bab ii kajian pustaka dan kerangka pemikiran 2.1 …repository.unpas.ac.id/32829/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini akan memaparkan mengenai teori-teori yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, serta mengkaji kembali
mengenai teori-teori yang relevan dengan penelitian ini yang telah dikemukakan
oleh beberapa ahli mengenai variabel-variabel yang hendak diteliti, selain itu
dalam sub-bab kajian pustaka ini, penulis akan pula memaparkan mengenai
kerangka pemikiran dari penelitian ini sehingga dapat menjawab rumusan
masalah yang diteliti secara teoritis.
2.1.1 Manajemen
Setiap perusahaan maupun organisasi memerlukan ilmu manajemen
didalam aktivitas kegiatannya. Istilah manajemen berasal dari Bahasa Inggris
yaitu “To Manage” yang berarti memimpin atau mengelola suatu aktivitas
sekelompok manusia untuk mencapai sasaran yang sebenarnya sudah ditetapkan
secara menyeluruh. Manajemen merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan yang
diinginkan. Dapat dilihat dalam suatu organisasi, sukses atau tidaknya suatu
tujuan organisasi tergantung kepada bagaimana pelaksanaan dan pengelolaan
manajemen perusahaan tersebut. Manajemen yang baik akan memudahkan
pelaksanaan dan pencapaian tujuan yang diinginkan menjadi terwujud.
Pengertian manajemen banyak dikemukakan oleh para ahli dengan
berbagai definisi dan beragam menekanan yang berbeda. Meskipun demikian
2
tetapi pada dasarnya memiliki kesimpulan yang serupa. Menurut George R. Terry
diterjemahkan oleh Malayu Hasibuan (2014:2), menjelaskan pengertian
Manajemen adalah sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting
of planning. Organizing, actuating, and controlling performed to determine and
accomplish stated objectives by the use human being and other resources”.
Artinya: Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-
tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya”.
Menurut Thomas S. Bateman and Scott A. Snell diterjemahkan oleh Ratno
Purnomo dan Willy Abdillah (2014:15), menyatakan “Manajemen adalah proses
kerja dengan menggunakan orang dan sumber daya untuk mencapai tujuan.
Manajer yang cakap melakukan hal tersebut dengan efektif dan efisien. Efektif
berarti dapat mencapai tujuan organisasi. Efisien berarti mencapai tujuan
organisasi dengan penggunaan sumber daya yang minimal yaitu menggunakan
kemungkinan waktu, material, uang dan orang.”
Sedangkan, menurut Irham Fahmi (2013:2), “Manajemen adalah suatu
ilmu yang mempelajari secara komprehensip tentang bagaimana mengarahkan dan
mengelola orang-orang dengan berbagai latar belakang yang berbeda-beda dengan
tujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan”.
Berdasarkan pengertian manajemen menurut para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen merupakan ilmu yang mempelajari dan mengolah
suatu aktifitas dengan sedemikian rupa agar tujuan suatu organisasi atau
3
perusahaan dapat tercapai dan berjalan dengan efektif dan efisien dengan
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dimilikinya.
2.1.2 Manajemen Operasi
Operasi merupakan salah satu fungsi pokok di dalam bisnis disamping
fungsi pemasaran, keuangan dan personalia. Fungsi ini berkaitan dengan
penggunaan sumber daya organisasi untuk mengubah bahan baku (input) menjadi
barang jadi atau jasa (output). Kegiatan operasi merupakan kegiatan yang
kompleks. Salah satu kegiatan dalam manajemen operasi diantaranya kegiatan
produksi. Didalam melakukan proses produksi dalam suatu perusahaan diperlukan
sekali manajemen yang baik, hal ini bertujuan untuk melakukan pengaturan
ataupun pengawasan proses produksi agar sesuai dengan standar yang telah
dibuat, baik kesesuaian standar proses produksi maupun kesesuaian standar dari
produk yang telah dihasilkan.
Menurut Heizer dan Render (2015:3), manajemen operasi adalah aktivitas
yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa melalui proses transformasi
dari input (masukan) ke output (hasil).
Menurut William J. Stevenson dan Choung (2015:4), manajemen operasi
merupakan manajemen sistem atau proses yang menciptakan barang dan/atau
menyediakan jasa.
Sedangkan, menurut Budi Harsanto (2013:1), manajemen operasi ialah
proses untuk menghasilkan produk secara efektif dan efisien melalui
pendayagunaan sumber daya yang ada.
4
Menurut beberapa definisi para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa,
kegiatan operasi merupakan suatu aktivitas dalam perusahaan yang berkaitan
dengan penciptaan barang, jasa atau kombinasinya melalui proses transformasi
dari segala sumber daya input perusahaan yang diintegrasikan untuk
menghasilkan output yang memiliki nilai tambah. Berikut adalah aliran
transformasi dalam manajemen operasi.
2.1.3 Ruang Lingkup Manajemen Operasi
Manajemen operasi memiliki ruang lingkup yang dapat menjelaskan
bagaimana peran manajemen operasi dalam suatu organisasi baik itu perusahaan
manufaktur maupun jasa. Manajemen operasi merupakan kegiatan yang
mencakup bidang yang cukup luas, dimana manajemen operasi melibatkan
kegiatan dalam mendesain produk dan/ jasa, seleksi proses, seleksi dan
manajemen teknologi, desain sistem kerja, perencanaan lokasi, perencanaan
fasilitas dan perbaikan mutu organisasi produk atau jasa.
Menurut William J. Stevenson (2015:10), sebagian besar aktivitas yang
dilakukan manajemen dan karyawan dapat dikategorikan kedalam bidang
manajemen operasi, diilustrasikan dengan menggunakan perusahaan maskapai
penerbangan dengan sistem operasi organisasi jasa kegiatan tersebut mencakup:
1. Peramalan, seperti kondisi cuaca dan pendaratan, permintaan tempat duduk
untuk penerbangan, serta pertumbuhan perjalanan udara.
2. Perencanaan Kapasitas, harus dimiliki oleh maskapai penerbangan ntuk
memelihara arus kas dan membuat laba yang wajar. (Terlalu sedikit atau
5
terlalu banyak pesawat terbang, atau bahkan jumlah pesawat yang tepat tetapi
di tempat yang salah akan menyebabkan kerugian).
3. Penjadwalan, penjadwalan pesawat terbang untuk penerbangan dan
pemeliharaan rutin; penjadwalan penerbang dan pramugari; serta penjadwalan
awak pesawat terbang, petugas konter dan petugas bagasi.
4. Manajemen Persediaan, dari objek-objek seperti makanan dan minuman,
peralatan P3K, majalah dipesawat terbang, bantal dan selimut, serta baju
pelampung.
5. Menjamin Mutu, harus ada dalam operasi penerbangan dan pemeliharaan
yang penekanannya pada keselamatan dan penting untuk menghadapi
pelanggan di konter tiket, pendaftaran tiket, telpon dan reservasi elektronik,
serta layanan pinggir jalan yang penekanannya pada efisiensi dan kesopanan.
6. Memotivasi dan Melatih karyawan, didalam setiap tahapan operasi.
7. Menempatkan Fasilitas, sesuai keputusan manajer untuk menyediakan jasa
dikota mana, dimana harus menempatkan fasilitas pemeliharaan, dimana
untuk menempatkan pusat aktivitas besar dan kecil.
Menurut Sofjan Assauri (2011:28), ruang lingkup manajemen operasi terdiri
dari :
1. Seleksi dan rancangan atau desain hasil produksi (produk)
Setiap kegiatan produksi dan operasi harus dimulai dari penyeleksian dan
perancangan produk yang akan dihasilkan secara efektif dan efisien, serta dengan
mutu atau kualitas yang baik.
2. Seleksi dan perancangan proses peralatan
6
Setelah produk di desain, maka kegiatan yang harus dilakukan untuk
merealisasikan usaha untuk menghasilkannya adalah menentukan jenis proses
yang akan dipergunakan serta peralatannya
3. Pemilihan lokasi dan site perusahaan dan unit produksi
Pemilihan lokasi dan site merupakan salah satu faktor penentu kelancaran
produksi dan operasi, sehingga perlu memperhatikan faktor jarak kelancaran
dan biaya pengangkutan dari sumber-sumber bahan dan masukan (input) serta
biaya pengangkutan dari barang jadi ke pasar.
4. Rancangan tata letak (lay-out) dan arus kerja atau proses
Kelancaran dalam proses produksi dan operasi ditentukan pula oleh salah satu
faktor yang terpenting didalam perusahaan atau unit produksi yaitu rancangan
tata-letak (lay-out) dan arus kerja atau proses.
5. Rancangan Tugas Pekerjaan
Dalam penyusunan rancangan tugas pekerjaan harus pula memperhatikan
kelengkapan tugas pekerjaan yang terkait dengan variabel tugas dalam
struktur teknologi dan mutu atau kualitas suasana kerja yang ditentukan oleh
variabel manusianya.
6. Strategi produksi dan operasi serta pemilihan kapasitas
Dalam strategi produksi dan operasi harus terdapat pernyataan tentang
maksud dan tujuan dari produksi dan operasi, maka ditentukanlah pemilihan
kapasitas yang akan dijalankan dalam bidang produksi dan operasi.
Menurut uraian yang telah dijelaskan diatas, meskipun kedua ahli
menjelaskan berbeda antara manajemen operasi jasa dan manajemen operasi
7
manufaktur, tetapi pada intinya ruang lingkup manajemen operasi itu sama
dimana terdapat perencanaan kapasitas/produksi, peramalan, penjadwalan,
pengendalian mutu, tata letak pabrik, tata letak fasilitas, desain tugas/jadwal kerja.
2.1.4 Manajemen Persediaan
Manajemen Persediaan merupakan hal mendasar agar dapat
mengunggulkan kompetitif jangka panjang bagi perusahaan. Penerapan
manajemen persediaan mempengaruhi keberlangsungan proses produksi serta
meningkatkan pelayanan terhadap konsumen. Agar persediaan dalam suatu
perusahaan tetap dapat terkendali maka dibutuhkan ilmu yang mengatur dan
mengelola persediaan dengan baik. Menurut Rusdiana (2014:377), mengatakan
bahwa manajemen persediaan adalah sistem manajemen (merancang,
mengeksekusi, dan mengevaluasi) persediaan dengan instrument kebijakan terkait
dengan :
a. Waktu pemesanan kembali harus dilakukan.
b. Jumlah item yang harus dipesan.
c. Rata-rata level persediaan yang harus dijaga.
Tujuan dari manajemen persediaan adalah menyelesaikan sasaran yang
berpotensi untuk memaksimalkan pelayan pada pelanggan, memaksimalkan
efisiensi pembelian pada produksi, meminimalkan investasi stok, memaksimalkan
profit.
2.1.5 Pengertian Persediaan
Persediaan (inventory) dapat memiliki berbagai fungsi penting yang
menambah fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan dan dengan adanya
8
persediaan dapat mempermudah dan memperlancar jalannya proses produksi.
Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa
perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang
memerlukan atau meminta barang atau jasa yang dihasilkan.
Menurut William J. Stevenson (2015:179), “Persediaan adalah stok atau
simpanan barang-barang.”
Menurut Krajewski, et al (2013:329), “Inventory is a stock of material used
to satisfy customer demand or to support the production of service or goods”.
Artinya: Persediaan adalah sejumlah cadangan bahan yang digunakan sebagai
pemenuhan permintaan pelanggan atau untuk mendukung produksi dalam bentuk
jasa atau barang.
Sedangkan, menurut T. Hani Handoko (2015:333), “Persediaan adalah
segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam
antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan”.
Menurut penjelasan dari beberapa ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa,
persediaan adalah sejumlah barang yang ada dan/atau di simpan digudang, yang
dikeluarkan ketika terjadi kenaikan permintaan atau pada waktu tertentu.
2.1.6 Fungsi Persediaan
Persediaan di dalam perusahaan merupakan hal yang sangat penting
khususnya untuk perusahaan manufaktur yang memproduksi suatu barang atau
produk, agar aktivitas produksi perusahaan tetap berjalan lancar tidak tersendat.
Pada prinsipnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi
9
perusahaan/pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi
barang-barang serta menyampaikannya pada para pelanggan atau konsumen.
Menurut T. Hani Handoko (2015:337) adapun fungsi-fungsi persediaan oleh
suatu perusahaan/pabrik adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Decoupling.
Persediaan “decouples” ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi
permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan barang
dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-proses
individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi
diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para
pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation
stock.
2. Fungsi Economic Lot Sizing.
Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan
membeli sumber daya-sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi
biaya-biaya per-unit. Persediaan “lot size” ini perlu mempertimbangkan
“penghematan-penghematan” (potongan pembelian, biaya pengangkutan per
unit lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian
dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang
timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko dan
sebagainya).
