuatan otot dan kecepatan. Kedua komponen kondisi fisik ini tidak
dapat dipisahkan karena pada prinsipnya kerjanya kedua komponen
kondisi fisik ini bekerja bersama untuk menghasilkan kemampuan daya
ledak otot (power), dan dasar dari pembentukan power ini adalah
kekuatan, maka sebelum melatih kondisi fisik power haruslah terlebih
dahulu dilatih kekuatan.
Daya ledak otot atau muscular power adalah kemampuan seseorang
untuk melakukan kekuatan maksimum, dengan usaha yang dikerahkan
dalam waktu sependek-pendeknya (Sajoto, 1988:58). Daya ledak
diperlukan semua cabang olahraga tak terkecuali cabang olahraga atletik,
karena selain kekuatan terdapat pula kecepatan. Sehingga latihan yang
diberikan kepada atlet untuk meningkatkan daya ledak yaitu tidak hanya
19
faktor beban saja tetapi harus memperhatikan faktor kecepatan
konstraksinya. Dengan demikian bahwa daya ledak merupakan salah satu
komponen kondisi fisik yang sangat diperlukan untuk performance
seorang atlet khususnya cabang olahraga atletik.
4. Kecepatan (Speed)
Kecepatan sendiri menurut Harsono (2001:36) adalah kemampuan
untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk
menempuh suatu jarak dalam waktu yang cepat. Sedangkan menurut
Sukadiyanto (2005:106), “kecepatan adalah kemampuan otot atau
sekelompok otot untuk menjawab rangsangan dalam waktu secepat dan
sesingkat mungkin”. Dari pendapat para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kecepatan adalah kemampuan otot dalam menjawab
rangsangan untuk melakukan gerakan-gerakan sejenis dalam mencapai
jarak tertentu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Satu-satunya yang sulit dalam pembinaan mutu kondisi fisik adalah
meningkatkan kecepatan berlari, karena ini untuk sebagian besar
merupakan keturunan atau sifat bawaan seseorang. Untuk menghasilkan
kecepatan dengan baik maka dibutuhkan latihan-latihan yang :
mendukung komponen kondisi fisik tersebut yang sebaiknya diberikan
kepada atlet setelah memiliki komponen kekuatan. Dalam olahraga
atletik kecepatan sangat diperlukan misalnya dalam pencapaian suatu
jarak tertentu pada lari. Sedangkan pada bola voli kecepatan juga sangat
diperlukan misalnya kecepatan memukul bola, memblok atau
mengembalikan smash dari serangan lawan. Bentuk latihan untuk melatih
kecepatan adalah lari cepat dalam jarak dekat, back to back, dan lain-lain.
5. Kelentukan (Flexibility)
Menurut Sajoto kelentukan adalah “ keefektifan seseorang dalam
menguasai dirinya, untuk melakukan segala aktivitas tubuh dengan
penguluran seluas-luasnya, terutama otot-otot, ligamen-ligamen di sekitar
persendian” (Sajoto, 1988:58). Seorang atlet yang tidak memiliki
kelenturan dia akan cenderung akan sedikit sulit dalam melakukan
20
gerakan apalagi dengan gerakan yang kompleks dan dia akan terlibat
kaku. Sebaliknya seorang atlet memiliki kelenturan dia akan lebih mudah
dalam melakukan gerakan dan lebih efisien dan mengurangi risiko
cedera.
Kelentukan merupakan komponen kondisi fisik yang penting sekali
dalam hampir semua cabang olahraga, terutama cabang-cabang olahraga
yang banyak menuntut gerak sendi.
6. Keseimbangan (Balance)
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang mengendalikan
organ-organ syaraf ototnya, selama melakukan gerakan-gerakan yang
cepat, dengan perubahan letak titik bobot badan yang cepat pula baik
dalam keadaan statis maupun dalam gerak dinamis (Sajoto, 1988:58)
Keseimbangan terbagi menjadi dua, (a). Keseimbangan statis
adalah kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan dalam posisi
tetap. (b) keseimbangan dinamis adalah kemampuan mempertahankan
keseimbangan pada waktu melakukan gerak don’ satu posisi ke arah
posisi lain.
7. Kelincahan (Agility)
Kelincahan adalah kemampuan untuk mengubah arah dan posisi
tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu sedang bergerak, tanpa
kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya (Harsono,
2001:21). Jadi kelincahan bukan hanya menuntut kecepatan, akan tetapi
juga flexibility yang baik dari sendi-sendi anggota tubuh. Tanpa memiliki
kelincahan seorang atlet tidak akan bisa bergerak lincah, selain itu faktor
keseimbangan juga penting dalam agility.
Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya agility atau kelincahan
adalah kombinasi kecepatan, kekuatan, kecepatan reaksi, keseimbangan,
kelentukan, dan koordinasi. Bentuk latihan untuk mengembangkan
kelincahan adalah lari bolak-balik atau shuttle run, dalam latihan seorang
atlet dituntut lari cepat, belok cepat, tidak kehilangan keseimbangan dan
posisi tubuh.
21
8. Koordinasi (Coordination)
Koordinasi adalah kemampuan untuk melakukan geraka dengan
berbagai tingkat kesukaran dengan cepat dan efisien dan penuh ketepatan
(Tangkudung, 2006:67). Dalam bukunya Nurhasan (2005;21)
mengemukakan bahwa komponen koordinasi menjadi dasar bagi usaha
belajar yang bersifat sensomotorik.
Makin tinggi tingkat kemampuan koordinasi akan makin cepat dan
efektif dalam mempelajari suatu gerakan. Sedangkan menurut
Sukadiyanto (2005:139) “Koordinasi merupakan hasil perpaduan kinerja
dari kualitas otot, tulang, dan persendian dalam menghasilkan suatu
gerakan yang efektif dan efisien.
9. Reaksi (Reaction)
Reaksi (Reaction) adalah kemampuan seseorang segera bertindak
secepatnya, dalam menanggapi rangsangan-rangsangan yang datang
lewat indera, syaraf, atau feeling lainnya (Sajoto, 1988:59).
10. Stamina
Stamina adalah tingkat yang lebih tinggi dari daya tahan
(endurance). Otomatis kemampuan aerobiknya lebih tinggi daripada
kemampuan aerobik pada daya tahan bahkan dirubah menjadi
kemampuan anaerobik.
Melihat pernyataan di atas bahwa kemampuan daya tahan itu dapat
ditingkatkan menjadi lebih tinggi. Menurut Harsono stamina adalah
“tingkatan daya tahan yang lebih tinggi derajatnya daripada endurance”
(Harsono, 2001:14). Oleh karena itu atlet haruslah dilatih dengan intensitas
yang semakin lama semakin tinggi intensitasnya, sehingga kemampuannya
untuk bertahan terhadap rasa lelah semakin lama semakin meningkat. Dalam
olahraga atletik, stamina ini digunakan untuk pelari jarak menengah hingga
jauh agar dapat mempertahankan kecepatan tertentu. Sedangkan pada sepak
bola, stamina ini berfungsi untuk melakukan gerakan yang relatif lama yang
mengacu pada waktu.
Bompa (1994:317) berpendapat “It is prerequisite to the performance of
skills with hight amplitude and increases the ease with which fast
22
movementsmay be performed.” Dari pendapat Bompa bisa disimpulkan
bahwa flexibility merupakan prasyarat yang diperlukan untuk menampilkan
suatu keterampilan yang memerlukan ruang gerak sendi yang luas dan
memudahkan dalam melakukan gerakan-geraka yang cepat.
Komponen kondisi fisik yang berhubungan dengan penelitian ini adalah
kelentukan (flexibility). Kelentukan adalah keefektifan seseorang dalam
penyesuaian dirinya untuk melakukan segala aktivitas tubuh dengan
penguluran seluas-luasnya, terutama otot-otot dan ligamen-ligamen di sekitar
persendian (Mochamad Sajoto, 1988:58).
a. Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan jaringan yang rusak atau jaringan yang
cenderung rusak. Macam-macam nyeri dilihat dari sumber penyebab
nyeri antara lain : 1) nyeri neuromuscolosceletal non neurogenik yang
dirasakan pada anggota gerak yang timbul akibat proses patalogik
jaringan yang dilengkapi dengan serabut nyeri, 2) nyeri neuromuscolo
scietal neurogenik yaitu nyeri akibat iritasi langsung terhadap sensoris
perifer dengan ciri khas nyeri menjalar sepanjang kawasan distal saraf
yang bersangkutan dan penjalaran nyeri tersebut berpangkal pada
bagian saraf yang mengalami iritasi, 3) nyeri radikuler yaitu nyeri yang
timbul akibat adanya iritasi pada serabut-serabut sensorik di bagian
radiks posterior maupun saraf spiral.
Nyeri dapat kita analisa melalui teori gerbang kontrol yang
banyak diterima banyak ahli. Menurut teori ini affierent terdiri dari 2
kelompok serabut yaitu serabut yang berukuran besar (A-Beta) dan
serabut kecil (A-Delta dan C). Kelomppok afferent ini berinteraksi
dengan subtansia gelatinosa yang berada pada lamina II dan III tulang
belakang medula spinalis, substansia gelatinosa berfungsi sebagai
modulator (gerbang kontrol terhadap A-Beta dan A-Delta). Apabila
substansia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup. Serabut A-
Beta adalah penghantar rangsang non nociceptor, misalnya sentuhan
propioseptive. Apabila kelompok berdiameter kecil (A-Delta dan C)
23
terangsang subtansi gelatinosa menurun aktifitasnya sehingga membuka
gerbang A-Delta dan C serabut pembawa rasa nosiseptive, sehingga
kalau serabut saraf ini terangsang, gerbang akan membuka dan nyeri
berkurang.
Mekanisme nyeri melalui terapi latihan yaitu : terapi latihan
merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam
pelaksanaannya menggunakan gerakan-gerakan tubuh baik secara aktif
maupun pasif sehingga dapat mempercepat penyembuhan cidera atau
penyakit lainnya yang telah merubah pola hidup yang normal.
Terapi latihan berupa gerakan pasif dan aktif yang dilakukan
berulang-ulang dan perlahan-lahan secara ritmis dapat mengaktivasi
serabut saraf berpenampang kecil (A-Delta) dan akan menghabisi
serabut saraf beta berarti rasa nyeri tidak dicetuskan.
Parameter yang penulis gunakan yaitu menggunakan skala visual
analogue scale (VAS) adalah cara pengukuran derajat nyeri dengan
sepuluh skala penilaian yang terbuat dari penggaris khusus atau dengan
cara kita membuat garis lurus sepanjang 10 mm atau 10 cm yaitu :
0mm 10mm
Tabel 2.1. Visual Analogue Scale (VAS)
Nilai Keterangan1 Tidak nyeri2 Nyeri sangat ringan3 Nyeri ringan4 Nyeri tidak begitu berat5 Nyeri cukup berat6 Nyeri berat7 Nyeri sangat berat8 Nyeri amat sangat berat9 Nyeri cukup hebat10 Nyeri hebat
Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang terbatas pada
regio lumbar, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada
satu radik saraf, namun secara luas berasal dari diskus intervertebral
lumbar. Sedang istilah lumbago adalah nyeri hebat dan akut pada regio
lumbar yang disertai penurunan mobilitas.
24
Nyeri punggung bawah adalah perasaan nyeri di daerah
lumbasakral dan sakroiliakal, nyeri punggung bawah ini sering disertai
penjalaran ke tungkai sampai kaki (Harsono, 2000:265). Nyeri
punggung bawah merupakan gangguan neuromuskuloskeletal yang
paling banyak dijumpai di kalangan industri. Sebagian besar disebabkan
oleh gangguan struktur jaringan lunak. Di Amerika Serikat, mechanical
LBP merupakan salah satu keluhan pasien terbanyak yang disampaikan
oleh para dokter. Kurang lebih 60-80% populasi dewasa terkena,
sehingga menduduki rangking 4 keluhan pasien terbanyak di poliklinik
rawat jalan. Ditilik dari beban biaya yang dikeluarkan, LBP merupakan
rangking 3 paling mahal, hanya dikalahkan oleh biaya penyakit kanker
dan penyakit jantung. Selama perjalanan hidupnya 4 dari antara 5 orang
dewasa pernah mengalami keluhan LBP, sehingga keluhan LBP paling
sering menyebabkan kehilangan hari kerja pada umur kurang 45 tahun.
