bab 2 kajian pustaka 2.1 penelitian terdahulu beberapa

37
11 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang dapat di jadikan referensi dalam penulisan ini antara lain : Erwin Ardiyansyah (2010) dengan penelitiannya “Evaluasi dan Analisa Desain Kapasitas Saluran Drainase di Pasar Tavip Pemerintah Kota Binjai”, melakukan penelitian menggunakan rumus metode rasional, kemudian dilakukan perbandingan debit rencana total dengan kapasitas saluran yang ada. Dan dilakukan evaluasi perkembangan pasar untuk 5 (lima) tahun ke depan untuk mewujudkan perencanaan sistem drainase yang berkelanjutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banjir yang terjadi disebabkan sistem drainase yang tidak berfungsi lagi, pendangkalan saluran dan kebersihan pasar yang sangat buruk dan juga tidak terpadunya semua pihak yang terlibat dalam pasar untuk merawat saluran draianse. Ada sebanyak 17(tujuh belas) saluran yang wajib didesain ulang dengan total panjang saluran adalah 985,74 meter dengan dimensi rata-rata dari 17(tujuh belas) saluran adalah: tinggi (h) = 35,7cm, dan lebar (b) = 71,4 cm. Asep Supriyadi (2015) dengan penelitiannya Efektivitas Saluran Drainase dengan menggunakan Metode Rasional di Kawasan Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto melakukan penelitian dengan menggunakan metode rasional. Dari hasil analisis kapasitas saluran drainase terdapat 1 saluran yang tidak memenuhi kapasitas sehingga perlu didesain ulang untuk mendapatkan dimensi saluran yang dapat menampung limpasan hujan, hal itu disebabkan karena sebagian besar saluran dipenuhi sedimentasi, sampah dan dimensi saluran yang terlalu kecil sehingga tidak optimal dalam menampung debit yang ada dan harus dibersihkan secara rutin saat musim hujan maupun saat musin kemarau ( Suripin 2004). Putri Syafrida Yanti (2009) dalam penelitiannya, “Evaluasi Sistem Drainase Pada Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Sumber Rejo Kabupaten Deli Serdang”, melakukan penelitian menghitung perencanaan debit banjir dengan menggunakan metode Rasional. Data yang digunakan adalah data curah hujan harian dan data tata guna lahan, kemudian di transformasikan menjadi intensitas hujan jam-jaman menggunakan metode Mononobe. Debit puncak DAS Belawan 5 untuk berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40,

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

11

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang dapat di jadikan referensi dalam penulisan

ini antara lain :

Erwin Ardiyansyah (2010) dengan penelitiannya “Evaluasi dan

Analisa Desain Kapasitas Saluran Drainase di Pasar Tavip Pemerintah Kota

Binjai”, melakukan penelitian menggunakan rumus metode rasional,

kemudian dilakukan perbandingan debit rencana total dengan kapasitas

saluran yang ada. Dan dilakukan evaluasi perkembangan pasar untuk 5 (lima)

tahun ke depan untuk mewujudkan perencanaan sistem drainase yang

berkelanjutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banjir yang terjadi

disebabkan sistem drainase yang tidak berfungsi lagi, pendangkalan saluran

dan kebersihan pasar yang sangat buruk dan juga tidak terpadunya semua

pihak yang terlibat dalam pasar untuk merawat saluran draianse. Ada

sebanyak 17(tujuh belas) saluran yang wajib didesain ulang dengan total

panjang saluran adalah 985,74 meter dengan dimensi rata-rata dari 17(tujuh

belas) saluran adalah: tinggi (h) = 35,7cm, dan lebar (b) = 71,4 cm.

Asep Supriyadi (2015) dengan penelitiannya Efektivitas Saluran

Drainase dengan menggunakan Metode Rasional di Kawasan Kampus I

Universitas Muhammadiyah Purwokerto melakukan penelitian dengan

menggunakan metode rasional. Dari hasil analisis kapasitas saluran drainase

terdapat 1 saluran yang tidak memenuhi kapasitas sehingga perlu didesain

ulang untuk mendapatkan dimensi saluran yang dapat menampung limpasan

hujan, hal itu disebabkan karena sebagian besar saluran dipenuhi sedimentasi,

sampah dan dimensi saluran yang terlalu kecil sehingga tidak optimal dalam

menampung debit yang ada dan harus dibersihkan secara rutin saat musim

hujan maupun saat musin kemarau ( Suripin 2004).

Putri Syafrida Yanti (2009) dalam penelitiannya, “Evaluasi Sistem

Drainase Pada Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Sumber Rejo Kabupaten Deli

Serdang”, melakukan penelitian menghitung perencanaan debit banjir dengan

menggunakan metode Rasional. Data yang digunakan adalah data curah hujan

harian dan data tata guna lahan, kemudian di transformasikan menjadi

intensitas hujan jam-jaman menggunakan metode Mononobe. Debit puncak

DAS Belawan 5 untuk berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40,

Page 2: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

12

50, 100, 200 tahun sebesar 95,27 m3 /detik; 156,78 m3 /detik; 197,34 m3

/detik; 225,37 m3 /detik; 236,53 m3 /detik; 249,05 m3 /detik; 261,57 m3

/detik; 266,47 m3 /detik; 276,27 m 3 /detik; 286,61 m3 /detik; 318,19 m3

/detik dan 348,13 m3 /detik. Dari hasil evaluasi disimpulkan bahwa saluran

draianse dikawasan Smber Rejo tidak mampu menampung debit puncak.

Hidayah (2016) membahas tentang Evaluasi Kapasitas Saluran

Sistem Drainase Desa Pulorejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan.

Menurut pengamatan peneliti, kondisi drainase di Desa Pulorejo perlu

mendapat perhatian khusus dikarenakan mengalami penurunan kualitas.

Saluran drainase Desa Pulorejo berfungsi untuk mengalirkan air hujan dari

area permukiman menuju sungai yang dibawa keluar Desa Pulorejo, sehingga

perlu dilakukan evaluasi sistem drainase di Desa Pulorejo. Metode pada

penelitian ini menggunakan pengumpulan data elevasi dasar saluran dan

dimensi saluran drainase bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kemiringan yang terjadi di dasar saluran drainase. Analisis hidrologi yang

digunakan adalah untuk menentukan besarnya debit banjir rencana pada

daerah pengaliran kali Silandak. Penghitungan hujan wilayah dilakukan

menggunakan metode Polygon Thiessen berdasarkan pengaruh dari tiga

stasiun hujan terhadap luas DAS sungai Lusi yang tercakup di setiap stasiun

hujan. Penentuan pola distribusi menggunakan distribusi Log Pearson III,

namun lebih meyakinkan dilakukan uji kecocokan dengan uji kecocokan

Smirnov-Kolmogorov. Dan untuk pengitungan debit rencana menggunakan

metode Rasional. Dari hasil analisis dan pembahasan pada penelitian tersebut,

dapat diambil kesimpulan bahwa, Saluran drainase Desa Pulorejo Kecamatan

Purwodadi secara keseluruhan dikatakan cukup baik, terbukti dengan tidak

adanya genangan di beberapa titik lokasi. Debit banjir di Desa Pulorejo

Kecamatan Purwodadi 5 Kabupaten Grobogan dengan menggunakan periode

ulang 2 dan 5 tahun untuk saluran primer. Kondisi eksisting kapasitas saluran

di lapangan diperoleh kapasitas yang memenuhi adalah 6 saluran primer dan

45 saluran sekunder.

