bab ii kajian teori 2.1 penelitian terdahulu

24
7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kelayakan usaha banyak dilakukan antara lain usahatani pertanian , usaha bidang makanan, usaha jasa maupun lainnya hingga usaha bidang peternakan. Sapi potong merupakan topik tidak asing untuk diteliti, hal itu diakibatkan oleh banyaknya bisnis yang bergerak dalam peternakan sapi potong. Bisnis peternakan tersebut berfokus pada aspek penggemukan yaitu sapi dipelihara dalam kandang dengan sistem yang intensif sehingga jangka waktu 3-4 bulan sudah menghasilkan bobot yang diinginkan. Untuk melengkapi teori-teori dalam penelitian ini maka peneliti mengemukakan mengenai hasil, persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan sekarang. Penelitian yang dilakukan Makkan, et al. (2014) mengenai “Analisis Keuntungan Penggemukan Sapi Potong Kelompok Tani “Keong Mas” Desa Tambulango Kecamatan Sangkub Bolaang Mongondow Utara (Studi Kasus)” memiliki tujuan untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan usaha. Metode analisis yang digunakan adalah studi kasus artinya melakukan pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian sehingga diperoleh pemahaman dan melaporkan hasilnya secara rinci. Sumber data yang digunakan yaitu primer dan sekunder cara pengambilannya yaitu mengamati, wawancara, serta dokumentasi selain itu menggunakan data sekunder dari instansi daerah setempat dan kelompok ternak sapi ntersebut.

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

7

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kelayakan usaha banyak dilakukan antara lain

usahatani pertanian , usaha bidang makanan, usaha jasa maupun lainnya hingga

usaha bidang peternakan. Sapi potong merupakan topik tidak asing untuk diteliti,

hal itu diakibatkan oleh banyaknya bisnis yang bergerak dalam peternakan sapi

potong. Bisnis peternakan tersebut berfokus pada aspek penggemukan yaitu sapi

dipelihara dalam kandang dengan sistem yang intensif sehingga jangka waktu 3-4

bulan sudah menghasilkan bobot yang diinginkan. Untuk melengkapi teori-teori

dalam penelitian ini maka peneliti mengemukakan mengenai hasil, persamaan dan

perbedaan penelitian terdahulu dengan sekarang.

Penelitian yang dilakukan Makkan, et al. (2014) mengenai “Analisis

Keuntungan Penggemukan Sapi Potong Kelompok Tani “Keong Mas” Desa

Tambulango Kecamatan Sangkub Bolaang Mongondow Utara (Studi Kasus)”

memiliki tujuan untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan usaha. Metode

analisis yang digunakan adalah studi kasus artinya melakukan pengamatan

langsung terhadap lokasi penelitian sehingga diperoleh pemahaman dan

melaporkan hasilnya secara rinci. Sumber data yang digunakan yaitu primer dan

sekunder cara pengambilannya yaitu mengamati, wawancara, serta dokumentasi

selain itu menggunakan data sekunder dari instansi daerah setempat dan kelompok

ternak sapi ntersebut.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

8

Berdasarkan analisisnya hasil pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 7.433.750

dari 15 ekor sapi yangdipelihara. Hasil kelayakan usaha menunjukkan nilai NPV

sebesar Rp 38.795.714, IRR yaitu 38% sedangkan net B/C sebesar 1,95. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi di kelompok “Keong Mas”

layak untuk dijalankan. Penelitian kali ini memiliki persamaan dan perbedaan

dengan penelitian tedahulu dari Makkan, et all. (2014) yaitu sama-sama meneliti

aspek biaya meliputi biaya variabel, biaya tetap, dan total biaya digunakan untuk

menganalisis pendapatan dan penerimaan serta kelayakan usahanya analisis net

B/C setara dengan R/C. Perbedaan terdapat pada analisis kelayakan usaha lainnya

yaitu NPV, IRR, BEP karena peneliti sekarang hanya menggunakn analisis R/C

Ratio untuk mengetahui kelayakan usahanya.

Sahala, et al. (2016) melakukan analisis tentang kelayakan finansial usaha

penggemukan sapi simmental peranakan ongole dan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap jumlah kepemilikan pada peternakan rakyat di kabupaten

karanganyar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha

penggemukan sapi potong SimPO dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

jumlah kepemilikan peternakan rakyat di Kabupaten Karanganyar. Metode

penelitiannya adalah metode survei dengan bantuan kuisioner sebagai acuan. Data

yang digunakan adalah primer dimana pengambilan datanya meliputi karakteristik

responden antara lain usia, pendidikan formal, pekerjaan utama, jumlah anggota

keluarga produktif, luas kepemilikan lahan, pengalaman beternak dan aspek teknis

yang berpengaruh terhadap biaya dan penerimaan. Metode analisis datanya yaitu

menganalisis kelayakan finansial seperti Net Present Value (NPV) Benefit Cost

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

9

Ratio (BCR) Internal Rate Of Return (IRR) dan Break Even Point (BEP) serta

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepemilikan dianalisis menggunakan

regresi berganda.

