bab ii kajian pustaka dan hipotesis penelitian 2.1 ... ii.pdf · teori sinyal merupakan teori yang...

26
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Sinyal Teori sinyal merupakan teori yang menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan sinyal sinyal berupa informasi pada pihak eksternal, seperti investor dan kreditor (Dali dkk., 2015). Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lainnya yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lainnya Machfoedz (1999) dalam Yasa (2010). Teori pensinyalan dalam penelitian ini menjelaskan bahwa manajemen perusahaan sebagai pihak yang memberikan sinyal berupa laporan keuangan perusahaan dan informasi non keuangan kepada lembaga pemeringkat. Lembaga pemeringkat obligasi ini melakukan proses pemeringkatan sehingga dapat menerbitkan peringkat obligasi untuk perusahaan penerbit obligasi. Peringkat obligasi ini memberikan sinyal tentang probabilitas kegagalan pembayaran utang sebuah perusahaan (Estiyanti dan Yasa, 2012).

Upload: trananh

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Sinyal

Teori sinyal merupakan teori yang menjelaskan mengapa perusahaan

mempunyai dorongan untuk memberikan sinyal–sinyal berupa informasi pada

pihak eksternal, seperti investor dan kreditor (Dali dkk., 2015). Teori sinyal

mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan

sinyal-sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi

mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan

keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lainnya yang

menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lainnya

Machfoedz (1999) dalam Yasa (2010).

Teori pensinyalan dalam penelitian ini menjelaskan bahwa manajemen

perusahaan sebagai pihak yang memberikan sinyal berupa laporan keuangan

perusahaan dan informasi non keuangan kepada lembaga pemeringkat. Lembaga

pemeringkat obligasi ini melakukan proses pemeringkatan sehingga dapat

menerbitkan peringkat obligasi untuk perusahaan penerbit obligasi. Peringkat

obligasi ini memberikan sinyal tentang probabilitas kegagalan pembayaran utang

sebuah perusahaan (Estiyanti dan Yasa, 2012).

2

2.1.2 Obligasi

2.1.2.1 Pengertian Obligasi

Menurut Sulistyastuti (2002) dalam Adrian dan Muharam (2011) yang

dimaksud dengan obligasi (bond) adalah sekuritas berpendapatan tetap (fixed

income securities) yang diterbitkan sehubungan dengan perjanjian utang dan

memberikan penghasilan secara rutin, yang memiliki kriteria yaitu:

1) Surat berharga yang mempunyai kekuatan hukum,

2) Memiliki jangka waktu tertentu atau masa jatuh tempo,

3) Memberikan pendapatan tetap secara periodik,

4) Ada nilai nominal. Nilai nominal obligasi disebut juga nilai pari, par

value, stated value, face value, atau nilai kopur.

Daya tarik obligasi yang sering digunakan sebagai penilaian oleh calon

investor, yaitu :

1. Pembayaran bunga dengan jumlah tertentu yang dilakukan secara regular

oleh emiten.

2. Pembayaran kembali pokok pinjaman oleh emiten yang dilakukan dengan

tepat waktu sesuai waktu jatuh tempo.

3. Waktu jatuh tempo obligasi ditentukkan ketika masa obligasi habis dan

pinjaman tersebut harus dibayar penuh pada tingkat nilai nominalnya.

4. Tingkat bunga kompetitif, dapat dibandingkan dengan keuntungan yang

didapat investor dari tempat lain.

Terdapat beberapa komponen yang harus ditetapkan dalam melakukan

penerbitan obligasi antara penerbit obligasi dan investor, yaitu : nilai nominal dari

3

obligasi, tingkat kupon (cupon rate), waktu jatuh tempo dan ada tidaknya jaminan

atas obligasi. Penerbit obligasi berkewajiban untuk melakukan pembayaran

sebesar presentase secara periodik yang didasarkan atas nilai nominal. Kupon

tersebut merupakan penghasilan bunga obligasi yang telah didasarkan atas nilai

nominal, untuk pembayaran kupon dapat dilakukan setahun sekali, enam bulan

sekali dan dapat pula setiap triwulan yang kesemuanya tergantung pada perjanjian

yang disepakati. Ketika obligasi memasuki jatuh tempo, maka pemilik dari

obligasi mendapatkan pokok pinjaman dan satu kali pembayaran kupon.