Emiliawati (2011) membahas mengenai Analisis Kapasitas Saluran

Drainase Jalan Raya (Studi Kasus Jalan Colombo, Yogyakarta). Menurut

pengamatan di lapangan khususnya Jalan Colombo daerah Samirono, pada

musim penghujan dengan intensitas hujan tinggi ketinggian genangan air

mencapai ± 7 cm. Genangan ini disebabkan karena lahan yang ada tidak

mampu lagi menyerap air hujan yang turun, sehingga air hujan intensitas

Page 3: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

13

yang menuju ke saluran drainase bertambah. Akibatnya, dimensi saluran yang

ada sudah tidak mencukupi kapasitasnya untuk menampung kelebihan air

tersebut. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan analisis

mengenai kapasitas saluran drainase jalan raya di daerah Samirono, sehingga

dapat diketahui kapasitas saluran tersebut memadai atau tidak dalam

menampung debit air hujan sekarang serta mengalirkannya ke badan

penerima air tanpa menimbulkan genangan air maupun banjir yang sangat

meresahkan masyarakat termasuk pengguna kendaraan bermotor di sekitar

wilayah tersebut. Penelitian ini menggunakan perhitungan luas DAS pada

masing masing stasiun dengan menggunakan metode poligon thiessen,

pengisian data hujan yang hilang menggunakan metode normal ratio,

pengujian data hidrologi (uji ketiadaan tren, uji stationer, uji persistensi).

Selanjutnya dilakukan analisis parametik (nilai rata-rata, deviasi standar,

koefisien varian, koefisien kemencengan, dan koefisien kurtosis), pemilihan

jenis distribusi yang digunakan dalam hal ini menggunakan distribusi Log

Pearson III, melakukan pengujian sesuai dengan menggunakan uji Chi-

kuadrat, penentuan hujan rencana berdasarkan periode ulangnya, dan

menganalisis intensitas hujan dengan cara Mononobe. Dari hasil analisis

perhitungan dimensi saluran terhadap solusi penerapan di lapangan maka

didapatkan dimensi saluran drainase bahwa alternatif 1, yaitu 7 penambahan

drainase baru di bawah permukaan jalan dengan tampang ekonomis

berbentuk lingkaran; alternatif 2, yaitu dengan memperdalam saluran drainase

yang ada (tampang tidak ekonomis, tetapi biaya lebih hemat) dan alternatif 3

merupakan hasil analisis dan evaluasi yang telah dilakukan, yaitu dengan

memperbesar dimensi 7 saluran yang ada (saluran diperdalam dan diperlebar,

tampang ekonomis). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kapasitas

tampungan yang ada tidak mencukupi untuk menampung debit yang terjadi.

Fakhrudin (2010). Penelitian ini dilakukan di Wilayah Jakarta,

Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek). Tujuan dari penelitian

adalah karakterisasi sumur resapan sebagai pengendalian banjir dan

kekeringan di Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi

(Jabodetabek). Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa curah hujan

(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), Peta Rupa Bumi, Peta

Tanah (Pusat Penelitian Tanah Bogor), sedangkan data primer didapat

langsung dari pengukuran di lapangan menggunakan ring infiltrometer dan

analisis tanah di laboratorium. Penilitian ini menghitung kecepatan rata-rata

Page 4: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

14

penurunan sumur resapan pada hulu DAS (Tugu Utara, Cakar Dipa, dan

Jogjokan), wilayah tengah DAS (Bojong Gede, Cilodong, dan Margonda) dan

hilir DAS (Bekasi, Rawa 5 Lumbu, dan Grogol) pada kawasan jabodetabek,

yang mengacu pada SCS National Engineering Handbook, Section 4,

Hydrology (1971) dan Ward and Elliot (1995). Sumur resapan dibangun

dengan menggali tanah berbentuk persegi panjang dengan dimensi panjang 80

cm, lebar 40 cm, dan kedalaman 100 cm. Pengukuran kecepatan resapan pada

sumur dilakukan dengan mengisi sumur dengan air sampai mendekati penuh

dan kemudian dicatat penurunan permukaan air sumur dan waktu sampai

penurunannya dianggap tetap.Hasil analisis sumur resapan menunjukkan

bahwa kecepatan rata-rata penurunan air sumur resapan pada wilayah hulu

DAS (Daerah Aliran Sungai) di jabodetabek berkisar antara 0,94 – 1,14

cm/menit. Wilayah tengah DAS di jabodetabek berkisar antara0,63 –

0,64cm/menit. Wilayah hilir DAS di Jabodetabek berkisar antara 0,24 – 0,43

cm/menit.

Aulia Yusran (2006) yang berjudul “Kajian Perubahan Tata Guna

Lahan Pada Pusat Kota Cilegon.” Hasil studi yang diperoleh menunjukkan

bahwa pusat kota telah mengalami pergeseran fungsi yang dipengaruhi

adanya faktor eksternal berupa aktifitas industri dan pariwisata dan program

kebijakan pemerintah. Faktor internal yang turut mempengaruhi perubahan

ini terkait dengan perkembangan dan tingkat pelayanan sarana prasarana serta

utilitas kota (drainase kota, jaringan jalan,jaringan listrik, jaringan air bersih)

dan ketersediaan lahan dan fasilitas kota. Metode penelitian yang dilakukan

berupa studi kepustakaan dan survei dengan penyebaran kuesioner, maupun

observasi, sumber data yang relevan dengan topik yang diteliti. Yaitu, instansi

terkait diantaranya BAPPEDA, BPS, Dinas Tata Kota, Dinas Pekerjaan

Umum. Penelitian yang dilakukan oleh Dominggo Pasaribu Penelitian yang

dilakukan oleh Dominggo Pasaribu (2007) yang berjudul “Konsep

Pengelolaan drainase kota Medan secara Terpadu”. Hasil penelitian yang

diperoleh kapasitas saluran beberapa titik tidak mempunyai kapasitas yang

cukup untuk melayani debit perencanaan sebesar 9,80 m3 /detik, sementara

drainase yang ada hanya mampu melayani debit sebesar 5,71 m3 /detik.

Metode analisis yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif ( analisis

hujan, analisis frekunsi, limpasan/run-off, debit hujan dan kapasitas saluran

drainase).

Page 5: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

15

Suripin (2004) dalam studi kasus Kota Semarang yang

mengungkapkan bahwa penampang saluran mengikuti trase yang sudah ada,

sedangkan kemiringan dasar saluran diambil menyesuaikan dengan

kemiringan lahan setempat.Bentuk melintang penampang saluran disesuaikan

dengan ketersedian lahan.Bagian yang lahannya terbatas digunakan bentuk

persegi, sedangkan yang agak longgar digunakan bentuk

trapesium.Perhitungan dimensi saluran menggunakan persamaan Manning

untuk aliran tunak seragam, kemudian dihitung pengaruh air balik pada

daerah muara.

