bab ii kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan … · pada subbab ini dijelaskan beberapa...
TRANSCRIPT
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan kajian terhadap tulisan-tulisan yang berkaitan
dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Chaer (2007:26) menjelaskan
bahwa fungsi kajian pustaka adalah untuk mengetahui kedudukan penelitian di
dalam dunia keilmuan berkenaan dengan topik atau masalah yang diteliti. Kajian
pustaka yang diuraikan dalam subbab ini meliputi hasil penelitian terdahulu yang
memiliki relevansi dengan penelitian ini. Kajian tersebut baik berupa disertasi,
tesis, maupun hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan sintaksis, khususnya
yang berhubungan dengan klausa relatif. Selain itu, hasil penelitian yang disajikan
juga mencakup penelitian sintaksis dengan objek bahasa yang berbeda. Walaupun
penelitian tersebut mengkaji bahasa yang berbeda, topik dan permasalahan
penelitian-penelitian terdahulu memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang
dibahas pada penelitian ini.
Partami (2001) meneliti relasi gramatikal dan perelatifan dalam bahasa
Buna dengan menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (LFG).
Berkaitan dengan klausa relatif, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
klausa relatif bahasa Buna dibedakan atas klausa relatif restriktif dan nonrestriktif.
Berdasarkan posisi inti, klausa relatif bahasa Buna memiliki inti yang terdapat di
luar struktur dengan urutan postnomina. Fungsi-fungsi yang direlatifkan adalah
13
subjek, objek, dan posesif. Fungsi subjek dan objek yang tidak dimarkahi pada
verbanya dapat direlatifkan dengan menerapkan strategi pengosongan (gapping),
sedangkan fungsi objek1 yang dimarkahi pada verbanya dan objek2 yang mengisi
fungsi subjek direlatifkan dengan strategi pronomina retensi. Bahasa Buna
memiliki struktur klausa yang berbeda dengan struktur klausa bahasa Inggris.
Bahasa Buna memiliki struktur klausa SOV yang sama dengan struktur klausa
bahasa Jepang. Walaupun memiliki perbedaan struktur klausa, penelitian yang
dilakukan oleh Partami dapat dijadikan acuan di dalam melihat struktur KRBI.
Dalilan (2003) dalam penelitiannya mengidentifikasi dan membandingkan
fungsi dan karakteristik pronomina relatif (prorel) who, whom, which, whose dan
that dalam bahasa Inggris (BIng) dengan kata yang ada di dalam bahasa Indonesia
(BInd), dan juga mengidentifikasi dan membandingkan strategi perelatifan dalam
klausa relatif kedua bahasa tersebut. Analisis yang digunakan di dalam penelitian
ini adalah analisis kontrastif dan hasil analisis dijelaskan melalui metode deskriptif
komparatif. Pada penelitian ini, analisis klausa relatif antara bahasa Inggris dengan
bahasa Indonesia hanya dilakukan pada batasan kehadiran unsur nomina atau frasa
nomina (FN) dalam klausa bawahan dengan melihat struktur perelatif berstatus
argumen. Selain itu, di dalam menganalisis KRBI, penelitian ini hanya
menganalisis unsur-unsur yang diganti. Penelitian ini merupakan penelitian
konstrastif, yaitu penelitian yang membandingkan klausa relatif dua bahasa, yakni
antara bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini
belum memberikan analisis KRBI secara mendalam.
14
Susilo (2003) dalam penelitiannya menganalisis strategi perelatifan
obliteration atau gapping dan fungsi gramatikal klausa relatif bahasa Indonesia. Di
dalam mengumpulkan data, teknik klasifikasi data digunakan untuk menentukan
kalimat yang memiliki penanda klausa relatif, dan metode analisis data yang
digunakan adalah metode agih yang dibagi menjadi dua teknik, yaitu teknik dasar
dan teknik lanjutan. Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa terdapat
penggunaan strategi obliteration klausa relatif dalam bahasa Indonesia yang
digunakan, dan di dalam fungsi gramatikal bahasa Indonesia terdapat proses
perelatifan dengan adanya perelatif sebagai penanda proses perelatifan.
Artawa (2004) membahas perelatifan yang terjadi pada bahasa Bali.
Penelitian ini menyatakan bahwa dalam bahasa Bali hanya unsur subjek (S) yang
dapat direlatifkan. Unsur lain, seperti oblik (Ob) dapat direlatifkan apabila unsur
oblik sudah dijadikan unsur subjek. Subjektivisasi ini diikuti dengan perubahan
verba misalnya dengan penambahan sufiks agar kalimat tersebut tetap berterima
setelah subjek direlatifkan dan strategi yang digunakan adalah verb-coding
strategy. Selanjutnya, di dalam bahasa Bali terdapat pula mekanisme untuk
mengembalikan unsur nonsubjek menjadi subjek sehingga peran lain dalam kalimat
dapat direlatifkan. Peran tersebut merupakan posesor yang direlatifkan
menggunakan strategi pronomina retensi. Penelitian yang dilakukan oleh Artawa
dapat dijadikan acuan di dalam melihat penerapan strategi perelatifan di dalam
menentukan unsur yang dapat direlatifkan.
Supriyanto (2007) membahas mengenai reduksi klausa relatif restriktif
lengkap dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Di dalam penelitiannya
15
dijelaskan bahwa struktur klausa relatif restriktif lengkap (KRRL) dalam bahasa
Inggris meliputi: (1) who / which + be + N, (2) Prep. + who / which + S + V, (3)
who / which + S + modal (kecuali can / should), dan (4) when / where / why / whose
+ S + V. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto ini dapat dijadikan acuan karena
di dalam penelitian tersebut dijelaskan beberapa jenis dan tipe klausa relatif
restriktif dalam bahasa Inggris. Namun, penelitian ini hanya sebatas menjelaskan
dan mendeskripsikan jenis klausa relatif restriktif, sedangkan klausa relatif bahasa
Inggris dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu klausa relatif restriktif dan
nonrestriktif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penelitian ini belum dapat
menjelaskan KRBI secara menyeluruh.
Nining (2009) melakukan penelitian mengenai konstruksi klausa relatif
bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Penelitiannya berjudul “Analisis Kontrastif
Konstruksi Klausa Relatif Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia”. Penelitian
tersebut bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan konstruksi klausa relatif dalam
bahasa Inggris, (2) mendeskripsikan konstruksi klausa relatif dalam bahasa
Indonesia, dan (3) mendeskripsikan persamaan dan perbedaan konstruksi klausa
relatif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa (1) klausa relatif dalam bahasa Inggris disertai unsur lain seperti subjek,
predikat, objek, pelengkap, serta keterangan perangkai tersebut berupa pronomina
relatif dan adverbial relatif. Pronomina relatif yang digunakan adalah who, whom,
which, whose, that, dan pronomina zero, sedangkan untuk adverbial relatif yang
digunakan adalah where, when, dan why, (2) klausa relatif dalam bahasa Indonesia
juga diawali dengan perangkat yang berupa pronomina relatif dan adverbial relatif,
16
dan (3) perbandingan antara klausa relatif bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia
diperoleh persamaan dan perbedaan. Dari segi makna dan bentuknya, kedua klausa
relatif tersebut memiliki sebuah konstruksi yang berbentuk klausa dan merupakan
bagian dari frasa yang menjelaskan atau membatasi makna inti frasa. Di samping
itu, terdapat beberapa perbedaan dari kedua klausa relatif tersebut, yaitu (1) jenis
perangkai yang digunakan, (2) keterangan perangkai, dan (3) adanya perbedaan
sebagian struktur antara kedua klausa relatif. Pemakaian jenis perangkai klausa
relatif bahasa Inggris dapat dipengaruhi oleh anteseden yang mendahului. Selain
itu, pemakaian kedua jenis perangkai juga dipengaruhi oleh fungsi perangkai itu
sendiri, seperti sebagai subjek, objek, atau kepemilikan dan sebagian perangkai
dalam klausa relatif bahasa Inggris yang memiliki fungsi sebagai objek dapat
dilesapkan sementara di dalam bahasa Indonesia tidak karena dapat menyebabkan
makna yang tidak jelas.
Danasaputra (2009), penelitiannya yang berjudul “Klausa Relatif Bahasa
Asing” memiliki objek kajian penelitian yang sama dengan penelitian ini. Hanya,
penelitian yang dilakukan oleh Danasaputra membandingkan dan menjelaskan
persamaan dan perbedaan klausa relatif bahasa Inggris dengan klausa relatif bahasa
asing lainnya, seperti klausa relatif dalam bahasa Jerman, bahasa Perancis, dan juga
bahasa Jepang. Penelitian ini menjelaskan struktur klausa relatif dalam bahasa
Inggris dengan bahasa lainnya. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa (1)
struktur klausa relatif bahasa Inggris memiliki kemiripan dengan struktur klausa
relatif bahasa Jerman, bahasa Perancis dan bahasa Jepang, hanya struktur klausa
relatif bahasa Inggris bersifat lebih variatif dan lebih kompleks dibandingkan
17
dengan bahasa-bahasa asing lainnya, dan (2) struktur klausa relatif bahasa Inggris
membedakan antara subjek, objek, dan kepemilikan, serta adanya klausa relatif
yang bersifat obligatori dan opsional, berbeda dengan bahasa Jerman yang hanya
mengenal satu klausa relatif yang sifatnya obligatori, bahasa Perancis yang
mengenal adanya sifat maskulin dan feminin untuk membedakan subjek dan objek
di dalam struktur klausa relatifnya, dan bahasa Jepang yang tidak mengenal adanya
pronomina relatif dan hanya memiliki partikel ga untuk subjek dan partikel no
untuk menunjukkan objek.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Kasni (2012) yang berjudul “Strategi
Penggabungan Klausa Bahasa Sumba Dialek Waijewa”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa penggabungan klausa secara subordinatif (struktur
subordinatif) bahasa Sumba dialek Waijewa (BSDW) dibedakan menjadi tiga, yaitu
(1) struktur yang terdiri atas klausa relatif, (2) klausa pelengkap, dan (3) klausa
keterangan. Argumen S, A, Obl lokatif, dan Obl instrumen direlatifkan melalui
pengosongan atau gapping, sedangkan pemilik direlatifkan melalui pronomina
retensi. Klausa pelengkap digabungkan melalui serialisasi verba, struktur klausa
relatif, aposisi, dan penggabungan tujuan. Klausa keterangan dalam BSDW
digabungkan dengan konjungsi ataupun tanpa konjungsi.
