bab ii kajian pustaka dan kerangka pikir a....

36
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian mengenai prinsip kesantunan dan implikatur sudah banyak dilakukan. Beberapa kajian terdahulu yang penulis temukan yang sejenis dan masih relevan dengan penelitian ini dipaparkan sebagai berikut. Marina Catur Nopita Wati (2012) dalam skripsinya berjudul Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan serta Implikatur Percakapan dalam Talk Show Apa Kabar Indonesia Malam di TV ONE. Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga banyak dijumpai dalam skripsi tersebut. Pematuhan prinsip kesantunan dalam talk show Apa Kabar Indonesia Malamdideskripikan melalui pematuhan maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan dan maksim simpati. Pelanggaran prinsip kesantunan dalam talk show “Apa Kabar Indonesia Malammeliputi pelanggaran maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan dan maksim simpati. Implikatur percakapan meliputi meminta, menghina, sindiran, ketidakpercayaan, menyuruh, tidak setuju, kecewa dan keraguan. Dwi Ariyani, (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans TV: Sebuah Kajian Pragmatik” menghasilkan tiga hal. Pertama, pelanggaran terhadap prinsip kesantunan ditemukan dalam data yang mendominasi, yang meliputi tujuh

Upload: vuonghuong

Post on 08-Sep-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Penelitian mengenai prinsip kesantunan dan implikatur sudah banyak

dilakukan. Beberapa kajian terdahulu yang penulis temukan yang sejenis dan

masih relevan dengan penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.

Marina Catur Nopita Wati (2012) dalam skripsinya berjudul Pematuhan dan

Pelanggaran Prinsip Kesantunan serta Implikatur Percakapan dalam Talk Show

Apa Kabar Indonesia Malam di TV ONE. Selain pematuhan dan pelanggaran

prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga banyak dijumpai dalam skripsi

tersebut. Pematuhan prinsip kesantunan dalam talk show ”Apa Kabar Indonesia

Malam” dideskripikan melalui pematuhan maksim kearifan, maksim

kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan

dan maksim simpati. Pelanggaran prinsip kesantunan dalam talk show “Apa

Kabar Indonesia Malam” meliputi pelanggaran maksim kedermawanan, maksim

pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan dan maksim simpati.

Implikatur percakapan meliputi meminta, menghina, sindiran, ketidakpercayaan,

menyuruh, tidak setuju, kecewa dan keraguan.

Dwi Ariyani, (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pelanggaran Prinsip

Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans TV: Sebuah

Kajian Pragmatik” menghasilkan tiga hal. Pertama, pelanggaran terhadap prinsip

kesantunan ditemukan dalam data yang mendominasi, yang meliputi tujuh

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

9

maksim. Pelanggaran yang paling banyak terjadi adalah pada maksim pujian.

Kedua, terdapat prinsip ironi dalam acara OVJ. Hanya terdapat sedikit data yang

mengandung penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ. Hal tersebut terjadi karena

kemungkinan para pemain akan merasa lebih puas jika mengecam atau menghina

orang lain secara terang-terangan. Ketiga, ditemukan beberapa implikatur

percakapan dalam acara OVJ. Implikatur tersebut terdiri dari sembilan implikatur,

yaitu menghina, memancing amarah, tidak suka, ingin menyiksa, tidak sayang

kepada istri, menyuruh dan merayu.

Reni Wijayanti (2014) dalam skripsinya yang berjudul Pelanggaran Prinsip

Kesantunan dan Implikatur Percakapan dalam Talk Show “Ada-ada Aja” di

Global TV: Suatu Pendekatan Pragmatik, menyimpulkan beberapa hal. Pertama,

terdapat pelanggaran prinsip kesantunan yang meliputi enam maksim, yaitu

maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan

hati, maksim kesepakatan dan maksim simpati yang didominasi oleh pelanggaran

pada maksim kearifan. Kedua, terdapat delapan implikatur dalam data tersebut.

Implikatur tersebut meliputi implikatur meminta, menghina, sindiran,

ketidakpercayaan, menyuruh, ketidaksetujuan, kecewa dan keraguan. Implikatur

menghina yang mendominasi data tersebut.

Dari uraian ketiga penelitian di atas membahas mengenai masalah prinsip

kesantunan dan implikatur yang dilakukan dalam objek kajian penelitiannya.

Ketiga penelitian tersebut digunakan sebagai tinjauan studi terdahulu, karena

dalam penelitian ini penulis membahas prinsip kesantunan dan implikatur

percakapan. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan dalam membahas

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

10

pelanggaran prinsip kesantunan dan implikatur percakapan dalam talk show

“Hitam Putih” di Trans 7. Pelanggran prinsip kesantunan dan implikaur

percakapan dalam talk show “Hitam Putih” di Trans 7 belum pernah diteliti

sebelumnya.

B. Landasan Teori

1. Pragmatik

Pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik mulai berkumandang

dalam percaturan linguistik Amerika sejak tahun 1970-an. Pragmatik semakin

berkembang dengan banyaknya teori-teori yang dikeluarkan oleh para ahli

linguistik. Istilah pragmatik sudah dikenal sejak masa hidupnya seorang filsuf

terkenal bernama Charles Morris (dalam Rahardi, 2005:45). Charles Morris

(dalam Rahardi, 2005:47) membagi ilmu tanda dan ilmu lambang itu ke dalam

tiga cabang ilmu, yakni (1) Sintaktika (syntactic) “studi relasi formal tanda-

tanda”, (2) semantika (semantics) “studi relasi tanda-tanda dengan objeknya”.

(3) pragmatika (pragmatics) “studi relasi antara tanda-tanda dengan

penafsirannya.”

Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah pragmatik secara berbeda-

beda. Jenny Thomas mendefinisikan pragmatik sebagai makna dalam

interaksi. Menurutnya suatu makna bukanlah yang melekat pada suatu kata,

tetapi merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan penutur dan petutur,

konteks tuturan, dan makna potensial dari suatu tuturan (1996:22).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

11

Leech (dalam terjemahan Oka, 1993:8) mendefinisikan pragmatik

sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar

(speech situations). Leech melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam

linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut

semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik;

pragmatisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; dan

komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang

yang saling melengkapi. Karya Leech yang paling menonjol di bidang

pragmatik adalah teori prinsip kesantunan (politeness principles).