3. Fungsi Antisipasi.
10
Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu,
yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan
persediaan musiman (seasonal inventories). Di samping itu, perusahaan
juga sering menghadapi ketidakpastiaan jangka waktu pengiriman dan
permintaan akan barang-barang selama periode persamaan kembali,
sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut
persediaan pengaman (safety inventories).
Maka Fungsi utama dari persediaan adalah mengoptimalkan proses produksi
dan juga biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi. Apabila
perusahaan telah mampu mengoptimalkan fungsi persediaan tersebut maka proses
produksi yang dilakukan perusahaan tersebut bisa berjalan lancar dan juga dengan
adanya persediaan maka perusahaan bisa meminimasi risiko-risiko yang tentu saja
akan merugikan perusahaan.
2.1.7 Tujuan Persediaan
Perusahaan memiliki persediaan dengan tujuan mengendalikan dan
menemukan solusi yang optimal terhadap seluruh masalah yang terkait dengan
persediaan. Dikaitkan dengan tujuan umum perusahaan, maka ukuran optimalisasi
pengendalian persediaan sering kali diukur dengan keutungan maksimum yang
dicapai. Ada beberapa tujuan penting perusahaan dalam menyimpan persediaan
sebagaimana menurut Manahan P. Tampubolon (2014:86), menerangkan bahwa
tujuan menyimpan persediaan adalah sebagai berikut:
11
1. Penyimpanan barang diperlukan agar korporasi dapat memenuhi pesanan
pelanggan secara cepat dan tepat waktu.
2. Untuk berjaga-jaga pada saat barang di pasar sukar diperoleh, pengecualian
pada saat musim panen tiba.
3. Untuk menekan harga pokok per unit barang.
2.1.8 Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan memiliki berbagai jenis yang berbeda, maka dari itu persediaan
didalam perusahaan perlu dikelompokan agar persediaan dapat berfungsi dengan
baik. Menurut Heizer dan Render (2015:554) berdasarkan proses produksi,
persediaan terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory) adalah bahan–bahan
yang telah dibeli tetapi belum diproses. Bahan-bahan dapat diperolah dari
sumber alam atau dibeli dari supplier (penghasil bahan baku).
2. Persediaan barang setengah jadi (work in process) atau barang dalam proses
adalah komponen atau bahan mentah yang telah melewati sebuah proses
produksi/telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai
atau akan diproseskembali menjadi barang jadi.
3. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi/ MRO (maintenance,
repair, operating) yaitu persediaan–persediaan yang disediakan untuk
pemeliharaan, perbaikan, dan operasional yang dibutuhkan untuk menjaga
agar mesin–mesin dan proses –proses tetap produktif.
4. Persediaan barang jadi (finished good inventory) yaitu produk yang telah
selesai di produksi atau diolah dan siap dijual.
12
Sedangkan menurut William J. Stevenson dan Choung (2015:181), jenis
jenis persediaan meliputi:
1. Barang mentah dan suku cadang yang dibeli.
2. Barang setengah jadi, disebut barang dalma prosses (BDP)
3. Persediaan barang jadi (perusahaan manufaktur) atau barang dagangan
(toko ritel)
4. Suku cadang pengganti, alat-alat, dan pasokan,
5. Barang dalam transit ke gudang atau pelanggan (persediaan pipa saluran).
Pengelompokan jenis-jenis persediaan diatas sebagaimana yang telah
disebutkan oleh beberapa ahli, memiliki tujuan yang sama bagi perusahaan.
Dimana antara jenis persediaan yang satu dengan yang lain saling berhubungan
dalam menukung kegiatan operasional perusahaan.
2.1.9 Pengendalian Persediaan
Kurangnya pengendalian pada persediaan dapat mengakibatkan terjadinya
kekurangan persediaan (stockout) maupun kelebihan persediaan (over stock)
barang. Kekurangan persediaan dapat mengakibatkan kegagalan pengiriman,
hilangnya penjualan, pelanggan yang tidak puas, dan terhambatnya produksi.
Sedangkan jika terjadi kelebihan persediaan (over stock) maka akan timbuk
resiko-resiko yang dihadapi oleh perusahaan, seperti tingginya biaya
penyimpanan dan investasi yang tertahan, karena semakin besar tingkat
persediaan maka semakin besar pula biaya penyimpanan yang harus dikeluarkan
perusahaan.
13
Menurut William J. Stevenson dan Choung (2014:183), manajemen
persediaan memiliki dua perhatian utama. Pertama, tingkat pelayanan pelanggan
yaitu untuk memiliki barang yang tepat, dalam kuantitas yang memadai, di tempat
yang tepat, pada waktu yang tepat. Kedua, biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan. Sehingga timbul dua keputusan fundamental: waktu dan ukuran
pesanan (yaitu kapan harus memesan dan berapa banyak yang harus dipesan).
Keterangan diatas dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian
persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan kuantitas yang tepat dari bahan-
bahan atau barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya
yang minimum untuk keuntungan dan kepentingan perusahaan. Dengan kata lain,
pengendalian persediaan untuk menjamin terdapatnya persediaan pada tingkat
yang optimal agar produksi dapat berjalan dengan lancar dan biaya persediaan
yang minimal.
2.1.10 Biaya-Biaya Dalam Persediaan
Perusahaan yang menyediakan persediaan di dalam kegiatan operasionalnya
tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menurut Mulyadi (2014:8), biaya
dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Oleh karena itu didalam menetapkan persediaan, suatu perusahaan perlu
memikirkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan agar tujuan perusahaan dapat
tercapai. Dari mulai pemesanan barang sampai barang datang dan disimpan,
semua kegiatan itu membutuhkan biaya.
14
Menurut William J. Stevenson dan Choung (2015:187), terdapat tiga biaya
dasar yang berhubungan dengan persediaan yaitu penyimpanan, transaksi
(pemesanan), dan biaya kekurangan. Adapun penjelasan jenis biaya-biaya tersebut
adalah:
1. Biaya penyimpanan (holding/carrying) berhubungan dengan kepemilikan
barang secara fisik dalam penyimpanan. Biaya ini meliputi bunga, asuransi,
pajak (dibeberapa negara), depresiasi, keusangan, kemunduran, kebusukan,
pencurian, kerusakan, dan biaya pergudangan (suhu, penerangan, sewa,
keamanan).
2. Biaya pemesanan (ordering cost) adalah biaya untuk memesan dan
menerima persediaan. Biaya ini bervariasi dengan penempatan pesanan
aktual. Disamping biaya pengiriman, biaya ini meliputi penyiapan faktur,
biaya pengiriman, inspeksi barang pada saat kedatangan untuk mutu dan
kuantitas, dan pemindahan barang ke penyimpanan sementara.
3. Biaya kekurangan (storage costs) terjadi ketika permintaan melebihi
pasokan persediaan yang ada di tangan. Biaya ini meliputi biaya kesempatan
untuk tidak melakukan penjualan, kehilangan niat baik pelanggan,
pembebanan terlambat, dan biaya-biaya serupa.
Sedangkan menurut Heizer dan Render (2015:559), ada tiga jenis biaya
dalam persediaan, antara lain :
1. Biaya penyimpanan (holding cost) yaitu, biaya yang terkait dengan
menyimpan atau “membawa” persediaan selama waktu tertentu.
15
2. Biaya pemesanan (ordering cost) mencakup biaya dari persediaan,
formulir, proses pemesanan, pembelian, dukungan administrasi dan
seterusnya. Ketika pemesanan sedang diproduksi, biaya pemesanan juga
ada, tetapi mereka adalah bagian dari biaya penyetelan.
3. Biaya pemasangan (setup cost) adalah biaya untuk mempersiapkan sebuah
mesin atau proses untuk membuat sebuah pemesanan. Ini menyertakan
waktu dan tenaga kerja untuk membersihkan serta mengganti peralatan
atau alat penahan. Manajer operasi dapat menurunkan biaya pemesanan
dengan mengurangi biaya penyetelan serta menggunakan prosedur yang
efisien serta menggunakan prosedur-prosedur yang efisien seperti
pemesanan dan pembayaran elektronik.
Menurut uraian yang telah para ahli jelaskan diatas mengenai jenis-jenis
biaya yang terkait dengan pengelolaan persediaan, antara perusahaan yang satu
dengan yang lain jenis-jenis biaya persediaan yang muncul akan berbeda, sesuai
dengan kondisi dan bidang bisnis yang dijalani masing-masing perusahaan. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini bisa jadi tidak ditemukan semua jenis biaya seperti
yang dijelaskan diatas, tetapi hanya sebagian saja yang kemudian akan
dicocokkan relevansinya dengan konsep yang akan diteliti.
2.1.11 Metode Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan pada perusahaan sangatlah dibutuhkan agar
persediaan yang tersedia tidak terlalu sedikit (stockout) ataupun tidak terlalu
banyak (overstock), selain daripada itu pengendalian persediaan dibutuhkan agar
tidak timbul masalah kedepannya. Setiap keputusan yang diambil tentunya
16
mempunyai pengaruh terhadap besarnya biaya persediaan. Menurut Anderson dkk
(dalam buku Nugroho dkk, 2012), “Metode pengendalian persediaan
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memecahkan dua permasalahan
utama, yaitu (1) berapa unit barang yang harus dipesan pada waktu tertentu; dan
(2) kapan persediaan tersebut harus dipesan.” Untuk memudahkan dalam
pengambilan keputusan, telah dikembangkan beberapa metode pengendalian
persediaan dalam manajemen persediaan.
2.1.11.1 Metode Economic Order Quantity (Economic Order Quantity/EOQ)
Perusahaan berusaha menekan biaya seminimal mungkin agar keuntungan
yang diperoleh menjadi lebih besar, demikian pula dengan manajemen persediaan
selalu mengupayakan agar biaya persediaan menjadi minimal. Economic Order
Quantity (EOQ) adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling
sering digunakan.
Menurut Manahan P. Tampubolon (2014:240) mengemukakan “Penentuan
jumlah pemesanan paling ekonomis (EOQ) dilakukan apabila persediaan untuk
bahan baku tergantung dari beberapa pemasok, sehingga perlu dipertimbangkan
jumlah pembelian persediaan bahan sesuai kebutuhan proses konversi”.
Menurut William J. Stevenson dan Shum Chee Choung (2015:190),
Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ) adalah ukuran pesanan yang meminimalkan
biaya tahunan total. Model dasar EOQ ini melibatkan sejumlah asumsi, yaitu:
1. Hanya satu produk yang terlibat.
2. Kebutuhan tahunan permintaan diketahui.
17
3. Permintaan tersebar secara merata sepanjang tahun sehingga tingkat
permintaan cukup konstan.
4. Waktu tunggu tidak bervariasi.
5. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman tunggal.
6. Tidak terdapat diskon kuantitas.
Sedangkan, menurut Heizer dan Render (2015:561) Economic Order
Quantity (EOQ) adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling tua
dan terkenal secara luas, metode pengendalian persediaan ini menjawab 2 (dua)
pertanyaan penting, kapan harus memesan dan berapa banyak harus memesan.
Teknik ini relative mudah digunakan, tetapi didasarkan pada beberapa asumsi
sebagai beriku:
1. Jumlah permintaan diketahui cukup konstan dan independen.
2. Waktu tunggu, yakni waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan
telah diketahui dan bersifat konstan.
3. Persediaan segera diterima dan selesai seluruhnya. Dengan kata lain,
persediaan yang dipesan tiba dalam satu kelompok pada suatu waktu.
4. Tidak tersedia diskon kuantitas.
5. Biaya variable hanya biaya untuk memasang atau memesan (biaya
pemasangan atau pemesanan) dan biaya untuk menyimpan persediaan
dalam waktu tertentu.
6. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat.
18
Menurut asumsi-asumsi yang telah diuraikan oleh beberapa ahli di atas,
dapat dilihat dari gambar 2.1 menunjukkan grafik penggunaan persediaan dalam
waktu tertentu memiliki bentuk gigi gergaji, seperti gambar diatas, Q menyatakan
jumlah yang dipesan. Jika jumlah ini adalah 500 baju, sejumlah baju itu tiba pada
suatu waktu (ketika pesanan diterima). Jadi, tingkat persediaan melompat dari 0
ke 500 baju dalam waktu sesaat. Secara umum, tingkat persediaan naik dari 0 ke
Q unit ketika pada suatu pesanan tiba.
Gambar 2.1 Penggunaan Persediaan Dalam Waktu Tertentu
Sumber : Heizer dan Render. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. 2015
Menurut definisi dan asumsi yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli diatas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa Economic Order Quantity (EOQ) adalah
jumlah pembelian barang atau bahan baku yang ekonomis dengan biaya yang
paling kecil. Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dapat dilakukan dengan
tiga cara menurut Sofjan Assauri (2011:254) yaitu sebagai berikut :
1. Tabular Approach
19
Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dilakukan dengan cara menyusun
suatu daftar atau tabel jumlah pesanan atau jumlah biaya per tahun.
