bab ii tinjauan pustaka 2.1 penelitian terdahulu tabel 2.1
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan mengacu pada beberapa hasil penelitian
sebelumnya, memuat referensi yang menggambarkan tujuan penelitian, studi atau
metode yang dilakukan, berikut adalah hasil penelitian terdahulu, dapat dilihat
pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Peneliti Intisari
(Rifqi,
2018)
Metode yang digunakan yaitu audit produksi bersih dengan
dilakukan identifikasi permasalahan, analisis peluang produksi
bersih, dan analisis kelayakan kuantitatif dari aspek teknis,
lingkungan dan ekonomi. Non Product Output yang dihasilkan
berupa limbah padat,dan cair. Alternatif produksi bersih yang
direkomendasikan yaitu penggunaan lampu LED, modifikasi mesin
filler, penggunaan kembali sisa air pengempaan untuk perendaman
nata, menerapkan Good Manufacturing Practice (GMP),
pemanfaatan abu boiler dan serbuk kayu sebagai pupuk kompos.
(Ariyanti,
Purwanto,
&
Suherman,
2014)
Tahapan penelitian terdiri dari 3 tahap yaitu melakukan pengamatan
dan identifikasi terhadap proses produksi nata de coco, penggunaan
bahan, air dan energi serta Non Product Output (NPO) dan analisis
hasil penerapan alternative produksi bersih. Non Product Output
yang dihasilkan berupa limbah padat,dan cair. Peluang penerapan
tindakan produksi bersih pada agroindustri nata de coco berdasarkan
strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery):
6
Peneliti Intisari
Pemanfaatan kotoran hasil penyaringan, pembersihan kulit nata dan
nata reject untuk pembuatan pupuk, penggunaan kembali (reuse) air
bekas sisa perendaman nata, air pembersihan nata dan air bekas
pencucian botol serta nampan, penjualan koran bekas penutup
nampan fermentasi kepada pihak ketiga, pemanfaatan kembali sisa
cairan fermentasi untuk pembuatan starter, dan penjualan sisa
potongan nata kepada pedagang minuman jelly drink.
(Hakimi,
Mutiara, &
Budiman,
2006)
Melakukan evaluasi terhadap penanganan limbah untuk digunakan
kembali atau diolah lebih lanjut sehingga dapat mengurangi limbah
dari proses produksi nata de coco. Non Product Output yang
dihasilkan berupa limbah padat,dan cair. Opsi produksi bersih yang
dapat dilakukan untuk penanganan limbah tersebut, yaitu pembuatan
pupuk, pembuatan jelly drink dan pembuatan bak penyaringan
limbah cair. Pelaksanaan opsi produksi bersih ini selain dapat
mengatasi masalah limbah juga diharapkan dapat meningkatan
pendapatan industri karena adanya produk lain yang dapat
dihasilkan.
(Luthfi,
2018)
Metode yang digunakan yaitu audit produksi bersih dengan
identifikasi permasalahan, analisis peluang produksi bersih, dan
analisis kelayakan kuantitatif dari aspek teknis, lingkungan dan
ekonomi. Non Product Output yang dihasilkan berupa limbah padat,
dan cair. Alternatif produksi bersih yang direkomendasikan adalah
bekerjasama dengan perusahaan kopra untuk pengadaan bahan baku
air kelapa, penggunaan boiler untuk proses pemasakan dengan uap,
menjalankan proses pada kondisi optimum, penerapan Good
Manufacturing Practice, dan pemanfaatan limbah kulit nata menjadi
biogas dan pupuk cair organik.