George Yule (1996:4), menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu:

a. studi tentang maksud penutur,

b. studi tentang makna kontekstual,

c. studi tentang bagaimana agar banyak yang disampaikan daripada yang

dituturkan, dan

d. studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa

secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

komunikasi. Jadi, makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat

konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.

Pragmatik dapat dimanfaatkan oleh setiap penutur untuk memahami maksud

lawan tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaatkan pengalaman

bersama (background knowledge) untuk memudahkan pengertian bersama

(Wijana, 1996:1-2).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

12

Menurut Asim Gunarwan (1994:83-84), pragmatik adalah cabang

linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna atau daya (force)

ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yakni untuk apa suatu

ujaran ini dibuat atau diujarkan.

Pragmatik semakin berkembang dengan banyaknya teori yang

dikeluarkan oleh para ahli bahasa. Tahun 1965, seorang ahli bahasa yang

bernama J.L Austin menelusuri hakikat tindak tutur. Melalui karyanya yang

berjudul How To Do Things With Words, Austin mengungkapkan terminologi-

terminologi dalam tindak tutur. Austin, (1965:9) “the actions may be

performed in ways other than by a performative utterance, and in any case the

circumstances, including other actions, must be appropriate” suatu tindakan

dapat dilakukan dengan cara lain tidak hanya dengan tuturan performatif, dan

dalam situasi apapun, termasuk tindakan lainnya juga harus tepat.

Searle, salah satu murid Austin, meneruskan pemikiran-pemikiran

Austin tentang tindak tutur. Searle (1969:16) menyatakan “the form that this

such as making question, making promise and so on and more abstractly”

bentuk hipotesis ini akan berbicara mengenai bahasa sebagai tindak tutur,

tindakan seperti membuat pertanyaan, member perintah, mengajukan

pertanyaan, membuat janji dan sebagainya. Selanjutnya Searle (1969:23)

mengemukakan bahwa secara pragmatis ada tiga jenis tindakan yang dapat

diwujudkan oleh penutur, yakni tindak ilokusi, tindak ilokusi dan tindak

perlokusi.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

13

2. Situasi Tutur

Dalam kajian pragmatik, situasi tutur yang terdapat dalam satu tuturan

amat diperhitungkan. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat

diidentifikasikan melalui situasi tutur yang mendukungnya. Leech (edisi

terjemahan oleh Oka, 1993:19) menjelaskan bahwa pragmatik mengkaji

makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situation).

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan, pernyataan ini sejalan

dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur

merupakan sebabnya (Rustono, 1999:26)

Leech (edisi terjemahan oleh Oka, 1993:19-21) menjelaskan mengenai

aspek-aspek situasi ujar untuk mengetahui apakah suatu percakapan tersebut

merupakan fenomena atau sistematis. Aspek situasi ujar tersebut adalah

sebagai berikut.

a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)

Orang yang menyapa akan diberi simbol n „penutur‟ orang yang

disapa dengan simbol t „petutur‟. Simbol-simbol ini merupakan singkatan

untuk „penutur/penulis‟dan „petutur/pembaca‟. Jadi penggunaan penutur

dan petutur tidak membatasi pragmatik pada bahasa lisan saja. Istilah-

istilah „penerima‟ (orang yang menerima atau menafsirkan pesan) dan

„yang disapa‟ (orang yang seharusnya menerima dan menjadi sasaran

pesan) juga perlu dibedakan. Si penerima bisa saja seorang yang kebetulan

lewat dan pendengar pesan, dan bukan orang yang disapa.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

14

b. Konteks sebuah tuturan

Konteks diartikan sebagai aspek-aspek yang gayut dengan

lingkungan fisik dan sosial sebagai tuturan. Leech (edisi terjemahan oleh

Oka, 1993:20) mengartikan konteks sebagai suatu pengetahuan latar

belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan membantu petutur

menafsirkan makna tuturan.

c. Tujuan sebuah tuturan

Tujuan sebuah tuturan adalah tujuan atau fungsi daripada makna

yang dimaksud atau maksud penutur mengucapkan sesuatu. Istilah tujuan

dianggap lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani

pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga

dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi

tujuan.

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak ujar

Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performasi-

performasi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan

demikian pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret

daripada tata bahasa.

e. Tuturan sebagai produk tindakan verbal

Selain sebagai tindak ujar atau tindak berbal itu sendiri, dalam

pragmatik kata „tuturan‟ dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu

sebagai produk suatu tindak verbal (sentence-instance) atau tanda kalimat

(sentence-token), tetapi bukanlah sebuah kalimat. Dalam artian yang kedua

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

15

ini tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji dalam

pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan sebagai

suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.

3. Tindak Tutur

Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh

J.L. Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard, pada tahun 1956.

Teori yang berasal dari materi kuliah ini kemudian dibukukan olah J.O.

Urmson (1965) dengan judul How to do Things with Word?. Teori tersebut

baru menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah Searle menerbitkan buku

berjudul Speech Act and Essay in The Philoshopy of Language (Wijana,

1996:50).

Menurut Rustono (1999: 31) tindak tutur (speech act) merupakan

entisitas yang bersifat sentral itulah, tindak tutur bersifat pokok di dalam

pragmatik. Mengujarkan sebuah tuturan tertentu bisa dipandang sebagai

melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh) disamping memang

mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu.