Susilo (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Klausa Relatif Bahasa
Indonesia: Suatu Tujuan Sintaksis” menjelaskan dan mendeskripsikan secara
khusus, (1) strategi perelatifan obliteration atau gapping pada klausa relatif dalam
bahasa Indonesia, (2) kata yang digunakan di dalam merelatifkan klausa dalam
bahasa Indonesia dan (3) fungsi gramatikal dan perelatifan dalam klausa relatif
18
bahasa Indonesia. Penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif deskriptif dan
data yang dianalisis adalah kalimat majemuk yang mengandung klausa relatif.
Metode yang digunakan di dalam menganalisis data adalah metode agih yang dibagi
ke dalam dua teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Berdasarkan hasil
penelitian, disimpulkan bahwa: (1) di dalam bahasa Indonesia terdapat penggunaan
strategi obliteration atau gapping yang terjadi di dalam proses perelatifan klausa,
(2) adanya kata perelatif yang dan tempat yang berfungsi sebagai penanda klausa
relatif, dan (3) terdapat fungsi gramatikal yang dapat mengalami proses perelatifan
dalam klausa relatif bahasa Indonesia. Penelitian ini dapat dijadikan acuan dan
memberikan informasi tambahan mengenai proses pembentukan klausa relatif.
Penelitian terakhir yang dijadikan kajian pustaka di dalam penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013). Dalam penelitiannya, Dewi
meneliti unsur yang dapat direlatifkan, strategi perelatifan yang digunakan, dan
relasi gramatikal klausa relatif bahasa Jepang. Teori yang digunakan adalah teori
Tata Bahasa Leksikal Fungsional dan teori Tipologi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kalimat bahasa Jepang yang direlatifkan adalah subjek, objek, oblik, dan
posesor. Posisi nomina inti klausa relatif bahasa Jepang termasuk tipe prenominal,
yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti, namun di dalam beberapa kasus
ditemukan perelatifan tanpa strategi gap. Walaupun penelitian tersebut berbeda
pada objek kajian, namun penelitian yang dilakukan oleh Dewi dapat dijadikan
acuan di dalam menentukan peran nomina inti dan relasi gramatikal yang diperoleh
nomina inti di dalam klausa relatif secara umum.
19
2.2 Konsep
Pada subbab ini dijelaskan beberapa konsep yang mencakup batasan
mengenai terminologi teknis yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep
dipaparkan dengan tujuan untuk menyatukan titik pandang dan pemahaman serta
memperjelas arah kajian penelitian ini. Adapun konsep yang digunakan di dalam
penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.
2.2.1 Klausa
Kridalaksana (1993:110) menjelaskan bahwa klausa merupakan satuan
gramatikal yang berwujud kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas
subjek dan predikat dan memiliki potensi untuk menjadi kalimat. Verhaar (1996:12)
juga menjalskan bahwa klausa merupakan kalimat yang terdiri atas sebuah verba
dan frasa verbal yang disertai dengan satu konstituen atau lebih yang secara
sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Menurut Lapoliwa (1990:19), istilah
klausa digunakan untuk merujuk pada satuan struktur dalam kalimat yang
mempunyai struktur predikasi sebagai kalimat tunggal tanpa adanya intonasi.
Kroeger (2005:32) menjelaskan bahwa klausa merupakan satuan unit
gramatikal terkecil yang dapat menunjukkan proposisi yang lengkap. Kridalaksana
(1993) mengungkapkan dengan jelas bahwa klausa tidak sama statusnya dengan
kalimat apabila acuannya adalah kalimat minim atau elip, seperti pada lari! dan
pergi! bukan merupakan klausa karena tidak mengandung subjek dan predikat. Bila
sebuah struktur mengandung unsur subjek dan predikat dan mengandung intonasi
20
lanjut, maka bentuk tersebut adalah klausa dan klausa tersebut akan menjadi
kalimat apabila berisi intonasi final.
2.2.2 Klausa Relatif
Frank (1972:276) menjelaskan bahwa klausa relatif merupakan klausa
subordinatif yang memberikan informasi tambahan mengenai seseorang atau
sesuatu di dalam suatu kalimat. Istilah klausa relatif juga dikenal sebagai klausa
sematan karena klausa tersebut disematkan di dalam klausa utama dan memiliki
fungsi sintaksis tertentu. Lapoliwa (1990:47) menambahkan bahwa klausa relatif
sebagai klausa pewatas karena klausa tersebut termasuk ke dalam klausa
subordinatif yang kehadirannya berfungsi untuk mewatasi atau mempertegas
makna kata atau frasa yang diikutinya. Klausa relatif dapat memodifikasi kata
benda karena klausa relatif biasanya terletak setelah frasa nomina dan berfungsi
untuk menunjukkan keterangan sesuatu yang ditujukan kepada frasa nomina
tersebut, dengan kata lain klausa relatif menyatakan kepemilikan (Yule, 1998:240).
Klausa relatif digunakan ketika pembicara menganggap bahwa identitas referen
dapat diakses oleh pendengar, tetapi tidak diakses dengan mudah (Givon,
1990:645).
Dixon (2010:314) menjelaskan bahwa klausa relatif secara sintaksis
berfungsi sebagai atributif dari argumen umum atau common argument dalam
klausa utama. Klausa relatif memiliki struktur dasar sebuah klausa yang terdiri atas
predikat dan argumen inti yang dibutuhkan oleh predikat. Selain itu, klausa relatif
juga memiliki fungsi yang sama dengan adjektiva, sehingga nomina atau pronomina
21
yang dibatasi oleh klausa relatif disebut dengan anteseden, yaitu kata yang berasal
dari kategori nomina, frasa nomina, atau pronomina dan ditunjuk kembali oleh
pronomina relatif tersebut. Klausa relatif umumnya berada di dalam kalimat
majemuk bertingkat dan merupakan salah satu unsur penting pembentuk kalimat
majemuk bertingkat yang dapat berfungsi sebagai subjek, objek, ataupun
keterangan lainnya.
2.2.3 Nomina Inti (Head)
Lapoliwa (1990:49) menyatakan bahwa nomina inti atau head adalah
nomina atau frasa nomina yang diwatasi oleh klausa relatif. Nomina inti berfungsi
sebagai bagian utama dalam frasa nomina dan sebagai konstituen yang menjelaskan
struktur frasa tersebut, umumnya berkategori nomina (Quirk dkk., 1985:1238).
Menurut Hatono & Pardiyono (1996:273) di dalam satuan frasa terdapat inti (yang
diterangkan) dan modifier (yang menerangkan), begitu juga pada frasa nomina.
Quirk dkk. (1985:1238-1239) selanjutnya menjelaskan bahwa frasa nomina dapat
dibagi menjadi empat bagian di dalam pembentukan struktur dasar frasanya, antara
lain: determinative, premodification, postmodification, dan complementation.
2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif
Leech (1975:285) menyatakan bahwa KRBI dapat dipergunakan untuk
berbagai tipe subklausa yang dihubungkan ke sebagian atau seluruh klausa utama.
Prinsip utama KRBI adalah sebagai penjelas frasa nomina sehingga pembentukan
KRBI ditandai dengan adanya pronomina relatif yang merujuk pada frasa nomina
22
sebelumnya. Terdapat perbedaan antara perelatif atau biasa disebut dengan
relativizer dengan pronomina relatif. Kroeger (2005:234) menjelaskan bahwa
perelatif memiliki ciri tersendiri yang menunjukkan adanya struktur klausa relatif
dalam satu kalimat. Downing & Locke (2006:449) mengatakan bahwa perelatif
merupakan anteseden, dengan kata lain prelatif merupakan anteseden yang berupa
nomina atau pronomina yang diletakkan pada awal kalimat. Kroeger (2004:178)
menyatakan bahwa pronomina perelatif adalah salah satu tipe pronomina khusus
yang bergantung kepada beberapa fitur yang berkaitan dengan nomina inti, seperti
gender, dan jumlah. Pronomina relatif merupakan salah satu jenis pronomina
khusus, sedangkan perelatif tidak. Di dalam bahasa Inggris, terdapat beberapa jenis
pronomina relatif, yaitu: who, whom, whose, which, where, why, while, dan when.