Berdasarkan hasil analisis total biaya sebesar Rp 74.338,58 hal itu sudah

mencakup biaya pakan, kesehatan ternak dan penyusutan investasi. Hasil

kelayakan usaha dengan kriteria NPV nilainya sebesar Rp 31.263.263,65 nilai

BCR adalah 1,95 untuk IRR sebanyak 20,24% dan BEP berdasarkan unit

sebanyak 2,55 ekor sedangkan BEP rupiah sebesar Rp 30.582.616,57. Penelitian

terdahulu mempunyai kesamaan yaitu mengenai analisis aspek teknis ekonomi

(biaya) dan penerimaan serta kelayakan usahanya adalah Break Even Point (BEP)

selain itu ada perbedaan dari segi data yang diambil, analisis regresi berganda

digunakan untuk menganalisis faktor-faktor kepemilikan dan kelayakan finansial

yaitu Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (BCR) Internal Rate Of Return

(IRR).

Analisis Kelayakan Usaha Secara Finansial Dan Efisiensi Produksi Di

Peternakan Sapi Perah Pt. Fructi Agri Sejati Kabupaten Jombang yang diteliti oleh

Khafsah et al. (2018) bertujuan untuk mengetahui tentang analisis kelayakan

usaha secara finansial dan efisiensi produksi peternakan Pt. Fructi Agri Sejati

dengan kapasitas 100 ekor sapi. Penelitian menggunakan metode survei dan jenis

datanya primer diperoleh melalui wawancara langsung memakai bantuan

kuisioner dan sekundernya berdasarkan pembukuan di Pt. Fructi Agri Sejati. Jenis

penelitiannya deskriptif yaitu menggambarkan kondisi kelayakan usaha sapi perah

yang dijalankan PT tersebut. Analisis finansial meliputi beberapa kriteria yaitu

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

10

Net Present Value (NPV), Benefict Cost Ratio (B/C), Internal Rate Return (IRR),

dan Payback Period (PP) serta R/C Ratio digunakan untuk menganalisis efisiensi

produksi.

Berdasarkan analisis diperoleh nilai penermaan rata-rata per tahun sebesar

Rp 1.800.232.042 dan pendapatannya Rp 25.377.666. hasil kelayakan usaha nilai

NPV sebesar Rp 181.016.633 untuk nilai Net B/C sebesar 1,15 sedanngkan IRR

sebanyak 12,3% serta PP = 7,2 tahun artinya pengembalian modal investasi

selama 7,2 tahun apabila usaha berjalan lebih dari itu sudah layak dijalankan,

untuk analisis R/C Ratio nilainya 1,18 > 1 kriterianya sudah efisien. Persamaan

dan perbedaan terdapat dalam penelitian terdahulu dengan sekarang antara lain

saling meneliti kelayakan usaha mengenai R/C Ratio dan bedanya pada objek

analisis yaitu sapi perah serta finansialnya menganalisis beberapa kriteria seperti

Net Present Value (NPV), Benefict Cost Ratio (B/C), Internal Rate Return (IRR),

dan Payback Period (PP), maka dari itu peneitian ini hanya dijadikan acuan

penulisan mengenai analisis kelayakan usaha R/C Ratio yang dilakukan oleh

peneliti sekarang.

Penelitian yang dilakukan oleh N. Diatmojo & Sari (2012) mengenai

“Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH)

Jantan di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali” memiliki tujuan untuk

mengetahui kelayakan finansial (Net Present Value, Benefit Cost Ratio, Internal

Rate of Return dan Payback Period of Credit ) dan Break Even Point (BEP) pada

usaha penggemukan sapi jantan PFH jantan. Metode penelitian menggunakan

metode survei (survey method) dimana data dikumpulkan dari sejumlah unit atau

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

11

individu dalam jangka waktu bersamaan dengan bantuan pertanyaan bentuknya

kuisioner. Hasil survei yang didapatkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif

kuantitatif dimana memaparkan dalam bentuk angka-angka. Pengambilan sampel

peternak dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu peternak memiliki

sapi PFH jantan minimal dua ekor sehingga jumlah sampel penelitian sebanyak 60

responden.

Berdasarkan analisis diketahui nilai penerimaan sebesar Rp 25.703.234,88

hasil itu diperoleh dari penjualan ternak dengan rata-rata kepemilikan 4

ekor/tahun sedangkan pendapatannya sebesar Rp 4.654.322/tahun yang

merupakan keuntungan bersih karena sudah dikurangi biaya operasional. Hasil

analisis kelayakan menunjukkan bahwa nilai Net Present Value (NPV) Rp

14.750.373,83, Internal Rate of Return (IRR) 46,3%, Net Benefit Cost Ratio

(BCR) 1,9, Payback Period of Credit (PPC) 1,61 tahun artinya jangka waktu

pengembalian investasinya adalah 1,61 tahun, untuk analisis Break Even Point

(BEP) terdapat dua kriteria dalam rupiah sebesar Rp 40.196.379,48 dimana

peternak jika memiliki nilai penjualan tersebut tidak mengalami untung maupun

rugi sedangkan kriteria unit sebanyak 6,26 ekor hal itu berarto peternak

mendapatkan keuntungan apabila memeliharara sapi lebih dari 7 ekor. Penelitian

terdahulu ini memiliki persamaan dengan sekarang antara lain pada pengambilan

sampel secara sengaja (purposive sampling) dan analisis Break Even Point, selain

itu terdapat perbedaanya yaitu jumlah responden dan analisis kriteria kelayakan

usaha yang lainnya seperti Net Present Value, Benefit Cost Ratio, Internal Rate of