Meskipun LBP sangat banyak dikeluhkan, namun berbagai
masalah yang mendasari sebagian besar tidak berbahaya dan nyeri akan
hilang sendiri dalam beberapa hari atau minggu. Pengetahuan tentang
patologi diskus intervetebral serta tanda dan gejala sudah diketahui
lebih dari setengah abad, tetapi masih banyak pendapat yang berbeda
tentang penyebab dan pengobatannya.
Ada beberapa alasan mengapa dalam banyak pasien terdapat
kesulitan untuk melacak sumber nyeri LBP. Pertama, LBP baik yang
kronik maupun yang berulang. Jarang berhubungan dengan perubahan
atau kerusakan tulang yang tampak secara radiografik. Meskipun ada
perubahan degeneratif atau osteoporotik, tidak secara konsisten
berhubungan dengan LBP, bahkan asimptomatik. Hal ini disebabkan
bahwa perubahan pada diskus intervertebral tidak dianggap sebagai
penyakit, tetapi merupakan proses biologik yang terjadi sepanjang
hidup. Kedua, inervasi pada vertebra adalah diffuse dan overlapping,
sehingga sulit melacak lesi didasarkan pada keluhan dan hasil
pemeriksaan dari pasien, kecuali bila ada nyeri radikuler. Ketiga,
adanya spasme otot paraspinal sebagai mekanisme proteksi terhadap
25
jejas vertebra lebih menutupi sumber nyeri yang asli. Keempat,
meskipun kini LBP jarang dilakukan pembedahan, ada sedikit informasi
dari pengamatan langsung saat operasi, bahwa kerusakan jaringan lunak
berhubungan dengan keluhan nyeri.
1) Anatomi
Spine atau kolumna vertebralis membentuk struktur dasar batang
tubuh. Di mana jumlah spine atau kolumna vertebralis yaitu terdiri dari
33-34 vertebra dan discus intervertebralis. Kemudian vertebra terbagi
menjadi 7 buah vertebra servikalis, 12 buah vertebra torakalis, 5 buah
vertebra lumbalis, 5 buah vertebra sacralis, dan 4-5 buah vertebra
coccygea.
Spine merupakan struktur tubuh yang paling kompleks dan
merupakan penyangga tubuh sekaligus berfungsi sebagai penggerak dan
juga sebagai stabilisator maupun inisiator gerak. Selain itu spine juga
merupakan tempat perlekatan anggota gerak atas dan anggota gerak
bawah serta berfungsi untuk melindungi medula spinalis dan flexibel
terhadap tenaga (force), regangan (stretch), tekanan (compression),
dorongan (shear), tekukan (tilt), maupun putaran (rotation) sehingga
memungkinkan gerakan ke segala arah.
Spine atau kolumna vertebralis memiliki kurva yang berbeda-
beda pada masing-masing bagian, yaitu pada regio servikalis
mempunyai kurva lordosis, regio torakalis kurva kifosis, regio lumbalis
kurva lordosis dan regio sakralis kurva kifosis, sehingga masing-masing
memiliki kekhususan gerak.
Gerakan yang dapat terjadi pada spine yaitu gerak flexi, extensi,
lateral flexi dan rotasi. Secara umum diskus intervertebralis
memungkinkan terjadinya gerak yang luas, namun facet joint yang
merupakan sendi datar dengan gerak utama luncur (glide) dan menekuk
(tilt) mengarahkan dan membatasi serta menstabilisasi gerakan
persegmen karena facet tidak terletak pada bidang yang sama sehingga
memungkinkan terjadinya gerak dominan tertentu pada segmen
tertentu.
26
Saat gerakan flexi vertebra menekuk ke arah anterior, dan di
processus articularis inferior terjadi gerak luncur pada processus
articularis vertebra di bawahnya, vertebra tersebut tidak hanya
menekuk ke anterior tetapi translasi ke anterior, ligamen longitudinal
anterior rileks dan bagian anterior dari annulus fibrosus mengalami
tekanan. Gerakan menjadi terbatas karena tegangan di serabut posterior
annulus fibrosus, ligamen longitudinal posterior, ligamen interspinosus
dan ligamen supraspinosus. Elastisitas dari ligamen flavum dan
tegangan di otot-otot esktensor juga membatasi gerakan.
Saat gerakan extensi vertebra menekuk dan translasi ke arah
posterior dan terjadi gerak luncur di processus articularis inferior ke
arah inferior pada processus articularis di bawahnya. Pada serabut
annulus fibrosus posterior, ligamen longitudinal posterior, ligamen
flavum, ligamen interspinosus dan ligamen supraspinosus rileks
sedangkan gerakan dibatasi oleh tegangan pada serabut annulus
fibrosus anterior dan ligamen longitudinal anterior serta dibatasi oleh
pertemuan antar processus spinosus.
Gerak lateral flexi dan rotasi dibatasi oleh tegangan pada serabut
annulus fibrosus, ligamen di sekelilingnya dan otot antagonis. Range of
motion setiap intervertebral joint kecil, namun ketika gerakan yang
terjadi di setiap segmen digabungkan maka rom akhir akan besar.
Otot spine terdiri atas otot instrinsik dan ekstrinsik dengan fungsi
utama sebagai stabilisator, di samping sebagai penggerak. Otot spine
termasuk otot tipe I sehingga bila ada patologi akan terjadi tighness dan
kontraktur. Otot spine terdiri atas :
a) M. Rectus abdominis untuk flexi dan lateral flexi, berasal dari krista
pubis dan symphysis pubis dan berinsersio di kostae 5-7; processus
xyphoideus.
b) M. Obliquus externus abdominis untuk flexi, lateral flexi, dan
rotasi. Dengan origo dari slips bagian luar di antara kostae 8 dan
berinsertio di abdominal aponeurosis, anterior dari krista illiakum.
27
c) M. Obliquus internus untuk flexi dan lateral flexi, berasal dari fascia
toracolumbar, 2/3 anterior midle dari krista illiska, sebelah lateral
½ dari ligamen inguinale dan berinsersio di bagian inferior kostae
3-4 melalui aponeurosis masuk ke selubung rektus garis pektineal
dari ospubis.
d) M. Semispinalis (toracic) berorigo dari processus transversus
torakal 6-10 dan berinsersio di processus spinosus servikal 6-
torakal 4. Bila berkontraksi secara bilateral berfungsi untuk extensi
kolumna vertebrae, bila secara unilateral berfungsi untuk rotasi
kolumna vertebrae pada sisi yang berlawanan.
e) M. Quadratus lumborum berorigo di krista illiaka dan illiolumbar
ligamen dan berinsersio di processus transversus 1.2-1.4 dan bagian
inferior dari kostae 12. Bila berkontraksi secara bilateral untuk
extensi lumbar spine dan bila secara unilateral untuk lateral flexi
lumbar spine dan elevasi pelvis.
f) M. Multifidus berorigo di posterior sakrum, posterior superior
spina illiaka, mamilary dari processus vertebrae lumbar, processus
transversus dari vertebrae torakal, processus artikularis bagian
inferior dari vertebrae servikal dan berinsersio di processus
spinosus lumbal, torakal, dan servikal. Bila berkontraksi secara
bilateral untuk extensi kolumna vertebrae dan bila secara unilateral
untuk lateral flexi dan rotasi pada sisi yang berlawanan.
g) M. Erector spine terdiri atas M. Iliokostalis toracis yang berorigo di
sudut kostae 7-12 dan berinsersio di sudut kostae 1-6 serta
processus transversus C7, berfungsi untuk extensi trunk bila
berkontraksi secara bilateral dan lateral flexi-rotasi bila
berkontraksi secara unilateral; M. Illiocostalis lumborum berorigo
di tendon erector spine dari sisi medial krista sakralis, processus
spinosus lumbal dan bagian inferior torakal, sebelah dorsum krista
illiaka, lateral dari krista sakrum, sakrotuberous dan posterior
ligamen sakroilliac, berinsersio di sudut kostae 6-7. Berfungsi
untuk extensi bila berkontraksi secara bilateral dan lateral flexi-
28
rotasi-elevasi pelvis bila berkontraksi secara unilateral; M.
Logissimus toracis berorigo di processus transversus vertebrae
lumbal dan fascia toracolumbal serta berinsertio di antara tubercle
dan sudut inferior kostae 9-10 dan processus tranversus vertebrae
torakal. Berfungsi untuk extensi trunk bila berkontraksi secara
bilateral dan lateral flexi bila berkontraksi secara unilateral; M.
Spinalis toracis berorigo di processus spinosus Th1 1-1.2 dan
berinsersio di processus spinosus di atas vertebrae torakal 4-8.
Berfungsi untuk extensi trunk.
2) Etiologi
Etiologi LBP bermacam-macam. Yang paling banyak adalah
penyebab sistem neuromuskuloskeletal. Di samping itu LBP dapat
merupakan nyeri rujukan dari gangguan sistem gastrointestinal, sistem
genitourinaria atau sistem kardiovaskuler. Proses infeksi, neoplasma,
dan inflamasi daerah panggul dapat juga menimbulkan LBP. Penyebab
sistem Neuromuskuloskeletal dapat diakibatkan beberapa faktor antara
lain disebabkan oleh usia.
Pengerahan tenaga dan robekan serta faktor keturunan akan
menyebabkan perubahan degeneratif diskus intervertebral seiring
dengan bertambahnya umur, sehingga terjadi penyakit diskus
intervertebral atau perubahan aestetik sendi-sendi kecil. Perubahan ini
berbeda untuk tiap individu. Bila berat dapat menyebabkan kekakuan
dan nyeri punggung bawah. Spur-spur tulang artrostik dan inflamasi
sendi dapat menyebabkan iritasi saraf dan nyeri tungkai.
3) Patofisiologi
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang
elastic yang tersusun atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit flexible
(discus intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh komplek sendi
faset, berbagai ligament dan otot paravertebralis.
Kontraksi punggung yang unik tersebut memungkinkan flexibility
sementara di sisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang
maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang
29
belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau
melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang.
Otot-otot abdominal dan torak sangat penting pada aktivitas
mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan
struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur, dan
peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat
nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika
usia bertambah tua. Pada orang muda diskus terutama tersusun atas
fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi
fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus merupakan
penyebab nyeri punggung yang biasa diskus lumbal bawah, 1.4-1.5 dan
1.5-S1, menderita stress mekanis paling berat dan perubahan degenerasi
terberat. Penonjolan diskus (berniasi nucleus pulposus) atau kerusakan
sendi faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika
keluar dari kanalis spinalis yang mengakibatkan nyeri yang menyebar
sepanjang saraf tersebut. Sekitar 12% orang dengan nyeri punggung
bawah menderita hernia nucleus pulposus (Brunner & Suddarth,
1984:2321).
4) Gejala dan Tanda-tanda LBP
Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari patofisiologi,
perubahan biokimia atau biomekanik dalam diskus intervertebralis.
Bahkan pola patofisiologi yang serupa pun dapat menyebabkan
sindroma yang berbeda dari pasien ke pasien. Pada umumnya sindrom
lumbar adalah nyeri. Sindroma nyeri muskuloskeletal yang
menyebabkan LBP termasuk sindrom nyeri miofasial dan fibromialgia.