Berdasarkan jenis kuponnya, obligasi dapat dibagi menjadi empat, yaitu :

1. Fixed rate obligasi

Obligasi yang memberikan kupon dengan tingkat kupon tetap ini berarti

sejak awal penerbitan obligasi sampai dengan tanggal jatuh temponya,

tingkat kupon tetap tidak berubah.

2. Floating rate obligasi

Obligasi yang memberikan kupon dengan bunga mengambang berarti

suku bunga ditetapkan relatif terhadap suatu benchmark tertentu atau

dapat dikatakan tingkat kuponnya mengikuti tingkat kupon yang berlaku

dipasar.

3. Mixed rate bonds

Obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap untuk periode tertentu

misalnya 1-3 tahun dan setelah 3 tahun tingkat bunganya mengikuti

tingkat bunga pasar.

4

4. Zero Coupon Bonds

Obligasi yang tidak memberikan pembayaran bunga. Obligasi ini

memberikan potongan harga (discount) dari nilai par. Pemegang obligasi

menerima secara penuh pokok utang pada saat jatuh tempo obligasi.

Berdasarkan penerbitnya obligasi dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

1. Obligasi Pemerintah Pusat (Government Bond), yaitu obligasi yang

digunakan pemerintah untuk pendanaan dalam utang pemerintah.

2. Obligasi Pemerintah Daerah (Municipal Bond) terdiri atas General

Obligation Bond yaitu arus kas yang bersumber dari penerimaan pajak

dan revenue bond adalah obligasi pemerintah daerah yang membayarkan

kupon maupun pokok pinjaman dari proyek yang dibiayainya.

3. Obligasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan obligasi yang

diterbitkan untuk pendanaan BUMN.

4. Obligasi Perusahaan Swasta (Corporate Bond) adalah sebuah sekuritas

yang berisikan perjanjian antara penerbit dan investor, dimana penerbit

obligasi memiliki kewajiban untuk membayar kupon dan pokok

pinjaman sesuai dengan kesepakatan dan dalam jangka waktu tertentu.

2.1.2.2 Risiko investasi obligasi

Menurut Bringham dan Houston (2001) dalam Pakarinti (2012) terdapat

beberapa risiko investasi obligasi yang harus diperhatikan oleh investor, yaitu :

1. Risiko suku bunga atau risiko tingka bunga

Pada umunya harga obligasi bergerak berlawanan arah terhadap

perubahan suku bunga. Apabila suku bunga naik, harga obligasi akan

5

turun, dan sebaliknya. Bagi investor yang merencanakan untuk menjual

obligasi sebelum jatuh tempo, suatu kenaikan suku bunga setelah

membeli obligasi berarti adalah capital loss yang direalisasikan. Risiko

tersebut disebut interest rate risk atau disebut juga price risk. Kenaikan

tingkat bunga pasar menyebabkan menurunnya harga obligasi karena

sebesar apapun tingkat bunga pasar mengalami peningkatan, pemegang

obligasi tetap hanya akan menerima tingkat bunga yang sudah

ditetapkan.

2. Risiko reinvestasi (Reinvestment risk)

Pendapatan obligasi berasal dari: (a) pembayaran suku bunga dari kupon,

(b) pemilik obligasi akan menerima capital gain atau capital loss bila

obligasi itu dicairkan, dijual atau jatuh tempo; (c) bunga yang diperoleh

dari reinvestasi interim cash flow. Agar seorang investor merealisasikan

suatu yield sama dengan yield pada saat obligasi dibeli, interim cash flow

tersebut harus diinvestasikan pada suku bunga sama dengan yield yang

ditentukan pada saat obligasi dibeli. Risiko bahwa interim cash flow akan

diinvestasikan dengan suku bunga yang lebih rendah dan investor akan

menerima yield yang lebih rendah daripada yield pada saat obligasi dibeli

disebut reinvestment risk.

3. Risiko bangkrut atau Risiko kredit (Default risk)

Risiko kredit, yaitu risiko bahwa emiten akan tidak mampu memenuhi

pembayaran bunga dan pokok utang, sesuai dengan kontrak. Obligasi

perusahaan mempunyai default risk yang lebih besar daripada obligasi

6

pemerintah. Cara untuk memonitor default risk dari obligasi adalah

dengan melihat peringkat obligasi yang diterbitkan oleh lembaga

penerbit.