Return dan Payback Period.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

12

Analisis Finansial Sistim Penggemukan Sapi Potong oleh Perusahaan dan

Peternakan Rakyat di Kabupaten Kupang yang dilakukan oleh E. Edi Sunarto, et

al (2016) bertujuan untuk menganalisis pendapatan usaha penggemukan sapi di

perusahaan PT Bumi Tirta dan peternakan rakyat di Kabupaten Kupang selain itu

untuk menganalisis kelayakan finansial meliputi Net Present Value (NPV),

Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Payback

period (PP). Penelitian dilakukan selama 2 bulan menggunakan metode survei

yaitu pengumpulan data dari unit atau individu dalam jangka waktu bersamaan

dengan bantuan kuisioner pertanyaan. Lokasi ditentukan secara sampel acak

(klaster random sampling) sehingga diperoleh 3 (tiga) kecamatan yaitu kecamatan

Amarasi Timur, Amarasi Barat dan Amarasi, dari ketiga tempat tersebut

dilakukan pengambilan sampel secara acak (purposive sampling) sehingga

diperoleh 1 kelompok peternak penggemukan sapi yang terdiri 20 orang anggota

dan total keseluruhan 60 responden. Analisis data tidak hanya mengkaji kelayakan

finansial tetapi faktor-faktor mempengaruhi pendapatan usaha ternak sapi potong

dianalisis menggunakan analisis Regresi Linier Berganda.

Berdasarkan analisis-analisis tersebut diperoleh hasil antara pendapatan di

peternakan rakyat sebesar Rp 22.740.313/tahun atau Rp 2.344.362/ekor/tahun

sedangkan pendapatan di perusahaan sebesar Rp 612.218.595 atau Rp

1.224.473/ekor/tahun artinya hasilnya tidak jauh berbeda antara sistem

penggemukan di peternakan rakyat dengan perusahaan PT. Bumi Tirta. Hasil

analasis kriteria kelayakan atau finansial di peternakan rakyat menunjukkan

bahwa nilai NPV sebesar Rp 7.493.671, IRR sebanyak 25%, B/C Ratio 1,65 dan

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

13

IRR sebesar 19%, PP 1,71 tahun, dari keseluruhan aspek tersebut maka usaha

ternak sapi di tingkat rakyat sudah layak secara finansial. PT Bumi Tirta juga

mengkaji hal serupa dan diketahui hasilnya sebagai berikut : nilai NPV sebesar Rp

7.472.015.043, nilai Net B/C adalah 3.09, untuk IRR sebanyak 30,15% terakhir

PP 4,27 Tahun hasil itu sudah menunjukkan bahwa penggemukan sapi potong di

perusahaan juga menguntungkan atau layak. Faktor-faktor mempengaruhi

pendapatan penggemukan sapi jantan tingkat rakyat dianalisis dengan regresi

linier berganda disimpulkan terdapat jumlah ternak, harga bakalan, biaya tenaga

kerja dan harga jual yang berpengaruh sedangkan di perusahaan biaya kandang,

harga pakan dan harga jual, dari kedua perbandingan itu tidak berbanding jauh

faktor-faktornya. Penelitian terdahulu dan sekarang memiliki persamaan antara

lain analisisnya yaitu analisis pendapatan,analisis B/C Ratio (setara R/C Ratio)

dan metode survey dengan kuisioner, selain itu terdapat perbedaan pula dalam hal

kelayakan usaha karena krtiterianya lebih banyak yaitu Net Present Value (NPV),

Internal Rate Return (IRR), Payback period (PP) serta analisis faktornya regresi

linier berganda, dengan ini penelitian terdahulu yang sudah dilakukan hanya

sebagai referensi karena peneliti sekarang cuma mengunakan analisis R?C Ratio.

Penelitian mengenai “Analisis Kelayakan Usaha Sapi Potong Dengan

Metode Zero Waste Farming Di Kecamatan Parongpong” yang dilakukan oleh

Steflyando, et al. (2014) bertujuan dalam rangka menganalisis aspek-aspek studi

kelayakan guna mengetahui kelayakan usaha sapi potong dengan menggunakan

konsep Zero Waste Farming. Metode penelitian dilakukan beberapa tahapan

pertama mengidentifikasi permasalahan, kedua menentukan analisis secara

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

14

sistematis terhadap lima aspek yang diteliti terkait usaha itu antara lain aspek

pasar, aspek teknis, aspek legal dan lingkungan, aspek manajemen sumber daya

manusia, dan aspek finansial. Kelima aspek tersebut dianalisis satu persatu

sehingga nantinya diketahui penjelasan mengenai hal itu semua. Berdasarkan

analisis diperoleh keterangan bahwa dari aspek finansial menunjukkan pendapatan

di tahun 1 adalah Rp 4.090.410.00 hingga tahun 10 sebesar Rp 6.143.085.128

artinya keuntungan usaha setiap tahunnya meningkat. Hasil kelayakan usaha atau

finansial lainnya perhitungan Net Present Value (NPV), dan Interest Return of

Rate (IRR), Payback Period (PP) 5 tahun 2 bulan sebagai syarat kelayakan

pendirian usaha sapi potong, Net Present Value (NPV) Rp. 3.312.004.581, dan

Interest Return of Rate (IRR) 12,3%. Penelitian kali ini mempunyai persamaan

dalam hal analisis aspek finansial salah satunya pendapatan dan memiliki

perbedaan sangat banyak mulai mulai aspek pasar, aspek teknis, aspek legal dan

lingkungan, aspek manajemen sumber daya manusia, dan aspek finansial

(Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), dan Interest Return of Rate