Nyeri misofasial khas ditandai nyeri dan nyeri tekan seluruh
daerah yang bersangkutan (trigger points), kehilangan ruang gerak
kelompok otot yang rersangkut (loss of range of motion) dan nyeri
radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri sering hilang bila
kelompok otot tersebut diregangkan. Fibromialgia mengakibatkan nyeri
30
dan nyeri tekan daerah punggung bawah, kekakuan, rasa capai dan
nyeri otot.
Postur adalah sikap tubuh, baik dengan support selama otot tidak
bekerja atau non aktif maupun dengan koordinasi kerja beberapa otot
untuk mempertahankan stabilitas. Postur dapat dipengaruhi oleh
kesehatan secara general (kondisi umum), struktur tubuh, sex, kekuatan
dan daya tahan, kesadaran visual dan kinestetik, kebiasaan individu,
tuntutan dari tempat kerja, tradisi social serta kultural.
Postur tubuh yang baik atau sering disebut dengan good posture
adalah suatu keadan seimbang antara system muscular dengan sistem
skeletal yang melindungi struktur penyangga tubuh terhadap suatu
trauma atau deformitas yang progesif, di mana struktur-struktur tersebut
sedang bekerja atau istirahat. Dalam keadaan ini otot akan berfungsi
dengan efisien dan bekerja dengan usaha yang minimum serta
menghasilkan posisi yang optimum terhadap organ-organ tubuh seperti
abdomen dan torakal.
Pada umumnya postur dipengaruhi oleh keadaan fisik dan status
emosional seseorang, sehingga dapat menimbulkan bervariasinya postur
seseorang oleh karenanya hal ini akan menyulitkan untuk menentukan
nilai normal postur seseorang karena tidak semua orang dapat
melakukan good postur tersebut, di mana good posture tersebut akan
melahibrkan postur tubuh yang ideal pada seseorang. Dan postur yang
ideal sangat dipengaruhi oleh faktor kebiasaan dari seseorang di dalam
melakukan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga untuk mendefinisikan good postur sangat sulit
ditentukan pada setiap orang karena setiap individu memiliki
antropometrik dan fisik yang berbeda. Secara morfologi tipe tubuh
(somatotipe) terbagi menjadi tiga bagian yaitu ectomorphs (tinggi dan
kurus), endomorphs (pendek dan gemuk), dan mectomorphs (atletik dan
berotot).
Dalam posisi berdiri, secara ideal adalah garis gaya gravitasi
harus terpusat di atas dasar tumpuannya sehingga keseimbangannya
31
hanya dipertahankan oleh usaha otot yang minimal. Sedangkan pusat
gravitasi tubuh tepat berada di depan vertebra S2. Dalam posisi berdiri,
keseimbangan tubuh bergantung pada meratanya distribusi berat tubuh
ke masing-masing kaki dan di antara kedua kaki atau base of support.
Postur tubuh yang seimbang dapat menurunkan kerja otot-otot
yang mempertahankan tubuh yang tetap tegak. Posisi berdiri tegak juga
dipertahankan oleh pergantian aksi dari grup otot antagonist ysng
mencegah terjadinya ovisualance. Keadaan ini menghasilkan suatu
ayunan yang kecil dan kontinyu dari tubuh tersebut. Walaupun tetap
mempertahankan garis gaya gravitasi jatuh di atas area tumpuan di
antara kedua kaki. Besarnya ayunan di sekitar pusat dasar tumpuan
adalah cenderung bertambah besar pada usia yang sangat tua dan usia
sangat muda.
Adanya ayunan postur yang terjadi secara konstan selama berdiri,
menyebabkan beberapa muscle spindle tertarik ke atas secara beraturan
sehingga terjadi pergantian aktivitas dan inaktivitas dari berbagai motor
unit. Hal ini dapat membantu mencegah kelelahan serta membantu
kembalinya aliran darah vena.
Posisi duduk lebih relaks dibandingkan dengan posisi berdiri.
Pada posisi ini akan memberikan sanggahan pada permukaan tubuh atas
membuat tubuh lebih stabil dan diikuti dengan relaksasi dari otot-otot
anggota gerak bawah. Di mana posisi duduk merupakan salah satu
posisi yang paling sering digunakan dalam aktivitas kegiatan sehari-
hari. Dalam posisi duduk, hal yang esensial adalah posisi alignment
vertikal dari kepala ke trunk harus dipertahankan, kecuali dalam
keadaan istirahat dengan punggung dan kepala tersanggah pada kursi
yang enak. Stabilitas duduk bergantung pada posisi yang diambil serta
bentuk dan luas permukaan sanggahan.
Posisi duduk dapat dilakukan di atas lantai, bed atau di atas kursi /
stool. Posisi duduk di atas lantai akan menghasilkan postur tubuh yang
bervariasi, bergantung pada posisi yang diambil oleh kedua tungkai.
Sedangkan posisi duduk di atas kursi / stool cenderung untuk
32
menghasilkan postur tubuh yang tegak, walaupun sangat dipengaruhi
oleh bentuk kursi / stool dan posisi yang diambil.
Posisi tidur merupakan posisi yang menyenangkan dan enak serta
memberikan relaksasi yang sempurna. Posisi ini merupakan postur
normal bagi bayi selama bulan-bulan awal setelah post natal.
Posisi tidur merupakan posisi yang paling mudah di dalam
mempertahankan keseimbangan tubuh karena pusat gravitasi tubuh
menjadi rendah terhadap dasar tumpuan dan gaya gravitasi dinetralisir
oleh mekanisme secara pasif, sehingga hanya sedikit aktifitas otot yang
dibutuhkan untuk mempertahankan tubuh. Dalam posisi ini permukaan
sanggahan harus kuat dan comfortable sehingga pembengkokan tubuh
dapat dicegah serta relaksasi maksimum dapat diperoleh.
Suatu postur dikatakan jelek jika postur tersebut tidak efisien dan
gagal untuk melaksanakan fungsinya atau sejumlah otot yang
sebenarnya tidak perlu digunakan untuk mempertahankan postur
tersebut.
Faktor-faktor yang sangat mendukung pembentukkan pola postur
yang jelak adalah kelemahan tubuh secara general setelah sakit berat
yang merupakan faktor predisposisi, kurangnya pengetahuan pasien
tentang postur yang baik dan kebiasaan yang jelek juga mendukung
pola postur yang jelek.
Penyebab poor posture seringkali tidak jelas, biasanya penyebab
adanya masalah posture karena faktor kebiasaan di mana seseorang
tidak dapat untuk mempertahankan posture atau posisi tubuh yang baik,
tipe postur ini terlihat pada seseorang yang saat melakukan aktivitasnya
dalam posisi berdiri atau duduk dalam jangka waktu yang lama. Untuk
menjaga postur yang benar memerlukan otot-otot yang kuat, flexible
dan dapat dengan mudah untuk beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan. Otot-otot ini harus terus bekerja melawan gravitasi dan
bekerjasama antara satu dengan yang lainnya untuk menjaga postur
yang baik.
33
Penyebab lain dari poor posture adalah adanya nyeri karena tubuh
secara tidak sadar akan mengadopsi posture yang dapat menurunkan
rasa nyerinya tersebut. Dapat juga karena adanya kelemahan otot,
kontraktor otot, ketegangan otot secara lokal yang dapat menyebabkan
disbalance muscle, gangguan stabilitas dan keseimbangan serta dapat
juga disebabkan karena adanya perbedaan panjang tungkai atau
kelainan pada spine.
5) Reaksi Otot dan Bentuk Latihan
Cara otot melakukan respon otot rangka manusia memiliki dua
jenis syaraf penerima yang berbeda urat syaraf receptors, yaitu muscle
spindle dan golgi tendon organs.
Muscle spindle merupakan struktur syraf yang rumit terletak
secara paralel di sepanjang serat-serat otot. Muscle spindel dikenal
sebagai otot intrafusal karena letak struktur syaraf tertutup dalam
perpaduan bentuk spindle yang melebar.
Golgi tendon organs (GTOs) terletak pada urat daging (tendons)
dekat dengan serat otot. Kedua syaraf otot tersebut merupakan inti dari
syaraf penerima yang berperan dalam peregangan.
b. Flexibilitas
Flexibility adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam
ruang gerak sendi. Orang yang mempunyai flexibility tinggi adalah
orang yang mempunyai ruang gerak sendi yang luas dan otot-otot yang
elastis. Menurut Harsono (1988:163),”orang yang otot-ototnya kaku,
tidak elastis, biasanya terbatas ruang gerak sendi-sendinya.”
Menurut AAHPERD (1999:112), “Flexibility is the ability of a
joint and themuscles and tendons surrounding it to move freely and
comfortably through its intended full range of motion (ROM).” Maksud
dari pernyataan tersebut bahwa flexibility adalah kemampuan dari sendi,
otot dan tendon-tendon disekitarnya untuk dapat digerakkan dengan
bebas dan nyaman.
Bompa (1994:317) menyebutkan “Flexibility is affected by the
form, type, and structure of a joint, ligaments and tendons, the muscles,
34
age and sex, body temperature and muscle temperature.” Maksud dari
pernyataan tersebut bahwa flexibility dipengaruhi oleh tipe dan struktur
sendi, ligamen, tendon, otot, usia dan jenis kelamin, serta suhu tubuh
dan suhu otot.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai pengertian flexibility,
maka dapat disimpulkan bahwa flexibility adalah kemampuan untuk
melakukan gerak dalam ruang gerak sendi. Kemampuan yang
dimaksudkan merupakan prasyarat untuk menampilkan suatu
ketrampilan yang memerlukan ruang gerak sendi yang luas dan
memudahkan untuk melakukan gerakan-gerakan yang cepat dan lincah.
Keberhasilan untuk menampilkan gerakan demikian itu sangat
ditentukan oleh luasnya ruang gerak sendi.
Flexibility merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang
mempunyai peranan penting. Peranan tersebut bagi non olahragawan
adalah untuk menunjang aktivitas kegiatan sehari-hari. Sedangkan bagi
para olahragawan yang terlibat dalam cabang olahraga yang banyak
menuntut keluwesan gerak seperti senam, judo, gulat, atletik, dan
cabang-cabang olahraga permainan lainnya ternyata flexibility juga
sangat diperlukan. Flexibility yang dimiliki seseorang biasanya
menggambarkan kelincahan seseorang dalam geraknya. Bahkan bagi
para olahragawan yang terlibat dalam cabang olahraga yang dominan
unsur flexibilitynya, apabila flexibilitynya tinggi akan menampakkan
prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan olahragawan yang tingkat
flexibilitynya rendah.
Flexibility seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Para ahli
memberi penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut antara lain :
Bompa (1994:317) menyebutkan “flexibility is affected by the
form, type, and structure of a joint, ligaments and tendons, the muscles,
age and sex, body temperature and muscle temperature.” Pernyataan
tersebut menyampaikan bahwa flexibility dipengaruhi oleh tipe dan
struktur sendi, ligamen, tendon, otot, usia dan jenis kelamin, serta suhu
tubuh dan suhu otot.
35
Bloomfield, dkk (1994:212) menyebutkan,”Factors affecting
flexibility is age, gender, environmental conditions, phychological
effect, limitations to the range of movement, physiological limitations.”
Maksud dari pernyataan tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi
flexibility adalah usia, jenis kelamin, kondisi lingkungan, efek
psikologis, keterbatasan ruang gerak, dan keterbatasan fisiologis.
Dari beberapa pendapat ahli mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap flexibility, berikut ini akan dijelaskan secara
singkat mengenai faktor-faktor tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Otot
Kebanyakan jaringan dalam tubuh terdiri dari satuan-satuan sel
hidup yang susunannya disesuaikan dengan fungsi jaringan tertentu.
Satuan sel utama dalam jaringannya disebut serabut otot. Serabut
tersebut panjang dan kecil serta dikelilingi oleh matriks jaringan ikat
yang disebut endomisium. Serabut itu letaknya sejajar dan disusun
dalam ikatan. Tiap ikatan dibungkus oleh perimisium, yaitu lapisan
kedua dari jaringan ikat. Ikatan-ikatan ini terbungkus dalam epimisium,
yaitu lapisan jaringan yang menutupi seluruh otot (Dwijowinoto,
1984/1993).
