bab ii kajian teori a. pembelajaran ipa di sekolah dasar …eprints.uny.ac.id/14139/2/bab ii.pdf ·...

31
BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 1. Pengertian IPA IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris Natural Science. Natural berarti alamiah atau berhubungan dengan alam. Science berarti ilmu pengetahuan. Jadi menurut asal katanya, IPA berarti ilmu tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa di alam (Srini M. Iskandar, 1996: 2). IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Hendro Darmodjo, 1992 : 3). Menurut Nash 1963 (dalam Hendro Darmodjo, 1992 : 3) IPA adalah cara atau metode untuk mengamati alam yang sifatnya analisis, lengkap, cermat serta menghubungkan antara fenomena alam yang satu dengan fenomena alam yang lainnya. Sedangkan menurut Powler (dalam Winaputra, 1992:122) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur dan berlaku umum berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen. IPA sering disebut juga dengan sains. Sains merupakan terjemahan dari kata science yang berarti masalah kealaman (nature). Sains adalah pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala alam (Usman Samatowa, 2010:19). Sains adalah pengetahuan yang kebenarannya sudah 8

Upload: leduong

Post on 31-Jan-2018

219 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

1. Pengertian IPA

IPA merupakan singkatan dari “Ilmu Pengetahuan Alam” yang

merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural

berarti alamiah atau berhubungan dengan alam. Science berarti ilmu

pengetahuan. Jadi menurut asal katanya, IPA berarti ilmu tentang alam

atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa di alam (Srini M.

Iskandar, 1996: 2).

IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam

semesta dengan segala isinya (Hendro Darmodjo, 1992 : 3). Menurut Nash

1963 (dalam Hendro Darmodjo, 1992 : 3) IPA adalah cara atau metode

untuk mengamati alam yang sifatnya analisis, lengkap, cermat serta

menghubungkan antara fenomena alam yang satu dengan fenomena alam

yang lainnya. Sedangkan menurut Powler (dalam Winaputra, 1992:122)

IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan

kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur dan berlaku umum

berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen.

IPA sering disebut juga dengan sains. Sains merupakan terjemahan

dari kata science yang berarti masalah kealaman (nature). Sains adalah

pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala alam (Usman

Samatowa, 2010:19). Sains adalah pengetahuan yang kebenarannya sudah

8

diujicobakan secara empiris melalui metode ilmiah (Uus Toharrudin, Sri

Hendrawati 2011:26). Sains merupakan cara penyelidikan untuk

mendapatkan data dan informasi tentang alam semesta menggunakan

metode pengamatan dan hipotesis yang telah teruji (Uus Toharrudin, Sri

Hendrawati 2011:27).

Berdasarkan pengertian-pengertian IPA/sains di atas dapat

disimpulkan bahwa pada hakikatnya IPA terdiri atas 3 unsur utama. Ketiga

unsur tersebut yaitu produk, proses ilmiah, dan pemupukan sikap. IPA

bukan hanya pengetahuan tentang alam yang disajikan dalam bentuk fakta,

konsep, prinsip atau hukum (IPA sebagai produk), tetapi sekaligus cara

atau metode untuk mengetahui dan memahami gejala-gejala alam(IPA

sebagai proses ilmiah) serta upaya pemupukan sikap ilmiah (IPA sebagai

sikap).

2. Tujuan Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA di SD ditujukan untuk memberi kesempatan siswa

memupuk rasa ingin tahu secara alamiah, mengembangkan kemampuan

bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti,

serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Tujuan mata pelajaran IPA di

SD/MI berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah :

1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya,

2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,

9

10

3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, teknologi dan

masyarakat,

4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan,

5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam,

6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan

7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Mulyasa,

2006 : 111).

3. Pembelajaran IPA di SD

Sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hakikat IPA, bahwa IPA

dapat dipandang sebagai produk, proses dan sikap, maka dalam

pembelajaran IPA di SD harus memuat 3 dimensi IPA tersebut.

Pembelajaran IPA tidak hanya mengajarkan penguasaan fakta, konsep dan

prinsip tentang alam tetapi juga mengajarkan metode memecahkan

masalah, melatih kemampuan berpikir kritis dan mengambil kesimpulan

melatih bersikap objektif, bekerja sama dan menghargai pendapat orang

lain. Model pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar

adalah model pembelajaran yang menyesuaikan situasi belajar siswa

dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Siswa diberi kesempatan

untuk menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungannya

dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Usman Samatowa,

2006: 11-12).