Yule (dalam terjemahan Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab,

2006: 82) memberikan definisi mengenai tindak tutur sebagai tindakan-

tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Tindak tutur digunakan untuk

mengungkapkan maksud komunikatif penutur dalam menghasilkan tuturan

kepada mitra tutur. Maksud komunikatif penutur akan dimengerti oleh mitra

tutur bila ada keadaan situasi lingkungan sekitarnya atau konteks.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

16

Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan

keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam

menghadapi situasi tertentu (Wijana, 1996:50).

a. Performatif dan Konstatif

Tuturan performatif (performative utterance); tuturan yang

memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan pembicara dan

bahwa dengan mengungkapkannya berarti perbuatan telah diselesaikan

pada saat itu juga misalnya: dalam ujaran Saya mengucapkan terima kasih,

pembicara mengujarkannya dan sekaligus menyelesaikan perbuatan

“mengucapkan” (Kridalaksana, 1993:43). Secara ringkas dikatakan pula

bahwa tuturan performatif adalah tuturan untuk melakukan sesuatu

(perform the action).

b. Tindak Lokusi, Ilokusi dan Perlokusi

Austin (dalam Leech, 1993: 316) dan Searle (dalam Wijana, 1996:17)

mengemukakan bahwa secara pragmatis setidaknya ada tiga jenis tindakan

yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi

(melakukan tindakan mengatakan sesuatu), tindak ilokusi (melakukan

tindakan dalam mengatakan sesuatu), dan tindak perlokusi (melakukan

tindakan dengan mengatakan sesuatu).

c. Tindak Lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan untuk

menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk

kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

17

sebagai The Act of Saying Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur

lokusi ini dengan istilah tindak bahasa preposisi (prepositional act) karena

tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna.

d. Tindak Ilokusi (illocutionary act)

Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu (the act of to do

something). Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur

yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.

e. Tindak Perlokusi (perlocutionary act)

Sebuah tuturan yang diucapkan seseorang sering memiliki efek atau daya

pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan

mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin dinamakan tindak perlokusi.

Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja,

dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya

dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan

tindak perlokusi.

Sebagai pencetus teori tindak tutur, Austin (1965: 150-163) kemudian

membagi lagi tindak tutur ilokusi menjadi lima kategori, yaitu:

1) Verdiktif (verdictives utterance)

Tindak tutur verdiktif dilambangkan dengan memberi keputusan, misalnya

keputusan hakim. Juri, dan penengah atau wasit, perkiraan, dan penilaian.

Verba tindak tutur verdiktif antara lain: menilai, menandai,

memperhitungkan, menempatkan, menguraikan,dan menganalisis.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

18

2) Eksersitif (exercitives utterance)

Tindak tutur eksersitif merupakan tindak tutur yang menyatakan

perjanjian, nasihat peringatan dan sebagainya. Verba yang menandai

antara lain: mewariskan, membujuk, menyatakan, membatalkan perintah

(lampau, memperingatkan dan menurunkan pangkat.

3) Komisif (commissives utterance)

Tindak tutur komisif dilambangkan dengan harapan atau dengan kata lain

perjanjian, menjanjikan untuk melakukan sesuatu, tetapi juga termasuk

pengumuman atau pemberitahuan, yang bukan janji. Verba yang menandai

antara lain: berjanji, mengambil alih atau tanggung jawab, mengajukan,

menjamin, bersumpah, dan menyetujui.

4) Behabitif (behabitives utterance)

Tindak tutur behabitif meliputi reaksi-reaksi terhadap kebiasaan dan

keberuntungan orang lain dan merupakan sikap serta ekspresi seseorang

terhadap kebiasaan orang lain, misalnya: meminta maaf, berterima kasih,

bersimpati, menantang, mengucapkan salam dan mengucapkan selamat.

5) Ekspositif (expositives utterance)

Tindak tutur ekspositif tindak tutur yang member penjelasan keterangan,

atau perincian kepada seseorang, misalnya: menyangkal, menguraikan,

menyebutkan, menginformasikan, mengabarkan, dan bersaksi.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

19

Sehubungan dengan pengertian tindak tutur atau tindak ujar, maka

tindak tutur dikategorikan oleh Searle menjadi lima jenis (1969: 147-149),

yaitu:

a) Asertif (Assertives)

Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada

kebenaran proposisi atas hal yang dikatakannya. Tuturan-tuturan yang

termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur

menyatakan, melaporkan, memprediksi, menunjukkan, dan menyebutkan.

b) Direktif (Directives)

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya

dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di

dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan sesuatu. Tuturan-

tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak

tutur menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, memerintah,

meminta, dan menantang.

c) Komisif (Commisives)

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya pada

suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan

melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Tuturan-tuturan

yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur

berjanji, bersumpah, berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan,

dan mengancam.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

20

d) Ekspresif (Expressives)

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud

agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan

dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap

suatu keadaan. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur

ini misalnya, tindak tutur memuji, mengucapkan terima kasih, meminta

maaf, mengucapkan selamat, mengkritik, dan mengeluh.

e) Deklarasi (Declarations)

Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan

maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang

baru. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini

misalnya, tindak tutur memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan,

dan mengangkat.

Fraser (dalam Nadar, 2009:16-17) juga membagi tindak tutur menjadi

tujuh macam, yaitu:

1) Tindakan Asertif (act of asserting)

Tindakan asertif ini ditandai dengan verba menuduh (accuse),

menegaskan (affirm), menyetujui (agree), melaporkan (report),

mengatakan (say) dan sebagainya.

2) Tindakan Evaluasi (act of evaluating)

Tindakan evaluasi ini ditandai dengan verba mendesak (insist),

memuji (cite), membuat hipotesa (hypothesize), dan sebagainya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

21

3) Tindakan refleksi perilaku pembicara (act of reflecting attitude)

Tindakan refleksi perilaku pembicara ini ditandai dengan verba minta

maaf (apologize), mengeluh (complain), mengucapkan selamat

(congratulate), mengucapkan terima kasih (thank) dan sebagainya.

4) Tindakan penetapan(act of stipulating)

Tindakan penetapan ditandai dengan verba memanggil (call),

kelompok (class), mendefinisikan (define), mengidentifikasi (identify),

dan sebagainya.

5) Tindakan permohonan (acts of requesting)

Tindakan permohonan ini ditandai dengan verba meminta (ask),

meminta dengan sangat (beg), memberi perintah (command), menuntut

(demand), dan sebagainya.

6) Tindakan menyarankan (acts of suggesting)

Tindakan menyarankan ini ditandai dengan verba mendesak (exhort),

mengusulkan (propose), melarang (forbid), menyapa (greet), dan

sebagainya.

