bab ii kajian teori a. kajian pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan...

21
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Definisi Perilaku Sosial Perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan social. 1 Macam-macam perilaku sosial menurut Sarlito 2 dibagi menjadi tiga yaitu: a. Perilaku sosial (social behavior). Yang dimaksud perilaku sosial adalah perilaku ini tumbuh dari orang-orang yang ada pada masa kecilnya mendapatkan cukup kepuasan akan kebutuhan inklusinya. Ia tidak mempunyai masalah dalam hubungan antar pribadi mereka bersama orang lain pada situasi dan kondisinya. Ia bisa sangat berpartisipasi, tetapi bisa juga tidak ikut-ikutan, ia bisa melibatkan diri pada orang lain, bisa juga tidak, secara tidak disadari ia merasa dirinya berharga dan bahwa orang lain pun mengerti akan hal itu tanpa ia menonjolkan- nonjolkan diri. Dengan sendirinya orang lain akan melibatkan dia dalam aktifitas-aktifitas mereka. b. Perilaku yang kurang sosial (under social behavior). 1 Hurlock, B. Elizabeth. 1995. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga,hal 262 2 Sarwono Wirawan Sarlito. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta P.T Grafindo Persada,hal: 150

Upload: hatram

Post on 06-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Definisi Perilaku Sosial

Perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan psikis seseorang

terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau

orang lain yang sesuai dengan tuntutan social.1

Macam-macam perilaku sosial menurut Sarlito2 dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Perilaku sosial (social behavior).

Yang dimaksud perilaku sosial adalah perilaku ini tumbuh dari

orang-orang yang ada pada masa kecilnya mendapatkan cukup

kepuasan akan kebutuhan inklusinya. Ia tidak mempunyai masalah

dalam hubungan antar pribadi mereka bersama orang lain pada

situasi dan kondisinya. Ia bisa sangat berpartisipasi, tetapi bisa

juga tidak ikut-ikutan, ia bisa melibatkan diri pada orang lain, bisa

juga tidak, secara tidak disadari ia merasa dirinya berharga dan

bahwa orang lain pun mengerti akan hal itu tanpa ia menonjolkan-

nonjolkan diri. Dengan sendirinya orang lain akan melibatkan dia

dalam aktifitas-aktifitas mereka.

b. Perilaku yang kurang sosial (under social behavior).

1 Hurlock, B. Elizabeth. 1995. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga,hal 262

2 Sarwono Wirawan Sarlito. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta P.T Grafindo Persada,hal: 150

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

Timbul jika kebutuhan akan inklusi kurang terpenuhi,

misalnya: sering tidak diacuhkan oleh keluarga semasa kecilnya.

Kecenderungannya orang ini akan menghindari hubungan orang

lain, tidak mau ikut dalam kelompok-kelompok, menjaga jarak

antara dirinya dengan orang lain, tidak mau tahu, acuh tak acuh.

Pendek kata, ada kecenderungan introvert dan menarik diri. Bentuk

tingkah laku yang lebih ringan adalah: terlambat dalam pertemuan

atau tidak datang sama sekali, atau tertidur di ruang diskusi dan

sebagainya. Kecemasan yang ada dalam ketidak sadarannya adalah

bahwa ia seorang yang tidak berharga dan tidak ada orang lain yang

mau menghargainya.

c. Perilaku terlalu sosial (over social behavior).

Psikodinamikanya sama dengan perilaku kurang sosial,

yaitu disebabkan kurang inklusi. Tetapi pernyataan perilakunya

sangat berlawanan. Orang yang terlalu sosial cenderung

memamerkan diri berlebih-lebihan (exhibitonistik). Bicaranya keras,

selalu menarik perhatian orang, memaksakan dirinya untuk diterima

dalam kelompok, sering menyebutkan namanya sendiri, suka

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengagetkan.

Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga

sepanjang hayatnya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau

dengan kata lain melakukan relasi interpersonal. Dalam relasi

interpersonal itu ditandai dengan berbagai aktivitas tertentu, baik aktivitas

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata atau justru melalui proses

pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu dalam relasi

interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial.

Seseorang agar bisa memenuhi tuntutan sosial maka perlu

adanya pengalaman sosial yang menjadi dasar pergaulan.