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri dan berbuat

untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam dan

11

menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

(Mulyasa, 2006: 110-111). Jadi, pembelajaran IPA di SD/MI lebih

menekankan pada pemberian pengalaman langsung sesuai kenyataan di

lingkungan melalui kegiatan inkuiri untuk mengembangkan keterampilan

proses dan sikap ilmiah.

Keterampilan proses IPA yang diberikan kepada anak usia SD

harus dimodifikasi dan disederhanakan sesuai tahap perkembangan

kognitifnya. Struktur kognitif anak berbeda dengan struktur kognitif

ilmuwan. Proses dan perkembangan belajar anak Sekolah Dasar memiliki

kecenderungan belajar dari hal-hal konkrit, memandang sesuatu yang

dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh, terpadu dan melalui proses

manipulatif. Oleh karena itu, keterampilan proses IPA yang diberikan

kepada anak usia SD harus dimodifikasi dan disederhanakan sesuai tahap

perkembangan kognitifnya. Keterampilan proses IPA yang harus

dikembangkan meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4)

prediksi, (5) hipotesis, (6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan

melaksanakan penelitian, (8) inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi

(Hendro Darmodjo dan Kaligis, 2006: 11). Menurut Rezba et.al 1995

(dalam Patta Bundu, 2006: 12) keterampilan dasar proses sains untuk

tingkat sekolah dasar meliputi keterampilan mengamati (observing),

mengelompokkan (clasifying), mengukur (measuring),

mengkomunikasikan (communicating), meramalkan (predicting), dan

menyimpulkan (inferring). Sedangkan menurut Paolo Marten ( dalam

12

Usman Samatowa, 2006: 12) mendefiniskan keterampilan proses anak-

anak adalah mengamati, mencoba memahami apa yang diamati,

mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan

terjadi dan menguji kebenaran ramalan tersebut.

Aspek penting yang harus diperhatikan guru dalam pelaksanaan

pembelajaran IPA di SD adalah melibatkan siswa secara aktif dalam

pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Pembelajaran IPA dimulai dengan memperhatikan konsepsi/pengetahuan

awal siswa yang relevan dengan apa yang akan dipelajari. Selanjutnya

aktivitas pembelajaran dirancang melalui berbagai kegiatan nyata dengan

alam. Kegiatan pengalaman nyata dengan alam ini dapat dilakukan di

kelas atau laboratorium dengan alat bantu pelajaran maupun dilakukan

langsung di alam terbuka. Melalui kegiatan nyata dengan alam inilah,

siswa dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah seperti

mengamati, mencoba, menyimpulkan hasil kegiatan dan

mengkomunikasikan kesimpulan kegiatannya. Kegiatan pembelajaran IPA

juga dirancang sebanyak mungkin memberi kesempatan kepada siswa

untuk bertanya. Dengan bertanya anak akan berlatih mengemukakan

gagasan dan respon terhadap permasalahan yang dihadapinya sehingga

dapat mengembangkan pengetahuan IPA. Di samping bertanya, siswa juga

diberi kesempatan untuk menjelaskan suatu masalah berdasarkan

pemikirannya.

13

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran IPA yang dilakukan

dengan mengangkat permasalahan dalam dunia nyata yang dialami oleh

anak akan lebih menarik bagi anak, sehingga anak dilibatkan secara aktif

dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Dalam penelitian ini materi yang akan digunakan adalah materi IPA

kelas V semester II yaitu materi daur air dan peristiwa alam. Adapun

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan adalah

sebagai berikut:

Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

7. memahami perubahan yang terjadi di

alam dan hubungannya dengan sumber

daya alam

7.1 Mendiskripsikan proses daur air dan kegiatan

manusia yang dapat

mempengaruhinya.

7.2 Mendiskripsikan perlunya

penghematan air.

7.3Mengidentifikasi peristiwa

alam yang terjadi di

Indonesia

7.4 Mengidentifikasi kegiatan

manusia yang dapat

mengubah permukaan

bumi

14

B. Daur Air dan Peristiwa Alam

Daur air dan peristiwa alam merupakan bagian dari pelajaran IPA.

Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-

hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan,

membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala

sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang

diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa pembelajaran IPA

menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari (Samatowa, 2006: 104). Dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD perlu didasarkan pada

pengalaman langsung siswa di kehidupannya sehari-hari serta menimbulkan

kesadaran siswa untuk belajar IPA.

Materi daur air dan peristiwa alam terdapat pada mata pelajaran IPA

kelas V semester II.

