bab ii kajian pustaka, konsep, dan landasan · pdf filedilakukan oleh guterres memiliki...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dikumpulkan baik berupa skripsi,
tesis, maupun jurnal penelitian, peneliti menemukan penelitian yang menganalisis
tentang alih kode sebagai berikut :
Guterres (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Alih Kode Pada Percakapan
Novel The Davinci Code Karya Dan Brown Kajian Sosiolinguistik” ini menggunakan
teori penggunaan alih kode dalam percakapan berdasarkan faktor sosial, dimensi
sosial dan fungsi ungkapan dari Janet Holmes. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan kutipan-kutipan
percakapan dari sebuah novel karya Dan Brown yang berjudul The Davinci Code
sebagai sumber data. Kutipan-kutipan data tersebut mengandung percakapan
berbahasa Inggris dan bahasa Perancis, sehingga menyebabkan terjadinya alih kode.
Penelitian yang dilakukan oleh Guterres ini bertujuan untuk menemukan faktor sosial
dan dimensi sosial yang penggunaannya paling dominan serta fungsi ungkapan yang
melatarbelakangi seseorang untuk beralih kode. Hasil dari penelitian ini adalah,
faktor sosial yang paling dominan yaitu participant. Participant adalah salah satu
faktor sosial dari penggunaan alih kode dalam hal keikutsertaan orang-orang yang
berpatisipasi atau terlibat dalam percakapan. Participant ini merupakan faktor yang
11
dominan muncul pada penggunaan alih kode dalam novel The Davinci Code
dibandingkan dengan faktor sosial lain, yaitu setting, topic, dan function. Dimensi
sosial yang paling dominan muncul adalah jarak kedekatan. Dimensi sosial jarak
kedekatan adalah hubungan kedekatan antara orang-orang yang terlibat dalam
percakapan tersebut, bentuk hubungan kedekatan dapat bersifat intim maupun tidak
intim. Dimensi sosial jarak kedekatan adalah yang paling dominan muncul
dibandingkan dengan dimensi sosial lain, yaitu status sosial dan formalitas. Fungsi
ungkapan yang terdapat dalam percakapan novel The Davinci Code adalah berfungsi
untuk tidak menyinggung perasaan lawan bicara, kemudian fungsi yang kedua adalah
sebagai hubungan kedekatan antara pembicara dan lawan bicara. Penelitan yang telah
dilakukan oleh Guterres memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu meneliti
peristiwa alih kode, yang membedakan adalah selain objek yang diteliti berbeda,
penelitian Guterres meneliti tentang faktor sosial dan dimensi sosial alih kode yang
paling dominan muncul dan fungsi ungkapan. Pada penelitian ini hanya meneliti
tentang penggunaan alih kode berdasarkan tag, intrakalimat, dan antarkalimat.
Kelebihan penelitian ini dengan penelitian Guterres adalah penelitian ini menganalisis
penggunaan alih kode mulai dari kata, frasa, klausa, sampai kalimat, sehingga
analisisnya dapat lebih spesifik dibandingkan dengan penelitian Guterres. Penelitian
Guterres telah memberikan kontribusi pada penelitian ini yaitu berupa penganalisisan
alih kode dengan sumber data berupa kutipan-kutipan teks yang terdapat pada karya
sastra tulis novel, sehinga sangat bermanfaat bagi penelitian ini dalam proses
12
penganalisisan alih kode yang data pada penelitian ini juga berupa kutipan-kutipan
teks.
Aprilia (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Alih Kode dan
Campur Kode Dalam Lirik Lagu Baby Don’t Cry oleh Namie Amuro” menggunakan
teori alih kode dan campur kode oleh Suwito. Metode analisis data yang digunakan
adalah metode padan dengan teknik deskriptif. Analisis alih kode terhadap lirik lagu
Baby Don’t Cry ini terdiri dari analisis 1 dan analisis 2. Pada analisis 1 terdiri dari
bait ke-1 dan bait ke-2, dan pada analisis 2 terdiri dari bait ke-4 dan ke-5. Tiap bait
dilengkapi dengan lirik dan artinya dalam bentuk tabel. Kemudian dianalisis peristiwa
alih kode dengan metode padan. Hasil analisis 1 dan 2 adalah masing-masing
ditemukan 1 buah peristiwa alih kode keluar (ekstern). Pada penelitian Aprilia, tidak
ditemukan alih kode ke dalam (intern1), semua hasil analisis menunjukkan bahwa
hanya ada satu jenis alih kode yaitu alih kode keluar (ekstern) (peralihan bahasa dari
bahasa Jepang ke bahasa Inggris). Pada penganalisisan campur kode yang terdapat
dalam lirik lagu Baby Don’t Cry, teori yang digunakan Aprilia adalah campur kode
keluar dan campur kode ke dalam (intern dan ekstern) oleh Suwito. Pada analisis
campur kode keluar dibagi menjadi analisis 1, analisis 2, analisis 3, dan analisis 4.
