bab ii kajian pustaka dan hipotesis penelitian ii.pdf · bab ini akan memaparkan teori-teori yang...

21
14 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian. Teori- teori ini tentunya telah didasarkan pada informasi faktual sehingga dapat diyakini kebenarannya. Berdasarkan landasan teori inilah, penulis mampu untuk membuat hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara yang dibangun atas dasar teori dan konsep. Nantinya, akan diuji apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau justru ditolak. Ringkasan mengenai penelitian terdahulu juga disajikan pada sub seksi terakhir dalam sub bab landasan teori dan konsep. 2.1 Landasan Teori dan Konsep Penelitian ini menggunakan beberapa landasan teori, konsep-konsep, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut: 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen and Meckling (1976) menyatakan bahwa, kontrak diantara pemilik perusahaan atau pemegang saham (prinsipal) dengan pengelola perusahaan atau manajemen (agen), dimana pelaksanaan tugas dan wewenang berada di tangan manajemen sesuai perintah pemilik perusahaan disebut sebagai kontrak keagenan. Kontrak tersebut terlihat dari adanya rantai komando yang vertikal antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Kontrak atau hubungan keagenan ini dikenal sebagai sebuah teori yaitu teori keagenan (agency theory).

Upload: dangtram

Post on 09-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Bab ini akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-

teori ini tentunya telah didasarkan pada informasi faktual sehingga dapat diyakini

kebenarannya. Berdasarkan landasan teori inilah, penulis mampu untuk membuat

hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara yang

dibangun atas dasar teori dan konsep. Nantinya, akan diuji apakah hipotesis tersebut

dapat diterima atau justru ditolak. Ringkasan mengenai penelitian terdahulu juga

disajikan pada sub seksi terakhir dalam sub bab landasan teori dan konsep.

2.1 Landasan Teori dan Konsep

Penelitian ini menggunakan beberapa landasan teori, konsep-konsep, dan

hasil-hasil penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut:

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen and Meckling (1976) menyatakan bahwa, kontrak diantara pemilik

perusahaan atau pemegang saham (prinsipal) dengan pengelola perusahaan atau

manajemen (agen), dimana pelaksanaan tugas dan wewenang berada di tangan

manajemen sesuai perintah pemilik perusahaan disebut sebagai kontrak keagenan.

Kontrak tersebut terlihat dari adanya rantai komando yang vertikal antara

pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Kontrak atau

hubungan keagenan ini dikenal sebagai sebuah teori yaitu teori keagenan (agency

theory).

15

Jensen and Meckling (1976) juga menyatakan bahwa, teori ini mengutamakan

adanya perbedaan atau terpisahanya fungsi antara kepemilikan (prinsipal) dengan

fungsi manajemen (agen). Adanya perbedaan atau terpisahnya fungsi ini

menyebabkan timbulnya suatu permasalahan atau konflik yang disebut sebagai

masalah keagenan (agency problem). Timbulnya konflik ini dikarenakan pihak

manajemen memiliki kesempatan untuk mencapai keinginan pribadi mereka dan

tentu saja mengabaikan kepentingan dan keinginan dari para pihak pemegang

saham sebagai pemilik perusahaan.

Konsep dari teori keagenan ini adalah agen mempunyai jauh lebih banyak

informasi mengenai kondisi perusahaan yang sesungguhnya dibandingkan dengan

informasi yang dimiliki oleh prinsipal. Hal ini tentu saja menimbulkan adanya

asimetri informasi (information assymmetry) dan otomatis pihak prinsipal pun

mewaspadai segala perilaku yang dilakukan oleh agen serta memiliki

ketidakpercayaan apakah kepentingan mereka telah diutamakan oleh para agen.

Konsep lainnya ialah kontrak atau hubungan keagenan ini dimanfaatkan oleh

prinsipal dan agen yang berperilaku rasional dengan tujuan mengoptimalkan

kepentingannya masing-masing, sehingga dapat dinyatakan bahwa agen memiliki

tujuan pribadinya yang mendorong ia untuk tidak mengutamakan tujuan dan

kepentingan dari prinsipal sebagai pemilik perusahaan (Adams, 1994). Tujuan

mementingkan diri sendiri ini dikarenakan adanya moral hazard dari agen dan

masalahnya sering dikenal sebagai moral hazard problem. Selain itu, yang juga

menjadi sebuah permasalahan ialah munculnya adverse selection yang artinya

pemilik perusahaan (prinsipal) tidak dapat dengan pasti mengetahui bahwa

16

manajemen (agen) yang dipilih memang mempunyai kemampuan sesuai dengan

bidangnya dan apakah ia bersedia untuk mengutamakan kepentingan prinsipal

dibandingkan kepentingan dirinya sendiri (Gilardi, 2001).