1. Daur Air

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok seluruh makhluk hidup.

Tanpa air makhluk hidup akan mati. Air merupakan kebutuhan dasar bagi

manusia dan makhluk hidup lainnya. Kegunaan air bagi makhluk hidup

antara lain: (1) Untuk makan dan minum. Air dapat dikonsumsi langsung

(bagi binatang) dan dimasak dulu (bagi manusia). Sedangkan untuk

makan, air harus diolah bersama bahan makanan lain. (2) Untuk MCK

(Mandi, Cuci, Kakus). Air sangat diperlukan untuk kepentingan manusia

yang berkaitan dengan aktivitas kebersihan. (3) Untuk pengairan pada

pertanian dan perkebunan, pengairan dilakukan agar tanaman cukup air

15

untuk proses asimilasi dan fotosintesisnya. (4) Untuk perikanan dan

pariwisata serta lalu lintas perairan.

Air yang berasal dari sungai, danau, dan sumber air lainnya akan

mengalir ke laut. Air yang berada di laut, sungai dan danau akan

mengalami penguapan. Penguapan menyebabkan air berubah wujud

menjadi uap air yang akan naik ke angkasa. Uap air ini kemudian

berkumpul menjadi gumpalan awan. Gumpalan awan yang ada di angkasa

akan mengalami pengembunan karena suhu udara yang rendah.

Pengembunan ini membuat uap air berubah wujud menjadi kumpulan

titik-titik air yang tampak sebagai awan hitam. Titik-titik air yang semakin

banyak akan jatuh ke permukaan bumi, yang dikenal sebagai hujan.

Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan yang lainnya akan

tetap di permukaan. Air yang meresap ke dalam tanah inilah yang akan

menjadi sumber mata air sedangkan air yang tetap di permukaan, akan

dilalirkan ke sungai, danau, dan saluran air lainnya. Hal ini digambarkan

dalam gambar daur air berikut.

Gambar 1.Skema daur air di alam

16

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan proses daur air

antara lain sebagai berikut: (1) pengurangan air tanah karena tidak ada

keseimbangan lingkungan; (2) terhalangnya proses penguapan air karena

ulah manusia, misalnya adanya pabrik-pabrik dan pemukiman yang terlalu

padat; (3) iklim dan cuaca yang memungkinkan tidak terjadi proses

pemanasan air; dan (4) lemahnya daya dorong angin terhadap awan yang

telah terbentuk. Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan terganggunya

daur air adalah penebangan pohon di hutan secara belebihan yang

mengakibatkan hutan menjadi gundul. Pada saat hujan turun, air hujan

tidak langsung jatuh ke tanah karena tertahan oleh daun-daun yang ada di

pohon. Air dari daun akan menetes ke dalam tanah atau mengalir melalui

pembuluh. Karena tertahan pada tubuh tumbuhan, jatuhnya air

menyebabkan tanah tidak terkikis. Air hujan yang meresap ke dalam tanah

selain dapat menyuburkan tanah juga disimpan sebagai sumber mata air.

Hutan gundul menyebabkan daur air terganggu karena cadangan air

yang berada di dalam tanah semakin berkurang, sehingga air yang berada

di sungai dan danau menjadi lebih sedikit. Kegiatan manusia lainnya yang

juga dapat mengakibatkan terganggunya daur air, diantaranya:

membiarkan lahan kosong tidak ditanami dengan tumbuhan menggunakan,

air secara berlebihan untuk kegiatan sehari-hari, dan mengubah daerah

resapan air menjadi bangunan lain.

17

2. Peristiwa Alam

Peristiwa alam merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh alam

itu sendiri. Banyak peristiwa awal seperti banjir, tanah longsor, gempa

bumi, tsunami, dan gunung meletus.

a. Banjir

Banjir merupakan gejala alam yang sering melanda wilayah

Indonesia. Selain pengaruh tingginya curah hujan, banjir dapat terjadi

akibat kegiatan manusia, seperti penggundulan hutan dan kebiasaaan

membuang sampah sembarangan. Bila hutan masih hijau, pepohonan

akan menahan air hujan sehingga sebagian besar air dapat terserap ke

dalam tanah. Penggundulan hutan menyebabkan sebagian besar air

hujan mengalir di permukaan tanah, apalagi di daerah perkotaan di

mana sebagian besar permukaan tanah tertutup bangunan. Air hujan

tidak dapat menyerap ke dalam tanah dan menyebabkan banjir.