Lapisan-lapisan jaringan ikat membentuk kesatuan susunan otot
rangka yang berfungsi sebagai penghubung antara serabut otot dengan
tulang. Pada kedua ujung otot, lapisan jaringan ikat menyatu dengan
daging yang langsung terikat pada tulang. Jaringan ikat memberikan
kelentukan pada otot, yakni sifat fisik yang menentukan daya rentang
otot. Karena otot seringkali melewati persendian, komponen otot elastis
menjadi faktor yang membatasi kelentukan sendi (Dwijowinoto,
1984/1993).
2. Tendon
Tendon merupakan sekumpulan jaringan penunjang tempat otot
dapat melekat pada tulang. Tendon menghubungkan otot dengan tulang
seperti tali, dan bentuknya datar atau rata. Tendon terdiri dari jaringan
ikat padat yang mempunyai serat yang tersusun oleh garis longitudinal /
36
memanjang. Tendon memiliki regangan yang kecil sehingga
memungkinkan untuk mentransfer kontraksi otot langsung ke tulang
yang diikatnya.
3. Tipe dan Struktur Sendi
Susunan bentuk sendi menentukan kemampuan gerakan
seseorang dan masing-masing susunan persendian juga menyebabkan
perbedaan fungsi yang khusus (Dwijowinoto, 1984/1993:148).
Persendian tubuh manusia biasanya dikelompokkan menurut jenis
gerakan yang dapat dilakukan berdasarkan sifat bentuk fisiknya, yakni
sinatthrodial, amfiarthrodial, atau diarthrodial. Persendian diarthrodial
mempunyai beberapa sifat fisik yang memungkinkan tingkat kelentukan
yang tinggi, termasuk : (1) dua lekukan sendi yang membelah tulang,
(2) tulang muda hialin yang lunak yang menutupi ujung tulang, dan (3)
suatu selaput sinovial yang memberi minyak pada sendi.”
4. Usia
Usia merupakan faktor penting dalam menentukan flexibility
seseorang. Flexibility seseorang meningkat pada masa kanak-kanak dan
berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan Bloomfield, dkk (1994:212) bahwa
“Flexibility increased in a child until adolescence, when there appeared
to be aplateau effect, followed by a steady decrease in mobility as the
individual aged.” Maksud dari pernyataan tersebut adalah flexibility
meningkat pada waktu kanak-kanak sampai masa remaja kemudian
menetap, selanjutnya dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan
mobilitas secara berangsur-angsur.
3. Jenis Terapi Fisik
a. Sinar Infra Merah
Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang7.700 – 4 juta Amstrong. Sebelumnya
telah dijelaskan bahwa selain dari Matahari, sinar Infra merah dapat
diperoleh secara buatan (Sujatno,1993). Berdasarkan panjang
gelombang maka infra merah dapat diklasifikan menjadi dua, yaitu
37
gelombang panjang (non-penetrating) dengan panjang gelombang di
atas 12.000 A sampai dengan 150.000 A, daya penetrasi sinar ini
hanya sampai kepada lapisan superficial epidermis, yaitu sekitar 0,5
mm dan gelombang pendek (penetrating) dengan panjang gelombang
antara 7.700-12.000 A. daya penetrasi lebih dalam dari yang
gelombang panjang, yaitu sampai subkutan kira-kira dapat
mempengaruhi secara langsung terhadap pembuluh darah kapiler,
pembuluh darah limfe, ujung-ujung saraf dan struktur lain dibawah
kulit. Tujuan pemberian infra merah yaitu memanfaatkan kekuatan
panas yang digunakan pada kelainan kulit, otot, maupun jaringan
tubuh bagian dalam lainnya.
Rasa hangat yang ditimbulkan infra red dapat meningkatkan
vasodilatasi jaringan superfisial sehingga dapat memperlancar
metabolisme dan menyebabkan efek relaks pada ujung saraf sensorik.
Efek terapeutiknya adalah mengurangi nyeri (singh, 2005).
1) Efek fisiologis :
a) Meningkatkan proses metabolisme
b) Vasodilatasi pembuluh darah
c) Pengaruh terhadap saraf sensoris
d) Pengaruh terhadap jaringan otot
e) Menaikkan temperatur tubuh
f) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
2) Efek terapeutik :
a) Mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
b) Relaksasi otot
c) Meningkatkan suplai darah
d) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme.
3) Indikasi :
a) Peradangan
b) Gangguan sirkulasi darah
c) Arthritis
38
d) Penyakit kulit
e) Persiapan exercise dan massage
4) Kontra indikasi
a) Luka terbuka
b) Insufisiensi peredaran darah
c) Anestesi kulit
d) Diabetes tingkat lanjut
5) Penatalaksanaan terapi :
a) Persiapan pasien
Sebelum dilakukan terapi pasien diberitahu indikasi dan
kontra indikasi serta tujuan dari alat yang digunakan untuk
terapi. Kemudian posisikan pasien terlentang senyaman
mungkin
b) Persiapan alat
Pastikan alat yang digunakan dalam keadaan baik lalu
hubungkan kabel dalam satu daya dan tekan tombol on
untuk menyalakan.
c) Pelaksanaan terapi
Pemasangan lampu diatur sehingga sinar dari lampu jatuh
tegak lurus terhadap jaringan yang akan diterapi.Jarak
penyinaran untuk lampu non-luminous antara 45 cm.Waktu
terapi sekitar 15 menit
d) Evaluasi
Evaluasi dilakukan sebelum, saat dan setelah terapi
kemudian setelah terapi selesai, rapikan alat kembali.
Gambar 2.1 Infra Merah
39
b. Back exercise
Back exercise mempunyai manfaat untuk memperkuat otot-otot
perut dan otot-otot punggung sehingga tubuh dalam keadaan tegak
secara fisiologis. Back exercise yang dilakukan secara baik dan benar
dalam waktu yang relatif lama akan meningkatkan kekuatan otot
secara aktif sehingga disebut stabilisasi aktif. Peningkatan kekuatan
otot juga mempunyai efek peningkatan daya tahan tubuh terhadap
perubahan gerakan atau pembebanan secara statis dan dinamis.
Back exercise juga akan memperbaiki sistem peredaran darah
sehingga mengatasi terjadinya pembengkakan yang dapat
mengganggu gerakan dan fungsi sendi. Back exercise juga akan
mengurangi nyeri melalui mekanisme gerbang kontrol dan
pengurangan nyeri melalui Beta endorpin. Umumnya perbaikan nyeri
tidak terdapat pada keseluruhan latihan dan kemungkinan tidak dapat
berperan dalam pengurangan nyeri pada latihan punggung bawah
(Borenstein, David G, 1989).
Back exercise yang dilakukan secara baik dan benar dalam
waktu yang relatif lama akan meningkatkan kekuatan otot secara aktif
sehingga disebut stabilisasi aktif. Peningkatan kekuatan otot juga
mempunyai efek peningkatan daya tahan tubuh terhadap perubahan
gerakan atau pembebanan secara statis dan dinamis.
Metode Latihan William flexi merupakan latihan mengulur pada
komponen flexibility pilar belakang pada punggung, selain itu
memberikan penguatan pada pilar depan (otot perut) sehingga dapat
terjadi proses stabilisasi pada tulang belakang (vertebrae). Sedangkan
latihan McKenzie adalah latihan yang bersifat extensi sehingga terjadi
penguluran pada pilar depan pada vertebrae lumbal, dan efek relaksasi
pada otot-otot vertebrae sehingga ada proses relaksasi pada vertebrae.
1) William Flexion Exercises
Secara umum tujuan dari latihan ini adalah mengurangi
tekanan oleh Beban tubuh pada sendi fecet dan merengangkan
otot dan fasia (Meningkatkan extensibilitas jaringan lunak) di
40
daerah lumbal serta bermanfaat untuk mengoreksi postur tubuh
yang salah, meningkatkan stabilitas di daerah lumbal karena
secara aktif melatih otot-otot abdominal, qluteus maximus dan
hamstring. Selain itu dapat membantu mengurangi nyeri dengan
cara mengurangi gaya kompresi pada sendi facet dan
meregangkan flexor hip dan extensor lumbal secara teoritis,
latihan flexi ini akan meningkatkan tekanan intra abdominal yang
mendorong columna vertebralis ke arah belakang, dengan
demikian akan membantu mengurangi hiperloidasis lumbal dan
mengurangi tekanan pada discus intervertebralis. Metode latihan
ini cocok digunakan untuk meningkatan atau memulihkan
mobilitas lumbal. Kontra indikasi dari latihan ini adalah
hipermobilitas segmental dari columna vertebra lumbal. Karena
latihan ini meningktkan intra abdominal, maka sebaliknya latihan
ini hati-hati dilakukan pada pasien dengan gangguan
kordiouaskuler.
Peningkatan kekuatan otot dapat dicapai dengan pemberian
tahanan yang besar dan repetise yang rendah. Sedangkan untuk
meningkatkan mobilitas / flesibilitas lumbal pada pasien dengan
nyeri punggung bawah tidak dibutuhkan latihan dengan
pemberian tahanan yang besar, melainkan dengan peningkatan
latihan lingkup gerak sendi. Latihan ini merupakan salah satu
teknik dalam yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerakan-
gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif sehingga dapat
mempercepat penyembuhan cidera atau penyakit lainnya yang
telah merubah pola hidup yang normal.
Terapi latihan berupa gerakan pasif dan aktif yang
dilakukan berulang-ulang dan berlahan secara ritmis dapat
mengaktivasi serabut saraf berpenampang kecil (adeta) dan akan
menginhibisi serabut saraf beta berarti rasa nyeri tidak dicetuskan.
Secara umum tujuan latihan ini meliputi pencegahan
disfungsi dengan pengembangan peningkatan kemampuan
41
kardiouaskuler, mobilisasi dan flexsibilitas jaringan lunak,
stabilitas, relaksasi, koordinasi keseimbangan dan kemampuan
fungsional.
Dalam meningkatkan kekuatan otot dilakukan dengan aktif
William Flexi karena dengan latihan ini berusaha untuk
mengontraksikan ototnya. Otot yang berkontraksi secara langsung
berhubungan dengan besarnya ketegangan dari serabut otot, jika
kontraksi tersebut ditahan akan meningkatkan tonus. Latihan
penguatan bertujuan untuk meningkatkan daya tahan otot dengan
intensitas pengulangan yang rendah dan waktu yang lama, adapun
macam gerakan pada william flexi exercise adalah sebagai
berikut:
1. Pelvic tilt.
Lie on your back with knees bent, feet flat on floor. Flatten
the small of your back against the floor, without pushing
down with the legs. (Berbaring telentang dengan lutut
ditekuk, kaki rata di lantai. Meratakan punggung Anda
terhadap lantai, tanpa menekan dengan kaki).
Gambar 2.2. Latihan william exercise 1
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
2. Single Knee to chest.
Lie on your back with knees bent and feet flat on the floor.
Slowly pull your right knee toward your. Lower the knee
and repeat with the other knee (Berbaring telentang dengan
lutut ditekuk dan kaki datar di lantai. Perlahan tarik lutut
kanan ke arah bahu Anda. Turunkan lutut dan ulangi dengan
lutut yang lain).
42
3. Double knee to chest.
Begin as in the previous exercise. After pulling right knee to
chest, pull left knee to chest and hold both knees. Slowly
lower one leg at a time (Mulailah seperti pada latihan
sebelumnya. Setelah menarik lutut kanan ke dada, tarik lutut
kiri ke dada dan memegang kedua lutut. Perlahan-lahan lebih
rendah satu kaki pada suatu waktu).