1. Pentingnya pengalaman sosial

Banyak peristiwa atau pengalaman sosial yang dialami

pada masa anak-anak. Beberapa pandangan pengalaman.3

a. Pengalaman yang menyenangkan

Pengalaman yang menyenangkan mendorong anak untuk mencari

pengalaman semacam itu lagi.

b. Pengalaman yang tidak menyenangkan

Pengalaman yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan sikap

yang tidak sehat terhadap pengalaman sosial dan terhadap

orang lain. Pengalaman yang tidak menyenangkan mendorong

anak menjadi tidak sosial atau anti sosial.

c. Pengalaman dari dalam rumah (keluarga)

Jika lingkungan rumah secara keseluruhan memupuk

perkembangan sikap sosial yang baik, kemungkinan besar

anak akan menjadi pribadi yang sosial atau sebaliknya.

3 Hurlock, B. Elizabeth. 1995. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga,hal:156

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

d. Pengalaman dari luar rumah

Pengalaman sosial awal anak di luar rumah melengkapi

pengalaman di dalam rumah dan merupakan penentu penting bagi

sikap sosial dan pola perilaku anak. Berdasarkan pemahaman

diatas, pengalaman sosial pada masa anak-anak baik itu yang

menyenangkan, tidak menyenangkan, diperoleh dari dalam

rumah atau dari luar rumah adalah sangat penting.

2. Mulainya perilaku sosial

Perilaku sosial dimulai pada masa bayi bulan ketiga.4 Karena pada

waktu lahir, bayi tidak suka bergaul dengan orang lain. Selama

kebutuhan fisik mereka terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai

minat terhadap orang lain. Sedangkan pada masa usia bulan ketiga bayi

sudah dapat membedakan antara manusia dan benda di lingkungannya

dan mereka akan bereaksi secara berbeda terhadap keduanya.

Penglihatan dan pendengaran cukup berkembang sehingga

memungkinkan mereka untuk menatap orang atau benda juga dapat

mengenal suara. Perilaku sosial pada masa bayi merupakan dasar bagi

perkembangan perilaku sosial selanjutnya.

4 Hurlock, B. Elizabeth. 1995. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga,hal: 259

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

Krech et. al.5 mengungkapkan bahwa untuk memahami perilaku

sosial individu, dapat dilihat dari kecenderungan-kecenderungan ciri-ciri

respon interpersonalnya, yang terdiri dari :

a. Kecenderungan Peranan (Role Disposition); yaitu kecenderungan yang

mengacu kepada tugas, kewajiban dan posisi yang dimiliki seorang

individu,

b. Kecenderungan Sosiometrik (Sociometric Disposition); yaitu

kecenderungan yang bertautan dengan kesukaan, kepercayaan terhadap

individu lain, dan

c. Ekspressi (Expression Disposition), yaitu kecenderungan yang

bertautan dengan ekpresi diri dengan menampilkan kebiasaaan-

kebiasaan khas (particular fashion).

Lebih jauh diuraikan pula bahwa dalam kecenderungan peranan

(Role Disposition) terdapat pula empat kecenderungan yang bipolar, yaitu:

a. Ascendance-Social Timidity,

Ascendance yaitu kecenderungan menampilkan keyakinan diri, dengan

arah berlawanannya social timidity yaitu takut dan malu bila bergaul

dengan orang lain, terutama yang belum dikenal.

b. Dominace-Submissive

5 Krech et.al.1962. Individual in Society. Tokyo : McGraw-Hill Kogakasha,hal:104-106

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

Dominace yaitu kecenderungan untuk menguasai orang lain, dengan

arah berlawanannya kecenderungan submissive, yaitu mudah menyerah

dan tunduk pada perlakuan orang lain.

c. Social Initiative-Social Passivity

social initiative yaitu kecenderungan untuk memimpin orang lain,

dengan arah yang berlawanannya social passivity yaitu kecenderungan

pasif dan tak acuh.