Kita sering mendengar istilah agency cost, agency cost merupakan biaya-

biaya yang ditanggung oleh pemilik perusahaan (prinsipal) untuk mencegah

terjadinya agency problem. Biaya untuk melakukan monitoring adalah salah satu

bentuk biaya yang dikeluarkan oleh pemilik perusahaan (prinsipal). Contohnya

adalah uang yang digunakan untuk membiayai pengauditan laporan keuangan oleh

auditor eksternal (Adams, 1994). Biaya monitoring untuk melakukan audit laporan

keuangan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya agency problem.

Setiawan (dalam Rahayu, 2012), dalam teori agensi, auditor adalah pihak yang

dianggap mampu menengahi kepentingan pihak prinsipal dan agen dalam

mengelola keuangan perusahaan. Auditor independen juga berfungsi untuk

mengurangi tejadinya agency problem yang timbul dari perilaku mementingkan diri

sendiri yang dilakukan oleh agen. Perbedaan kepentingan tersebut rentan

menyebabkan konflik, terjadinya konflik cenderung menyebabkan manajemen

diganti dan pergantian manajemen diikuti dengan pergantian auditor.

2.1.2 Teori Kontingensi (Contingency Theory)

Mulanya teori kontingensi diperkenalkan oleh Lawrence dan Lorsch (1967),

selanjutnya digunakan oleh Kast dan Rosenzweig (1973) yang mengungkapkan

bahwa, sebuah organisasi tidak memiliki cara terbaik dalam memperoleh keserasian

antara faktor internal organisasi maupun faktor lingkungan eksternalnya untuk

dapat menggapai prestasi terbaik. Menurut Sari (dalam Azli dan Azizi, 2009), teori

17

kontingensi merupakan sebuah teori yang tepat dipakai dalam konteks mengkaji

reka bentuk, perancangan, prestasi dan kelakuan organisasi serta kajian yang

berkaitan dengan pengaturan strategik. Menurut Raybun dan Thomas (dalam Azli

dan Azizi, 2009), teori kontingensi ini menyatakan bahwa, perbedaan desakan

lingkungan perusahaan menjadi acuan pihak manajemen dalam memilih sistem

akuntansi yang akan diberlakukan di perusahaan tersebut. Teori ini tentu saja

penting sebagai sarana untuk menjelaskan perbedaan dalam struktur organisasi.

Teori tersebut tertuang dalam penelitian ini yaitu digunakannya variabel

pertumbuhan perusahaan untuk melihat pengaruhnya pada auditor switching.

Akibat dari desakan lingkungan perusahaan yaitu para pengguna laporan keuangan

yang menganggap bahwa semakin bertumbuhnya sebuah perusahaan maka akan

menggunakan auditor yang lebih baik dalam konteks reputasi. Mengganti auditor

yang memiliki reputasi lebih baik merupakan salah satu strategi manajemen untuk

meningkatkan citra perusahaan di mata stakeholders maupun calon stakeholders.

Pandangan teori kontingensi menyatakan keberhasilan strategi organisasi

sangat bergantung pada kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap

lingkungan. Penerapan strategi yang tepat dan didukung oleh kemampuan

beradaptasi yang baik terhadap lingkungan akan memicu peningkatan kerja pada

perusahaan secara berkelanjutan. Jika dipandang dari teori sistem organisasi,

kesesuaian strategi organisasi dengan kemampuan adaptabilitas lingkungan akan

mendorong organisasi menjadi suatu sistem terbuka. Adanya sistem terbuka

tersebut dapat menciptakan alternatif-alternatif inovasi yang lebih baik dan lebih

kreatif.