(IRR). Adanya perbedaan dan persamaan dalam penelitian ini tidak

mempengaruhi penelitian yang sekarang dilakukan karena peneliti kali ini hanya

menganalisis kelayakan usaha dengan alat analisis R/C Ratio sehingga tidak ada

perhitungan usaha per tahun seperti Cash Flow, Arus Kas, dan lain-lain sebab

penggemukan sapi dilakukan selama 90 Hari saja.

Lestari, et al. (2015) menganalisis keuntungan finansial usaha

penggemukan sapi potong di Kabupaten Bojonegoro memiliki tujuan untuk

mengetahui tingkat keuntungan finansial usaha yang dijalankan karena daerah

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

15

tersebut merupakah salah satu sentra sapi jenis Peranakan Ongole (PO) di Jawa

Timur. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi langsung dan

wawancara bersama peternak mengacu pada kuisioner pertanyaan sebagai

bantuan. Jenis datanya ada dua yaitu primer meliputi identitas peternak,

penerimaan penjualan sapi potong, dan komponen biaya sedangkan sekunder

diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kecamatan Tambakrejo dan Dinas

Peternakan Kabupaten Bojonegoro. Layak tidaknya suatu usaha dapat dilihat

apabila menguji aspek finansialnya seperti penelitian ini menganalisis parameter

kelayakan usaha seperti analisis Rasio B/C, Payback Period (PBP), dan analisis

titik impas atau Break Even Point (BEP), selain itu lebih baik jika dilengkapi

dengan perhitungan Net Present Value (NPV), dan Internal Rate Of Return (IRR).

Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan hasil penerimaan tahun 1

sebesar Rp 18.586.666,67 hingga tahun ke 5 sebesar Rp 21.378.666,67 hal itu

dapat disimpulkan bahwa penerimaan setiap tahunnya mengalami kenaikan

signifikan, untuk laba diperoleh hasil tahun 1 Rp 947.045.40 sampai tahun 5

sebesar Rp 5.252.074,99 artinya laba bersih juga mengalami peningkatan. Hasil

kelayakan usaha kriteria B/C nilainya sebesar 1,23, NPV tahun 1 Rp (-

10.445.024,23) karena masih menanggung beban investasi ditahun tersebut

selanjutnya NPV tahun berikutnya meningkat, nilai BEP Produksi sebesar

86,09Kg tiap ekor selama 4 bulan apabila peternak mencapai angka itu usaha

tidak mengalami kerugian sedangkan BEP Harga nilainya Rp 2.207.649,716

artinya peternak dalam menjual sapinya tidak untung. Persamaan penelitian

terdahulu dengan sekarang terletak pada analisis data yaitu analisis aspek biaya,

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

16

penerimaan, pendapatan dan kelayakan usaha Rasio B/C,, sedangkan

perbedaannya adalah kriteria finansial lainnya seperti analisis Break Even Point

(BEP), Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), dan Internal Rate Of

Return (IRR). Penelitian terdahulu yang ditulis ini digunakan sebagi referensi

penulisan karena peneliti sekarang hanya menggunakan analisis kelayakan usaha

R/C Ratio tanpa adanya perhitungan usaha per tahun.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

17

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Sapi Potong

Sapi potong adalah salah satu hewan ternak yang menghasilkan daging di

Indonesia. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini

berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Produksi

daging sapi dalam negeri hingga saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan

karena populasi dan tingkat produktivitas ternak masih rendah. Rendahnya

populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh

peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas. Sapi potong dipelihara

oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah

tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola usaha ternak sapi

potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan bibit atau

penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman pangan

maupun tanaman perkebunan (Suryana, 2009).

2.2.2 Jenis-jenis Sapi Potong

1. Sapi Bali

Sapi Bali merupakan sapi lokal yang berasal dari Provinsi Bali. Sapi ini

murni merupakan keturunan langsung dari sapi liar (banteng) yang telah

mengalami proses penjinakan sejak berabad lalu. Penyebaran sapi ini meliputi

daerah Bali, NTT, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Keaslian sapi domestik ini

dipertahankan, tetapi di Sulawesi dan pulau-pulau lain banyak disilangkan dengan

sapi ongole. Keunggulan sapi Bali antara lain adalah daging dan daya

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

18

reproduksinya yang bagus sehingga sapi ini menjadi primadona di kalangan

peternak di Indonesia (Suroto & Nurhasan, 2014).

2. Sapi Ongole

Sapi ongole bukanlah merupakan sapi asli Indonesia, melainkan berasal dari

India. Sapi ini di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sumba ongole

(SO) dan peranakan ongole (PO). Sumba ongole merupakan keturunan murni sapi

nellore dari India yang memiliki sifat mudah beradaptasi sehingga mampu

tumbuh secara murni di Pulau Sumba, sedangkan peranakan ongole merupakan

sapi hasil persilangan antara sumba ongole dengan sapi jawa. Ciri khas sapi

ongole adalah berbadan besar, berpunuk besar, bergelambir longgar, dan berleher

pendek (Suroto & Nurhasan, 2014).