4. Risiko waktu (Call Risk)

Risiko ini melekat pada callable bonds, yakni obligasi yang dapat ditarik

sewaktu-waktu oleh emitennya dengan harga yang telah ditetapkan.

Risiko waktu terjadi jika: (a) pola aliran kas emiten tidak pasti, (b)

penarikan dilakukan pada saat suku bunga rendah dan (c) potensi

kenaikan harga obligasi lebih tinggi dari harga call-nya.

5. Risiko Inflasi

Risiko inflasi disebut pula risiko terhadap daya beli. Risiko inflasi

merupakan risiko bahwa return yang direalisasikan dalam investasi

obligasi tidak akan cukup untuk menutupi kerugian menurunnya daya

beli yang disebabkan inflasi. Bila inflasi meningkat dan tingkat bunga

obligasi tetap, maka terjadi penurunan daya beli yang harus ditanggung

investor.

6. Risiko kurs valuta asing

Orang Indonesia yang membeli obligasi perusahaan di negara lain dapat

mengalami kerugian perbedaan kurs valuta asing (foreign exchange risk).

7. Risiko Likuidasi (Marketability risk)

Yakni risiko yang mengacu pada seberapa mudah investor dapat menjual

obligasinya, sedekat mungkin dengan nilai dari obligasi tersebut. Cara

untuk mengukur likuiditas adalah dengan melihat besarnya spead

7

(selisih) antara harga permintaan dan harga penawarannya yang dipasang

oleh perantara pedagang efek. Semakin besar spead tersebut, makin besar

risiko likuiditas yang dihadapi.

8. Event risk

Seringkali kemampuan emiten untuk membayar bunga dan pokok utang

tanpa terduga berubah karena, bencana alam dan pengambilalihan.

2.1.3 Peringkat Obligasi

2.1.3.1 Deskripsi Peringkat Obligasi

Peringkat obligasi merupakan suatu opini yang dikeluarkan oleh

Lembaga Pemeringkat Obligasi yang didasarkan pada faktor – faktor tertentu.

Menurut Kusumawati (2009) peringkat obligasi dapat menunjukkan skala

keamanan obligasi untuk membayar kewajiban pokok dan bunga secara tepat

waktu tergantung perjanjian yang telah disepakati. Selain itu Setyapurnama

(2006) mendefinisikan peringkat obligasi sebagai suatu indikator dalam menilai

ketepatwaktuan pembayaran pokok dan bunga obligasi yang diperdagangkan.

Peringkat kredit adalah informasi yang dikeluarkan oleh lembaga

pemeringkat obligasi tentang penilaian yang berkualitas dan evaluasi resmi dari

sejarah kredit perusahaan dan kemampuan membayar kewajiban (Yu et al., 2005).

Semakin tinggi peringkat obligasi yang diberikan maka akan menunjukkan

semakin baik pula kualitas dari investasi obligasi tersebut. Hal ini berarti bahwa

obligasi semakin terhindar dari adanya default risk dan juga dapat digunakan

sebagai sarana promosi serta dapat pula meningkatkan kepercayaan investor

terhadap obligasi tertentu.

8

Menurut Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan Nomor:

712/BL/2012 Tentang “Pemeringkatan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk”

setiap emiten yang menerbitkan obligasi wajib memperoleh peringkat obligasi

dari lembaga pemeringkat, yang paling sedikit memuat informasi sebagai berikut:

1. Keunggulan dan kelemahan emiten dan obligasi serta kaitannya dengan

kemampuan emiten untuk memenuhi kewajiban atas obligasinya.

2. Simbol peringkat obligasi yang mencerminkan informasi keunggulan dan

kekurangan emiten dan obligasi.

Menurut Raharjo (2003) dalam Maharti dan Daljono (2011) ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis obligasi, yaitu :

1. Kinerja Industri

Kinerja industri mencakup persaingan industri, prospek dan pangsa

pasar, ketersediaan bahan baku, struktur industri, pengaruh kebijakan

pemerintah dan kebijakan ekonomi lainnya.

2. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan meliputi aspek kualitas aset, rasio profitabilitas,

pengelolaan aset dan pasiva, rasio kecukupan modal, tingkat pengelolaan

utang, dan rasio kecukupan pembayaran bunga.