18

2.1.3 Peraturan Pemerintah Mengenai Rotasi Wajib Auditor

Akibat dari adanya kasus Enron di Amerika Serikat pada tahun 2001 yang

mengakibatkan runtuhnya KAP Arthur Anderson, berbagai negara kini menetapkan

aturan mengenai rotasi wajib auditor. Indonesia juga pernah mengalami hal serupa,

skandal yang melibatkan auditor pernah terjadi pada perusahaan PT. Kimia Farma

Tbk yang melakukan manajemen laba pada laporan keuangan tanggal 31 Desember

2001. Pada saat itu yang menjadi auditor adalah KAP Hans Tuanakotta & Mustofa

(HTM). Akibat skandal ini, KAP Hans Tuanakotta & Mustofa menghadapi sanksi

yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka dan dikenakan sanksi

denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Hal ini terjadi bukan karena

kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukan review menyeluruh

atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen

Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai

persediaan.

Sejak saat itu, Indonesia menetapkan aturan mengenai Pergantian KAP dan

Auditor melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 359/ KMK.06/ 2003 tentang

“Jasa Akuntan Publik” yang berbunyi, pemberian jasa audit umum atas laporan

keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)

paling lama 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik

paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

Peraturan yang mengatur tentang pembatasan masa penugasan auditor ini

kemudian disempurnakan pada tanggal 5 Februari 2008 melalui Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia No. 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan

19

Publik”. Terdapat perubahan mengenai pemberian jasa audit umum atas laporan

keuangan sebuah entitas. Pada pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa pemberian jasa

audit kepada satu klien yang sama dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)

yang sama maksimal selama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang

Akuntan Publik yang sama selama 3 (tiga) tahun buku bertutut-turut. Sedangkan

pada Pasal 3 ayat (2) dan (3) menyatakan bahwa, Akuntan Publik dan Kantor

Akuntan Publik (KAP) dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien

setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan

keuangan klien yang sama.

Aturan tersebut mengharuskan perusahaan untuk melaksanakan rotasi audit

dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Penjelasan diatas yaitu mengenai

auditor switching yang bersifat wajib (mandatory), sedangkan dalam penelitian ini

difokuskan kepada terjadinya auditor switching yang lebih bersifat sukarela

(voluntary) terlepas dari peraturan tersebut.

2.1.4 Auditor Switching

Auditor switching adalah pergantian Akuntan Publik atau Kantor Akuntan

Publik (KAP) yang dilakukan oleh perusahaan klien. Menurut Halim (1997),

terdapat beberapa faktor penyebab dari adanya auditor switching yakni adanya

merjer antara dua perusahaan yang memiliki kantor akuntan publik yang berbeda,

ketidakpuasan atas kinerja kantor akuntan publik yang terdahulu, dan mungkin saja

karena adanya merjer antar kantor akuntan publik.

Secara garis besar terdapat dua faktor yang melatarbelakangi perusahaan

dalam melakukan auditor switching yakni faktor dari internal perusahaan atau

20

faktor klien (client related factor) yang terdiri dari kesulitan keuangan, manajemen

yang gagal, perubahan ownership, Initial Public Offering (IPO) dan faktor

selanjutnya adalah faktor yang berasal dari eksternal perusahaan atau faktor auditor

(auditor related factor) yang terdiri dari fee audit dan kualitas audit (Mardiyah,

2002). Hal ini dipertegas oleh Kadir (dalam Rahayu, 2012), yang mengungkapkan

dua pendekatan untuk mengetahui apa yang menyebabkan perusahaan memutuskan

untuk melakukan pergantian Akuntan Publik atau Kantor Akuntan Publik (KAP)

yaitu dari segi auditor dan segi perusahaan itu sendiri.

Jika perusahaan mengganti auditornya bukan dalam kondisi yang

mengharuskan ia untuk mengganti auditor, maka dapat diprediksi bahwa terdapat

dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, pihak auditor mengundurkan diri dari

pekerjaannya atau yang kedua adalah pihak perusahaan memutus ikatan kontrak

kepada auditor tersebut. Salah satunya mungkin akan terjadi diantara dua

kemungkinan tersebut, namun fokus utama bukanlah pada hal itu melainkan apa

saja alasan yang melatarbelakangi perusahaan mengganti auditornya secara

sukarela (voluntary) dan siapa yang akan menjadi auditor selanjutnya dari

perusahaan tersebut. Menurut Wijayani (2011), alasan yang paling umum dari

terjadinya pergantian auditor adalah tidak sepakatnya perusahaan sebagai klien

pada praktik akuntansi tertentu yang dilakukan oleh auditor sehingga menyebabkan

perusahaan mengganti auditor terdahulu dengan auditor baru yang mampu sepakat

dengan kebijakan dan praktik akuntansi perusahaan.

