bab ii kajian pustaka, konsep dan kerangka teori 2.1 ... 2.pdf · menekankan pada kesan positif, 3)...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, ditemukan beberapa
penelitian mengenai fukushi yang terkait dengan penelitian ini.
Nissa (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “ Analisis Fungsi Fukushi
Mou dalam Komik Sanchoume no Yuuhi Karya Ryohei Saigan “ menganalisis
tentang fukushi mou yang terdapat dalam komik Sanchoume no Yuuhi Karya
Ryohei Saigan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang diikuti
oleh teknik studi pustaka. Analisis fungsi mou mengacu pada pendapat Hida
(1994) dalam bukunya Gendai Fukushouhou Jiten. Berdasarkan hasil penelitian
Nissa ditemukan lima fungsi mou dalam komik Sanchoume no Yuuhi Karya
Ryohei Saigan sebagai berikut : 1) Mou berfungsi menunjukkan keadaan sedang
melampaui batas atau melintasi batas (masih), 2) Mou berfungsi menunjukkan
keadaan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan dan menunjukkan
pertimbangan pembicara tentang dekatnya waktu yang akan dicapai yang
menekankan pada kesan positif, 3) Mou berfungsi menunjukkan keadaan sedang
terjadi dengan menambahkan keterangan, 4) Mou menunjukkan keadaan
menyatakan tidak bisa mengatur perasaan yang meluap-luap, dan 5) Mou
berfungsi menunjukkan perasaan menegur, mengecam atau mencela dan
mengandung unsur negatif. Penelitian Nissa dan penelitian ini sama-sama
membahas mengenai fukushi, sedangkan perbedaannya terletak pada sumber data
11
yang digunakan. Nissa menggunakan komik sebagai sumber data, sedangkan
penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai sumber data. Selain itu penelitian
Nissa hanya menganalisis fungsi dari fukushi mou, sedangkan penelitian ini
menganalisis struktur, makna dan substitusi dari fukushi omowazu, tsui dan ukkari.
Oleh karena itu, penelitian Nissa sangat bermanfaat sebagai referensi untuk
menganalisis fungsi dari fukushi omowazu, tsui dan ukkari.
Suriasih ( 2014 ) dalam penelitiannya yang berjudul “Perbandingan fungsi
dan makna fukushi yang berarti „akhirnya‟ dalam Novel Botchan Karya Natsume
Souseki”. Dalam penelitian tersebut membahas mengenai perbandingan fungsi dan
makna fukushi yang berarti „akhirnya‟. Teori yang digunakan dalam penelitian
tersebut adalah teori gramatikal oleh Verhaar (2010:161) dan teori kontekstual
oleh Chaer (1986:62). Dalam penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam Novel Botchan Karya Natsume Souseki, terdapat lima fukushi yang berarti
„akhirnya‟ yaitu : toutou, yatto, youyaku, tsui ni dan iyo-iyo. Jika dibandingkan,
fukushi-fukushi tersebut memiliki fungsi dan makna yang berbeda tergantung dari
konteks kalimatnya. Dalam novel Botchan, ditemukan masing-masing sebuah
fungsi untuk fukushi toutou, yatto, youyaku, tsui ni dan iyo-iyo. Toutou berfungsi
untuk mengungkapkan suatu situasi yang diharapkan yang akhirnya atau pada
akhirnya dapat tercapai. Youyaku berfungsi untuk menunjukkan penyelesaian
akhir dari sesuatu yang positif. Youyaku lebih digunakan pada situasi formal dan
biasanya digunakan dalam bahsasa tulisan. Tsui ni adalah kata keterangan yang
lain yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang diinginkan atau tidak
diinginkan pada akhirnya datang atau akan datang setelah melewati proses yang
12
panjang. Yatto digunakan untuk menyatakan sesuatu yang diinginkan pada
akhirnya dapat tercapai atau pada akhirnya akan tercapai walaupun cara
pencapaiannya penuh dengan kesulitan. Sedangkan, iyo-iyo adalah kata
keterangan yang digunakan untuk menyatakan adanya penekanan pada proses
berlangsungnya suatu aktivitas baik pada awal maupun pada akhir aktivitas.
Dalam novel Botchan, ditemukan tiga buah makna toutou, dan masing-masing
sebuah makna youyaku, tsui ni, yatto dan iyo-iyo. Toutou mempunyai makna
untuk menyatakan sesuatu yang berimplikasi positif, sesuatu yang berimplikasi
negatif, dan sesuatu yang di luar dugaan. Youyaku mempunyai makna untuk
mengungkapkan suatu proses yang panjang dan lambat akhirnya dapat tercapai.