Dampak bencana banjir yaitu: (a) kerusakan bangunan termasuk

jembatan, sistem selokan bawah tanah, dan jalan raya; (b)

berkurangnya persediaan air bersih. Sumber air bersih terkontaminasi

air banjir, sehigga tidak dapat dimanfaatkan lagi; (c) munculnya

wabah penyakit. Karena kondisi tidak higienis, setelah terjadi banjir

biasanya timbul wabah penyakit diare, penyakit kulit, dsb; (d) hasil

pertanian dan persediaan makanan berkurang. Kelangkaan hasil

pertanian disebabkan oleh kegagalan panen. Tanaman dapat hanyut

atau membusuk akibat terus menerus terendam air; dan (e) jalur

18

transportasi rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat kepada orang-

orang yang membutuhkan.

b. Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar

kawasan pegunungan. Semakin curam kemiringan lereng satu

kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Longsor terjadi

saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terkikis air dari bagian

utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan

yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api. Longsor dapat

terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan

bebatuan. Ketika longsor berlangsung, lapisan teratas bumi mulai

meluncur deras pada lereng. Tanah yang besar dari luncuran tanah dan

lumpur inilah yang merusak rumah-rumah, menghancurkan bangunan

yang kokoh dalam hitungan detik.

Tanah longsor merupakan gejala alam, tetapi ada kegiatan

manusia yang mampu menyebabkan gejala alam tanah longsor.

Seperti penebangan pohon secara liar di daerah lereng, penambangan

bebatuan dan tanah yang mampu menimbulkan ketidakstabilan lereng,

dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah.

Faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain: (a)

penggundulan hutan; (b) pengikisan tanah (erosi); (c) hujan deras; (d)

gempa bumi; (e) lereng yang terjal; (f) tanah yang kurang kuat/kurang

19

padat; (g) letusan gunung berapi:(h) akibat adanya beban tambahan

(dilalui kendaraan berat); dan (i) penggunaan bahan peledak.

c. Gunung Meletus

Gunung api yang sedang meletus dapat memuntahkan abu dan

lelehan batuan pijar atau lava. Lava ini sangat panas. Namun saat

dingin, aliran lava ini mengeras dan menjadi batu. Apabila lava ini

bercampur dengan air hujan, dapat mengakibatkan banjir lahar dingin.

Gunung meletus sering disertai dengan gempa bumi. Gempa bumi

yang disebabkan oleh gunung meletus disebut gempa bumi vulkanik.

Misalnya gempa yang terjadi saat Gunung Krakatau meletus pada

tahun 1883. Letusan gunung api dapat mengakibatkan berbagai

dampak yang merugikan. Lava pijar yang dimuntahkan oleh gunung

api dapat membakar kawasan hutan yang dilaluinya. Berbagai jenis

tumbuhan dan hewan mati terbakar. Apabila lava pijar ini mengalir

sampai ke permukiman penduduk, dapat memakan korban jiwa

manusia dan menyebabkan kerusakan yang cukup parah.

d. Gempa Bumi

Gempa dibedakan menjadi tiga, yaitu gempa vulkanik, runtuhan,

dan tektonik. Gempa yang paling hebat yaitu gempa tektonik. Gempa

tektonik terjadi karena adanya pergeseran kerak bumi. Gempa tektonik

terjadi ketika dua lempeng saling bergesekan. Gempa tektonik dapat

mengakibatkan pohon-pohon tumbang, bangunan runtuh, tanah

terguncang, dan makhluk hidup termasuk manusia menjadi korban.

20

Gempa bumi mempunyai kekuatan yang berbeda-beda.

Kekuatan gempa diukur menggunakan satuan skala Richter. Alat

untuk mengukur gempa yaitu seismograf. Terjadinya gempa tektonik

dimulai dari sebuah tempat yang disebut pusat gempa. Pusat gempa

dapat berada di daratan atau lautan. Pusat gempa yang berada di lautan

dapat menyebabkan gempa bumi di bawah laut. Gempa seperti ini bisa

menyebabkan gelombang hebat yang disebut tsunami. Gelombang itu

bergerak menuju pantai dengan kecepatan sangat tinggi dan

kekuatannya sangat besar. Ketika mencapai pantai, gelombang

tersebut naik sehingga membentuk dinding raksasa.

e. Tsunami

Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya

gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi

akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah

vertikal) atau dalam arah horizontal. Perubahan tersebut disebabkan

oleh tiga sumber utama, yaitu gempa tektonik, letusan gunung api,

atau longsoran yang terjadi di dasar laut (Ward, 1982). Dari ketiga

sumber tersebut, di Indonesia gempa merupakan penyebab utama

(Puspito dan Triyoso, 1994).

C. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Patta Bundu (2006:15), hasil belajar seseorang sering tidak

langsung kelihatan tanpa orang itu melakukan sesuatu untuk

21

memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar. Namun

demikian, karena hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan

manusia berubah dalam setiap tingkah lakunya.

Hasil belajar menurut Bloom (Suharsimi Arikunto, 2005: 76) dibagi

dalam 3 (tiga) ranah yakni :

a. Ranah kognitif: kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh

pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan

penalaran.

b. Ranah psikomotor: kompetensi melakukan pekerjaan dengan

melibatkan anggota badan; kompetensi yang berkaitan dengan gerak

fisik.

c. Ranah afektif: berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat

penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek.

Ranah Kognitif dibagi ke dalam 6 (enam) tingkatan yaitu :

pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis(C4), sintesis

(C5), dan evaluasi (C6). Menurut Lorin W. Anderson (2010 : 44-45)

tingkatan kognitif direvisi oleh Bloom menjadi mengingat (C1),

memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi

(C5), dan mencipta (C6).

a. Pada tingkat mengingat siswa mengambil pengetahuan dari memori

jangka panjang. (Soal mengingat: soal yang menuntut jawaban yang

berdasarkan hafalan).

22

b. Pada tingkat memahami siswa membangun makna dari materi

pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar

oleh guru. (Soal pemahaman: soal yang menuntut pembuatan

pernyataan masalah dengan kata-kata penjawab sendiri, pemberian

contoh prinsip atau contoh konsep).

c. Pada tingkat aplikasi: siswa menerapkan atau menggunakan suatu

prosedur dalam keadaan tertentu. (Soal aplikasi: soal yang menuntut

penerapan prinsip dan konsep dalam memecahkan masalah).

d. Pada tingkat analisis: siswa diminta untuk memecah-mecah materi ke

dalam bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan antar

bagian dan antar bagian dengan keseluruhan atau tujuan. (Soal analisis

: soal yang menuntut kemampuan menunjukkan bagian-bagian yang

penting dan relevan, menulis garis besar sebuah tulisan, memilih

struktur yang paling sesuai, dan menentukan pendapat atau tujuan dari

materi).

e. Pada tingkat evaluasi: siswa dituntut membuat keputusan berdasarkan

kriteria dan standar tertentu. (Soal analisis: soal yang menuntut

pemeriksaan terhadap produk atau proses atau penerapan solusi pada

suatu masalah, dan pemberian kritik terhadap hipotesis atau pendapat

orang lain).

f. Pada tingkat mencipta: siswa dituntut untuk membuat produk baru

dengan mereorganisasi beberapa bagian menjadi pola atau struktur

baru yang belum pernah ada sebelumnya. (Soal mencipta: soal yang

23

menuntut pembuatan hipotesis atau alternatif, mencari dan memilih

solusi pemecahan masalah, dan merancang dan menciptakan produk

sesuai dengan spesifikasi tertentu).

Hasil belajar dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan ketiga

domain tersebut yang dialami siswa setelah menjalani proses belajar.

Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran berupa

evaluasi, selain mengukur hasil belajar penilaian dapat juga

ditunjukan kepada proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui

sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Semakin baik proses pembelajaran dan keaktifan siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang

diperoleh siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah

dirumuskan sebelumnya.

Berdasarkan definisi diatas maka hasil belajar merupakan

perubahan kemampuan pada manusia sebagai hasil dari proses belajar

sehingga bertambah pengetahuannya baik yang bersifat kognitif,

afektif, dan psikomotor setelah siswa melakukan pengalaman belajar.

2. Pengertian Belajar

Baharudin dan Esa Nur Wahyumi (2007: 11-12), belajar

merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,

ketrampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir

hayat, kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik yang

membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Belajar merupakan

24

aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam

dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.

Menurut Slameto (2010: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.