Nagy (2005) menyatakan bahwa, saat perusahaan mengganti auditornya ke

auditor yang baru, tentu saja akan timbul ketimpangan informasi atau suatu keadaan

21

yang sering dikenal sebagai asimetri informasi antara perusahaan dengan auditor

yang baru. Hal ini disebabkan karena perusahaan memiliki informasi yang jauh

lebih banyak dan lebih mencerminkan keadaan perusahaan sesungguhnya

dibandingkan informasi yang dimiliki oleh auditor baru. Jika auditor menerima

permintaan pelaksanaan penugasan audit oleh perusahaan, maka dapat diprediksi

ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, auditor menerima permintaan tersebut

karena memiliki akses yang cukup baik kepada auditor terdahulu sehingga dapat

lebih mudah untuk meminta informasi mengenai keseluruhan usaha perusahaan.

Alasan kedua, bisa saja auditor menerima permintaan pelaksanaan penugasan audit

oleh perusahaan karena hal selain alasan pertama, contohnya adalah alasan

finansial, padahal auditor baru ini belum tentu memahami dengan baik apa usaha

dari perusahaan tersebut.

2.1.5 Pertumbuhan Perusahaan

Auditor Switching dapat dikaitkan dengan pertumbuhan perusahaan klien.

Bertumbuhnya sebuah perusahaan, otomatis akan membuat kegiatan operasional

perusahaan semakin kompleks dan tentu saja hal ini membuat rentang antara

prinsipal sebagai pemilik perusahaan dengan agen sebagai pengelola perusahaan

akan semakin jauh sehingga dibutuhkan peranan auditor yang mampu menjunjung

tinggi independensinya demi meminimalisir biaya agensi (Nasser et al., 2006).

Perusahaan cenderung akan mengganti auditornya karena auditor terdahulu tidak

mampu memberikan pendapat sesuai dengan harapan pihak manajemen atau

perusahaan mengganti auditornya karena ingin meningkatkan prestise dihadapan

para stakeholders.

22

Bertumbuhnya perusahaan secara signifikan diiringi dengan adanya

perubahan manajemen mungkin tidak diimbangi dengan keahlian dari auditor itu

sendiri. Perusahaan membutuhkan auditor yang lebih berkualitas dan mampu

memenuhi tuntutan dari pertumbuhan perusahaan yang cepat. Namun apabila hal

ini tidak dapat dipenuhi, kemungkinan perusahaan mengganti auditornya akan

semakin besar (Kawijaya dan Juniarti, 2002). Menurut Evans (dalam Rahayu,

2012), pertumbuhan perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

faktor internal, eksternal, dan pengaruh iklim industri lokal. Menurutnya

pertumbuhan dibagi menjadi:

a) Pertumbuhan dari luar (eksternal growth)

Pertumbuhan perusahaan yang dimaksud disini adalah pertumbuhan yang

berasal dari luar perusahaan dalam artian perusahaan tidak memiliki kekuatan untuk

menetapkan atau mempengaruhinya, contohnya adalah harga, daya beli

masyarakat, cuaca, kebijakan dari pemerintah dan lain sebagainya. Faktor eksternal

ini dapat menjadi kesempatan dan peluang perusahaan untuk terus bertumbuh

selama pengaruhnya adalah positif.

b) Pertumbuhan dari dalam (internal growth)

Faktor-faktor yang berasal dari dalam perusahaan lah yang mempengaruhi

internal growth ini. Contohnya, manajemen yang solid, jumlah modal, jumlah

tenaga kerja terampil, teknologi yang memadai, keterangan merger atau akuisisi

perusahaan dan lain-lain. Faktor-faktor ini lebih tertuju pada produktivitas dari

perusahaan, semakin meningkatnya produktivitas maka pertumbuhan perusahaan

pun cenderung akan meningkat.

23

c) Pertumbuhan akibat pengaruh iklim industri lokal

Pertumbuhan ini berkaitan dengan faktor eksternal perusahaan, jadi kondisi

ekonomi masyarakat maupun iklim daerah setempat mempengaruhi tumbuhnya

sebuah perusahaan. Faktor penentunya adalah apakah daerah tersebut termasuk

daerah miskin atau kaya dan bagaimana akses serta penyediaan infrastruktur

pendukung daerah tersebut. Jika terdapat infrastruktur dan iklim perekonomian

yang baik, maka kemungkinan perusahaan untuk tumbuh juga akan semakin besar.