Dwi Afri Ananta (2012) , penelitian dengan judul Analisis

Perhitungan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Pakisan Bondowoso.Adanya

kebijakan pemerintah indonesia yang memberikan perhatian lebih pada

pembangunan dan pengembangan sektor pertanian. Salah satu upaya untuk

memanfaatkan secara optimal kebijakan tersebut ialah dengan pembangunan

jaringan irigasi sehingga air yang mengalir dapat dimanfaatkan untuk

mengairi tanaman. Sehingga dibutuhkan analisis untuk mengetahui kebutuhan

dan ketersedian neraca air di Daerah Irigasi Pakisan Bondowoso. Dari analisis

tersebut dapat diketahui kelebihan atau kekurangan air di saluran irigasi.

Metode penelitian yang dilakukan dengan menghitung ketersediaan air

dengan menetukan debit andalan (Q 80%) dan kebutuhan air tanam dipetak

persawahan dengan menghitung nilai evapotranspirasi, fase pertumbuhan,

luas tanaman, curah hujan efektif dan efisiensi saluran irigasi. Dari

ketersediaan dan kebutuhan air tesebut dianalisis menggunakan metode

neraca air untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan air. Hasil dari

penelitian yang dilakukan menunjukan bawa potensi debit air berkisar antar

846-1136 L/detik, debit air akan meningkat dan mencapai puncak pada bulan

Januari hingga akhir Mei. Sedangkan kebutuhan air berkisar antara 304-1087

L/detik, kebutuhaan air akan meningkat pada musim kemarau. Dari hasil

analisis tersebut disimpulkan bahwa potensi debit yang ada sangat mencukupi

untuk kebutuhan air tanam.

Cecep Ridwan G (2010) melakukan analisis hidrologi untuk

menghitung debit banjir menggunakan metode rasional dan metode drain

module. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa banjir di bagian hulu

terjadi akibat dari dimensi saluran yang tidak dapat menampung debit

Page 6: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

16

rencana Q5 dengan alternatif pengendalian banjir yaitu pembangunan tanggul dan normalisasi saluran pada bagian hulu.

Tabel 2.1 matrik penelitian terdahulu

N

o

Nama Judul Metode Variabel Hasil

1

Erwin

Ardiya

nsyah

(2010)

“Evaluasi dan

Analisa Desain

Kapasitas Saluran

Drainase di Pasar

Tavip Pemerintah

Kota Binjai”, metode

rasional

debit rencana total

dengan kapasitas

saluran yang ada. Dan

dilakukan evaluasi

perkembangan pasar

untuk 5 (lima) tahun ke

depan untuk

mewujudkan

perencanaan sistem

drainase yang

berkelanjutan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

banjir yang terjadi disebabkan sistem

drainase yang tidak berfungsi lagi, Ada

sebanyak 17(tujuh belas) saluran yang

wajib didesain ulang dengan total

panjang saluran adalah 985,74 meter

dengan dimensi rata-rata dari 17(tujuh

belas) saluran adalah: tinggi (h) =

35,7cm, dan lebar (b) = 71,4 cm.

2

Asep

Supriy

adi

(2015)

Efektivitas Saluran

Drainase dengan

menggunakan

Metode Rasional di

Kawasan Kampus I

Universitas

Muhammadiyah

Purwokerto

Metode

rasional

sedimentasi, sampah

dan dimensi saluran

yang terlalu kecil

sehingga tidak optimal

dalam menampung

debit yang ada dan

harus dibersihkan

secara rutin saat musim

hujan.

hasil analisis kapasitas saluran drainase

terdapat 1 saluran yang tidak memenuhi

kapasitas sehingga perlu didesain ulang

untuk mendapatkan dimensi saluran

yang dapat menampung limpasan hujan.

Page 7: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

17

Sumber : Matriks Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

3 Putri

Syafrid

a Yanti

(2009)

“Evaluasi Sistem

Drainase Pada

Daerah Irigasi Ular

Di Kawasan

Sumber Rejo

Kabupaten Deli

Serdang”

Metode

rasional

dan

metode

mononobe

data curah hujan harian

dan data tata guna

lahan, kemudian di

transformasikan

menjadi intensitas

hujan jam-jaman

hasil evaluasi disimpulkan bahwa

saluran draianse dikawasan Smber

Rejo tidak mampu menampung

debit puncak.

4

Hidaya

h

(2016)

Evaluasi Kapasitas

Saluran Sistem

Drainase Desa

Pulorejo Kecamatan

Purwodadi

Kabupaten

Grobogan.

metode

Polygon

Thiessen

dan

metode

rasional

pengumpulan data

elevasi dasar saluran

dan dimensi saluran

drainase bertujuan

untuk mengetahui

seberapa besar

kemiringan yang

terjadi di dasar saluran

drainase..

Saluran drainase Desa Pulorejo

Kecamatan Purwodadi secara

keseluruhan dikatakan cukup baik,

terbukti dengan tidak adanya genangan

di beberapa titik lokasi.

5

Emilia

wati

(2011)

Analisis Kapasitas

Saluran Drainase

Jalan Raya (Studi

Kasus Jalan

Colombo,

Yogyakarta

metode

poligon

thiessen,

normal

ratio,

metode

Mononobe

kapasitas saluran

drainase jalan raya

tersebut memadai atau

tidak dalam

menampung debit air

hujan

kapasitas tampungan yang ada tidak

mencukupi untuk menampung debit

yang terjadi.

Page 8: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

18

Sumber : Matriks Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

6

Fakhru

din

(2010).

kajian sumur

resapan sebagai

pengendali banjir

dan kekeringan di

jabodetabek.

ring

infiltromet

er dan

analisis

tanah di

laboratoriu

m.

menghitung kecepatan

rata-rata penurunan

sumur resapan pada

hulu DAS (Tugu Utara,

Cakar Dipa, dan

Jogjokan), wilayah

tengah DAS (Bojong

Gede, Cilodong, dan

Margonda) dan hilir

DAS (Bekasi, Rawa 5

Lumbu, dan Grogol)

pada kawasan

jabodetabek,

kecepatan rata-rata penurunan air sumur

resapan pada wilayah hulu DAS

(Daerah Aliran Sungai) di jabodetabek

berkisar antara 0,94 – 1,14 cm/menit.

7

Aulia

Yusran

(2006)

Kajian Perubahan

Tata Guna Lahan

Pada Pusat Kota

Cilegon.”

observasi,

sumber

data yang

relevan

dengan

topik yang

diteliti.

mengalami pergeseran

fungsi yang

dipengaruhi adanya

faktor eksternal berupa

aktifitas industri dan

pariwisata dan program

kebijakan pemerintah.

kapasitas saluran beberapa

titik tidak mempunyai kapasitas

yang cukup untuk melayani debit

perencanaan sebesar 9,80 m3 /detik,

sementara drainase yang ada hanya

mampu melayani debit sebesar 5,71

m3 /detik.

Page 9: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

19

Sumber : Matriks Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

8

Suripi

n

(2004)

studi kasus Kota

Semarang yang

mengungkapkan

bahwa penampang

saluran mengikuti

trase yang sudah

ada, sedangkan

kemiringan dasar

saluran diambil

menyesuaikan

dengan kemiringan

lahan setempat.

persamaan

Manning

penampang saluran

disesuaikan dengan

ketersedian lahan.

dihitung pengaruh air balik

pada daerah muara.