Pada analisis 1 terdiri dari bait ke-2, analisis 2 terdiri dari bait ke-4 dan ke-5, analisis
3 terdiri dari bait ke-10, terakhir analisis 4 terdiri dari bait ke-12. Tiap bait dilengkapi
1 Alih kode ke dalam (intern) adalah jenis peralihan bahasa yang terjadi antar bahasa-bahasa daerah
dalam satu bahasa nasional, atau antara ragam dan gaya bahasa. Contoh : Peralihan ragam bahasa
formal dengan ragam bahasa non formal
13
dengan cara baca dan terjemahan dalam bentuk tabel. Kemudian data tersebut
dianalisis peristiwa campur kode keluar dengan metode padan. Hasil analisis
ditemukan 9 buah peristiwa campur kode keluar. Untuk penganalisisan campur kode
ke dalam pada lirik lagu Baby Don’t Cry hanya terdiri dari analisis 1. Pada analisis 1
terdiri dari bait ke-12 yang dilengkapi dengan cara baca dan terjemahan dalam bentuk
tabel. Kemudian data tersebut dianalisis peristiwa campur kode ke dalam dengan
metode padan. Hasil yang ditemukan adalah 2 buah peristiwa campur kode ke dalam.
Penelitian yang dilakukan oleh Aprilia memiliki persamaan dengan penelitian ini
yaitu, menggunakan lirik lagu sebagai objek yang diteliti. Namun, yang membedakan
adalah penelitian Aprilia tidak meneliti alih kode sampai pada tahap penggunaan,
melainkan hanya dalam tataran jenis (intern dan ekstern), sehingga berbeda dengan
penelitian ini yang meneliti penggunaan alih kode pada tag, antarkalimat dan
intrakalimat. Kontribusi yang diberikan penelitian Aprilia terhadap penelitian ini
yaitu dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman cara menganalisis data berupa lirik
lagu, khususnya dengan menggunakan metode padan.
Nahdiah (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Alih Kode Penutur L2
Bahasa Jepang dalam Tweet” ini menggunakan tweet dari tweeter yang digunakan
oleh penutur L2 bahasa Jepang di sekitar peneliti, yaitu mahasiswa dan alumni
Program Studi Jepang Universitas Indonesia. Rentang waktu pengumpulan tweet
adalah dari September 2011 sampai dengan April 2012. Metode yang digunakan
adalah studi kepustakaan dengan analisa deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan
adalah dua teori dari Romaine dan satu teori dari Gumperz. Teori tersebut merupakan
14
teori penggunaan alih kode berdasarkan tag, intrakalimat dan antarkalimat oleh
Romaine, teori alih kode berdasarkan sifat oleh Romaine, dan teori fungsi alih kode
oleh Gumperz. Hasil analisis penggunaan alih kode tag, intrakalimat dan antarkalimat
adalah dari 60 entri tweet yang telah dikumpulkan, didapatkan hasil penggunaan alih
kode tag sejumlah 23 entri tweet, intrakalimat sejumlah 18 entri tweet, antarkalimat
sejumlah 12 entri tweet, tag dan intrakalimat sejumlah 4 entri tweet, tag dan
antarkalimat sejumlah 2 entri tweet, intrakalimat dan antarkalimat sejumlah 1 entri
tweet. Pada hasil analisis alih kode berdasarkan sifatnya, didapatkan hasil, alih kode
bersifat situasional sejumlah 15 entri tweet, alih kode bersifat metaforis sejumlah 45
entri tweet. Pada hasil analisis fungsi alih kode didapatkan hasil, fungsi linguistik
pragmatik sejumlah 16 tweet, fungsi nonlinguistik sejumlah 23 entri tweet, tidak ada
fungsi sejumlah 11 entri tweet, dan interferensi sejumlah 1 entri tweet. Penelitian
yang dilakukan oleh Nahdiah memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu teori
yang digunakan adalah teori penggunaan alih kode pada tag, antarkalimat, dan
intrakalimat dari Romaine. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nahdiah
adalah dari objek yang diteliti, penelitian Nahdiah menggunakan tweet sebagai objek.
