bab ii kajian teori a. kajian pustaka 1. perkembangan ... · sepakbola adalah permainan antara dua...

47
BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA 1. Perkembangan Sepakbola Pada hakikatnya permainan sepakbola merupakan permainan beregu yang menggunakan bola sepak. Sepakbola dimainkan dilapangan rumput oleh dua regu yang saling berhadapan dengan masing-masing regu terdiri dari sebelas pemain dan salah satunya penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhnya dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjaga gawang yang dibolehkan menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya. Menurut Sucipto, Bambang Sutiyono, Indra M Thohir, dan Nurhadi. (2000: 7) Tujuan permainan ini dimainkan adalah untuk memasukkan bola kegawang lawan sebanyakbanyaknya dan berusaha mempertahankan gawang sendiri dari serangan lawan. Ada pun karakteristik yang menjadi ciri khas permainan ini adalah memainkan bola dengan menggunakan seluruh anggota tubuh kecuali lengan. Menurut muhajir (2007: 22), Sepakbola adalah suatu permainan yang dilakukan dengan jalan menyepak, yang mempunyai tujuan untuk memasukkan bola kegawang lawan dengan mempertahankan gawang tersebut agar tidak kemasukan bola. Menurut Agus Salim (2008: 2) menyatakan bahwa pertandingan sepakbola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan gawang dan berusaha menjebol gawang lawan. Didalam memainkan bola setiap pemain dibolehkan menggunakan seluruh anggota badan kecuali lengan, hanya penjaga gawang diperbolehkan memainkan bola dengan kaki dan lengan. Sepakbola hampir seluruhnya menggunakan kemahiran kaki, kecuali penjaga gawang yang bebas menggunakan anggota tubuh manapun. Tujuan dari masing-masing regu adalah memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak mungkin dengan pengertian pula berusaha sekuat tenaga agar gawangnya terhindar dari kebobolan penyerang lawan. Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa 8

Upload: others

Post on 29-Oct-2019

8 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Perkembangan Sepakbola

Pada hakikatnya permainan sepakbola merupakan permainan beregu yang

menggunakan bola sepak. Sepakbola dimainkan dilapangan rumput oleh dua

regu yang saling berhadapan dengan masing-masing regu terdiri dari sebelas

pemain dan salah satunya penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhnya

dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjaga gawang yang

dibolehkan menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya.

Menurut Sucipto, Bambang Sutiyono, Indra M Thohir, dan Nurhadi. (2000: 7)

Tujuan permainan ini dimainkan adalah untuk memasukkan bola kegawang

lawan sebanyakbanyaknya dan berusaha mempertahankan gawang sendiri dari

serangan lawan. Ada pun karakteristik yang menjadi ciri khas permainan ini

adalah memainkan bola dengan menggunakan seluruh anggota tubuh kecuali

lengan. Menurut muhajir (2007: 22), Sepakbola adalah suatu permainan yang

dilakukan dengan jalan menyepak, yang mempunyai tujuan untuk

memasukkan bola kegawang lawan dengan mempertahankan gawang tersebut

agar tidak kemasukan bola. Menurut Agus Salim (2008: 2) menyatakan bahwa

pertandingan sepakbola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing

beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan gawang dan

berusaha menjebol gawang lawan.

Didalam memainkan bola setiap pemain dibolehkan menggunakan seluruh

anggota badan kecuali lengan, hanya penjaga gawang diperbolehkan

memainkan bola dengan kaki dan lengan. Sepakbola hampir seluruhnya

menggunakan kemahiran kaki, kecuali penjaga gawang yang bebas

menggunakan anggota tubuh manapun. Tujuan dari masing-masing regu

adalah memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak mungkin dengan

pengertian pula berusaha sekuat tenaga agar gawangnya terhindar dari

kebobolan penyerang lawan. Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

8

9

sepakbola adalah permainan antara dua (2) regu yang masing-masing regu

terdiri dari 11 orang dan dimainkan dengan kaki, kecuali penjaga gawang,

boleh menggunakan tangan dan lengan. Setiap tim berusaha untuk

memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak-banyaknya dan menjaga

gawangnya dari kemasukan bola oleh serangan lawan dan permainan ini

dilakukan selama 2x45 menit.

Sepakbola sendiri adalah olahraga yang paling digemari di seluruh dunia.

Olahraga tersebut pertama kali diperkenalkan dari negeri China yang

dinamakan Tsu chu, Tsu artinya menendang dan Chu artinya bola. Jadi secara

harfiah tsu chu artinya adalah menendang bola. Menurut sejarah, bukti-bukti

yang menyatakan olahraga sepak bola pertama kali berasal dari China yaitu

ditemukannya bola sebagai permainan para prajurit china di sekitar abad 2-3

pada zaman pemerintahan Dinasty Han. Sepakbola modern yang kita kenal

sekarang diakui oleh berbagai pihak berasal dari Inggris. Di beberapa

kompetisi, permainan ini menimbulkan banyak kekerasan selama

pertandingan sehingga akhirnya raja Edward III pada 1365 melarang olahraga

ini dimainkan. Raja James I dari Skotlandia juga mendukung larangan untuk

memainkan sepakbola. Pada 1815, sebuah perkembangan besar menyebabkan

sepakbola menjadi terkenal di lingkungan universitas dan sekolah. Kelahiran

sepakbola modern terjadi di Freemasons Taver pada 1863 ketika 11 sekolahan

dan klub berkumpul serta merumuskan aturan baku untuk permainan tersebut.

Bersamaan dengan itu, terjadi pemisahan yang jelas antara olahraga rugby

dengan sepakbola (soccer). Pada 1869 membawa bola dengan tangan mulai

dilarang dalam permainan sepakbola. Selama 1800-an, olahraga sepakbola

mulai dibawa oleh pelaut, pedagang, dan tentara inggris keberbagai belahan

dunia.

Tidak adanya badan yang mengatur permainan sepakbola di dunia

internasional membuat perkembangan olahraga ini agak terhambat. Disadari

oleh para pelaku sepakbola bahwa penting untuk membentuk sebuah

organisasi yang membawahi dan mengatur permainan sepakbola secara global.

Karena itu pada tanggal 21 Mei 1904 dibentuk sebuah badan sepakbola

10

internasional di Perancis dengan nama Fédération Internatinale de Football

Association (FIFA). Yang memiliki kantor pusat di Zurich, Swiss. Sejak FIFA

terbentuk, perkembangan sepak bola di dunia pun semakin pesat. Hal ini

karena salah satu tugas utama dari FIFA adalah melakukan promosi dan

sosialisasi tentang sepakbola ke berbagai belahan dunia. Perkembangan

sepakbola yang pesat di dunia ini dapat dilihat dari banyaknya negara yang

masuk menjadi anggota FIFA. Hingga saat ini sudah lebih dari 200 negara

yang masuk menjadi anggota FIFA. Selain FIFA yang memegang sepakbola

dunia, terdapat juga organisasi sepakbola di beberapa Negara, yaitu:

UEFA/European Championship (Eropa), CONMEBOL/The South American

Football Confederation (Amerika Latin), CONCACAF/The Confederation of

North, Central American, and Caribbean Assosiation Football (Amerika

Utara), AFC/ Asian Football Confederation (Asia), Konfederasi Sepakbola

Oseania (OFC; bahasa Inggris: Oceania Football Confederation).

2. Dinamika Kelompok

a. Dinamika

Sebagai insan yang hidup dalam suatu lingkungan, manusia tidak pernah

terlepas dari kebutuhan akan orang lain. Namun, terkadang kebutuhan akan

orang lain lebih disebabkan karena adanya persamaan tujuan maupun motif

yang ingin dicapai. Hal tersebut menyebabkan seseorang berupaya

membangun suatu ikatan untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan cara

membangun perkumpulan yang disebut kelompok. Dinamika adalah sesuatu

yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang dan

dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga

berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan

kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini terjadi karena selama ada

kelompok, maka semangat kelompok (group spirit) akan terus-menerus ada

dalam kelompok itu. Oleh karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis,

artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah. Sedangkan

pengelompok tidak terlepas dari elemen keberadaan dua orang atau lebih yang

melalukan interaksi untuk mencapai tujan bersama. Setiap individu di dalam

11

kelompok akan mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai

tujuan. kelompok Menurut Wildan Zulkarnain (2013: 1) sesuatu yang alami,

karena manusia akan berinteraksi satu dengan yang lainnya membentuk

kelompok-kelompok tertentu, sehinga kelompok berperan besar dalam

memenuhi pencapaian tujuan para anggotanya. Menurut Johnson dalam

Wildan Zulkarnain (2013: 20), dasar dinamika kelompok merupakan suatu

pengambungan teori, penelitian, dan penerapan. Teori menggambarkan

karakteristik kelompok yang efektif, Penelitian digunakan untuk

menggesahkan atau melemahkan teori, sedangkan Praktik dan penerapan

prosedur berdasarkan pada keabsahan teori yang diterapkan dalam dunia nyata

untuk melihat apakah teori tersebut berjalan. Sehingga teori, penelitian dan

penerapan praktis tentang dinamika kelompok tidak akan dapat terpisahkan

dan semua saling berhubungan melalui proses yang tepat.

Gambar 1. Hubungan antara Teori, Penelitian, dan Praktik

Sumber. Wildan Zulkarnain 2013: 6

Teori adalah serangkaian hipotesis atau dalil terkait yang memperhatikan

fenomena atau serangkaian fenomena. Teori menjadi pedoman dan ringkasan

untuk penelitian. Penelitian berfungsi mengesahkan atau melemahkan teori,

dan dijadikan pedoman untuk memperbaiki dan mengubah teori tersebut.

Sedangkan penerapan (praktik) dilakukan berdasarkan teori yang sah. Apabila

penerapan praktis dan teori menunjukkan kekurangan, maka teori tersebut

perlu diperbaiki dangan melakukan penelitian baru dan mengubah penerapan.

Menurut Wildan Zulkarnain (2013: 21) Apa yang terjadi antar anggota dalam

Penelitian

Praktik

Teori

12

kelompok adalah dinamis, dan bukan statis sehingga menggagap hubungan

kelompok berarti dengan tujuan dalam dinamika kelompok dapat berjalan,

sehingga dalam dinamika kelompok membahas perubahan-perubahan yang

terjadi dalam satu kelompok. Perubahan kelompok tersebut dapat terjadi

karena faktor dari luar dan dari dalam kelompok, perubahan dari status sosial

dan faktor dari perubahan situasi. Persoalaan dinamika kelompok ialah semua

gejala kejiwaan yang disebabkan oleh kehidupan bersama dalam kelompok,

yang diuraikan Benedict dalam Wildan Zulkarnain (2013: 26) sebagai berikut:

Persatuan; berkaitan dengan tingkah laku anggota kelompok seperti proses

pengelompokkan, intensitas anggota, arah pilihan, nilai manfaat kelompok,

Dorongan; yaitu persoalan minat anggota terhadap kehidupan berkelompok,

Struktur; yakni persoalan pada bentuk pengelompokkan dan bentuk hubungan,

perbedaan kedudukan antar anggota, pembagian tugas, keterlibatan kerja,

Pimpinan; yakni persoalan pada bentuk, tugas, sistem kepemimpinan, dan

sebagainya, Perkembangan kelompok; persoalannya menentukan kehidupan

kelompok yang terjadi pada perubahan dalam kelompok, ketentraman anggota

dalam kelompok, perpecahan kelompok, dan sebagainya. Menurut Beal (1987:

26) dalam Wildan Zulkarnain (2013: 26) bahwa komponen yang harus

diperhatikan dalam rangka mempelajari dinamika kelompok yaitu : individual,

wants, desires, group, group formation, group action, group goals, group

methods, group behavior, group process ( the group, the goals, the

techniques). Lebih lanjut kerangka kerja dalam mempelajari dinamika

kelompok adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka Kerja Dinamika Kelompok

Sumber. Wildan Zulkarnain 2013: 8

Berdasarkan bagan di atas, dapat terlihat bahwa sebuah kelompok terdiri

atas individu-individu, sedangkan individu-individu (anggota) yang tergabung

Tujuan

Kelompok

Teknik

13

dalam kelompok akan melalui atau menggunakan teknik tertentu untuk

mencapai tujuan. Menurut Wildan Zulkarnain (2013: 27) metode dan proses

dalam dinamika kelompok berusaha menumbuhkan dan membangun

kelompok dari semula kumpulan-kumpulan individu yang belum saling

mengenal satu sama lain, menjadi satu kesatuan kelompok dengan satu tujuan,

satu norma, dan satu cara pencapaian yang disepakati bersama. Sebagai

metode dinamika kelompok membuat setiap anggota kelompok semakin

menyadari siapa dirinya dan siapa orang lain yang hadir bersama dalam suatu

kelompok, dalam segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Menurut Sears (1994: 35) pada umumnya individu-individu membagi

dunia sosial kedalam kategori yang berbeda yaitu: “kita” dan “mereka”, “kita

adalah ingroup sedangkan outgroup adalah mereka. Ketika terjadi persaingan

antar dua kelompok, maka kelompok lain sebagai outgroup diperspsikan

sebagai musuh atau yang mengancam. Identitas sosial mengindikasikan sejauh

mana kita serupa dan tidak serupa dengan orang lain disekitar kita. Ketika

konteks sosial seseorang berubah maka pemahaman untuk membangun sebuah

identitas baru dapat menjadi sumber stress bagi kelompok yang baru, sebab

identitas sosial akan mempengaruhi loyalitas dan intregritas anggota

kelompok.