9

Dwi

Afri

Anant

a

(2012)

Analisis

Perhitungan

Kebutuhan Air

Daerah Irigasi

Pakisan

Bondowoso.

neraca air

pertumbuhan, luas

tanaman, curah hujan

efektif dan efisiensi

saluran irigasi.

potensi debit yang ada sangat

mencukupi untuk kebutuhan air

tanam.

10

Cecep

Ridwa

n G

(2010)

analisis hidrologi

untuk menghitung

debit banjir drain

module

dimensi saluran banjir di bagian hulu terjadi akibat dari

dimensi saluran yang tidak dapat

menampung debit rencana Q5 dengan

alternatif pengendalian banjir.

Sumber : Data penelitian Terdahulu 2020

Page 10: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

20

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Pengertian Drainase

Drainase yang berasal dari kata to drain yang berarti mengeringkan

atau mengalirkan air, ada juga kata yang mempunyai arti yang sama

yaitu drainage. Drainase merupakan suatu sistem pembuangan air bersih dan

air limbah dari daerah pemukiman, sarana pendidikan, industri, pertanian,

badan jalan dan permukaan perkerasan lainnya, serta berupa penyaluran

kelebihan air pada umumnya, baik berupa air hujan, air limbah maupun air

kotor lainya yang keluar dari kawasan yang bersangkutan baik di atas

maupun di bawah permukaan tanah ke badan air atau ke bangunan resapan

buatan.

Jadi dapat disimpulkan secara umum bahwa drainase dapat

di definisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari dan memahami

tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan

tertentu. Kelebihan air ini dapat disebabkan oleh intensitas air hujan yang

tinggi atau juga akibat dari durasi hujan yang lama. Maka dapat

disimpulkan bahwa drainase adalah sebuah sistem yang dibuat untuk

menangani persoalan kelebihan air. Kebutuhan terhadap drainase berawal dari

kebutuhan air untuk kehidupan manusia di mana untuk kebutuhan tersebut

manusia memanfaatkan sungai untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian,

perikanan, peternakan, dan lainnya. Untuk kebutuhan rumah tangga

menghasilkan air kotor yang perlu dialirkan dan dengan makin bertambahnya

pengetahuan manusia mengenal industri yang juga mengeluarkan limbah

yang perlu dialirkan. Pada musim hujan terjadi kelebihan air berupa limpasan

permukaan yang seringkali menyebabkan banjir hingga manusia mulai

berpikir akan kebutuhan sistem saluran yang dapat mengalirkan air lebih

terkendali dan terarah dan berkembang menjadi ilmu drainase.

Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor

drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran penerima (conveyor

drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving waters).

Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-

gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, bangunan

terjun, kolam tando, dan stasiun pompa (Suripin, 2004).

Drainase pada prinsipnya terdiri atas dua macam yaitu drainase

untuk daerah perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Dalam hal ini,

pembahasan hanya mencakup sistem drainase perkotaan. Drainase perkotaan

Page 11: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

21

adalah draianse yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan

yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial

budaya yang ada di kawasan kota. Drainase perkotaan merupakan sistem

pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi:

1. Pemukiman

2. Kawasan industri dan perdagangan

3. Kawasan sekolah dan kampus

4. Rumah sakit

5. Lapangan olah raga

6. Lapangan parkir

7. Instalasi militer, listrik dan telekomunikasi

8. Pelabuhan laut/sungai serta tempat lainnya yang merupakan bagian

dari sarana kota.

2.2.2 Jenis drainase

Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang drainase, dapat

dikelompokan berdasarkan jenis drainase ditinjau dari cara terbentuknya

yaitu menjadi :

1. Menurut sejarah terbentuknya

b. Drainase Alamiah

Terbentuknya drainase alamiah diakibatkan oleh gerusan air

sesuai dengan kontur tanah. Sistem drainase alamiah terbentuk

melalui proses alamiah yang berlangsung lama. Sistem saluran ini

terbentuk pada kondisi tanah yang cukup kemiringannya, sehingga air

akan mengalir dengan sendirinya, masuk ke sungai – sungai (Wesli.

2008).

c. Drainase Buatan

Sistem drainase buatan adalah sistem drainase yang dibuat oleh

manusia dengan maksud dan tujuan tertentu, sistem drainase ini

merupakan hasil perhitungan yang telah dilakukan dan diteliti untuk

lebih menyempurnakan dan melengkapi kekurangan yang ada pada

sistem drainase alamiah.

Gambar 2.1 : Drainase Buatan

( Sumber : Drainase perkotaan, Wesli : 2008)

Page 12: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

22

1. Menurut letak bangunanya

a. Drainase Muka Tanah (Surface Drainage)

Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang

berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya

merupakan analisa open chanel flow.

b. Drainase Bawah Permukaan Tanah (Sub Surface Drainage)

Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan

permukaan melalui media dibawah permukaan tanah (pipa-pipa),

dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain Tuntutan

artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan

adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola,

lapangan terbang, taman dan lain-lain.

2. Menurut Fungsi Drainase

a. Single Purpose

Saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya

air hujan saja atau jenis air buangan yang lainnya seperti limbah

domestik, air limbah industri dan lain – lain.

b. Multy Purpose

Saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan

baik secara bercampur maupun bergantian.

3. Menurut konstruksi

a. Saluran terbuka

Saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di

daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase

air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan/ mengganggu

lingkungan.

b. Saluran tertutup

Saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran kotor atau

untuk saluran yang terletak di kota/permukiman atau untuk saluran

yang terletak di dalam kota.

5. Pola Jaringan Drainase

a. Siku Pola jaringan siku dibuat pada daerah yang mempunyai topografi

sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai badan air

penerima biasanya berada di tengah kota. Gambar Pola Jaringan

Drainase Siku dapat di lihat pada Gambar 2.2

.

Page 13: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

23

Gambar 2.2 pola jaringan siku

Sumber : Hasmar 2012

b. Pararel

Pola jaringan drainase paralel adalah saluran utama terletak sejajar dengan

saluran cabang. Dengan saluran cabang sekunder yang cukup banyak dan

pendek- pendek, apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran

akan dapat menyesuaikan diri. Pola ini banyak digunakan di kota-kota atau

daerah padat penduduk. Gambar Pola Jaringan Drainase Paralel dapat dilihat

pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 pola jaringan drainase paralel

Sumber : Hasmar, 2012

c. Grid Iron

Pola jaringan grid iron dapat diterapkan untuk daerah dimana

sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang

dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan, selanjutnya air

dialirakan ke sungai. Gambar Pola Jaringan Drainase Grid Iron

dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Page 14: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

24

Gambar : 2.4 pola jaringan drainase gird iron

Sumber : Hasmar, 2012

d. Alamiah

Pola jaringan drainase alamiah secara umum seperti pola siku,

hanya beban sungai sebagai badan air penerima pada pola alamiah

lebih besar. Gambar Pola Jaringan Drainase Alamiah dapat dilihat

pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 pola jaringan drainase alamiah

Sumber : Hasmar, 2012

e. Radial

Pola jaringan drainase radial dapat diterapkan pada daerah

berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah. Gambar

Pola Jaringan Drainase Radial dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar : 2.6 pola jaringan drainase radial

Sumber : Hasmar, 2012

Page 15: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

25

f. Jaring-jaring

Pola jaringan drainase jaring-jaring, mempunyai saluran-saluran

pembuang yang mengikuti arah jalan raya, dan cocok untuk daerah

dengan topografi datar. Gambar Pola Jaringan Drainase Jaring-

Jaring dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar : 2.7 pola jaringan drainase jaring-jaring

Sumber : Hasmar, 2012

.