Pada penelitian ini menggunakan lirik lagu. Penelitian Nahdiah memberikan
kontribusi pada penelitian ini yaitu dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam hal
penganalisisan alih kode keluar (ekstern) dengan menggunakan teori penggunaan alih
kode pada tag, antarkalimat dan intrakalimat dari Romaine.
Sibarani (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Alih Kode Dalam Lirik
Lagu-Lagu Cinta Laura” ini menggunakan tiga buah teori yaitu, wujud alih kode
15
intern dan ekstern oleh Suwito, faktor penyebab alih kode oleh Suwito, dan fungsi
alih kode dari Widjajakusumah. Penelitian ini menggunakan salah satu album dari
Cinta Laura yang berjudul “Cinta Laura” (diliris 27 Februari 2010) sebagai sumber
data. Terdapat 5 buah lirik lagu yang dianalisis yaitu, Oh, baby, Shoot Me, Guardian
Angle, Let Me Go, Cinta Atau Uang, Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik. Dalam proses
pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode simak sebagai teknik dasar
dan teknik catat sebagai lanjutannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wujud
alih kode dalam lirik lagu-lagu Cinta Laura adalah wujud alih kode ekstern saja. Alih
kode ekstern yang terjadi adalah alih kode pada bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Unsur alih kode dalam lirik lagu yang ditemukan berupa klausa dan kalimat. Terdapat
6 buah klausa yaitu, your my guardian Angel, love you, shoot me, Oh Baby, Baby,
dan pay for it. Berdasarkan kelengkapan konstituennya, klausa terbagi menjadi dua
yaitu klausa mayor dan klausa minor. Klausa yang masuk dalam kategori klausa
mayor adalah your my guardian Angel, love you, shoot me, sedangkan klausa yang
masuk dalam kategori klausa minor adalah Oh Baby, Baby, dan pay for it. Kalimat
yang ditemukan sebanyak 9 buah kalimat yaitu, love needs money, move needs
money, but your money can’t buy my love, I don’t wanna lose you, yes I wanna hold
you, I don’t wanna make you, make you sad and make you cry, let me go now, dan
Oh, Baby shoot me shoot me. Berdasarkan bentuk atau kategori sintaksisnya, kalimat
terbagi menjadi empat yaitu kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya, dan
kalimat seruan. Kalimat yang termasuk dalam kategori kalimat berita adalah love
16
needs money, move needs money, but your money can’t buy my love, I don’t wanna
lose you, yes I wanna hold you, I don’t wanna make you, dan make you sad and make
you cry. Kalimat yang termasuk dalam kategori kalimat perintah adalah let me go
now, dan Oh Baby shoot me shoot me. Untuk kalimat tanya dan kalimat seruan tidak
ditemukan. Faktor penyebab alih kode dalam lirik lagu-lagu Cinta Laura yaitu
penutur, pokok pembicaraan (topik), maksud atau kehendak penutur, dan warna
emosi penutur. Fungsi alih kode yang ditemukan adalah untuk mempertegas dan
memperjelas pernyataan, untuk menyelaraskan bunyi, dan untuk mengungkapkan inti
cerita dari lirik lagu. Penelitian Sibarani memiliki persamaan dengan penelitian ini
yaitu menggunakan lirik lagu sebagai objek yang diteliti. Namun, yang membedakan
adalah penelitian Sibarani juga meneliti faktor-faktor alih kode dan fungsi alih kode
yang terdapat dalam lirik lagu-lagu Cinta Laura. Kelebihan penelitian ini dengan
penelitian Sibarani adalah penelitian Sibarani tidak meneliti alih kode sampai pada
tataran kata dan frasa, melainkan hanya klausa dan kalimat, sedangkan penelitian ini
menganalisis penggunaan alih kode dari tahap tag, kata, frasa, klausa sampai dengan
kalimat. Penelitian Sibarani memberikan kontribusi yang sangat bermanfaat bagi
penelitian ini dalam hal penganalisisan alih kode pada lirik lagu, khususnya pada
tataran klausa dan kalimat.