Gambar 2.3. Latihan william exercise 3
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
4. Partial sit-up.
Do the pelvic tilt (exercise 1) and, while holding this position,
slowly curl your head and shoulders off the floor. Hold
briefly. Return slowly to the starting position (diawali
dengan posisi yang sama dengan latihan pertama dan, sambil
memegang posisi ini, perlahan-lahan mengangkat kepala dan
bahu dari lantai. Tahan sebentar. Kembali perlahan-lahan ke
posisi awal).
Gambar 2.4. Latihan william exercise 4
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
5. Hamstring stretch.
Start in long sitting with toes directed toward the ceiling and
knees fully extended. Slowly lower the trunk forward over the
legs, keeping knees extended, arms outstretched over the legs,
43
and eyes focus ahead (Mulai dengan posisi duduk dengan
kaki diarahkan pada langit-langit dan lutut sepenuhnya
diluruskan. Perlahan-lahan badan dicondongkan ke arah kaki
dan tetap menjaga lutut posisi lurus, lengan terentang di atas
kaki, dan mata fokus ke depan).
Gambar 2.5. Latihan william exercise 5
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
6. Hip Flexor stretch.
Place one foot in front of the other with the left (front) knee
flexed and the right (back) knee held rigidly straight. Flex
forward through the trunk until the left knee contacts the
axillary fold (arm pit region). Repeat with right leg forward
and left leg back (Tempatkan satu kaki di depan yang lain
dengan posisi lutut depan tertekuk dan kaki yang lain lurus ke
belakang, kaki depan lutut kiri mendekati lipatan ketiak.
Ulangi dengan kaki kanan ke depan dan kaki kiri kembali.)
Gambar 2.6. Latihan william exercise 6
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
44
7. Squat.
Stand with both feet parallel, about shoulder’s width apart.
Attempting to maintain the trunk as perpendicular as
possible to the floor, eyes focused ahead, and feet flat on the
floor, the subject slowly lowers his body by flexing his knees
(Berdiri dengan kedua kaki sejajar, sekitar lebar bahu yang
terpisah. Mencoba untuk menjaga punggung tegak lurus ,
mata terfokus ke depan, dan kaki datar di lantai, subjek
perlahan menurunkan tubuhnya dengan meregangkan lutut).
Gambar 2.7. Latihan william exercise 7
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
2) Mc.Kenzie Back Exercises
Postural correction atau koreksi sikap bila diterjemahkan
menurut kamus kedokteran yaitu merupakan suatu cara untuk
mengontrol posisi tubuh yang benar pada posisi apa saja dalam
melakukan suatu aktivitas.
Koreksi sikap posisi extensi pada regio punggung adalah
suatu bentuk latihan pada regio punggung dengan gerakan extensi
yang ditujukan untuk mengkoreksi sikap tubuh. Salah satu bentuk
latihan ini diantaranya adalah latihan Mc Kenzie yang
dikembangkan pada tahun 1960 oleh Robin Mc Kenzie. Latihan
Mc Kenzie adalah suatu latihan spesifik pada problem yang
mengenai tulang belakang dan meliputi satu set latihan yang
gerakannya menjauh dari extremitas pada punggung (extensi)
45
untuk membantu peregangan pada tulang belakang dan membantu
penurunan nyeri.
Metoda ini berdasarkan pada kondisi – kondisi pada
problem tulang belakang atau kondisi yang berdasarkan gejala
dari postural syndrom. Postural syndrom dapat mengakibatkan
joint blockade dikarenakan postur tubuh dengan posisi yang
buruk dalam hal ini adanya penambahan kurva kifosis pada
torakal serta adanya anteroposisi kepala dan protraksi skapula..
Latihan koreksi sikap posisi extensi punggung ini dapat
memberikan manfaat seperti memperbaiki mobilitas, stabilitas
pada struktur sendi vertebra, dapat mengkoreksi posture yang
tidak baik serta dapat mengurangi keluhan nyeri karena dengan
adanya koreksi postur ini maka dapat mengurangi iritasi pada
jaringan facet, diskus kostovertebra dan kostotransversal,
mengembalikan puncak kurva torakal serta dapat mengurangi
spasme pada otot-otot segmental yang bersangkutan. Latihan ini
dimulai dari gerakan extensi secara general dengan posisi yang
telah terkoreksi sehingga memungkinkan semua otot dapat
berkontraksi dan terulur secara general.
Mekanisme penurunan nyeri dengan latihan koreksi sikap
extensi punggung diantaranya dengan latihan Mc Kenzie yaitu
dengan latihan tersebut akan memperbaiki atau mengembangkan
kearah sikap tubuh yang normal (correct posture) dan
mempertahankannya. Sehingga otot – otot dan ligamen serta
sendi akan lebih dinamis dalam memelihara tubuh pada saat
melakukan gerakan, mobilisasi costovertebral membantu
peregangan otot –otot paravertebra dan menguatkan otot – otot
yang lemah serta mengulur atau meregangkan otot – otot yang
tegang atau memendek. Dengan terulurnya otot yang mengalami
spasme sirkulasi darah akan meningkat sehingga otot dapat
berkontraksi dan menjadi rileks sehingga akan terjadi penurunan
nyeri pada regio punggung atas.
46
Pada waktu melakukan latihan sedapat mungkin gerakan
yang dilakukan pelan, berirama dan terkontrol serta sesuai dengan
kemampuan pasien
Setiap jenis gerakan dilakukan dengan 7 kali repetisi.
Adapun macam gerakan pada Mc. Kenzie Exercise adalah sebagai
berikut :
1. Prone lying.
Lie on your stomach with arms along your sides and head
turned to one side (Berbaring tengkurap dengan lengan
sepanjang sisi Anda dan kepala berpaling ke satu sisi).
Gambar 2.8. Latihan mc. kenzie exercise 1
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
2. Prone lying on elbows.
Lie on your stomach with your weight on your elbows and
forearms and your hips touching the floor or mat. Relax your
lower back. If this causes pain, repeat exercise 1, then try
again (Berbaring telungkup dengan berat badan Anda pada
siku dan lengan dan pinggul Anda menyentuh lantai atau
tikar. Bersantai punggung bawah Anda. Jika ini menyebabkan
nyeri, ulangi latihan 1, kemudian coba lagi)
Gambar 2.9. Latihan mc. kenzie exercise 2
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
47
3. Prone press-ups.
Lie on your stomach with palms near your shoulders, as if to
do a standard push-up. Slowly push your shoulders up,
keeping your hips on the surface and letting your back and
stomach sag. Slowly lower your shoulders. Repeat 10 times
(Berbaring telungkup dengan telapak tangan dekat bahu Anda,
seolah-olah untuk melakukan standar push-up. Perlahan-lahan
mendorong bahu Anda ke atas, menjaga pinggul Anda pada
permukaan dan membiarkan punggung dan perut Anda
melorot. Perlahan-lahan menurunkan bahu Anda. Ulangi 10
Gambar 2.10. Latihan mc. kenzie exercise 3
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
4. Progressive extension with pillows.
Lie on your stomach and place a pillow under your chest.
After several minutes, add a second pillow. If this does not
hurt, add a third pillow after a few more minutes. Remove
pillows one at a time over several minutes (Berbaring
telungkup dan menempatkan bantal di bawah dada Anda.
Setelah beberapa menit, tambahkan bantal kedua. Jika ini
tidak sakit, tambahkan bantal ketiga setelah beberapa menit.
Hapus bantal satu per satu selama beberapa menit).
Gambar 2.11. Latihan mc. kenzie exercise 4
48
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
5. Standing extension.
While standing, place your hands in the small of your back
and lean backward. Use this exercise after normal activities
during the day that place your back in a flexed position:
lifting, forward bending, sitting, etc (Sambil berdiri, letakkan
tangan Anda di punggung dan bersandar ke belakang.
Gunakan latihan ini setelah kegiatan normal sehari hari dan
selama hari itu menempatkan Anda dalam posisi tertekuk:
mengangkat, membungkuk ke depan, duduk, dll).
Gambar 2.12. Latihan mc. kenzie exercise 5
(sumber : Blackburn, P. 1981,The Back & Abdominal Exercise Spesialists)
49
4. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat risiko keluhan otot rangka. Walaupun masih ada perbedaan
pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap
resiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara
signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi
tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis,
kemampuan otot wanita lebih rendah dari pada pria. Berdasarkan
beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus
musculoskeletal disorders lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada
pria.
Hampir semua orang pernah mengalami nyeri pinggang, hal ini
menunjukan seringnya gejala ini dijumpai pada sebagian besar
penderita. Sakit pinggang merupakan keluhan banyak penderita yang
berkunjung ke dokter. Yang dimaksud dengan istilah sakit pinggang
bawah ialah nyeri, pegal linu, ngilu, atau tidak enak didaerah lumbal
berikut sacrum. Dalam bahasa inggris disebut dengan istilah Low Back
Pain (LBP).
Nyeri pinggang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting pada semua negara. Besarnya masalah yang diakibatkan oleh
nyeri pinggang dapat dilihat dari ilustrasi data berikut. Pada usia kurang
dari 45 tahun, nyeri pinggang menjadi penyebab kemangkiran yang
paling sering, penyebab tersering kedua kunjungan kedokter, urutan
kelima masuk rumah sakit dan masuk 3 besar tindakan pembedahan.
Pada usia antara 19-45 tahun, yaitu periode usia yang paling produktif,
nyeri pinggang menjadi penyebab disabilitas yang paling tinggi.
Di Indonesia, LBP dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara
keseluruhan, LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49
%). Pada negara maju prevalensi orang terkena LBP adalah sekitar 70-80
%. Pada buruh di Amerika, kelelahan LBP meningkat sebanyak 68 %
antara thn 1971-1981.
50
Sekitar 80-90% pasien LBP menyatakan bahwa mereka tidak
melakukan usaha apapun untuk mengobati penyakitnya jadi dapat
disimpulkan bahwa LBP meskipun mempunyai prevalensi yang tinggi
namun penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utam nyeri
pinggang bawah. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan
pekerjaan otot atau sudah lama tidak melakukan kegiatan ini dapat
menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Cara bekerja di pabrik atau
di kantor dengan sikap yang salah lama-lama nenyebabkan nyeri
pinggang bawah yang kronis.
Patah tulang, pada orang yang umurnya sudah agak lanjut sering
oleh karena trauma kecil saja dapat menimbulkan fraktur kompresi pada
korpus vertebra. Hal ini banyak ditemukan pada kaum wanita terutam
yang sudah sering melahirkan. Dalam hal ini tidak jarang osteoporosis
menjadi sebab dasar daripada fraktur kompresi. Fraktur pada salah satu
prosesus transversus terutama ditemukan pada orang-orang lebih muda
yang melakukan kegiatan olahraga yang terlalu dipaksakan.
Pada penderita dengan obesitas mungkin perut yang besar dapat
menggangu keseimbangan statik dan kinetik dari tulang belakang
sehingga timbul nyeri pinggang.
Ketegangan mental terutama ketegangan dalam bidang seksual atau
frustasi seksual dapat ditransfer kepada daerah lumbal sehingga timbul
kontraksi otot-otot paraspinal secara terus menerus sehingga timbul rasa
nyeri pinggang. Analog dengan tension headache maka nyeri pinggang
semacam ini dapat dinamakan “tension backache”.
Tidak jarang seorang pemuda mengeluh tentang nyeri pinggang,
yang timbul karena adanya anggapan yang salah yaitu bahwa karena
seringnya melakukan onani di waktu yang lampau lantas kini sumsum
balakangnya telah menjadi kering dan nyeri.