7
2.2 Nata de coco
Nata de coco merupakan produk pangan berbahan dasar air kelapa. Nata
digunakan untuk menyebut pertumbuhan menyerupai gel atau agar - agar yang
terapung yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum di permukaan media
yang mengandung sumber karbon (gula), hidrogen, nitrogen, dan asam (Hamad et
al., 2011) . Nata berupa selaput tebal yang mengandung 35 - 62 % selulosa,
berwarna putih keruh, dan kenyal. Selulosa yang dihasilkan selama fermentasi
adalah jenis polisakarida mikrobial yang tersusun dari serat - serat selulosa yang
dihasilkan oleh Acetobacte xylinum dan saling terikat oleh mikrofibril (Alviani,
2016)
Selama proses fermentasi, bakteri Acetobacter xylinum akan menghasilkan
karbondioksida sebagai hasil metabolisme (Hamad et al., 2011). Karbondioksida
tersebut akan menempel pada serat - serat polisakarida ekstraseluler atau nata
sehingga menyebabkan nata dapat terapung (Majesty, Argo, & Nugroho, 2015).
Oleh karena itu, nata tidak akan terbentuk di dalam cairan media melainkan
terdorong ke permukaan media. Terbentuknya pelikel atau lapisan tipis nata mulai
terlihat setelah 24 jam inkubasi dan proses tersebut berlangsung bersamaan
dengan terjadinya proses penjernihan cairan pada bagian bawah nata (Rizal,
Pandiangan, & Saleh, 2013).
Seperti selulosa alami pada umumnya, nata sangat baik untuk kesehatan
manusia. Nata mengandung serat pangan atau dietary fiber yang bermanfaat
dalam proses pencernaan makanan di usus halus serta penyerapan air di usus besar
(Zulfa & Devi Rismayanti, 2018). Manfaat yang terdapat dalam nata menjadikan
nata semakin digemari masyarakat sebagai campuran dalam hidangan pencuci
mulut sehingga banyak pula masyarakat yang memproduksi nata dalam kemasan.
8
2.3 Proses Pembuatan Nata de coco
Tahapan pembuatan nata de coco cukup mudah yaitu dengan memanaskan
air kelapa, menambahkan nutrisi (sumber karbon dan nitrogen), menambahkan
asam, menginokulasi bakteri Acetobacter xylinum, lalu memulai proses
fermentasi (Hamad et al., 2011). Setelah proses fermentasi selesai, nata yang telah
terbentuk kemudian memasuki proses pencucian, perebusan, perendaman, dan
perebusan kembali (Melina, 2016). Proses perendaman dapat berlangsung 1
hingga 2 hari atau hingga tidak tercium bau asam. Air rendaman juga perlu diganti
secara berkala misalnya setiap 6 jam sekali.
Mekanisme pembentukan nata dimulai dengan pemecahan sukrosa
ekstraseluler menjadi glukosa dan fruktosa oleh Acetobacter xylinum, kemudian
glukosa dan fruktosa tersebut digunakan dalam proses metabolisme sel. Selain itu,
Acetobacter xylinum juga mengeluarkan enzim yang mampu menyusun senyawa
glukosa menjadi polisakarida atau selulosa ekstraseluler. Selulosa tersebut
kemudian akan saling terhubung lalu membentuk masa nata. Fruktosa selain
digunakan sebagai sumber energi, juga berperan sebagai induser bagi sintetis
enzim ekstraseluler polimerase (Zulfa & Devi Rismayanti, 2018)
Selain nutrisi, pH media, ketersediaan oksigen, suhu lingkungan, lama
waktu fermentasi, dan ada tidaknya kontaminan, kualitas nata dan pertumbuhan
Acetobacter xylinum juga dipengaruhi oleh kondisi ruang dan wadah fermentasi.
Ruang dan wadah untuk fermentasi harus terjaga kebersihannya dan bebas dari
segala kontaminan. Proses fermentasi di ruangan gelap dapat menghasilkan nata
yang lebih tebal. Wadah fermentasi perlu ditutup dengan koran untuk menghindari
kontaminan (Majesty et al., 2015). Wadah yang digunakan untuk fermentasi juga
sebaiknya dijaga agar tidak tergoyang selama fermentasi berlangsung karena
dapat menyebabkan struktur lapisan nata menjadi pecah (Muin, Hakim, &
Febriyansyah, 2015).
Proses produksi nata de coco terdiri dari penyaringan, perebusan,
penempatan dalam wadah fermentasi, pendinginan, penambahan starter,
fermentasi (pemeraman), pemanenan, pembersihan kulit, dan pemotongan.