Tsui ni mempunyai makna untuk menyatakan hasil yang tidak terduga. Fukushi
yatto mempunyai makna untuk menyatakan perasaan yang dikehendaki akhirnya
dapat tercapai walaupun melalui proses yang panjang. Iyo-iyo digunakan untuk
menyatakan suatu proses berlangsungnya suatu aktivitas baik di awal maupun di
akhir aktivitas. Persamaan penelitian Suriasih dengan penelitian ini adalah sama-
sama meneliti mengenai fukushi, sehingga dapat dijadikan acuan dalam penelitian
ini. Perbedaannya terletak pada sumber data yang digunakan. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian Suriasih adalah berupa novel, sedangkan dalam
penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai sumber data. Oleh karena itu,
penelitian Suriasih sangat bermanfaat sebagai referensi untuk menganalisis fungsi
dan makna dari fukushi omowazu, tsui dan ukkari.
Sudipa (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Fungsi dan makna
Kanarazu, Kitto dan Zettai dalam Komik Midori no Hibi volume 1-7 karya
13
Kazuro Inoue”. Dalam penelitian tersebut membahas mengenai fungsi dan makna
kanarazu, kitto dan zettai. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan
teknik ganti. Teori yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teori sintaksis
oleh Verhaar (2010:11) dan teori makna kontekstual oleh Pateda (2001:97-131).
Dalam penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat 10 data
kanarazu, 26 data kitto dan 39 data zettai yang ditemukan dalam komik Midori no
Hibi volume 1-7 karya Kazuro Inoue. Berkaitan dengan fungsi, kanarazu, kitto
dan zettai digolongkan ke dalam kelas kata adverbia (fukushi). Adverbia memiliki
fungsi menerangkan verba, adjektiva dan adverbia. Kanarazu hanya berfungsi
untuk menerangkan verba saja. Kitto memiliki fungsi menerangkan verba,
adjektiva dan adverbia lainnya. Sedangkan Zettai berfungsi menerangkan verba
dan adjektiva-na.
Makna kanarazu, kitto dan zettai dalam penelitian tersebut adalah sebagai
berikut : kanarazu memiliki dua buah makna ketika digunakan dalam kalimat,
yaitu : mengekspresikan keyakinan kuat dalam konteks formal dan
mengekspresikan suatu kejadian yang berulang-ulang. Kitto memiliki makna
mengekspresikan keyakinan berdasarkan pemikiran sendiri saat pembicara
berpikir hal tersebut seratus persen akan terjadi. Kalau digunakan dalam kalimat,
kitto sering diikuti oleh : yo, darou atau kamoshirenai pada akhir kalimat.
Sedangkan zettai memiliki makna keyakinan kuat dengan konteks suasana hati
pembicara dan menegaskan pernyataan dengan konteks suasana hati pembicara.
Konteks suasana hati pembicara mempengaruhi makna dari zettai ketika
digunakan dalam kalimat, seperti kalau pembicara merasa marah, senang, panik
14
dan sebagainya. Fukushi Kanarazu, kitto dan zettai dapat saling menggantikan
ketika digunakan untuk mengekspresikan keyakinan. Persamaan penelitain Sudipa
dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang fukushi. Sedangkan
perbedaannya terletak pada sumber data yang digunakan. Sudipa menggunakan
komik sebagai sumber data, sedangkan penelitian ini menggunakan kuesioner
sebagai sumber data. Oleh karena itu, penelitian Sudipa sangat bermanfaat sebagai
referensi untuk menganalisis fungsi dan makna dari fukushi omowazu, tsui dan
ukkari.
2.2 Konsep
Berikut ini beberapa konsep yang digunakan berkaitan dengan struktur,
makna dan substitusi fukushi : omowazu, tsui dan ukkari adalah sebagai berikut :
2.2.1 Fukushi
Di dalam bahasa Jepang yang dimaksud dengan fukushi „adverbia‟
menurut (Masuoka dan Takubo, 1989:38) adalah kata yang pada prinsipnya
berfungsi sebagai kata keterangan predikat. Jenis fukushi „adverbia „ yang utama
adalah teido no fukushi, hindo no fukushi, ryou no fukushi, tensu-asupekuto no
fukushi dan joutai no fukushi, sedangkan kata yang berfungsi sebagai kata
keterangan terhadap keseluruhan kalimat disebut bunshuushoku fukushi, yang
dianggap sebagai salah satu jenis adverbia. Yang termasuk pada kelompok jenis
ini adalah chinjutsu no fukushi, hyouka no fukushi dan hatsugen no fukushi.