2. Graphical Approach
Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dilakukan dengan cara
menggambarkan grafik-grafik carrying cost, ordering cost, dan total cost
dalam satu gambar.
Gambar 2.2
Hubungan Antara Biaya Pesan, Biaya Simpan, Biaya Persediaan Minimal
3. Formula Approach (Dengan Menggunakan Rumus)
Cara penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan menurunkan ke
dalam rumus-rumus matematika. Dengan menggunakan simbol-simbol.
Adapun di dalam menetapkan metode Economic Order Quantity (EOQ)
dapat dihitung dengan suatu persamaan rumus. Persamaan dalam Model EOQ
dapat dihitung sebagai berikut menurut Heizer & Render (2015):
𝐸𝑂𝑄 = 2𝐷𝑆
𝐻
20
Dimana:
EOQ : kuantitas optimal (quantity optimal)
D : permintaan (demand)
S : biaya pemesanan (cost of ordering)
H :biaya penyimpanan (cost of holding)
Economical Order Quantity (EOQ) juga akan menentukan berapa unit
persediaan yang optimal untuk perusahaan, agar perusahaan bisa meminimalisir
biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan persediaan. Dalam menerapkan
Economic Order Quantity (EOQ) ada biaya-biaya yang harus dipertimbangkan
dalam penentuan jumlah pembelian yaitu:
1. Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan merupakan biaya-biaya yang akan langsung terkait
dengan kegiatan pemesanan yang dilakukan perusahaan. Biaya pesan tidak
hanya terdiri dari biaya eksplisit, tetapi juga biaya kesempatan (opportunity
cost). Biaya pesan dalam satu periode, merupakan perkalian antara biaya
pesan per pesan yang dinyatakan dengan notasi S dengan frekuensi pesanan
dalam periode dinyatakan dengan maka biaya pemesanan dalam bentuk
rumus sebagai berikut:
Dimana:
Q : Jumlah unit per pesanan
D : Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐷
𝑄𝑆
21
S : Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pesanan
2. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang harus ditanggung oleh
perusahaan sehubungan dengan adanya bahan baku yang disimpan didalam
perusahaan.
Adapun rumus biaya penyimpanan adalah sebagai berikut:
Dimana:
Q : Jumlah unit per pesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun
P : Harga pembelian (purchasing cost) persatuan nilai persediaan
i : biaya penyimpanan dari jumlah persediaan dinyatakan dalam persen (%)
3. Total Biaya
Tujuan model EOQ ini adalah untuk menentukan jumlah (Q) setiap kali
pemesanan (EOQ) sehingga meminimalisir biaya total persediaan. Biaya
persediaan yang diberi notasi TC merupakan penjumlahan dari biaya pesan
dan biaya simpan. TC minimum ini, akan tercapai pada saat biaya simpan
sama dengan biaya pesan. Pada saat TC minimum, maka pada jumlah
pesanan tersebut dikatakan jumlah yang paling ekonomis (EOQ). Adapun
formulasi dari total biaya persediaan atau total inventory cost/ total cost
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑄
2𝐻
𝐻 = 𝑃 × 𝑖
22
(TIC/TC) adalah sebagai berikut. Menurut (Heizer & Render, 2015) Rumus
dari TIC/TC:
Dimana:
Q : Jumlah unit per pesanan
D : Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S : Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun
Sebagai contoh kasus PT. Maju Jaya pada tahun yang akan datang
membutuhkan bahan baku sebanyak 240.000 Unit. Harga bahan baku per unit
Rp2.000,-. Biaya pesan untuk setiap kali melakukan pemesanan sebesar
Rp150.000, sedangkan biaya penyimpanan sebesar 25% dari nilai rata - rata
persediaan. Dengan lead time selama 14 hari, asumsi 1 tahun = 50 minggu.
Diminta :
a. Berapa jumlah pemesanan yang paling ekonomis ( EOQ ) ?
b. Berapa total biaya yang harus perusahaan keluarkan ?
c. Berapa kali pemesanan yang harus dilakukan dalam setahun ?
d. Berapa hari sekali perusahaan melakukan pemesanan ( 1 tahun = 360 hari ) ?
Jawab :
Diketahui :
𝑇𝐼𝐶/𝑇𝐶 = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑎𝑛
𝑇𝐼𝐶/𝑇𝐶 = 𝐷
𝑄𝑆 +
𝑄
2𝐻
23
D= 240.000 unit
P = Rp. 2.000,-
S = Rp.150.000,-
H = (P × i) = Rp. 2.000,- × 0,25 = Rp. 500,-
Dari rumus :
a. Mengetahui seberapa besar unit yang harus dipesan oleh perusahaan agar biaya
yang dikeluarkan ekonomis, maka dapat diketahui dari perhitungan rumus
EOQ yaitu sebagai berikut:
Dari hasil yang didapat dengan menggunakan rumus EOQ, dihasilkan bahwa
jumlah pesanan yang paling ekonomis untuk PT. Maju Jaya adalah sebesar
12.000 unit untuk satu kali pesan.
Penyelesaian dengan cara tabel:
Tabel 2.1
Contoh Perhitungan EOQ dengan Cara Tabel
Frekuensi
Pemesanan
Jumlah
Pesanan
(unit)
Persediaan
rata-rata
Biaya
Pemesanan
(Rp)
Biaya
Penyimpanan
(Rp)
Biaya Total
(Rp)
1 kali 240.000 120.000 150.000 15.000.000 15.150.000
2 kali 120.000 60.000 300.000 7.500.000 7.800.000
3 kali 80.000 40.000 450.000 5.000.000 5.450.000
4 kali 60.000 30.000 600.000 3.750.000 4.350.000
5 kali 48.000 24.000 750.000 3.000.000 3.750.000
6 kali 40.000 20.000 900.000 2.500.000 3.400.000
7 kali 34.286 17.143 1.050.000 2.143.875 3.193.875
8 kali 30.000 15.000 1.200.000 1.875.000 3.075.000
10 kali 2.400 1.200 1.500.000 1.500.000 3.000.000
𝐸𝑂𝑄 = 2𝐷𝑆
𝐻 𝐸𝑂𝑄 =
2 × 240.000 × 𝑅𝑝. 150.000
𝑅𝑝. 500
𝐸𝑂𝑄 = √144.000.000 𝐸𝑂𝑄 = 12.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
24
b. Total biaya yang dikeluarkan perusahaan adalah dengan menjumlahkan biaya
pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya pembelian, sehingga akan di dapat
berapa total biaya persediaan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
tersebut, maka perhitungannya dapat diketahui sebagai berikut:
𝑇𝐶 = 𝐷
𝑄𝑆 +
𝑄
2𝐻 + 𝑃𝐷
𝑇𝐶 = 240.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
12.000 𝑢𝑛𝑖𝑡𝑅𝑝. 150.000 +
12.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
2𝑅𝑝. 500 + (𝑅𝑝. 2.000 × 240.000)
𝑇𝐶 = 𝑅𝑝. 3.000.000 + 𝑅𝑝. 3.000.000 + 𝑅𝑝. 480.000.000
𝑇𝐶 = 𝑅𝑝. 486.000.000
Dari hasil yang diperoleh diatas maka perusahaan haruslah mengeluarkan biaya total
persediaan sebesar Rp.486.000.000 per tahun.
7. Pemesanan yang harus dilakukan dalam setahun adalah dengan membagi
antara jumlah kebutuhan yang diketahui dengan jumlah quantitas unit yang
didapat dari perhitungan (EOQ) sebelumnya, maka perhitungannya dapat
diketuhui sebagai berikut:
N= 𝐷
𝑄=
240.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
12.000 𝑢𝑛𝑖𝑡= 20 𝑘𝑎𝑙𝑖
Jadi, pemesanan yang dilakukan oleh PT. Maju jaya selama setahun adalah
sebanyak 20 kali pesanan.
8. Jika dalam 1 tahun sebanyak 360 hari maka perusahaan harus melakukan
pemesanan setiap = 360/20 = 18 hari sekali.
Jadi, kesimpulan untuk suatu contoh kasus diatas adalah untuk dapat
memenuhi kebutuhan tahunan sebesar 240.000 unit, maka PT.Maju Jaya harus
melakukan pemesanan persediaan sebanyak 12.000 unit dengan frekuensi
pemesanan sebanyak 20 kali dalam satu tahun atau setiap 18 hari sekali, dengan
25
total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp.
486.000.000,-.
2.1.11.2 Frekuensi Pemesanan (N) dan Waktu antara Pesanan (T)
Konsep EOQ dikenal memiliki beberapa persamaan diantaranya frekuensi
pemesanan (N) atau jumlah pemesanan yang dilakukan perusahaan dalam suatu
periode (Heizer & Render, 2015). Nilai dari Frekuensi pemesanan (N) dapat
diperoleh dengan persamaan berikut (Heizer & Render, 2015) :
Kemudian persamaaan berikutnya yang dikenal dalam konsep EOQ adalah
waktu antara pesanan (T). Waktu antara pesanan (T) adalah jarak waktu antara
suatu pesanan dengan pesanan berikutnya (Heizer & Render, 2015). Persamaan
dari Waktu antara pesanan (T) adalah sebagai berikut (Heizer & Render, 2015):
2.1.11.3 Metode Safety Stock (Persediaan Pengaman)
Safety Stock merupakan persediaan cadangan pengaman dimana persediaan
ini digunakan apabila terjadi ketidakpastian seperti lead time berubah dan
tingginya permintaan. Dengan menggunakan model EOQ dalam pengendalian
persediaan sebenarnya masih ada kemungkinan terjadinya out of stock atau
kekurangan persediaan dalam produksi. Banyak ketidakpastian yang mungkin
𝑁 = 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 (𝐷)
𝐾𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑄)
𝑇 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑁)
26
terjadi di dalam praktiknya. Untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut,
khususnya dalam permintaan dan lead time, maka disediakan suatu jumlah
tertentu (safety stock) yang akan mengurangi kehabisan persediaan.
Menurut Sofjan Assauri (2011:186), ”Persediaan pengaman (safety stock)
adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga
kemungkinan terjadi kekurangan bahan (out stock)”.
Menurut Heizer dan Render (2015), “Safety stock adalah persediaan
tambahan yang mengizinkan terjadinya ketidaksamaan permintaan; sebuah
penyangga.”
Menurut Stevenson dan Choung (2015:205), “Safety stock adalah persediaan
yang disimpan yang melebihi permintaan yang diperkirakan karena adanya
permintaan dan/atau waktu tunggu yang bersifat variabel.”
Menurut beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas,
penulis menyimpulkan bahwa persediaan pengaman (Safety stock) adalah
persediaan lebih yang disediakan atau disimpan ketika terjadinya ketidakpastian
seperti permintaan tinggi ataupun keterlambatan datangnya barang.
Ketidakpastian yang terjadi seperti pemesanan suatu barang sampai barang
itu datang, diperlukan jangka waktu yang bervariasi dari beberapa bulan.
Perbedaan waktu antara saat memesan sampai saat barang datang dikenal dengan
istilah waktu tenggang (lead time). Waktu tenggang sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan dari barang itu sendiri dan jarak lokasi antara pembeli dan pemasok
berada. Maka dari itu safety stok sangat diperlukan.
27
Semakin besar tingkat safety stock-nya maka kemungkinan kehabisan
persediaan semakin kecil, akan tetapi akibatnya adalah biaya simpan semakin
besar karena jumlah total persediaan meningkat. Bila demikian, tujuan
meminimasi total biaya persediaan tidak tercapai karena total biaya dalam model
persediaan didapatkan pada titik keseimbangan antara kelebihan dan kehabisan
persediaan. Tetapi dengan diadakannya safety stock akan mengurangi kegiatan
yang ditimbulkan karena terjadinya stock out, selain itu safety stock juga berperan
untuk menjaga kelangsungan proses produksi dapat berjalan sesuai dengan apa
yang telah direncanakan.
Adapun rumus perhitungan safety stock yaitu:
Karena persediaan pengaman merupakan selisih dari X dan m. Maka:
Dimana:
Z : Safety Stock
X : Tingkat Persediaan
µ : Rata – rata permintaan
σ : Standar deviasi permintaan selama waktu tenggang
SS : Persediaan pengaman
𝑍 =𝑆𝑆
𝜎𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑆𝑆 = 𝑍𝜎
𝑍 =𝑋 − µ
𝜎
28
Gambar 2.3
Grafik Model Persediaan Dengan Safety Stock dan Reorder Point (ROP)
Dilihat dari gambar 2.3 yang mengilustrasikan bagaimana persediaan pengaman
(safety stock) dapat mengurangi resiko kehabisan persediaan selama waktu tunggu (lead
time). Perhatikan bahwa perlindungan terhadap kehabisan dibutuhkan hanya selama
waktu tunggu. Jika, terdapat lonjakan secara tiba-tiba pada suatu titik selama siklus
tersebut, hal itu akan memicu pemesanan lain. Setelah pesanan tersebut diterima, bahaya
kehabisan yang mendekat dapat diabaikan.
