bab ii kajian teori a. tinjauan tentang prestasi belajar 1 ... · pengertian prestasi belajar...
TRANSCRIPT
1
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah
dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan. Dalam kenyataannya
untuk menciptakan prestasi tidak semudah yang kita bayangkan, tetapi penuh
perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus kita hadapi untuk
mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimis dirilah dapat membantu
untuk mencapai sebuah prestasi.
Menurut bahasa, prestasi belajar itu adalah hasil yang telah dicapai
(dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)1. Demikian juga
dikatakan oleh ahli bahasa W. J. S Poerwaradminto, yaitu: prestasi adalah
hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)2.Jadi
pengertian prestasi adalah suatu hasil yang telah dicapai dari suatu yang
dilakukan atau dikerjakan dan di dalam mencapai hasil itu ditempuh melalui
usaha yang sungguh-sungguh sehingga memperoleh suatu keberhasilan yang
menyenangkan.
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 787.
2 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 768.
2
Menurut Mas’ud Khasan prestasi adalah apa yang telah
diciptakan,hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja. Pendapat lain mengenai prestasi dikemukakan
oleh Nasrun Harahap, ”Prestasi adalah penilaian pendidikan tentang
perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penugasan dalam
pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam
kurikulum”3.
Sedangkan belajar menurut Wasty Soemanto mengungkapkan “Belajar
merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar,
manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah
lakunya berkembang”4.
Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh B.S. Bloom, D.R Krathwohl, B.B Masia dan
R.H Dave seperti yang dikutip Muhaimin mengemukakan “bahwa perubahan
itu terjadi pada bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Sedang sifat
perubahan yang terjadi pada bidang-bidang tersebut tergantung pada tingkat
kedalam belajar yang dialami”5.
Dari beberapa pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa belajar
merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk perubahan, baik
kognitif, afektif maupun psikomotorik sebagai hasil dari pengalaman
3 Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), hlm. 20
4 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm 104
5 Muhaimin dkk. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada., 2005), hlm. 15
3
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian diatas pula
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang dicapai atau
diperoleh dengan perubahan tingkah laku, yaitu suatu proses membandingkan
pengalaman masa lampau dengan apa yang ada dan sedang diamati dan
diperoleh siswa.
Dalam hal ini prestasi belajar secara umum berarti suatu hasil yang
dicapai dengan perubahan tingkah laku, yaitu melalui proses membandingkan
pengalaman masa lampau dengan apa yang sedang diamati oleh siswa dalam
bentuk angka yang bersangkutan, hasil evaluasi dari berbagai aspek
pendidikan, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Setelah melihat uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kata prestasi
pada dasarnya hasil yang diperoleh dari aktifitas. Sedangkan belajar adalah
suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yaitu
perubahan tingkah laku. Jadi pengertian prestasi belajar secara sederhana
adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan
perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar.
2. Aspek-aspek Prestasi Belajar
Dalam belajar selalu melibatkan aspek fisik dan mental. Oleh karena
itu keduanya harus dikembangkan bersama-sama secara terpadu. Dari
aktivitas belajar inilah yang akan menghasilkan suatu perubahan yang disebut
4
dengan hasil belajar atau prestasi belajar. Hasil tersebut akan tampak dalam
suatu prestasi yang diberikan oleh siswa misalnya hal menerima, menanggapi
dan menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh guru.
Prestasi belajar tersebut berbeda-beda sifat dan bentuknya tergantung
dalam bidang apa anak akan menunjukkan prestasi tersebut. Biasanya dalam
pelajaran di sekolah bentuk pelajaran tersebut meliputi tiga bidang, yaitu
bidang pengetahuan, sikap atau nilai, bidang ketrampilan. Hal ini sesuai
dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh B.S Bloom yang meliputi tiga
ranah, yaitu a) Ranah kognitif, b) Ranah afektif dan c) Ranah psikomotorik6.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses
pembahasan didalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak terjadi
perubahan didalam diri manusia maka tidaklah dapat bahwa padanya telah
berlangsung proses belajar, tentu saja perubahan itu berencana dan bertujuan.