7) Tindakan dari penggunaan kekuasaan (acts of exercising authority)

Tindakan dari penggunaan kekuasaan ini ditandai dengan verba

membatalkan (cancel), melarang (forbid), menyapa (greet), dan

sebagainya.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

22

Bentuk-bentuk tindak tutur menurut Kreidler (1998: 183-194), yaitu:

1. Asertif

Kreidler (1998: 183) menyatakan bahwa pada tindak tutur asertif, para

penutur dan penulis memakai bahasa untuk menyatakan bahwa mereka

mengetahui atau mempercayai sesuatu. Bahasa asertif berkaitan dengan

fakta. Tujuannya adalah member informasi. Tindak tutur ini berkaitan

dengan pengetahuan, data, apa yang ada atau diadakan, atau telah

terjadi atau tidak terjadi. Dengan demikian, tindak tutur asertif bisa

benar dan bisa salah dab biasanya dapat diverifikasikan atau disalahkan.

Tindak tutur asertif dibagi menjadi dua, yaitu tindak tutur asertif

langsung dan tidak langsung. Tindak tutur asertif langsung diawali

dengan kata saya atau kami diikuti dengan verba asertif. Sedangkan

tindak tutur asertif tidak langsung juga diikuti dengan verba asertif yang

merupakan tuturan yang dituturkan kembali oleh penutur. Yang

termasuk verba asertif antara lain mengatakan, mengumumkan,

menjelaskan, menunjukkan, menyebutkan, melaporkan, dan

sebagainya.

2. Performatif

Tindak tutur performatif merupakan tindak tutur yang menyebabkan

resminya apa yang dinamakan. Tuturan performatif menjadi sah jika

dinyatakan oleh seorang yang berwenang dan dapat diterima. Verba

performatif antara lain bertaruh, mendeklarasikan, membabtis,

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

23

menamakan, menominasikan, menjatuhkan hukuman, menyatakan,

mengumumkan.

Biasanya ada pembatasan-pembatasan terhadap tindak tutur

performatif, yaitu antara lain:

(1) Subjek kalimat harus saya atau kami

(2) Verbanya harus dalam bentuk kala kini (dalam bahasa inggris

menggunakan V-ing). Dalam bahasa Indonesia menggunakan

keterangan waktu yang terjadi sekarang.

(3) Yang paling penting adalah penutur harus diketahui memiliki

otoritas untuk membuat pernyataan dan situasinya harus cocok.

Tindak tutur performatif terjadi pada situasi formal dan berkaitan

dengan kegiatan-kegiatan resmi.

3. Verdiktif

Tindak tutur verdiktif merupakan tindak tutur dimana penutur membuat

penilaian atas tindakan orang lain, biasanya mitra tindak tutur.

Penilaian-penilaian ini termasuk merangking, menilai, memuji, dan

memaafkan. Adapun yang termasuk verba verdiktif adalah menuduh,

bertanggung jawab, dan berterimakasih. Verba ini berada pada

kerangka „saya… Anda atas…‟ karena tindak tutur ini menampilkan

penampilan penilaian penutur atas perbuatan penutur sebelumnya, maka

tindak tutur ini bersifat retrospektif.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

24

4. Ekspresif

Tindak tutur performatif merupakan tindak tutur pertuturan bermula

dari kegiatan sebelumnya atau kegagalan penutur, atau mungkin akibat

yang ditimbulkan atau kegagalannya. Maka dari itu tindak tutur

ekspresif bersifat retrospektif dan melibatkan penutur. Verba-verba

tindak tutur ekspresif antara lain mengakui, bersimpati, memaafkan,

dan sebagainya.

5. Direktif

Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur dimana penutur berusaha

meminta mitra tutur untuk melakukan perbuatan atau tindak melakukan

perbuatan. Jadi, tindak tutur direktif menggunakan pronominal you

sebagai pelaku, baik hadir secara eksplisit maupun tidak.

Tindak tutur direktif mempreposisikan suatu kondisi tertentu kepada

mitra tutur sesuai dengan konteks. Misalnya, tuturan lift this 500 pound

weight tidak masuk akal jika disampaikan kepada seseorang yang tidak

mampu mengangkat beban tersebut. Ada tiga macam tindak tutur

direktif yaitu perintah, permintaan dan anjuran.

6. Komisif

Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang menyebabkan

penutur melakukan serangkaian kegiatan. Verba tindak tutur komisif

antara lain menyetujui, bertanya, menawarkan, menolak, berjanji,

bersumpah, dan sebagainya.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

25

Verba-verba tersebut bersifat prospektif dan berkaitan dengan

komitmen penutur trhadap perbuatan dimasa akan datang. Predikat

komisif adalah predikat yang dapat digunakan untuk menjalankan

seseorang (atau menolak menjalankan seseorang) terhadap perbuatan

masa akan datang. Subjek kalimat sebagian besar adalah saya dan kami.

Lebih lanjut verbanya harus dalam bentuk kata kini dan ada mitra tutur.

7. Fatis

Tindak tutur fatis bertujuan untuk menciptakan hubungan antara

penutur dan mitra tutur. Tindak tutur fatis memiliki fungsi yang kurang

jelas jika dibandingkan dengan enam jenis tindak tutur sebelumnya,

namun bukan berarti bahwa tindak tutur fatis ini tidak penting. Tuturan-

tuturan fatis termasuk ucapan salam, ucapan salam berpisah, cara-cara

yang sopan seperti thank you, you are welcome, excuse me yang tidak

berfungsi verdiktif atau ekspresif.

4. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung

Menurut Yule (1996: 54-55), tindak tutur langsung dapat dibedakan dari

tindak tutur tidak langsung melalui kalimat. Secara umum kalimat dibedakan

menjadi tiga macam berdasarkan modusnya, yaitu kalimat berita, kalimat

tanya, dan kalimat perintah. Ketiga macam tersebut secara konvensional

difungsikan masing-masing untuk memberitahukan sesuatu, menanyakan

sesuatu, dan memerintah. Pemakaian ketiganya secara konvensional akan

menandai kelangsungan suatu tindak tutur. Dengan demikian, kesesuaian

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

26

antara modus kalimat dan fungsinya secara konvensional itu merupakan

tindak langsung atau direct speech act. Sebaliknya, ketidaksesuaian antara

modus kalimat dengan fungsinya menandai adanya tindak tutur tidak langsung

atau indirect speech act.