Tujuan dari safety stock adalah untuk meminimalkan terjadinya stock out dan
mengurangi penambahan biaya penyimpanan dan biaya stock out total, biaya
penyimpanan disini akan bertambah seiring dengan adanya penambahan yang berasal dari
reorder point oleh karena adanya safety stock. Keuntungan adanya safety stock adalah
pada saat jumlah permintaan mengalami lonjakan, maka persediaan pengaman dapat
digunakan untuk menutup permintaan tersebut.
2.1.11.4 Lead Time
Lead time muncul karena setiap pesanan membutuhkan waktu dan tidak semua
pesanan bisa dipenuhi seketika sehingga selalu ada jeda waktu. Untuk menjamin
kelancaran proses produksi perusahaan perlu memperhatikan jangka waktu antara
29
saat mengadakan pemesanan dengan saat penerimaan barang-barang yang dipesan
kemudian dimasukkan kedalam gudang. Lead time menurut Heizer & Render
(2015:567) merupakan waktu tunggu atau waktu pengantaran, bisa jadi hanya beberapa
jam atau bulan. Lead time sangat berguna bagi perusahaan yaitu pada saat persediaan
mencapai nol, pesanan akan segera bisa tiba di perusahaan. Dalam EOQ, lead time
diasumsikan konstan artinya dari waktu ke waktu selalu tetap misalnya lead time 7 hari,
maka akan berulang dalam setiap periodenya. Akan tetapi dalam prakteknya lead time
banyak berubah-ubah, untuk mengantisipasinya perusahaan sering menyediakan safety
stock.
2.1.11.5 Metode Titik Ulang Pesanan atau Reorder Point (ROP)
Perusahaan sering mengalami kendala didalam menjalani kegiatan operasinya
diantaranya yaitu persediaan yang kurang memadai yang dilibatkan oleh
keterlambatan pembelian kembali stock persediaan bahan baku, sehingga dapat
memperlambat proses produksi. Menurut Heizer dan Render (2015:567), “Reorder
point (ROP) atau titik pemesanan ulang adalah tingkat atau titik persediaan dimana
tindakan harus diambil untuk mengisi kembali persediaan barang”. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi ROP antara lain:
1. Lead time (waktu tunggu)
2. Tingkat penggunaan rata-rata
3. Safety stock (persediaan pengaman)
Titik pemesanan ulang biasanya ditetapkan dengan cara menambahkan
penggunaan selama waktu tenggang dengan persediaan pengaman atau dalam
bentuk rumus sebagai berikut:
30
Adapun Rumus ROP (Heizer & Render, 2015):
Jika perusahaan menggunakan safety stock maka ROP akan menjadi:
Dimana:
ROP : Titik pemesanan ulang
d : jumlah permintaan per hari atau tingkat pemakaian rata-rata
L : lead time atau waktu tunggu, yaitu waktu antara penempatan pesanan dan
menerimanaya.
Reorder point (ROP) menggunakan asumsi bahwa permintaan selama waktu
tunggu dan waktu tunggu itu sendiri adalah konstan. Ketika kasusnya tidak seperti
ini, persediaan tambahan yang sering disebut dengan persediaan pengaman (safety
stock) haruslah ditambahkan. Jika ROP ditetapkan terlalu rendah, persediaan akan
habis sebelum persediaan pengganti diterima sehingga produksi dapat terganggu
atau permintaan pelanggan tidak dapat dipenuhi. Namun, jika titik pemesanan
ulang ditetapkan terlalu tinggi, maka persediaan baru sudah datang sementara
persediaan di gudang masih banyak. Keadaan ini mengakibatkan pemborosan
biaya dan investasi yang berlebihan.
2.1.11.6 Model Persediaan Dengan Pesanan Tertunda
𝑅𝑂𝑃 = 𝑑 × 𝐿
𝑅𝑂𝑃 = (𝑑 × 𝐿) + 𝑆𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘
31
Salah satu asumsi yang dipakai pada metode persediaan sebelumnya ialah
tidak adanya permintaan yang ditunda pemenuhannya (back order), yang
disebabkan karena tidak tersedianya persediaan (stock-out). Menurut Eddy
Herjanto (2012:250), “Dalam banyak situasi, kekurangan persediaan yang
direncanakan dapat disarankan”. Asumsi dasar yang dipergunakan sama seperti
dalam model EOQ biasa kecuali adanya tambahan asumsi bahwa penjualan tidak
hilang karena stock-out tersebut.
Pada gambar 2.4 grafik persediaan dalam model pesanan tertunda, Q
merupakan jumlah setiap pemesanan, sedangkan (Q-b) merupakan on hand
inventory, yang menujukkan jumlah persediaan pada setiap siklus persediaan yaitu
jumlah persediaan yang tersisa setelah dikurangi back order. B merupakan back
order yaitu jumlah barang yang dipesan oleh pembeli tetapi belum dapat dipenuhi.
Tingkat Persediaan (Unit)
Waktu
Gambar 2.4 Grafik Persediaan dalam Model Pesanan Tertunda
Dalam model ini, komponen biaya total persediaan selain biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan juga mencakup biaya yang timbul karena kekurangan
persediaan. Biaya pemesanan sama dengan biaya pemesanan pada model EOQ
dasar, tetapi biaya penyimpanan berbeda karena tidak seluruh barang yang
32
dipesan disimpan, yaitu hanya sejumlah persediaan yang tersisa setelah dikurangi
back order.
Contoh kasus:
Suatu agen alat perkakas listrik yang mendapat kiriman barang secara
reguler, dengan total penerimaan sebesar 240 unit/tahun. Biaya pesanan $ 50 dan
biaya penyimpanan $ 10 per unit/tahun. Barang yang diterima terbatas sehingga
perusahaan sering mengalami kehabisan stok. Meskipun demikian, konsumen
bersedia menunggu sampai pengiriman yang berikutnya tiba. Biaya kekurangan
persediaan (stock-out cost) sebesar $ 5 per unit.
Jawaban penyelesaian:
Ukuran pesanan optimal (unit) dapat dihitung sebagai berikut:
Q* = √(2 𝐷 𝑆
𝐻) (
𝐻+𝐵
𝐵) = √(
2 (240)(50)
10) (
10+5
5) = 120.
Jumlah barang yang tersedianya (unit) setelah pesanan tertunda dipenuhi:
Q* ̶ b* = Q* ̶ (𝐻+𝐵
𝐵) = 120 (
10+5
5) = 40 unit.
Ukuran pesanan tertunda optimal :
b* = Q* ̶ (Q* ̶ b*) = 120 ̶ 40 = 80 unit
Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat memenuhi permintaan pesanan
konsumen maka suatu agen alat perkakas listrik harus membeli dengan jumlah
pesanan optimal sebanyak 120 unit, jumlah barang yang tersedianya (unit) setelah
pesanan tertunda telah terpenuhi sebanyak 40 unit. Sehingga untuk ukuran
pesanan tertunda yang optimal masih sebanyak 80 unit.
2.1.11.7 Model Persediaan Dengan Diskon Kuantitas
33
Banyak penjualan saat ini melakukan penjualan menggunakan strategi
penjualan dengan diskon kuantitas. Dimana penjual memberikan harga yang
bervariasi sesuai dengan jumlah unit barang yang dibeli. Semakin besar jumlah
barang yang dibeli maka semakin rendah harga barang perunit yang diberikan
oleh penjual. Strategi ini disebut penjualan dengan diskon kuantitas (quantity
discounts). Salah satu metode persediaan dalam menentukan jumlah pesanan yang
optimal dapat digunakan model persediaan dengan diskon kuantitas.
Menurut Eddy Herjanto (2012:252) “Biaya total persediaan dalam model ini
merupakan jumlah dari biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya pembelian
barang”. Hal ini berbeda dengan biaya total persediaan pada model EOQ dasar yang
tidak memperhitungkan biaya pembelian yang nilainya selalu sama. Pada kasus ini,
harga barang bervariasi tergantung dari jumlah setiap pesanan, sehingga biaya
pembelian barangpun bervariasi. Prosedur penyelesaian untuk mencari nilai jumlah
pesanan yang paling ekonomis (EOQ) sebagai berikut:
1. Hitung EOQ pada harga terendah. Jika EOQ fisibel, kuantitas itu merupakan
pesanan yang optimal.
2. Jika EOQ tidak fisibel, hitung biaya total pada kuantitas terendah pada
harga itu.
3. Hitung EOQ pada harga terendah berikutnya. Jika fisibel hitung biaya
totalnya.
4. Jika langkah (3) masih tidak memberikan EOQ yang fisibel, ulangi langkah
(2) dan (3) sampai diperoleh EOQ yang fisibel atau perhitungan tidak dapat
lagi dilanjutkan.
34
5. Bandingkan biaya total dari kuantitas pesanan fisible yang telah dihitung.
Kuantitas optimal ialah kuantitas yang mempunyai biaya total terendah.
Contoh kasus:
Toko Kamera Rancakbana mempunyai tingkat penjualan kamera model
EOS sebanyak 6.000 unit per tahun. Untuk setiap pengadaan kamera, took itu
mengeluarkan biaya US$ 300 per pesanan. Biaya penyimpanan kamera per unit
per tahun sebesar 20% dari nilai barang.
Tabel 2.2
Contoh Data Harga Barang Toko Rancakbana
Jumlah pembelian (unit) Harga barang (US$/ unit)
< 300 50
300 – 499 49
500 – 999 48.5
1.000 – 1.999 48
≥ 2.000 47.5
Penyelesaian :
Jumlah pesanan ekonomis dan biaya total dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
1) EOQ pada harga terendah ($ 47.5 per unit) :
EOQ = √(2 (6000)(300)
0,2 (47,5)) = 616
Q* = √(2 𝐷 𝑆
ℎ.𝐶)
TC = 𝐷
𝑄S +
𝑄
2 h.C + DC
35
EOQ ini tidak fisible karena harga $ 47.5 hanya berlaku untuk pembelian
sekurang-kurangnya 2000 unit. Kuantitas terendah yang fisible pada harga $
47.5 ialah 2000 unit. Biaya total pada kuantitas terendah tersebut ialah:
TC = (6000/2000)(300) + (2000/2)(0.2)(47.5) + 6000 (47.5) = 295.400
2) EOQ pada harga terendah berikutnya ($ 48 per unit) :
EOQ = √(2 (6000)(300)
0,2 (48)) = 612
EOQ ini juga tidak fisible, karena harga $ 48 berlaku untuk pembelian 1.000
– 1.999 unit. Kuantitas terendah pada harga $ 48 per unit adalah 1000 unit.
Biaya total pada kuantitas pembelian 1000 unit :
TC = (6000/2000)(300) + (1000/2)(0.2)(48) + 6000 (48) = 294.600
3) EOQ pada harga terendah berikutnya ($ 48.5 per unit) :
EOQ = √(2 (6000)(300)
0,2 (48,5)) = 609
EOQ ini fisible, karena harga $ 48.5 per unit berlaku untuk jumlah
pembelian sebanyak 609 unit. Biaya total pada kuantitas pembelian 609
unit:
TC = (6000/609)(300) + (609/2)(0.2)(48.5) + 6000 (48.5) = 296.900
Dengan telah ditemukannya EOQ yang fisible, yaitu pada harga pembelian
$ 48.5 per unit, maka tidak perlu menghitung EOQ pada harga yang lain.
Perhitungan pada harga yang lebih tinggi akan memberikan nilai biaya total yang
lebih tinggi pula. Dari perhitungan diatas, diketahui biaya total terendah sebesar $
294.600. Dengan demikian jumlah pesanan yang paling optimal adalah 1000 unit.
Meskipun dengan rumus EOQ ditemukan kuantitas pesanan fisible sebesar 609
36
unit, namun jumlah ini bukan nilai optimal. EOQ yang paling optimal ialah 1000
unit, karena memberikan biaya total terendah. Rangkuman hasil perhitungan di
atas sebagai berikut dapat dilihat pada tabel 2.5 :
Tabel 2.3
Analisis Model Persediaan dengan Diskon Kuantitas
Harga/unit
(US$)
Kuantitas
pembelian
(unit)
EOQ Fisibel atau
Tidak
Q yang Fisibel¹ Biaya total²
(US$)
1 2 3 4 5 6
47,5 ≥ 2000 616 Tidak 2000 295.400
48 1000-1.999 612 Tidak 1000 294.600
48,5 500-999 609 Fisible 609 296.909
Keterangan:
1. Kuantitas terendah yang fisibel pada harga yang bersangkutan (kolom1).
2. Biaya total pada Q yang Fisibel (kolom 5).
2.1.11.9 Metode Persediaan Dengan Penerimaan Bertahap
Metode persediaan yang telah dibahas sebelumnya, diasumsikan bahwa unit
persediaan yang dipesan diterima sekaligus pada suatu waktu tertentu. Menurut
Eddy Herjanto (2012:254) “Persediaan tidak diterima secara seketika tetapi
berangsur-angsur dalam suatu periode (non-instantaneous replenishment)”.