2.1.6 Pergantian Manajemen

Istilah manajemen merujuk pada kelompok perorangan yang secara aktif

merencanakan, melaksanakan koordinasi, dan mengendalikan jalannya kegiatan

operasional perusahaan. Menurut konsep auditing, manajemen adalah para pejabat

perusahaan, pengawas, dan personel kunci sebagai penyelia (supervisor).

Pergantian manajemen terjadi jika perusahaan mengubah jajaran dewan direksinya

(Wayuningsih dan Suryanawa, 2012). Penelitian ini mendefinisikan pergantian

manajemen sebagai pergantian direksi perusahaan atau Chief Executive Officer

(CEO) yang utamanya karena keputusan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) maupun direksi mengundurkan diri dari pekerjaannya atas keinginan

sendiri (Damayanti dan Sudarma, 2008).

Mardiyah (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa, pergantian

manajemen merupakan salah satu variabel yang signifikan memengaruhi auditor

switching karena apabila perusahaan mengubah jajaran dewan direksinya, baik itu

direktur maupun komisarisnya, akan menimbulkan adanya perubahan dalam

kebijakan perusahaan di bidang akuntansi, keuangan, dan pemilihan auditor.

24

Menurut Nagy (2005), perusahaan akan berusaha mencari auditor yang mampu

sejalan dan sepakat dengan kebijakan akuntansi yang berlaku di perusahaan

tersebut.

2.1.7 Opini Audit Going Concern

Opini auditor merupakan sumber informasi bagi pihak luar perusahaan untuk

pedoman dalam pengambilan keputusan. Auditor bertugas memberikan opini

laporan keuangan perusahaan dalam melaksanakan penugasan umum. Pelaksanaan

proses audit tentu tidaklah mudah, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada

hal-hal yang nampak dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih

mewaspadai hal-hal signifikan yang dapat mengganggu kelangsungan hidup sebuah

perusahaan. Inilah yang menjadi alasan mengapa auditor turut memiliki tanggung

jawab terhadap keberlangsungan hidup sebuah perusahaan walaupun dalam batas

waktu tertentu.

SPAP seksi 341 (IAPI, 2011) paragraf 2 menyatakan bahwa, auditor memiliki

tanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap

kemampuan entitas dalam mempertahankan kemampuan hidupnya dalam periode

waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang

sedang diaudit. Auditor mengevaluasi didasari oleh informasi yang ia miliki

mengenai peristiwa dan kondisi yang ada pada atau yang telah terjadi sebelum

pekerjaan lapangan selesai. Tentu saja informasi tentang kondisi keberlangsungan

hidup sebuah perusahaan haruslah dalam jangka waktu yang pantas. Hasil dari

prosedur audit yang telah dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit

25

yang lain harus cukup untuk tujuan tersebut. Contoh prosedur yang dapat

mengidentifikasi kondisi atau peristiwa itu yaitu:

a) Prosedur analitik.

b) Review terhadap peristiwa kemudian.

c) Review terhadap kepatuhan pada syarat-sayarat utang dan perjanjian

penarikan utang.

d) Pembacaan notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, dan komite

panitia penting yang dibentuk.

e) Permintaan keterangan pada penasihat hukum perusahaan tentang perkara

pengadilan, tuntutan, dan pendapatnya mengenai hasil suatu perkara

pengadilan yang melibatkan perusahaan tersebut.

f) Konfirmasi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan pihak

ketiga mengenai rincian perjanjian penyediaan atau pemberian bantuan

keuangan.

SPAP seksi 341 (IAPI, 2011) paragraf 6 menyatakan bahwa, jika sebuah

perusahaan menunjukkan adanya kesangsian besar dalam mempertahankan

keberlangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor berhak

untuk menelusuri dan mengidentifikasi informasi tertentu mengenai peristiwa dan

kondisi yang menyebabkan hal itu terjadi. Hasil dari pengidentifikasian peristiwa

dan kondisi tersebut tergantung dari keadaan, bisa saja hasilnya dapat signifikan

apabila ditinjau bersama-sama dengan peristiwa dan kondisi yang lain. Contoh dari

peristiwa dan kondisi tersebut adalah sebagai berikut:

26

a) Trend negatif misalnya kerugian operasi yang berulangkali terjadi,

kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan

penting yang buruk.

b) Petunjuk lain tentang kesulitan keuangan, misalnya penundaan pembagian

dividen, restrukturisasi utang, penjualan beberapa aset tetap, dll.

c) Konflik internal perusahaan misalnya adanya pemogokan kerja dari

karyawan, dll.

d) Masalah yang berasal dari luar perusahaan contohnya terjerat perkara

pengadilan, kehilangan lisensi atau adanya kebijakan baru yang dikeluarkan

pemerintah.