Hal ini perlu diciptakan karena kelompok akan menjadi efektif apabila

memiliki satu tujuan, satu cara tertentu untuk mencapai tujuan tersebut, yang

diciptakan dan disepakati bersama dengan melibatkan semua anggota

kelompok. Sedangkan sebagai suatu proses, dinamika kelompok berupaya

mencipkan suatu situasi sedemikian rupa sehingga membuat seluruh anggota

kelompok merasa terlibat secara aktif dalam setiap tahap perkembangan

kelompok, hal tersebut bertujuan agar setiap anggota kelompok merasakan

dirinya sebagai bagian dari kelompok dan bukan orang asing.

Kedinamisan suatu kelompok sangat ditentukan oleh kedinamisan anggota

kelompok melakukan interaksi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu untuk

mengetahui dinamis tidaknya suatu kelompok dan untuk mengetahui apakah

sistem sosial suatu kelompok tersebut dikatakan baik atau tidak dapat

14

dilakukan dengan menganalisis anggota kelompok melalui perilaku para

anggotanya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Etzioni (1985: 20), suatu

kelompok yang dinamis biasanya ditandai dengan adanya kegiatan-kegiatan

atau interaksi, baik di dalam kelompok maupun dengan pihak luar kelompok

tersebut sebagai upaya mencapai tujuan kelompok secara efektif dan efisien.

Menilai dinamika kelompok berarti menilai kekuatan atau gerak yang terdapat

di dalam kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan anggotanya

dalam mencapai tujuan. Menurut Mardikanto (1993: 21), analisis dinamika

kelompok dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan

psikososial dan sosiologis. Pendekatan psikososial adalah analisis dinamika

kelompok yang dilakukan terhadap segala sesuatu yang akan berpengaruh

terhadap perilaku anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan

demi tercapainya tujuan kelompok, sedangkan pendekatan sosiologis adalah

analisis terhadap proses sistem sosial kelompok. Dengan demikian untuk

mengetahui pengaruh dinamika kelompok terhadap kemandirian anggota

kelompok, analisis yang digunakan adalah pendekatan psikososial, dimana

dalam hal ini unsur-unsur yang mempengaruhi adalah : 1) tujuan kelompok, 2)

struktur kelompok, 3) fungsi tugas, 4) pembinaan dan pengembangan

kelompok, 5) kekompakan kelompok, 6) suasana kelompok, 7) tekanan pada

kelompok, 8) keefektifan kelompok.

1) Tujuan kelompok (Group Goal)

Tujuan kelompok merupakan gambaran tentang sesuatu hasil yang

diharapkan dapat dicapai oleh kelompok. Untuk mencapainya diperlukan

berbagai usaha dari anggota kelompok melalui berbagai aktifitasnya.

Menurut Cartwright dan Zander (1968: 64) bahwa tujuan kelompok yang

jelas sangat diperlukan agar anggota dapat berbuat sesuatu sesuai dengan

kebutuhan kelompok. Keadaan ini menyebabkan kuatnya dinamika

kelompok. Selain itu tujuan kelompok harus mendukung tercapainya

tujuan anggota kelompok. Apabila tujuan kelompok mendukung tujuan

anggotanya maka kelompok menjadi kuat dinamikanya.

15

Tujuan kelompok ini akan menjadi suatu motivasi bagi anggota

untuk melakukan kegiatan kelompok sehingga pencapaian tujuan tersebut

akan lebih efektif. Menurut Slamet (2002: 24) hubungan antara tujuan

kelompok dan tujuan anggota mempunyai lima kemungkinan bentuk yaitu

: sepenuhnya bertentangan, sebagian bertentangan, netral, searah, dan

identik. Tujuan kelompok yang baik harus terkait/sama dengan tujuan

anggota sehingga hasilnya dapat memberi manfaat kepada anggota.

2) Struktur Kelompok (Group Structure)

Struktur kelompok adalah suatu bentuk hubungan antara individu-

individu di dalam kelompok yang disesuaikan dengan posisi dan peranan

masing-masing individu. Sedangkan Gerungan menyatakan, struktur

kelompok merupakan susunan hirarkis mengenai hubungan-hubungan

berdasarkan peran dan status antara masing-masing anggota kelompok

dalam mencapai tujuan. Cartwright dan Zander (1968: 67), menyatakan

bahwa struktur kelompok adalah bentuk hubungan antara individu di

dalam kelompok, yang disesuaikan dengan posisi dan peranan masing-

masing individu. Struktur kelompok dapat disusun secara formal, tetapi

dapat pula secara informal. Pada kelompok formal pembagian tugas,

norma-norma dan mekanisme kerja disusun dengan jelas dan tertulis,

sehingga semua anggota mengetahui. Pada kelompok yang strukturnya

tidak ditetapkan secara formal dan tertulis, tetap memiliki dinamika

sepanjang masing-masing anggota menyadari dan melaksanakan tugas

dengan baik.

Struktur kelompok juga diartikan sebagai upaya kelompok

mengatur dirinya sendiri dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Banyak

aspek yang menyangkut struktur, tetapi yang sangat penting adalah yang

menyangkut: struktur kekuasaan atau pengambilan keputusan, struktur

tugas atau pembagian kerja, struktur komunikasi atau bagaimana aliran-

aliran komunikasi yang terjadi dalam kelompok, dan wahana bagi

kelompok untuk berinteraksi. Yang terpenting dalam struktur kelompok

adalah terciptanya interaksi yang intensif di antara anggota kelompok.

16

3) Fungsi tugas (Task Function)

Fungsi tugas adalah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh

kelompok agar kelompok dapat menjalankan fungsinya sehingga tujuan

kelompok dapat tercapai. Menurut Soedijanto fungsi tugas adalah segala

hal yang harus dilakukan kelompok yang berorientasi pada pencapaian

tujuan.

Menurut Slamet (2002: 24) fungsi tugas adalah untuk memfasilitasi

dan mengkoordinasi usaha-usaha kelompok yang menyangkut masalah-

masalah bersama dan dalam rangka memecahkan masalah-masalah

tersebut. Fungsi tugas itu meliputi : fungsi memberi informasi, fungsi

menyelenggarakan koordinasi, fungsi menghasilkan inisiatif, fungsi

mengajak untuk berpartisipasi, dan fungsi menjelaskan sesuatu kepada

kelompok. Untuk mengkaji fungsi tugas ini antara lain : adanya kepuasan

di kalangan anggota karena tercapainya tujuan-tujuan kelompok maupun

tujuan pribadi, para anggota selalu mendapatkan informasi baru sehingga

mereka selalu dapat meningkatkan berbagai tujuan yang ingin dicapai dan

dapat meningkatkan cara-cara untuk mencapainya tujuan tersebut,

kesimpangsiuran dapat di cegah karena ada koordinasi yang baik, para

anggota selalu bergairah untuk berpartisipasi karena selalu ada motivasi,

komunikasi di dalam kelompok baik dan lancar, kelompok selalu

memberikan penjelasan kepada anggotanya bila mereka menghadapi

situasi yang membingungkan.

4) Pembinaan dan Pengembangan Kelompok (Group Building and

Maintenance)

Pembinaan dan pengembangan kelompok adalah segala macam

usaha yang dilakukan kelompok dalam rangka mempertahankan dan

mengembangkan dirinya Soedarsono (2005: 22). Lebih lanjut Tuyuwale

(1990: 20) mengatakan bahwa pembinaan dan pengembangan kelompok

juga berarti usaha-usaha untuk menjaga kehidupan kelompok. Usaha-

usaha untuk mempertahankan kehidupan kelompok dapat dilakukan

dengan adanya: partisipasi dari semua anggota dalam kegiatan-kegiatan

17

kelompok, fasilitas untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok,

kegiatan-kegiatan yang memungkinkan setiap anggota untuk

berpartisipasi, pengawasan (control) terhadap norma yang berlaku dalam

kelompok, sosialisasi yaitu proses pendidikan bagi anggota baru agar

mereka bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan kelompok, dan usaha-

usaha untuk mendapatkan anggota baru demi kelangsungan hidup

kelompok.

5) Kekompakan Kelompok (Group Cohesiveness)

Menurut Slamet (2002: 24) bahwa kekompakan kelompok adalah

perasaan ketertarikan anggota terhadap kelompok atau rasa memiliki

kelompok. Kelompok yang anggota-anggotanya kompak akan

meningkatkan gairah bekerja sehingga para anggota lebih aktif dan

termotivasi untuk tetap berinteraksi satu sama lain. Kekompakan

kelompok dipengaruhi oleh besarnya komitmen para anggota. Komitmen

ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : kepemimpinan kelompok,

keanggotaan kelompok, homogenitas kelompok, tujuan kelompok,

keterpaduan atau integrasi, kerjasama atau kegiatan kooperatif, dan

besarnya kelompok.

6) Suasana Kelompok (Group Atmosphere)

Menurut Beal, Bohlen dan Raudabaugh dalam Tuyuwale (1990: 12),

menyatakan bahwa “ group atmosphere is the pervading mood, tone, or

feeling that permeats the group”. Jadi suasana kelompok meliputi suasana

hati atau irama atau perasaan yang terdapat didalam kelompok. Disebutkan

pula, keadaan fisik dimana kelompok itu berada sangat penting dalam

menumbuhkan suasana kelompok. Lebih lanjut Slamet (2002: 24)

mengatakan bahwa suasana kelompok menyangkut keadaan moral, sikap, dan

perasaan-perasaan yang umum terdapat dalam kelompok. Sebagai

indikatornya dapat dilihat pada sikap anggota, mereka bersemangat atau

sebaliknya apatis terhadap kegiatan dan kehidupan kelompok. Kelompok

menjadi semakin dinamis jika anggota kelompok semakin bersemangat dalam

kegiatan dan kehidupan kelompok. Suasana kelompok dipengaruhi oleh

18

berbagai hal diantaranya adalah hubungan antara para anggota kelompok,

kebebasan berpartisipasi dan lingkungan fisik.

7) Tekanan Kelompok (Group Pressure)

Tekanan pada kelompok adalah tekanan-tekanan dalam kelompok

yang menimbulkan ketegangan pada kelompok untuk menimbulkan dorongan

ataupun motivasi dalam mencapai tujuan kelompok. Fungsi tekanan pada

kelompok (group pressure) adalah membantu kelompok mencapai tujuan,

mempertahankan dirinya sebagai kelompok, membantu anggota kelompok

memperkuat pendapatnya serta memantapkan hubungan dengan lingkungan

sosialnya. Tekanan pada kelompok merupakan tantangan bagi kelompok yang

dapat bersumber dari dalam maupun dari luar kelompok. Dalam

menumbuhkan tekanan pada kelompok harus cermat dan tepat. Ketepatan

menumbuhkan tekanan kelompok akan mendinamiskan kelompok. Cartwright

dan Zander (1968: 70), menyatakan bahwa kelompok dapat memberikan

tekanan kepada para anggotanya melalui nilai-nilai tertentu yang mengikat

perilaku anggota dalam kehidupan berkelompok. Semakin dirasakan sistem

penghargaan ataupun hukuman karena permintaan atau pelanggaran terhadap

nilai-nilai tersebut, akan semakin dirasakan tekanan pada kelompok. Tekanan

akan mendorong bertindak untuk mencapai tujuan kelompok, sedangkan

tekanan yang berasal dari luar dapat muncul sendiri atau dicari dalam bentuk

tantangan untuk peningkatan prestasi atau kritik dari luar kelompok.