Selama terjadi akumulasi persediaan, unit dalam persediaan juga digunakan untuk
produksi menyebabkan berkurangnya persediaan. Keadaan seperti ini biasanya
terjadi jika perusahaan berfungsi sebagai pemasok dan sekaligus pemakai, yaitu
memproduksi komponen dan menggunakannya dalam memproduksi suatu barang.
Kasus seperti ini menjadi tidak sesuai jika menggunakan model EOQ dasar.
Diperlukan suatu model tersendiri yang disebut sebagai model persediaan dengan
penerimaan bertahap (gradual replacement model). Pada gambar 2.5 seumpama
suatu item persediaan diproduksi dengan kecepatan sebesar p unit per hari,
37
sedangkan penggunaan item itu sebesar d unit per hari. Diasumsikan bahwa
kecepatan penerimaan barang melebihi kecepatan pemakaian barang maka
persediaan akan bertambah sampai produksi mencapai Q. Dalam situasi ini,
tingkat persediaan tidak akan setinggi Q seperti dalam model dasar tetapi lebih
rendah, demikian pula, slope dari pertambahan persediaan tidaklah vertikal tetap
miring. Ini karena pesanan tidak diterima semua secara sekaligus melainkan
secara bertahap. Jika produksi dan penggunaan seimbang maka tidak akan ada
persediaan persediaan karena semua output produksi langsung digunakan. Periode
tp dapat disebut sebagai periode dimana terjadi produksi sekaligus penggunaan,
sedangkan td merupakan periode penggunaan saja. Pada saat tp persediaan
terbentuk dengan kecepatan yang tetap sebesar selisih antara produksi dengan
penggunaan. Pada saat produksi terjadi, persediaan akan terus terakumulasi. Pada
saat produksi berakhir, persediaan mulai berkurang. Dengan demikian, tingkat
persediaan maksimum terjadi pada saat berakhirnya produksi. Model itu
digambarkan sebagai berikut :
Tingkat Akumulasi
persediaan Produksi
Q Ukuran Run
Persediaan
Maksimum
Waktu
tp td
Gambar 2.5 Metode Persediaan dengan Penerimaan Bertahap
38
Dalam metode ini digunakan beberapa notasi sebagai berikut:
Q : Jumlah pesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun
p : Rata-rata produksi per hari
d : Rata-rata kebutuhan/ penggunaan per hari
t : Lama production run, dalam hari
Biaya Total dapat dihitung sebagai berikut :
Rumus biaya setup sama dengan biaya pemesanan dalam model EOQ dasar yaitu
(D/Q)S.
Contoh kasus:
PT. Bonito merupakan industri sepatu wanita yang sedang berkembang.
Jumlah permintaan sepatu kantor sebesar 10.000 unit per tahun, atau rata-rata 40
unit/ hari. Sol sepatu dibuat sendiri dari kulit dengan kecepatan produksi 60 unit/
hari. Biaya set-up untuk pembuatan sol sepatu sebesar Rp36.000, sedangkan biaya
penyimpanan diperkirakan sebesar Rp6.000 per unit/tahun.
Berdasarkan data di atas dapat diketahui :
D = 10.000 unit/tahun
d = 40 unit/hari
p = 60 unit/hari
S = Rp36.000 per set-up
H = Rp6.000 per unit/tahun
Penyelesaian :
Biaya Total = Biaya setup + Biaya Penyimpanan
39
Jumlah pesanan optimal:
Q* = √(2 𝐷 𝑆
ℎ (1−𝑑/𝑝)) = √(
2 (10.000)(36.000)
6.000 (1−40/60)) = 600 unit
Persediaan maksimum:
I maks = Q ( 1 ̶ d / p ) = 600 ( 1 ̶ 40/60 ) = 200 unit
Biaya Total pertahun :
TC = 𝐷
𝑄S +
𝑄
2 (1 ̶
𝑑
𝑝 ) H =
1.000
60036.000 +
600
2 (1 ̶
40
60 ) 6.000 = Rp. 1.200.000,-
Waktu siklus = Q/d = 600/40 = 15 hari
Waktu run = Q/p = 600/60 = 10 hari.
Jadi, kesimpulan pada contoh kasus tersebut ialah untuk dapat memenuhi
permointaan konsumen PT. Bonito melakukan jumlah pemesanan optimal
sebanyak 600 unit dimana persediaan maksimum yang dilakukan adalah sebanyak
200 unit dengan total biaya pertahun sebesar Rp. 1.200.000,-. Adapun waktu
siklus selama 15 hari dan waktu run selama 10 hari.
2.1.11.10 Klasifikasi ABC Dalam Persediaan
Pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
dengan menggunakan analisis nilai persediaan. Dalam analisis ini, persediaan
dibedakan berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam satu periode. Biasanya,
persediaan dibedakan dalam tiga kelas, yaitu A, B, dan C, sehingga analisis ini
dikenal sebagai klasifikasi ABC. Klasifikasi ABC diperkenalkan oleh HF Dickie
pada tahun 1950-an.
40
Menurut Menurut Eddy Herjanto (2012:239) “Klasifikasi ABC merupakan
aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip pareto: the critical few and the
trivial many”. Idenya untuk memfokuskan pengendalian persediaan kepada item
(jenis) persediaan yang bernilai tinggi (critical) daripada yang bernilai rendah
(trivial). Klasifikasi ABC membagi persediaan dalam tiga kelas berdasarkan atas
nilai persediaan. Dengan mengetahui kelas-kelas tersebut, dapat diketahui item
persediaan tertentu yang harus mendapat perhatian lebih intensif/ serius
dibandingkan item yang lain.
Yang dimaksud dengan nilai dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan
per unit, melainkan volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode
(biasanya satu tahun) dikalikan dengan harga per unit. Jadi, nilai investasi adalah
jumlah nilai seluruh item pada satu periode. Suatu item tertentu dikatakan lebih
penting dari item yang lain, karena item itu memiliki nilai investasi yang lebih
tinggi. Konsekuensinya, item itu mendapat perhatian lebih besar dibandingkan
item lain yang memiliki nilai investasi lebih rendah. Namun, tidak berarti item
yang memiliki nilai investasi rendah tidak perlu diperhatikan, hanya saja
pengendaliannya tidak seketat yang memiliki nilai investasi yang tinggi.
Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC, sebagai berikut :
1. Kelas A, Persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi.
Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun
jumlahnya hanya sedikit, bisa hanya 20% dari seluruh item. Persediaan yang
termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam
41
pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pengawasan harus
dilakukan secara intensif.
2. Kelas B, Persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah.
Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan tahunan, dan
sekitar 30% dari jumlah item. Di sini diperlukan teknik pengendalian yang
moderat.
3. Kelas C, Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang hanya
mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar
50% dari jumlah item persediaan. Di sini diperlukan teknik pengendalian
yang sederhana, pengendalian hanya dilakukan sesekali saja.
Nilai persentase di atas tidak mutlak, namun tergantung dari kebijakan
perusahaan. Demikian pula jumlah kelas, tidak terbatas pada tiga kelas, tetapi
dapat dilakukan untuk lebih dari tiga kelas atau kurang.
Contoh Kasus:
Suatu perusahaan dalam proses produksinya menggunakan 10 item bahan baku.
Kebutuhan persediaan selama satu tahun dan harga bahan baku per unit seperti
dalam tabel berikut.
Tabel 2.4
Contoh Data Item Persediaan Klasifikasi ABC
Item Kebutuhan (Unit/tahun) Harga (rupiah/unit)
H-101 800 600
H-102 3.000 100
H-103 600 2.200
H-104 800 550
H-105 1.000 1.500
H-106 2.400 250
42
Item Kebutuhan (Unit/tahun) Harga (rupiah/unit
H-107 1.800 2.500
H-108 780 1.500
H-109 780 12.200
H-1010 1.000 200
Untuk membagi kesepuluh jenis persediaan tersebut dalam tiga kelas A, B, C.
dapat dilakukan sebagai berikut (Tabel 2.5):
Tabel 2.5
Klasifikasi ABC dalam Persediaan
Item Volume
tahunan
(unit)
Harga
per unit
(rupiah)
Volume
tahunan
(ribu Rp)
Nilai
kumulatif
(ribu Rp)
Nilai
kumulatif
(persen)
Kelas
1 2 3 4 5 6 7
H-109 780 12.200 9.516 9.516 47,5 A
H-107 1.800 2.500 4.500 14.016 70,0 A
H-105 1.000 1.500 1.500 15.516 77,5 B
H-103 600 2.200 1.320 16.836 84,1 B
H-108 780 1.500 1.170 18.006 89,9 B
H-106 2.400 250 600 18.606 92,9 C
H-101 800 600 480 19.086 95,3 C
H-104 800 550 440 19.526 97,5 C
H-102 3.000 100 300 19.826 99,0 C
H-110 100 200 200 20.026 10,0 C
1. Hitung Volume tahunan rupiah (kolom 4) dengan cara mengalikan volume
tahunan (kolom 2) dengan harga per unit (kolom 3).
2. Susun urutan item persediaan berdasarkan volume tahunan rupiah dari yang
terbesar nilainya ke yang terkecil.
3. Jumlahkan volume tahunan rupiah secara kumulatip (kolom 5)
4. Hitung nilai persentase kumulatipnya (kolom6).
5. Klasifikasikan ke dalam kelas A, B dan C secara berturut-turut masing-
masing sebesar sekitar 70%, 20%, dan 10% dari atas.
43
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa :
1. Kelas A memiliki nilai volume tahunan rupiah sebesar 70,0% dari total
persediaan, yang terdiri dari 2 item (20%), yaitu item H-109 dan H-107.
2. Kelas B memiliki nilai volume tahunan rupiah sebesar 19,9% dari total
persediaan, yang terdiri dari 3 item (30%) persediaan.
3. Kelas C memiliki nilai volume tahunan rupiah sebesar 10,1% dari total
persediaan, yang terdiri dari 5 item (50%) persediaan.
2.1.11.10 Metode Just In Time
Just in time merupakan perwujudan konsep sederhana dalam
pengeliminasian pemborosan di pabrik, dimana produksi berdasarkan just in time
menggunakan pemanufakturan yang didukung oleh manajemen distributor dan
perbaikan sistem logistik, sehingga dapat meminimumkan antrian dan waktu
dalam proses produksi persediaan. Dengan kata lain dalam just in time, jumlah
persediaan sama dengan jumlah pemakaian. Menurut William J. Stevenson dan
Choung (2014:343) menyatakan bahwa “Just In Time adalah sebuah sistem
pemrosesan yang sangat terkoordinasi dimana barang bergerak melalui sistem,
dan jasa dilakukan, tepat pada saat dibutuhkan”.
Suatu perusahaan mampu bersaing jika operasi perusahaan berjalan secara
efektif dan efisien, sehingga pemborosan sumber daya dapat dihindari. Selama ini
perusahaan menggunakan sistem konvensional untuk mengatur produksinya,
sehingga mengandalkan peramalan masa akan datang dari kebutuhan masa lalu.
Pandangan konvensional selama ini menyatakan bahwa dengan melakukan
pengadaan persediaan digudang maka dapat memecahkan masalah diantaranya
44
seperti diskon, memenuhi permintaan konsumen, serta mengantisipasi kenaikan
harga. Namun dengan demikian sistem Just In time ini dapat mengatasi masalah
tersebut, yaitu penerapan sistem just in time adalah menurunnya tingkat
persediaan yang tidak diharapkan harus dihilangkan atau ditekankan pada tingkat
seminimum mungkin. Pengurangan tingkat persediaan ini akan membawa dampak
berupa perubahan biaya penyimpanan persediaan.
Untuk mencapai persediaan JIT, manajer harus mengurangi variabilitas
(masalah) yang disebabkan baik oleh aktor internal maupun eksternal. Jika
persediaan timbul karena variabilitas dalam proses, manajer harus mengeliminasi
masalah itu. Jika masalah dapat dikurangi, maka hanya diperlukan sedikit
persediaan hingga perusahaan memperoleh keuntungan dari berkurangnya biaya
penyimpanan. Menurut Eddy Herjanto (2012:261), variabilitas dalam persediaan
dapat terjadi karena faktor-faktor berikut:
a. Kesalahan pemasok dalam mengirim barang, yang dapat beru[a kesalahan
dalam spesifikasi teknis barang yang dikirim atau jumlahnya.
b. Kesalahan operator atau mesin dalam proses pembuatan produk.
c. Kesalahan dalam membuat gambar teknis atau design produk.
d. Kesalahan dalam menginterpretasikan keinginan pelanggan sehingga
menyebabkan produk yang dibuat tidak sesuai dengan keinginan pelanggan.