Auditor perlu mempertimbangkan pengungkapan yang harus ia berikan

apabila ia memang memiliki kesangsian terhadap keberlangsungan sebuah

perusahaan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan tersebut, antara lain:

a) Apa saja peristiwa dan kondisi yang menyebabkan auditor memiliki

kesangsian terhadap keberlangsungan sebuah perusahaan dalam jangka

waktu yang pantas.

b) Apa saja akibat yang muncul dari adanya peristiwa dan kondisi tersebut.

c) Informasi apakah ada kemungkinan bahwa perusahaan tersebut akan pailit.

d) Informasi mengenai ada atau tidaknya kesempatan perusahaan tersebut untuk

pulih kembali.

SPAP seksi 341 (IAPI, 2011) paragraf 10-11 menyatakan bahwa, setelah

auditor mengidentifikasi pertimbangan-pertimbangan diatas dan kemudian

perusahaan menunjukkan kemampuannya dalam mempertahankan

27

keberlangsungan usaha dalam jangka waktu yang pantas, auditor dapat

mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian. Namun sebaliknya, apabila

auditor tidak memiliki keyakinan bahwa perusahaan mampu untuk melangsungkan

kegiatan usahanya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor wajib untuk

melakukan evaluasi terhadap rencana manajemen. Apabila terjadi suatu keadaan

dimana manajemen tidak memiliki rencana atau rencana yang dibentuk oleh

manajemen dianggap tidak mampu menanggulangi dampak negatif dari peristiwa

dan kondisi yang terjadi, maka auditor berhak untuk tidak mengeluarkan pendapat.

2.1.8 Penelitian Terdahulu

Wijayani (2011) yang melakukan penelitian serupa yaitu menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi perusahaan di Indonesia melakukan auditor switching.

Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan non keuangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2003-2009. Metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling, yaitu

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan metode purposive

samping, total sampel penelitian adalah 912 perusahaan. Hipotesis dalam penelitian

ini diuji menggunakan metode analisis regresi logistik, Hasil penelitian

menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap auditor

switching adalah pergantian manajemen dan ukuran KAP. Sedangkan variabel-

variabel lain yang diteliti dalam penelitian ini seperti opini audit, financial distress,

persentase perubahan ROA, dan ukuran klien tidak terbukti berpengaruh terhadap

keputusan perusahaan untuk melakukan auditor switching.

28

Sinason et al. (2001) membuat penelitian yang berjudul An Investigation of

Auditor and Client Tenure dengan menggunakan ukuran KAP, ukuran klien, tingkat

pertumbuhan klien, resiko klien, dan opini audit qualified sebagai variabel

independen. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu ukuran klien dan tingkat

pertumbuhan klien berpengaruh signifikan.

Nasser et al. (2006) melakukan penelitian dengan judul Auditor-Client

Relationship: The Case of Audit Tenure and Auditor Switching in Malaysia.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran KAP, ukuran klien,

pertumbuhan klien, masalah keuangan klien. Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah pergantian KAP. Populasi penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang

terdaftar di Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE). Analisis data menggunakan

regresi logistik. Adapun hasil penelitian ini adalah ukuran KAP, ukuran klien, dan

masalah keuangan klien berhubungan dan berpengaruh terhadap pergantian KAP.

Sedangkan pertumbuhan klien tidak berpengaruh terhadap pergantian KAP.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi dan

Frenawidayuarti (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

pergantian auditor: studi empiris perusahaan publik di Indonesia. Tujuan penelitian

ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian auditor pe-

rusahaan manufaktur di Indonesia setelah diberlakukannya peraturan mandatori.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tipe KAP dan pertumbuhan perusahaan (yang

diukur dengan total aset) berpengaruh secara signifikan terhadap kemungkinan

pergantian KAP. Perusahaan dengan KAP Big Four mempunyai kemungkinan

yang lebih rendah untuk mengalami pergantian KAP dari pada Non Big Four.

29

Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan juga mempunyai kemungkinan

pergantian KAP lebih tinggi dari pada yang tidak mengalami pertumbuhan.