Patta Bundu (2006: 15) menjelaskan hakikat belajar sebagai

berikut:

Kata kunci pembelajaran adalah perubahan. Tidak ada tujuan pengajaran

yang dicapai sebelum setiap siswa menjadi berbeda dalam beberapa hal

antara sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Lebih jauh

dikemukakan bahwa untuk melihat perubahan yang terjadi perlu dijawab

beberapa pertanyaan sebagai indikator: (1) apakah siswa mengetahui lebih

banyak daripada yang diketahui sebelumnya, (2) apakah siswa memahami

sesuatu yang tidak dipahami sebelumnya, (3) apakah siswa

mengembangkan ketrampilan yang belum dikembangkan sebelumnya, (4)

apakah siswa merasakan sesuatu yang berbeda dari aspek yang dipelajari

dari pada yang dirasakan sebelumnya dan (5) apakah siswa

mengembangkan sesuatu yang tidak ada sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa belajar merupakan usaha yang sengaja dilakukan dengan tujuan

untuk mendapatkan perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai

hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah

25

laku bersifat kontinu, positif, aktif, dan mencakup seluruh aspek tingkah

laku

D. Contextual Teaching and Learning

Menurut Wina Sanjaya (2005: 100) pendekatan adalah istilah yang

diberikan untuk hal yang bersifat lebih umum. Sedangkan Muhibbin Syah

(2006: 155) mengemukakan tentang pendekatan belajar sebagai cara atau

strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi

proses mempelajari materi tertentu. Selain itu, menurut Syaiful Sagala (2006:

68) ada istilah pendekatan pembelajaran yang merupakan jalan yang akan

ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk

suatu satuan instruksional tertentu.

Roy Killen (Wina Sanjaya, 2005: 15) mengemukakan bahwa ada dua

pendekatan yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi

kepada guru dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa.

Jadi, pendekatan merupakan sebuah cara atau strategi yang digunakan dalam

proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Wina Sanjaya (2005: 109), Contextual Teaching and Learning

(CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses

keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang

dipelajari dan menghubungkannnya dengan situasi kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Johnson (2009: 65) menyatakan bahwa CTL adalah sebuah sistem

menyeluruh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika

26

bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang

melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Bagian-

bagian CTL yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang

ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat

hubungan yang menghasilkan makna. Menurut Masnur Muslich (2007: 41)

Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang

menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi

merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru

lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.

Penerapan model CTL menggunakan 7 komponen atau asas pokok

dalam CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya

(questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan

(modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic

assessment). Kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual adalah kelas

yang menggunakan ketujuh prinsip atau komponen CTL dalam

pembelajarannya (Trianto, 2010: 111).

Masnur Muslich menyebut istilah asas-asas pembelajaran CTL sebagai

komponen utama CTL. Secara rinci, Masnur Muslich (2007: 44-48)

mengemukakan tentang prinsip dasar setiap komponen utama CTL.

a. Konstruktivisme

1) Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran.

2) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih

penting daripada informasi verbalistis.

27

3) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan

menerapkan idenya sendiri.

4) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam

belajar.

5) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman

sendiri.

6) Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat

apabila diuji dengan pengalaman baru.

b. Bertanya

1) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.

2) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui

tanya jawab.

3) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif

dilakukan lewat diskusi (baik kelompok maupun kelas).

4) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan

menilai kemampuan berpikir siswa.

5) Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

(a) menggali informasi; (b) mengecek pemahaman siswa; (c)

membangkitkan respon siswa; (d) mengetahui kadar keingintahuan

siswa; (e) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; (f) memfokuskan

perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru; (g) membangkitkan lebih

banyak pertanyaan bagi diri siswa; dan (h) menyegarkan pengetahuan

siswa.

28

c. Inkuiri

1) Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa

menemukan sendiri.

2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti

dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.

3) Siklus inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan hipotesis,

pengumpulan data, dan penyimpulan.

d. Masyarakat belajar

1) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing

dengan pihak lain.

2) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling

menerima informasi.

3) Sharing terjadi apabila terjadi komunikasi dua atau multiarah.

4) Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi

sumber belajar.

e. Pemodelan

1) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada

model atau contoh yang bisa ditiru.

2) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau

ahlinya.

3) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh

hasil karya, atau model penampilan.

29

f. Refleksi

1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan

pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.

2) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau

pengetahuan yang baru diperolehnya.

3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan

yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman

sejawat, atau unjuk kerja.

g. Penilaian autentik

1) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa tetapi untuk mengetahui

perkembangan belajar siswa.

2) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian

proses dan hasil.

3) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat

mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama

(peer assessment).

4) Penilaian autentik mengukur keterampilan dan performansi dengan

kriteria yang jelas.

5) Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara

berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.

6) Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua, dan

sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik

pembelajaran, dan atau untuk menentukan prestasi siswa.