Wijana (1996:30) menyatakan bahwa Secara formal berdasarkan

modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat

tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional

kalimat berita digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat

tanya untuk menanyakan sesuatu; dan kalimat perintah untuk menyatakan

perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Apabila kalimat berita

difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya

untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon,

dan sebagainya, maka akan terbentuk tindak tutur langsung (direct speech),

seperti dalam contoh berikut ini:

Sidin memiliki lima ekor kucing.

Di manakah letak pulau Bali?

Ambilkan baju saya! (Wijana, 1996:30).

Di samping itu, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan

dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak

merasa dirinya diperintah. Bila hal ini yang terjadi, maka terbentuklah tindak

tutur tidak langsung (indirect speech act). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

kalimat di bawah ini:

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

27

Di mana sapunya?

Kalimat di atas bila diutarakan oleh seorang ibu kepada seorang anak,

tidak semerta-merta berfungsi untuk menanyakan di mana letak sapu itu, tetapi

juga secara tidak langsung memerintah sang anak untuk mengambil sapu itu

(Wijana, 1996:30-31).

5. Tindak Tutur Literal dan Tidak Literal

Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang

maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sedangkan

tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang

maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang

menyusunnya.

(+) Penyanyi itu suaranya bagus.

(─) Suaramu bagus (tapi kamu tidak usah menyanyi).

Tuturan (+) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau

mengagumi suara penyanyi yang dibicarakan, maka kalimat itu merupakan

tindak tutur literal. Tuturan (-) merupakan tindak tutur tidak literal, penutur

bermaksud mengatakan bahwa suara lawan tuturnya jelek, yaitu dengan

mengatakan “tak usah nyanyi saja” (Wijana, 1996:32).

Bila tindak tutur langsung disinggungkan (diinterseksikan) dengan

tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, maka akan terdapat tindak

tutur-tindak tutur sebagai berikut (Wijana, 1996:33-35):

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

28

a) Tindak tutur langsung literal

Tindak tutur literal (direct literal speech act) ialah tindak tutur yang

diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan

maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan

kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan

menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.

b) Tindak tutur tidak langsung literal

Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah

tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak

sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang

menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur.

c) Tindak tutur langsung tidak literal

Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act)

adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang

sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya

tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.

d) Tindak tutur tidak langsung tidak literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech

act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang

tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

29

6. Prinsip Kesantunan

Kesopanan berbahasa merupakan salah satu aspek kebahasan yang

penting karena di dalam komunikasi, penutur dan mitra tutur tidak hanya di

tuntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap berkomitmen untuk

menjaga keharmonisan hubungan. Keharmonisan hubungan penutur dan mitra

tutur bisa tetap terjaga apabila masing-masing peserta tutur senantiasa

bersikap sopan dan menghormati satu sama lain oleh sebab itu dalam

pertukaran pertuturan, peserta tutur tidak hanya menghormati prinsip-prinsip

kerja sama sebagaimana di kemukakan oleh Grice tetapi juga mengindahkan

prinsip-prinsip kesopanan.

Prinsip kesantunan (politeness principle) adalah prinsip percakapan yang

mewajibkan setiap penutur berlaku santun dalam komunikasi dengan orang

lain. Prinsip ini bermula dari strategi komunikasi yang sengaja melanggar

prinsip kerja sama Grice (1975). Dalam prinsip kerja sama, Grice

mengajarkan penutur untuk berbicara yang benar. Pernyataan tersebut berbeda

dengan prinsip kesantunan Leech yang tujuannya adalah berbicara secara baik.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prinsip kesantunan Leech sengaja

melanggar prinsip kerja sama Grice. Dalam prinsip kesantunan Leech,

berbicara secara baik dikaitkan dengan strategi biaya-maslahat (cost-benefit

strategies), yaitu kerugian lebih dibebankan kepada penutur dan keuntungan

diberikan kepada mitra tutur (Jumanto dalam Purnanto, Saddhono dan

Prayitno, 2009:88).

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

30

Di samping itu, ada alasan lain mengapa para peserta komunikasi tidak

mematuhi prinsip kerja sama Grice, yaitu karena di dalam komunikasi para

peserta pertuturan tidak hanya selalu menyampaikan pesan atau informasi saja

melainkan juga untuk menjaga dan memelihara hubungan sosial diantara

peserta tuturan (Gunarwan dalam Purwo, 1992:84).

Berbeda dengan prinsip kerja sama yang hanya di cetuskan oleh Grice

(1975), konsep kesantunan dikemukakan oleh banyak ahli , antara lain Lakoff

(1972), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978) dan Leech (1983). Lakoff

berpendapat bahwa ada tiga kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu santun,

yaitu formalitas, ketidaktegasan dan persamaan atau kesekawanan. Kaidah

formalitas maksudnya jangan memaksa atau jangan angkuh. Kaidah

ketidaktegasan maksudnya buatlah sedemikian rupa sehingga mitra tutur dapat

menentukan pilihan. Kaidah persamaan atau kesekawanan maksudnya penutur

hendaklah membuat mitra tutur merasa senang (Gunarwan, 1994:87-88).

Berbeda dengan Lakoff yang mendasarkan konsep kesantunannya atas

dasar kaidah, Fraser lebih mendasarkan konsep kesantunannya atas dasar

strategi. Akan tetapi, Fraser tidak merinci bentuk dan strategi kesantunannya.

Meskipun demikian, dia membedakan kesantunan dari penghormatan.

Menurutnya, kesantunan adalah properti yang diasosiakan dengan ujaran, dan

menurut pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak

mengingkari memenuhi kewajibannya. Diantara hak-hak penutur di dalam

sebuah percakapan dan interaksi adalah hak untuk bertanya. Sementara itu, di

antara kewajiban-kewajiban pendengar atau lawan bicara adalah kewajiban

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

31

menjawab. Di samping itu, terdapat hak dan kewajiban penutur-pendengar

yaitu menyangkut apa yang boleh di ujarkan serta cara bagaimana

mengujarkannya. Dari sini dapat diketahui bahwa pembedaan kesatuan dari

pernghormatan seperti yang di buat oleh Fraser sebenarnya terlalu dicari-cari,

karena kewajiban seorang penyerta percakapan dapat saja mencangkup juga

kewajiban untuk menunjukkan penghormatan (Gunarwan, 1994:88-89).