d. Independent-Depence

Independent yaitu untuk bebas dari pengaruh orang lain, dengan arah

berlawanannya dependence yaitu kecenderungan untuk bergantung

pada orang lain

Dengan demikian, perilaku sosial individu dilihat dari

kecenderungan peranan (role disposition) dapat dikatakan memadai,

manakala menunjukkan ciri-ciri respons interpersonal sebagai berikut :

a. Yakin akan kemampuannya dalam bergaul secara sosial;

b. Memiliki pengaruh yang kuat terhadap teman sebaya;

c. Mampu memimpin teman-teman dalam kelompok; dan

d. Tidak mudah terpengaruh orang lain dalam bergaul. Sebaliknya,

perilaku sosial individu dikatakan kurang atau tidak memadai

manakala menunjukkan ciri-ciri respons interpersonal sebagai berikut :

1) kurang mampu bergaul secara sosial;

2) mudah menyerah dan tunduk pada perlakuan orang lain;

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

3) pasif dalam mengelola kelompok; dan

4) tergantung kepada orang lain bila akan melakukan suatu tindakan.

Kecenderungan-kecenderungan tersebut merupakan hasil dan

pengaruh dari faktor konstitutsional, pertumbuhan dan perkembangan

individu dalam lingkungan sosial tertentu dan pengalaman kegagalan dan

keberhasilan berperilaku pada masa lampau

2. Pencak Silat

Pencak Silat adalah kata majemuk. Pencak dan Silat mempunyai

pengertian yang sama dan merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat

pribumi Asia Tenggara (Asteng), yakni kelompok masyarakat etnis yang

merupakan penduduk asli negara-negara di kawasan Asteng (Brunei

Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar,

Singapura, Thailand dan Vietnam).

Kata Pencak biasa digunakan oleh masyarakat pulau Jawa, Madura

dan Bali, sedangkan kata Silat biasa digunakan oleh masyarakat di wilayah

Indonesia lainnya maupun di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam

serta di Thailand (bagian Selatan) dan Filipina.

Penggabungan kata Pencak dan Silat menjadi kata majemuk untuk

pertama kalinya dilakukan pada waktu dibentuk suatu organisasi persatuan

dari perguruan Pencak dan perguruan Silat di Indonesia yang diberi nama

Ikatan Pencak Silat Indonesia, disingkat IPSI pada tahun 1948 di

Surakarta.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

Sejak saat itu Pencak Silat menjadi istilah resmi di Indonesia.

Perguruan-perguruan yang mengajarkan Pencak dan Silat asal Indonesia di

berbagai negara kemudian juga menggunakan istilah Pencak Silat.

Di dunia internasional Pencak Silat menjadi istilah resmi sejak

dibentuknya Organisasi Federatif Internasional yang diberi nama

Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa, disingkat PERSILAT, di Jakarta

pada. tahun 1980. Walaupun demikian, karena kebiasaan, kata Pencak dan

Silat masih digunakan secara terpisah.

Di bawah ini secara singkat akan diuraikan beberapa hal sekitar

Pencak Silat yang meliputi: sejarah dan perkembangannya, falsafah, serta

organisasi pencak silat. Keseluruhan uraian akan disimpulkan secara

umum.

a. Sejarah dan Perkembangan Pencak Silat

Di masa klasik Indonesia, menurut Draeger - yang juga menulis

buku Javanes Silat Martial Art of Perisai Diri ini - bukti adanya seni

bela diri bisa dilihat bukan saja dari berbagai artefak senjata yang

ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) melainkan juga pada

pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda untuk silat

di candi Prambanan dan Borobudur.

Dalam bukunya Draeger menuliskan bahwa pada saat bukunya

disusun (medio 1970-an) senjata dan seni beladiri silat adalah tak

terpisahkan dari orang Indonesia. Silat bisa dilihat kebutuhannya

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

bukan hanya dari sekedar olah tubuh saja, melainkan juga pada

hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.

Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut

ke mulut, diajarkan dari guru ke murid. Karena hal itulah catatan

tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Di Minangkabau,

silat atau silek diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah

Datar, di kaki Gunung Marapi pada abad XI6. Kemudian silek dibawa

dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia

Tenggara.

Kebanyakan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang

beragam dari satu daerah ke daerah lain. Seperti asal mula silat aliran

Cimande yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang

menyaksikan pertarungan antara harimau dan monyet dan ia

mencontoh gerakan tarung hewan tersebut. Asal mula ilmu bela diri di

Indonesia kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli

Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang,

perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias

yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.

Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak

abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan.

Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku

6 Silek Minangkabau Etalase Ribuan Filosofi Koran.Republika.com

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

Melayu dalam pengertian yang luas,7 yaitu para penduduk daerah

pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai

kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa

Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan,

Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat

tradisional mereka sendiri. Dalam Bahasa Minangkabau, silat itu sama

dengan silek. Sheikh Shamsuddin (2005)8 berpendapat bahwa terdapat

pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Bahkan

sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena

memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah

kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu

telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh

pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya.

Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi

dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat

itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu. Sehingga,

setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan.

Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka

meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar

7 Quintin Chambers and Donn F. Draeger. 1979, Javanese Silat: The Fighting Art of Perisai

Diri. ISBN 0-87011-353-4.

8 Sheikh Shamsuddin, 2011. The Malay Art Of Self-defense: Silat Seni Gayong. North

Atlantic Books. ISBN 1-55643-562-2.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

silat yang terhebat.9 Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang

membanggakan Gajah Mada.

Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai

tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama,

seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara.

Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak

silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu

pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di

surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni

tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk

menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian

dari latihan spiritual.

Silat berkembang di Indonesia dan Malaysia (termasuk Brunei

dan Singapura) dan memiliki akar sejarah yang sama sebagai cara

perlawanan terhadap penjajah asing. Setelah zaman kemerdekaan, silat

berkembang menjadi ilmu bela diri formal. Telah tumbuh pula puluhan

perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini

telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan

internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.

b. Falsafah

Falsafah Pencak Silat dinamakan falsafah budi pekerti luhur.

Hal ini disebabkan karena falsafah ini mengandung ajaran budi pekerti

9 Sheikh Shamsuddin, 2011. The Malay Art Of Self-defense: Silat Seni Gayong. North

Atlantic Books. ISBN 1-55643-562-2

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

luhur. Falsafah budi pekerti luhur berpandangan bahwa masyarakat

"tata-tentrem karta-raharja" (masyarakat yang aman-menentramkan

dan sejahtera-membahagiakan) dapat terwujud secara maksimal

apabila semua warganya berbudi pekerti luhur. Karena itu,

kebijaksanaan hidup yang harus menjadi pegangan manusia adalah

membentuk budi pekerti luhur dalam dirinya.

Budi adalah dimensi kejiwaan dinamis manusia yang berunsur

cipta, rasa dan karsa. Ketiganya merupakan bentuk dinamis dari akal,

rasa dan kehendak. Pekerti adalah budi yang terlihat dalam bentuk

watak. Semuanya itu harus bersifat luhur, yakni ideal atau terpuji.

Yang ingin dicapai dalam pembentukan budi pekerti luhur ini adalah

kemampuan mengendalikan diri, terutama di dalam menggunakan

"jurus".

"Jurus" hanya dapat digunakan untuk menegakkan kebenaran,

kejujuran dan keadilan dalam rangka menjunjung tinggi nilai-nilai dan

kaidah-kaidah agama dan moral masyarakat maupun dalam rangka

mewujudkan masyarakat "tata-tentrem karta-raharja." Dalam kaitan itu

falsafah budi pekerti luhur dapat disebut juga sebagai Falsafah

pengendalian diri.

Dengan budi pekertinya yang luhur atau kemampuan

pengendalian dirinya yang tinggi, manusia akan dapat nemenuhi

kewajiban luhurnya sebagai mahluk Tuhan, mahluk pribadi, mahluk

sosial dan mahluk alam semesta, yakni taqwa kepada Tuhannya,

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

meningkatkan kualitas dirinya, menempatkan kepentingan masyarakat

di atas kepentingan sendiri dan mencintai alam lingkungan hidupnya.