8) Efektifitas Kelompok (Group Effectiveness)

Efektifitas kelompok adalah keberhasilan untuk melaksanakan

tugas-tugasnya dengan cepat dan berhasil baik serta memuaskan bagi

setiap anggota kelompok dalam rangka mencapai tujuan berikutnya

menurut Soedarsono(2005: 19). Efektifitas kelompok mempunyai

pengaruh timbal balik dengan kedinamisan kelompok. Kelompok yang

efektif mempunyai tingkat dinamika yang tinggi, sebaliknya kelompok

yang dinamis akan efektif mencapai tujuan-tujuannya. Efektivitas dapat

dilihat dari segi produktifitas, moral dan kepuasan anggota. Tercapainya

tujuan kelompok dapat digunakan sebagai ukuran produktifitas kelompok;

semangat dan sikap anggota dipakai sebagai ukuran moral; dan

19

keberhasilan anggota mencapai tujuan pribadi digunakan sebagai ukuran

kepuasan anggota. Semakin berhasil kelompok mencapai tujuannya,

semakin bangga anggota berasosiasi dengan kelompok itu dan semakin

puas anggota karena tujuan pribadinya tercapai. Dengan demikian

kelompok akan semakin efektif dan dinamika kelompok akan semakin

tinggi.

b. Kelompok

Menurut Sarwono (2005: 21) kelompok adalah dua individu atau lebih

yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing

menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari

keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing

menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mancapai tujuan

bersama. Kelompok adalah dua orang atau lebih yang terhimpun atas dasar

adanya kesamaan, berinteraksi melalui pola/struktur tertentu guna mencapai

tujuan bersama, dalam kurun waktu yang relatif panjang menurut Slamet

(2002: 22). Sejalan dengan definisi tersebut, Iver dan Page dalam Mardikanto

(1993: 24) mengemukakan bahwa kelompok adalah himpunan atau kesatuan

manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan

saling pengaruh-mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong-

menolong. Cartwright dan Zander (1968: 69) beranggapan bahwa, interaksi

adalah salah satu bentuk aktual dari saling ketergantungan dan merupakan

unsur utama terwujudnya kelompok. Menurut Setiana (2005: 12) mengartikan

kelompok adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dua atau lebih orang-orang

yang mengadakan interaksi secara intensif dan teratur sehingga di antara

mereka terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang

khas bagi kesatuan tersebut. Berdasarkan uraian pengertian kelompok tersebut

maka terlihat bahwa salah satu ciri terpenting dari suatu kelompok adalah

adanya tujuan bersama yang ingin dicapai oleh (anggota-anggota) kelompok

yang bersangkutan. Tujuan tersebut dicapai melalui pola interaksi yang

mantap dan masing-masing (individu yang menjadi anggotanya) memiliki

perannya sendiri-sendiri. menurut Munir (2001: 13) menyatakan bahwa suatu

20

individu dapat disebut sebagai suatu kelompok bila memiliki kualifikasi atau

syarat-syarat sebagai berikut: Keanggotaan yang jelas, teridentifikasi melalui

nama dan identitas lainnya, Adanya kesadaran kelompok yang semua

anggotanya merasa bahwa mereka merupakan sebuah kelompok dan ada orang

lain di luar mereka, serta memiliki kesatuan persepsi tentang kelompok,

Adanya kesamaan tujuan atau sasaran atau gagasan, Adanya saling

ketergantungan dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Artinya setiap anggota

saling memerlukan pertolongan anggota lainnya untuk mencapai tujuan-

tujuan, yang membuat mereka menyatu dalam kelompok, Terjadinya interaksi,

yang setiap anggotanya saling berkomunikasi, mempengaruhi dan berinteraksi

terhadap anggota lainnya, Adanya kemampuan untuk bertindak dengan suatu

cara tertentu yang telah disepakati. Artinya kelompok sudah merupakan

kesatuan organisasi yang tinggal dalam penyampaian tujuan kelompok.

Menurut Slamet, M. (2002: 24), ada enam ciri kelompok yaitu : (1) terdiri

atas individu; (2) adanya saling ketergantungan; (3) adanya partisipasi yang

terus menerus dari anggota; (4) mandiri; (5) adanya keragaan yang terbatas.

Kelompok terbentuk dari adanya afiliasi di antara orang-orang tertentu. Ada

tiga elemen yang berhubungan secara langsung dalam proses terbentuknya

kelompok yaitu aktivitas, interaksi dan sentimen. Sedangkan Gibson,

Ivancevich, and Donnelly. (2006: 20) mengemukakan beberapa alasan yang

mendasari terbentuknya kelompok yaitu : (1) pemuasan kebutuhan; (2)

kedekatan; (3) daya tarik; (4) tujuan kelompok dan (5) alasan ekonomi.

Menurut Miles (1959: 75), jenis kelompok dapat dibedakan berdasarkan

tujuan yang ingin dicapai, dikenal adanya dua macam kelompok, yaitu

kelompok sosial (social group) dan kelompok tugas (task group). Tentang hal

ini menurut Bertrand, A.L. (1974: 86) mengemukakan bahwa kelompok sosial

lebih menekankan kepada tujuan pemenuhaan fungsi-fungsi sosial seperti

mencapai kesenangan atau kesehatan rohani. Sedangkan kelompok tugas lebih

menekankan kepada pelaksanaan tugas-tugas tertentu yang harus diselesaikan

dengan baik selama jangka waktu tertentu. Ciri lain yang membedakan antara

kelompok sosial dan kelompok tugas adalah: kelompok sosial akan tetap

21

bertahan keberadaannya, meskipun ada salah satu tugas yang telah

terselesaikan; sedang kelompok tugas, seringkali segera bubar/dibubarkan jika

tugas tunggal yang dibebankan itu telah terselesaikan. Sehingga, keterikatan

anggota dalam kelompok tugas hanya terbatas pada adanya tugas khusus yang

harus diselesaikan, sedang pada kelompok sosial, keterikatan kepada

kelompok itu seringkali berlangsung seumur hidup, kecuali jika memang

merasa sudah tidak ada persesuaian dalam hubungan sosialnya Mardikanto

(2009: 15). Kelompok merupakan salah satu konsep yang penting dalam

sosiologi. Ada beberapa pengertian yang menyangkut kelompok. Menurut

Horton dan Chester kelompok mencakup banyak bentuk interaksi manusia.

Hakekat keberadaan kelompok sosial bukanlah terletak pada kedekatan atau

jarak fisik, melainkan pada kesadaran untuk berinteraksi. Kesadaran

berinteraksi diperlukan oleh mereka untuk dapat menciptakan suatu kelompok,

sedangkan kehadiran fisik kadang-kadang sama sekali tidak diperlukan.

Banyak kelompok yang para anggotanya jarang sekali bertemu, namun

mereka saling berinteraksi melalui surat menyurat, telepon, mass media, dan

sebagainya.

Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup

bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut

antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan

juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Suatu kelompok sosial

adalah suatu kesatuan yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana diantara

mereka terjadi komunikasi dua arah atau timbal balik serta interaksi satu

dengan yang lainnya. Jarak fisik yang dekat tidak menjadi ukuran karena

belum tentu terjadi interaksi, tetapi pada kesadaran untuk berinteraksi.

Kelompok sosial merupakan sekumpulan orang yang memiliki kesadaran

keanggotaan dan saling berinteraksi. Dalam kelompok sosial perlu dibedakan

pengertian agregasi sosial dan kategori sosial. Agregasi sosial merupakan

kumpulan orang dalam arti pengelompokan secara fisik tanpa mempersoalkan

adanya komunikasi diantara mereka. Akan tetapi, suatu agregasi sosial dapat

membentuk suatu kelompok sosial walaupun hanya untuk sementara apabila

22

terjadi suatu komunikasi dan interaksi diantara mereka. Adapun pengertian

kategori sosial adalah sejumlah orang yang digolongkan atas dasar ciri-ciri

tertentu tanpa mempersoalkan ada tidaknya komunikasi dan interaksi diantara

mereka, yang dimaksud dengan kategori sosial adalah, jenis kelamin, umur,

lapangan kerja, dan sebagainya. Suatu kelomok sosial dapat berjalan lama atau

permanen, seperti keluarga, santri di pesantren, subak di Bali, dan sebagainya.

Ada juga yang bersifat sementara, seperti penonton sepakbola, arisan, dan

sebagainya, Faktor-faktor pembentukan kelompok sosial diantaranya adalah :

(1) Keturunan atau geneologi satu nenek moyang; (2) Tempat tinggal bersama

atau territorial; (3) Kepentingan bersama. Syarat-syarat terbentuknya

kelompok sosial adalah: (1) Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia

merupakan anggota kelompok; (2) Ada hubungan timbal balik; (3) Ada satu

faktor yang dimiliki bersama oleh para anggota kelompok, sehingga hubungan

mereka bertambah erat; (4) Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola

perilaku.

Kekuatan dan kelemahan kepribadian seseorang bermula dari cara-cara

orang itu diintegrasikan kedalam jalinan hubungan kelompok. Dalam

mempelajari interaksi sosial dalam kelompok sosial, maka perlu dipelajari

ciri-ciri kelompok sosial. Dalam hal ini, ada kelompok sosial yang teratur atau

terorganisasi seperti kelompok sendiri dan kelompok luar, paguyuban dan

patempayan, primer dan sekunder, formal dan informal serta kelompok yang

tidak teratur seperti kerumunan dan publik. Penjelasan mengeni ciri-ciri sosial

lebih lanjut akan diuraikan bawah ini.

Kelompok sendiri mengacu pada pengertian saya termasuk di dalamnya,

seperti keluargaku, profesiku, klikku, dan sebagainya. Pada dasarnya semua

kelompok yang berakhir dengan kata punya saya. Jadi kelompok sendiri ialah

setiap kelompok dengan nama seseorang mengidentifikasikan dirinya sendiri

(kelompok kami) Kelompok luar mengacu pada pengertian saya tidak

termasuk di dalamnya, karena saya berada di luarnya. Jadi kelompok luar

adalah kelompok yang berada di luar kelompok sendiri (kelompok mereka)

Kelompok sendiri dan kelompok luar adalah penting karena keduanya

23

mempengaruhi perilaku perilaku-perilaku. Dari semua anggota kelompok

sendiri, kita acapkali mengharapkan pengakuan, kesetiaan, dan pertolongan.

Dari kelompok luar kadang kita merima sikap bermusuhan, semacam

kompetisi yang lunak, atau sikap acuh tak acuh. Perilaku manusia dipengaruhi

oleh kelompok sendiri dan kelompok luar. Pada dasarnya, kelompok sendiri

dengan kelompok luar dapat dijumpai disemua masyarakat, walaupun

kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama sehingga terdapat perbedaan-

perbedaan yang mendasar diantara kelompok sendiri dengan kelompok luar.

Perbedaan ini dapat diukur dengan menggunakan konsep: Jarak sosial (social

distance), Kelompok acuan ( Referens), Stereotip.

Jarak sosial adalah untuk mengukur kadar kedekatan atau penerimaan

yang kita rasakan terhadap kelompok lain. Jarak sosial diukur melalui

pengamatan langsung terhadap orang-orang yang sedang berinteraksi atau

menggunakan kuesioner yang menanyakan kepada orang-orang tertentu,

tentang orang yang bagaimana yang dapat mereka terima dalam suatu jalinan

hubungan tertentu. Kuesioner jarak social mungkin tidak dapat mengukur apa

yang sebenarnya orang atau kelompok akan lakukan seandainya anggota

kelompok lain berupaya untuk menjadi teman atau tetangga. Skala jarak sosial

sekadar mengukur perasaan keenggenan seseorang untuk bergaul dengan

suatu kelompok tertentu. Setiap masyarakat memiliki kelompok sendiri dan

kelompok luar, tetapi perasaan akan jarak sosial dapat saja lebih besar pada

masyarakat tertentu dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Kelompok

acuan adalah suatu kelompok yang menjadi acuan ketika kita memerlukan

suatu kelompok yang penilaiannya sama dengan orang lain akan penilaian

kita. Kelompok acuan digunakan sebagai model, walaupun kita bukan bagian

dari kelompok tersebut, contoh konsep masyarakat kelas atas, penting untuk

pemaparan kelas sosial atas. Stereotif adalah gambaran umum suatu kelompok

tentang kelompok lainnya atau sejumlah orang yang telah diterima secara luas

oleh masyarakat. Cara pandang stereotif diterapkan tanpa pandang bulu

terhadap semua anggota kelompok yang distereotifkan, tanpa memperhatikan

adanya perbedaan yang bersifat individual. Stereotif dianggap penting karena

24

orang memperlakukan para anggota kelompok lainnya berdasarkan gambaran

stereotif tentang kelompok tersebut, setidak-tidaknya pada tahap permulaan

orang-orang bernteraksi dengan stereotif, bukan dengan kepribadian

sebenarnya.

Pengertian kelompok primer cukup banyak, dalam penulisan ini akan

dibahas dari berapa pakar. Menurut Selo kelompok primer atau kelompok

utama ialah kelompok-kelopok kecil yang agak permanen atau langgeng dan

didasarkan kenal mengenal secara pribadi antara sesama anggotanya. Menurut

Soerjono (2003: 10) kelompok primer merupakan kelompok kecil, dimana

hubungan diantara para anggotanya bersifat pribadi dan intim, kebanyakan

dalam berkomunikasi berhadapan muka, hubungan lebih bersifat permanen,

lebih banyak waktu bersamasama dan mempunyai loyalitas yang kuat

terhadap kelompok. Kelompok kecil lebih banyak mempunyai cita-cita

informal, misalnya tidak ada seorang pemangku tugas secara khusus atau

tempat pertemuan secara teratur dan keputusan-keputusan lebih banyak

bersandar pada tradisi. Adapun kelompok primer merupakan suatu kelompok

dimana kita dapat mengenal orang lain sebagai suatu pribadi yang akrab.

Hubungan sosial yang terjadi dalam kelompok primer bersifat informal atau

tidak resmi, akrab, personal, dan total yang banyak mencakup aspek dari

pengalaman hidup seseorang. Jadi dalam hubungan primer terdapat hubungan

yang bersifat tidak resmi, akrab, pribadi dan merupakan kelompok-kelompok

kecil.