Di lain pihak, Brown dan Levinson merumuskan prinsip kesantunannya

berkisar atas nosi muka, yaitu muka positif dan muka negatif (Gunarwan,

1994:90). Muka positif adalah muka yang mengacu kepada citra diri orang

yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau

apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya, diakui orang sebagai suatu

hal yang baik, menyenangkan, patut dihargai, dan seterusnya. Sementara itu,

muka negatif adalah muka yang mengacu kepada citra diri setiap orang (yang

rasional) yang berkeinginan agar dia dapat dihargai dengan jalan

membiarkannya bebas melakukan tindakannya atau membiarkannya bebas

dari keharusan mengerjakan sesuatu.

Menurut Brown dan Levinson, sebuah tindak tutur dapat mengancam

muka mitra tuturnya. Tindak tutur tersebut disebut sebagai face-threatening

act (FTA). Untuk mengurangi ancaman terhadap muka mitra, muka penutur

hendaknya menggunakan prinsip kesantunan. Karena ada dua sisi muka yang

terancam yaitu muka negatif dan muka positif, maka kesantunan pun dibagi

dua, yaitu kesantunan negatif (untuk menjaga negatif) dan kesantunan positif

(untuk menjaga muka positif). Berkenan dengan hal ini, Brown dan Levinson

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

32

mengusulkan tesis dasar yaitu bahwa penutur “menghitung” derajat

keterancaman sebuah tindak tutur (yang akan dituturkan) dengan

mempertimbangkan factor-faktor seperti (1) jarak sosial di antara penutur dan

mitra tutur, (2) besarnya perbedaan kekuasaan diantara keduanya, dan (3)

status relatif jenis tindak tutur didalam kebudayaan yang bersangkutan.

Berdasarkan pada perkiraan itulah si penutur memilih strategi (Gunarwan,

1994:90-91). Adapun bentuk strategi itu, antara lain:

a. Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan

mematuhi prinsip kerja sama Grice.

b. Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan positif.

c. Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif.

d. Melakukan tindak tutur secara off record (berkata dengan tuturan

tidak langsung)

e. Tidak melakukan tindak tutur atau diam saja (Gunarwan, 1994:186).

Berbeda dengan Brown dan Levinson yang mendasarkan kesantunannya

pada nosi muka, Geoffrey Leech mendasarkan konsep kesantunannya pada empat

nosi, yaitu (1) biaya (cost) dan keuntungan (beneflt), (2) kesetujuan (agreement),

(3) pujian (approbation), dan simpati/antipasti (Gunarwan, 1994:91). Disamping

itu, Leech juga mengemukakan bahwa prinsip kesantunan itu berhubungan

dengan dua pihak, yaitu diri dan lain. Diri adalah penutur, dan lain adalah mitra

tutur atau juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga, baik yang hadir maupun

yang tidak hadir dalam situasi tutur (dalam terjemahan Oka, 1993:206).

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

33

Prinsip kesopanan harus menjaga keseimbangan sosial dan keramahan

hubungan, karena hanya dengan hubungan-hubungan sosial dan keramahan

hubungan, karena hanya dengan hubungan-hubungan yang demikian dapat di

harapkan peserta yang lain akan bekerja sama. Di dalam bukunya Principles of

Pragmatics, Leech (dalam terjemahan Oka, 1993:206-207) merumuskan prinsip

kesantunan ke dalam enam maksim, yaitu sebagai berikut.

Dalam prinsip kesopanan Leech, terdapat enam maksim kesopanan seperti

yang dapat dijelaskan di bawah ini:

1) Maksim Kearifan (Tact Maxim)

Maksim kearifan mengatur ilokusi – ilokusi direktif dan komisisf. Isi

proposisional ilokusi – ilokusi ini mengacu pada tindakan yang akan

dilaksanakan oleh penutur (komisif) dan oleh mitra tutur (direktif). Maksim

kearifan menasihatkan peserta tutur untuk (a) membuat kerugian orang lain

sekecil mungkin, dan (b) membuat keuntungan orang lain sebesar mungkin

(Leech edisi terjemahan oleh Oka, 1993:206). Contoh pelaksanaan maksim

kearifan:

A : Silahkan makan saja dulu, Nak! Kami semuasudah makan tadi.

B : Wah, saja jadi tidak enak, Bu.

(Sumber: Rahardi, 2005:60)

Di dalam tuturan di atas tampak sangat jelas bahwa apa yang di

tuturkan A sungguh memaksimalkan keuntungan dan

meminimalkan karugian bagi B. Tuturan A pada contoh tersebut

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

34

memenuhi prinsip kesopanan karena memenuhi nasihat maksim

kearifan.

2) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Maksim kedermawanan dituturkan dengan ilokusi-ilokusi direktif

dan komisif. Maksim kedermawanan menasihatkan peserta tutur

untuk saling menghormati dengan (a) membuat keuntungan diri

snediri sekecil mungkin, dan (b) membuat kerugian diri sendiri

sebesar mungkin (Leech edisi terjemahan oleh Oka, 1993:206)

A : Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak

kok yang kotor.

B : Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga.

(Sumber: Rahardi, 2005:61)

Dari tuturan yang disampaikan oleh A dapat diketahui dengan jelas

bahwa A berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain (B)

dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu

dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan

pakaian kotor B. Tuturan A pada contoh tersebut memenuhi nasihat

maksim kedermawanan.

3) Maksim Pujian (Approbation Maxim)

Maksim Pujian diungkapkan dalam ilokusi – ilokusi ekspredif dan

asertif. Maksim pujian menasihatkan peserta tutur untuk (a)

mengencam orang lain sedikit mungkin, dan (b) memuji orang lain

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

35

sebanyak mungkin (Leech edisi terjemahan oleh Oka, 1993:207).

Contoh pelaksanaan maksim pujian :

A : Selamat dating di gubuk saya.

B : Terimakasih, baru kali ini saya mengunjungi rumah seindah

ini.