2.2.3 Dasar - Dasar Kriteria Perencanaan Drainase

Kriteria dalam perencanaan dan perancangan drainase perkotaan

yang umum (Suripin, 2004) yaitu :

1. Perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi

fasilitas drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air

dapat sepenuhnya berdaya guna dan berhasil guna.

2. Pemilihan dimensi drainase harus diperkirakan keamanan

dan keekonomisannya.

3. Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi

kemudahan dan nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase.

Saluran drainase harus direncanakan untuk dapat melewatkan

debit rencana dengan aman. Perencanaan teknis saluran drainase mengikuti

tahapan- tahapan sebagai berikut:

1. Menentukan debit rencana.

2. Menentukan jalur (trase) saluran.

3. Merencanakan profil memanjang saluran.

4. Merencanakan penampang melintang saluran.

5. Mengatur dan merencanakan bangunan-bangunan serta sistem

drainase.

Page 16: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

26

Dalam perencanaan perlu memperhatikan cara pelaksanaan,

ketersediaan lahan dan bahan, biaya, serta operasi dan pemeliharaan setelah

pembangunan selesai. Seluruh item-item pekerjaan yang disebutkan di atas

tidak berdiri sendiri- sendiri, tetapi berkaitan. Hal-hal yang perlu diperhatikan

dalam merencanakan drainase perkotaan adalah :

1. Debit rencana

Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah

perkotaan dapat dilakukan dengan menggurlakan rumus rasional, atau

hidrograf satuan, dalam perhitungan waktu konsentrasi dan koefisien

limpasan perlu memperhitungkan perkembangan tata guna lahan di masa

mendatang. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang

telah ditetapkan, baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis

yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran, dan lain-lain. Tabel 2.2

Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan.

Tabel 2.2Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase Perkotaan

2. Jalur saluran

Jalur saluran sedapat mungkin mengikuti pola jaringan yang telah ada,

kecuali untuk saluran tambahan, dan/atau daerah perluasan kota. Penentuan

jalur saluran harus memperhatikan jaringan dan/atau rencana fasilitas utilitas

umum, misalnya rencana jalan, pipa air minum, jaringan kabel bawah tanah,

dll.

2.2.4 Drainase perkotaan

Drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang berfungsi

untuk mengendalikan atau mengelola air permukaan sehingga tidak

mengganggu maupun merugikan masyarakat (Cipta Karya, 2012). Akar

Page 17: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

27

permasalahan banjir di perkotaan berasal dari pertambahan penduduk yang

sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi, baik

migrasi musiman maupun permanen. Pertambahan penduduk yang tidak

diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai

mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi acak-acakan

(semrawut). Pemanfaatan lahan yang tidak tertib inilah yang menyebabkan

persoalan drainase di perkotaan menjadi sangat kompleks (Suripin, 2004).

Drainase perkotaan terbagi menjadi dua, yaitu drainase air hujan

(storm water drainage) dan dr ainase air limbah (sewer drainage).

Drainase air hujan terletak di atas permukaan tanah dan drainase air limbah

terletak di bawah permukaan tanah. Adanya pemisahan antara drainase air

hujan dan a ir limbah ini dikarenakan air hujan yang turun ke bumi masih

dapat digunakan untuk kehidupan manusia dan mahluk lainnya, karena tidak

mengandung partikel-partikel atau zat-zat yang merugikan harus dibuat

sistem drainase tersendiri di bawah permukaan tanah, agar tidak

mengganggu kehidupan hidup makluk hidup. Kriteria yang dipakai sebagai

patokan agar suatu kawasan memenuhi syarat terhadap keparahan

genangan/banjir ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Hubungan Kondisi Lahan Dengan Intensitas Curah Hujan

Derajat

Curah Hujan

Intensitas

Curah

Hujan

Kondisi

Hujan sangat lemah < 1,20 Tanah agak basah/dibasahi sedikit

Hujan lemah 1,20-3,00 Tanah menjadi basah semuanya, tetati sulit

membuat puddel

Hujan normal 3,00-18,0 Dapat dibuat puddel dan bunyi hujan

terdengar

Hujan deras 18,0-60,0

Air tergenang di seluruh permukaan tanah

dan bunyi keras hujan terdengar berasal dari

genangan

Hujan sangat deras >60,0 Hujan seperti ditumpahkan, sehingga

saluran dan drainase

Sumber: Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Suripin,2004

Page 18: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

28

Tabel 2.4 Periode Ulang Hujan Untuk Desain Saluran Drainase

2.3 Hidrologi

Hidrologi berasal dari Bahasa Yunani : Hydrologia, atau berarti

ilmu air yang merupakan cabang ilmu Geografi yang mempelajari

pergerakan, distribusi, dan kualitas air di seluruh Bumi, termasuk siklus

hidrologi dan sumber daya air. Orang yang ahli dalam bidang hidrologi

disebut hidrolog, bekerja dalam bidang ilmu bumi dan ilmu lingkungan, serta

teknil sipil dan teknik lingkungan.

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik

mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya, dan

hubungan dengan lingkungan terutama dengan makhluk hidup (Triatmodjo,

2008). Ilmu hidrologi dapat dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan berikut:

1. Memperkirakan besarnya banjir yang ditimbulkan oleh hujan deras

sehingga dapat direncanakan bangunan-bangunan untuk

mengendalikannya, seperti pembuatan tanggul banjir, saluran

drainase, gorong-gorong, jembatan, dan bangunan pengendali banjir

lainnya.

2. Memperkirakan jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu jenis tanaman

sehingga dapat direncanakan bangunan untuk melayani kebutuhan

tersebut.

3. Memperkirakan jumlah air yang tersedia di suatu sumber air (mata

air, sungai, danau) untuk dimanfaatkan guna berbagai keperluan

seperti air baku (air untuk keperluan rumah tangga, perdagangan, dan

industri), irigasi, pembangkit tenaga air, perikanan, peternakan, dan

sebagainya.

2.3.1 Siklus hidrologi

Siklus Hidrologi Menurut Soemarto (1993), bahwa siklus hidrologi

Page 19: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

29

diartikan sebagai sebuah bentuk gerakan air laut ke udara, yang kemudian

jatuh ke permukaan tanah sebagai hujan atau bentuk presipitasi yang lain dan

akhirnya mengalir ke laut kembali.