30

Masnur Muslich (2007: 43) menjelaskan apabila ketujuh komponen ini

diterapkan dalam pembelajaran, terlihat pada realitas berikut : (a) kegiatan

yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna

apabila siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri

pengetahuan dan keterampilan barunya, (b) kegiatan belajar yang mendorong

sikap keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan

yang akan dipelajari, (c) kegiatan belajar yang bisa mengkondisikan siswa

untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau permasalahan yang

dihadapi sehingga ia berhasil ”menemukan” sesuatu, (d) kegiatan belajar yang

bisa menciptakan situasi belajar bersama atau berkelompok sehingga ia bisa

berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman

lain, (e) kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai

rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi

kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu, dan

sebagainya, (f) kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik

dalam bentuk tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan

pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa

selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa. (g) Kegiatan

belajar yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa

melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.

Latar belakang CTL menurut Syaiful Sagala (2006: 87) adalah belajar

akan lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah serta lebih

bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari, bukan hanya mengetahui.

31

Selain itu, pembelajaran yang hanya berorientasi pada target penguasaan

materi terbukti hanya berhasil dalam mengingat jangka pendek, tetapi gagal

dalam membekali anak dalam penyelesaian masalah jangka panjang

(kehidupan sehari-hari). Wina Sanjaya (2005: 125) menyatakan bahwa CTL

menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

Oleh karena itu, dalam CTL, keaktifan siswa senantiasa mengalami

peningkatan.

Johnson (2009: 75-87) mengemukakan tiga prinsip dalam CTL yaitu

sebagai berikut.

a. Prinsip kesaling-bergantungan

Prinsip ini membantu siswa membuat hubungan-hubungan untuk

menemukan makna. Misalnya, ketika para siswa bergabung untuk

memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan

dengan rekannya.

b. Prinsip diferensiasi

Diferensiasi membuat siswa untuk saling menghormati keunikan,

perbedaan, dan keragaman masing-masing sehingga menghasilkan

gagasan dan hasil yang baru yang berbeda.

c. Prinsip pengorganisasian diri

Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan

menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri sehingga siswa sadar

akan potensi yang dimilikinya dan selalu menjadi dirinya sendiri.

Hairudin (2007: 44) mengemukakan langkah-langkah penerapan

pendekatan kontekstual di kelas sebagai berikut: (a) kembangkan pemikiran

32

bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,

menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan

barunya (komponen konstruktivisme), (b) laksanakan kegiatan enemukan

sendiri untuk mencapai kompetensi yang diingikan (komponen inkuiri), (c)

kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya (komponen

bertanya), (d) ciptakan masyarakat belajar, kerja kelompok (komponen

masyarakat belajar), (e) hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

(komponen pemodelan), (f) lakukan refleksi di akhir pertemuan, agar peserta

didik merasa bahwa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (komponen

refleksi), (g) lakukan penilaian autentik dari berbagai sumber dan cara

(komponen assesmen autentik)

Pada pendekatan pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

materi pelajaran akan bertambah berarti jika siswa mempelajari materi

pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan

arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi

lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai

tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan

sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Selanjutnya siswa

memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu

dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan

dunia nyata yang kompleks, baik secara mandiri maupun dengan berbagai

kombinasi dan struktur kelompok (Depdiknas 2002:8). Dengan demikian

jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang

33

kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya

pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

dengan pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah pembelajaran

yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian

pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat

ke dalam konsep materi pelajaran yang dibahas.

E. Hubungan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan

Hasil Belajar

Pembelajaran dengan CTL menciptakan kegiatan belajar yang multi

aspek karena lingkungan atau konteks belajar memiliki cakupan yang luas.

Keterlibatan belajar siswa dengan CTL menjadi lebih kuat karena CTL

menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental

(Wina Sanjaya, 2005: 125). Belajar dengan metode CTL bukan hanya

melibatkan aspek kognitif dan berada dalam lingkungan ruangan kelas, artinya

siswa memiliki kekayaan pengalaman selama mengikuti kegiatan belajar.

Dapat dikatakan seluruh aspek kecerdasan siswa terlibat aktif.

Konteks kehidupan siswa yang juga menjadi konteks belajar

menjadikan siswa dengan mudah menemukan makna dari kegiatan belajar itu

sendiri. Dilhat dari konsep manfaat, maka siswa dengan mudah mengetahui,

memahami bahkan menghayati manfaat mempelajari suatu materi pelajaran.