3. Kinerja Non Keuangan

Terdiri dari aspek manajemen, reputasi perusahaan, serta perjanjian

indenture (meliputi sinking fund, debt test, dividend test, merger, dan sale

of asset). Di era ini pengaruh GCG juga menjadi salah satu hal yang

harus diperhatikan dalam melakukan analisis obligasi, sebab sistem tata

9

kelola perusahaan akan berpengaruh pula pada kinerja keuangan

perusahaan.

2.1.3.2 Manfaat Peringkat Obligasi

Peringkat kredit telah banyak digunakan oleh ikatan investor, emiten

utang, dan pejabat pemerintah sering digunakan sebagai alat ukur dalam melihat

kemungkinan adanya default risk dari perusahaan dan obligasi (Huang et al.,

2004). Selain itu adanya peringkat obligasi yang diterbitkan oleh lembaga

pemeringkat obligasi sangat membantu investor dalam menilai kualitas dari

invesatasi obligasi yang diminati dan juga dapat mempengaruhi harga tidak hanya

dari luar berdiri obligasi korporasi tetapi juga suku bunga dan jual obligasi

korporasi baru (Bhandari et al., 1979). Menurut Rahardjo (2004) manfaat secara

umum dari proses pemeringkatan obligasi adalah :

1) Sistem informasi yang transparan yang menyangkut berbagai produk

obligasi akan menciptakan pasar obligasi yang sehat.

2) Efisiensi biaya. Hasil peringkat obligasi yang bagus biasanya

memberikan keuntungan, yaitu menghindari kewajiban persyaratan

keuangan yang biasanya memberatkan perusahaan, seperti penyediaan

sinking fund dan jaminan aset.

3) Menentukan besarnya coupon rate, semakin bagus peringkatnya,

cenderung semakin rendah nilai coupon rate dan sebaliknya apabila

pringkatnya semakin rendah maka nilai dari coupon rate akan semakin

tinggi.

10

4) Memberikan informasi yang obyektif dan independen menyangkut

kemampuan pembayaran utang, tingkat risiko investasi yang mungkin

timbul, serta jenis dan tingkatan utang tersebut.

5) Mampu menggambarkan kondisi pasar obligasi dan kondisi ekonomi

pada umumnya.

Adapula beberapa manfaat yang akan didapatkan oleh emiten adalah:

a) Informasi posisi bisnis. Pihak perusahaan dapat mengetahui posisi bisnis

dan kinerja usahanya dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya.

b) Menentukan struktur obligasi. Perusahaan dapat menentukan beberapa

syarat atau struktur obligasi yang meliputi tingkat suku bunga, jenis

obligasi, jangka waktu jatuh tempo, jumlah emisi obligasi serta berbagai

struktur pendukung lainnya.

c) Mendukung kinerja. Apabila emiten mendapatkan peringkat yang cukup

bagus maka kewajiban menyediakan sinking fund atau jaminan kredit

bisa dijadikan pilihan alternatif.

d) Alat promosi. Peringkat obligasi yang baik terlihat lebih menarik

sehingga dapat membantu promosi dari obligasi tersebut.

e) Menjaga kepercayaan investor. Peringkat obligasi yang independen akan

membuat investor merasa lebih aman sehingga kepercayaan bisa lebih

terjaga.

2.1.4 Lembaga Pemeringkat Obligasi

Lembaga-lembaga pemeringkat obligasi adalah organisasi profesional

yang menyediakan jasa analisis dan beroperasi dengan prinsip-prinsip dasar, yaitu

11

independen, obyektif, kredibilitas, dan disclosure. Ong (2002) dalam Dewi dan

Yasa (2014). Lembaga pemeringkat obligasi memeriksa prospek keuangan

perusahaan dan karakteristik obligasi dan menetapkan peringkat yang

menunjukkan penilaian independen dari tingkat risiko default yang terkait dengan

obligasi perusahaan, lembaga pemeringkat dapat pula memperbaiki efisiensi pasar

modal dengan meningkatkan transparansi sekuritas, sehingga dapat mengurangi

asimetri informasi antara investor dan penerbit obligasi (Maher & Sen, 1997). Jasa

ini sangat bernilai bagi investor kecil yang menghadapi tingginya biaya (relatif

terhadap investasinya) dalam menilai creditworthiness obligasi. Oleh karena itu

agen pemeringkat menyediakan jasa yang lebih efisien (Beaver et al, 2004).