Gambar: 2.8. Siklus hidrolgi (sumber: Soemotro 1993)

Siklus hidrologi melibatkan pertukaran energi panas, yang

menyebabkan perubahan suhu. Misalnya, dalam proses penguapan, air

mengambil energy dari sekitarnya dan mendinginkan lingkungan. Sebaliknya,

dalam proses kondensasi, air melepaskan energi dengan lingkungannya,

pemanasan lingkungan. Siklus air secara signifikan berperan dalam

pemeliharaan kehidupan dan ekosistem di Bumi. Bahkan saat air dalam

reservoir masing-masing memainkan peran penting, siklus air membawa

signifikansi di tambahkan ke dalam keberadaan air di planet kita. Siklus air

yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer

melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air

samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi

tersebut dapat berjalan secara continue. Air berevaporasi, kemudian jatuh

sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju

(sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa

presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang

kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah

mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara continue dalam tiga

cara yang berbeda:

a. Evaporasi atau Transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di

sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa

(atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh

uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya

akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

b. nfiltrasi atau Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam

Page 20: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

30

c. tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju

muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat

bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah

hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

d. Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan

aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-

pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan

tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai

bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang

membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai

menuju laut.

2.3.2 Analisis hidrologi

Analisis terhadap aspek hidrologi merupakan hal yang sangat

penting dalam perencanaan saluran air hujan. Porses analisis hidrologi

pada dasarnya merupakan proses pengolahan data curah hujan, data luas

dan bentuk daerah pengaliran (catchment area), data kemiringan lahan atau

beda tinggi, dan data tata guna lahan yang kesemuanya memiliki arahan

untuk mengetahui besarnya curah hujan maksimum, koefisien pengaliran,

waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, dan debit banjir rencana. Nilai-

nilai yang dihasilkan dari analisa hidrologi adalah informasi data awal yang

digunakan untuk perhitungan pada tahap selanjutnya. Dalam analisis

hidrologi yang menjadi data utama antara lain:

1. Luas daerah pengaliran

2. Curah hujan

3. Koefisien pengaliran, yang dapat dipengaruhi oleh faktor:

4. Tata guna lahan

5. Keadaan dan jenis tanah serta batuan

6. Kemiringan medan dan dasar sungai

2.4 Hujan

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang merupakan partikel-

partikel air dengan diameter 0,5mm atau lebih. Hujan memerlukan

keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat memenuhi suhu di atas titik

leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Di Bumi hujan adalah proses

kondensasi uap air di atmosfer menjadi but iran air yang cukup berat untuk

jatuh dan biasanya tiba di daratan. Dua proses yang mungkin terjadi

Page 21: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

31

bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan, yaitu

pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara. Virga adalah presipitasi

yang jatuh ke Bumi namun menguap sebelum mencapai daratan, inilah

satu cara penjenuhan udara. Presipitasi terbentuk melalui tabrakan antara

butir air atau kristal es dengan awan.

Hujan sangatlah penting dalam siklus hidrologi. kelembaban dari

laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung,

lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan

anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. Jumlah air hujan diukur

menggunakan pengukur hujan atau disa disebut ombrometer. Dapat juga

dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan

diukur kurang lebih 0.25 mm. Satuan curah hujan menurut SI adalah

milimeter, yang merupakan penyingkatan kata dari liter per meter persegi.

Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke Bumi dari awan. Tidak

semua air hujan sampai ke permukaan Bumi karena sebagian menguap ketika

jatuh melalui udara kering. Air hujan juga sering di gambarkan berbentuk

"lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air

hujan kecil hampir bulat. air hujan yang besar menjadi semakin leper,

air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar

jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil. hujan.

2.4.1 Analisis Frekuensi curah hujan harian maksimum

Analisis frekuensi data hidrologi berkaitan dengan besaran peristiwa

ekstrim berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi

probabilitas. Data hidrologi yang dianalisi diasumsikan tidak bergantung dan

terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik.

Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan

disamai atau dilampaui. Sebaliknya, kala ulang merupakan waktu hipotetik

dimana hujan dengan besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Dalam

hal ini tidak terkandung bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur

setiap kala ulang tersebut.

2.4.2 Menentukan jenis distribusi yang digunakan

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan

empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi,

dihitung dengan syarat masing-masing jenis distribusi sesuai tabel.

Page 22: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

32

Tabel 2.5 persyaratan masing-masing distribusi

Sumber : Triatmodjo, 2015

1. Distribusi normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss.

Fungsi densitas peluang normal (PDF= probability density function) yang

paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF

distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan

bakunya, sebagai berikut :

............................................................... (1)

Yang dapat didekati dengan:

.............................................................. (2)

.............................................................. (3)

Dimana :

XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan

periode ulang T-tahunan.

= Nilai rata- rata hitung variate.

S = Deviasi standar nilai variate.

......................................................... (4) XT = ų + K Tσ

Page 23: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

33

KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode

ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang

digunakan untuk analisi peluang.

Tabel 2.6 nilai variabel reduksi Gauss

2. Distribusi log Normal

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi

normal, jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X

dikatakan mengikuti distribusi Log normal. PDF (probably density function)

untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan daalam bentuk rata- rata dan

simpangan bakunya, sebagai berikut :

....................................... (5)

Dimana :

P(X) = Peluang log normal.

X = Nilai variate pengamatan.

σY = Deviasi standar nilai variate Y.

Page 24: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

34

YT = + KTσ

Y = Nilai rata-rata populasi Y.

Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas, maka peluang

logaritmik merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan

sebagai model matematik dengan persamaan :

........................................................ (6)

Yang dapat didekati dengan :

........................................................ (7)

..................................................... (8)

Dimana :

YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan

periode ulang T-tahunan.

Y = Nilai rata-rata hitung variate.

S = Deviasi standar nilai variate.

KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari

peluang atau periode ulang dan tipe model

matematik distribusi peluang yang digunakan

untuk analisis peluang.

3. Distribusi Log Person Type III

Distribusi log pearson ini telah mengembangkan serangkaian fungsi

probabilitas yang dapat dipakai hampir semua distribusi probabilitas empiris.

Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan pearson

yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log Pearson Type III.

Tiga parameter yang paling penting dalam Log Pearson Type III yaitu harga

rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Jika koefisien

kemencengan sama dengan nol, distribusi kembali ke distribusi Log Normal.

Berikut langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III

1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X.

YT = + KTS

K

KT =

Page 25: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

35

Log =

G =

Log XT = log + K.s

2. Hitung harga rata-rata :

......................................................... (9)

3. Hitung harga simpangan baku :

........................................ (10)

4. Hitung koefisien kemencengan :

............................................ (11)

5. Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan

rumus :

............................................ (12)

Dimana :

K adalah variabel standar (standardized variable) untuk X

yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G.