Tuturan B pada contoh di atas memenuhi maksim pujian karena

penutur meminimalkan kecaman dan memaksimalkan pujian

terhadap pihak lain (A)

4) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

Maksim kerendahan hati juga diungkapkan dalam ilokusi-ilokusi

ekspresif dan asertif. Maksim kerendahan hati menasihatkan

peserta tutur untuk (a) memuji diri sendiri sedikit mungkin, dan (b)

mengencam diri sendiri sebanyak mungkin (Leech edisi terjemahan

oleh Oka, 1993:207). Contoh pelaksanaan maksim kerendahan hati:

A : Mobilmu bagus sekali, pasti harganya mahal.

B : Ah, tidak juga, ini hanya mobil biasa.

Tuturan di atas memenuhi maksim kerendahan hati karena B telah

memaksimlakan kecaman terhadap dirinya sendiri dan juga

meminimalkan pujian untuk dirinya.

5) Maksim Kesepakatan

Maksim kesepakatan dituturkan dalam ilokusi-ilokusi asertif.

Maksim kesepakatan menasihatkan peserta tutur untuk (a)

mengusahakan agar ketidak sepakatan antara diri dan orang lain

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

36

terjadi sesedikit mungkin, dan (b) mengusahakan agar kesepakatan

antara diri dan orang lain terjadi sebanyak mungkin (Leech edisi

terjemahan oleh Oka, 1993:207). Contoh pelaksanaan maksim

kesepakatan:

1. A : Bagaimana kalau sehabis kuliah kita mendiskusikan tugas

pragmatik?

B : Baiklah.

2. A : Bagaimana kalau sehabis kuliah kita mendiskusikan tugas

pragmatik?

B : Saya sangat setuju

(Sumber: Rahardi, 2005:69)

Tuturan (1) B dan (2) B merupakan tuturan yang meminimalkan

ketidaksepakatan dan memaksimalkan kesepakatan antara diri

sendiri sebagai penutur dengan pihak lain sebagai mitra tutur.

Karena itu derajat kesopanannya lebih tinggi tuturan (2) B daripada

tuturan (1) B.

6) Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

Maksim simpati juga dituturkan dalam ilokusi asertif. Maksim

simpati menasihatkan peserta tutur untuk (a) mengurangi rasa

antipati antara diri dengan orang lain hingga sekecil mungkin, dan

(b) meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri

dengan orang lain (Leech edisi terjemahan oleh Oka, 1993:207).

Contoh pelaksanaan maksim simpati:

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

37

1. A : Paman saya sedang sakit.

B : Itu bukan urusan saya.

2. A : Paman saya sedang sakit.

B : Semoga pamanmu cepat sembuh.

(Diadaptasi dari Rustono, 1999:71)

Tuturan (1) memiliki bagian yang melanggar prinsip kesopanan. B

melakukan pelanggaran terhadap prinsip kesopanan yaitu maksim

simpati. B tidak bersimpati dengan apa yang tengah terjadi pada A.

sebaliknya tuturan (2) dirasa mematuhi prinsip kesopanan, sebab

tuturan B mengurangi rasa antipati antara diri dan meningkatkan

rasa simpati sebanyak-banyaknya kepada A.

7. Skala Kesantunan Leech

Pematuhan dan pelanggaran kesantunan akhirnya akan menyangkut

derajat atau tingkat kesantunan sebuah tuturan. Leech (edisi terjemahan oleh

Oka, 1993: 194-200) memberikan lima skala kesantunan yang digunakan

sebagai tolok ukur menentukan tingkat suatu tuturan.

a. Skala Untung Rugi (Cost-Benefit Scale)

Leech (edisi terjemahan oleh Oka, 1993: 194) menjelaskan pada

skala ini diperkirakan keuntungan atau kerugian tindakan mitra tutur bagi

penutur atau bagi mitra tutur. Skala untung-rugi terdiri dari dua skala yang

berbeda, yaitu untung-rugi bagi penutur dan untung rugi bagi mitra tutur.

Pada umumnya keragaman dua skala ini saling bergantung, tetapi mungkin

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

38

juga keberagaman skala yang satu terjadi terlepas dari keragaman skala

yang lain (Leech, 1993: 195).

b. Skala Kemanasukaan (Optionally Scale)

Skala ini mengurut ilokusi-ilokusi menurut jumlah pilihan yang

diberikan oleh penutur kepada mitra tuur (Leech edisi terjemahan oleh

Oka, 1993: 193). Optianitaly scale atau skala pilihan, menunujuk pada

banyak atau sedikitnya pilihan (options) yang disampaikan si penutur

kepada mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu

memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak

dan leluasa, akan dianggap makin sopanlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila

pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si

penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak sopan

(Rahardi, 2005:57)

c. Skala Ketaklangsungan (Indirectness Scale)

Leech (edisi terjemahan oleh Oka, 1993: 195) menjelaskan skala

ketaklangsungan dari sudut pandang penutur, skala ini mengurut ilokusi-

ilokusi menurut panjang jalan yang menghubungkan tindak ilokusi dengan

tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara tujuan. Skala ketaklangsungan

juga dapat dirumuskan dari sudut pandang mitra tutur, yaitu sesuai

panjangnya jalan yang dibutuhkan oleh makna untuk mencapai ke daya.

Oleh karena itu, ada dua skala ketaklangsungan, satu untuk penutur dan

satu untuk mitra tutur.

d. Skala Otoritas (Authority Scale)

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

39

Leech (edisi terjemahan oleh Oka, 1993: 199) menjelaskan skala

otoritas digambarkan dengan sumbu vertikal yang mengukur jarak sosial

menurut „kekuasaan‟ atau otoritas yang dimiliki seseorang pemeran serta

atas pemeran serta yang lain. Ukuran ini adalah ukuran yang asimetris,

artinya seseorang yang memiliki otoritas atau kekuasaan dapat

menggunakan bentuk apapun yang akrab kepada orang lain, tetapi orang

yang disapa akan menjawab dengan sapaan hormat.

e. Skala Jarak Sosial (Social Distance)

Leech (edisi terjemahan oleh Oka, 1993: 193) menjelaskan skala

jarak sosial (sosial distance) digambarkan dengan garis horizontal yang

mengukur jarak sosial. Menurut skala ini derajat rasa hormat yang ada ada

sebuah situasi ujar tertentu sebagian besar tergantung pada beberapa faktor

yang relatif permanen, yaitu faktor-faktor status atau kedudukan, usia,

derajat, keakraban dan sebagainya. Tetapi sedikit banyak juga tergantung

pada peranan sementara seseorang dalam hubungannya dengan orang lain.