a. Ranah kognitif
Ranah kognitif meliputi; (1) Pengetahuan, yaitu kemampuan untuk
mengingat tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. (2)
Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal
yang dipelajari. (3) Penerapan, mencakup
kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang
nyata dan baru. (4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan
6 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo, 1991), hlm. 149
5
kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik. (5) Sintetis, mencakup kemampuan membantu suatu pola baru. (6)
Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasakan kriteria tertentu.
b. Ranah Afektif
Ranah Afektif meliputi; (1) Penerimaan, mencakup kepekaan tentang
hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut. (2) Partisipasi,
mencakup kerelaan, kesedian memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. (3) Penilaian dan penentuan sikap, mencakup menerima suatu
pendapat orang lain. (4) Organisasi, mencakup kemampuan membentuk suatu
sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.
c. Ranah Psikomotor
Sedangkan ranah Psikomotor meliputi; (1) Persepsi, mencakup
kemampuan memilah-milah (mendeskriminasikan) hal-hal secara khas dan
menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. (2) Kesiapan, mencakup
kemampuan penempatan diri dalam keadaan dimana akan
terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. (3) Gerakan terbimbing,
mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerakan
peniruan. (4) Gerakan terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-
gerakan tanpa contoh. (5) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan
melakukan gerakan atau ketrampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara
6
lancar dan tepat. (6) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan
mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan
khusus yang berlaku. (7) Kreatifitas, mencakup kemampuan melahirkan pola
gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri, misalnya, kemampuan
membuat tari kreasi baru.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Belajar sebagai proses aktivitas selalu dihadapkan pada beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Faktor Individual
1. Fisiologis, meliputi keadaan jasmani
2. Psikologis, meliputi: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan,
motivasi dan faktor pribadi yang terdiri dari bagaimana siswa belajar (gaya
belajar)
b. Faktor Sosial/faktor dari luar
Yang dimaksud dengan faktor dari luar adalah segala pengaruh yang
datangnya dari luar siswa, pengaruh dari luar diri siswa itu bisa pula antara
sesama siswa, faktor ini juga berupa lingkungan fisik atau benda mati. Dalam
hal ini Sukardi memberi gambaran bahwa faktor eksogen itu meliputi faktor
lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan
masyarakat.
7
Faktor keluarga menggambarkan bagaimana anak dididik dalam
belajarnya serta hubungan antara keluarga, hal tersebut termasuk juga keadaan
rumah tangganya. Sedang faktor lingkungan sekolah digambarkan dengan
sikap siswa dan guru dalam belajar mengajar dan alat-alat yang dipergunakan
dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta
motivasi sosial. Disisi lain faktor lingkungan masyarakat juga mempunyai arti
penting dalam belajar siswa karena didalam masyarakat mereka di didik
langsung untuk saling belajar mengahargai satu dengan yang lainnya.
Menurut Muhibbin, secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/ kondisi jasmani
dan rohani siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar
siswa
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode serta gaya belajar yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materimateri pelajaran7.
TABEL 2.1
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
FAKTOR RAGAM DAN UNSUR-UNSURNYA
7 Muhibbin Syah. Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 144
8
Faktor internal siswa Faktor eksternal
1. Aspek Fisiologi
-1 Tonus jasmani
-2 Mata dan telinga
2. Aspek Psikologis:
-3 Inteligensi
-4 Sikap
-5 Minat
-6 Bakat motivasi
-7 Gaya belajar
1. Lingkungan sosial:
-8 keluarga
-9 guru dan staf
-10 masyarakat
-11 teman
2. Lingkungan nonsosial:
-12 rumah
-13 sekolah
-14 peralatan
-15 alam
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa tidak dapat terlepas dari faktor internal dan
eksternal, yang mana aktifitas belajar diatas diwujudkan dengan adanya
strategi dan keinginan pribadi untuk mencapai pemahaman dalam
belajarnya. Hal ini termasuk dari salah satu faktor internal yang ada dalam diri
individu, hal tersebut merupakan faktor yang mendukung prestasi belajar
siswa.
9
Ngalim Purwanto juga menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap orang yaitu faktor
eksternal dan faktor internal8.