2.2.5 Struktur Konstituen / C-structure
Struktur konstituen (StKon) atau yang biasa disebut dengan c-structure
merupakan susunan representasi dari permukaan frasa sintaksis. Struktur ini
merupakan organisasi kata-kata yang membentuk kalimat menjadi unit yang lebih
besar, yang setiap unit (konstituen) memiliki kategori (Falk, 2001:33-35). Struktur
ini merepresentasikan urutan kata dan pengelompokan frasa dengan menggunakan
diagram pohon struktur frasa. Pada penelitian ini, kategori fungsional dari StKon
tidak digunakan sehingga penjelasan mengenai kategor StKon yang dijelaskan
hanya berupa kategori leksikal. Label-label yang termasuk ke dalam kategori
leksikal dalam StKon adalah sentence (S), noun (N), verb (V), preposition (PREP),
23
adjective (Adj), dan adverb (Adv). Chomsky (1986) menyatakan bahwa kategori
leksikal yang utama adalah N, V, P, dan A dengan tambahan Adv.
2.2.6 Struktur Fungsional / F-structure
Dalrymple (2001) menjelaskan bahwa struktur fungsional merupakan
struktur pengaturan sintaksis fungsional yang abstrak dari suatu kalimat atau
merepresentasikan struktur predikat-argumen sintaksis dan hubungan fungsional
seperti subjek (S) dan objek (O). Falk (2001:11) menambahkan bahwa struktur
fungsional merupakan gambaran fungsi gramatikal. Falk (2001:57-58) menjelaskan
bahwa fungsi gramatikal atau yang biasa disebut dengan fungsi argumen meliputi:
subjek (SUBJ), objek (OBJ), objek kedua (OBJ2), dan oblik (OBL), adapun fungsi
tambahan lainnya adalah possessor (POSS) yang digunakan untuk argumen tertentu
dari nomina, dan complement (COMP). Adapula fungsi non-argumen lainnya,
seperti adjunct (ADJ), focus (FOK) dan topic (TOP).
2.2.7 Fungsi Gramatikal
Fungsi gramatikal merupakan elemen representasi sintaktik. Falk (2001:10)
menyatakan bahwa di dalam merepresentasi fungsi gramatikal, terdapat beberapa
fitur dan elemen yang memiliki fungsi spesifik. Fungsi gramatikal yang digunakan
di dalam teori LFG antara lain SUBJ, OBJ, COMP, XCOMP, dan OBL. Fungsi
gramatikal dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara. Di dalam teori LFG,
subkategori argumen merupakan suatu proses mengklasifikasikan fungsi
gramatikal dengan argumennya yang memerlukan predikat.
24
2.2.8 Subjek
Subjek (SUBJ) merupakan fungsi gramatikal paling utama yang biasanya
diisi oleh nomina atau frasa nomina (FN) di dalam sebuah kalimat. Alwi, dkk.
(1998:37) menjelaskan bahwa di dalam beberapa bahasa, khususnya bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris, subjek biasanya terletak sebelum predikat (PRED).
Subjek dapat berwujud nomina, tetapi pada keadaan tertentu kategori kata lain juga
dapat menduduki fungsi sebagai subjek.
2.2.9 Objek
Objek (OBJ) merupakan fungsi gramatikal selain subjek yang ditempati
oleh nomina atau frasa nomina (FN) dan sekaligus dapat berperan sebagai argumen
inti. Trask (1993) mengungkapkan bahwa objek dapat dibedakan atas dua jenis,
yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Alwi, dkk. (1998:37) menjelaskan
bahwa di dalam beberapa bahasa, khususnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris,
objek biasanya berada setelah predikat (PRED) dan objek tersebut berupa frasa
verbal transitif aktif. Objek juga dapat berfungsi sebagai subjek jika kalimat
tersebut diubah ke dalam kalimat pasif.
2.2.10 Oblik
Oblik (OBL) atau relasi oblik merupakan relasi gramatikal selain relasi
gramatikal utama atau inti yang meliputi subjek dan objek. Oblik merupakan relasi
gramatikal yang bersifat semantis.
25
2.2.11 Struktur Argumen dan Peran Semantik
Argumen merupakan unsur sintaksis dan semantis yang diperlukan oleh
sebuah verba, yang umumnya berkolaborasi dengan pastisipasi pada suatu kejadian
atau keadaan yang dinyatakan oleh verba atau predikatnya. Peran semantik
merupakan hubungan antara predikator dan sebuah nomina dalam proposisi
(Williams, 1991:10; Culicover, 1997:16-17). Hubungan antara predikator dan
nomina inti terjadi dalam hubungan yang saling membutuhkan. Verba sebagai inti
proposisi mengendalikan sejumlah argumen dalam struktur logis.
2.3 Landasan Teori
Penelitian ini memiliki tiga masalah mendasar, yaitu (1) peran nomina inti
dalam KRBI, (2) relasi gramatikal nomina inti KRBI, dan (3) struktur konstituen,
fungsional, dan argumen KRBI. Penelitian ini memerlukan teori yang dapat
menjawab tiap-tiap rumusan masalah tersebut. Penelitian ini menggunakan teori
Lexical Functional Grammar (LFG) dan teori Tipologi.
Teori LFG pertama kali diperkenalkan oleh Joan Bresnan dan Ronald
Kaplan. Joan Bresnan di dalam bukunya yang berjudul The Mental Representation
of Grammatical Relations pada tahun 1982 mengemukakan bahwa teori LFG
merupakan teori linguistik yang muncul berdasarkan adanya penolakan terhadap
beberapa asumsi dalam sintaksis transformasional dan teori relasional mengenai
adanya struktur tingkatan sintaksis. Di dalam teori LFG, bahasa paling tepat
dipaparkan dengan struktur sejajar yang menggambarkan segi berbeda dari
organisasi dan informasi linguistik. Falk (2001:2) menjelaskan bahwa menurut teori
26
LFG, leksikon memegang peran utama, sedangkan kata fungsional di dalam teori
ini mengacu pada fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek.
Teori LFG merupakan teori linguistik yang berusaha menjelaskan susunan
bahasa secara alamiah dari segi fungsionalitasnya. Bresnan (1982) menyatakan
bahwa teori LFG memiliki dua hal penting yang membedakannya dengan teori lain.
Pertama, teori ini merupakan teori yang didasarkan pada leksikal bukan
transformasional. Dengan kata lain, teori ini berpusat pada hubungan antara
diathesis verbal yang berbeda dalam leksikon dibandingkan dengan makna dari
trasnformasional sintaktik. Kedua, teori LFG merupakan teori fungsional bukan
konfigurasional. Fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek tidak didefinisikan
secara konfigurasi struktur frasa atau struktur argumen.
Dalrymple (2001) menyatakan bahwa di dalam teori LFG terdapat dua level
deskripsi sintaktik untuk setiap kalimat dalam suatu bahasa, yaitu berkenaan dengan
constituent structure (c-structure) atau struktur konstituen (StKon) dan functional
structure (f-structure) atau struktur fungsional (StFun). Struktur konstituen (StKon)
sudah dikenal sejak teori transformasional. Seperti pada teori generatif lainnya,
Falk (2001:34) menjelaskan bahwa teori mengeni StKon di dalam teori LFG juga
dikenal dengan teori X-bar (teori X’). Sementara itu, StFun yang menyangkut
fungsi gramatikal pertama kali muncul pada teori generatif, yaitu teori relasional
(Relational Gramar).
Selain teori LFG, penelitian ini juga menggunakan teori lain, yaitu teori
tipologi yang dikemukakan oleh Comrie. Teori Tipologi atau yang dikenal dengan
teori tipologi bahasa merupakan kajian ilmu bahasa yang membahas mengenai
27
bagaimana bahasa tersebut dikelompokkan. Pengelompokan bahasa-bahasa
tersebut didasarkan pada sifat dan perilaku (property) yang dimiliki oleh bahasa itu
sendiri (Mallinson dan Blake, 1981; Comrie, 1983; dan Artawa, 2000).
Perkembangan teori ini kemudian dilanjutkan oleh Comrie pada awal tahun
1980-an. Kajian yang dikembangkan oleh Comrie ini berada pada tataran yang
membahas (i) pemarkahan agen dan pasien, (ii) urutan kata, (iii) koordinasi, dan
(iv) subordinasi (Mallison dan Blake, 1981:1-2). Berdasarkan teori Tipologi,
Comrie (1981:131-139) menjelaskan bahwa secara umum terdapat dua tipe klausa
relatif, yaitu klausa relatif restriktif (klausa yang bersifat membatasi) dan klausa
nonrestriktif (klausa yang sifatnya tidak membatasi). Selain itu, berdasarkan urutan
kata, klausa relatif dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe postnominal, tipe
prenominal dan tipe internal-head. Adapun penjelasan mengenai gambaran umum
dan mekanisme kerja kedua teori tersebut diuraikan pada subbab di bawah ini.
2.3.1 Teori Lexical Functional Grammar (LFG)
Teori Lexical Functional Grammar (LFG) merupakan teori linguistik yang
secara umum digolongkan ke dalam linguistik fungsional yang mempelajari
berbagai aspek dari struktur lingusitik dan hubungan antara berbagai aspek tersebut.
Teori ini merupakan teori yang bersifat leksikal, bukan transformasional. Sesuai
dengan namanya, teori ini merupakan teori leksikal. Hal ini dikarenakan sebagian
besar informasi linguistik terdiri atas leksikon yang terstruktur dan fungsional
karena fungsi gramatikal tidak didefinisikan secara konfigurasi struktur frasa atau
hubungan struktur semantaik atau argumen.