Tabel 2.7 Nilai KT untuk Distribusi Log Pearson Type III

Skew Waktu Balik Dalam Tahun

Coefficient 2 5 10 25 50 100 200

Cs or Cw Exceedence Probability

0,5 0,2 0,1 0,04 0,02 0,01 0,005

3 -0,396 0,42 1,18 2,278 3,152 4,051 4,97

2,9 -0,39 0,44 1,195 2,277 3,314 4,013 4,909

2,8 -0,384 0,46 1,21 2,275 3,114 3,973 4,847

2,7 -376 0,479 1,224 2,272 3,093 3,932 4,783

2,6 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889 4,718

2,5 -0,36 0,518 1,25 2,262 3,048 3,845 4,652

2,4 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,032 3,8 4,584

2,3 -0,341 0,555 1,274 2,248 2,997 3,753 4,515

2,2 -0,33 0,574 1,284 2,24 2,97 3,705 4,444

2,1 -0,319 0,592 1,294 2,23 2,942 3,656 4,372

Page 26: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

36

X =

Sumber: Nilai KT untuk Distribusi Log Pearson Type III (Lanjutan)

2 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,553 4,298

1,9 -0,294 0,645 1,31 2,207 2,881 3,499 4,223

1,8 -0,282 0,66 1,318 2,193 2,848 3,444 4,147

1,7 -0,268 0,675 1,324 2,179 2,815 3,388 4,069

1,6 -0,254 0,69 1,329 2,163 2,78 3,33 3,99

1,5 -0,24 0,705 1,333 2,14 2,743 3,33 3,91

1,4 -0,225 0,719 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828

1,3 -0,21 0,732 1,338 2,108 2,666 3,211 3,745

1,2 -0,195 0,745 1,34 2,087 2,626 3,149 3,661

1,1 -0,18 0,758 1,341 2,066 2,585 3,087 3,575

1 -0,164 0,769 1,34 2,043 2,542 3,022 3,489

0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401

0,8 -0,132 0,78 1,336 1,998 2,543 2,891 3,312

0,7 -0,116 0,79 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223

0,6 -0,099 0,8 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132

0,5 -0,083 0,808 1,323 1,91 2,311 2,686 3,041

0,4 -0,066 0,816 1,317 1,88 2,261 2,615 2,949

0,3 -0,05 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856

0,2 -0,033 0,83 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763

0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,4 2,67

0 0 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576

Sumber : Bambang Triatmodjo 2008

4. Distribusi Gumbel

Distribusi gumbel banyak digunakan untuk analisis data maksimum,

seperti untuk analisis frekuensi banjir. Gumbel menggunakan harga ekstrim

untuk menunjukkan bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X₁, X2, X3, ....., Xn

mempunyai fungsi distribusi eksponensial ganda. Dalam penggambaran pada

kertas probabilitas, Chow (1964) menyarankan penggunaan rumus berikut ini

:

.................................................. (13)

Dimana :

= Harga rata-rata populasi.

σ = Standar deviasi (simpangan baku).

K = Faktor probabilitas.

Apabila jumlah populasi yang terbatas (sampel), maka persamaan

dapat didekati dengan persamaan :

Page 27: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

37

.................................................... (14)

Dimana :

X = Harga rata-rata sampel.

S = Standar deviasi (simpangan baku) sampel.

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat

dinyatakan dalam persamaan :

.................................................. (15)

Dimana :

Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel

atau data n ( tabel 2.7)

Sn = Reduced standard deviation yang juga tergantung

pada jumlah sampel/data n (tabel 2.7)

Ytr = Reduced variate, yang dapat dihitung dengan

persamaan berikut ini :

Ytr = - ln ..................................................... (16)

Tabel 2.8 Gumbel Hubungan n (Besar Sampel) dengan Yn dan Sn

X = + SK

K =

Page 28: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

38

Sumber : Gumbel Hubungan n (Besar Sampel) dengan Yn dan Sn

(Lanjutan)

Sumber (Dr.Suripin. Sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan

yogyakarta:Andi)

Tabel 2.9 Reduced Variate (Yt)

Page 29: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

39

2.5 Debit Banjir

Debit Banjir Menurut Hadisusanto (2011), untuk memperkirakan

debit puncak banjir dapat digunakan metode alternatif perhitungan yaitu

metode rasional. Penggunaan metode tersebut penerapannya tergantung pada

data yang tersedia, tingkat detail perhitungan dan tingkat bahaya kerusakan

akibat banjir. Adapun rumus rasional adalah :

................................................................................... 17)

dimana :

Q : debit banjir maksimum (m3 /detik)

C :koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan

lahan.

I : intensitas hujan maksimum (mm/jam)

A : luas daerah aliran sungai (km2)

2.6 Durasi hujan

Durasi Hujan Berdasarkan Edisono dkk (1997), durasi hujan adalah

lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) diperoleh terutama dari

hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan drainase

durasi hujan ini sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi.

2.7 Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan

waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung

intesinsitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya

makin tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan dan

frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung intensitas-durasi-

frekuensi (IDF= Intensity-Duration-Frequency curve).

Tabel 2.10 Keadaan dan Intensitas Hujan

Derajad curah

hujan

Intensitas curah

hujan (mm/jam) Kondisi

Hujan sangat

lemah < 1,20

Tanah agak basah atau

dibasahi sedikit.

Page 30: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

40

Sumber: Keadaan dan Intensitas Hujan (Lanjutan)

Hujan lemah 1,20 - 3,00

Tanah menjadi basah

semuanya, tetapi sulit

membuat puddel.

Hujan normal 3,00 - 18,0 Dapat dibuat puddel dan

bunyi hujan kedengaran.

Hujan deras 18,0 - 60,0

Air tergenang di seluruh

permukaan tanah dan bunyi

keras hujan terdengar

berasal dari genangan.

Hujan sangat deras > 60,0

Hujan seperti ditumpahkan,

sehingga saluran drainase

meluap.

Sumber : (Dr. Suripin. Sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan

yogyakarta: Andi)

Intensitas curah hujan sendiri dilambangkan dengan huruf I, yang

artinya tingginya hujan yang sering terjadi selama kurun waktu satu jam.

Pada umumnya semakin lama durasi hujan maka semakin kecil intensitas

dengan satuan (mm/jam) yang artinya tinggi curah hujan dapat dihitung dari

data curah hujan harian dengan menggunakan rumus Dr. Monobobe sebagai

berikut :

Rumus Mononobe :

......................................................................................................... (18)

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam).

t = Waktu konsentrasi hujan (jam).

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).

2.8 Analisis kapasitas saluran

Berdasarkan perhitungan debit puncak yang dapat ditampung pada

suatu saluran akan dapat menentukan daya tampung saluran, penampang

I =

Page 31: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

41

saluran yang dipilih adalah berbentuk trapesium yang ekonomis. Persamaan

yang dipergunakan untuk analisis penampang saluran tersebut adalah sebagai

berikut:

Q = A.V .................................................................................... .19)

Rumus kecepatan pengaliran (V) aliran seragam yang banyak

digunakan adalah rumus empiris, yang biasanya disebut dengan rumus

Manning. Persamaannya adalah sebagai berikut :

V = 1/n .R2/3. S1/2 ...................................................................... (20)

R = A/P

A = (b + m . h) .......................................................................... (21)

P = b + 2h ................................................................................. (22)

dimana :

Q : Debit (m³/dt)

A : Luas tampang basah saluran (m²)

V : Kecepatan pengaliran (m/dt)

b : Lebar dasar saluran (m)

h : Tinggi air normal di saluran (m)

P : Keliling tampang basah saluran

n : Koefisien Manning

S : Kemiringan dasar saluran

R : jari-jari hidrolik

Nilai koefisien n manning untuk berbagai macam saluran secara

lengkap dapat dilihat diberbagai referensi, dibawah ini beberapa yang

dianggap paling sering dipakai dalam perencanaan praktis.

(enprint.undip.ac.id/33846/7/1796-chapter-4.pdf).