8. Implikatur

Konsep implikatur pertama kali diperkenalkan oleh H.P. Grice (1975)

untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan

oleh teori semantik biasa. Grice menyatakan bahwa “what a speaker can

imply, seggest, or mean, as distines from what a speaker literally says.”

Implikatur dipakai untuk memperhitungan apa yang disarankan atau apa yang

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

40

dimaksudkan oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan

secara harafiah (Brown dan Yule dalam Rani, Arifin dan Martutik, 2006: 170).

Di samping memberikan definisi tentang implikatur, Grice (dalam

Thomas, 1996: 57-58) juga membedakan implikatur menjadi dua macam,

yaitu implikatur konvensional (conventional implicature) dan implikatur

percakapan (convensational implicature). Implikatur konvensional tidak

didasarkan pada prinsip kerjasama atau maksim-maksim, dan tidak harus

terjadi dalam percakapan. Selain itu, implikatur konvensional juga tidak

tergantung pada konteks tuturan.

Di lain pihak, Nadar dalam bukunya “Pragmatik dan Penelitian

Pragmatik” mengartikan implikatur sebagai sesuatu yang diimplikasikan

dalam suatu percakapan (2009: 60). Sementara itu, Mey mengatakan bahwa

implikatur “implicature” berasal dari kata kerja to imply, sedangkan kata

bendanya adalah implication. Kata kerja itu berasal dari bahasa latin plicare

yang berarti to fold “melipat” sehingga untuk mengerti apa yang dilipat atau

disimpan harus dilakukan dengan cara membukanya. Artinya, untuk

memahami apa yang dimaksudkan oleh penutur, mitra tutur harus melakukan

interpretasi terhadap tuturan-tuturannya (dalam Nadar, 2009: 60).

Ahli lain, Levinson, menyatakan bahwa implikatur merupakan salah satu

gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik. Adapun salah satu alasan

penting yang diberikan oleh Levinson ialah bahwa implikatur memberikan

penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih

banyak dari apa yang dituturkan (dalam Nadar, 2009: 61).

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

41

9. Talk Show

Talk show adalah ungkapan bahasa Inggris yang berasal dari dua kata:

show dan talk. Show artinya tontonan, pertunjukan atau pameran, sedangkan

talk artinya omong-omong, ngobrol-ngobrol atau bercakap-cakap

membicarakan sesuatu. Dengan begitu talk show berarti pertunjukan orang-

orang yang sedang ngobrol.

(http://bloogkoo.wordpress.com/2011/03/21/talkshow/)

Istilah Talk show merupakan aksen dari bahasa Inggris di Amerika. Di

Inggris sendiri, istilah talk show ini biasa disebut Chat Show. Pengertian Talk

show adalah sebuah program televisi atau radio di mana seseorang ataupun

grup berkumpul bersama untuk mendiskusikan suatu topik dengan suasana

santai tapi serius, yang dipandu oleh seorang moderator atau pembawa acara.

Kadangkala talk show menghadirkan tamu berkelompok yang ingin

mempelajari berbagai pengalaman hebat maupun untuk berbagi pengalaman.

(www.hendra.ws/pengertian-talkshow)

Sejak era reformasi, di Indonesia talk show merupakan acara yang

populer di media televisi dan radio. Acara tersebut terkadang bersifat off air,

berupa seminar-seminar, saresehan, diskusi atau debat yang mengambil

tempat di hotel atau di kafe dan tentu saja dengan menjual tiket yang tidak

murah. Yang ditampilkan dalam talk show itu biasanya pembicara-pembicara

yang dianggap sedang top dan membahas isu yang sedang hangat dibicarakan.

(http://bloogkoo.wordpress.com/2011/03/21/talkshow/)

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

42

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh penulis untuk

menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka pikir yang terkait

dalam penulisan ini secara garis besar dilukiskan pada bagan di bawah ini.

Bagan di atas menggambarkan bahwa sumber data pada penelitian ini adalah

acara talk show “Hitam Putih” di Trans 7. Masalah yang diteliti dalam penelitian

Pendekatan Pragmatik

Prinsip Kesantunan

1. Maksim Kearifan

2. Maksim Kedermawanan

3. Maksim Pujian

4. Maksim Kerendahan Hati

5. Maksim Kesepakatan

6. Maksim Simpati

Tuturan dalam Talk Show Hitam Putih di Trans 7

Implikatur

Talk Show Hitam Putih di Trans 7

Pelanggaran Kesantunan

1. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan

2. Bentuk Implikatur

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208006_bab2.pdf · Selain pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, implikatur sindiran juga

43

ini adalah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan serta implikatur yang terjadi

dalam percakapan dalam acara talk show Hitam Putih di Trans 7. Dalam hal ini

penulis mengumpulkan data penelitian pada bulan Maret sampai April 2012.

Sumber data dari penelitian ini adalah hasil rekaman tayangan acara talk

show „Hitam Putih‟ di Trans 7. Data dari penelitian ini adalah tuturan yang

mengandung pelanggaraan prinsip kesantunan dan implikatur percakapan.

Tuturan tersebut merupakan wujud dari pertanyaan dan jawaban yang

disampaikan oleh pembawa acara, pengisi musik serta bintang tamu dalam talk

show “Hitam Putih” di Trans 7.

Semua dialog atau tuturan yang disampaikan oleh pembawa acara, pengisi

musik dan bintang tamu disebut dengan peristiwa tutur. Dari tuturan yang

dilakukan oleh para pendukung talk show “Hitam Putih” tersebut, dapat diketahui

apakah tuturan tersebut merupakan tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip

kesantunan dan implikatur percakapan.

Berbagai tuturan yang terjadi antara pembawa acara, pengisi musik dan

bintang tamu pada sebuah percakapan memungkinkan timbulnya pelanggaran

prinsip kesantunan dan implikatur percakapan. Adanya pelanggaran prinsip

kesantunan yang dilakukan oleh penutur akan mengasilkan tuturan yang

berbentuk implisit yang biasa disebut dengan impliaktur sehingga dari

pelanggaran tersebut akan menghasilkan implikatur.