28
Kata leksikal pada teori ini mengisyarakatkan peran yang sangat penting
bagi informasi dan proses leksikal. Artinya, selain memiliki entri leksikal yang
menunjukkan berbagai informasi yang dibawa oleh unit-unit leksikal (kata atau
afiks), leksikon juga merupakan tempat terjadinya berbagai proses pembentukan
kata atau unit leksikal baru yang berdasarkan pada berbagai prinsip dan kendala
yang bersistem (Arka, 2003:7). Hal ini dikarenakan sebagian besar informasi
linguistik terdiri dari leksikon yang terstruktur dan fungsional karena fungsi
gramatikal tidak didefinisikan secara konfigurasi struktur frasa atau hubungan
struktur semantik atau argumen.
Istilah fungsional lebih mengacu pada fungsi matematis yang dikaitkan
dengan konsep bahwa relasi gramatikal (seperti SUBJ, OBJ, OBL) dapat
digambarkan dengan struktur matriks dengan relasi gramatikal dan informasi
lainnya membentuk pasangan atribut dan nilai dalam struktur formal yang disebut
struktur fungsional (f-structure) (Arka, 2003: 7). Teori LFG mengasumsikan bahwa
terdapat dua level sintaksis yang penting di dalam melakukan analisis struktur
linguistik. Analisis yang dilakukan dapat berupa traditional LFG yang terfokus
pada dua struktur sintaksis, yaitu constituent structure (c-structure) atau struktur
konstituen (StKon) dan functional structure (f-structure) atau struktur fungsional
(StFun).
2.3.1.1 Fungsi Gramatikal
Setiap bahasa memiliki bentuk dan perilaku yang berbeda di setiap jenis
frasa dan hal tersebut tergantung dari fungsi gramatikal yang ada pada setiap frasa.
29
Teori LFG merupakan teori yang memfokuskan pada fungsi tata bahasa, seperti
pada subjek (SUBJ) dan objek (OBJ) atau yang disebut hubungan gramatikal.
Fungsi gramatikal merupakan representasi sintaktik. Fungsi gramatikal
didefinisikan secara universal menggunakan konfigurasi c-structure. Seperti halnya
pada bahasa yang mengenal adanya efek superior (‘superiority’ effects), yaitu
hubungan asimaeris antara subjek dengan nonsubjek pada multiple wh-questions
atau kalimat tanya yang memiliki lebih dari satu jenis frasa wh-, Chomsky (1981)
menjelaskan bahwa pada kalimat tanya atau kalimat interogatif, tidak dibenarkan
untuk meletakkan objek di tengah kalimat jika subjek juga dalam bentuk frasa wh-
seperti kata what atau who, seperti pada kalimat: (1) Who saw that? dan *What did
who see? Namun, tidak semua bahasa memiliki fungsi gramatikal tersebut.
King (1995:56) menunjukkan bahwa bahasa Rusia tidak mengenal adanya
efek superior tersebut. Namun, di beberapa bahasa menunjukkan adanya hubungan
asimetris antara subjek dengan nonsubjek, seperti yang ditunjukkan pada struktur
kalimat (1). Perbedaan hubungan antara subjek dan nonsubjek hanyalah satu aspek
perbedaan fungsi gramatikal. Keenan dan Comrie (1977:5) memperlihatkan bahwa
terdapat analisis yang lebih tepat untuk menggambarkan struktur gramatikal yang
dikenal dengan hierarki Keenan-Comrie di dalam pembetukan klausa relatif seperti
berikut: SUBJ > DO > IO > OBL > GEN > XCOMP. Hierarki yang diperkenalkan
oleh Keenan dan Comrie memperlihatkan nilai pada fungsi gramatikal yang
membatasi pembentukan klausa relatif dengan membatasi fungsi gramatikal
argumen dalam klausa relatif tersebut.
30
Kalimat umumnya terdiri dari atas kumpulan kata yang memiliki fungsi
sesuai dengan kedudukannya yang dinakaman fungsi gramatikal kalimat. Di dalam
teori LFG, fungsi gramatikal merupakan elemen representasi sintaktik. Falk
(2001:10) menyatakan bahwa representasi fungsi gramatikal tidak berupa struktur
pohon, akan tetapi terdapat beberapa fitur dan elemen yang memiliki fungsi
spesifik. Representasi itulah yang disebut dengan struktur fungsional.
Dalrymple (2001:9) menambahkan bahwa fungsi gramatikal yang
dikemukakan oleh teori LFG adalah sebagai berikut: SUBJ, OBJ, OBJθ, COMP,
XCOMP, OBLθ, ADJ, XADJ. Simbol X menyatakan fungsi gramatikal yang
memiliki kontrol, yakni ketika argumen (SUBJ) tidak diperbolehkan muncul di
dalam struktur konstituen. Arka (2003:22) menyatakan bahwa untuk XCOMP atau
fungsi komplemen dengan kontrol dicontohkan oleh komplemen dengan verba
‘berdagang’ dalam kalimat ‘Saya mencoba berdagang’. Dalam struktur ini, SUBJ
dari ‘berdagang’ dikontrol oleh SUBJ verba ‘mencoba’, sedangkan untuk contoh
XADJunct terlihat dalam kalimat ‘Datang terlambat, dia minta maaf’. SUBJ dari
ADJ ‘datang terlambat’ dikontrol oleh SUBJ verba ‘minta’, yakni ‘dia’.
Di dalam teori LFG, kedua tipe argumen tersebut dapat dibedakan menjadi
XCOMP dan COMP. XCOMP merupakan subjek klausa pemerlengkap yang
dikendalikan oleh subjek, sedangkan COMP merupakan pelengkap tertutup dengan
subjeknya sendiri dan tidak dikendalikan secara fungsional. Perbedaan COMP dan
XCOMP dapat dilihat pada dua contoh kalimat berikut diikuti dengan struktur
fungsionalnya.
31
1. The woman wants to drive the tractor.
XOMP = to drive the tractor
(↑XCOMP SUBJ) = (↑SUBJ)
2. The driver thinks that the tractor will start.
COMP = that the tractor will start
1. The woman wants to drive the tractor
SG NUM
ACC CASE
3 PERS
- ANIM
COUNT NTYPE
DEF TYPE-SPEC
THE FORM-SPEC SPEC
TRACTOR'' PRED
OBJ
SUBJ
'OBJSUBJ, DRIVE' PRED
XCOMP
SG NUM
NOM CASE
FEM GEND
3 PERS
ANIM
COUNT NTYPE
DEF TYPE-SPEC
THE FORM-SPEC SPEC
WOMAN'' PRED
SUBJ
PRES TENSE
INDICATIVE MOOD ASP-TNS
EDECLARATIV TYPE-STMT
SUBJXCOMP WANT'' PRED
Bagan 1. Struktur Fungsional XCOMP Dikutip dari Butt (1999:52)
32
Berdasarkan pada sruktur fungsional XCOMP di atas, terlihat bahwa
matriks subjek mengontrol fungsi subjek yang menempel pada fungsi XCOMP. Hal
ini ditunjukkan oleh garis yang menghubungkannya.
2. The driver thinks that the tractor will start.
SG NUM
NOM CASE
3 PERS
- ANIM
COUNT NTYPE
DEF TYPE-SPEC
THE FORM-SPEC SPEC
TRACTOR'' PRED
SUBJ
FUT TENSE
INDICATIVE MOOD ASP-TNS
'SUBJ START' PRED
COMP
SG NUM
NOM CASE
3 PERS
ANIM
COUNT NTYPE
DEF TYPE-SPEC
THE FORM-SPEC SPEC
DRIVER'' PRED
SUBJ
PRES TENSE
INDICATIVE MOOD ASP-TNS
DEC TYPE-STMT
COMP SUBJ, THINK'' PRED
Bagan 2. Struktur Fungsional COMP Dikutip dari Butt (1999:53)
33
Berbeda dengan XCOMP, pada struktur fungsional COMP tidak terlihat
matriks yang mengontrol fungsi subjek karena subjek bersifat independen. Selain
itu, COMP pada struktur fungsional di atas memiliki spesifikasi TNS-ASP yang
tidak dimiliki oleh XCOMP. Berdasarkan pada kedua penggambaran di atas,
XCOMP dapat disebut sebagai komplemen terbuka (open complement) sedangkan
COMP dapat disebut sebagai komplemen tertutup (closed complement).
Label OBJθ dan OBLθ mewakili hubungan relasi peran semantik dan simbol
θ digunakan untuk memperlihatkan peran semantik yang terkait dengan argumen.
Seperti contoh: OBJTHEME merupakan kelompok yang secara tematik membatasi
fungsi OBJθ yang memiliki peran semantik sebagai THEME dan OBLSOURCE dan
OBLGOAL merupakan bagian fungsi gramatikal OBJθ yang mengisi fungsi peran
semantik sebagai SOURCE dan GOAL. Fungsi gramatikal yang dapat dikuasai,
seperti SUBJm OBJ, OBJθ, COMP, XCOMP dan OBLθ dapat disubkategorikan oleh
predikat, sedangkan fungsi gramatikal ADJ dan XADJ tidak dapat
disubkategorikan oleh predikat.