Tabel 2.2
Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar dan Hasil Belajar
8 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 107
10
Selain klasifikasi di atas, Staton mengemukakan enam faktor
psikologis dalam belajar yaitu:
a. Motivasi
Seorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada
keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang
disebut dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal, yaitu
mengetahui apa yang akan dipelajari dan memahami mengapa hal itu patut
dipelajari.
b. Konsentrasi
Konsentrasi dimaksudkan sebagai pemusatan segenap kekuatan
perhatian kepada suatu situasi belajar. Di dalam konsentrasi ini keterlibatan
mental secara detail sangat diperlukan.
c. Reaksi
Di dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun
mental, sebagai wujud reaksi. Fikiran dan otot-ototnya harus dapat bekerja
secara harmonis, sehingga subyek belajar itu bertindak atau melakukannya.
d. Organisasi
Belajar dapat juga dikatakan sebagai kegiatan mengorganisasikan,
menata atau penempatan bagian-bagian bahan pelajaran ke dalam suatu
kesatuan pengertian. Untuk itu dibutuhkan keterampilan mental untuk
mengorganisasikan stimulus dalam belajar.
e. Pemahaman
11
Pemahaman atau komprehension dapat diartikan menguasai sesuatu
dengan fikiran. Karena itu, belajar berarti harus mengerti secara mental makna
dan filosofisnya, maksud dan implikasinya serta aplikasi-aplikasinya,
sehingga menyebabkan siswa dapat memahami situasi.
f. Ulangan
Mengulang-ulang suatu pekerjaan atau fakta yang sudah dipelajari
dimaksudkan untuk mengatasi kelupaan dalam belajar. Mengulang pelajaran
kemungkinan untuk mengingat bahan pelajaran menjadi besar.
4. Bentuk-Bentuk Upaya Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Adapun bentuk upaya dalam meningkatkan proses belajar siswa antara lain
yaitu :
1. Tujuan
Tujuan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah
menunjukkan jalan yang harus ditempuh. Setiap kegiatan mempunyai tujuan
tertentu karena berhasil tidaknya suatu kegiatan diukur sejauh mana kegiatan
tersebut mencapai tujuannya.
2. Metode dan alat
Dalam proses belajar mengajar, metode merupakan komponen yang
ikut menentukan berhasil atau tidaknya program pengajaran dan tujuan
pendidikan. Adapun pengertian metode adalah suatu cara yang dilakukan
dengan fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.
12
3. Bahan atau materi
Dalam pemilihan materi atau bahan pengajaran yang akan diajarkan
disesuaikan dengan kemampuan siswa yang selalu berpedoman pada tujuan
yang ditetapkan. Karena dengan kegiatan belajar mengajar merumuskan
tujuan, setelah tujuan dapat diketahui, kemudian baru menetapkan materi.
Setelah materi ditetapkan guru dapat menentukan metode yang akan dipakai
dalam menyampaikan materi tersebut.
4. Evaluasi
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
metode, alat dan bahan atau materi yang digunakan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan bisa tercapai semaksimal mungkin9.
B. Tinjauan Tentang Pembelajaran Aqidah Akhlak
1. Pengertian Aqidah Akhlak
Aqidah dan akhlak terdiri dari dua kata, aqidah dan akhlak, berikut ini
pengertian akhidak dan akhlak:
a. Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata (‘aqoda, ya’qidu, ’aqdan-
‘aqidatan) yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh.
Sedang secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan
9 Drs. H. Abu Ahmadi, Drs. Joko Tri Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka setia, 1997) hlm 39-
40
13
tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud
aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau tersimpul di dalam hati10
.