Manusia yang demikian dapat disebut sebagai manusia yang taqwa,

tanggap, tangguh, tanggon dan trengginas. Manusia yang dapat

memenuhi kewajiban luhurnya adalah manusia yang bermartabat

tinggi.

c. Organisasi Pencak Silat

1) PERSILAT- Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa

2) IPSI - Ikatan Pencak Silat Indonesia

3) FP2STI - Forum Pecinta dan Pelestari Silat Tradisional Indonesia

4) PESAKA Malaysia - Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia

5) PERSISI - Persekutuan Silat Singapore

6) EPSF - European Pencak Silat Federation

7) PERSIB - Persekutuan Silat Brunei Darussalam.

B. Kerangka Teoritik

Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada antar

hubungan antara individu dan lingkungannya yang terdiri atas bermacam-

macam obyek sosial dan non sosial. Pokok persoalan sosiologi menurut

paradigma ini adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam

hubungannnya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat

atau perubahan dalam faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan

terhadap tingkah laku.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

Bagi paradigma perilaku sosial, individu kurang sekali memiliki

kebebasan. Tanggapan yang diberikannya ditentukan oleh sifat dasar stimulus

yang datang dari luar dirinya. Jadi tingkah laku manusia lebih bersifat

mekanik.

B.F Skinner mencoba menerjemahkan prinsip-prinsip psikologi aliran

behaviorisme kedalam sosiologi10

. Skinner melihat kedua paradigma fakta

sosial dan definisi sosial sebagai perspektif yang bersifat mistik, dalam arti

mengandung sesuatu persoalan yang bersifat teka-teki, tidak dapat diterangkan

secara rasional. Dalam bukunya Beyond Freedom and Dignity, Skinner

menyerang langsung paradigma definisi sosial dan secara tidak langsung

terhadap paradigma fakta sosial. Konsep kultur yang didefinisikan oleh

paradigma fakta sosial dinilai mengandung ide yang bersifat tradisional

khususnya mengenai nilai-nilai sosial. Menurutnya pengertian kultur yang

diciptakan itu tidak perlu disertai dengan unsur mistik seperti ide dan nilai

sosial itu. Alasannya karena orang tidak dapat melihat secara nyata ide dan

nilai-nilai dalam mempelajari masyarakat. Kebudayaan adalah tingkah laku

yang terpola. Yang diperlukan adalah pemahaman terhadap kemungkinan

penguatan penggunaan paksa.

Obyek Sosiologi dari teori ini adalah perilaku manusia yang tampak

serta kemungkinan perulangannya (hubungan antar individu dan

lingkungannya). Perilaku sosial berbeda dengan tindakan sosial. Perilaku

sosial: mekenisme stimulus dan respon, tindakan sosial: aktor hanya

10

George Ritzer, Sosioligi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: PT Raja

GrrafindoPersada, 2002.hal 69

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

penanggap pasif dari stimulus yang datang padanya. Teori yg tergabung:

Sosiologi Behavioral dengan konsep “reinforcement” dan proposisi “reward

and punishment”, serta teori Exchange dengan asumsi selalu ada “take and

give” dalam dunia sosial. Aktor (Perilaku Sosial): hanya sekedar memproduksi

kelakuan. Agen (Definisi Sosial): mereproduksi dan memproduksi tindakan.

Teori Behavioral Sociology dibangun dalam rangka menerapkan

prinsip-prinsip psikologi perilaku kedalam sosiologi. Memusatkan

perhatiannya kepada hubungan antara akibat dan tingkah laku yang terjadi

didalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Konsep dasar Behavioral

sociology adalah reenforcement yang berarti ganjaran (reward). Tidak ada

sesuatu yang melekat dalam obyek yang dapat menimbulkan ganjaran.

Perulangan tingkah laku tidak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya

terhadap perilaku itu sendiri.

Teori perilaku sosial ini dikembangkan oleh Burrhus Frederic Skinner

yang lahir 20 Maret 1904, di kota kecil Pennsylvania Susquehanna. Skinner

mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada

tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of

Organism. Teori Perilaku Sosial biasa juga disebut Teori belajar dalam Ilmu

Psikologi. Konsep dasar dari teori ini adalah penguat / ganjaran (reward).

Teori ini lebih menitikberatkan pada tingkah laku aktor dan lingkungan.