Berikut ini penjelasan dari jenis jenis fukushi :
15
1. Teido no fukushi
Pada ungkapan yang menerangkan suatu keadaan, kerap kali tingkatannya
menjadi masalah. Pada umumnya, teido no fukushi ini digunakan pada kalimat
yang predikatnya menerangkan suatu keadaan, tetapi dapat juga digunakan pada
kalimat yang predikatnya menerangkan keadaan suatu aktifitas seperti pada verba
yang menyatakan perasaan seseorang yang disebut kanjou doushi. Selain itu, teido
no fukushi ini dapat pula digunakan untuk menerangkan kata keterangan pada
predikat dan kata keterangan dari nomina. Adverbia yang termasuk pada teido no
fukushi ini antara lain : taihen, totemo, hijou ni, hidoku, daibu, zuibun, amari ni,
kanari, kekkou, naka-naka, sukoshi, chotto, zutto, motto dan lain lain.
2. Hindo no fukushi
Yang dimaksud dengan hindo no fukushi adalah adverbia yang digunakan
untuk menyatakan adanya suatu kekerapan atau adanya frekuensi suatu aktifitas
atau keadaan yang terjadi dalam suatu jangka waktu. Adverbia yang termasuk
pada kelompok ini di antaranya adalah itsumo, taitei, yoku, shiba-shiba, tabi-tabi,
toki-doki, tama ni dan lain lain.
3. Ryou no fukushi
Yang dimaksud dengan ryou no fukushi adalah adverbia yang digunakan
untuk menerangkan kuantitas manusia atau benda yang berkaitan dengan aktifitas.
Adverbia yang termasuk pada kelompok ini di antaranya adalah takusan, ippai,
tappuri, dossari dan lain lain. Di antara adverbia-adverbia yang termasuk pada
teido no fukushi terdapat pula adverbia yang dapat digunakan sebagai ryou no
16
fukushi misalnya : daibu, zuibun, kanari, sukoshi, chotto, juubun, yoku dan lain
lain. Hal hal lain yang perlu diperhatikan di dalam ryou no fukushi seperti :
hotondo, oyoso, hobo dan daitai merupakan adverbia yang bermakna untuk
menjelaskan „sebagian besar dari keseluruhan‟.
4. Tensu-asupekuto no fukushi
Adverbia yang digunakan untuk menyatakan waktu terjadinya suatu
kejadian atau peristiwa disebut dengan tensu-asupekuto no fukushi. Di dalam
adverbia jenis ini terdapat tensu no fukushi yang dimaksudkan untuk menerangkan
waktu terjadinya peristiwa tersebut sebagai dasar patokan waktu yang diujarkan.
Adverbia yang termasuk pada kelompok ini antara lain : katsute, izure, mou sugu,
korekara, sakihodo, nochihodo dan lain lain. Jenis adverbia lainnya adalah
asupekuto no fukushi yakni adverbia yang digunakan untuk menyatakan suatu hal
atau perkara yang berhubungan dengan terjadinya serta berkembangnya suatu
peristiwa, seperti tentang urutannya, permulaannya, kelanjutannya serta
berakhirnya suatu peristiwa. Adverbia yang termasuk pada kelompok ini di
antaranya adalah ima nimo, sude ni, mou, choudo, mada, zutto, shidai ni, dan-dan,
masu-masu, yatto, toriaezu, ikinari, futatabi, hajimete, shibaraku dan lain lain.
5. Joutai no fukushi
Yang dimaksud dengan joutai no fukushi adalah adverbia yang digunakan
untuk menerangkan keadaan suatu aktifitas. Adverbia yang termasuk pada
kelompok ini antara lain : iyaiya, kowagowa, gussuri, bonyari, niyaniya,
shikushiku, jitto, sassato, hakkiri to, kippari to, sukusuku to dan lain-lain. Pada
17
joutai no fukushi ini termasuk pula adverbia yang digunakan untuk menerangkan
ada atau tidak adanya suatu hasrat atau keinginan dari si pelaku aktifitas,
diantaranya adalah wazato, wazawaza, ukkari, omowazu dan lain lain.