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi
keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan11
.
b. Pengertian Akhlak
Sedang pengertian akhlak secara etimologi berasal dari kata “Khuluq” dan
jama’nya “Akhlaq”, yang berarti budi pekerti, etika, moral. Demikian pula
kata “Khuluq” mempunyai kesesuaian dengan “Khilqun”, hanya saja khuluq
merupakan perangai manusia dari dalam diri (ruhaniah) sedang khilqun
merupakan perangai manusia dari luar (jasmani)12
.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, yang disebut akhlak itu ialah
kehendak yang dibiasakan. Artinya kehendak itu bila membiasakan sesuatu,
maka kebiasaan itulah yang dinamakan akhlak. Dalam penjelasan beliau,
kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan sesudah bimbang,
sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulangulang sehingga mudah
dikerjakan. Jika apa yang bernama kehendak itu dikerjakan berulang-kali
10 Tadjab, Muhaimin, Abd. Mujib, Dimensi-Dimensi Studi Islam (Surabaya: Karya Abditama, 1994) Hlm. 241-
242
11 Abdullah bin ‘Abdil Hamid al-Atsari, Panduan Aqidah Lengkap (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005) Hlm. 28
12 Ibid., Hlm. 243
14
sehingga menjadi kebiasaan, maka itulah yang kemudian berproses menjadi
akhlak13
.
Sedangkan Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawai, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia
terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya,
misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan
lapur, gambargrafi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan
perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga
komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi,
praktik, belajar, ujian, dan sebagainya14
. Pembelajaran adalah upaya guru
untuk mengorganisasikannya lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar
bagi peserta didik.
Jadi pembelajaran aqidah akhlak adalah segala sesuatu yang yang di
setting guru sebagai upaya menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya
dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Qur’an
dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman
13 24 Tim Dosen Agama Islam, Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa (Malang: IKIP Malang, 1995) Hlm. 170
14 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm. 57.
15
2. Tujuan Pendidikan Aqidah Akhlak
Pendidikan aqidah akhlak menurut Moh. Rifai adalah sub mata
pelajaran pada jenjang Pendidikan Dasar yang membahas ajaran agama Islam
dalam segi aqidah dan akhlak. Mata pelajaran aqidah akhlak juga merupakan
bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang memberikan
bimbingan kepada siswa agar memahami, menghayati, meyakini kebenaran
ajaran Islam, serta bersedia mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari15
.
Dengan demikian pendidikan aqidah akhlak adalah upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku
akhlak mulia dalam kehidupan seharihari berdasarkan Qur’an dan Hadits
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dan
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa16
.
Setiap kegiatan pendidikan merupakan bagian dari suatu proses yang
diharapkan untuk menuju kesuatu tujuan. Dimana tujuan pendidikan
merupakan suatu masalah yang sangat fundamental dalam pelaksanaan
pendidikan, sebab dari tujuan pendidikan akan menentukan kearah mana
15 26 Moh. Rifai, op, cit Hlm. 5
16 DEPAG, Kurikulum Dan Hasil Belajar (Aqidah Akhlak Madrasah) Tsanawiyah (Jakarta: Departemen Agama,
2003) Hlm. 2
16
remaja itu dibawa. Karena pengertian dari tujuan itu sendiri yaitu suatu yang
diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai17
.
Adapun tujuan pendidikan aqidah akhlak menurut beberapa para ahli
adalah sebagai berikut: Tujuan akhlak yaitu supaya dapat terbiasa atau
melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji, serta menghindari yang buruk,
jelek, hina, tercela. Dan supaya hubungan kita dengan Allah SWT dan dengan
sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis18
.
Menurut Mohd. Athiyah Al-Abrasyi tujuan dari pendidikan moral atau
akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik,
keras kamauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku
dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur
dan suci19
.
Sedangkan Menurut Moh. Rifai tujuan pendidikan aqidah akhlak yaitu sebagai
berikut:
a. Memberikan pengetahuan, penghayatan dan keyakinan kepada siswa akan
hal-hal yang harus diimani, sehingga tercermin dalam sikap dan tingkah
lakunya sehari-hari.
b. Memberikan pengetahuan, penghayatan, dan kemauan yang kuat untuk
mengamalkan akhlak yang baik, dan menjauhi akhlak yang buruk, baik dalam
17 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996) Hlm. 29 18 Barmawie Umary, Materi Akhlak (Solo: CV. Ramadhani, 1991) Hlm. 2
19 Mohd. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984) Hlm. 104
17
hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia,
maupun dengan alam lingkungannya.