Dalrymple (2001:10) menjelaskan bahwa fungsi gramatikal dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa cara, seperti fungsi gramatikal yang disebut
dengan Governable Grammatical Functions dapat berupa SUBJ, OBJ, OBJθ,
COMP, XCOMP, dan OBLθ dan fungsi gramatikal tersebut dapat disubkategorikan
ke dalam predikat. Hal ini berbeda dengan ADJ dan XADJ yang tidak dapat
disubkategorikan. Fungsi gramatikal dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
bentuk, seperti fungsi gramatikal yang dapat membedakan argumen inti atau SUBJ,
34
OBJ, dan kelompok yang secara tematik membatasi objek OBJθ dengan kelompok
fungsi gramatikal nonterm atau fungsi oblik OBLθ, seperti berikut ini.
a. Fungsi Gramatikal yang Disubkategorisasikan dan Pemodifikasi
b. Inti dan Non-Inti
c. Fungsi yang Tak Terbatas secara Semantik dan Terbatas secara Semantik
Bagan 3. Klasifikasi Fungsi Gramatikal Dikutip dari Dalrymple (2001:10)
2.3.1.2 Struktur Konstituen / C-structure
Struktur konstituen (StKon) atau c-structure merupakan susunan
representasi permukaan frasa sintaksis. Struktur ini merupakan organisasi kata-kata
yang membentuk kalimat menjadi unit yang lebih besar dan setiap unit memiliki
kategori (Falk, 2001:33-35). Di dalam teori LFG, struktur konstituen biasa dikenal
dengan sebutan X’ atau teori X-bar. Di dalam suatu struktur konstituen terdapat
SUBJ OBJ XCOMP COMP OBJθ OBLθ ADJ XADJ
Fungsi Gramatikal yang Disubkategorisasikan Pemodifikasi
SUBJ OBJ OBJθ OBLθ XCOMP COMP
Inti Non-Inti
SUBJ OBJ OBJθ OBLθ
Fungsi Tak Terbatas secara Semantik Fungsi Tak Terbatas secara Semantik
35
konstituen dasar atau yang sering disebut dengan ‘kategori leksikal’. Kategori
leksikal digunakan untuk menyatakan suatu kata yang telah mempunyai konten dan
makna (Falk, 2001:34). Adapun kategori leksikal dasar tersebut antara lain: nomina
(N), verba (V), adjektiva (A), preposisi (PREP) dan adverbial (Adv). Struktur
konstituen terdiri atas sekelompok kata yang membentuk frasa yang
diidentifikasikan dari kemampuannya untuk berada di posisi yang berbeda dalam
kalimat, seperti pada kalimat berikut ini.
David is sleeping
IP
NP I’
N’ I VP
N is V’
David V
sleeping
Bagan 4. Struktur Konstituen pada Kalimat ‘David is sleeping’ Dikutip dari
Dalrymple (2001:60)
Diagram pohon c-structure di atas terdiri atas dua kategori, yaitu nomina (N) dan
verba (V) dan analisis ini dikenal dengan analisis tradisional yang memperlihatkan
kategori leksikal dalam kalimat tersebut. Teori LFG berasumsi bahwa setiap bahasa
memiliki kategori leksikal. Kroeger (2004:12) menyatakan bahwa struktur
36
konstituen kalimat terdiri atas informasi mengenai batasan-batasan argumen, urutan
linear, dan kategori sintaktik. Di dalam menganalisis struktur konstituen unit
gramatikal digunakan diagram pohon dan kategori sintaktik yang digunakan adalah
nomina (N), adjektiva (A), verba (V), preposisi (PREP), determiner (DET),
adverbial (ADV), dan konjungsi atau conjunction (KONJ), sedangkan pada frasa,
label yang digunakan adalah NP (noun phrase), AP (adverbial phrase), VP (verb
phrase), PP (preposition phrase), dan S (sentence), seperti pada kalimat berikut ini.
a. NP [donation of a book to the library on Tuesday]
b. VP [donate a book to the library on Tuesday]
c. AP [proud of the library]
d. PP [on Tuesday]
(Falk, 2001:35)
Inti dari sebuah frasa menunjukkan seluruh properti yang ada pada frasa
tersebut. Pada frasa ‘donation of a book to the library on Tuesday’ merupakan noun
phrase (NP) karena inti frasa merupakan kategori dari sebuah nomina (N). Di dalam
teori LFG, konstituen yang berfungsi sebagai argumen berada sejajar dengan inti
frasa. Kategori NP disebut sebagai proyeksi atau ‘projection’ dari N. Struktur ini
merepresentasikan urutan kata dan pengelompokan frasa dengan menggunakan
diagram pohon. Inti frasa terdiri atas kategori nomina (N), verba (V), adverbial
(ADV), dan preposisi (PREP) yang disebut dengan kategori leksikal yaitu: noun
phrase (NP), verb phrase (VP), adverbial phrase (AP), dan preposition phrase
(PP), seperti pada diagram pohon berikut ini.
37
Bagan 5. Kategori Leksikal dalam Struktur Konstituen Dikutip dari Falk
(2001:36)
Selain kategori leksikal, di dalam struktur konstituen terdapat pula kategori
fungsional yang terdiri atas Inflection (Infl atau diproyeksikan sebagai I),
Complementizer (C), dan Determiner (D). Kategori fungsional berbeda dengan
struktur fungsional. Di dalam teori LFG, kategori fungsional mengemukakan
kategori fungsional C (complement yang diproyeksikan sebagai CP), I
(diproyeksikan sebagai IP) yang pada posisi ini diisi oleh main finite verb dan
auxiliary verb, dan D (determiner) yang diproyeksikan sebagai DP (Dalrymple,
2001:53).
I memiliki peran seperti inti dari sebuah frsasa pada kategori fungsional
dalam bahasa Inggris. Di dalam suatu analisis mengenai struktur frasa nomina,
struktur klausa dapat diperlakukan sama seperti proyeksi frasa pada kategori
fungsional I dengan VP berada pada posisi sebagai komplemen (Falk, 2001:39).
NP
NP PP
N PP PP on Tuesday
donation of one book to the library
38
Kategori fungsional C diisi oleh complement atau komplemen. Dalam KRBI,
kategori fungsional C dapat diisi oleh beberapa jenis komplemen, seperti who,
whose, whom, which, when, why, dan that. Selanjutnya, kategori fungsional D dapat
diisi oleh determiner (a, an dan the). D dapat diproyeksikan sebagai DP pada
kategori fungsional dalam bahasa Inggris dan D dapat mengisi fungsi sebagai SUBJ
yang merupakan posisi khusus pada struktur IP. Dengan kata lain, posisi IP sebagai
induk dari DP dan DP memiliki posisi yang sejajar dengan node yang memiliki Infl
dan komplemen VP. Posisi ini disebut dengan posisi spesifier atau specifier position
dan proyeksi yang digunakan disebut sebagai I’ (I-bar), seperti pada diagram pohon
di bawah ini yang menggambarkan posisi keduanya di dalam struktur klausa bahasa
Inggris.
(1) the boy
Bagan 6. Kategori Fungsional dalam Frasa Dikutip dari Dalrymple (2001:53)
DP
D’
D NP
the N’
N
boy
39
(2) a donation to the library
Bagan 7. Kategori Fungsional DP dalam Struktur Konstituen Dikutip dari
Falk (2001:39)
(2) You will donate a book
Bagan 8. Kategori Fungsional IP dalam Proyeksi I’ Dikutip dari Falk
(2001:40)
DP
D NP
a N PP
donation to the library
IP
DP I’
you I’ VP
will V DP
donate a book
40
(3) … that you will donate a book
Bagan 9. Kategori Fungsional CP Dikutip dari Falk (2001:41)
2.3.1.3 Struktur Fungsional / F-structure
Dalrymple (2001: 7) menjelaskan bahwa struktur fungsional (StFun) adalah
struktur pengaturan sintaksis fungsional yang abstrak dari suatu kalimat atau
merepresentasikan struktur predikat-argumen sintaksis dan hubungan fungsional
seperti subjek (SUBJ) dan objek (OBJ). Falk (2001:11) menambahkan bahwa
struktur fungsional merupakan gambaran fungsi gramatikal. Secara sederhana,
struktur ini diumpamakan sebagai sebuah fungsi yang disebut dengan atribut
(attribute) yang memiliki nilai (value). Struktur ini dapat direpresentasikan dengan
bentuk tabular berikut ini sebagai sebuah tabel attribut dan nilai.
…
CP
C IP
that DP I’
you I VP
will V DP
donate a book
41
2 VALUE 2 ATTRIBUTE
1 VALUE 1 ATTRIBUTE
Bagan 10. Tabel Tabular Atribut dan Nilai Dikutip dari Falk (2001:11)
Falk (2001:57-58) menjelaskan bahwa fungsi gramatikal atau yang biasa
disebut dengan fungsi argumen meliputi: subjek (SUBJ), objek (OBJ), objek kedua
(OBJ2), dan oblik (OBL). Fungsi tambahan lainnya adalah possessor (POSS) yang
digunakan untuk argumen tertentu dari nomina dan complement (COMP). Terdapat
pula fungsi nonargumen, seperti ADJ (adjunct), FOKUS (FOK) dan TOPIK (TOP).
Keenan dan Comrie (1977) menyatakan bahwa fungsi dasar dari sebuah analisis
elemen sintaksis adalah menjabarkan argumen dari sebuah predikat.