JIT semula merupakan sistem pengendalian persediaan sehingga JIT juga
diistilahkan sebagai produksi tanpa persediaan (stockless production atau zero
inventory). Dalam perkembangannya, metode JIT tidak saja diterapkan dalam
bidang persediaan, namun juga dapat diterapkan dalam bidang produksi. Metode
45
JIT banyak digunakan dalam kegiatan produksi, terutama produksi yang
berdasarkan pesanan. Namun, JIT tidak banyak digunakan dalam kegiatan
perdagangan eceran karena permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan
sebelumnya, dan dalam kegiatan produksi yang mempunyai pola musiman seperti
pengalengan buah-buahan. Metode JIT dapat dilaksanakan dengan baik apabila
produk yang dibuat hanya memiliki sedikit variasi/jenis dan lokasi pemasok
secara isik berada tidak jauh dari perusahaan/pelanggan.
Menurut Eddy Herjanto (2012:262), penerapan dari sistem JIT dalam
bidang persediaan akan memberikan manfaat utama sebagai berikut :
1. Berkurangnya tingkat persediaan.
Dengan tingginya biaya penyimpanan, pengurangan tingkat persediaan
dapat menjadi faktor penting dalam program pengurangan biaya.
Pengurangan ini berarti berkurangnya modal yang tertanam dalam
persediaan, kebutuhan tempat penyimpanan, dan kemungkinan kerusakkan
dari barang yang disimpan sebagai persediaan.
2. Meningkatnya pengendalian mutu.
Dengan rendahnya tingkat persediaan, barang yang dipasok harus benar-
benar memenuhi kualitas dan kuantitas sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Apabila tidak, akan mengganggu sistem produksi, misalnya efisiensi yang
tidak optimal atau terhentinya proses produksi. JIT mendorong pemasok
untuk lebih memiliki kesadaran terhadap mutu, yang berarti pemasok harus
mengirim barang yang mutunya semakin hari semakin baik dan
melaksanakan pengiriman (delivery) barang secara lebih disiplin.
46
Dengan demikian, disimpulkan bahwa sistem JIT merupakan sistem
produksi yang komperatif dan suatu pendekatan yang berusaha menghilangkan
semua sumber pemborosan, sesuatu yang tidak menambah nilai di dalam kegiatan
produksi dengan menyuguhkan suku cadang atau bahan baku yang tepat pada
tempat dan waktu yang tepat.
2.1.11.11 Metode Penilaian Persediaan
Penilaian persediaan bertujuan untuk mengetahui nilai persediaan yang
dipakai/ dijual atau persediaan yang tersisa dalam suatu periode. Persediaan
merupakan pos yang sangat berarti dalam aktiva lancar. Hal itu menyebabkan
metode penilaian persediaan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.
Terdapat tiga metode yang digunakan dalam menilai persediaan, yaitu first in first
out (FIFO), last in first out (LIFO), dan rata tertimbang. Menurut Eddy Herjanto
(2010:263) “Metode penilaian persediaan yang digunakan bisa berbeda dengan
metode penempatan persediaan secara fisik”. Misalnya, beras dalam karung pada
pergudangan beras, sistem penyimpanan dan pemakaiannya tentu saja
menggunakan pola LIFO, beras yang terakhir masuk (disimpan paling atas) yang
akan diambil lebih dahulu. Meskipun demikian, penilaian persediaannya tidak
harus menggunakan sistem LIFO, bisa dilakukan dengan sistem FIFO, atau rata-
rata tertimbang.
1. Metode First In First Out (FIFO)
Metode ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang persediaan yang
sudah terjual atau terpakai dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu
47
masuk. Dengan demikian, persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian
barang yang terakhir masuk.
Contoh Kasus:
Tabel 2.6
Contoh Data Persediaan Bahan Baku Metode Penilaian Persediaan
Tanggal Keterangan Jumlah (unit) Harga Satuan Total
1 Juni Persediaan awal 300 Rp. 1.000,- Rp. 300.000,-
10 Juni Pembelian 400 Rp. 1.100,- Rp. 440.000,-
15 Juni Pembelian 200 Rp. 1.200,- Rp. 240.000,-
25 Juni Pembelian 100 Rp. 1.200,- Rp. 120.000,-
Jumlah 1.000 Rp.1.100.000,-
Misalnya, pada tanggal 30 Juni jumlah persediaan akhir sebanyak 250 unit,
berarti jumlah bahan baku yang dipakai sebesar 1.000 dikurang 250 sama dengan
750 unit.
Harga pokok bahan baku yang terpakai dapat dihitung sebagai berikut :
300 unit @ Rp1.000,- = Rp300.000,-
400 unit @ Rp1.100,- = Rp440.000,-
50 unit @ Rp1.200,- = Rp 60.000,- +
750 unit = Rp800.000,-
Nilai Persediaan akhir :
100 unit @ Rp1.200,- = Rp120.000,-
150 unit @ Rp1.200,- = Rp180.000 ,-
250 unit = Rp300.000,-
2. Metode Last In First Out (LIFO)
48
Berbeda dengan FIFO, metode ini mengasumsikan bahwa nilai barang yang
terjual/ terpakai dihitung berdasarkan harga pembelian barang yang terakhir
masuk, dan nilai persediaan akhir dihitung berdasarkan harga pembelian yang
terdahulu masuk.
Dengan menggunakan contoh yang sama, harga pokok bahan baku yang dipakai
dapat dihitung sebagai berikut :
100 unit @ Rp1.200,- = Rp120.000 ,-
200 unit @ Rp1.200,- = Rp240.000,-
400 unit @ Rp1.100,- = Rp440.000,-
50 unit @ Rp1.000,- = Rp 50.000 ,-
Dengan demikian, nilai persediaan akhirnya:
Persediaan akhir = nilai total persediaan – nilai persediaan terpakai
= Rp1.100.000,- – Rp850.000,- = Rp250.000,-
3. Metode Rata-rata Tertimbang
Nilai Persediaan pada metode ini didasarkan atas harga rata-rata barang
yang dibeli dalam suatu periode tertentu.
Diperoleh nilai rata-rata persediaan dengan menggunakan data yang sama adalah
sebagai berikut:
Nilai Rata-rata Tertimbang = Rp.1.100.000,−
1000 unit = Rp1.100,- per unit
Nilai persediaan yang terpakai = 750 × Rp1.100,- = Rp825.000,-
Nilai persediaan akhir = 250 × Rp1.100,- = Rp275.000,-
Perbandingan atas hasil penilaian:
49
Apabila harga barang stabil, ketiga cara itu akan memberikan hasil yang
sama. Namun, jika harga barang berubah-ubah, baik memiliki kecenderungan
meningkat ataupun menurun, nilainya menjadi berbeda. Misalnya, harga jual
barang pada contoh di atas sebesar Rp2.000,- per unit, maka perbandingan dari
ketiga metode itu dapat ditunjukkan pada tabel 2.7.
Table 2.7
Contoh Perbandingan Hasil Penilaian Persediaan
Metode FIFO Metode Rata-rata Metode LIFO
Penjualan Rp. 1.500.000,- Rp. 1.500.000,- Rp. 1.500.000,-
Harga Pokok Rp. 800.000,- Rp. 825.000,- Rp. 850.000,-
Keuntungan Rp. 700.000,- Rp. 675.000,- Rp. 650.000,-
Persediaan Akhir Rp. 300.000,- Rp. 275.000,- Rp. 250.000,-
Dari Tabel 2.7 dapat dilihat bahwa apabila harga pembelian barang
persediaan memiliki kecenderungan meningkat, cara FIFO akan menunjukkan:
1. Nilai barang terpakai yang rendah
2. Keuntungan yang lebih besar
3. Nilai persediaan akhir yang tinggi
Sebaliknya, cara LIFO menunjukkan:
1. Nilai barang terpakai yang tinggi
2. Keuntungan yang rendah
3. Nilai persediaan akhir yang rendah
Cara mana yang dipilih, tidak menjadi persoalan asal digunakan secara
konsisten sepanjang tahun. Penggunaan metode yang berganti-ganti akan
mengakibatkan data persediaan menjadi tidak akurat.
50
2.1.11.12 Kebijakan Perusahaan Terhadap Pendekatan Stabilitas Persediaan
Setiap perusahaan pasti memiliki kebijakan-kebijakan dalam mengatur
kegiatannya agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Demikian pula didalam
pengendalian persediaan, menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri
(2010:182), terdapat kebijakan dalam mengatur persediaan bahan baku dapat
dilakukan dengan tiga mendekatan, yaitu:
1. Stabilitas Tingkat Produksi
Kebijakan yang mengutamakan stabilitas tingkat produksi, dengan tingkat
persediaan dibiarkan mengambang. Dengan pendekatan ini terlebih dahulu
ditentukan jumlah yang dibutuhkan selama 1 (satu) tahun, lalu diperkirakan
pula kebutuhan perbulan, yaitu sama dengan seperdua belas (1/12) dari
kebutuhan pertahun. Akhirnya tingkat persediaan disesuaikan dengan
kebutuhan untuk menjaga agar tingkat produksi tetap stabil. Menurut
Hendra Poerwanto terdapat pertimbangan untuk kebijakan ini adalah :
a. Perusahaan ingin memperoleh biaya produksi yang sama untuk
setiap bulannya.
b. Jumlah pegawai pabrik cenderung tetap setiap bulannya, maka jumlah
produksi tiap bulan yang stabil akan lebih tepat digunakan.
c. Mesin akan berproduksi lebih efisien jika tingkat produksi barang stabil
setiap bulannya.
Disamping pertimbangan diatas, kebijakan ini mempunyai beberapa
keuntungan yaitu :
51
a. Penggunaan fasilitas pabrik yang lebih baik cenderung mengurangi
kapasitas yang diperlukan untuk musim permintaan pasar meningkat dan
menghindari kapasitas yang menganggur pada saat permintaan menurun.
b. Stabilitas tenaga kerja dapat memperbaiki moral dan meningkatkan
efisiensi tenaga kerja, mengurangi perputaran tenaga kerja, menarik
tenaga kerja yang terampil, dan mengurangi biaya latihan bagi tenaga
kerja yang baru.
c. Pembelian bahan baku yang ekonomis merupakan akibat dari tersedianya
bahan baku, potongan pembelian, masalah penyimpanan yang sederhana,
kebutuhan dana yang lebih kecil, dan mengurangi risiko persediaan
2. Stabilitas Tingkat Persediaan
Kebijakan yang mengutamakan pengendalian tingkat persediaan barang,
dengan tingkat produksi dibiarkan mengambang. Dengan pendekatan ini
terlebih dahulu ditentukan tingkat persediaan awal tahun dan tingkat
persediaan akhir tahun. Bila diantara keduanya tidak sama, tingkat
persediaan bulanan disesuaikan secara bertahap kearah tingkat persediaan
yang diinginkan. Kebijakan stabilisasi tingkat persediaan berbeda dengan
kebijakan stabilisasi produksi. Jika dalam kebijakan stabilisasi produksi
yang diperhitungkan adalah hasil tingkat produksi barang jadi yang sama
tiap periodenya, kebijakan ini lebih cocok diterapkan pada perusahaan yang
tidak menginginkan tingkat persediaan berfluktuasi secara berlebihan setiap
periode yang terdapat dalam anggaran. Tujuan dari kebijakan tingkat
persediaan sendiri yaitu untuk merencanakan tingkat optimal investasi
52
persediaan dan mempertahankan tingkat optimal tersebut melalui
pengendalian. Tingkat persediaan harus dipertahankan antara dua perbedaan
besar, tingkat yang berlebihan akan menyebabkan biaya penyimpanan,
risiko dan investasi yang berlebihan, dan disisi lain tingkat yang tidak
memadai untuk memenuhi permintaan penjualan dan produksi dengan cepat
(muncul biaya kehabisan persediaan yang tinggi). Di dalam kebijakan
stabilisasi tingkat persediaan, terdapat beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi penentuan besarnya tingkat persediaan barang itu sendiri,
yaitu:
1) Daya tahan produk yang akan disimpan. Untuk produk yang mudah
rusak, tidak tahan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama,
besarnya persediaan harus dipertimbangkan dengan cermat.
2) Sifat persaingan yang dihadapi perusahaan. Jika tingkat persaingan
yang dihadapi perusahaan relatif ketat, maka persaingan untuk
memberikan pelayanan untuk memenuhi pesanan menjadi prioritas.