Bagi Skinner, respon muncul karena adanya penguatan. Ketika dia

mengeluarkan respon tertentu pada kondisi tertentu, maka ketika ada

penguatan atas hal itu, dia akan cenderung mengulangi respon tersebut hingga

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

akhirnya dia berespon pada situasi yang lebih luas. Maksudnya adalah

pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat

bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu

penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan tersebut akan berlangsung

stabil dan menghasilkan perilaku yang menetap.

Robert Kwick (1974) dalam tulisan Akhmad Sudrajat tentang

perilaku soaial menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan

suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku

tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk

mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang

menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi

objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia11

.

Perilaku menyimpang itu pada umumnya merupakan kegagalan

system kontrol diri terhadap impuls-impuls kuat, dorongan-dorongan

primitif dan sentiment-sentimen hebat itu kemudian disalurkan lewat

perbuatan kejahatan, kekerasan dan agresi keras yang dianggap mengandung

nilai-nilai lebih oleh masyarakat. Oleh perasaan senasib dan sepenanggungan

anak-anak remaja yang merasa tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian

yang cukup dari luar dan kemudian merasa tersisih dari anggota masyarakat.

Karena adanya perasaan senasib dan sepenanggungan anak-anak

remaja yang merasa tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang

11

Akhmadsudrajat,2008;Perlaku Soaial

(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/perilaku-sosial)

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

cukup dari keluarga dan kemudian merasa tersisih dari masyarakat, orang

dewasa. Sekarang merasa berarti di tengah gangnya, didalam gang tersebut

anak mencari segala sesuatu yang tidak mungkin mereka peroleh dari keluarga

maupun dari masyarakat sekitarnya.

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu dan berbentuk tesis dengan judul, Peranan

Organisasi Perguruan Seni Beladiri Pencak Silat Dalam Meminimalisasi

Kejahatan (Suatu Studi Upaya Non-Penal Pada Organisasi Perguruan Seni

Beladiri Pencak Silat Di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah),

oleh Suwaryo, SH. (B4A 000074) Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum

Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang tahun 2008

menjelaskan. Organisasi perguruan seni beladiri pencak silat adalah

merupakan organisasi kemasyarakatan, yang mengajarkan ilmu beladiri juga

mengajarkan cara untuk menegakkan kebenaran dan memberantas kejahatan.

Orang yang ahli beladiri pencak silat dinamakan Pendekar.

Kejahatan adalah suatu bentuk tindakan yang menyimpang yang

selalu ada pada setiap masyarakat, dengan demikian kejahatan merupakan

masalah sosial yang perlu dihadapi.

Perumusan masalahnya bagaimana peranan organisasi perguruan seni

beladiri pencak silat dalam ikut meminimalisasi kejahatan, faktor yang

menjadi kendala, dan bagaimanakah seharusnya.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

Hasil penelitian diperoleh bahwa Ikatan Pencak Silat Indonesia

(IPSI) cabang Kabupaten Banjarnegara adalah bentuk sambung tangan

pemerintah yang berfungsi mewadahi organisasi-organisasi perguruan seni

beladiri pencak silat yang berada di kabupaten Banjarnegara, dan dari

organisasi perguruan seni beladiri pencak silat yang ada mempunyai peranan

yang penting dalam meminimalisasi kejahatan, sehingga ditemukan

bagaimanakah peran seharusnya organisasi perguruan seni beladiri pencak

silat dalam meminimalisasi kejahatan.

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini yaitu peranan

organisasi perguruan seni beladiri pencak silat yang ada di Kabupaten

Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah sebagai sarana non-penal dalam upaya

meminimalisasi kejahatan belum dapat terlaksana dengan Optimal yaitu

dengan adanya kendala-kendala yang dihadapinya. Upaya penaggulangan

kejahatan masih bertumpu pada aparat penegak hukum dengan menggunakan

sarana penal.

Selain itu ada juga laporan hasil penelitian mandiri yang dilakukan

oleh Nugroho, A.M., Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

Yogyakarta pada Tahun 2010, dengan judul Profil Gaya Kepemimpinan

Pelatih Pencak Silat Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam penelitian ini

dirumuskan permasalahannya adalah Bagaimana profil gaya kepemimpinan

pelatih pencak silat di Kota Yogyakarta?