Tabel 2.11 Harga Koefisien Kekasaran Manning

Page 32: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

42

Sumber : Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan No.008/BNKT/1990

Tabel 2.12 Kecepatan Aliran Air yang Diizinkan pada Bahan Dinding

dan Dasar Saluran.

No. Jenis Material V izin (m/detik)

1. Pasir halus 0,45

2. Lempung kepasiran 0,50

3. Lanau aluvial 0,60

Page 33: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

43

Sumber : Kecepatan Aliran Air yang Diizinkan pada Bahan

Dinding dan Dasar Saluran (Lanjutan)

4. Krikil halus 0,75

5. Lempung kokoh 0,75

6. Lempung padat 1,10

7. Krikil kasar 1,20

8. Batu-batu besar 1,50

9. Pasangan batu 1,50

10. Beton 1,50

11. Beton bertulang 1,50

Sumber : Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan No.008/BNKT/19

2.9 Sumur Resapan

Sumur resapan merupakan skema sumur atau lubang pada

permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat

meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air

minum.Sumur resapan merupakan lubang untuk memasukkan air kedalam

tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke

permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan kedalamannya berbeda. Sumur

resapan digali dengan kedalaman di atas muka air tanah, sedangkan sumur

air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air tanah (Kusnaedi,

2011).

Gambar 2.9 Sketsa sumur resapan

Sumber suripin, 2004

Page 34: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

44

2.10 Fungsi sumur resapan

Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-

hari.Fungsi utama dari sumur resapan bagi kehidupan manusia dapat dibagi

menjadi tiga fungsi utama,yaitu:

1. Pengendali banjir

2. Konservasi air tanah

3. Menekan laju erosi

Tabel 2.13 Faktor Geometri Sumur

2.11 Prinsip dan teori kerja sumur resapan

Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air

hujan kedalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal

Page 35: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

45

dipermukaan tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap

kedalam tanah.

Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air

ke dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian,air

akan lebih banyak masuk kedalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai

aliran permukaan (runoff). Dibawah tanah,air yang meresap ini akan

merembes masuk kedalam lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh

dimana pada berbagai jenis tanah, lapisan ini masih bisa menyerap air. Dari

lapisan tersebut, airakan menembus kedalam permukaan tanah (watertable)

dimana dibawahnya ada air tanah (ground water) yang terperangkap dalam

lapisan akuifer. Dengan demikian, masuknya air hujan kedalam tanah akan

membuat imbuhan air tanah akan menambah jumlah air tanah dalam lapisan

akuifer, sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan

tanah, dalam pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan

kemampuan tanah dalam meresapkan air. Oleh karena itu perencanaan

dimensi sumur resapan berangkat dari sifat fisik tanah khususnya harus

bertitik tolak pada keadaan daya rembes tanahnya. Dengan prinsip kerja dari

sumur resapan tersebut,maka jika kita ingin membuat sumur resapan pada

area halaman rumah kita, kita akan menyalurkan air hujan yang turun diarea

rumah kita menuju sumur resapan,termasuk air hujan yang turun pada genting

atap rumah yang nantinya mengalir menuju talang air. Dari talang,air kita

salurkan kesumur resapan dengan menggunakan pipa (biasanya menggunakan

pipa paralon).Sedangkan air hujan yang turun selain diarea genteng atap

rumah, dapat kita salurkan menuju sumur resapan dengan cara membuat

semacam selokan atau got kecil diarea rumah kita,yang dibuat dengan

kemiringan tertentu,sehingga nantinya air yang masuk kedalam selokan atau

got tersebut dapat mengalir menuju sumur resapan. Untuk membuang

kelebihan air yang masuk kedalam sumur resapan, kita bias membuat pipa

pembuangan, yang nantinya berfungsi mengalirkan kelebihan air didalam

sumur resapan menuju saluran drainase/saluran pembuang seperti Gambar 2 .

Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampung Air Hujan.

Gambar 2.10: prinsip kerja sumur resapan

Page 36: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

46

Semakin banyak air yang mengalir kedalam tanah berarti akan

banyak tersimpan air tanah dibawah permukaan bumi. Air tersebut dapat

dimanfaatkan kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat

dieksplorasi setiap saat.Jumlah aliran permukaan akan menurun karena

adanya sumur resapan. Pengaruh positifnya bahaya banjir dapat dihindari

karena terkumpulnya air permukaan yang berlebihan di suatu tempat dapat

dihindarkan. Menurunnya aliran permukaan ini juga akan menurunkan tingkat

erosi tanah.

2.12 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan

Dimensi sumur resapan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tinggi

muka air tanah, intensitas hujan, lama hujan, luas penampang tampungan dan

koefisien. Permeabilitas tanah.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

pembahasan dibawah ini:

1. Tinggi muka air tanah

Dasar bangunan sumur resapan akan efektif apabila terletak diatas

muka air tanah.Oleh karena itu diperlukan peta sebaran muka preatik

daerah penelitian yang menggambarkan distribusi tinggi muka air

tanah.

2. Intensitas hujan

Intensitas hujan sangat diperlukan untuk menghitung besarnya

kapasitas sumur.Resapan untuk menampung air hujan yang jatuh pada

penutupan lahan dengan luasan tertentu.Volume air tampungan adalah

hasil kali intensitas hujan,luas daerah tampungan dan lama hujan.

3. Durasi hujan

Lama hujan adalah waktu terlama hujan itu terjadi setiap kejadian

hujan.Lama hujan (durasi) sangat diperhitungkan dalam memprediksi

daya tampung sumur serapan.

4. Luas penampung tampungan

Luas penampung tampungan ini merupakan jumlah total dari atap

bangunan atau bidang pekerasan yang airnya dialirkan pada sumur

resapan.Semakin besar luas tampungan maka semakin besar luas

tampungan maka semakin besar volume tampungan.

5. Koefisien permeabilitas tanah

Koefisien permeabilitas adalah kemampuan tanah dalam melewatkan

air sebagai fungsi dari waktu. Kemampuan tananh dalam meresapkan

air hujan yang ditampung ditentukan oleh koefisien permeabilitas ini.

Page 37: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa

47

2.13 Perhitungan debit air hujan Debit air limpasan dari air hujan adalah volume air hujan per satuan

waktu yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus diakhiri melalui saluran

drainase. Debit air limpasan terdiri dari tiga komponen yaitu run off (C), data

intensitas curah hujan (I), dan catchment area (Aca).

Metode rasional sangat sederhana dan sering digunakan dalam

perencanaan drainase perkotaan. Beberapa parameter hidrologi yang

diperhitungkan adalah intensitas hujan, durasi hujan, frekuensi hujan, luas

DAS, abstraksi (kehilangan air akibat evaporasi, intersepsi, infiltrasi,

tampungan permukaan) dan konsentrasi aliran. Metode rasional didasarkan

pada persamaan berikut :

Rumus untuk metode Rasional :

Qatap = 0.00278 x C x I x A .................................................... (23)

Dimana:

Q= Debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan

intensitas, durasi dan frekuensi tertentu (m³/det).

C = koefisien aliran permukaan

A = luas daerah tangapan (m2)

I = panjang saluran (m)

Tabel 2.14 Nilai dasar dari koefisien limpasan (Run Off)