Adapun kelompok sekunder adalah kelompok yang umumnya mempunyai

anggota yang cukup banyak, hubungan antar anggota tidak bersifat pribadi,

hanya sedikit terjadi hubungan-hubungan yang berhadapan muka dan para

anggota relatif terbatas menyediakan waktu untuk bersama-sama, ciri

formalitas sangat menonjol, misalnya ada penangan tugas-tugas kelompok,

ada pertemuan secara teratur, dan keputusan keputusan kelompok lebih

menekankan pada efesiensi kegiatan kelompok menurut Soerjono (2003: 12).

kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar terdiri dari banyak

orang, dalam berhubungan tidak berdasarkan kenal secara pribadi, dan sifat

25

hubungan tidak langgeng. Kelompok sekunder dapat diartikan sebagai

kelompok dengan jumlah anggota banyak, pertemuan bersifat formal, pribadi,

terpisah maksudnya pertemuan tidak harus selalu dengan betatap muka kadang

tidak bersifat akrab, dan berazaskan manfaat bagi anggotanya. Kelompok

sekunder pada umumnya terdapat kehidupan masyarakat perkotaan. Dalam

kelompok sekunder, seseorang tidak berurusan dengan orang lain sebagai

suatu pribadi, tetapi sebagai orang yang berfungsi dalam menjalankan suatu

peran. Kualitas pribadi tidak penting, yang dianggap penting adalah cara kerja.

Hanya aspek atau bagian dari seluruh kepribadian yang terlibat dalam

menjalankan peran itu dianggap penting. Istilah primer dan sekunder

menggambarkan tipe hubungan dan tidak mengandung pengertian bahwa

kelompok yang satu lebih baik dari kelompok yang lainnya. Kelompok primer

dapat saja terlibat dalam penanganan suatu pekerjaan, namun penilaian

terhadap kelompok ini tetap didasarkan pada kualitas hubungan manusiawi

bukannya pada efesiensi kerja. Kelompok sekunder mungkin juga bersifat

menyenangkan, namun orientasi utama kelompok ini adalah penyelesaian

pekerjaan. Kelompok primer dinilai dari kemampuannya untuk melaksanakan

tugas mencari memberikan reaksi manusiawi yang memuaskan, sementara

kelompok sekunder dinilai dari kemampuannya untuk melaksakan tugas

mencari tujuan. Dengan kata lain, kelompok primer berorientasi pada

hubungan, adapun kelompok sekunder berorientasi pada tujuan. Dalam

kelompok primer kepribadian seseorang dibentuk, seseorang menemukan

keakraban, rasa simpatik, dan kebersamaan yang menyenangkan yang

berkaitan dengan banyak minat serta kegiatan. Dalam kelompok sekunder

seseorang menemukan cara yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu,

walaupun cara tersebut sering kali mengorbankan hati kecil seseorang. Jadi

kelompok primer dan sekunder dianggap penting karena perasaan dan perilaku

merupakan dua hal yang berbeda. Konsep perasaan dan perilaku tetap

bermanfaat untuk diteliti, karena semuanya menggambarkan perbedaan

penting dalam segi perilaku. Bagaimana keterkaitan dan keberlangsungan

kelompok primer dan kelompok sekunder. Untuk memahami kedua kelompok

26

ini secara baik, maka kita harus dapat menggambarkan secara tepat keadaan

individu dengan mengkaitkannya dengan masyarakat. Hal yang sering terjadi

dewasa ini, misalnya kelompok sekunder tidak menggantikan kelompok

primer, seperti klik dan keluarga sebagai kelompok primer yang cukup penting

sekarang ini.

Klik merupakan kelompok kecil dari orang-orang yang saling saling akrab

dan memiliki perasaan kelompok sendiri yang kuat didasarkan pada sentimen

dan minat yang sama. Ternyata dalam kelompok sekunder klik juga tumbuh,

bahkan dalam kelompok sekunder memiliki sejumlah besar klik yang

memberikan keintiman personal dalam sebuah organisasi yang bersifat

impersonal. Demikian juga dengan keluarga, sampai dewasa ini keluarga

dianggap lebih merupakan kelompok keakraban dan merupakan suatu bukti

dari adanya keberlangsungan kelompok primer dalam kelompok sekunder.

Jadi kelompok primer dapat memperkuat kesatuan organisasi dengan

membantu para anggotanya untuk saling kerja sama dalam melaksanakan

tugas-tugas pekerjaan. Di sisi lain, hubungan sosial dalam kelompok primer

kadang-kadang dimodifikasi atau dirusak oleh kelompok sekunder dalam

rangka mencapai tujuan, namun kelompok primer juga sebaliknya mampu

memberikan pengaruh positif terhadap kelompok sekunder.

Dengan demikian, kelompok sekunder menciptakan jaringan kelompok

primer baru yang memberikan keakraban dan tanggapan personal dalam

situasi impersonal yang berbeda. Dalam masyarakat modern yang dalam

perkembangannya dipengaruhi oleh jalinan hubungan kelompok sekunder,

akan tetapi banyak fungsi lama dari kelompok primer telah diperankan oleh

kelompok sekunder besar yang impersonal dan berorientasi pada tujuan.

Dengan demikian, meskipun banyak kelompok dengan mudah dapat

diidentifikasikann sebagai kelompok primer atau sekunder, akan tetapi kedua

kelompok itu saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang

lainnya.

27 3. Keberadaan suporter sepakbola

Keberadaan kelompok suporter tidak terlepas dari pengelolaan yang baik.

Berkembang atau tidaknya kelompok suporter tidak terlepas dari unsur-unsur

organisasi, manajemen, dan pendanaan. Perkembangan kelompok suporter

dapat diketahui dari keadaan organisasi, manajemen, dan pendanaan. Kegiatan

kelompok suporter dapat berjalan dengan baik, jika unsur-unsur tersebut

berfungsi dengan baik dan dapat saling menjalin kerjasama antara yang satu

dengan lainnya. Namun sebaliknya, jika unsur-unsur pendukung tersebut tidak

dalam kondisi baik, maka kegiatan kelompok suporter tidak dapat berjalan

sebagaimana mestinya, sehingga sedikit banyak akan berdampak menurunnya

kelompok suporter itu sendiri.

a. Hakekat suporter

Pendukung sepakbola atau yang lebih dikenal dengan suporter bahkan

menjadi faktor penentu kemenangan, karena dengan dukungannya yang

atraktif dapat menjatuhkan mental pemain lawan. Menurut Anung Handoko

(2008: 35) pada hakekatnya penonton atau penikmat sepakbola dibagi menjadi

2, yaitu “penonton (audience) yang hanya menonton sepakbola saja dan

suporter yakni suatu kelompok yang mengambil peran tidak hanya sebagai

penonton (audience), tetapi juga sebagai penampil (performer). Maksudnya

suporter memebedakan identitas dengan penonton biasa, mereka lebih

berkreasi dan atraktif”. Menurut Anung Handoko (2008: 35) bahwa suporter

mempunyai sifat yang lebih fanatik dan millitan dalam mendukung setiap

pertandingan yang dilakukan oleh tim sepakbola kesayangannya. Sejarah

suporter modern sendiri diawali dengan perkembangan sepakbola modern

abad ke-19, tepatnya dengan didirikan Football Association (FA) pada tahun

1983. Setelah itu berkembanglah kelompok suporter sepakbola seperti di Italia

dengan sebutan Ultras, di Norwegia disebut dengan Viking, Milanisty (klub

AC Milan), dan lain sebagainya. Komunitas suporter tersebut didirikan dengan

terorganisir dan independen.

Besarnya peranan suporter bagi satu tim berbanding terbalik dengan ekses

negative yang ditimbulkannya. Bagai dua sisi mata uang koin, suporter yang

28

memberikan sisi positif juga mempunyai sisi negative. Sisi negative tersebut

ada apabila dukungan yang diberikan oleh suporter berbentuk ekstrem bahkan

menjurus tindakan anarki. “Berdasarkan sejarah, perilaku anarki suporter ini

bermula terjadi di Inggris dan dikenal dengan istilah hooligan. Menurut O.C.

Kaligis (2007: 39) bahwa hooligan sendiri diidentifikasi dengan orang yang

sering membuat keonaran atau kerusuhan. Indonesia sebagai Negara pecinta

sepakbola juga mempunyai suporter fanatik yang setia dalam mendukung tim

nasional maupun klub-klub yang ada di Indonesia. Sejarah suporter di

Indonesia sejalan dengan Liga Indonesia III tahun 1997/1998 yang dipelopori

oleh Arema.

Menurut Hornby (2000: 30) mendefenisikan suporter adalah seseorang

yang mendukung sebuah kelompok atau pemikiran. Menurut Alwi (2005: 27)

mendefinisikan suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sokongan,

dalam pertandingan. Menurut Alwi (2005: 29) mendefinisikan pendukung

adalah orang mendukung, menyokong, dan menunjang. Menurut Hornby

(2000: 34) mendefinisikan pendukung adalah seseorang yang secara sukarela

ikut ambil bagian dalam mendukung sebuah teori, konsep, kegiatan. Dengan

demikian dapat disimpulkan suporter adalah seseorang yang memberikan

dukungan kepada sebuah kelompok dalam pertandingan.

Suporter sepakbola Dalam sebuah pertandingan sepakbola di stadion

biasanya terdapat sejumlah orang yang datang hanya untuk meramaikan

stadion dan sejumlah orang yang datang dengan rasa fanatisme terhaadap tim

kebanggannya Sejumlah orang yang datang hanya untuk meramaikan inilah

yang bisa disebut sebagai penonton. Biasanya penonton hanya menikmati

pertandingan sehingga kurang memberikan semangat bagi pemain, lain hanya

dengan suporter. Biasanya dengan suporter inilah pemain mendapat semangat

yang lebih untuk memenangkan pertandingan. Suporter sepakbola merupakan

sebuah kumpulan atau kerumunan orang pada tempat yang sama yang

adakalanya mereka tidak saling mengenal dan memeiliki sifat yang peka

terhadap rangsangan dari luar. Suporter sepakbola ini walaupun mereka

berada di tempat sama, medukung tim yang sama bahkan juga mengenakan

29

atribut yang sama sekalipun namun para suporter belum tentu mereka

mengenal satu sama lainnya. Namun mereka memiliki rangsangan yang sama

seperti ekspresi jika tim yang mereka dukung hampir mencetak gol, atau jika

tim mereka kalah para suporter ini memiliki ekspresi yang sama baik itu

berteriak, bersorak atau bahkan terdiam dalam mengekspresikan kejadian yang

ada di lapangan. Tidak hanya dalam mengekspresikan setiap kejadian di

lapangan, jika dalam suatu keadaan suporter ini mengalami kerusuhan dengan

suporter lain atau aparat mereka juga akan saling melindungi dan membantu

suporter lain bahkan yang mereka tidak kenal sekalipun. Hal ini didasarkan

rasa solidaraitas yang ada dalam jiwa suporter. Tanpa mereka koordinasi

secara spontan para kelompok suporter akan selalu melindungi dan membantu

rekan-rekan mereka yang lainnya. Menurut Hinca menyatakan bahwa suporter

atau fans club adalah sebuah organisasi yang terdiri sejumlah orang yang

bertujuan untuk mendukung sebuah klub sepak bola. Suporter harus berafiliasi

dengan klub sepakbola yang didukungnya, sehingga perbuatan suporter akan

berpengaruh terhadap klub yang didukungnya. Dari beberapa definisi

mengenai suporter dapat disimpulkan bahwa suporter sepakbola ialah sebuah

kerumunan orang yang berada pada tempat yang sama yang memberikan

dukungan terhadap sebuah tim yang di belanya dengan sepenuh jiwanya.

Menurut Chols, J. M dan Hassan, S. (1988: 85) kata suporter berasal dari

kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict) –er. To

support artinya mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku.

Suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan support atau

dukungan. Suporter sepakbola merupakan orang atau sekelompok orang yang

menyaksikan ataupun memberikan dukungan pada suatu tim dalam

pertandingan sepakbola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penonton

sepakbola merupakan kumpulan orang yang berada dalam suatu situasi sosial

tertentu, yaitu situasi pertandingan sepak bola yang menyaksikan atau

memberikan dukungan kepada tim yang dijagokannya. Oleh karena suporter

sepak bola merupakan suatu kumpulan orang, maka untuk memahami

30

perilakunya diperlukan penjelasan yang terkait dengan konsep seperti situasi

sosial dan kelompok sosial.

Suporter merupakan suatu bentuk kelompok sosial yang secara relatif tidak

teratur dan terjadi karena ingin melihat sesuatu (spectator crowds).

Kerumunan semacam ini hampir sama dengan khalayak penonton, akan tetapi

bedanya pada spectator crowds adalah kerumunan penonton tidak

direncanakan, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada umumnya tak

terkendalikan. Sedangkan suatu kelompok manusia tidak hanya tergantung

pada adanya interaksi di dalam kelompok itu sendiri, melainkan juga karena

adanya pusat perhatian yang sama. Fokus perhatian yang sama dalam

kelompok penonton yang disebut suporter dalam hal ini adalah tim sepak bola

yang didukung dan dibelanya. Apakah mengidolakan salah satu pemain,

permainan bola yang bagus dari tim sepakbola yang didukungnya, ataupun tim

yang berasal dari individu tersebut berasal. Suporter memang sangat

dibutuhkan oleh klub sepakbola. Kehadirannya bisa meningkatkan semangat

dan yang tak kalah pentingnya adalah menghasilkan pemasukan bagi tim.