Dengan demikian diperlukan persediaan barang jadi yang relatif besar.
3) Biaya-biaya yang muncul karena kebijakan persediaan seperti :
a. Biaya sewa gedung
b. Biaya pemeliharaan
c. Biaya asuransi
d. Biaya pemesanan mendadak (Extra Carrying Cost)
e. Biaya kehabisan persediaan (Stockout Cost)
4) Besarnya modal kerja yang tersedia.
53
5) Pola permintaan akan produk permintaan.
6) Resiko-resiko yang dihadapi perusahaan. Adapun resiko tersebut
mencakup:
a. Resiko yang berasal dari manusia yang umumnya timbul karena
kecerobohan manusia, seperti cara pengangkatan, memindahkan,
dan meletakkan barang jadi yang tidak mengikuti prosedur yang
ada.
b. Resiko yang berasal dari alam, terjadi di luar kekuasaan manusia
(bencana alam).
c. Resiko yang disebabkan karena sifat barang yang mudah rusak.
3. Kombinasi antara keduanya (stabilitas tingkat produksi dan stabilitas tingkat
persediaan)
Kebijakan yang merupakan kombinasi dari kedua kebijaksanaan yang
disebut terdahulu, dimana tingkat produksi maupun tingkat persediaan
sama-sama berubah dalam batas-batas tertentu.
2.1.11.13 Hubungan Antara Biaya dan Persediaan Metode Economic Order
Quantity
Dalam persediaan terdapat tujuan umum yang biasa dicapai yaitu
meminimumkan biaya persediaan atau pemesanan bahan baku yang ekonomis.
Setiap perusahaan yang bergerak di bidang industri khususnya manufaktur
garmen menggunakan persediaan dalam proses produksinya baik untuk
perusahaan mass production maupun job order dengan permintaan tambahan
yang tak terduga sehingga bahan baku yang dibutuhkan selalu tercukupi, akan
54
tetapi banyak perusahaan tidak memiliki gudang yang besar untuk menyimpan
bahan baku, sehingga perusahaan tersebut mengunakan metode pemesanan bahan
baku untuk mencukupi kebutuhan proses produksinya. Dalam mencapai biaya
persediaan yang minimum perusahaan seringkali mendapatkan kesulitan yang
dihadapi, seperti biaya penyimpanan bahan baku yang besar. Persediaan
menggunakan metode economic order quantity adalah model pemecahan
permasalahan yang digunakan oleh setiap perusahaan produksi yang
menginginkan pengoptimalan biaya pemesanan bahan baku, sehingga tujuan
dalam meminimumkan biaya pemesanan dapat tercapai dengan menggunakan
metode economic order quantity (EOQ).
2.1.11.14 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu bertujuan sebagai bahan perbandingan dan
referensi dalam penelitian mengenai Analisis Pengendalian Persediaan Guna
Meminimumkan Biaya Persediaan Bahan Baku Kain Woven Pada PT. Big Golden
Bell Garment Manufacture. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan
pengkajian terlebih dahulu dari penelitian sebelumnya yang berkaitan pula dengan
variabel dan objek.
Tabel 2.8
Hasil Penelitian Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Variabel Dan Objek
N
o
Judul dan Tahun
penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1 Analisis Metode EOQ
(economic Oeder
Quantity) Sebagai
Dasar Pengendalian
Persediaan Bahan
Baku Pembantu
(Studi pada PG.
Ngadirejo Kediri –
Hasil dari analisis
membuktikan bahwa
perusahaan dengan
menerapkan Metode
EOQ (economic
Order Quantity)
terdapat penghematan
pada biaya
1. Meneliti
Pengendalian
persedian
2. Menggunakan
Metode EOQ
(economic Order
Quantity)
Persediaaan
bahan baku
pembantu
belerang pada
PG. Ngadirejo
Kediri – PT.
Perkebunan
Nusantara X
55
PT. Perkebunan
Nusantara X)
Azmi Fahma
Amrilah, Zahro ZA,
Maria Goretti Wi
Endang NP
Jurnal Administrasi
Bisnis (JAB) Vol. 33
No 1 April 2016
persediaan.
3. Meminimumkan
biaya persediaan
2 Analisis persediaan
bahan baku tepung
terigu menggunakan
metode EOQ
(Economic Order
Quantity) pada Roti
Puncak Makasar
Olivia Elsa Andira
Jurnal Ekonomi
Bisnis Vol. 21 No 3,
Desember 2016
Penerapan metode
EOQ pada perusahaan
menghasilkan biaya
yang lebih murah jika
dibandingkan dengan
metode yang selama
ini diterapkan oleh
perusahaan.
1. Meneliti
Pengendalian
persedian
2. Menggunakan
Metode EOQ
(economic Order
Quantity)
3. Meminimumkan
biaya persediaan
Persediaan
bahan baku
tepung terigu
pada Roti
Puncak Makasar
3 Penerapan Economic
Order Quantity dalam
pengelolaan
persediaan Bahan
Baku Tepung Pada
Usaha Pia Ariawan
Di Desa Banyuning
Gede Agus
Darmawan, wayan
Cipta, Ni nyoman
Yulianthini
e-Journal Bisma
Universitas
Pendidikan Ganesha
Jurusan Manajemen (
vol. 3 tahun 2015)
Terdapat efisiensi
total biaya persediaan
dengan menggunakan
metode EOQ.
1. Penerapan metode
EOQ ( Economic
Order Quantity)
2. Pengendalian
persediaan bahan
baku
3. Meminimumkan
biaya persediaan
Persediaan
bahan baku
tepung Pada
Usaha Pia
Ariawan Di
Desa Banyuning
4 Analisis Pengendalian
Persediaan Bahan
Baku Midsole pada
Industri Sepatu
Menggunakan
Metode Economic
Order Quantity (studi
kasus pada PT.BO
Kyung)
Shhihah Khoirunnisa,
Menunjukan bahwa
total biaya persediaan
bahan baku yang
harus dikeluarkan
perusahaan lebih
besar, bila
dibandingkan dengan
total biaya persediaan
yang dihitung
menurut metode EOQ
dan terjadi
penghematan pada
1. Pengendalian
persedian bahan
baku
2. Menggunakan
Metode EOQ
(economic Order
Quantity)
3. Meminimumkan
biaya persediaan
Persediaan
bahan baku
midsoe pada
insdustri sepatu
PT.BO Kyung
56
Nuriyanto
Journal Knowledge
Industrial
Engineering (JKIE)
Vol. 03 No. 03, 2016
biaya yang
dikeluarkan
5 perencanaan dan
pengendalian
persediaan dengan
metode EOQ
PT. Siskem Aneka
Timindo
Parwita Setya
Wardhani
Media Mahardika
Vol. 13 No. 3 Mei
2015
hasil penelitian ini
yaitu bahwa
perencaan dan
pengedalian
persediaan dengan
menggunakan metode
EOQ, merupakan
upaya alternatif
perusuhaan untuk
mengoptimalkan
biaya yang
dikeluarkan sehingga
menghasilkan
keuntungan yang
besar yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
investasi perusahaan
dibidang lain.
1. Pengendalian
persedian bahan
baku
2. Menggunakan
Metode EOQ
(Economic Order
Quantity)
3. Meminimumkan
biaya persediaan
Persediaan
bahan baku
caustic soda
flake pada PT.
Siskem Aneka
Timindo
6 Analisis Pengendalian
Persediaan Bahan
Baku Ikan Pada PT.
Celebes Minapratama
Bitung
David Wijaya, Silvya
mandey, dan Jacky
S.B Sumarauw
Jurnal EMBA Vol. 4
No.2 Juni 2016
Total biaya
persediaan bahan
baku ikan dengan
menggunakan metode
EOQ (Economic
Order Quantity) lebih
kecil dibandingan
dengan metode yang
digunakan oleh PT.
Celebes Minapratama.
1. Pengendalian
persediaan bahan
baku
2. Menggunakan
Metode EOQ
(Economic Order
Quantity)
3. Meminimumkan
biaya persediaan
Persediaan
bahan baku ikan
pada PT.
Celebes
Minapratama
Bitung
7 Penerapan model
EOQ (Economic
Order Quantity)
dalam rangka
meminimumkan
biaya persediaan
bahan baku (studi
pada UD. Sumber
Rejo Kandangan-
Kediri)
Chandra yuliana,
Topo Wijoyono,
Nengah Sudjana
Jurnal Administrasi
Bisnis (JAB), Vol. 36
No.1 (2016)
Hasil perhitungan
EOQ dapat diketahui
bahwa menunjukan
jika perusahaan
menerapkan metode
EOQ, maka dapat
memberikan
penghematan biaya
persediaan bahan
baku pada tahun
2015.
1. Penerapan metode
EOQ (Economic
Order Quantity)
2. Meminimumkan
biaya persediaan
bahan baku
Persediaan
bahan baku
ketela pohon
pada UD.
Sumber Rejo
Kandangan-
Kediri
57
8 Perencanaan
Pengendalian
Persediaan Bahan
Baku Dengan
Menggunakan Model
Economic Order
Quantity (Studi kasus
: PT.XYZ)
Halasan B Sirait,
Parapat Gultom,
Esther S Nababan
Saintia Matematika
Vol. 1 No 5 2013
Pengendalian
Persediaan bahan
baku dengan
menggunakan metode
EOQ lebih efisien dari
pada metode
pengendalian
persediaan yang
digunakan PT. XYZ
1. Pengendalian
persediaan bahan
baku
2. Menggunakan
Metode EOQ
(economic Order
Quantity)
3. Meminimumkan
biaya persediaan
Persediaan
bahan baku
Formid Acid,
Terpentine, N
H3, Talk
Powder, karet
Mentah PT.
XYZ
9 Analisis Pengendalian
Persediaan Bahan
Baku Ikan Tuna Pada
C.V. Golden.
Michel Chandra
Tuerah
Jurnal EMBA Vol. 2
No. 4 Desember 2014
Penelitian ini
menunjukan
pengendalian dan
pengadaan persediaan
bahan baku ikan tuna
dengan menggunakan
metode EOQ pada
CV. Golden sudah
efektif, karena
perusahaan tidak
mengalami kehabisan
persediaan bahan
baku dan total biaya
persediaan lebih
optimal.
1. Pengendalian
persedian bahan
baku
2. Menggunakan
Metode EOQ
(economic Order
Quantity)
3. Meminimumkan
biaya persediaan
Persediaan
bahan baku ikan
tuna pada C.V.
Golden
10 Analisis Pengendalian
Persediaan Barang
Berdasarkan Metode
EOQ Di Toko Era
Baru Samarinda
Rudy Wahyudi
e-Journal
Administrasi Bisnis,
Vol.2 No.1 2014
Hasil penelitian
menunjukan bahwa
perusahaan dapat
mengendalikan
persediaan barang jika
menggunakan metode
EOQ dimana
perusahaan dapat
mengetahui jumlah
pemesanan yang
optimal.
1. Pengendalian
persedian bahan
baku
2. Menggunakan
Metode EOQ
(economic Order
Quantity)
3. Meminimumkan
biaya persediaan
Persediaan
Barang sandal
Homypad dan
Ando digudang
11 Analyzing Inventory
Material
Management Control
Technique On
Residential
Construction Project
Harsh Soni, Dr.
Jayeshkumar Pitroda,
Prof. J.J.Bhavshar
IJARIIE Vol.2 Issue
.3 2016
That if there in help of
Economic Order
Quantity material can
reduce wastage on
site. Economic Order
Quantity maintains
the sufficient material
safety stock in period
short supply and
reduced material
wastage.
1. Economic Order
Quantity (EOQ)
Model
2. Inventory Material
Management
Control
inventory
control
techniques such
as ABC, SDE
12 Stock Out Analysis:
An Empirical Study
PT.Combiphar’s
inventory system
1. Economic Order
Quantity (EOQ)
An Empirical
Study On
58
On Forecasting, Re-
Order Point And
Safety Stock Level At
PT. Combiphar, 2016
Christine Mekel
Samuel PD
Anantadjaya
Laura Lahindah
shows that the order
quantity is smaller
than EOQ calculation
i.e.: 30,000 units
(average ordered by
the company per
period) and 65,508
units (based on the
mode l of Economic
Order Quantity).
Thus, it will lead to
stock out case
continuously.
Model
2. Inventory Material
Management
Control
Forecasting,
13 An Economic Order
Quantity Model for
Defective Items
under Permissible
Delay in Payments
and Shortage
Harun Sulak
Abdullah Eroglu
Mustafa Bayhan
International Journal
of Academic
Research in Business
and Social Sciences
January 2015, Vol. 5,
No. 1
Finally, numerical
examples were given
for two case of the
developed model and
the effects of
variations of
permissible delay and
defective rates on
optimal values were
examined with
sensitivity analysis.