Hasil dari pemeringkatan yang dilakukan oleh tim pemeringkat obligasi

adalah berupa sebuah laporan yang berisikan alasan pemberian peringkat (symbol)

yang berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawan Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan Nomor: KEP-712/BL/2012 Tentang Pemeringkatan Efek Bersifat

Utang dan/atau Sukuk menjelaskan bahwa apabila telah terjadi kesepakatan antara

pihak pemeringkat dengan penerbit obligasi bahwa hasil pemeringkatan akan

dipublikasikan, maka Emiten wajib menyampaikan kepada Bapepam dan LK serta

mengumumkan kepada masyarakat paling sedikit dalam satu surat kabar harian

berbahasa Indonesia yang beredar nasional atau laman (website) Bursa Efek

paling lama akhir hari kerja ke - 2 (kedua) setelah diterimanya Peringkat Baru

tersebut, mencakup hal - hal sebagai berikut:

1) Peringkat Baru; dan

12

2) Penjelasan singkat mengenai faktor - faktor penyebab terbitnya Peringkat

Baru

Menurut Altman & Kao (1991) dalam Maharti dan Daljono (2011)

lembaga pemeringkat obligasi seperti PT. Pefindo juga melakukan monitoring

atas hasil peringkat yang telah dikeluarkannya. Ini dilakuakan untuk menjaga agar

informasi atas peringkat yang diberikan relevan dan akurat. Dan apabila selama

monitoring ternyata kinerja perusahaan tidak menunjukkan kinerja yang baik

bahkan menurun, maka agen pemeringkat dapat menurunkan rating yang

diberikan begitupula sebaliknya.

Peringkat (symbol) yang digunakan oleh PT. Pefindo yang merupakan

salah satu lembaga pemeringkat tertua di Indonesia adalah sebagai

sebagai berikut :

Tabel 2.1

Interpretasi Peringkat PT. Pefindo

Peringkat Keterangan

AAA Merupakan peringkat tertinggi yang diberikan oleh PEFINDO.

Kemampuan obligor untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka panjang atas efek utang tersebut relatif dibandingkan obligor Indonesia lainnya adalah superior.

AA Memiliki sedikit perbedaan dengan peringkat tertinggi yang diberikan, dan kemampuan Obligor untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas efek utang tersebut, dibandingkan

dengan Obligor lainnya di Indonesia, adalah sangat kuat

A Mengindikasikan bahwa kemampuan obligor untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas efek utang tersebut,

dibandingkan dengan Obligor lainnya di Indonesia, adalah kuat. Walaupun demikian, kemampuan obligor mungkin akan terpengaruh oleh perubahan buruk keadaan dan kondisi ekonomi, dibandingkan

dengan efek utang yang peringkatnya lebih tinggi

13

Lanjutan

Peringkat Keterangan

BBB Peringkat ini mengindikasikan parameter proteksi yang memadai relatif dibanding surat utang Indonesia lainnya. Walaupun demikian, kondisi ekonomi yang buruk atau situasi yang terus berubah akan

dapat memperlemah kemampuan obligor terhadap komitmen keuangan jangka panjangnya.

BB Peringkat ini mengindikasikan parameter proteksi yang sedikit lemah

relatif dibandingkan efek utang Indonesia lainnya. Kemampuan obligor memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas efek utang tersebut sangat terpengaruh oleh memburuknya perkembangan

perekonomian, bisnis, dan keuangan, yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kewajiban keuangan atas efek utang.

B Peringkat ini mengindikasikan parameter proteksi yang lemah relatif

dibanding efek utang Indonesia lainnya. Walaupun obligor pada saat ini masih memiliki kemampuan untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas efek utang tersebut, pemburukan

kondisi perekonomian, bisnis, dan keuangan akan berakibat pada melemahnya kemampuan atau keinginan obligor untuk memenuhi

komitmen-komitmen keuangan atas efek utang tersebut.

CCC Peringkat pada saat ini rentan untuk gagal bayar dan tergantung pada kondisi bisnis dan keuangan yang lebih menguntungkan untuk dapat memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya atas efek utang.

D Peringkat ini diberikan pada gagal bayar atas efek utang terjadi dengan sendirinya pada saat pertama kali timbulnya peristiwa gagal bayar atas efek utang tersebut. Pengecualian diberikan pada saat

penundaan pembayaran terjadi dalam masa tenggang, atau penundaan pembayaran tersebut terjadi dalam rangka penyelesaian atas

persengkataan komersial yang dianggap layak.