Keberadaan suporter memberikan keuntungan dan juga kerugian pada klub

sepakbola. Di satu sisi bisa meningkatkan nama klub yang dibela. Di sisi lain,

perilaku buruk yang ditunjukkan suporter bisa menghancurkan reputasi dan

nama baik tim sepakbola. Keberadaan suporter atau pendukung merupakan

salah satu pilar penting yang wajib ada dalam suatau pertandingan sepakbola

agar tidak terasa hambar dan tanpa makna. Kelompok suporter merupakan

fenomena lebih lanjut dari legalisasi komunitas pendukung suatu kesebelasan.

Suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif.

b. Peranan suporter

Menurut Soekanto (1990: 93) Peranan suporter sepakbola bisa

dikatakan sebagai perilaku sosial di mana tingkah laku suporter yang

berlangsung dalam lingkungan menimbulkan akibat atau perubahan terhadap

tingkah laku berikutnya. Perilaku suporter baik itu perilaku yang bersifat

negatif maupun positif tentunya berpengaruh terhadap lingkungannya dan

perilaku suporter selanjutnya. Salah satu perilaku negatif para suporter sepak

31

bola ialah dengan melakukan tindakan anarkis yang di lakukan para kelompok

suporter dengan melakukan tawuran/tindak kekerasan antar suporter,

pengrusakan fasilitas serta melakukan tindakan kriminal seperti penjarahan

dan lain-lain. Perilaku negatif yang di lakukan oleh para oknum suporter yang

tidak bertanggung jawab akan mengakibatkan dampak yang buruk baik bagi

kelompok suporter itu sendiri bahkan berdampak juga terhadap klub yang

mereka banggakan. Sebagai perilaku sosial tak heran keberadaan suporter

sepakbola berdampak pada masyarakat bahkan mendapat perhatian dari

media.

Suporter memang sangat dibutuhkan oleh klub sepakbola.

Kehadirannya bisa meningkatkan semangat dan yang tak kalah pentingnya

adalah menghasilkan pemasukan bagi tim. Keberadaan suporter memberikan

keuntungan dan juga kerugian pada klub sepakbola. Di satu sisi bisa

meningkatkan nama klub yang dibela. Di sisi lain, perilaku buruk yang

ditunjukkan suporter bisa menghancurkan reputasi dan nama baik tim

sepakbola. Keberadaan suporter atau pendukung merupakan salah satu pilar

penting yang wajib ada dalam suatau pertandingan sepakbola agar tidak terasa

hambar dan tanpa makna. Kelompok suporter merupakan fenomena lebih

lanjut dari legalisasi komunitas pendukung suatu kesebelasan. Suporter adalah

orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di lingkungan

sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh

perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim. Suporter sendiri merupakan bentuk

eksistensi dari masyarakat, yang mempunyai sebuah bentuk kebanggaan serta

kencintaan terhadap tim sepakbola. Hal ini yang membuat fanatisme suporter

timbul. Mereka akan sangat senang jika tim mereka menang namun bisa

sangat marah jika yang terjadi sebaliknya.

Suporter tersebut tentu sangat menginginkan tim sepakbola yang

diidolakannya menang, untuk itu mereka rela memberikan dukungan kepada

timnya dengan melihat pertandingan timnya secara langsung. Saat

pertandingan berlangsung sering kali para suporter tersebut sulit

mengendalikan emosinya sehingga terjadi tindakan kekerasan antar suporter

32

dan tidak sedikit pula mencederai pihak lain, bahkan melakukan perusakan

fasilitas umum secara brutal yang mengarah pada tindakan anarkis. Adapun

faktor yang mempengaruhi perilaku suporter sepakbola, yaitu: (a)

Kepemimpinan wasit, wasit dalam memimpin pertandingan sering disoroti

sebagai pemicu perilaku suporter sepakbola yang agresif yang dapat

merugikan banyak kalangan. Permasalahan tentang wasit tidak hanya di

Surabaya tetapi sudah menjadi masalah nasional. Wasit seringkali kurang

tegas dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan, hal inilah yang

menyebabkan suporter kesebelasan merasa kesal dan kurang puas sebagai

pelampiasan dari keputusan wasit yang kurang tegas, (b) Permainan kasar tim

lawan, pertandingan sepakbola akan dapat dinikmati jika kedua kesebelasan

menunjukkan permainan yang cantik, semangat, dan enak ditonton. Suporter

sepakbola akan marah jika kesebelasan yang bertanding bermain kasar,

sebagai rasa ketidakpuasan maka para suporter sepakbola mulai berperilaku

aktif yakni melempari pemain yang bermain kasar (terutama pemain lawan)

dengan botol air mineral ataupun dengan berbagai cemooh, (c) Kekalahan tim

yang didukung, suporter sepakbola suatu kesebelasan sepakbola di surabaya

khususnya dan di Indonesia pada umumnya belum cukup dewasa untuk

menerima kenyataan yang terjadi di lapangan. Suporter sepakbola akan

merasa puas dan senang bila kesebelasan yang didukungnya menang. Suporter

sepakbola akan kecewa, kurang puas dan merasa terhina jika kesebelasan yang

didukung mengalami kekalahan. Inilah salah satu kelemahan suporter

sepakbola di Surabaya khususnya dan di Indonesia pada umumnya yang masih

belum dapat menerima kenyataan bila kesebelasan yang cintainya kalah dalam

pertandingan, (d) Overacting nya petugas keamanan. Petugas keamanan

sebenarnya adalah mengamankan jika ada suporter sepak bola yang

melakukan perbuatan yang merugikan kedua belah pihak kesebelasan yang

sedang bertanding. Namun, pada kenyataannya banyak kejadian yang

diakibatkan petugas keamanan, penuh kreatif, dan kreasi yang ditunjukkan

oleh suporter sepak bola dalam mendukung kesebelasannya yang kemudian

dilarang dengan cara yang kasar serta main pukul pakai tongkat. Petugas

33

beranggapan bahwa suporter sepakbola itu sebagai musuh, seandainya jika

pandangan ini diubah dengan beranggapan bahwa suporter sepak bola itu

teman serta petugas dapat mengarahkan mereka, tentu terjalin kerja sama yang

baik antara petugas keamanan dan suporter sepak bola.

1) Pembinaan suporter

Suporter dalam perkembangannya banyak yang tidak mengerti

tentang bagaimana cara mendukung tim kebanggaannya dengan baik,

peran pemerintah dan klub sepakbola seharusnya berperan besar dalam hal

ini. Di eropa sendiri sudah berjalan pembinaan-pembinaan yang membuat

suporternya tidak lagi membuat onar dalam pertandingan, karna kesadaran

yang besar dan sangsi yang tegas bagi para suporter yang membuat

keributan dalam pertandingan. Di Indonesia sendiri sebenarnya juga ada

peraturan seperti halnya di eropa, akan tetapi tidak tegasnya PSSI dalam

hal ini patut mendapat perhatian.

Stadion-stadion sepakbola Indonesia saat ini tidak lagi hambar

sekedar teriakan dan cacian atas apa yang terjadi di lapangan. Sebelum

munculnya suporter-suporter sepakbola di Indonesia permainan sepakbola

hanya dilihat oleh pendukung-pendung klub yang bertanding yang saling

menteror klub atau pemain dari masing-masing klub yang bertanding.

Namun sekarang ini telah mengalami perubahan. Dalam hal ini Anung

Handoko (2008: 77) menyatakan: Stadion-stadion sepakbola telah berubah

menjadi panggung yang menampilkan pertunjukkan dan atraksi baik dari

pemain maupun kelompok suporter lewat lagu, yel-yel dan gerakan yang

menghibur. Suasana stadion yang dulu angker dan penuh dengan

kekerasan kini perlahan berubah menjadi tempat yang cukup nyaman

untuk memperoleh hiburan.

Pendapat tersebut menujukkan bahwa, kehadiran suporter di

stadion memberi nuansa tersendiri. Bagi para penonton memperoleh

hiburan di samping menyaksikan pertandingan dari dua klub yang sedang

bertanding. Melalui lagu-lagu, yel-yel atau atraksi dan tarian-tarian yang

dilakukan para suporter menjadi tontonan yang menarik. Dan bagi pemain

34

dari suporter yang mendukungnya menjadi motivasi, sehingga semangat

bertanding menjadi lebih besar dan berusaha memberikan yang terbaik

bagi para suporternya.

2) Suporter dalam pertandingan

Aksi pelemparan botol-botol air mineral, batu, ejekan dan

cemoohan terhadap pemain dari tim lawan yang berbau SARA (suku, ras,

agama), merupakan gambaran prilaku anarkis suporter didalam lapangan.

Di luar lapangan, supporter dapat melakukan hal-hal yang lebih tidak

terpuji lagi seperti yang dilakukan BONEK akhir-akhir ini. Terjadinya

kerusuhan oleh suporter yang kerap mewarnai persepak bolaan di

Indonesia disebabkan oleh banyak faktor. Baik dari segi keamanan,

pemerintahan, panitia penyelenggara, perekonomian, sosiologis

masyarakat dan banyak hal lain. Fenomena anarkisme yang kerap

mewarnai pertandingan sepak bola juga ditenggarai oleh sikap atlet sepak

bola Indonesia yang banyak belum menganut paham Sportivitas dalam

pertandingan olahraga sehingga berimbas pada kefanatisan suporternya.

Permusuhan sering menjadi penyebab timbulnya keributan dan

kekerasan pada olahraga dan pertandingan. Banyak faktor yang dapat

memicu terjadinya permusuhan dan salah satunya yaitu sikap agresif yang

pada cabang-cabang olahraga tertentu sering diperlukan. Sikap agresif

ialah sikap yang menunjukkan usaha yang aktif, menyusun berbagai

strategi untuk menguasai permainan dan mencapai kemenangan. Y.

Singgih D. Gunarsa (1989 : 187-188) mengatakan beberapa faktor yang

mempercepat timbulnya keributan dan kekerasan pada sebuah

pertandingan olahraga beregu diantaranya : Penggemar tidak realistis

terhadap penampilan regu, harapan terhadap regu terlalu tinggi, Ikatan

yang kuat antara penggemar dan regu pujaannya, hasil penampilan regu

pada pertandingan sangat berbeda, wasit dan ofisial kurang kompeten,

terlalu memihak pada salah satu regu yang bertanding, permainan regu

yang mencapai prestasi rendah akan menambah ketegangan, sebaliknya

35

prestasi yang tinggi akan mengurangi ketegangan, banyak pelanggaran

pada permulaan pertandingan.

c. Organisasi suporter

Organisasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu

kegiatan suatu kelompok. Hal ini karena organisasi merupakan bagian yang

berfungsi mengelola kegiatan pembinaan. Pembinaan dapat berjalan dengan

baik, jika organisasi yang menangani pembinaan tersebut berfungsi

sebagaimana mestinya. Tanpa adanya organisasi, maka kegiatan suatu

kelompok tidak dapat berjalan dengan lancar. Organisasi pada dasarnya

merupakan sekumpulan orang-orang yang melakukan bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan organisasi Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi yang dikutip Suratmi WS. (1991: 8) menyatakan,

Organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih yang secara

sadar dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Menurut Soebagio Hartoko (1994:

13) bahwa, Organisasi adalah struktur hubungan pribadi dalam wewenang

formil dan kebiasaan di dalam system organisasi. Sedangkan Depdiknas

(2001: 803) mendefinisikan pengertian organisasi menjadi dua yaitu:

Organisasi merupakan kesatuan (susunan dan sebagainya) yang terdiri atas

bagian-bagian (orang dan sebagainya) di perkumpulan dan sebagainya untuk

tujuan tertentu. Kelompok kerjasama antara orang-orang yang diadakan untuk

mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pengertian organisasi yang

dikemukakan tiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, unsur utama suatu

organisasi yaitu sekumpulan orangorang, melakukan kerjasama dan mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Sulistriyo, Ign. Wagimin

dan Hery Sawiji (2003: 52) bahwa, istilah organisasi dalam kehidupan sehari-

hari diartikan dalam tiga kelompok yaitu: Organisasi dalam arti statis,

Organisasi dalam arti dinamis dan Organsiasi dalam arti lembaga atau badan.

Organisasi dalam arti statis adalah kerangka hubungan antara orang-orang

yang tergabung, dan yang bergerak ke arah usaha untuk mencapai tujuan

tertentu. Jadi organisasi dalam arti statis atau sebagai wadah ini merupakan

gambaran secara skematis tentang struktur daripada bagian-bagian dari suatu

36

badan atau lembaga. Gambaran organisasi dalam arti statis dapat dilihat

dengan indera mata dengan bantuan bagan organisasi. Organisasi dalam arti

dinamis adalah suatu proses penentuan bentuk dan pola dari suatu organisasi,

yang wujud dari kegiatan-kegiatannya meliputi pembagian pekerjaan,

pembatasan tugas-tugas, pembatasan kekuasaan dan tanggung jawab, beserta

pengaturan hubungan antar bagian-bagian di dalam lembaga atau badan yang

bersangkutan. Organisasi dalam arti badan atau lembaga adalah sekelompok

orang yang tergabung dan terikat secara formal dalam sistem kerjasama untuk

mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Atau dengan kata

lain, dimana saja dalam kondisi dan keadaan apa pun, apabila ada sekelompok

orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan muncullah apa yang disebut

organisasi. Pengertian organisasi dalam arti badan atau lembaga ini di dalam

arti statis dan dinamis.

d. Manajemen suporter

Mendefinisi manajemen secara tepat merupakan masalah yang

sulit, karena definisinya sangat universal. Berkaitan dengan manajemen

Soebagio Hartoko (1994: 18) menyatakan, “Manajemen adalah perbuatan

yang menggerakkan sekelompok orang dan mengerahkan semua fasilitas

dalam usaha kerjasama”. Menurut Sulistriyo, Ign. Wagimin, dan Hery

Sawiji (1987: 6) manajemen yaitu rangkaian perbuatan menggerakan

karyawan-karyawan dengan mengerahkan segenap fasilitas kerja agar

tujuan kerja sama itu benar-benar tercapai. Berdasarkan pengertian

manajemen yang dikemukakan dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa,

unsur-unsur dari manajemen yaitu adanya tujuan yang ditetapkan, tujuan

ditetapkan melalui orang lain dan diperlukan bimbingan dan pengawasan.

Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dari kerjasama dalam suatu

organisasi, maka manajemen dibedakan menjadi dua yaitu menggerakkan

sekelompok orang dengan mendorong, memimpin, mengarahkan dan

menertibkan, mengerahkan semua fasilitas dengan menghimpun,

mengatur, memelihara serta mengendalikan alat-alat, benda, uang, ruang

dan waktu. Berdasarkan hal tersebut, manajemen memiliki fungsi yang

37

penting dalam sebuah organisasi. Lebih lanjut Soebagio Hartoko (1994:

18) menyatakan fungsi manajeman yaitu: “(1) Perencanaan, (2)

Menentukan keputusan, (3) Pembimbingan, (4) Pengorganisasian, (5)

Pengendalian”. Sebuah organisasi akan berjalan dengan baik dan lancar,

jika pengelolaan manajemennya juga baik. Dapat dikatakan, berjalan atau

tidaknya sebuah organisasi sangat bergantung dari manajemennya. Oleh

karena itu, dalam suatu organisasi peranan manajemen sangat penting dan

harus berjalan dengan baik dan benar.

e. Dana suporter

Pendanaan atau dana merupakan faktor yang penting dalam kegiatan

olahraga. Dapat dikatakan, berjalan atau tidaknya kegiatan olahraga sangat

bergantung dari pendanaan. Oleh karena itu, suatu kegiatan olahraga harus

memiliki dana yang cukup agar kegiatan olahraga dapat berjalan dengan

lancer dan tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Adapun yang dimaksud

dengan dana menurut Depdiknas. (2001: 234) bahwa, Dana merupakan uang

yang disediakan untuk suatu perkumpulan, biaya, kesejahteraan, pemberian

hadiah. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dana merupakan uang yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan olahraga. Oleh karena itu,

dalam pembinaan olahraga pengelolaan keuangan harus dilakukan sebaik

mungkin. Adapun yang dimaksud keuangan menurut Ign. Wagimin (1987: 7)

yaitu, “Rangkaian perbuatan mengelola pembelanjaan dalam usaha

kerjasama”. Menurut Sulistriyo (2003: 5) “Keuangan yaitu proses kegiatan

yang berkenaan dengan pengadaan, pengalokasian, penggunaan dan

pertanggungjawaban”. Uang yang dimiliki suatu organisasi harus dikelola

dengan baik, digunakan sesuai dengan kebutuhan dan dari penggunaan uang

tersebut harus ada pertanggungjawabannya. Pertanggungjawaban penggunaan

uang dalam sebuah organisasi adalah sangat penting, sehingga semua orang-

orang yang terlibat dalam organisasi tersebut mengetahui penggunaan uang

secara keseluruhan. Dengan adanya uang, maka segala sesuatu yang

dibutuhkan dalam pembinaan olahraga dapat terpenuhi. Tanpa adanya dana

yang memadai kegiatan olahraga tidak dapat berjalan. Oleh karena itu, suatu

38

kegiatan olahraga harus memiliki dana yang cukup agar kegiatan pembinaan

olahraga dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang telah ditetapkan dapat

tercapai. dapat diperoleh dari berbagai sumber. Dana dapat digali dari orang-

orang yang terlibat dalam kegiatan olahraga tersebut, sponsor, bantuan

pemerintah, sumbangan dari masyarakat dan lain sebagainya. Untuk

mendapatkan dana, maka adanya organisasi sangat penting dalam kegiatan

olahraga. Dari organisasi yang telah dibentuk, tentunya ada bagian khusus

yang bertugas untuk menggali atau mencari dana. Kepengurusan organisasi

bagian dana harus terampil mencarikan sumber dana dari berbagai pihak.

Dalam menggali dana dari kepengurusan organisasi yang menangani

pendanaan dapat menempuh beberapa cara misalnya, mengadakan iuran dari

anggota dan pengurus organisasi, mengajukan proposal ke pemerintah atau

masyarakat, membuat karcis atau tiket pertandingan dan lain sebagainya. Hal

yang terpenting dalam menggali dana dibuat laporan yang transparan baik dari

pemasukan dan pengeluaran. Pengelolaan dana yang baik dan benar akan

sangat berpengaruh terhadap sehat dan tidaknya suatu organisasi. Namun

sebaliknya, pengelolaan dana yang tidak benar organisasi tidak berjalan lancar

atau bahkan macet, sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.

4. Dinamika kelompok suporter sepakbola

Perkembangan suporter yang cepat selain memberikan sisi positif juga

mempunyai dampak/ekses yang negative. Akibat fanatisme yang berlebihan

terkadang suporter melakukan tindakan kekerasan sehingga sering dicap

sebagai biang kerusuhan. Penonton dalam kategori “kelompok” adalah

penonton yang sering tidak terkontrol dan melakukan perilaku kekerasan, baik

kelompok terorganisir maupun yang tidak terorganisir. Apalagi bila kelompok

ini mengerahkan massa dalam jumlah banyak. Hal ini dapat dipahami karena

mereka menyaksikan pertandingan sepakbola dengan tidak memiliki

tanggungjawab moral sehingga seringkali tidak mengindahkan prinsip-prinsip

sportivitas.

“Tindakan kekerasan suporter sepakbola telah menjadi masalah di seluruh

Negara yang mayoritas masyarakatnya menyukai sepakbola. Spanyol dengan

39

la liga premiera mempunyai kelompok-kelompok anarki supporter sepakbola

yang disebut dengan durruti, bahkan kelompok ini mempunyai slogan

terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan”. Menurut

Oke Suko (2014: 50) Inggris sebagai “induk” sepakbola modern juga

mempunyai permasalahan yang sama dengan hooliganisme yang selalu

membuat keonaran. Dalam Football ''Hooliganism'', Policing and the War on

the ''English Disease'' oleh Pennant Books,“that the footballers are not the

source of all of the violence. Many times, foreign police and foreign fans of

other teams provoke the violence. They are also view the allegiance of football

fans as an issue of Social Identity, particularly in a society which views them

as an underclass”

Menurut keterangan di atas pemain bukan sumber dari semua kekerasan.

Banyak sekali polisi asing dan penggemar asing tim lain memprovokasi

kekerasan. Mereka juga melihat kesetiaan penggemar sepak bola sebagai isu

identitas sosial, khususnya dalam masyarakat yang melihat mereka sebagai

kelas bawah. Perkembangan suporter di Indonesia hampir sama dengan

perkembangan suporter di Negara lain. Berawal dari penonton yang tidak

mempunyai ikatan satu dengan yang lainnya hingga menjadi kelompok yang

terorganisir. Walaupun kelompok suporter Indonesia telah ada semenjak era

galatama dan perserikatan, tetapi munculnya kelompok suporeter terorganisir

dan kreatif baru muncul ketika liga Indonesia III tahun 1997/1998.

Kemunculan yang dimonitori Aremania sebagai suporter kreatif memberikan

nuansa berbeda dalam dunia suporter di Indonesia, yang sebelumnya suporter

hanyalah bersifat insidentil (apabila ada pertandingan saja) menjadi sebuah

performer pendukung yang menarik. Namun demikian, fenomena suporter

kreatif yang berkembang pada saat itu tidak berlangsung lama. “Perilaku

kekerasan supporter Indonesia pada tahun 2000 mulai terjadi di setiap

pertandingan liga Indonesia. Catatan dari tahun 2005 semenjak bulan april

samapi dengan September telah terjadi setidaknya delapan kerusuhan akibat

perilaku anarki suporter sepakbola” (Anung Handoko,2008: 64-66).

40

Suporter yang fanatik mempunyai pandangan sempit terhadap tim

sepakbola yang dicintai dan berantusias atau bersemangat yang tinggi untuk

mendukung tim sepakbola kesayangannya serta ditunjukkan dengan

berperilaku yang irrasional ketika kesebelasannya dicemooh atau kalah dalam

bertanding. Suporter akan betindak sangat emosional dan misinya, praktis tak

mengenal batas-batas. Begitu pula sebaliknya ketika kesebelasannya menang

dalam pertandingan, suporter mengalami rasa kegembiraan yang luar biasa

dan larut dalam euforia. Berdasarkan aktivitas yang dilakukan kelompok

suporter saat melihat pertandingan sepakbola ada dua sisi di dalamnya yaitu

sebagai hiburan dan sebagai biang kerusuhan. Suporter sepakbola dapat dilihar

dari dua sisi yaitu (a) Kerusuhan (Hooliganisme), (b) hiburan dan solidaritas

sosial, (c) Perilaku kelompok suporter, dan (d) kreativitas suporter. Untuk

lebih jelasnya sisi suporter sepakbola dijelaskan secara singkat sebagai

berikut:

a. Kerusuhan (Hooligan)

Secara umum hooligan diidentifikasi sebagai orang atau sekelompok

orang yang sering membuat onar atau kerusuhan. Pada olahraga resiko tinggi,

kenikmatan menghadapi bahaya secara sosial dapat diperoleh. Begitu juga di

sepakbola, hooligan akan merasakan kenikmatan saat mereka menghadapi

situasi rusuh, baik dengan kelompok suporter lain maupun dengan aparat

keamanan. Tujuan utama hooligan adalah meningkatkan mereka dalam

konfrontasi peasing. Menurut Wahyudiyono (2004: 47) bahwa suporter yang

memiliki watak keras dan cendrung berbuat anarkis sebagian besar adalah

yang berasal dari kota. Karena dalam masyarakat perkotaan yang cendrung

hidup secara individu, kriminalitas, dan pengguran. Maka konsep solidaritas

mereka belum tertata dengan baik. Berdasarkan pendapat tersebut

menunjukkan bahwa, sisi negative dari suporter sepakbola dengan istilah

hooligan pada prinsipnya ingin membuat onar atau kerusahan saat

menyaksikan pertandingan sepakbola. Dengan melakukan kerusuhan atau

keonaran mereka mendapatkan kepuasan. Sisi negatif ini dengan sengaja ingin

membuat situasi penonton menjadi tidak nyaman.

41

b. Hiburan dan Solidaritas sosial

Sisi positif suporter sepakbola yaitu, suporter datang untuk

menyaksikan pertandingan sepak bola untuk mendapatkan hiburan atau untuk

mengalami event untuk ikut ambil bagian dalam suatu pertandingan yang

dapat dijadikan pengalaman atau sejarah pada event-event penting. Penonton

dan suporter, khususnya di benua Eropa datang ke stadion tidak sekedar untuk

menyaksikan sebuah pertandingan sepakbola semata, tetapi datang untuk

mengalami event, untuk ikut ambil bagian dalam sebuah kejadian kolektif.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sisi positif dari suporter sepakbola

yaitu datang untuk menyaksikan pertandingan sepakbola untuk mendapatkan

hiburan. Menurut Wahyudi (2009: 10) sepakbola tidak hanya menyenangkan

bagi yang memainkan tetapi juga bagi yang menyaksikan. Dalam sepakbola,

penonton diajak untuk menikmati permainan yang di perlihatkan oleh para

pemain. Teknik, taktik, kostum, dan berbagai aksesoris telah menyulap

pamain itu lebih mempesona. Sepakbola lebih dari sekedar olahraga biasa,

melainkan pertunjukan yang disukai semua orang. Di samping itu juga,

suporter tersebut datang untuk memberikan dukungan dan semangat bagi tim

kesayangannya dengan melakukan atraksi dan nyanyian-nyanyian untuk

mengobarkan semangat para pemain yang sedang bertanding. Di sisi lain,

penonton lainnya akan merasa terhibur dan memperoleh tontonan baik

pertandingan sepakbola dan atraksi dari suporter tersebut. Keberadaan

suporter sepakbola mengalami perkembangan seiring berkembangnya waktu

dan kompleksitas masyarakat secara keseluruhan. Sebelum tahun 1995

suporter sepak bola terbatas pada kelompok pendukung masing-masing klub,

namun sejak tahun 1995 suporter sepakbola tersebut terorganisir dan

mempunyai nama kelompok suporter pada masing-masing klub.

c. Perilaku suporter

Suporter sepakbola di negeri ini tidak pernah lepas dari stigma negatif.

faktor labelling, partisipasi media, dan latar belakang dari masing-masing

individu dari mereka adalah komponen pembentuk perilaku mereka. Menurut

Soeprapto (2010: 37) bahwa Hakikat suporter adalah kerumunan di mana

42

kerumunan tersebut diartikan sebagai sejumlah orang yang berada pada tempat

yang sama, adakalanya tidak saling mengenal, dan memiliki sifat yang peka

terhadap stimulus (rangsangan) yang datang dari luar. Salah satu perilaku

negatif suporter yang dampaknya benar-benar dirasakan oleh masyarakat

adalah perilaku anarkis seperti tindak kekerasan/tawuran antar suporter,

pengrusakan fasilitas umum dan melakukan tindakan yang mengarah ke tindak

kriminal seperti penjarahan di mana perilaku mereka ini tidak hanya

merugikan mereka dan klub namun juga berdampak pada masyarakat dengan

menyisakan rasa takut/cemas masyarakat terhadap suporter sepakbola hingga

masyarakatpun memunculkan stigma terhadap mereka, selain itu kerugian

materil akibat kerusuhan suporter dan juga pengrusakan fasilitas umum

tentunya menjadi hal yang sangat disayangkan. Pada akhirnya maka tidak

heran jika perilaku suporter sepakbola ini dianggap sebagai wujud masalah

sosial karena dampak yang ditimbulkannya baik itu yang berupa fisik seperti

pengrusakan fasilitas umum dan non fisik yakni rasa takut/cemas masyarakat

ketika bertemu suporter sepakbola.