Selama ini, ketika pembelajaran lebih berorientasi pada nilai akademik,

keterlibatan semua aspsek kecerdasan dan makna kegiatan belajar sering

34

diabaikan. Penerapan model pembelajaran CTL menjadikan siswa lebih

bermakna atau berarti. Siswa melihat belajar bukan sekedar mencapai nilai

akademik, tetapi juga manfaat langsung bagi kehidupan dirinya.

Jika hasil belajar diartikan sebagai hasil usaha yang dapat dicapai siswa

setelah melakukan proses belajar yang berlangsung dalam interaksi subjek

dengan lingkungannya seperti dikemukakan (Winkel, 2004: 15), maka CTL

dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini terjadi karena CTL memunculkan

lebih banyak interaksi antara siswa dengan konteks lingkungannya.

Kompleksitas konteks belajar bukan menjadi penghambat karena pada

saat interaksi berlangsung, siswa-siswa justru mampu mengembangkan

kemampuan berpikir lebih banyak. Siswa, terutama yang masih pada taraf

berpikir operasional kongkrit, lebih mudah memahami sesuatu yang kongkrit

atau nyata. Bahkan, siswa dapat melakukan asosiasi atau penyatuan unsur-

unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh atau sintesis merupakan

suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis

sehingga menjadi suatu proses yang berstruktur atau berbentuk pola baru

(Sudijono, 2001: 51). Dengan demikian, jelas bahwa Contextual Teaching

Learning mengasah lebih banyak potensi kecerdasan siswa yang pada akhirnya

mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

F. Kerangka Pikir

Penelitian ini disusun dengan membangun kerangka pikir bahwa guru

menguasai materi mata pelajaran IPA dengan baik tetapi belum menerapkan

pendekatan dan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga berpengaruh

35

pada hasil belajar. Keterlibatan dan keaktifan siswa kurang karena kegiatan

belajar lebih menekankan pada ketertiban dan pengendalian guru kepada siswa.

Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat merupakan alternatif

yang baik untuk merubah pembelajaran yang membosankan menjadi sesuatu

yang diminati oleh siswa, sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti

pembelajaran. Begitu juga dalam pembelajaran daur air dan peristiwa alam

dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat yang dapat membantu

siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam

pemecahan masalah. Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran yang tepat

adalah pendekatan CTL yaitu pendekatan yang lebih mementingkan

keterlibatan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri pengetahuannya dan

menemukan makna dari apa yang dipelajari dengan menghubungkan materi

yang dipelajari tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini

sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di SD yaitu mengembangkan

keterampilan proses dan sikap ilmiah melalui proses penemuan.

Ciri khas dari pendekatan CTL adalah pemanfaatan lingkungan sebagai

sumber belajar. Dalam pembelajaran, CTL menekankan pada keterkaitan antara

materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata

sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari apa yang telah dipelajarinya.

Proses pembelajaran kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa

bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Dengan demikian, pengetahuan yang didapat siswa merupakan hasil

temuannya sendiri sehingga akan bertahan dalam jangka waktu yang lama.

36

Penggunaan model Contextual Teaching Learning (CTL) dalam

pembelajaran IPA akan memberikan kesempatan siswa mengaitkan antara

materi yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Dengan

demikian pengetahuan yang didapat siswa adalah hasil temuannya sendiri

sehingga bertahan lebih lama dalam ingatannya, lebih mudah dipahami, dan

lebih bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang bermakna akan meningkatkan

keantusiasan siswa dalam belerdasarkan hal tersebut, maka model Contextual

Teaching Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan

sebagai berikut. Penggunaan pendekatan CTL dapat meningkatkan proses

pembelajaran dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif kelas V pada mata

pelajaran IPA materi daur air dan peristiwa alam.

H. Definisi Operasional Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variable yang perlu di definisikan,

yakni:

1. Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA

Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dalah perubahan kemampuan

pada siswa tentang konsep IPA sebagai hasil proses belajar sehingga

bertambah pengetahuannya baik yang bersifat kognitif, afektif dan

psikomotor setelah siswa melakukan pengalaman belajar.

37

2. Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching

Learning (CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil

(mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada unia nyata kehidupa sehari-

hari yang dialami siswa kemudian diangkat kedalam konsep materi

pelajaran yang dibahas. Ciri khas dari pendekatan CTL adalah

pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Dalam pembelajaran,

CTL menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan

dunia kehidupan peserta didik secara nyata sehingga siswa dapat

merasakan manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Proses pembelajaran

kontekstual berlangsung dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan

mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dengan

demikian, pengetahuan yang didapat siswa merupakan hasil temuannya

sendiri sehingga akan bertahan dalam jangka waktu yang lama.

38