c. Memberikan bekal kepada siswa tentang aqidah dan akhlak untuk
melanjutkan pelajaran ke jenjang pendidikan menengah20
.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, maka dapat penulis ambil suatu
kesimpulkan bahwa tujuan pendidikan aqidah akhlak tersebut sangat
menunjang peningkatan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT
serta dapat memberikan pengetahuan sekitar pendidikan agama Islam kearah
yang lebih baik.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Aqidah Akhlak
Ruang lingkup merupakan obyek utama dalam pembahasan
pendidikan aqidah akhlak. Maka ruang lingkup pendidikan aqidah akhlak
menurut Moh. Rifai meliputi:
a. Hubungan manusia dengan Allah.
Hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliqnya mencakup dari segi
aqidah yang meliputi: iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat-
20 31 Moh. Rifai, Op. Cit., Hlm. 5
18
Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, dan iman kepada rasul-Nya, iman kepada
hari akhir dan iman kepada qadhaqadar- Nya.
b. Hubungan manusia dengan manusia.
Materi yang dipelajari meliputi: akhlak dalam pergaulan hidup sesama
manusia, kewajiban membiasakan berakhlak yang baik terhadap diri sendiri
dan orang lain, serta menjauhi akhlak yang buruk.
c. Hubungan manusia dengan lingkungannya.
Materi yang dipelajari meliputi akhlak manusia terhadap alam
lingkungannya, baik lingkungan dalam arti luas, maupun makhluk hidup
selain manusia, yaitu binatang dan tumbuh-tumbuhan21
.
C. Tinjauan Tentang Metode Resitasi
1. Pengertian Metode Resitasi
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani
“metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti
melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode
berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan22
. Dalam bahasa Arab
metode disebut “thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode”
adalah “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud23
.”
21 Ibid., Hlm. 6 22 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat Press, 2002, hal.40
23 Opcit, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, hal.652
19
Metode juga bisa diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau
cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep
secara sistematis24
.
Yang dimaksud dengan metode resitasi atau penugasan adalah metode
penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa
melakukan kegiatan belajar, yang mana kegiatan itu dapat dilakukan di dalam
kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di rumah ataupun
dimana saja asal tugas itu dapat diselesaikan25
.
Ada lagi yang menyebutkan bahwa metode Resitasi adalah suatu cara
mengajar yang dicirikan dengan adanya kegiatan perencanaan antara murid
dengan guru mengenai suatu persoalan atau problem yang harus diselesaikan
murid dalam jangka waktu tertentu yang disepakati bersama antara murid
dengan guru26
.
Teknik resitasi biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki
hasil belajar yang mantap karena siswa melaksanakan pelatihan selama
melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mengalami situasai dan
pengalaman yang berbeda sewaktu menghadapi masalahmasalah baru.
Disamping itu untuk memperoleh pengetahuan dari pelaksanaan tugas yang
dapat memperluas dan memperkaya pengetahuan serta keterampilan siswa di
24 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hal.201 25 Zuhairini, Metode Khusus Pendidikan Agama, Surabaya : Biro ilmiah, 1983, hal 82
26 Djadjadisastra Jusuf, Metode-metode Mengajar, Bandung : 1981, hal : 46
20
sekolah, melalui kegiatan-kegiatan di luar sekolah itu. Dengan kegiatan
melaksanakan tugas, siswa aktif belajar dan merasa terangsang untuk
meningkatkan belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif dan berani
bertanggung jawab. Banyak tugas yang harus dikerjakan siswa, diharapkan
mampu menyadarkan siswa untuk selalu memanfaatkan waktu sesunguhnya
untuk melakukan hal-hal yang menunjang belajarnya dengan mengisi
kegiatan-kegiatan yang berguna dan konstruktif.
Dalam percakapan sehari-hari metode ini dikenal dengan sebutan
pekerjaan rumah (PR), tetapi sebenarnya metode ini terdiri dari tiga fase,
antara lain :
1) Pendidik memberi tugas.
2) Anak didik melaksanakan tugas (belajar).
3) Siswa mempertanggung jawabkan apa yang telah dipelajari (resitasi).