3. Sapi Fries Holstein (FH)

Sapi fries holstein (FH) ini tergolong sapi perah yang dipelihara untuk

menghasilkan susu. Sapi ini berasal dari Belanda memiliki warna belang hitam

dan putih dengan ciri khusus segitiga pada bagian dahi. Pertumbuhan yang cukup

tinggi dari sapi ini, maka sapi-sapi jantannya sering pula dipelihara untuk

dijadikan sapi potong. Beberapa daerah di Indonesia sapi ini kerap disilangkan

dengan sapi jawa asli dengan pola grading up yang mengahasilkan keturunan

yang sering disebut peranakan fries holstein (PFH) (Aplunggi, et all., 2017).

4. Sapi Brahman

Sapi brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi zebu

(Bos Indicus). Sapi ini berkembang pesat di Amerika Serikat karena pola

pemeliharaan dan sistem perkawinan yang terkontrol sehingga sapi brahman ini

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

19

banyak dieskpor ke Australia dan disilangkan dengan sapi asal Eropa. Persilangan

tersebut menghasilkan sapi bakalan yang banyak dipelihara untuk digemukkan di

Indonesia (Aplunggi, et al.,, 2017).

5. Sapi Madura

Sapi Madura sangat terkenal sebagai sapi karapan, selain itu jenis sapi ini

juga digunakan sebagai sapi kerja dan sapi potong. Sapi madura merupakan hasil

persilangan antara Bos indicus dari India dengan Bos indicus yang tumbuh dan

berkembang di Madura. Ciri khas umumnya tubuh sapi ini kecil dan berkaki

pendek (Suroto & Nurhasan, 2014).

2.2.3 Populasi Sapi Potong

Populasi sapi potong di Indonesia periode 1984-2017 menunjukkan

pertumbuhan positif, rata-rata meningkat sebesar 1,99% per tahun, tertinggi

terjadi pada tahun 2014 sebesar 16,09%.

Gambar 2. 1. Perkembangan Populasi Sapi Potong di Indonesia

Sumber : Pusdatin, (2017)

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

20

Tabel 2. 1. Perkembangan Populasi Sapi Potong Di Indonesia, 1984 –1993 Tahun

Indonesia

(juta ekor)

Pertumbuhan

%

Jawa (juta

ekor)

Pertumbuhan

%

Luar Jawa

(juta ekor)

Pertumbuhan

%

1984 9,24 3,90 5,34

1985 9,11 -1,35 4,21 7,96 4,90 -8,15

1986 9,43 3,53 4,27 1,58 5,16 5,21

1987 9,51 0,81 4,32 1,17 5,19 0,51

1988 9,78 2,80 4,37 0,98 5,41 4,32

1989 10,09 3,27 4,42 1,21 5,68 4,93

1990 20,41 3,12 4,51 2,18 5,90 3,86

1991 10,75 3,26 4,60 1,92 6,15 4,29

1992 11,21 4,29 4,71 2,46 6,50 5,67

1993 10,83 -3,41 4,73 0,37 6,10 -6,14

Jumlah 110,36 16,32 44,04 19,83 56,33 14,5

Rata-rata 11,036 1,632 4,404 1,983 5,633 1,45

Sumber : Pusdatin, (2017) Diolah 2019

Perkembangan populasi sapi potong di Indonesia dari tahun ke tahun,

diwarnai penurunan dan peningkatan. Data yang dihimpun oleh Pusat Data dan

Informasi Kementerian Pertanian menunjukkan sapi potong berkembang di

wilayah Jawa dan Luar Jawa. Data tersebut terlihat jumlah sapi potong di

Indonesia sebesar 110,36 juta ekor mulai 1984 sampai 1993, untuk nilai rata-

ratanya sebesar 11,036 juta ekor artinya setiap tahun populasi perkembangan

mencapai angka tersebut. Melihat dari wilayah Jawa tercatat selama periode itu

jumlah populasinya adalah 44,04 juta ekor dengan nilai rata-rata 4,404 juta ekor.

Perbandingan dengan luar jawa jumlahnya sebesar 56,33Juta ekor dengan rata-

rata 5,633 dapat disimpulkan bahwa perkembangan populasi sapi potong

didominasi Luar Jawa.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

21

Tabel 2. 2. Perkembangan Populasi Sapi Potong Di Indonesia, 1994-2003

Tahun Indonesia

(juta ekor)

Pertumbuhan

%

Jawa (juta

ekor)

Pertumbuhan

%

Luar Jawa

(juta ekor)