Di dalam fungsi gramatikal, fungsi dasar tersebut disebut sebagai fungsi
argumen. Fungsi argumen merupakan fungsi dasar yang berhubungan dengan
aksesibilitas perelatifan atau disebut sebagai hierarki relasional yang digagas oleh
Keenan dan Comrie (1977) seperti berikut ini: SUBJ > OBJ > OBJ2 > OBLɵ.
Adapun contoh struktur fungsional adalah sebagai berikut.
(1) David
SG NUM
DAVID PRED
Bagan 11. Struktur Fungsional dikutip dari Dalrymple (2001:31)
42
(2) David yawned
SG NUM
David'' PRED
f SUBJ
PAST TENSE
'SUBJyawn ' PRED
Bagan 12. Struktur Fungsional Dikutip dari Dalrymple (2001:31)
Struktur fungsional pada contoh (1) memiliki dua atribut, yaitu PRED dan NUM.
NUM memiliki nilai SG yang menandakan sebuah singular untuk fitur number.
Selanjutnya, pada contoh (2) telah ditambahkan keterangan f-structure SUBJ
dengan label f dan f-structure kalimat. Falk (2001:13) menyatakan bahwa fitur
PRED dalam struktur fungsional adalah fitur yang sangat penting yang tidak hanya
mengacu pada predikat atau verba. Fitur PRED menggambarkan sesuatu yang
bermakna dan nilainya ditunjukkan secara konvensional sebagai sebuah kata.
Teori LFG mengasumsikan bahwa kebutuhan subkategori sintaksis dari
sebuah predikat dinyatakan pada level f-structure. Predikat akan membutuhkan
sekumpulan argumen yang secara semantik memiliki keterkaitan khusus seperti
subjek (SUBJ) dan objek (OBJ). Aturan tersebut berhubungan dengan fungsi
gramatikal berdasarkan pada suatu teori pemetaan argumen. Dalam kalimat David
devoured a sandwich, David merupakan subjek dan a sandwich merupakan objek.
Informasi ini dapat direpresentasikan dengan menggunakan f-structure berikut ini.
43
David devoured a sandwich.
sandwich'' PRED
a'' SPEC OBJ
David'' PRED SUBJ
'OBJ SUBJ, devour ' PRED
Bagan 13. Struktur Fungsional Dikutip dari Dalrymple (2001:31)
Predikat yang memerlukan kumpulan argumen disebut sebagai subkategori
dari kumpulan argumen tersebut, sedangkan kumpulan argumen tersebut disebut
dengan governed argument. Secara struktur semantis, predikat membawa informasi
yang diatur dalam argumen. Seperti pada struktur fungsional di atas, argumen
tersebut mengikat subjek dan objek, sehingga akan didapat struktur ‘DEVOUR’
<SUBJ, OBJ>. Keadaan seperti ini dapat dilihat pada struktur fungsional dengan
teori LFG apabila kalimat tersebut lengkap secara fungsi gramatikal, koheren, dan
berterima secara gramatikal.
Arka (2003:12) menyatakan bahwa struktur fungsional merupakan sturktur
yang merepresentasikan semantik-gramatikal yang dimodelkan dengan matriks
fungsi yang pada dasarnya mengandung pasangan atribut-nilai. Atribut dapat
berupa fungsi gramatikal misalnya SUBJ, atribut sematik PRED, atau fitur tertentu
seperti DEF atau definit. Nilai sebuah atribut dapat berupa bentuk semantik yang
dapat disubkategorikan atau hanya disimbolkan dengan simbol + dan adanya tanda
garis melengkung yang menghubungkan suatu fungsi gramatikal yang satu dengan
44
fungsi gramatikal lainnya menyatakan adanya hubungan ‘kontrol’ seperti dalam
kalimat ‘Amir lihat orang datang kemarin.’ pada bagan berikut ini.
DEF
kemarin'' PRED ADJ
' SUBJ datang' PRED
___ SUBJ
ADJ
orang'' PRED
DEF
' OBJ SUBJ, lihat'' PRED
Amir'' PRED SUBJ
Nilai Atribut
Bagan 14. Tabel Atribut dan Nilai dalam Struktur Fungsional dikutip dari
Arka (2003:13)
Di dalam struktur fungsional, terdapat beberapa struktur yang didasarkan
pada fungsi argumen, seperti (1) struktur fungsional yang lengkap atau complete f-
structure yang seluruh fungsi argumennya lengkap, dan (2) struktur fungsional
tidak lengkap atau incomplete f-structure yang struktur fungsionalnya kehilangan
satu fungsi argumen. Di dalam teori LFG, selain berdasarkan pada kelengkapan
fungsi argumennya, struktur fungsional juga ditentukan oleh hubungan fungsi
argumen dengan PRED atau ditentukan oleh fungsi argumen yang muncul karena
dipilih oleh inti yang disebut (1) struktur koheren atau coherent condition yang
seluruh fungsi argumennya muncul pada setiap atribut yang dipilih oleh inti, dan
45
(2) struktur inkoheren atau inconherent condition yang palin tidak satu (atau lebih)
fungsi argumennya tidak dipilih oleh inti. Berdasarkan penjelasan di atas, Falk
(2001:62) menjelaskan bahwa secara umum struktur fungsional dapat dibagi ke
dalam dua kondisi, seperti berikut.
(1) Completeness Condition
Seluruh fungsi argumen ditetapkan atau ditentukan di dalam nilai dari fitur
PRED pada f-structure dan seluruh fungsi argumen yang dikenai peran tematik
harus memiliki fitur PRED di dalamnya. Dengan kata lain, seluruh fungsi
gramatikal yang disubkategorisasikan dengan PRED harus memiliki nilai,
seperti pada ‘John likes’ yang atribut OBJ dari predikat tersebut ditempatkan
sebagai sebuah nilai.
(2) Coherence Condition
Seluruh fungsi argumen pada f-structure ditentukan oleh fitur PRED dan semua
fungsi argumen tersebut telah memiliki fitur PRED sendiri dan dapat
menempatkan peran tematiknya dengan pasti. Dengan kata lain, koheren pada
struktur fungsional berarti pada setiap bentuk semantik mengharuskan fitur
PRED memiliki nilai dan fungsi gramatikal, seperti pada klausa ‘*Kim appears
the dog’ menjadi bentuk yang tidak gramatikal karena the dog tidak
berhubungan dengan argumen dari verba tersebut dan tidak dapat
diinterpretasikan sebagai adjunct.
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan agar suatu struktur
fungsional dapat berterima secara gramatikal atau well-formed. Beberapa prinsip
yang harus diperhatikan adalah konsistensi, ketuntasan dan koherensi (Arka,
46
2003:13). Konsitensi yang dimaksud adalah tidak boleh ada nilai konflik dalam
suatu struktur fungsional, misalnya terdapat [TENSE = PRESENT] dan [TENSE =
PAST] dalam suatu struktur fungsional. Selanjutnya, ketuntasan yang dimaksud
adalah semua fungsi gramatikal yang disubkategorisasikan oleh PRED harus diisi
oleh suatu fitur. Koherensi yang dimaksud adalah di dalam suatu struktur
fungsional tidak diperbolehkan adanya fungsi yang melebihi dari yang
disubkategorisasikan.
2.3.1.4 Korespondensi C-structure / F-structure
Di dalam teori LFG terdapat hubungan korespondensi antara bagian dalam
StKon dengan bagian dalam StFun. Bukti bahwa terdapat hubungan korespondesni
StKon dengan StFun terlihat pada nilai fitur TENSE yang datang dari I dalam
StKon dan nilai PRED yang muncul dari V dalam StKon. Falk (2001:66)
menyatakan bahwa atribut SUBJ muncul dari properti yang dimiliki oleh IP, yaitu
DP dan atribut OBJ muncul dari properti VP. Terdapat beberapa bagian dari StKon
yang berkorespondensi dengan satu bagian di dalam StFun. Namun, ada pula bagian
dalam StKon dapat berkorespondensi dengan seperangkat komponen dalam StFun.
Oleh karena itu, diperlukan f-precedence yang disimbolkan dengan simbol f dan
digunakan untuk menandai sebuah variabel yang berkorespondensi dengan
pasangannya yang dituliskan dengan f1, f2, f3 dan seterusnya.
Terdapat keteraturan posisi struktur konstituen dengan struktur fungsional.
Secara khusus, frasa dan nomina inti dibutuhkan untuk membentuk struktur
fungsional atau f-structure yang lengkap dan posisi komplemen yang berhubungan
47
dengan fungsi gramatikal tertentu. Generalisasi seperti ini membatasi hubungan
antara c-stucture dengan f-stucture. Oleh karena itu, untuk menghubungkan node
atau simpul dalam c-structure dengan fungsi pada f-structure digunakan simbol Φ
atau disebut dengan phi. Fungsi Φ dapat digambarkan sebagai sebuah tanda panah
berlabel Φ dari node pada c-structure dengan f-structure seperti pada contoh di
bawah ini.