Metode resitasi ini diberikan untuk merangsang anak agar tekun, rajin, dan
giat belajar, sehingga pada saat kegiatan belajar mengajar mereka sudah siap
sebelumnya. Selain itu metode ini diberikan karena dirasa bahan pelajaran
terlalu banyak sementara waktu yang ada terlalu sedikit, dalam artian bahan
banyak tapi waktu kurang seimbang. Agar bahan yang diberikan dapat sesuai
dengan waktu yang ada maka metode ini bisa digunakan. Metode resitasi
(tugas) dapat berupa antara lain:
1. Menyusun karya tulis
2. Menyusun laporan mengenai bahan bacaan atau menyusun berita.
21
3. Menjawab pertanyaan yang ada dalam buku
4. Tugas lain yang dapat menunjang keberhasilan siswa, dll27
Pemberian tugas atau resitasi dapat diberikan diawal pelajaran ataupun
diakhir pelajaran, baik itu secara individu atau secara kelompok, di dalam
kelas atau di luar kelas. Dalam pemberian tugas atau resitasi ini agar dapat
berhasil dalam pelaksanaannya, maka seorang guru harus memperhatikan
beberapa-beberapa hal sebagai berikut :
1. Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan.
2. Mempertimbangkan betul-betul apakah pemilihan teknik resitasi itu telah
tepat untuk mencapai tujuan yang dirumuskan
3. Merumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah di mengerti. Namun
sebelumnya guru perlu mendalami alasan-alasan dalam memberi tugas itu,
perlu tidaknya, bermanfaat bagi siswa.
4. Menetapkan bentuk resitasi yang akan dilaksanakan, sehingga siswa pasti
mengerjakannya, karena bentuknya telah pasti.
5. Menyiapkan alat evaluasi, sehingga setelah resitasi selesai dilaporkan di depan
kelas atau didiskusikan atau untuk tanya jawab, guru segera bisa
mengevaluasi hasil kerja siswa itu28
.
27 Opcit Drs. H. Abu Ahmadi, Drs. Joko Tri Prasetya 1997, hal 134-136
28 Opcit, Roestiya, 1991. hal : 136
22
Selain beberapa poin diatas yang harus diperhatikan oleh guru yaitu setiap
pemberian tugas diharapkan agar mengecek tugas yang diberikan, sudah
dikerjakan atau belum, kemudian dievaluasikan untuk memotivasi siswa dan
untuk mengetahui hasil kerja siswa. Dengan demikian dapat bertanggung
jawab terhadap tugasnya, selain itu siswa dapat lebih termotivasi untuk
mempelajari materi yang akan disampaikan, sehingga ketika menerima
pelajaran sudah siap, dan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dan sesuai
dengan apa yang di inginkan.
2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Resitasi
Dalam penggunaan suatu metode itu pasti tidak akan lepas dari suatu
kelebihan dan kekurangan, begitu pula dengan metode ini. Adapun kelebihan
dan kekurangan dari metode resitasi sebagai berikut :
a. Kelebihan Metode Resitasi
1. Hasil pelajaran lebih tahan lama dan membekas dalam ingatan siswa.
2. Siswa belajar dan mengembangkan daya berpikir, daya inisiatif, daya kreatif,
tanggung jawab sdan melatih diri sendiri.
3. Dapat mempraktekkan hasil teori atau konsep dalam kehidupan yangnyata
atau masyarakat.
4. Dapat mempraktekkan hasil teori atau konsep dalam kehidupan yang nyata
atau masyarakat.
5. Dapat memperdalam pengetahuan siswa dengan spesialisasi tertentu
23
6. sangat berguna untuk mengisi kekosongan waktu agar siswa dapat melakukan
hal-hal yang bersifat konstruktif29
.
b. Kekurangan Metode Resitasi (tugas)
1. Dapat menimbulkan keraguan, karena adanya kemungkinan pekerjaan yang
diberikan kepada siswa justru dikerjakan oleh orang lain atau kemungkinan
siswa meniru pekerjaan temannya.
2. Guru tidak dapat mengawasi langsung pelaksanaan tugas, sehingga siswa
tidak menghayati sendiri proses belajar mengajar itu sendiri.