Penyebab LBP bermacam-macam dan multifaktorial; banyak yang
ringan, namun ada juga yang berat yang harus ditanggulangi dengan
cepat dan tepat. Mengingat tingginya angka kejadian LBP, maka tidaklah
51
bijaksana untuk melakukan pemeriksaan laboratorium yang mendalam
secara rutin pada tiap penderita. Hal ini akan memakan waktu yang lama,
dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama dan
dibantu oleh pemeriksaan laboratorium yang terarah, maka penyebab
LBP dapat ditegakan pada sebagian terbesar penderita
Kondisi fisik antara pria dan wanita berbeda karena adanya
perbedaan ukuran tubuh yang terjadi setelah masa pubertas. Daya tahan
kardiovaskuler yang menunjang stamina seseorang pada masa pubertas
terdapat perbedaan, karena wanita memiliki jaringan lemak yang lebih
banyak dibandingkan pria. Hal yang sama juga terjadi pada kekuatan
otot, karena perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita disebabkan
oleh perbedaan ukuran otot baik besar maupun proposinya dalam tubuh.
Kekuatannya otot pria dan wanita berbeda karena perbedaan massa
otot. Sementara jika diukur berdasarkan kekuatan per sentimeter persegi
luas cross sectional, konstraksi maksimal yang dapat dicapai wanita bisa
menyamai pria, yaitu sekitar 3-4 kg/cm2.
Otot pria lebih tebal dibandingkan otot wanita sehingga lebih kuat,
bahkan tanpa latihan beban. Hal ini disebabkan oleh testosteron, hormon
steroid yang disekresikan utamanya pada pria. Testosteron ini akan
mempromosikan sintesis dan perakitan aktin serta miosin. Sayangnya,
fakta inilah menjadi pemicu atlet, baik pria maupun wanita, untuk
menggunakan steroid atau yang mirip steroid untuk meningkatkan
performa mereka.
Metode latihan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
endurance (ketahanan) training dan resistance (kekuatan) training.Latihan
untuk meningkatkan ketahanan melibatkan tantangan yang berbeda
dengan otot yang dilatih kekuatannya sehingga adaptasi yang terjadi juga
berbeda.
Latihan kekuatan (resistance) adalah latihan yang menyebabkan
otot untuk berkontraksi melawan beban eksternal dengan tujuan
meningkatkan kekuatan, tonus, massa, dan / atau daya tahan. Beban
eksternal dapat berupa dumbbells, pipa karet olahraga, berat badan tubuh
52
sendiri, batu bata, botol air, atau benda lain yang menyebabkan otot-otot
untuk berkontraksi. Sementara itu, latihan daya tahan merupakan latihan
yang erat hubungannya dengan penggunaan oksigen (aerobik). Tubuh
akan dilatih untuk menggunakan oksigen sebagai pembantu untuk
menyediakan energi. Hasil yang ingin dicapai, tentunya adalah
peningkatan sistem penyedia energy.
Dalam suatu latihan otot, beban kerja diberikan dalam bentuk
massa yang harus dilawan atau dipindahkan oleh gaya kontraksi otot.
Dengan memperhatikan besar beban (resistance / intensity) dan ulangan
kontraksi otot (repetitions), pembebanan terhadap otot dapat diatur.
Secara umum, peningkatan kekuatan otot dapat dicapai dengan latihan
beban besar kurang dari 6 kontraksi otot (higher resistance, high intensity
and lower repetitions) sedangkan daya tahan otot bisa meningkat pada
latihan beban ringan untuk kontraksi otot lebih dari 20 kali (lower
resistance and higher repetitions).
Pada latihan kekuatan otot, peningkatan kekuatan otot awalnya
disebabkan oleh perbaikan kontrol sistem saraf motorik seperti
penyelarasan rekruitmen motor unit, penurunan hambatan autogen golgi
tendon organ, koaktivasi otot agonis dan antagonis serta frekuensi impuls
motorik yang menuju unit motorik. Sementara itu, pada latihan daya
tahan, adaptasi terbesar terjadi pada proses biokimiawi di dalam otot.
Pembesaran otot mungkin terjadi, tapi hanya sedikit sekali.
Atlet dengan tingkat ketahanan tinggi sering memiliki proporsi
serat kedut lambat yang lebih tinggi. Serat ini lebih efisien dalam
menggunakan oksigen untuk menghasilkan bahan bakar lebih (ATP)
secara terus menerus untuk kontraksi otot dalam waktu yang lama. Hal
tersebut membantu atlet untuk lari maraton maupun bersepeda selama
berjam-jam.
Olahraga ketahanan aerobik yang teratur, seperti jogging jarak jauh
atau berenang, memicu perubahan metabolik di dalam serat oksidatif,
serat paling digunakan selama olahraga aerobik. Misalnya, terjadi
peningkatan jumlah, ukuran dan kepadatan mitokondria dan kapiler
53
pensuplai darah ke serat tersebut. Otot menjadi teradaptasi karena bisa
menggunakan oksigen secara lebih efisien sehingga bisa lebih memiliki
ketahanan beraktivitas tanpa kelelahan. Selain itu, penggunaan asam
lemak sebagai bahan bakar semakin efektif daripada penggunaan
glikogen. Meskipun begitu, ukurannya tidak banyak berubah.
Jaringan otot manusia dibuat dari bahan dasar yang sama terlepas
dari otot tersebut adalah otot milik pria atau wanita. Bila dibandingkan
dengan pria, wanita biasanya memiliki massa otot yang lebih sedikit,
massa lemak yang lebih banyak, dan serabut otot yang lebih kecil.
Laki-laki dan perempuan memiliki faktor resiko yang sama
terhadap nyeri punggung bawah sampai dengan umur 60 tahun, namun
pada kenyataannya seorang wanita yang mengalami menopouse lebih
sering mengalami gangguan nyeri punggung bawah daripada laki-laki,
hal ini tentunya berhubungan dengan berhentinya produktivitas hormon
estrogen pada wanita yang mengalami menopouse. Selain gangguan
berupa hormon, seorang wanita juga mempunyai lebih banyak faktor
penyebab terjadinya nyeri punggung bawah seperti menstruasi,
kehamilan dan kegemukan.
Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phillips
(1955), Kirchnerdan Glines (1957), dalam Bloomfield,dkk (1994:212).
Mereka mengatakan,” ...that elementary school aged girls were more
flexible than boys of a similar age.” Selain itu Bompa (1994:318)
menyebutkan,” age and sex affect flexibility to theextent that younger
individuals and girls as opposed to boys, seem to be moreflexible.”
Bahkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Phillips (1955), Kirchner
dan Glines (1957), dalam Bloomfield,dkk (1994:212) menyebutkan,”
females appear to be more flexible with smaller bones and less
musculature thanmales.” Jadi maksud penjelasan di atas ialah wanita
lebih lentur daripada laki-laki karena tulang-tulangnya lebih kecil dan
otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bompa (1994:317),” The capacity
to perform movementover a broad range is known as flexibility, or quite
54
often mobility, and is of significantimportance in training.” Penjelasan
tersebut menggambarkan bahwa pada proses latihan, flexibility
merupakan komponen kondisi fisik yang tidak boleh diabaikan, sehingga
manfaat latihan flexibility itu benar-benar dapat dirasakan atau diperoleh
hasilnya oleh orang yang melakukannya, sehingga dapat diperoleh
simpulan bahwa setiap orang dianjurkan untuk memiliki tingkat
flexibility yang tinggi. Namun dengan cara apa tingkat flexibility yang
tinggi dapat dicapai? Ternyata dengan adanya kemajuan ilmu dan
teknologi dalam kepelatihan olahraga saat ini, ada beberapa metode
latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan flexibility.
Pria dan wanita memiliki karakteristik tubuh yang berbeda,
termasuk bentuk ototnya. Alasan utama wanita tidak mau melakukan
angkat beban yaitu takut akan bertubuh seperti pria yang berotot dan
kekar. Ini hanyalah sebuah mitos yang tentu saja tidak benar.
Pada prinsipnya, tubuh pria dan wanita adalah sama baik bentuk
tubuh dan bentuk ototnya. Yang membedakan ialah kuantitasnya karena
yang menentukan kuantitas otot pada pria ialah keberadaan hormon
testosteron yang sangat memainkan peranan penting dalam pembentukan
otot. Hormon testosteron pada pria sangat berlimpah jumlahnya.
Sedangkan pada wanita hormon ini sangat terbatas sehingga otot yang
dibentuk pada tubuh wanita lebih cenderung kencang dan padat
dibandingkan membesar layaknya laki-laki.
Namun ada beberapa wanita yang menginginkan bentuk badan
seperti pria, tapi ini untuk kalangan terbatas saja, biasanya untuk atlet
binaraga wanita. Untuk membentuk otot seperti pria, para atlet
binaragawan wanita menggunakan hormon testosteron buatan untuk
meningkatkan pertumbuhan otot mereka sampai maksimal. Namun yang
disayangkan penggunaan hormon ini membuat timbulnya ciri sekunder
pria, seperti suara yang makin berat, payudara mengecil, bentuk wajah
menyerupai pria dan lain-lain. Begitu pula dengan pria yang
menggunakan hormon testosterone buatan, akan membuat pertumbuhan
55
ototnya menyerupai wanita, seperti otot dada yang membulat seperti
payudara wanita.
a. Perbandingan nyeri punggung bawah antara laki-laki dan perempuan
Berdasarkan penelitian Altinel, Levent, et al (2008) didapatkan
bahwa prevalensi NPB pada perempuan adalah 63,2% dan pada laki-
laki sebesar 33,8% setidaknya satu kali dalam hidup mereka untuk
menderita NPB
Wanita sedikit lebih rentan terkena nyeri punggung bawah
daripada laki-laki. Puncak kejadian nyeri punggung bawah adalah
pada usia sekitar 50 tahun. Pada usia tersebut, wanita mulai memasuki
masa menopause. Ketika wanita mengalami menopause, kepadatan
tulang berkurang karena penurunan hormon esterogen. Penurunan
kepadatan tulang akan meningkatkan risiko nyeri punggung bawah,
namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat
mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita
keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus
menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen,
sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktifitas
mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat
diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan
keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar yang
biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari. Mengangkat beban
berat lebih dari 25 Kg sehari akan memperbesar resiko timbulnya
keluhan nyeri pinggang.
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang
yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh
yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri,
tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan
nyeri pinggang. Misalnya pada pekerja kantoran yang terbiasa duduk
dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang
56
mahasiswa yang seringkali membungkukan punggungnya pada waktu
menulis.
Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk
atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada
kasur yang tidak menopang spinal (tulang belakang). Kasur yang
diletakkan diatas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian
tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri
langsung membungkuk mengambil beban, merupakan posisi yang
salah. Seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih
dahulu.
Selain sikap tubuh salah yang seringkali menjadi kebiasaan,
beberapa aktifitas berat seperti berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari,
melakukan aktifitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2
jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga
dalam sehari, berjalan lebih dari 3,2 Km dalam sehari dapat pula
meningkatkan resiko timbulnya nyeri pinggang.
Penyebab tersering terjadinya nyeri pinggang (LBP) adalah
peregangan tulang pinggang (akut/kronis). Peregangan tersebut
merupakan cedera regangan pada ligamentum, tendon dan otot
pinggang. Regangan akan menyebabkan luka pada organ tersebut.
Dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain; pergerakan yang
tidak benar atau trauma. Disebut akut bila keadaan ini berlangsung
dalam beberapa hari atau minggu, dan disebut kronis bila keadaan ini
berlangsung lebih dari 3 bulan.
Peregangan tulang pinggang sering terjadi pada orang yang
berumur diatas 40 tahun. Terkadang keadaan ini bisa menyerang tanpa
batasan usia. Gejala yang timbul dari keadaan ini yaitu adanya rasa
tidak nyaman atau nyeri pada pinggang setelah pinggang mengalami
tekanan mekanis. Derajat nyeri sangat tergantung dari seberapa
banyak otot yang mengalami cedera.