Pertumbuhan

%

1994 11,37 4,97 4,96 4,78 6,41 5,12

1995 11,53 1,46 4,95 -0,21 6,59 2,76

1996 11,82 2,44 5,01 1,29 6,80 3,30

1997 11,94 1,04 5,02 0,26 6,92 1,62

1998 11,63 -2,55 4,82 -3,98 6,81 -1,52

1999 11,28 -3,08 4,98 3,18 6,30 -7,51

2000 11,01 -2,37 5,01 0,68 6,00 -4,79

2001 10,22 -7,20 4,26 -15,06 5,96 -0,64

2002 11,30 10,60 5,07 19,03 6,23 4,57

2003 10,50 -7,02 4,32 -14,73 6,18 -0,76

Jumlah 112,6 -1,71 48,4 -4,76 64,2 2,15

Rata-rata 11,26 -0,171 4,84 -0,476 6,42 0,215

Sumber : Pusdatin, (2017) Diolah 2019

Berdasarkan tabel 2.2 tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan

populasi sapi potong di Indonesia selama periode 1994 hingga 2003 masih di

dominasi dari Luar Jawa, hal itu sesuai dengan nilai yang ditunjukkan yaitu

sebesar 64,2 Juta ekor dengan rata-rata per tahun 6,42Juta ekor sedangkan

perbandingannya jumlah populasi di Jawa adalah 48,4 Juta ekor dan rata-ratanya

4,84 juta ekor.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

22

Tabel 2. 3. Perkembangan Populasi Sapi Potong Di Indonesia, 2004-2017

Tahun Indonesia

(juta ekor)

Pertumbuhan

%

Jawa (juta

ekor)

Pertumbuhan

%

Luar Jawa

(juta ekor)

Pertumbuhan

%

2004 10,53 0,27 4,37 1,13 6,16 -0,32

2005 10,57 0,35 4,42 1,07 6,15 -0,17

2006 10,88 2,89 4,50 1,98 6,37 3,55

2007 11,51 5,88 4,71 4,53 6,81 6,84

2008 12,26 6,44 5,45 15,85 6,80 -0,06

2009 12,76 4,11 5,65 3,62 7,11 4,50

2010 13,58 6,44 5,99 5,98 7,59 6,80

2011 14,82 9,15 7,51 25,45 7,31 -3,70

2012 15,98 7,80 7,85 4,54 8,13 11,15

2013 12,69 -20,62 5,79 -26,27 6,90 -15,15

2014 14,73 16,09 6,50 12,16 8,23 19,38

2015 15,42 4,70 6,70 3,14 8,72 5,94

2016 16,00 3,79 6,86 2,42 9,14 4,84

2017 16,60 3,72 7,07 3,08 9,53 4,20

Jumlah 188,33 28,3 27,13 20,8 35,62 34,36

Rata-rata 18,833 2,83 2,713 2,08 3,562 3,436

Sumber : Pusdatin, (2017) Diolah 2019

Perkembangan populasi sapi potong dari tahun 1984 sampai 2003 banyak

mengalami peningkatan, melihat dari sektor wilayahnya Luar Jawa terus

mendominasi. Hasil tabel 2.3 menunjukkan jumlah nilai di Luar Jawa sebesar

35,62 juta ekor selama periode 2004-2017 dengan rata-rata sebesar 3,562 untuk

setiap tahunnya, dibandingkan dengan Jawa diperoleh jumlah 27,13 juta ekor dan

rata-ratanya adalah 2,713 juta ekor setiap tahun. Kesimpulan akhir yaitu populasi

perkembangan sapi potong di Indonesia mulai tahun 1984-2017 didominasi oleh

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

23

wilayah Luar Jawa. Hasil tersebut tidak menjamin bahwa Indonesia tidak akan

melakukan impor karena hingga saat ini produksi daging masih kurang.

2.2.4 Sentra Populasi Sapi Potong Di Indonesia

Sentra populasi sapi potong hanya terdapat dibeberapa provinsi di

Indonesia. Sapi potong dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan

daging supaya tidak melakukan impor, hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah

ini persentase wilayah pengembang sapi potong.

Gambar 2. 2. Perkembangan Sentra Populasi Sapi Potong di Indonesia, 2013 –

2017 Sumber : Pusdatin, (2017)

Sentra populasi sapi potong di Indonesia tahun 2013-2017 terdapat di 10

provinsi, memberikan kontribusi hingga 77,85% dari total populasi sapi potong

nasional.

Tabel 2. 4. Sentra Populasi Sapi Potong di Indonesia, 2013 – 2017

Sumber : Pusdatin, (2017)

Kumulatif

2013 2014 2015 2016 2017 Kontribusi (%)

Jawa Timur 3.586.709 4.125.333 4.267.325 4.407.807 4.545.780 4.186.591 27,75 27,75

Jawa Tengah 1.500.077 1.592.638 1.642.578 1.674.573 1.718.206 1.625.614 10,77 38,52

Sulawesi Selatan 984.036 1.200.137 1.289.442 1.366.665 1.434.999 1.255.056 8,32 46,84

Nusa Tenggara Barat 648.939 1.013.793 1.055.013 1.092.719 1.128.760 987.845 6,55 53,39

Nusa Tenggara Timur 803.450 865.731 899.534 984.508 1.003.704 911.385 6,04 59,43

Sumatera Utara 523.277 646.749 662.234 702.170 718.757 650.637 4,31 63,74

Lampung 573.483 587.827 653.537 665.244 672.711 630.560 4,18 67,92

Aceh 404.221 511.362 580.287 600.759 627.629 544.852 3,61 71,53

Bali 478.146 553.582 543.642 546.370 562.325 536.813 3,56 75,09

Jawa Barat 382.949 419.077 425.826 413.372 435.529 415.351 2,75 77,85

Lainnya 2.800.952 3.210.646 3.400.300 3.549.910 3.750.847 3.342.531 22,15 100,00

Indonesia 12.686.239 14.726.875 15.419.718 16.004.097 16.599.247 15.087.235 100,00