Sedangkan ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan (yang diukur dengan

perubahan sales, perubahan MVE dan perubahan income) dan masalah keuangan

tidak berpengaruh signifikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian

auditor di Indonesia.

Wahyuningsih dan Suryanawa (2012) menganalisis pengaruh opini audit

going concern dan pergantian manajemen pada auditor switching. Penelitian ini

difokuskan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2005-2009 dengan jumlah pengamatan sebanyak 247 sampel penelitian yang

diperoleh dengan metode purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil

analisis diketahui bahwa opini audit going concern tidak berpengaruh pada auditor

switching karena pergantian akuntan publik dari KAP Big Four ke akuntan publik

KAP Non Big Four dikhawatirkan dapat mengakibatkan respons negatif dari pelaku

pasar terhadap kualitas laporan keuangan perusahaan. Pergantian manajemen tidak

berpengaruh pada auditor switching karena kualitas audit akuntan publik dari KAP

yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors tetap diyakini memililiki kekuatan

monitoring dan independensi yang tinggi.

Penelitian selanjutnya meneliti pengaruh opini audit going concern,

kepemilikan institusional dan audit delay pada voluntary auditor switching.

Penelitian dilakukan pada perusahaan sektor real estate and property yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2009-2012. Jumlah sampel terpilih

30

sebanyak 68 perusahaan yang ditentukan menggunakan metode purposive

sampling. Teknik analisis data dan pengujian hipotesis diuji menggunakan metode

regresi logistik yang terdapat pada program SPSS 15. Hasil pengujian menunjukkan

bahwa opini audit going concern dan audit delay berpengaruh signifikan pada

voluntary auditor switching, sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh tapi

tidak signifikan pada voluntary auditor switching (Robbitasari dan Wiratmaja,

2013).

Widiawan (2011) menguji pengaruh ukuran perusahaan klien, pertumbuhan

perusahaan klien, financial distress, ukuran KAP, dan opini audit terhadap

pergantian KAP (studi empiris pada perusahaan keuangan yang terdaftar di BEI

tahun 2003-2008). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dokumenter. Data dokumenter adalah data yang memuat informasi

mengenai suatu obyek atau kejadian masa lalu yang dikumpulkan, dicatat, atau

disusun dalam arsip. Data diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market

Directory) tahun 2003-2008, website BEI yaitu www.idx.co.id serta dari data Pojok

BEI Universitas Diponegoro. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran KAP

berpengaruh signifikan terhadap pergantian KAP, sedangkan variabel independen

lainnya tidak berpengaruh secara signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Wijaya (2009) mengenai

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan berpindah KAP pada

perusahaan yang listing di BEI pada tahun 2005-2007. Penelitian ini menggunakan

opini auditor, ukuran KAP, persentase perubahan ROA, dan kesulitan keuangan

perusahaan sebagai variabel independen. Penelitian ini termasuk hypotesis testing

31

yang meneliti pengaruh/hubungan opini auditor, ukuran KAP, persentase

perubahan ROA, dan kesulitan keuangan terhadap perusahaan go public di

Indonesia berpindah KAP. Hasil dari penelitian ini yaitu hanya ukuran KAP yang

berpengaruh signifikan terhadap perpindahan KAP pada perusahaan go public di

Indonesia. Variabel yang lain, yaitu opini akuntan, persentase perubahan ROA, dan

kesulitan keuangan perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap perusahaan

publik di Indonesia berpindah KAP. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan

menggunakan uji F, disimpulkan bahwa secara bersama-sama opini auditor, ukuran

KAP, persentase perubahan ROA, dan debt to asset ratio berpengaruh secara

signifikan terhadap pergantian KAP pada tingkat keyakinan 95%. Tabel penelitian

terdahulu terdapat pada lampiran 1.

2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan pada Auditor Switching

Adanya auditor switching salah satunya dapat dipicu oleh adanya

pertumbuhan perusahaan. Alasan utamanya adalah karena terjadi perubahan

kegiatan operasional perusahaan sehingga menuntut keberadaan auditor yang

memiliki kompetensi dan keahlian yang lebih mumpuni tentang masalah pelaporan

keuangan dibandingkan dengan auditor terdahulu. Faktor eksternal yakni

lingkungan perusahaan juga sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dari

perusahaan tersebut. Perusahaan tentu perlu auditor yang lebih handal untuk

meningkatkan kualitas audit. Hal yang cenderung dilakukan perusahaan adalah

mengganti KAP nya dengan KAP yang lebih besar untuk mengatasi pertumbuhan

dan kebutuhan akan spesialisasi.