Prevalensi terjadinya LBP lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada laki-laki, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
57
perempuan lebih sering tidak masuk bekerja karena nyeri punggung
bawah. Sebuah hasil study menemukan bahwa perempuan memiliki
asosiasi kuat dalam munculnya LBP. Wanita memiliki resiko dua kali
lipat. Kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria dan
tingkat kejadian nyeri punggung bawah dapat mencapai 80-90%, yang
berarti sampai 90% populasi diantara umur 18 tahun dan 65 tahun
akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu ketika dalam
kehidupannya Tidak ada perbedaan yang jelas antara wanita dan pria
dalam insidensi nyeri punggunh bawah. Persentase tersebut diatas
dapat bervariasi menurut negara dan populasi, struktur, sosial-
ekonomi. Sekitar sepertiga dari populasi umur diatas empat puluh lima
tahun menderita nyeri punggung bawah kronis. Nyeri punggung
bawah merupakan penyebab utama dari suatu ketidak mampuan
(disability) pada orang berumur dibawah empat puluh tahun.
Hal tersebut mengakibatkan keluhan musculoskeletal banyak
dialami wanita, Walaupun masih ada pebedaan pendapat dari
beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap resiko keluhan
otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan
menunjukan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko
keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot
wanita memang lebih rendah dari pada pria.
Pekerjaan fisik yang berat, terutama yang memberikan tekanan
yang cukup besar pada tulang belakang. Pekerjaan yang berhubungan
dengan posisi statis yang berkepanjangan, seperti duduk atau berdiri
dalam waktu lama. Pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan-gerakan
membungkukkan atau memutar tubuh secara berulang-ulang.
Nyeri punggung bawah merupakan salah satu keluhan yang
dapat menurunkan produktivitas kerja manusia (Suharto, 2005). Nyeri
punggung bawah jarang fatal namun nyeri yang dirasakan dapat
membuat penderita mengalami penurunan kemampuan melakukan
aktivitas sehari-hari, problema kesehatan kerja, dan banyak
58
kehilangan jam kerja pada usia produktif maupun usia lanjut, sehingga
merupakan alasan terbanyak dalam mencari pengobatan.
Berdasarkan perjalanan klinisnya LBP dibagi menjadi 2 jenis
yaitu 1) acute Low Back pain ditandai dengan rasa nyeri yang
menyerang secara tiba-tiba, rentang wakunya hanya sebentar, antara
beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang
atau sembuh. Acute Low Back pain dapat disebabkan karena luka
traumatic seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat
hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak
jaringan, juga dapat melukai otot, ligament dan tendon. Pada
kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal masih
dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri
punggung akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik. 2)
chronic Low Back pain, rasa nyeri pada chronic Low Back pain bisa
menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang
atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang
berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama.
Penelitian tentang nyeri punggung bawah yang berhubungan
dengan keterbatasan fungsional aktivitas kehidupan sehari-hari belum
banyak dilakukan. Dari 180 penderita nyeri punggung akut yang di
ikuti selama satu tahun ternyata 38% mengalami keterbatasan
fungsional yang menetap. Keterbatasan fungsional yang menetap
bukan saja dipengaruhi oleh beratnya nyeri, tetapi juga faktor
premorbid faktor distress psikologi, rendahnya aktivitas fisik,
merokok, ketidakpuasan dalam pekerjaan, dan faktor yang
berhubungan dengan lamanya gejala, luasnya nyeri, dan terbatasnya
mobilitas spinal.
Keterbatasan fungsional yang dikarenakan nyeri punggung
bawah mengakibatkan tingginya biaya yang dibutuhkan setiap tahun,
sehingga terhadap penderita perlu dilakukan evaluasi seberapa besar
ketidakmampuan disfungsional yang terjadi dan faktor yang
mempengaruhinya.
59
Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap
keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada
kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya
keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih sering
terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu
proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang
berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan
dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas
permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah
hemoglobin, hormon, kapasitas paru-paru, dan sebagainya. Sampai
pubertas biasanya kebugaran pada anak laki-laki hampir sama dengan
anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran laki-laki dan
perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan
dengan daya kardiorespiratori. Hal ini dikarenakan perempuan
memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, adanya perbedaan
hormone testosterone dan estrogen, dan kadar hemoglobin yang lebih
rendah.
Sebelum pubertas, perbedaan gender pada performa atletik
tidak terlalu nyata. Wanita tidak mendapatkan perubahan signifikan
pada otot selama pubertas. Pada usia 11 sampai 12 tahun, wanita bisa
90% sekuat pria, pada usia 13-14 tahun menjadi 18%. Perbedaan
semakin besar pada usia 15-16 tahun, kekuatan otot wanita hanya
sekitar ¾ dari pria.
Proporsi relatif tipe serat otot pada pria maupun wanita
cenderung sama, namun terdapat perbedaan pada area cross-sectional.
Perbedaan kekuatan antara pria dan wanita lebih nampak pada
ekstremitas atas dibandingkan bawah.
Kondisi fisik antara pria dan wanita berbeda karena adanya
perbedaan ukuran tubuh yang terjadi setelah masa pubertas. Daya
tahan kardiovaskuler yang menunjang stamina seseorang pada masa
60
pubertas terdapat perbedaan, karena wanita memiliki jaringan lemak
yang lebih banyak dibandingkan pria. Hal yang sama juga terjadi pada
kekuatan otot, karena perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita
disebabkan oleh perbedaan ukuran otot baik besar maupun proposinya
dalam tubuh.
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki
dan perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Pada saat
sakit laki-laki lebih jarang dan sulit untuk diajak berobat karena sering
merasa bahwa fisiknya kuat dan mampu melawan penyakit apapun,
sehingga laki-laki jarang melakukan kunjungan ke rumah sakit untuk
berobat. Berbeda dengan wanita terutama ibu rumah tangga yang
melakukan aktifitas pekerjaan di rumah dengan postur yang tidak
ergonomis. Pada umumnya wanita sering melakukan pekerjaan rumah
yang melibatkan gerakan secara terus menerus dan tidak teratur pada
tulang belakang seperti menyapu, mencuci, mengangkat barang serta
memindahkan barang. Dari kebiasaan tersebut maka seorang wanita
lebih sering mengalami gangguan nyeri punggung bawah dan berawal
dari rasa nyeri yang dirasakan itu maka berlanjut kepada keterbatasan
gerak dari tulang belakang sehingga mengalami beberapa gangguan
berupa nyeri dan gangguan flexibility dari tulang belakang.
b. Perbandingan flexibility tulang belakang antara laki-laki dan
perempuan
Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau
persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap
persendian dan bergantung pada struktur anatomi disekitarnya,
seberapa jauh sendi itu digunakan secara normal, ada tidaknya cidera,
dan ketegangan otot.
Wanita cenderung lebih fleksibel daripada laki-laki pada usia
yang sama sepanjang hidup. Perbedaan ini umumnya dikaitkan
dengan variasi anatomi dalam struktur sendi Holland (1968) dalam
Kravitz dan Heyward (1995). Perbedaan umur dikaitkan dengan
variasi dan anatomi pada struktur sendi. Fleksibilitas mengacu pada
61
total rentang gerak sendi atau kelompok sendi . Fleksibilitas , yang
berbeda dari orang ke orang dan dari bersama untuk bersama, meliputi
semua komponen dari sistem muskuloskeletal serta jalur
neuromuskuler tertentu dari tubuh .
Karakteristik struktural dari sendi dan sifat mekanik dari
jaringan ikat dari struktur otot - tendon sebagian besar mempengaruhi
tingkat gerakan di sekitar sendi yang diberikan . Kekhasan gerakan
yang seseorang melakukan aktivitas fisik dan metode peregangan
secara teratur sering mendefinisikan pengembangan dan peningkatan
jangkauan tubuh gerak . Tujuan dari semua program peregangan
adalah untuk mengoptimalkan mobilitas sendi tetap menjaga stabilitas
sendi . Perhatian harus selalu difokuskan pada aplikasi sistematis ,
aman dan efektif dari berbagai teknik gerak dimanfaatkan. Hal ini
sangat tidak dipungkiri bahwa fleksibilitas spesifik pada sendi.
Misalnya, penari dilatih menunjukkan lebih unggul fleksibilitas bagian
atas daripada fleksibilitas pada bagian pergelangan kaki dan kaki.
(Kravitz dan Heyward). Jarak total pergerakan di sekitar sendi sangat
spesifik dan bervariasi dari satu sendi ke sendi yang lainnya (pinggul,
batang, bahu), serta dari satu individu ke individu lainnya.
Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang
ada dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang
ada dalam tubuh seseorang dari sejak lahir. Sifat genetik
mempengaruhi perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan
anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan flexibility, dan keseimbangan
pada setiap orang. Selain itu, sifat genetik mempengaruhi fungsi
pergerakan anggota tubuh dan kontraksi otor. Hal ini berhubungan
dengan perbedaan jenis serabut otot seseorang, di mana serabut otot
skeletal memperlihatkan beberapa struktural, histokimiawi, dan sifat
karakteristik yang berbeda-beda.
Perbedaan anatomis wanita dan pria memang nyata dan
menjadikan kemampuan kerja wanita secara umum lebih rendah dari
kaum pria, tetapi bukan berarti kemampuan kerja fisik wanita tidak
62
dapat ditingkatkan. Namun demikian rentang parameter psikologik
antara wanita terlatih dengan pria terlatih menjadi lebih pendek atau
menjadi lebih kecil dari kelompok wanita dan pria yang tidak terlatih.
Keadaan tersebut di atas bila dikaji dari sudut pandang fisiologi
adalah sebagai berikut :
1. Diameter dan masa total serabut otot wanita dapat ditingkatkan
dengan latihan yang sistematis, tetapi tidak dapat menyamai
kaum pria karena kadar testoreronnya relatif rendah dari kaum
pria.
2. Meningkatnya diameter serabut otot pada wanita tidak
menghasilkan perbaikan metabolisme lemak pada olahraga daya
tahan, misalnya seperti maraton. Lemak tubuh yang tinggi pada
wanita sangat bermanfaat untuk daya apung dan sekaligus
merupakan faktor penunjang keunggulan penampilan perenang-
perenang jarak ultra jauh.
Kegiatan olahraga bagi kaum wanita pada zaman sekarang
merupakan salah satu kegiatan yang sangat bermanfaat ketika mereka
menderita akibat haid, karena berbagai gangguan berupa : perasaan
tidak enak, sakit (dysmenorrhoea), rasa tidak enak pada payudara dan
kecemasan jadi berkurang.
Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan
dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas
permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah
hemoglobin, hormon, kapasitas paru-paru, dan sebagainya. Sampai
pubertas biasanya kebugaran pada anak laki-laki hampir sama dengan
anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran laki-laki dan
perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan
dengan daya kardiorespiratori. Hal ini dikarenakan perempuan
memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, adanya perbedaan
hormone testosterone dan estrogen, dan kadar hemoglobin yang lebih
rendah.
63
Perbedaan yang nyata antara wanita dan pria jelas nampak
dalam aspek anatomi, tetapi dan sisi fisiologis perbedaannya tidak
jelas (lihat dasar fisiologis olahraga). Perbedaan antomis itulah yang
menyebabkan kaum pria secara umum lebih mampu melakukan
kegiatan fisik yang memerlukan kekuatan. Namun demikian banyak
dari perbedaan tersebut yang dapat diubah melalui latihan fisik.
Keadaan termaksud dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari ada
banyak wanita yang terlatih mampu melampaui parameter fisiologis
kaum pria yang kurang terlatih. Misalnya dalam angkat besi ada
banyak wanita terlatih yang mampu mengangkat beban sampai ratusan
kilogram, sebaliknya banyak pria yang tidak mampu mengangkat
beban dalam ukuran berat yang sama seperti dilakukan kaum wanita
di atas.