Bagan 15. Korespondensi StKon / StFun Dikutip dari Dalrymple (2001:13)
IP
NP I’
N’ VP Φ
N V
David'' PRED SUBJ
PAST TENSE
SUBJ sneeze' PRED
David V
sneezed
IP f1
DP f2 I’ f7
D’ f3 I f8 VP f9
D f4 NP f5 will V f10 DP f11 PP f16
the N f6 give D’ f12 P f17 DP f18
hamster D f13 NP f14 to D’ f19
a N f15 D f20 NP f21
falafel the dinosaur
48
SG NUM
dinosaur'' PRED
DEF
OBJ
OBL PCASE
OBL
SG NUM
falafel'' PRED
DEF
OBJ
' OBJ OBL OBJ, SUBJ, give' PRED
FUT TENSE
SG NUM
hamster'' PRED
DEF
SUBJ
2221
20
19
18
Goal
17
16
Goal
15
1413
12
11
Goal
654
3
2
1098
7
1
ff
f
f
f
f
f
f
ff
f
f
fff
f
f
fff
f
f
Bagan 16. Korespondensi StKon dengan StFun dalam Kalimat Dikutip dari
Falk (2001:68)
Contoh tersebut mengindikasikan bahwa kata David termasuk ke dalam kategori
NP atau frasa nomina dan bahwa node NP berasosiasi dengan informasi sintaksis
fungsional tertentu, yaitu f-structure yang memiliki fitur SUBJ bernilai [PRED
‘DAVID’]. Kebutuhan dan properti fungsional inti sebuah frasa diturunkan
frasalnya dan menjadi subkategori dan properti fungsional dari frasa-frasa yang
49
diproyeksikan ke dalam f-structure yang sama, sepeti terlihat pada gambar di bawah
ini.
PAST TENSE
SUBJ sneeze' PRED
Bagan 17. Subkategori dan Properti Fungsional dari Frasa dikutip dari
Dalrymple (2001:13)
Struktur konstituen (StKon) berkorespondensi dengan struktur fungsional
(StFun). Korespondensi tersbut didapatkan melalui deskripsi fungsional
berdasarkan metavariabel (↑=↓) pada simpul-simpul StKon (Arka, 2003:13).
Adapun cara yang dilakukan adalah mengubah setiap metavariabel tersebut menjadi
eksuasi yang unik atau dengan penomoran. Selanjutnya, tanda panah diganti dengan
f dengan nomor simpul atasannya, semantara tanda panah turun diganti dengan f
berisi nomor simpul ini sendiri. Jadi, (↑SUBJ) = ↓ diganti dengan (f1SUBJ) = f2.
2.3.1.5 Deskripsi Fungsional dan Anotasi Fungsional
Deskrispi fungsional merupakan istilah pemetaan yang digunakan antara
StKon dengan StFun. Seperti terlihat pada contoh di atas, f1 dan f7 merupakan
StFun yang sama. Dengan kata lain, konstituen 1 dengan konstituen 7
berkorespondensi yang sama dan hal ini dapat dirumuskan dengan persamaan
VP
Φ
V’
V
sneezed
50
fungsional atau dikenal dengan function equation. Adapun contoh persamaan
fungsional pada kalimat ‘The hamster will give a falafel to the dinosaur’ adalah
sebagai berikut.
a. f1 = f7
b. (f1SUBJ) = f2
f2 = f3
f3 = f4
(f4DEF) = +
f3 = f5
f5 = f6
(f6 PRED) = ‘hamster’
f1 = f7
Jika dirumuskan secara keseluruhan, deskripsi fungsionalnya akan sangat
kompleks. Seperti pada (f1SUBJ) = f2 menunjukkan bahwa f2 adalah DP yang
merupakan anak dari IO yang disimbolkan dengan f1 dan begitu seterusnya.
Adapun contoh diagram pohon untuk abak dari IP adalah sebagai berikut.
Bagan 18. Deskripsi Fungsional Dikutip dari Falk (2001:68)
IP f1
(f1 SUBJ) = f2 f1 = f7
DP = f2 I’ = f7
51
Untuk memperjelas hubungan korespondensi antara StKon dengan StFun,
dapat dilakukan dengan cara menggambarnya ke dalam diagram pohon dan
mengganti variabel yang sebenarnya (f1, f2, f3 …) dengan variabel yang disebut
dengan metavariabel. Selain itu, dapat digunakan tanda ↑ untuk induk dan ↓ untuk
anak yang telah digambarkan oleh Falk (2001: 70-71) berikut ini.
Bagan 19. Anotasi Fungsional dalam Kalimat dikutip dari Falk (2001:72)
IP f1
(↑SUBJ) = ↓ ↑=↓
DP f2 I’ f7
↓=↑
D’ f3 ↓=↑ ↑=↓
I f8 VP f9
will
(↑TENSE)=FUT
↓=↑ ↑=↓ ↓=↑ (↑OBJ) =↓ (↑OBLGoal) =↓
D f4 NP f5 V f10 DP f11 PP f16
the ↑=↓ give ↑=↓ ↑=↓ (↑OBLGoal) =↓
(↑DEF) = + N f6 (↑PRED) = <give…> D’ f12 P f17 DP f18
hamster ↑=↓ ↑=↓ to ↑=↓
D f13 NP f14 D’ f19
a ↑=↓ ↑=↓ ↑=↓
N f15 D f20 NP f21
falafel the dinosaur
52
Teori LFG bertumpu pada entri leksikal dengan asumsi dasar bahwa suatu
unsur yang digabungkan dengan unsur lain untuk membangun sebuah konstruksi
sangat bergantung pada unsur leksikal (Dalrymple, 1995:30). Dengan kata lain,
unsur leksikal sangat berperan sebagai faktor penentu untuk membangun suatu
konstruksi kebahasaan terutama pada konstruksi kalimat.
Simbol tanda ↑ dan ↓ merupakan simbol yang diasosiasikan dengan peran
yang disebut sebagai metavariabel. Penggunaan anotasi ↑=↓ menyatakan bahwa
node tersebut berkorespondensi dengan StFun yang sama dengan StFun node
induknya. Jika dikaitkan dengan entri leksikal dalam teori LFG, penggunaan ↓ dan
↑ sama dengan penggunaan di dalam aturan-aturan (rules): ↑ menunjukkan kepada
node yang mendominasi leksikal, dan ↓ untuk menunjuk kepada StFun yang
berhubungan dengan kata itu sendiri. Sebagai contoh, lihat pada pasangan StKon
dan StFun di bawah ini.
yawned
PAST TENSE
'SUBJ yawned' PRED
V
Bagan 20. Korespondensi Anotasi pada Pasangan Struktur Konstituen dan
Struktur Fungsional dikutip dari Falk (2001)
2.3.1.6 Struktur Argumen dan Peran Semantik
Argumen merupakan unsur sintaksis dan semantis yang diperlukan oleh
sebuah verba, yang umumnya berkolaborasi dengan suatu kejadian atau keadaan
53
yang dinyatakan oleh verba atau predikatnya. Berdasarkan pengertian tersebut,
diketahui bahwa jumlah argumen dalam sebuah klausa atau kalimat ditentukan oleh
verba sebagai inti (head) dari klausa atau kalimat tersebut (Williams, 1991:10;
Culicover, 1997:16-17). Peran semantik merupakan hubungan antara predikator
dan sebuah nomina dalam proposisi. Hubungan antara predikator dan nomina inti
terjadi dalam hubungan yang saling membutuhkan. Verba sebagai inti proposisi
mengendalikan sejumlah argumen dalam struktur logis. Proposisi merupakan
istilah yang digunakan untuk menyatakan hubungan struktur semantik dengan
struktur logika sebagai ikatan tidak berkala antara predikat dan seperangkat
argumen. Dengan kata lain, proposisi menjelaskan hubungan antara verba dengan
argumen yang dikehendaki oleh tipe verba yang bersangkutan (Lakoff dkk. dalam
Chaer, 1994:369).
Kridalaksana (1983:17) menyatakan bahwa argumen dibutuhkan untuk
membangun kalimat atau klausa yang berterima. Peran argumen dalam klausa atau
kalimat, seperti agen, pasien, dan lainnya sesungguhnya merupakan peran semantik
verba karena peran argumen tersebut ditentukan oleh hubungan antara verba atau
predikat dan argumen-argumennya (Foley dan van Valin, 1984:27). Penyebutan
peran semantik dalam penelitian ini akan mengikuti penyebutan yang diajukan oleh
Kroeger (2004:9) di bawah ini.
a. AGENT : penyebab atau pemrakarsa sebuah kejadian
b. RECIPIENT : animate yang memeroleh sesuatu
c. EXPERIENCER : animate yang merasakan sesuatu
d. BENEFACIARY : animate yang memeroleh keuntungan
54
e. INSTRUMENT : benda yang digunakan agen untuk melakukan tindakan
f. THEME : sesuatu yang mengalami perubahan lokasi atau milik
g. PATIENT : sesuatu yang dikenai verba
h. STIMULUS : objek persepsi, kognisi atau emosi, sesuatu yang dilihat
i. LOCATION : tempat sebuah kejadian (SOURCE, GOAL, dan PATH
yang merupakan subkategori dari LOCATION)
j. ACCOMPANIMENT : sesuatu yang menemani atau sesuatu yang dihubungkan
dengan tindakan
k. Informasi semantik lain, seperti waktu (TIME), tujuan (PURPOSE), dan lainnya
tidak termasuk ke dalam peran argumen. Hal ini disebabkan karena elemen-
elemen tersebut selalu diekspresikan sebagai ADJUNCTS dibandingkan
sebagai argumen.
Contoh di bawah ini akan menggambarkan bagaimana peran semantik digunakan.
a. John gave Mary a bouquet of roses.