Provinsi

Tahun (Ekor)Rata-rata Kontribusi (%)

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

24

Periode sentra populasi sapi potong bersumber tetap dari tiga provinsi yaitu

Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Provinsi Jawa Timur merupakan

kontributor terbesar yakni sebesar 27,75% atau sekitar 4,19 juta ekor, selanjutnya

diikuti oleh Jawa Tengah dengan kontribusi 10,77% atau sekitar 1,63 juta ekor,

dan Sulawesi Selatan dengan kontribusi 8,32% atau sekitar 1,25 juta ekor. Sentra

populasi sapi potong lainnya adalah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

Sumatera Utara, Lampung, Aceh, Bali, dan Jawa Barat, dengan kisaran kontribusi

2,75% sampai dengan 6,55% (Pusdatin, 2017).

2.3 Analisis Biaya Penggemukan Sapi Potong

2.3.1 Analisis Total Biaya

Biaya merupakan komponen utama dalam menjalankan usaha. Komponen

biaya dikelompokan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah

biaya yang dikeluarkan untuk menunjang usaha dan nilainya tidak berubah seiring

berjalan usahanya. Komponen biaya tetap terdiri dari gaji tenaga pengelola,

penyusutan peralatan dan bangunan dan sewa tanah. Biaya tidak tetap adalah

biaya yang dikeluarkan dimana nilainya terus berubah seiring berjalan usahanya.

Komponen biaya tidak tetap terdiri dari biaya pengadaan bahan, biaya overhead,

biaya pengadaan bibit sapi ,biaya transport, upah tenaga kerja tidak tetap/tenaga

harian (Itta & Yoesran, 2015).

Jumlah total biaya dalam usaha merupakan penjumlahan antara biaya tetap

dengan biaya tidak tetap. Jumlah total biaya di analisis dengan rumus sebagai

berikut :

TC = FC + VC

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

25

Keterangan :

TC = Total Cost (Biaya Total) (Rp/Ekor)

FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) (Rp)

VC = Variabel Cost (Biaya Variabel) (Rp/Ekor)

2.3.2 Analisis Penerimaan

Penerimaan yaitu perolehan dari sapi potong yang telah dijual ke pasar

berdasarkan harga taksiran seorang pedagang maupun ke Rumah Potong Hewan

(RPH) sesuai bobot yang ditimbang menggunakan timbangan, Popidylah &

Radian (2015) menjelaskan bahwa penerimaan diperoleh dari bobot sapi potong

dikalikan dengan harga jual sapi hidup per kg sesuai keadaan di lokasi penjualan.

Perolehan penerimaan tersebut, untuk mengatahuinya maka digunakan analisis

penerimaan dengan rumus sebagai berikut:

TR = P x Q

Keterangan :

TR : Total Penerimaan (Total Revenue) (Rp/Ekor)

P : Harga Jual Sapi Potong (Rp/Kg)

Q : Bobot Sapi Potong (Kg/Ekor)

2.3.3 Analisis Pendapatan

Rahmah (2015) menjelaskan bahwa pendapatan usaha ternak merupakan

penerimaan bersih ataupun keuntungan yang diperoleh dari hasil penerimaan

dikurangi dengan semua komponen biaya untuk penggemukan sapi potong (Biaya

Variabel) dan biaya penyusutan investasi (Biaya Tetap). Pendapatan dalam usaha

penggemukan sapi dihitung secara rinci untuk per ekornya, sehingga dapat

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

26

diketahui keuntungan setiap ekor sapi. Analisis pendapatan dilakukan dengan

metode analisis dengan rumus sebagai berikut :

𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶

Keterangan :

Π = Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong (Rp/Ekor)

TR = Total (Revenue) Penerimaan (Rp/Ekor)

TC = Total (Cost) Biaya Penggemukan Sapi (Rp/Ekor)

2.4 Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong

2.4.1 Analisis Return Cost Ratio (R/C Ratio)

Analisis ini merupakan perbandingan antara penerimaan yang diperoleh dari

usaha penggemukan sapi potong dengan seluruh komponen biaya atau total biaya

. Analisis R/C Ratio ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang

diperoleh dari usaha tersebut selama satu periode penggemukan. Rumus dari R/C

Ratio sebagai berikut :

R/C Ratio = 𝑇𝑅

𝑇𝐶

Keterangan :

R/C Ratio : Revenue Cost Ratio (R/C)

TR : Total Revenue (Penerimaan) (Rp/Ekor)

TC : Total (Cost) Biaya Penggemukan Sapi (Rp/Ekor)

Kriteria pengambilan keputusan analisis R/C Ratio sebagai berikut :

1. Jika nilai R/C > 1 maka kegiatan usaha penggemukan sapi yang dilakukan

dapat dikatakan efisien atau menguntungkan karena, dapat memberikan

penerimaan lebih besar daripada pengeluarannya,

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

27

2. Jika nilai R/C < 1 maka kegiatan usaha penggemukan sapi yang dilakukan

dapat dikatakan tidak efisien atau tidak menguntungkan karena, tidak dapat

memberikan penerimaan lebih besar daripada pengeluarannya,

3. Jika nilai R/C = 1 maka kegiatan usaha penggemukan sapi yang dilakukan

dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas)

karena, penerimaan diterima sama dengan pengeluaran.