Selain faktor usia, jenis kelamin berpengaruh juga terhadap
flexibility seseorang. Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang
sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun
pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi
timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini
lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus
menstruasi,selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen
sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
Kegiatan olahraga bagi kaum wanita pada zaman sekarang
merupakan salah satu kegiatan yang sangat bermanfaat ketika mereka
menderita akibat haid, karena berbagai gangguan berupa : perasaan
tidak enak, sakit (dysmenorrhoea), rasa tidak enak pada payudara dan
kecemasan jadi berkurang.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan di masa lalu,
ditemukan bahwa pria dan wanita memiliki reaksi yang berbeda
terhadap rangsangan dari latihan beban. Namun kesimpulan dari studi-
studi tersebut mengindikasikan bahwa pria dan wanita memiliki
kapasitas membangun otot yang hampir sama cepatnya. Wow! Hal ini
64
tentu saja akan menjadi hal yang sangat menakutkan bagi wanita.
Tetapi ada satu penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan yang bisa
menguak misteri ini menjadi lebih jelas.
Salah satu keunikan terbesar dari penelitian ini adalah jumlah
peserta yang terlibat dalam penelitian ini, di mana peserta prianya
mencapai 243 orang dan peserta wanitanya mencapai 342 orang. Dan
penelitian ini benar-benar berkonsentrasi pada reaksi hypertrofi
(pembesaran serabut otot) dari latihan beban. Dalam studi ini, pria dan
wanita yang sebelumnya belum pernah berlatih dengan beban ini
diberikan program latihan beban dengan intensitas yang tinggi selama
12 minggu. Hasilnya adalah pria memiliki respon pembesaran serabut
otot 2% lebih tinggi daripada wanita. Hasil ini tentu saja tidak terlihat
signifikan, tetapi dalam studi yang melibatkan hampir 600 orang, hasil
ini dalam perhitungan statistik sudah dianggap signifikan sekali
(P<0.001).
Dalam studi-studi jangka pendek sebelumnya, topik mengenai
perbedaan antar jenis kelamin dalam reaksi terhadap latihan beban
adalah sebesar 6-7%. Tetapi karena jumlah peserta studi yang lebih
sedikit, maka perbedaan ini secara statistik dianggap tidak signifikan.
Oleh karena itu, berdasarkan penelitian terbaru tadi, perbedaan laju
pertumbuhan otot pada pria dan wanita terlihat lebih jelas bahwa pria
membangun otot dengan laju yang jauh lebih pesat daripada wanita,
sementara wanita menunjukkan peningkatan kekuatan yang lebih baik
daripada pria.
Penemuan yang menarik dari studi ini adalah bahwa setelah 12
minggu berlatih, kelompok wanita ternyata mengalahkan kelompok
pria dalam laju peningkatan kekuatan. Hal ini bisa saja terjadi karena
wanita memiliki titik mulai angkatan yang jauh lebih rendah daripada
pria, yang berarti juga bahwa wanita bisa mengalami peningkatan
kekuatan yang signifikan tanpa harus mengalami peningkatan massa
otot yang besar.
65
Beberapa studi yang khusus meneliti pada partisipan wanita
juga menyimpulkan bahwa peningkatan massa otot tidak berlanjut
secara signifikan untuk program latihan beban jangka panjang. Dalam
bahasa sederhananya, semakin lama wanita berlatih dengan beban,
semakin ia tidak perlu kuatir mendapatkan tubuh besar berotot seperti
binaragawan pria. Kasus ini sangat berbeda terhadap studi mengenai
partisipan pria di mana ditemukan peningkatan massa otot dan
kekuatan yang jauh lebih besar dan masih berlanjut untuk jangka
waktu yang panjang.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai pengaruh latihan terhadap keluhan nyeri punggung
bawah antara lain dilakukan oleh deyo dkk (1990) yang menyatakan bahwa
penderita nyeri pinggang stadium kronik, pemberian program latihan dapat
menambah lingkup gerak sendi atau flexibility tulang belakang. Semakin
besar nilai lingkup gerak sendi maka semakin besar pula flexibility dari tulang
belakang tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa fakta ketegangan otot
pada pasien nyeri pinggang bawah pada stadium akut dapat dikurangi dengan
latihan yang menggabungkan antara latihan flexi dan extensi punggung,
namun sayangnya penelitian ini belum menyebutkan pengaruh latihan
terhadap nyeri punggung bawah dan belum dilihat dari sudut pandangan
pengaruh dari jenis kelamin.
Penelitian yang dilakukan oleh Endang Sri Maryani (2002) tentang
perbandingan efek terapi laser berdaya rendah dengan diatermy gelombang
pendek dalam pengurangan nyeri dan perbaikan fungsional pada nyeri
punggung bawah mekanik didapatkan hasil bahwa terapi laser dan SWD
berpengaruh dalam pengurangan nyeri dan perbaikan gerak fungsional, akan
tetapi pada penelitian ini belum dilakukan evaluasi terhadap flexibility dari
tulang belakang dan belum melihat sudut pandang pengaruh jenis kelamin.
Penelitian yang dilakukan oleh Hadi Kurniawan (2004) tentang
pengaruh william exercise terhadap mobilitas lumbal dan aktifitas fungsional
pada pasien nyeri punggung bawah mekanik didapatkan kesimpulan bahwa
back exercise berupa william exercise dengan frekuensi 3 kali dalam
66
seminggu selama dua minggu dapat meningkatkan mobilitas lumbal dan
aktifitas fungsional, akan tetapi dalam penelitian ini belum ada pembanding
teknik back exercise yang lainnya untuk mendapatkan hasil yang lebih
memuaskan.
C. Kerangka Pemikiran
Kondisi fisik yang terjadi pada penderita nyeri punggung bawah seperti
gangguan flexibility dan juga faktor jenis kelamin di mana pada usia dewasa
otot pada perempuan lebih flexibel dibandingkan otot pada laki-laki yang
dipengaruhi oleh berbagai hal baik faktor alamiah ataupun faktor psikis dari
seorang individu ini dapat mempengaruhi terjadinya spasme pada otot
punggung bawah dan mengakibatkan terjadinya nyeri yang dirasakan pada
area punggung bawah.
Pemberian sinar infra merah disertai dengan latihan kelenturan pada
otot-otot punggung bawah metode William Flexi dan metode Mc. Kenzie
dapat mengurangi keluhan nyeri punggung bawah dan meningkatkan
flexibility tulang belakang. Hal ini didasari oleh back exercise mempunyai
manfaat untuk memperkuat otot-otot punggung sehingga tubuh dalam
keadaan tegak secara fisiologis.
Pemberian terapi dengan cara diberikan perlakuan terapi sinar infra
merah dan metode exercise berupa back exercise yang terdiri dari dua macam
latihan yaitu William Flexi Exercise dan Mc. Kenzie Exercise berperan serta
dalam menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan pada punggung bawah
klien. Rasa hangat yang ditimbulkan infra merah dapat meningkatkan
vasodilatasi jaringan superfisial sehingga dapat memperlancar metabolisme
dan menyebabkan efek relaks pada ujung saraf sensorik, panas akan
meningkatkan laju difusi melalui membran selular dan juga permeabilitas
vaskular sehingga meningkatkan edema dan keradangan dan mengurangi rasa
nyeri. Pemanasan juga mempunyai efek terhadap produksi hormon endorphin
dan menurunkan konduksi saraf dan permeabilitas sel.
Back exercise juga akan memperbaiki sistem peredaran darah sehingga
mengatasi terjadinya pembengkakan yang dapat mengganggu gerakan dan
fungsi sendi. Back exercise juga akan mengurangi nyeri melalui mekanisme
67
gerbang kontrol dan pengurangan nyeri melalui Beta endorpin. Back exercise
yang dilakukan secara baik dan benar dalam waktu yang relatif lama akan
meningkatkan kekuatan otot secara aktif sehingga disebut stabilisasi aktif.
Peningkatan kekuatan otot juga mempunyai efek peningkatan daya tahan
tubuh terhadap perubahan gerakan atau pembebanan secara statis dan
dinamis. Selain itu dapat membantu mengurangi nyeri dengan cara
mengurangi gaya kompresi pada sendi facet dan meregangkan flexor hip dan
extensor lumbal secara teoritis, latihan flexi ini akan meningkatkan tekanan
intra abdominal yang mendorong columna vertebralis ke arah belakang,
dengan demikian akan membantu mengurangi hiperloidasis lumbal dan
mengurangi tekanan pada discus intervertebralis.
Pemberian terapi dengan cara diberikan perlakuan terapi sinar infra
merah dan metode exercise berupa back exercise yang terdiri dari dua macam
latihan yaitu William Flexi Exercise dan Mc. Kenzie Exercise berperan serta
dalam peningkatan flexibility tulang belakang. Latihan yang bertujuan untuk
melakukan penguluran otot tanpa dilakukan pemanasan terlebih dahulu maka
dapat menyebabkan terjadinya robekan pada otot itu sendiri, apalagi jika otot
yang akan dilakukan penguluran maksimal itu mengalami spasme. Pemberian
sinar dan back exercise yang dilakukan secara baik dan benar dalam waktu
yang relatif lama akan meningkatkan kekuatan otot secara aktif sehingga
disebut stabilisasi aktif. Peningkatan kekuatan otot juga mempunyai efek
peningkatan daya tahan tubuh terhadap perubahan gerakan atau pembebanan
secara statis dan dinamis.
Metode Latihan William flexi merupakan latihan mengulur pada
komponen flexibility pilar belakang pada punggung, selain itu memberikan
penguatan pada pilar depan (otot perut) sehingga dapat terjadi proses
stabilisasi pada tulang belakang (vertebrae). Sedangkan latihan McKenzie
adalah latihan yang bersifat extensi sehingga terjadi penguluran pada pilar
depan pada vertebrae lumbal, dan efek relaksasi pada otot-otot vertebrae
sehingga ada proses relaksasi pada vertebrae.
Bila dilakukan pengamatan dari jenis kelamin maka sudah bukan
merupakan sebuah rahasia bila sebagian besar laki-laki lebih bisa menahan
68
rasa nyeri bila dibandingkan dengan perempuan, namun perbedaan kebugaran
antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kekuatan maksimal otot
yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan
otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas paru-paru, dan sebagainya. Oleh
karena hal tersebut maka dengan pemberian pemanasan dan exercise dengan
dosis yang sama antara laki-laki dengan perempuan akan didapatkan hasil
yang berbeda.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan terapi pemberian sinar infra
merah dan dua model latihan back exercise sebagai model latihan yang
hasilnya akan dibandingkan pada akhir program.
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori tersebut di atas, peneliti beranggapan
bahwa kedua model latihan sama-sama bermanfaat untuk mengurangi
keluhan nyeri punggung bawah dan peningkatan flexibility tulang belakang,
tetapi peneliti mempunyai pemikiran bahwa pemberian infra merah dan
metode william exercise mungkin lebih baik dalam pengurangan nyeri dan
peningkatan flexibility mengingat terdapat gerakan yang berbeda dibanding
metode Mc.Kenzie. Oleh karena itu, dirumuskan beberapa hipotesis sebagai
berikut :
1. Pengaruh terapi terhadap nyeri punggung bawah.
a. Ada perbedaan pengaruh terapi Sinar Infra Merah dan William Flexi
Exercise dengan terapi Sinar Infra Merah dan Mc. Kenzie Exercise
terhadap penurunan nyeri punggung bawah
b. Ada perbedaan penurunan nyeri punggung bawah antara laki–laki dan
perempuan
c. Ada pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan jenis kelamin
terhadap nyeri punggung bawah
2. Pengaruh terapi terhadap flexibility tulang belakang
a. Ada perbedaan pengaruh terapi Sinar Infra Merah dan William Flexi
Exercise dengan terapi Sinar Infra Merah dan Mc. Kenzie Exercise
terhadap peningkatan flexibility tulang belakang pada nyeri punggung
bawah
69
b. Ada perbedaan peningkatan flexibility tulang belakang antara laki–laki
dan perempuan
c. Ada pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan jenis kelamin
terhadap flexibility tulang belakang pada kondisi nyeri punggung bawah