Penilaian negatif tentang suporter sepakbola seakan tidak pernah bisa

hilang bahkan suporter sepakbola telah mendapat label sebagai sesuatu yang

negatif di mata masyarakat. Seperti yang kita ketahui bahwa labelling adalah

sesuatu yang sangat merugikan ’subjek’ di mana subjek tidak bisa membantah

atau menyanggah atas label yang diperolehnya. Dalam hal ini kita bisa melihat

suporter sepakbola yang telah mendapat label dari masyarakat atas segala

perilaku negatif yang pernah mereka (oknum) lakukan seperti menjarah,

melakukan tindak kekerasan, tidak bermodal, pengrusakan fasilitas umum,

menyanyikan lagu yang bernuansa rasis dan provokatif, dan hal lainnya di

mana pada akhirnya suatu organisasi suporter mendapat label sebagai

kelompok suporter yang anarkis. Berkaca pada persepektif disorganisasi

sosial, perilaku anarkis suporter sepakbola ini memang merupakan sebuah

masalah sosial. Perspektif disorganisasi sosial menyebutkan bahwa suatu

sistem adalah suatu struktur yang mengandung seperangkat aturan, norma dan

tradisi sebagai pedoman untuk melakukan tindakan dan aktivitas. Jadi

43

sangatlah jelas, merujuk terhadap persepektif ini, perilaku anarkis suporter

sepakbola merupakan sebuah pelanggaran terhadap sistem yang ada di dalam

masyarakat sehingga terjadilah kondisi disorganisasi sosial. bila dicermati,

suporter-suporter yang memiliki karakter keras dan cenderung bertindak

anarkis sebagain besar adalah suporter ynag berasal dari kota. Karena dalam

masyarakat perkotaan yang cenderung hidup secara individu kriminalitas dan

pengangguran, maka konsep solidaritas mereka belum tertata dengan bagus,

sehingga suporter-suporter kota menjadi ganas dan mudah terpancing

emosinya. Parahnya dari segi ekonomi, pendidikanpun mereka merasa

termarjinalkan. Sebenarnya mereka juga merasa bagian dari masyarakat yang

ingin teraktualisasi. Disini mereka menjadikan stadion sebagai tempat

menumpahkan permasalahan tersebut.

Kekerasan menjadi absah untuk mempertahankan ancaman dan dapat

dipraktekkan oleh penguasa. Mungkin sepakbola sedang menuju ke arah teori

ini. Manakala sebuah tim kesayangan mereka mendapat perlakuan tidak adil,

spontan saja amuk para pendukungnya menghiasi dan seakan–akan

melengkapi manisnya pertandingan. Dalam hal ini belum lagi bila sebuah tim

memiliki suporter yang fanatik, hampir dipastikan stadion berubah menjadi

lautan amuk masa bila tim kesayangannya kalah atau mendapat perlakuan

yang tidak adil. Kecintaan yang lebih adalah faktor dari hampir semua itu.

Kekhasan untuk menggambarkan manusia dalam persepektif cinta

memberikan kesan filosofi yang mendalam bahwa kehidupan seni mencintai

(the art of loving). Maka dengan cinta manusia sangat mengerti sifat dasar

manusiawinya, yaitu letaknya sebuah kasih sayang. Dan sebaliknya, dengan

cinta pula manusia berubah menjadi sadis, ambisius, dan bahkan mematikan.

d. Kreativitas suporter

Menurut kamus Webster dalam Anik Pamilu (2007: 9) kreativitas

adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan

orisinilitas dalam berekspresi yang bersifat imajinatif. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2005: 599), kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta,

perihal berkreasi dan kekreatifan.Menurut James J. Gallagher dalam Yeni

44

Rachmawati (2005: 15) mengatakan bahwa “Creativity is a mental process by

which an individual crates new ideas or products, or recombines existing

ideas and product, in fashion that is novel to him or her “ (kreativitas

merupakan suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan

ataupun produk baru, atau mengkombinasikan antara keduanya yang pada

akhirnyakan melekat pada dirinya). Menurut Supriadi dalam Yeni

Rachmawati (2005: 15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan

seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun

karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang tealah ada. Kreativitas

merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengimplikasikan

terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi,

diskontinuitas, diferensiasi, dan integrasi antara tahap perkembangan.

Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau daya cipta (Kamus

Besar Bahasa Indonesia, 1990: 456), kreativitas juga dapat bermakna sebagai

kreasi terbaru dan orisinil yang tercipta, sebab kreativitas suatu proses mental

yang unik untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan orisinil.

Kreativitas merupakan kegiatan otak yang teratur komprehensif, imajinatif

menuju suatu hasil yang orisinil. Menurut Semiawan dalam Yeni Rachmawati

(2005: 16) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk

memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.

Menurut Chaplin dalam Yeni Rachmawati (2005: 16) mengutarakan bahwa

kreativitas adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam seni, atau,

dalam permesinan, atau dalam pemecahan masalah-masalah dengan metode-

metode baru. Sedangkan menurut Utami Munandar (1992: 47) kreativitas

adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data,

informasi, atau unsur-unsur yang ada”. Sedangkan menurut Munandar, A.S.

(1995: 45) mengatakan bahwa kreativitas merupakan pengalaman dalam

mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk

terpadu antara hubungan diri sendiri, alam dan orang lain. Kreativitas

merupakan sebuah konsep yang majemuk dan multi-dimensial, sehingga sulit

didefinisikan secara operasional. Definisi sederhana yang sering digunakan

45

secara luas tentang kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu

yang baru. Wujudnya adalah tindakan manusia. Melalui proses kreatif yang

berlangsung dalam benak orang atau sekelompok orang, produk-produk

kreatif tercipta.

B. Penelitian Relevan

Dalam penelitian ini peneliti menganggap penelitian terdahulu yang

relevan sangat penting untuk dijadikan rujukan sehingga penelitian ini

mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun

beberapa penelitian terdahulu yang peneliti anggap relevan dengan penelitian

kali ini diantaranya adalah:

1. Paundra Jhalugilang. 2012. MAKNA IDENTITAS FANS CLUB

SEPAKBOLA (STUDI KASUS: JUVENTUS CLUB INDONESIA,

UNIVERSITAS INDONESIA. Tesis ini membahas identitas fans klub sepak

bola juventus. Penelitan ini melihat proses pembentukan identitas fans yang

kemudian mendapat peneguhan lewat identitas sosial di komunitas juventus

klub Indonesia (JCI). Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivis

dengan memakai teori identitas dan identitas sosial, kemudian menggunakan

teori interaksionis simbolik untuk mengetahui makna identitas fans juventus.

Penelitian ini bersifat deskriftif mengingat data yang dikumpulkan berupa

penjelasan narasumber yang dijadikan informan dan memakai metode studi

kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi.

Hasil dari penelitian ini melihat bagaimana identitas yang terbentuk melalui

proses eksplorasi seperti keluarga, teman, dan media massa. Identitas social

mereka terbentuk melalui proses kategorisasi yakni memahami dan

mengidentifikasi kumunitas. Konsep intraksionis simbolik mengenai

komunitas (society), anggota (self), dan pikiran (mind) menghasilkan makna

bahwa fans juventus adalah kelompok fans yang loyal, memiliki rasa cinta

yang tinggi, serta mempunyai rasa kebersamaan, solidaritas, dan persaudaraan

sebagai suatu komunitas.

2. Wahyu Ganish Orysatvyanto. 2012. Managemen Pembinaan

Olahraga Sepakbola di Klub PSIS Semarang. Skripsi Ilmu Keolahragaan.

46

Fakultas Ilmu Keolahragan.Universitas Negeri Semarang. Arah penelitian ini

untuk menemukan sekitar 1) perilaku agresif bersikap pola oleh pendukung

Panser Biru dan lihat bagaimana 2) peran dari pendukung dari Semarang

PSIS, 3 ) pemahaman Semarang Panser Biru PSIS menghembus sekitar arti

dari fanatisme melawan PSIS pentung, 4 ) karakteristik group Semarang

Panser Biru PSIS, 5 ) dampak dengan perilaku agresif disebabkan oleh

Semarang Pendukung Panser Biru PSIS pada komunitas sekitar. Terpakai

pembahasan ini satu pendekatan kwalitatif. Populasi adalah Semarang Panser

Biru PSIS Support­ers Menggolongkan dan contoh diambil dari beberapa

Korwil adalah 30 responden, ilmu pengetahuan tentang teknik koleksi data

adalah observasi partisipan, wawancara ke dalam, dokumentasikan pencarian,

dan triangula­tion dari data. Data yang diperoleh diteliti menurut mutu dengan

mengikuti tahapan ini: 1 ) pengurangan data, 2 ) presentasi data, dan 3)

kesimpulan. Penelitian ini telah hasilkan bahwa 1) pola dengan perilaku

agresif yang timbul pada group dari pendukung membuat secara bersama

Semarang Panser Biru PSIS adalah hasil dari agresi frustrasi sebabkan

perilaku agresif ketik (satu ) agresi phisik dan (b ) agresi omongan. 2 )

pemahaman fanatisme dari pendukung group panser biru adalah situational

untuk mendukung PSIS, perilaku yang adalah berada di luar irra­tional akan

tampak ketika pasukan terkasih mereka menjadi terluka atau pasukan lain

yang dirugikan, bergantung kepada pasukan yang dihadapi oleh PSIS, 3 )

peran dilihat dari Semarang Panser Biru PSIS menghembus hanyalah terbatas

pada anggota dari dukungan dan motivasi ke Semarang PSIS, 4 ) karakteristik

dari pendukung panser biru yang adalah mereka menggerakkan melalui

kekecilan group di group untuk membentuk satu kerumunan diantara powerful

cohevitas dan perilaku kolektif, dari atribut biru dominan sedge dan punya

semboyan istimewa, 5 ) dampak dengan perilaku agresif adalah pendukung

group panser biru dalam kaitan dengan dengan bermanfaat bagi ekonomi ke

pedagang sekitar, untuk PSIS adalah gelisah dengan perilaku agresif omongan

yang sering terjadi pada tiap-tiap permainan .This mempelajari simpulkan: 1 )

perilaku agresif memola yang timbul di group dari pendukung menjadi selesai

47

secara bersama Panser Biru adalah agresi frustrasi, 2 ) peran dari pendukung

Panser Biru seperti advokat dan sumber dari materi untuk PSIS, 3 ) fanatisme

pemahaman dari panser biru biru situational menghembus dukung PSIS, 4 )

karakteristik dari satu pendukung group Panser Biru adalah atribut adalah biru

dan punya satu nyanyian untuk PSIS, 5 ) dampak pada komunitas bermanfaat

bagi itu secara ekonomis sementara untuk pasukan alat permainan PSIS

perasaan gelisah dengan perilaku agresif itu bersikap, terutama omongan

agresi itu adalah sering menyanyikan pada tiap periode kelipatan permainan.

3. Rhesi Kharisma Hapsari. 2013. STRATEGI HUMAS

ORGANISASI BONEK ‘GREEN FORCE 27’ TERHADAP PUBLIK

EKSTERNAL PADA LAGA INDONESIA PREMIER LEAGUE 2011-2012

DALAM MEMPERBAIKI IMAGE BONEK. Penelitian ini berfokus pada

pendeskripsian strategi humas (hubungan masyarakat) organisasi Green Force

27 dalam memperbaiki citra yang merupakan organisasi penggerak di

kalangan suporter sepakbola berjuluk ‘BONEK’ dimana Bonek merupakan

suporter yang mempunyai citra negatif di media massa. Pemilihan momen

Liga Primer Indonesia yaitu berdasarkan perubahan serentak dan langka dalam

sejarah sepakbola Indonesia dimana suporter memiliki andil didalamnya

termasuk Bonek. Dalam perkembangannya Bonek dianggap sebagai perintis

modernisasi perilaku suporter sepakbola seperti halnya dukungan penuh yang

dilakukan suporter di Eropa. Sehingga penelitian ini sangat diperlukan untuk

melihat bagaimana contoh upaya (berbentuk program humas) yang dilakukan

Green Force 27 dalam memperbaiki citra Bonek yang telah berubah dari yang

negatif menjadi yang lebih positif. Program tersebut terdiri dari dukungan

kepada Persebaya dan upaya komunikasi dengan stakeholder yang direspon

positif oleh Pemerintah Kota Surabaya, Kepolisian Surabaya dan Komunitas

suporter lainnya.