The analysis showed
that, with increasing
of permissible delay
in payment, total
profit increases while
order size decreases;
but if defective rate
increases, total profit
decreases while order
size increases.
Economic Order
Quantity (EOQ) Model
for Defective
Items under
Permissible
Delay in
Payments and
Shortage
14 Analysis of Inventory
Control Techniques,
A Comparative Study
,2013.
Tom Jose V
Akhilesh Jayakumar,
Sijo M T
It is found that, there
is a variation in the
EOQ & no. of unit
purchased. It is
understood that the
company is not
following EOQ for
purchasing the
materials. So, the
inventory
management is not
satisfactory. From
calculation of safety
stock, we can able to
determine how much
the company can hold
the inventory in
reserve stock per
annum.
1. Economic Order
Quantity (EOQ)
Model
2. Inventory Material
Management
Control
From
calculation of
safety stock, we
can able to
determine how
much the
company can
hold the
inventory in
reserve stock
per annum.
59
15
.
Decision tree
analysis will
determine the best
alternative
whether forecasting
and EOQ are
necessary to be used
and it will minimize
the cost of raw
materials inventory,
2012
Ali at al
The results of the
analysis are inventory
management of iron,
cement, sand and split
inventory should use
Forecasting method
and EOQ (Economic
Order Quantity)
model. So, companies
can manage their
inventory
management
efficiently and
effectively
1. Economic Order
Quantity (EOQ)
Model
2. Inventory Material
Management
Control
1. Forecasting
method.
16
.
Efficiency Of Raw
Material Inventories
In Improving Supply
Chain Performance
Of Cv. Fiva Food
Artadi Nugraha,
Sukardi, and Amzul
Rifin
Indonesian Journal of
Business and
Entrepreneurship,
Vol. 1 No.1, January
2016
In the process of
procurement of raw
materials, the
company needs to
conduct ABC analysis
in advance to
determine which raw
materials are
prioritized in
controlling supplies.
There are several
methods that can be
used by the company
as an alternative to
control raw materials
including EOQ and
POQ methods. Both
methods can be
considered to be an
alternative method in
the control of raw
materials, for those
have been proven to
deliver cost-savings
for supplies.
1. Economic Order
Quantity (EOQ)
Model
1. Model POQ
(Period Order
Quantity) Raw
Material
Inventories In
Improving
Supply Chain
Performance Of
Cv. Fiva Food
17
.
Analysis Variable The
Reduction In Space
Requirements Caused
By JIT Or EOQ, 2001
Schneiderjans and
Cao
They conclude that a
JIT method is almost
alway.s preferable to
an EOQ-based
method, whether the
demand is high or
low. because JIT
always requires less
warehouse space than
the EOQ method.
Economic Order
Quantity (EOQ) Model
that a JIT
method is
almost alway.s
preferable to an
EOQ-based
method,
18
.
Analysis an inventory
model for calculating
the optimal order
quantity that used the
Economic Order
In the results of this
study it is said that
inventory control
using EOD metode
more minimize the
Economic Order
Quantity (EOQ) Model
inventory
control
techniques such
as JIT,
60
Quantity method,
2001
Dave Piasecki
cost than using JIT.
19
.
Inventory
Management Through
Eoq ModelA Case
Study Of Shpresa Ltd,
Albania
Eduina Guga
Orjola Musa
International Journal
Of Economics,
Commerce and
management
Orjola Musa Orjola
MusaVol. 3 Issue 12,
Desember 2015
The use of the EOQ
model in inventory
management for
"Shpresa Ltd" will
result in reduction of
the cost of ordering
and inventory holding
costs, and as a result,
the reduction of the
total cost.
Economic Order
Quantity (EOQ) Model
Inventory
product Vase
flower
20
.
An EOQ Model for
Perishable Items with
Freshness-dependent
Demand and Partial
Backlogging
Xiaoming Yan
International Journal
of Control and
Automation
Vol. 5, No. 4,
December, 2012
Control of raw
material inventory
using EOQ method is
more efficient
Economic Order
Quantity (EOQ) Model
For Perishable
Items with
Freshness-
dependent
Demand and
Partial
Backlogging
2.2 Kerangka Pemikiran
Anggaran pembelian bahan baku merupakan alat manajemen dalam
mengendalikan persediaan bahan baku. Bahan baku yang tersedia tidak boleh
terlalu besar maupun terlalu kecil jumlahnya. Bahan baku yang terlalu banyak
disediakan digudang akan menimbulkan biaya-biaya penyimpanan dan resiko-
resiko yang dihadapi, seperti menumpuknya bahan baku di gudang yang mungkin
mengakibatkan penurunan kualitas, terlalu lamanya bahan baku menunggu untuk
61
diproses, sehingga biaya penyimpanan yang menjadi lebih besar. Sedangkan
apabila jumlah bahan baku yang dibeli terlalu sedikit atau kecil jumlahnya maka
akan menimbulkan gangguan terhadap kontinuitas proses produksi, juga akan
mendatangkan resiko berupa terhambatnya kelancaran proses produksi akibat
kehabisan bahan baku, serta timbulnya biaya tambahan untuk mencari bahan
mentah pengganti secepatnya. (Gunawan Adisaputro & Marwan Asri, 2010)
Keberadaan persediaan dalam suatu sistem mempunyai suatu tujuan
tertentu. Alasan utamanya adalah karena sumber daya tertentu tidak bisa
didatangkan ketika sumber daya tersebut dibutuhkan. Sehingga, untuk menjamin
tersedianya sumber daya tersebut perlu adanya persediaan yang siap digunakan
ketika dibutuhkan. Menurut Willian J. Stevenson & Choung (2015:181),
persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses,
barang jadi ataupun suku cadang (komponen). Dapat dikatakan tidak ada
perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan, meskipun sebenarnya persediaan
hanyalah suatu sumber dana yang menganggur, karena sebelum persediaan
digunakan berarti dana yang terikat di dalamnya tidak dapat digunakan untuk
keperluan yang lain. Maka dari itu, perusahaan harus melakukan pengawasan
persediaan dan mengatur persediaan agar dapat menjamin kelancaran proses
produksi secara efektif dan efisien. Dalam rangka pengaturan ini, perlu ditetapkan
kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan persediaan, baik mengenai
pemesanannya maupun mengenai tingkat persediaan yang optimal. Dalam
menentukan kebijakan persediaan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
perusahaan dapat meminimalkan biaya-biaya. Biaya-biaya persediaan yang
62
dipertimbangkan adalah biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan
(holding cost). Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Parwita Setya
Wardhani (2015), dalam penelitiannya yang berjudul perencanaan dan
pengendalian persediaan dengan metode EOQ, hasill penelitian ini yaitu bahwa
perencaan dan pengedalian persediaan dengan menggunakan metode EOQ,
merupakan upaya alternatif perusuhaan untuk mengoptimalkan biaya yang
dikeluarkan sehingga menghasilkan keuntungan yang besar yang dapat digunakan
untuk meningkatkan investasi perusahaan dibidang lain.
Penelitian yang ke dua oleh Chandra yuliana, Topo Wijoyono, Nengah
Sudjana, Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 36 No.1 (2016) dalam
penelitiaanya yang berjudul Penerapan model EOQ (Economic Order Quantity)
dalam rangka meminimumkan biaya persediaan bahan baku (studi pada UD.
Sumber Rejo Kandangan-Kediri). Hasil penelitian ini adalah Hasil perhitungan
EOQ dapat diketahui bahwa menunjukan jika perusahaan menerapkan metode
EOQ, maka dapat memberikan penghematan biaya persediaan bahan baku pada
tahun 2015.
Penelitian yang ke tiga oleh Gede Agus Darmawan, wayan Cipta, Ni
nyoman Yulianthini, e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan
Manajemen ( vol. 3 tahun 2015) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan
Economic Order Quantity dalam pengelolaan persediaan Bahan Baku Tepung
Pada Usaha Pia Ariawan Di Desa Banyuning. Hasil penelitian ini adalah Terdapat
efisiensi total biaya persediaan dengan menggunakan metode EOQ.
63
Pengendalian persediaan perlu diperhatikan karena berkaitan langsung
dengan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan sebagai akibat adanya
persediaan. Mengenai pemesanan bahan-bahan perlu ditentukan berapa jumlah
yang dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis, sedangkan mengenai persediaan
perlu ditentukan berapa besarnya persediaan pengaman dan kapan pemesanan itu
kembali dilakukan. Menentukan kebijakan perlu diadakan pengaturan persediaan
melalui suatu rencana pemesanan berdasarkan permintaan konsumen dan data
penjualan yang dimiliki perusahaan, dimana salah satu alat yang dapat digunakan
adalah metode Economic Order Quantity (EOQ). Menurut Heizer dan Render
(2015:561), Economic Order Quantity (EOQ) adalah salah satu teknik
pengendalian persediaan yang paling tua dan terkenal secara luas, metode
pengendalian persediaan ini menjawab 2 (dua) pertanyaan penting, kapan harus
memesan dan berapa banyak harus memesan. Meskipun teknik ini merupakan
teknik yang mudah untuk dilakukan, tetapi tetap harus menyesuaikan dengan
asumsi-asumsi.
Beberapa permasalahan yang ditemukan di PT. Big Golden Bell adalah
belum adanya suatu metode yang digunakan khusus untuk mengendalikan biaya
yang keluar akibat persediaan bahan baku, meskipun permintaan tahunannya
diketahui namun seringkali terjadi menambahan permintaan produk yang tidak
menentu baik jumlah maupun waktu pemesanannya, sedangkan produk harus siap
dikirim pada waktu yang telah disepakati setiap 3 (tiga) bulan sekali, dan
perusahaan melakukan pembeliaan bahan baku setiap 3 (tiga) bulan mengikuti
subkontrak dengan konsumen dengan jumlah pembelian yang tetap namun hal
64
tersebut mengakibatkan biaya persediaan tidak efisien karena meskipun
permintaan tambahan dari konsumen sudah diestimasikan berapa persentase nya
namun pada saat terjadi waktu permintaan tambahan seringkali jumlah yang sudah
diestimasikan kurang dari perkiraan estimasi, sehingga seringkali pada akhir tahun
terjadi sisa persediaan bahan baku yang mengakibatkan bahan baku yang bersisa
tersebut menjadi persediaan berlebih yang menumpuk.
Langkah awal penelitian ini adalah mengidentifikasi pengendalian
persediaan bahan baku kain woven yang diterapkan di PT. Big Golden Bell.
Identifikasi yang dilakukan meliputi hal-hal yang terkait dengan penyimpanan
bahan baku dan pengadaanya diantaranya pembelian bahan baku, biaya
persediaan dan waktu tunggu pemesanan. Selanjutnya dilakukan analisis
persediaan bahan baku untuk mengetahui berapa banyak jumah pemakaian, biaya
persediaan dan waktu tunggu pemesanan yang dilakukan PT. Big Golden Bell.
Metode penentuan persediaan yang efisien yaitu dilakukan dengan
membandingkan antara hasil perhitungan persediaan kebijakan PT. Big Golden
Bell dengan metode Economic Order Quantity (EOQ). Melalui kedua metode
tersebut akan dihasilkan analisa, jika hasil perhitungan persediaan bahan baku
yang dilakukan oleh persediaan PT. Big Golden Bell lebih kecil dari hasil
perhitungan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ),
maka pengendalian persediaan bahan baku kain woven di PT. Big Golden Bell
sudah efisien. Namun, jika hasil perhitungan persediaan bahan baku yang
dilakukan oleh persediaan PT. Big Golden Bell lebih besar dari hasil perhitungan
dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), maka
65
pengendalian persediaan bahan baku kain woven di PT. Big Golden Bell belum
efisien dan perlu dilakukan analisis masalah. Hasil analisis bisa direkomendasikan
metode yang efisien untuk diterapkan di PT. Big Golden Bell. Secara sistematis
kerangka berpikir pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini
digambarkan secara singkat pada gambar 2.6.
66
2.2.1 Flow Chart Kerangka Pemikiran
Sumber: Peneliti
Gambar 2.6
Sumber : Hasil Penelitian
Masalah PT. Big Golden Bell :
Pengelolaan persediaan belum
optimal
Identifikasi Manajemen
Persediaan
Permintaan
Bahan Baku
Frekuensi
Pembelian
Bahan baku
Waktu
Antar Pesanan
Reorder
Point
(ROP)
Waktu
Tunggu (Lead
Time)
Biaya
yang
terklait
dengan
persediaan
Stok
Pengaman
Metode Pengendalian
Persediaan yang
Diterapkan Perusahaan
Pengendalian Persediaan
dengan Metode
Economic Order
Quantity (EOQ)
Perbandingan kedua metode
untuk mendapatkan Total
Biaya Persediaan yang paling
minimum.
67