2.2 Konsep
Dalam penelitian ini digunakan beberapa konsep yang perlu dijelaskan lebih
lanjut yaitu, sebagai berikut :
17
2.2.1 Kode
Kode adalah istilah netral yang dapat mengacu kepada bahasa, dialek,
sosiolek, atau ragam bahasa. Kode menjadi salah satu varian dalam hirarki
kebahasaan. Kode juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem tutur yang digunakan
untuk berkomunikasi antara dua penutur atau lebih yang berupa sebuah dialek atau
bahasa tertentu (Wardhaugh, 1986:99).
2.2.2 Alih Kode (code switching)
Alih kode (code switching), yakni peralihan atau pergantian atau perpindahan
dari suatu varian bahasa ke bahasa yang lain. Suwito, (1985:68) mencoba
menjelaskan pemahamannya terhadap alih kode yaitu, sebagai sebuah peristiwa
peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Seperti peralihan dari bahasa Jepang
ke bahasa Inggris pada contoh berikut :
2) Pembicara 1 : Zutto mae?
(Long time ago?)
(Sudah lama?)
Pembicara 2 : Un, zutto mae da yo. Once upon a time mae da yo.
(Yes, long time ago. It is once upon a time ago)
(Ya, sudah lama. Pada waktu lalu)
(Nakamura, 2005:1687)
Contoh berikut merupakan contoh terjadinya peristiwa alih kode. Peristiwa
alih kode yang terlihat ada pada kalimat Un, zutto mae da yo. Once upon a time mae
da yo. Alih kode yang terjadi termasuk dalam alih kode ekstern yang terdiri dari
bahasa Jepang dan bahasa Inggris.
2.2.3 Tag
18
Tag merupakan satuan elemen bebas yang terdapat dalam bahasa pada sebuah
kalimat pertanyaan atau pernyataan yang biasanya terletak di awal atau di akhir
kalimat. Tag juga dapat disebut sebagai ungkapan-ungkapan yang sudah jadi (ready-
made phrase). Dalam bahasa Inggris, tag dapat dicontohkan seperti you know, I
mean, by the way, hi!, okay, dan lain-lain. Berikut adalah contoh tag bahasa Jepang
yang digunakan dalam bahasa Indonesia diambil dari penelitian Nahdiah yang
berjudul Alih Kode Penutur L2 Bahasa Jepang dalam Tweet sebagai berikut :
3) besok insyaAllah jadi yah jam 13.00 d perpus, mata ashita
(sampai besok)
Pada contoh tersebut, penutur beralih bahasa dari bahasa Indonesia menjadi
tag berbahasa Jepang. Mata ashita merupakan sebuah ungkapan yang digunakan
untuk salam perpisahan pada suatu perbincangan atau perjumpaan.
(Nahdiah, 2012:38)
2.2.4 Kata
Kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi (Chaer, 2012:162).
Batasan kata yang umum digunakan dalam berbagai buku linguistik adalah bahwa
kata merupakan bentuk yang mempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak
berubah. Setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak
berubah, serta tidak dapat diselipi atau diselang oleh fonem lain. Misalnya, pada kata
sikat, urutan fonemnya adalah /s/, /i/, /k/, /a/, dan /t/. Urutan itu tidak dapat diubah
misalnya menjadi /s/, /k/, /a/, /i/, dan /t/. atau diselipi fonem lain misalnya menjadi /s/,
/i/, /u/, /k/, /a/, dan /t/ (Chaer, 2012:164).
19
2.2.5 Frasa
Frasa lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan
kata yang bersifat nonprediktif (tidak memiliki unsur predikat), atau lazim juga
disebut sebagai gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam
kalimat (Chaer, 2012:222).
2.2.6 Klausa
Klausa merupakan tataran di dalam sintaksis yang berupa runtunan kata-kata
berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata
atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat; yang lain berfungsi sebagai subjek, dan
sebagai keterangan (Chaer, 2012:231). Fungsi predikat harus ada dalam sebuah
klausa, sedangkan fungsi yang lainnya bersifat tidak wajib.
2.2.7 Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang
lengkap; satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa
klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi
final (Chaer, 2012:240). Untuk dapat membedakan antara klausa dengan kalimat
adalah dengan adanya intonasi final. Intonasi final merupakan syarat penting dalam
pembentukan sebuah kalimat. Intonasi final adalah penurunan pola pada suku kata
yang mengikuti tekanan frasa dalam kelompok gagasan terakhir dalam kalimat.
Intonasi final dapat berupa intonasi deklaratif (tanda titik) pada kalimat berita,
20
intonasi interogatif (tanda tanya) pada kalimat tanya, intonasi imperatif (tanda seru)
pada kalimat perintah, dan intonasi interjektif (tanda seru) pada kalimat seru yang
mengungkapkan perasaan kagum.