AGENT RECEPIENT THEME
b. John baked Mary a chocoloate cake.
AGENT BENEFICIARY PATIENT
c. John opened the lock with a key.
AGENT PATIENT INSTRUMENT
d. The key opened the lock.
INSTRUMENT PATIENT
e. He heard a piercing scream
EXPERIENCER STIMULUS
f. Jack sat in the corner.
AGENT LOCATION
THEME
55
g. Water flows through the aqueduct
THEME PATH
from mountain reservoirs to the city of San Fransisco
SOURCE GOAL
Bagan 21. Peran Semantik Dikutip dari Kroeger (2005:55)
2.3.2 Teori Tipologi
Secara umum, klausa relatif dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu klausa
relatif yang bersifat sebagai pewatas yang terikat dan klausa relatif penjelas atau
tambahan. Klausa relatif pewatas memberikan identitas kepada frasa nomina atau
nomina inti dan kehadirannya bersifat obligatori karena merupakan bagian dari
klausa itu secara utuh. Sementara klausa relatif penjelas hanya ditandai dengan
penggunaan koma dalam bentuk tertulis dan jeda dalam bentuk lisan yang
kehadirannya bersifat opsional karena sifatnya hanya menerangkan frasa nomina
atau nomina inti. Comrie (1981:131-139) menjelaskan bahwa klausa relatif dapat
dibedakan menjadi dua jenis jika dilihat dari bentuknya. Adapun jenis klausa relatif
adalah klausa relatif restriktif dan klausa relatif nonrestriktif. Klausa relatif restriktif
merupakan klausa relatif yang membatasi referen nomina inti yang diacu. Dengan
kata lain, klausa yang sifatnya membatasi, seperti pada contoh di bawah ini.
a) The girl is Mary Smith.
b) The girl is tall.
c) The girl was standing in the corner.
d) You waved to the girl when you entered.
e) The girl became angry because you knocked over her glass.
(Quirk dkk., 1985:1238)
56
Jika kalimat (a) sampai kalimat (e) dibentuk menjadi satu kalimat majemuk dengan
klausa relatif, akan terbentuk kalimat sebagai berikut.
f) The tall girl standing in the corner [who became angry because you knocked
over her glass after you waved to her when you entered] is Mary Smith
(Quirk dkk., 1985:1238)
Jenis klausa relatif berikutnya adalah klausa relatif nonrestriktif. Klausa
tersebut merupakan klausa relatif yang sifatnya tidak membatasi referen sebagai
nomina inti yang diacu; klausa ini bersifat memberikan informasi tambahan pada
nomina inti yang diacu (Comrie 1981: 131-139). Contoh seperti di bawah ini.
a. Mary Smith, [who is in the corner], wants to meet you.
b. My brother, [who has lived in America for over 30 years], can still speak
Italian.
(Quirk dkk. 1985:1239-1240)
Dilihat dari urutan katanya, Comrie (1981) membagi klausa relatif menjadi
tiga tipe, yaitu tipe postnominal, tipe prenominal, dan tipe internal-head. Tipe
postnominal merupakan klausa relatif yang mengikuti nomina inti, sedangkan tipe
prenominal, klausa relatifnya berada mendahului nomina inti, dan tipe internal-
head merupakan klausa relatif yang muncul di dalam klausa relatif dan nomina inti
diletakkan pada klausa relatif. Nomina inti dalam klausa relatif memainkan peran
pada dua klausa yang berbeda di dalam suatu struktur klausa relatif. Di satu sisi,
klausa relatif memiliki peran pada klausa utama dan di sisi lain memiliki peran pada
57
klausa relatif. Dengan kata lain, klausa relatif merupakan salah satu tipe klausa
subordinatif di dalam suatu struktur kalimat majemuk.
Nomina inti pada klausa relatif merupakan bentuk yang dimodifikasi atau
diturunkan, bahkan bentuk nomina inti seringkali dilesapkan di dalam struktur suatu
klausa relatif. Comrie (1981:136) dan Dully (1981:114) mengungkapkan bahwa
klausa relatif merupakan klausa yang berfungsi memberikan keterangan terhadap
nomina inti yang berupa nomina atau frasa nomina. Pendapat senada juga
dikemukakan oleh Kroeger (1999:123). Kroeger menyatakan bahwa klausa relatif
merupakan klausa yang membatasi nomina inti dalam frasa nomina.
Secara tipologi, Comrie (1981:139) menyatakan bahwa peran nomina inti
dalam suatu kalimat yang diikuti oleh klausa relatif memiliki tiga tipe, yaitu: (1)
non-reduction type, (2) pronoun-retention type, dan (3) relative pronoun. Tipe
pertama, yaitu tipe non-reduction merupakan tipe klausa relatif yang nomina
intinya muncul seutuhnya, tidak diturunkan, dalam posisi normal atau dengan
pemarkah kasus yang biasa untuk frasa nomina untuk mengekspresikan fungsi
khususnya di dalam klausa relatif. Pada tipe kedua yaitu tipe pronoun-retention,
nomina inti tersisa di dalam embedded sentence dalam bentuk pronomina, seperti
pada kalimat ‘I know where the road leads’ dibentuk dalam suatu klausa relatif
menjadi ‘This is the road that I know where it leads’. Pada klausa relatif tipe ini,
pronomina it menunjukkan posisi nomina inti yang direlatifkan. Tipe relative-
pronoun merupakan tipe kalusa relatif yang memiliki pronomina di dalam klausa
relatif yang menunjukkan adanya sebuah nomina inti. Posisi nomina inti dapat
58
dipindahkan ke posisi awal untuk menunjukkan bahwa pronomina inti memiliki
tingkatan yang sama dengan frasa nomina dalam klausa utama.
Berdasarkan aksesibilitas klausa relatif, Comrie (1981) mengemukakan
sebagai berikut: hierarki subjek > objek langsung > objek tak langsung > oblik >
posesor. Dengan kata lain, aksesibilitas untuk struktur klausa relatif adalah di dalam
merelatifkan subjek akan lebih mudah dilakukan daripada posisi lain. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa struktur kanonik klausa relatif meliputi klausa
relatif berfungsi sebagai modifier sintaksis dari argumen umum (common
argument) dalam klausa utama.
Klausa relatif memiliki struktur dasar sebuah klausa yang terdiri atas
predikat dan argumen inti yang dibutuhkan oleh predikat. Dilihat dari strukturnya,
Dixon (2010:314) mengungkapkan bahwa klausa relatif memiliki struktur kanonik
yang karakteristiknya sebagai berikut: (1) struktur klausa relatif terdiri atas dua
klausa, yaitu klausa utama (main clause) dan klausa relatif (relative clause) yang
membentuk sebuah kalimat yang memiliki intonasi tunggal; (2) argumen dari kedua
struktur dasar harus merupakan argumen yang disebut argumen umum (common
argument). Argumen umum tersebut merupakan argumen dari klausa utama dan
klausa relatif; (3) klausa relatif berfungsi secara sintaksis sebagai atributif dari
argumen umum (common argument) dalam klausa utama (main clause) dan secara
semantis berfungsi untuk memberikan informasi tentang argumen umum yang
membantu dalam membatasi acuan dari argumen umum, dan (4) klausa relatif harus
memiliki struktur dasar yang terdiri atas predikat dan argumen inti.
59
2.4 Model Penelitian
Model penelitian ini menggambarkan bahwa penelitian sintaksis KRBI ini
diawali dengan proses pemerolehan data sintaksis, berupa data tulisan. Pnelitian ini
difokuskan pada penggunaan klausa relatif bahasa Inggris. Penelitian ini membahas
mengenai: (1) peran nomina inti, (2) relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti
KRBI, dan (3) struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBI.
Teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah: (1) teori Lexical Functional
Grammar (LFG) untuk menganalisis struktur konstituen, struktur fungsional, dan
struktur argumen KRBI, dan (2) teori Tipologi untuk menganalisis tipe dan peran
nomina inti KRBI. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan
untuk mendapatkan gambaran dan menjelaskan fenomena kebahasaan KRBI secara
sintaksis.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan metode simak serta teknik
lanjutan berupa teknik catat. Metode analisis data yang digunakan adalah metode
agih atau metode distribusional serta teknik lanjutan berupa teknik bagi unsur
langsung yang digunakan untuk menentukan klausa utama dengan klausa relatif,
teknik perluas, dan teknik lesap yang digunakan untuk menganalisis data yang
memiliki struktur klausa yang kompleks. Penyajian hasil analisis data
menggunakan metode formal untuk menggambarkan kaidah KRBI dan metode
informal digunakan untuk mendeskripsikan KRBI. Bagan berikut ini menunjukkan
model penelitian yang dilakukan pada penelitian ini. Tanda panah ↓ menyatakan
hubungan langsung.
60
Bagan 22. Model Penelitian
Bahasa Inggris
Klausa Relatif Bahasa Inggris
Landasan Teori
Teori Tata
Bahasa Leksikal
Fungsional
Teori Tipologi
Klausa Relatif
1. Struktur Konstituen KRBI
2. Struktur Argumen KRBI
3. Struktur Fungsional KRBI
1. Peran Nomina Inti KRBI
2. Relasi Gramatikal Nomina
Inti KRBI
Hasil Analisis dan Temuan
Rumusan Masalah Metode
Data
Metode
Deskriptif
Kualitatif
Analisis Teori KRBI
Simpulan dan Saran