9
Diagram alir proses pembuatan nata de coco dapat dilihat pada Gambar 2.1
sebagai berikut:
Gambar 2. Gambar 2.1. Diagram alir Proses Pembuatan Nata de coco Secara Umum
10
2.4 Pencemaran Industri Nata de coco
Pada proses produksi nata de coco, disamping menghasilkan produk utama
juga menghasilkan berbagai jenis limbah seperti limbah cair, limbah padat, dan
limbah gas. Limah cair berasal dari air sisa perendaman nata de coco,
pengepressan, dan pencucian alat produksi nata de coco. Limbah cair nata de
coco bersifat asam dan memiliki bau yang menyengat serta memiliki warna putih
susu yang pekat. Limbah padat nata de coco berasal dari sisa nata de coco yang
tidak terpakai.
Tabel 2.2. Jenis Limbah Tiap Tahapan Pembuatan Nata de coco
No Tahapan Jenis Limbah
1. Penyiapan Bibit Limbah cair (Bibit fermentasi nata reject)
2. Lembaran Nata Limbah cair (Sisa cairan fermentasi nata )
3. Pengolahan Pasca
Fermentasi
a. Pembersihan
Kulit
b. Penipisan dan
Pemotongan
c. Pengepressan
Limbah padat (Lapisan kulit nata , sisa nata
potong)
Limbah cair (Sisa cairan pengepressan nata
de coco )
2.5 Pengertian Produksi Bersih
Produksi bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada
proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap
manusia dan lingkungan (Yance, 2004). Kementerian Lingkungan Hidup
mendefinisikan produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus menerus pada setiap
kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan
jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah
11
terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada
sumbernya sehingga dapat meminimasi resiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Dari pengertian mengenai
produksi bersih maka kata kunci yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan
adalah: pencegahan, terpadu, peningkatan efisiensi, minimisasi resiko.
Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan efisiensi
pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti penggunaan bahan -
bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan tingkat racun semua emisi
dan limbah sebelum meninggalkan proses.
Pada produk, produksi bersih bertujuan untuk mengurangi dampak
lingkungan selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan bahan baku sampai
ke pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan.
Adapun keberhasilan penerapan produksi bersih di industri (Gunawan,
2006), jika ditandai dengan :
1. Berkurangnya pemakaian air, sehingga industri memiliki kelebihan
pasokan air,
2. Peningkatan efisiensi energi, sehingga industri memiliki kelebihan daya
dan masih dapat dimanfaatkan,
3. Adanya penanganan limbah industri yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan
baku,
4. Adanya penurunan timbulan limbah cair maupun padat, sehingga kapasitas
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan incinerator berlebih.
Penerapan ekoefisiensi hampir sama dengan konsep produksi bersih, di
mana pengelolaan lingkungan dilakukan ke arah pencegahan pencemaran yang
mengurangi terbentuknya limbah, mulai dari pemilihan bahan baku sampai
dengan produk yang dihasilkan. Produksi bersih bertujuan untuk mencegah dan
meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan di seluruh
tahapan produksi (Gunawan, 2006).
12
Tujuan produksi bersih adalah untuk memenuhi kebutuhan kita akan
produk secara berkelanjutan dengan menggunakan bahan yang dapat diperbarui,
bahan tidak berbahaya, dan penggunaan energi secara efisien dengan tetap
mempertahankan keanekaragaman. Sistem produksi bersih berjalan dengan
pengurangan penggunaan bahan, air, dan energi (Ariyanti et al., 2014).
2.6 Prinsip Produksi Bersih
Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan
pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse,
Recycle, Recovery/Reclaim) (Gunawan, 2006). Prinsip-prinsip pokok dalam
strategi produksi bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih dituangkan
dalam 5R (Re-think, Re-use, Reduce, Recovery and Recycle).
1. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah
langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai
produk.
2. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus
dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi:
Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses
maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul
analisis daur hidup produk.
Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak
terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha
3. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi
timbulan limbah pada sumbernya.