4. Mohammad Yusuf Setyo Utomo. 2015. JURNAL SOSIAL DAN

POLITIK, AKAR KONFLIK BONEK DENGAN AREMANIA (Studi

Deskriptif tentang Akar Permasalahan Konflik Bonek vs Aremania)

Departemen Sosiologi, Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

48

Airlangga. Suporter adalah pemain ke duabelas yang fanatik dan antusias

dalam membela klub kesayangannya. Kehadiran suporter begitu berarti dan

menjadi unsur penting dalam pertandingan sepak bola. Salah satu konflik antar

suporter yang paling sering disorot oleh media massa adalah rivalitas Bonek

dan Aremania. Fokus penelitian ini adalah apa yang melatarbelakangi

terjadinya konflik antara Bonek dengan Aremania, serta bagaimana proses

konflik yang terjadi antara Bonek dengan Aremania. Peneliti menggunakan

kerangka teori yang menekankan pada unsur perilaku kolektif N. J. Smelser

dan teori Konflik Johan Galtung. Metode penelitian ini adalah kualitatif,

pendekatannya adalah kualitatif deskriptif. Teknik penentuan informannya

adalah purposive sampling. Pengumpulan datanya menggunakan teknik

wawancara secara mendalam dan analisis dokumen. Hasil penelitian ini adalah

konflik bonek dengan aremania dapat disebut sebagai perilaku kolektif karena

telah melalui empat tahapan dari enam tahapan ideal sebab-sebab perilaku

kolektif seperti yang diungkapkan oleh Smelser. Proses konflik bonek dengan

aremania dapat dikategorikan dalam tiga dimensi. Dimensi sikap, unsur

persepsi dari bonek berkaitan dengan aremania lebih didominasi oleh persepsi

negatif, begitu juga persepsi aremania terhadap bonek. Dimensi perilaku,

perilaku bonek terhadap aremania cenderung menunjukkan rasa persaingan

dan permusuhan yang menjurus pada tindak kekerasan, begitu juga perilaku

aremania terhadap bonek. Dimensi kontradiksi pada konflik bonek dengan

aremania adalah terciptanya situasi yang panas dengan potensi bentrok atau

ricuh.

5. Football (soccer) together with badminton is the most favorite

sports in Indonesian society. Nevertheless, unlike Badminton which presented

numerous of trophies, Indonesian national team exhibited poor performance,

especiallyin the last twenty three years. Albeit the performance, the society

expectation toward the presence of a strong national team was never

extinguished. Consequently, each time the national team played, the

supporters enthusiasm did not recede.

49

In the middle of 2011, incumbent of Chairman of PSSI was forced to

leave his position due to controversial policies to ban some prospective

candidates of Chairmen to join the election. The pressure came from both

Ministry of Sport and alliances of Indonesian supporters. Following the

change of regime, new conflict rose. New elected chairman implemented new

policy in the form of replacement of coach of national team who was

considered success by Indonesian supporters, and imposed the creation of

major league which consisted of both established and newly formed teams.

Responding to the policy that was considered as unfair and also suspected as

a hidden agenda to remove the old regime influence, resistance was carried

out by six of community executives and groups of Indonesian supporters. The

strife then reached its peak by disunity in the end of 2011, the establishment of

KPSI that claimed be supported by more than 2/3 of PSSI members which was

denied by PSSI officials.

FIFA and Indonesian Government then got involved and arranged

some efforts to unite the disputants. The disputants were suggested to solve the

conflict through mediation. FIFA enjoined PSSI to bring back all KPSI

instruments. Nonetheless, in order to foster the process, FIFA also instructed

to ban all parties (football society) that supported KPSI from any

international activity.

After some rambling reconciliation efforts that met deadlock, in the

middle of 2012, FIFA then gave ultimatum to both PSSI and KPSI to resolve

their problem before the middle of 2012. Failure to meet the resolution would

result to exclusion from any international match. Facilitated by Ministry of

Sport a joint committee was established, and the conflicted parties agreed to

sign a memorandum of understanding. Nevertheless, reconciliation was still

failed to reach. Infuriated by long-winded conflict, FIFA provided more

assertive ultimatum where as the disputants must resolve their problem by the

end of 2012, or else, all financial aid for football development would be

suspended, training for both Indonesian players and coaches would be

forbidden, and any Indonesian teams, players, and referees were not allowed

50

to join any international football activities. Eventually, in March 2013, both

side reached agreement, and KPSI dissolved to PSSI.

In this paper, the conflict between PSSI and KPSI would be modeled

by using both drama theory and graph model for conflict resolution in order

to understand the dynamic of conflict. The combination between drama theory

and graph model had been successfully implemented by Sensarma and Okada

(2006) to model a conflict that involved a company, society, and local

government in a risk mitigation problem in Japan. They displayed some

possible final results by using graph model for conflict resolution. Moreover,

an analysis to estimate the reason behind actual result was provided by drama

theory.

7. Lucky, N. dan Nanik S. 2013. Jurnal Online Universitas Negeri

Surabaya, FENOMENA PERILAKU FANATISME SUPORTER SEPAK

BOLA(STUDI KASUS KOMUNITAS SUPORTER PERSEBAYA BONEK

DI SURABAYA) Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan gambaran perilaku

fanatisme Bonek mendukung Persebaya, (2) menguraikan faktor penyebab timbulnya

perilaku fanatisme. Jenispenelitian yaitu kualitatif dengan desain studi kasus di wilayah

Surabaya.Penelitian ini terkait dengan Bonek yang terkoordinir maupun tidak dari berbagai

komunitas baik saat pertandingan berlangsung maupun di luar pertandingan. Data diperoleh

dengan cara observasi partisipan, wawancara mendalam serta dokumentasi. Hasil data

penelitian akan dianalisis dengan teori perilaku kolektif Smelser dan konsepsi tentang

fanatisme.

Simpulan hasil penelitian menunjukkan perilaku fanatisme Bonek yaitu (1)

mendukung Persebaya kapanpun dan di manapun bertanding; (2) loyalitas tanpa batas; (3)

Bonek: lambangkeberanian sebagai representatif perilaku; (4) bagimu Persebaya, bagimu

Indonesia; (5) demokrasi ala suporter Bonek. Selain itu, juga diketahui beberapa faktor

penyebab perilaku fanatisme Bonek antara lain: konteks sosial, pendidikan,usia,

identitas kultur budaya “ arek”, ekonomi, media massa, serta lingkungan baik dari

keluarga, teman, dan masyarakat. Perilaku fanatisme Bonek juga disebabkan oleh pemain,

pelatih, wasit, dan penonton serta keterlibatan pemimpin dalam komunitas.

51

8. Originally, the term “audience” meant “the people”; the term,

however, has undergone changes related to the participants in an event, the

individuals that receive a certain message to which they respond in an attitude

of approval or disapproval.

Modernism has turned crowds into an audience; the mass-media

exaggerate with the aim of impressing and, thus, people focus on a topic that

they debate over, holding contrary opinions. We can identify here a slight

difference between an audience and a mass: while the audience focuses on an

issue it is debating on, the members of the mass are in agreement with each

other, while they can also argue on a topic; however, the characteristic unity

of the latter type of gathering may hamper the access of judgments from

outside the group. There are, therefore, the premises that the audience is

preceded by a mass which are related to the social issue they debate on and

approach with the aim of finding solutions.

The present study is of an exploratory nature and aims at analysing the

types of audience in sporting events (football matches) through the opinions of

sports experts, using the categorial / topical content analysis. The results will

identify the features of violence in sports which, according to the specialists,

focuses on the supporters’ behaviour. The typology of the spectators in

sporting events will outline a systematic presentation according to behaviour,

reactions, amount of information regarding the sports, purpose.

C. Kerangka Pemikiran

Sepakbola merupakan olahraga permainan yang digemari oleh

masyarakat diseluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia jika dibandingkan

dengan cabang olahraga lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya

masyarakat yang ikut serta dalam setiap kegiatan olahraga sepakbola.

Olahraga sepakbola di Indonesia sudah dikenal sejak lama, sehingga olahraga

ini merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup popular di kalangan

masyarakat Indonesia yang diselengarakan baik dalam bentuk pertandingan

tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia banyak klub sepakbola

yang dibentuk, salah satu Persatuan Sepakbola Medan dan Sekitarnya (PSMS)

52

merupakan klub sepakbola kebanggaan masyarakat di Medan dengan julukan

ayam kinantan. klub sepakbola PSMS Medan juga memiliki suporter fanatik

yang siap memberikan dukungan baik moril maupun materiil kepada tim

pujaannya.

Suporter sebagai individu maupun kelompok yang hadir pada suatu

pertandingan olahraga dengan tujuan menunjukkan dukungannya kepada salah

satu tim yang bertanding dan merasa memiliki keterikatan dengan klub

tersebut. Kehadiran suporter yang banyak dan kreatif merupakan salah satu

nilai lebih dari permainan sepakbola serta menjadi salah satu penunjang

keberhasilan dari klub yang didukung. Sesuatu yang mendorong individu

untuk bisa menjadi bagian dalam komunitas kelompok yang memberikan

dukungannya baik fisik maupun mental kepada suatu klub sepakbola dengan

tujuan yang sudah ditentukan, dimana dorongan tersebut merupakan

perpaduan dari stimulus-stimulus yang hadir baik stimulus internal maupun

stimulus eksternal. Suporter biasanya memiliki rasa kecintaan yang lebih

dibandingkan penonton biasa yang hadir dilapangan. Dinamika kelompok

merupakan salah satu metode dan alat manajemen untuk menghasilkan

kerjasama kelompok yang optimal, agar proses pengelolaan organisasi

menjadi lebih efektif, efisien dan produktif.

Dinamika kelompok Sebagai metode membuat setiap anggota

kelompok semakin menyadari siapa dirinya dan siapa orang lain yang

hadir bersamanya dalam kelompok dengan segala kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Kesuksesan dan eksistensi kelompok suporter

sepakbola tidak terlepas dari pengelolaan yang baik. Berkembang atau

tidaknya kelompok suporter tidak terlepas dari unsur-unsur organisasi,

manajemen, dan pendanaan. Perkembangan kelompok suporter dapat

diketahui dari keadaan organisasi, manajemen, dan pendanaan. Kegiatan

kelompok suporter sepakbola dapat berjalan dengan baik, jika unsur-unsur

tersebut berfungsi dengan baik dan dapat saling menjalin kerjasama antara

yang satu dengan lainnya.

53

Berbicara tentang suporter sepakbola, maka berbicara dua hal yang

saling bersinggungan yaitu suporter yang atraktif dan anarkis. Atraktif yaitu

menggambarkan suporter yang menghidupkan dan menggairahkan tribun-

tribun stadion dengan atraksi berupa lagu-lagu atau yel-yel dalam mendukung

tim sepakbola kesayangannya. Anarkis yaitu menggambarkan kerusuhan yang

terjadi di stadion yang dilakukan oleh suporter yang disebabkan oleh hal-hal

yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Keberadaan suporter sepakbola

sangat dibutuhkan oleh suatu klub sepakbola. Berdasarkan aktivitas yang

dilakukan kelompok suporter saat melihat pertandingan sepakbola ada dua sisi

di dalamnya yaitu sebagai Sisi negative (Hooliganisme) dan Sisi positif

(sebagai hiburan dan solidaritas sosial)”. Kehadiran suporter dalam

memberikan dukungan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas

permainan suatu tim sepakbola. Di dalam permainan Sepakbola dan anarkisme

suporter memang dua hal yang seringkali saling berkaitan, apalagi ini telah

menyangkut harga diri dan identitas dari suatu golongan atau kelompok. Di

negara-negara Eropa yang sudah maju sepakbolanya, anarkisme yang

dilakukan oleh suporter masih terus terjadi. Anarkisme sendiri memiliki

makna suatu tindakan yang cenderung ke arah tindakan kerusuhan dan

kekerasan yang merugikan banyak orang karena hanya mendasarkan diri pada

egoisme buruk. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya konflik dan

anarkisme supporter di dalam permainan sepakbola yaitu: Muatan dendam

masa lalu, klub maupun suporter, gesekan spontan dilapangan/tribun, efek

koor-koor provokatif, efek dari hasil pertandingan dan provokasi dari dalam

lapangan baik yang di lakukan oleh pemain, ofisial dan wasit. Dari beberapa

faktor tersebut, faktor dendam di masa lalu tampaknya menjadi faktor yang

menyebabkan kerusuhan dalam sepakbola senantiasa terjadi.

54

Sepakbola

Klub Sepakbola PSMS Medan

Kelompok Suporter

Dukungan kelompok suporter Keberadaan Kelompok Suporter

Dinamika Kelompok Suporter

Dinamika Keberadaan Kelompok Suporter Sepakbola PSMS di Kota Medan Provinsi Sumatra Utara

Gambar 3. Bagan Kerangka Berfikir.