6. Chinjutsu no fukushi
Chinjutsu no fukushi merupakan adverbia yang digunakan secara
berpasangan dengan pernyataan yang terdapat pada ungkapan modalitas di akhir
kalimat. Adverbia yang termasuk pada chinjutsu no fukushi ini adalah sebagai
berikut :
a). Adverbia yang berpasangan dengan ungkapan pertanyaan seperti : ittai dan
hatashite.
b). Adverbia yang berpasangan dengan pernyataan negasi seperti : kesshite,
kanarazushimo dan totemo.
c). Adverbia yang berpasangan dengan ungkapan suatu pernyataan dan kebenaran
seperti : osoraku, tabun, kitto, kanarazu, zettai, tashika, masaka dan lain lain.
d). Adverbia yang berpasangan dengan ungkapan yang menyatakan tentang berita
seperti : nandemo.
e). Adverbia yang berpasangan dengan ungkapan perumpamaan dan perbandingan
seperti : marude, atakamo dan samo.
f). Adverbia yang berpasangan dengan ungkapan yang menyatakan suatu
kompromi atau syarat pada hal yang dikemukakan pada anak kalimat seperti :
moshi, man ichi, tatoe, ikura dan lain lain.
g). Adverbia yang berpasangan dengan ungkapan yang menyatakan suatu
perasaan seperti : nanto dan nante.
18
7. Hyouka no fukushi
Adverbia yang digunakan untuk memberi penilaian terhadap suatu hal atau
perkara disebut hyouka no fukushi. Adverbia yang termasuk pada kelompok ini di
antaranya adalah ainiku, saiwai, touzen, mochiron, tama-tama dan lain lain
8. Hatsugen no fukushi
Yang disebut dengan hatsugen no fukushi adalah adverbia yang digunakan
untuk menyatakan makna „dengan sikap atau perilaku seperti bagaimana sesuatu
hal dikemukakan‟, Adverbia yang termasuk pada kelompok ini di antaranya
adalah jitsu wa, jissai wa, hontou wa, iwaba, tatoeba dan lain lain.
Fukushi yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam joutai no
fukushi, yakni fukushi yang menerangkan ada atau tidak adanya suatu hasrat atau
keinginan dari si pelaku aktifitas.
Berikut penjelasan mengenai fukushi omowazu, tsui dan ukkari
berdasarkan teori yang digunakan untuk menganalis struktur dan makna dalam
penelitian ini.
1. Omowazu
Makino dan Tsutsui (2008:670) menjelaskan mengenai omowazu bahwa :
Omowazu “unintentionally, involuntarily” is synonymous with tsui and
can be used interchangeably in some situation.
„omowazu adalah sesuatu yang dilakukan tanpa disengaja dan di luar
kemauan yang merupakan sinonim dari tsui, serta bisa digunakan untuk
saling menggantikan dalam beberapa situasi”.
19
2. Tsui
An adverb used to describe someone doing something without being able
to control himself/herself or used to indicate the closeness of a time or a
place.
„tsui adalah sebuah kata keterangan yang biasanya digunakan untuk
menggambarkan seseorang yang sedang melakukan sesuatu tanpa bisa
mengontrol dirinya, atau digunakan untuk menyatakan kedekatan dari
waktu atau tempat.
Tsui is used when does something unintentionally. In some situation, it
carries more specific meaning, such as “carelessly” or “involuntarily”.
„tsui digunakan ketika melakukan sesuatu yang dilakukan tanpa disengaja.
Di beberapa situasi, itu memberikan makna yang lebih spesifik, seperti :
sesuatu yang dilakukan secara sembarangan dan sembrono, atau di luar
kemauan pembicara.
3. Ukkari
Ukkari “carelessly” and tsui are used in similar situation. Tsui and ukkari
can be used together.
„Ukkari dan tsui bisa digunakan dalam situasi yang mirip dan bersamaan‟.
Adapun struktur kalimat yang mengandung omowazu, tsui dan ukkari
menurut Makino dan Tsuitsui (2008:668) adalah sebagai berikut :
a. Penggabungan tsui dengan verba
Tsui + verba bentuk te shimau/shimatta
Contoh :
.楽しかった ので、 つい / 思わず 飲みすぎてしまった。
Tanoshikatta node tsui / omowazu nomisugite shimatta.
Senang-BTK.LAM karena tanpa sengaja terlalu banyak minum-BTK.LAM.SLS
20
„karena menyenangkan, tanpa sadar saya terlalu banyak minum‟.
b. Penggabungan tsui + kata keterangan waktu
Tsui + kata keterangan waktu
Contoh :
つい、 さっき まで、 山田さん が 来ていたんです。
tsui sakki made yamada san ga kite itan desu
baru saja tadi sampai yamada NOM datang-BTK.SBG.LAM
„baru saja tadi yamada san datang kesini‟
Struktur kalimat yang dibentuk dari fukushi omowazu dan ukkari juga
sama dengan struktur kalimat dari tsui yang digabungkan dengan kata kerja, tetapi
fukushi omowazu dan ukkari tidak bisa menunjukkan keterangan waktu.