32

Pertumbuhan perusahaan yang dibahas dalam penelitian ini adalah

pertumbuhan yang disebabkan oleh faktor internal, karena faktor internal

mencerminkan produktivitas di dalam perusahaan. Tingkat pertumbuhan diukur

oleh tingkat pendapatan perusahaan, dimana pendapatan merupakan aktivitas utama

perusahaan. Akibatnya adalah ketika semakin tingginya pertumbuhan perusahaan,

hal ini akan berbanding lurus dengan permintaan adanya hasil audit yang lebih

berkualitas dengan tujuan mengurangi biaya keagenen dan memberikan layanan

non audit yang dibutuhkan oleh manajemen untuk meningkatkan perluasan

perusahaan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Sinason et al. (2001)

yang menyatakan bahwa, pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif pada

auditor switching. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pertama yang

terbentuk yaitu:

H1: Pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif pada auditor switching.

2.2.2 Pengaruh Pergantian Manajemen pada Auditor Switching

Adanya perubahaan dalam bidang akuntansi, keuangan, maupun pergantian

KAP, salah satunya dipicu karena adanya perubahan dalam manajemen perusahaan.

Pihak manajemen tentunya memerlukan kualitas audit yang lebih baik sehingga ada

kemungkinan jika perusahaan cenderung mengganti auditornya (Nagy, 2005).

Berbeda pemimpin tentunya juga berbeda aturan dan kebijakan. Salah satu

kemungkinan kebijakan yang diubah adalah kebijakan mengenai pemilihan auditor.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayani (2011) dan Sinarwati (2010)

menunjukkan hasil yang sesuai dengan pernyataan tersebut bahwa, pergantian

manajemen menjadi salah satu penyebab dilakukannya auditor switching.

33

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibentuk hipotesis kedua yaitu sebagai

berikut:

H2: Pergantian manajemen berpengaruh positif pada auditor switching.

2.2.3 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan pada Auditor Switching yang

Dimoderasi oleh Opini Audit Going Concern

Ketika pertumbuhan yang diukur dalam penelitian ini adalah dari segi

pendapatan atau penjualan, belum dapat dipastikan bahwa perusahaan tidak

mendapatkan opini audit going concern dari auditor karena kemungkinan besar

opini ini muncul diakibatkan liabilitas perusahaan yang juga sangat besar ataupun

karena hal lainnya seperti auditor memiliki kesangsian jika perusahaan ingin

melakukan suatu pengembangan usaha. Namun, hal ini justru tidak membuat

perusahaan mencoba melakukan auditor switching karena perusahaan

memerkirakan risiko yang harus dihadapi jika melakukan auditor switching seperti

keraguan dari para stakeholders terhadap kualitas pelaporan keuangan yang

diterbitkan oleh perusahaan. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang

dilakukan Wahyuningsih dan Suryanwa (2012) bahwa, opini audit going concern

tidak memengaruhi perusahaan dalam melakukan auditor switching. Berdasarkan

uraian di atas, hipotesis ketiga yang dapat dibentuk adalah:

H3: Opini audit going concern memperlemah pengaruh pertumbuhan perusahaan

pada auditor switching.

2.2.4 Pengaruh Pergantian Manajemen pada Auditor Switching yang

Dimoderasi oleh Opini Audit Going Concern

Jika dilihat dari peran opini audit going concern dalam memoderasi pengaruh

pergantian manajemen pada auditor switching. Saat perusahaan mengalami

34

pergantian manajemen, umumnya terdapat kebijakan-kebijakan baru dari bidang

keuangan dan akuntansi serta pemilihan KAP (Damayanti dan Sudarma, 2008).

Terlebih apabila perusahaan mendapatkan opini audit going concern, perusahaan

tentunya akan lebih yakin untuk melakukan pergantian auditor. Adanya pergantian

manajemen yang diperkuat dengan dikeluarkannya opini audit going concern oleh

auditor membuat perusahaan cenderung mencari auditor baru yang sepakat dengan

kebijakan dan praktik akuntansi perusahaan. Hal ini senada dengan penelitan

Wijayani (2011) yang mengungkapkan bahwa, pergantian manajemen berpengaruh

pada auditor switching. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis selanjutnya

adalah:

H4: Opini audit going concern memperkuat pengaruh pergantian manajemen pada

auditor switching.