3. Guru sering mengalami kesukaran dalam pemberian tugas yang sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki siswa, karena adanya perbedaan individu,
intelegensi dan kematangan mental masing-masing individu.
4. Bilamana tugas terlalu dipaksakan dapat menimbulkan terganggunya
kestabilan mental dan pikiran siswa.
5. Siswa mengalami kesukaran untuk mengerjakan, karena siswa terlalu banyak
tugas dari beberapa mata pelajaran.
6. Dapat menggu pertumbuhan siswa, karena tidak mempunyai waktu lagi untuk
melakukan kegiatan lain yang perlu untuk perkembangan jasmani dan rohani
pada usianya30
.
29
52 M. Basyiruddin Usman, Metedologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers, 2002 ,hal 48
30 Ibid, hal: 48
24
3. Penggunaan Metode Resitasi Dalam Meningkatkan Kesiapan Belajar
dan Prestasi Belajar Siswa.
Dalam penggunaan metode resitasi, ada beberapa langkah yang akan
dilakukan oleh pengajar, antara lain:
a. Fase Memberikan Tugas.
Yaitu guru memberikan tugas pada siswa baik itu secara individu maupun
kelompok. Dan hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan yang di inginkan,
hendaknya tugas yang diberikan pada siswa memperhatikan:
1. Tujuan yang akan dicapai.
2. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan
tersebut
3. Sesuai dengan kemampuan siswa.
4. Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.
5. Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.
b. Langkah pelaksanaan.
1. Diberikan bimbingan atau pengawasan.
2. Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
3. Diusahakan dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
4. Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang mereka peroleh dan
sistematis.
25
c. Fase mempertanggung jawabkan Tugas
Hal yang harus dikerjakan siswa pada fase ini, antara lain:
1. Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakannya.
2. Ada tanya jawab atau diskusi kelompok.
3. Penelitian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara
lainnya.
Dengan fase mempertanggung jawabkan inilah yang disebut dengan resitasi.
Sedangkan juga pemberian tugas yang dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
1. Siswa diberi tugas mempelajari bagian dari suatu buku atau teks, baik secara
kelompok atau individu, diberi waktu tertentu untuk mengerjakanya,
kemudian murid yang bersangkutan mempertanggung jawabkanya.
2. Siswa diberi tugas untuk melaksanakan sesuatu yang tujunnya melatih mereka
dalam hal yang bersifat kecakapan mental dan motorik.
3. Siswa diberi tugas untuk mengatasi masalah tertentu dengan cara mencoba
untuk memecahkannya, dengan tujuan agar siswa terbiasa berfikir secara
ilmiah dalam memecahkan suatu permasalahan.
4. Siswa diberi tugas untuk mengerjakan suatu proyek, dengan tujuan agar siswa
terbiasa untuk bertanggung jawab terhadap penyalesaian suatu masalah yang
telah disediakan dan bagaimana mengelola selanjutnya.
26
Dalam pemberian metode tugas atau resitasi ini supaya bisa sesuai dengan
yang diinginkan maka ada beberapa syarat yang harus diketahui oleh pendidik
dan anak didik yang diberi tugas, yaitu:
1. Tugas yang diberikan harus berkaitan dengan pelajaran yang telah mereka
pelajari, sehingga murid di samping sanggup mengerjakan juga sanggup
menghubungkan dengan pelajaran-pelajaran tertentu.
2. Guru harus dapat mengukur dan memperkirakan bahwa tugas yang diberikan
kepada siswa akan dapat dilaksanakannya karena sesuai dengan kesanggupan
dan kecerdasan yang dimilikinya.
3. Guru harus menanamkan kesadaran murid bahwa tugas yang diberikan pada
siswa akan dikerjakan atas kesadaran sendiri yang timbul dari hati
sanubarinya.
4. Jenis tugas yang diberikan harus benar-benar dimengerti sehingga murid tidak
ada keraguan dalam mengerjakannya31
.
31
Darajat Zakiyah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif, PT. Rieneka Cipta, Jakarta: : 2000, Hal : 78-
80