2.3 Landasan Teori
Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori penggunaan alih kode
dari Romaine. Menurut Romaine penggunaan alih kode dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu :
2.3.1 Penggunaan Alih Kode Pada Tag (tag switching)
Alih kode tag (tag switching) adalah alih kode yang melibatkan pemasukan
sebuah pengukuh (tag) suatu bahasa ke dalam ujaran bahasa berbeda, contoh seperti
tag pada bahasa Inggris : you know, I mean, no way, dan sebagainya. Berikut
dipaparkan contoh tag bahasa Inggris dalam ujaran bahasa Finlandia :
4) Mutta en mä viittinyt, no way [English tag]!
(But I’m not bothered, no way !)
(Saya tidak terganggu, tidak sama sekali !)
(Romaine, 1995:122)
Pada contoh tersebut, terdapat tag bahasa Inggris yaitu no way! yang berada
pada kalimat bahasa Finlandia. Peristiwa penyisipan tag suatu bahasa di dalam
bahasa yang berbeda disebut dengan penggunaan alih kode pada tag (tag switching).
Bagi pembelajar bahasa asing, tag tidaklah asing. Pembelajar bahasa asing di tahap
awal belajar telah memperoleh ungkapan-ungkapan yang sudah jadi (ready-made
21
phrase), atau yang juga dikenal dengan sebutan formulas / formulaic speech, seperti
„I don’t know‟ dan „Can I have..?‟
2.3.2 Penggunaan Alih Kode Pada Intrakalimat (intrasentential switching)
Alih kode intrakalimat adalah pengalihan kode dalam bentuk kata dengan
frasa, kata dengan kata, frasa dengan frasa, frasa dengan klausa, kata dengan klausa,
maupun sebaliknya. Seperti dalam contoh alih kode intrakalimat antara bahasa
Inggris dengan bahasa Tok Pisin (Papua New Guinea) sebagai berikut :
5) What’s so funny? Come, be good. Otherwise, yu bai go
long kot. (What’s so funny? Come, be good. Otherwise, you’ll go to
court.)
(Apa yang lucu, jangan macam-macam kau. Kalau tidak,
kau akan pergi ke pengadilan).
(Romaine, 1995:123)
Alih kode dari bahasa Inggris ke bahasa Tok Pisin ini terjadi pada kalimat
kedua, otherwise, yu bai go long kot. Pada kalimat ini, penutur pertama-tama
menggunakan kata berbahasa Inggris otherwise, kemudian beralih menjadi kalimat
berbahasa Tok Pisin, yu bai go long kot. (Romaine, 1995:123). Hal ini disebut
sebagai penggunaan alih kode pada intrakalimat (intrasentential switching).
2.3.3 Penggunaan Alih Kode Pada Antarkalimat (intersentential switching)
Alih kode antarkalimat (intersentential switching) merupakan alih kode yang
melibatkan pengalihan pada batas kalimat dan klausa, dimana pada setiap kalimat
atau klausa tersebut menggunakan satu bahasa yang kemudian dilanjutkan oleh
kalimat atau klausa dengan bahasa yang berbeda. Alih kode antarkalimat ini
memerlukan kefasihan yang lebih dibandingkan dengan alih kode tag (Romaine,
22
1995:123). Berikut adalah contoh alih kode antarkalimat yang penuturnya adalah
seorang bilingual bahasa Inggris dan bahasa Punjabi (Pakistan) :
6) I mean I’m guilty as well in that sense ke ziada ωsi
English I bolde fer ode nal eda tωhadi jeri zәban ἑ, na?’.
(I mean I’m guilty as well in the sense that we speak
English more and more, and then what happens is that
when you speak your own language?)
(Maksud saya, saya merasa sangat bersalah jika kita
semakin sering berbahasa Inggris, lalu apa yang akan
terjadi ketika kita berbicara dalam bahasamu sendiri?)
(Romaine, 1995:123)
Pada contoh tersebut, penutur pertama-tama menggunakan klausa berbahasa Inggris, I
mean I’m guilty in that sense lalu di kalimat selanjutnya, beralih ke bahasa Punjabi,
ke ziada ωsi English I bolde fer ode nal eda tωhadi jeri zәban ἑ, na?. Peristiwa
seperti ini termasuk ke dalam penggunaan alih kode pada antarkalimat
(intersentential switching).