Nilai R/C menunjukkan kondisi suatu usaha menguntungkan atau merugi

sehingga bisa diketahui layak tidaknya untuk terus dijalankan (Nurjana Nyoman,

et all., 2015).

2.4.2 Analisis Return on Investment (ROI)

Kinerja keuangan sebuah perusahaan bisa dinilai menggunakan analisis

Return on Investment. Rosmawati, (2015) mengungkapkan bahwa Return on

Investment (ROI) merupakan suatu untuk mengukur seberapa besar dan banyak

laba bersih yang diperoleh dari seluruh investasi perusahaan. Analisis Return on

Investment lebih memusatkan perhatian pada nilai rasio dan presentase, apabila

semakin tinggi atau besar nilai rasio maupun persentasenya, maka semakin baik

Return on Investment-nya. Rumus Return on Investment (ROI) sebagai berikut :

ROI = Keuntungan

Biaya Total x 100%

ROI : Analisis keuangan perusahaan dalam presentase (%)

Keuntungan : Jumlah pendapatan bersih perusahaan (Rp)

Biaya Total : Jumlah biaya yang digunakan (Rp)

Kriteria keputusan analisis Return on Investment (ROI) diungkapkan oleh Yunita,

(2017) adalah :

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

28

- Apabila nilai ROI > i (tingkat suku bunga yang belaku ), maka usaha

tersebut layak untuk dijalankan.

- Apabila nilai ROI < i (tingkat suku bunga yang berlaku), maka usaha

tersebut tidak layak dijalankan sehingga wajib perbaikan usaha.

2.5 Aspek-Aspek dalam Studi Kelayakan Bisnis

1. Aspek Pasar dan Pemasaran

Analisis aspek pasar dan pemasaran dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui berapa estimasi permintaan, estimasi realisasi permintaan, serta

strategi dan bauran pemasaran. Aspek pasar dan pemasaran menyajikan tentang

peluang pasar, perkembangan permintaan produk di masa mendatang, kendala-

kendala yang dihadapi seperti keberadaan pesaing (Ashfa Durri & Muhammad

Saifi, 2016).

2. Aspek Teknis dan Produksi

Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkaitan dengan proses

pembangunan fisik usaha secara teknis dan pengoperasiannya setelah bangunan

fisik selesai dibangun. Pembahasan dalam aspek teknis meliputi penentuan lokasi

proyek, perolehan bahan baku produksi, serta pemilihan mesin dan jenis teknologi

yang digunakan untuk menunjang keberhasilan usahanya (Saifi, 2015).

3. Aspek Organisasi dan Manajemen

Aspek ini mencakup manajemen dalam pembangunan proyek dan

manajemen dalam operasi. Manajemen dalam pembangunan proyek mengkaji

tentang pembangunan proyek secara fisik, sedangkan manajemen dalam operasi

mencakup pengadaan sumber daya manusia, jumlah tenaga kerja serta kualifikasi

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

29

yang diperlukan untuk mengelola dan mengoperasikan suatu proyek. Aspek

manajemen dan organisasi digunakan untuk meneliti kesiapan sumber daya

manusia yang akan menjalankan usaha tersebut, kemudian mencari bentuk

struktur organisasi yang sesuai dengan usaha yang akan dijalankan (Saifi, 2015).

4. Aspek Lingkungan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu hasil studi

mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan dan diperkirakan mempunyai

dampak penting terhadap lingkungan hidup. Analisis ini meliputi keseluruhan

kegiatan pembuatan 5 (lima) dokumen yang terdiri dari Penyajian Informasi

Lingkungan, Kerangka Acuan, Analisis Dampak Lingkungan, Rencana

Pemantauan Lingkungan, Rencana Pengelolaan IMADE.

5. Aspek Finansial

Analisis aspek finansial merupakan suatu kegiatan dimana melakukan

penilaian dan penentuan satuan rupiah terhadap aspek-aspek yang dianggap layak

dari keputusan yang dibuat dalam tahapan analisis usaha. Pembahasan dalam

aspek finansial ini yaitu sumber dan penggunaan dana, modal kerja, pendapatan,

biaya usaha, serta aliran kas atau arus kas (Saifi, 2015).

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

30

UD. Rojo Temen

Penggemukan Sapi Potong

Analisis Data

Analisis Aspek Biaya

2.6 Kerangka Pemikiran

Kerangka berfikir merupakan konsep tentang bagaimana teori berhubungan

dengan berbagai faktor yang diidentifikasi atau sebuah pemahaman dari suatu

bentuk proses dari keseluruhan terhadap penelitian yang akan dilakukan.

Kerangka ini menjelaskan dari perusahaan lokasi penelitian hingga aspek biaya

dan kelayakan usaha.

Gambar 2. 3. Bagan Kerangka Pemikiran

Analisis Kelayakan Usaha

Penggemukan Sapi Potong

Analisis Kelayakan Usaha

Revenue Cost Ratio (R/C)

Tidak Layak &

Tidak Efisien Layak & Efisien

Lanjutkan Usaha Perbaikan Usaha