4. Reuse (penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu
limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau
biologi.
13
5. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk
memanfaatkan limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula
melalui perlakuan fisika, kimia dan biologi.
6. Recovery/Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil
bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu
limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau
tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi.
Dari semua teknik tersebut, yang paling penting dan perlu diperhatikan
untuk mencapai keberhasilan program produksi bersih adalah mengurangi
penyebab timbulnya limbah. Penjelasan secara rinci diperlihatkan pada Gambar
2.2 sebagai berikut:
(Purwanto, 2009) Gambar 2.2. Teknik-Teknik Produksi Bersih (Purwanto, 2009)
14
2.7 Neraca Massa
Neraca massa adalah suatu perhitungan yang tepat dari semua bahan-
bahan yang masuk, yang terakumulasi dan yang keluar dalam waktu tertentu.
Pernyataan tersebut sesuai dengan hukum kekekalan massa yakni: massa tak dapat
dijelmakan atau dimusnahkan.
Prinsip umum neraca massa adalah membuat sejumlah persamaan-
persamaan yang saling tidak tergantung satu sama lain, dimana persamaan-
persamaan tersebut jumlahnya sama dengan jumlah komposisi massa yang tidak
diketahui (Wuryanti, 2016). Persamaan neraca massa secara umum pada Gambar
2.3 adalah:
Persamaan neraca massa:
Massa masuk = Massa keluar + Massa yang terakumulasi
MA + MB + MC = MD + ME + Makumulasi
Bila tidak ada massa yang terakumulasi, maka persamaan menjadi:
Massa masuk = Massa yang keluar
MA + MB + MC = MD + ME
Gambar 2.3. Diagram Neraca Massa
15
2.8 Debit Air Limbah
Limbah cair industri adalah buangan hasil proses/sisa dari suatu
kegiatan/usaha yang berwujud cair dimana kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomis
sehingga cenderung untuk dibuang (Kencanawati, 2016). Keberadaan limbah cair
tidak diharapkan di lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar tidak mencemari
lingkungan (Husni & Esmiralda, 2016). Pengolahan limbah adalah upaya terakhir
dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses
produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah
dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah
sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan (Rachman, C. Musanif, J., Sulaeman,
2009).
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang
mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan
liter/detik. Debit limbah cair adalah jumlah air limbah yang mengalir atau dibuang
ke lingkungan dalam satuan volume per waktu. Satuan debit yang digunakan
adalah meter kubik per detik (m3/s) (Yenti, 2011).
2.9 Minimisasi Limah
Dalam minimasi limbah terdapat tiga hal yang harus dilakukan, yaitu
perubahan bahan baku industri, perubahan proses produksi, dan daur ulang
limbah. Perubahan bahan baku dan perubahan proses produksi dimaksudkan untuk
menekan jumlah limbah yang dihasilkan, termasuk di dalamnya adalah efsiensi
pemakaian bahan-bahan penolong dalam proses produksi. Bila dalam proses
produksi ini masih menghasilkan limbah, maka upaya minimasi dilakukan dengan
daur ulang atau pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan. Limbah yang
dibuang ke lingkungan hanyalah limbah yang benar-benar tidak dapat
dimanfaatkan kembali.
16
Pada hirarki prioritas manajemen limbah, yang menjadi prioritas utama
adalah dengan mengurangi konsumsi bahan baku yang berpotensi menimbulkan
limbah. Dengan adanya pengurangan volume dalam proses diharapkan dapat
mengurangi pula jumlah limbah beracun yang dihasilkan, selanjutnya akan
mengurangi biaya operasi, akan mengurangi kesulitan pengolahan limbah serta
mengurangi kemungkinan timbulnya penyakit dan pengaruh buruk terhadap
manusia dan lingkungan. Berikut merupakan hierarki prioritas manajemen limbah
yang dapat diterapkan dalam upaya minimisasi limbah pada Gambar 2.4 sebagai
berikut:
(ISWA, 2010)
Gambar 2.4. Hierarki Prioritas Manajemen Limbah
(ISWA, 2010)