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa profil gaya kepemimpinan

pelatih pencak silat pada perguruan pencak silat adalah sebagai berikut:

1. Faktor gaya kepemimpinan tertinggi tipe gaya kepemimpinan demokrasi,

indikator yang paling menonjol adalah: terdapatnya suasana saling

percaya, saling menghormat, dan saling harga menghargai.

2. Faktor gaya kepemimpinan tipe gaya kepemimpinan otoriter, indikator

yang paling menonjol adalah: pelatih yang keras dalam bertindak, kaku

dalam bersikap, dan kebijakan selalu dominan dibuat oleh sang pelatih.

3. Faktor gaya kepemimpinan terendah adalah tipe gaya kepemimpinan

bebas/laissez-fair, indikator yang paling menonjol adalah: peranan pelatih

yang sangat sedikit dalam kegiatan kelompok.

Selain penelitian diatas, ada juga penelitian lainnya yang berupa

skripsi dengan judul Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Atlet Di Pusat

Pendidikan Dan Latihan Pelajar Pencak Silat Jawa Tengah Tahun 2008 (Studi

Diskriptif Kualitatif tentang Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Atlet di

Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Pencak Silat Jawa Tengah di Kelurahan

Gajahan, Colomadu, Karanganyar Tahun 2008) yang disusun oleh Niken

Hartati Siam Nugroho (D.0305007). Universitas Sebelas Maret Fakultas Ilmu

Sosial Dan Ilmu Poltik Jurusan Sosiologi Surakarta 2009.

Penelitian yang dilakukan di Asrama Pendidikan dan Latihan Perlajar

Pencak Silat Jawa Tengah di Kelurahan Gajahan, Colomadu, Karanganyar ini

menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk

menggambarkan dan mengetahui bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

antar atlet di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Pencak Silat Jawa Tengah

pada tahun 2008.

Teknik pengumpulan data, yang dilakukan adalah dengan terjun

langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data dengan teknik observasi,

wawancara mendalam, studi dokumentasi terhadap pelaksanaan penelitian

terhadap 9 informan yang terdiri dari 3 atlet PPLP angkatan tahun 2007, 3

atlet PPLP angkatan 2008, 1 penjaga asrama PPLP, dan 2 Pelatih PPLP

Pencak Silat. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

purposive sampling atau sampling bertujuan yaitu sample yang ditarik

pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian ini yang

akan mewakili siapa yang dimaksud dalam penelitian ini.

Dari hasil penelitian ini enunjukkan adanya interaksi sosial antar atlet

di PPLP Pencak Silat Jawa Tengah pada tahun 2008 yang terjalin secara

intensif dan terus menerus. Atlet di PPLP Pencak Silat sangat menjunjung

tinggi nilai kebersamaan dan kerjasama antara atlet yang satu dengan atlet

yang lainnya. Interaksi itu dilandasi oleh adanya kepentingan yang sama

dalam mencapai tujuan mereka. Dimana tujuan tersebut adalah untuk

menciptakan kerukunan, kebersamaan dan keharmonisan didalam lingkup

PPLP Pencak Silat agar mereka dapat berprestasi setinggi-tingginya.

Bentuk kerjasama yang terjadi adalah saling bantu membantu dalam

kegiatan sosial seperti kerja bakti membersihkan lingkup asrama dan tempat

latihan, kerjasama dalam kegiatan belajar, kerjasama dalam latihan, dan juga

kerjasama dalam bidang transportasi. Sedangkan persaingan yang terjadi antar

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1.digilib.uinsby.ac.id/8934/5/bab 2.pdf · perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi Suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif

atlet di PPLP Pencak Silat adalah persaingan dalam bertanding, persaingan

dalam bidang prestasi akademis, persaingan dalam hal latihan, dan persaingan

dalam bidang ekonomi.

Konflik yang terjadi antar atlet di PPLP Pencak Jawa Tengah disini

biasanya mengarah pada suatu bentuk konflik laten yaitu suatu bentuk konflik

yang dilakukan tidak secara terang-terangan atau dengan kata lain secara

tersembunyi. Rasa tidak suka ini sebenarnya lebih kepada sifat atau karakter

yang berbeda-beda antara atlet yang satu dengan atlet yang lain sehingga

menimbulkan ketidak cocokan sifat dan karakter satu sama yang lainnya.