c. Penggabungan ukkari dengan verba
Ukkari + verba bentuk te shimau/shimatta
Contoh :
恵美 に つい / うっかり 亜紀 の
Emi ni tsui / ukkari aki no
emi pada tanpa sengaja aki GEN
秘密 を 話してしまった。
himitsu wo hanashite shimatta
rahasia AKU berbicara BTK.LAM.SLS
„‟tanpa sadar, saya membicarakan rahasia milik aki kepada emi‟
d. Penggabungan omowazu dengan verba
Omowazu + verba bentuk te shimau/shimatta
21
Contoh :
目 の 前 で 子供 が 飛び出した
Me no mae de kodomo ga tobidashita
Mata GEN depan di anak-anak NOM berlari keluar-BTK.LAM
ので、 思わず、 クラクション を 鳴らした。
node omowazu kurakushon wo narashita
karena secara naluri klakson AKU membunyikan-BTK.LAM
„karena melihat anak-anak yang berlarian keluar di depan mata, secara naluri /
alami saya membunyikan klakson‟.
2.2.2 Makna
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu
melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah
beragam. Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-
kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada
tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82)
mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian.
Aspek-aspek Makna
Aspek-aspek makna yang ada dalam semantik menurut Pateda (2001:89)
ada empat hal, yaitu :
1. Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila
pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca
mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons
22
(dalam Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-
hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.
2. Nilai rasa (feeling)
Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap
pembicara terhadap hal yang dibicarakan. Dengan kata lain, nilai rasa yang
berkaitan dengan makna adalah kata kata yang berhubungan dengan perasaan,
baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiap kata
mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata
mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan (Pateda, 2001:93).
3. Nada (tone)
Aspek makna nada adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara Shipley
(dalam Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna
yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan
pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang
digunakan.
4. Maksud (intention)
Aspek maksud merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha
keras yang dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi,
imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik Shipley (dalam Pateda
2001:95).
23
2.3 Kerangka Teori
Sebuah penelitian memerlukan suatu acuan atau teori yang digunakan
untuk memecahkan permasalahan. Dalam penelitian yang berjudul : Penggunaan
fukushi omowazu, tsui dan ukkari dalam bahasa Jepang sehari-hari orang Jepang
di Sisi, Pengosekan, Ubud tinjauan sintaksis dan semantik ini, menggunakan dua
teori, yakni : teori sintaksis oleh Verhaar (2010:11) untuk menganalisis struktur
kalimat dan teori makna kontekstual oleh Pateda (2001:116) untuk menganalisis
makna dalam kalimat.
2.3.1 Teori Sintaksis
Verhaar (2010:11) menyatakan bahwa ruang lingkup cabang ilmu sintaksis
adalah hubungan gramatikal antar kata dalam sebuah kalimat. Menganalisis
klausa secara sintaksis yaitu dengan menganalisis fungsi-fungsinya. Fungsi
tersebut adalah subjek, predikat dan objek yang ada dalam sebuah kalimat. Teori
sintaksis yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis struktur kalimat
yang mengandung omowazu, tsui dan ukkari yang terdapat dalam kuesioner yang
sudah dibagikan kepada orang-orang Jepang yang mengunjungi Sisi, Pengosekan,
Ubud pada minggu pagi.
2.3.2 Teori Makna Kontekstual
Teori makna kontekstual menurut Pateda (2001:116) menyatakan bahwa,
makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational
meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Sudah
diketahui bahwa konteks itu berwujud dalam banyak hal. Konteks yang dimaksud
24
di sini, yakni : (1) konteks orangan, termasuk di sini hal yang berkaitan dengan
jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara atau pendengar, latar
belakang sosial ekonomi pembicara atau pendengar, (2) konteks situasi, misalnya
situasi aman, situasi rebut, (3) konteks tujuan, misalnya meminta, mengharapkan
sesuatu, (4) konteks formal atau tidaknya pembicaraan, (5) konteks suasana hati
pembicara atau pendengar, misalnya takut, gembira, jengkel, (6) konteks waktu,
misalnya malam, setelah magrib, (7) konteks tempat, apakah tempatnya di sekolah,
di pasar, di depan bioskop, (8) konteks objek, maksudnya apa yang menjadi fokus
pembicaraan, (9) konteks alat kelengkapan bicara atau dengar pada pembicara
atau pendengar, (10) konteks kebahasaan, maksudnya apakah memenuhi kaidah
bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak, dan (11) konteks bahasa, yakni
bahasa yang digunakan.
Dari kesebelas konteks di atas, makna kontekstual yang digunakan dalam
penelitian ini adalah konteks orangan, konteks situasi dan konteks suasana hati.