Sumber: PT. Pefindo, 2015

Pada peringkat obligasi dari AAA sampai B dapat dimodifikasi

menggunakan notasi plus (+) atau minus (-) untuk menunjukkan kekuatan relatif

dalam kategori peringkat tersebut. Tanda tambah menunjukkan bahwa suatu

kategori peringkat lebih mendekati kategori peringkat yang diatasnya. Tanda

kurang berarti bahwa suatu kategori peringkat tetap lebih baik dari kategori

peringkat dibawahnya walaupun semakin mendekati.

14

2.1.5 Good Corporate Governance

2.1.5.1 Definisi Corporate Governance

Forum for Corporate Govrnance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan

Corporate Governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan

antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,

pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern

lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata

lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang bertujuan

untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan

(stakeholders). Selain itu Achmad Syakhroza (2002) dalam OECD (2004)

mendefinisikan Corporate Governance adalah suatu sistem yang dipakai Board

untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi (directing, controlling

dan supervising) pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif,

ekonomis, dan produktif dengan prinsip-prinsip transparant, accountable,

responsible, independent, dan fairness dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

GCG merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan yang baik yang

mampu memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor

sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan benar,

selain itu GCG dapat pula membantu menciptakan lingkungan yang kondusif

demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor korporat

(Nasution,dkk, 2007). Menurut FCGI (2001) pelaksanaan GCG di dalam suatu

perusahaan diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu:

15

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan

keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional

perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga

dapat lebih meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di

Perusahaan.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena

sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.

2.1.5.2 Prinsip – prinsip Good Corporate Governance

Dalam pedoman GCG, disebutkan bahwa GCG adalah sistem dan proses

yang mengatur hubungan serta dapat meningkatkan nilai perusahaan di mata

konsumen, pemegang saham, pemerintah, kreditur serta pemegang kepentingan

(stakeholders) lainnya dengan memperhatikan 5 (lima) prinsip, yaitu (Kaihatu,

2006) :

1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam

mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,

dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan

perusahaan terlaksana secara efektif.

16

3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di

dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat

serta peraturan perundangan yang berlaku.

4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan

dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh

atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan

dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi

yang sehat.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan

setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan

perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

2.1.6 Corporate Governance Perception Index (CGPI)

CGPI adalah program riset dan pemeringkatan penerapan tata kelola

perusahaan yang baik di Indonesia pada perusahaan publik yang diselenggarakan

oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). Program ini

dilaksanakan sejak tahun 2001 dilandasi pemikiran pentingnya mengetahui sejauh

mana perusahaan-perusahaan publik telah menerapkan prinsip-prinsip GCG

(Nuswandari, 2009). Keikutsertaan program ini bersifat sukarela.

IICG mendefinisikan CGPI sebagai suatu program riset dan

pemeringkatan penerepan GCG di Indonesia yang memiliki tujuan untuk

mendorong perusahaan dalam upaya meningkatkan kualitas governance. Lebih

lanjut dikatakan bahwa CGPI merupakan bentuk penilaian dan penghargaan

terhadap upaya perusahaan dalam menerapkan GCG serta mewujudkan bisnis

17

yang etikal dan bermartabat. Dalam penilaiannya aspek yang dinilai adalah prinsip

GCG, kepemimpinan, komitmen, strategi, etika, budaya, visi, misi, dan nilai dari

suatu perusahaan.

Hasil pemeringkatan penerapan GCG yang telah dilakukan oleh

perusahaan disajikan pada laporan CGPI dan Majalah SWA, dengan ketegori

pemeringkatan CGPI sebagai berikut:

Tabel 2.2

Kategori Peringkat CGPI

Skor Kategori

55 – 69 Cukup Terpercaya

70 – 84 Terpercaya

85 – 100 Sangat Terpercaya

Sumber: IICG, 2014

Tahapan yang dilakukan dalam penilaian CGPI adalah dengan menilai

Self Assessment, sistem dokumentasi, makalah dan melakukan observasi.

Sehingga menghasilkan skor yang akan mempermudah pihak eksternal dalam

menilai penerapan GCG dari suatu perusahaan. Dengan adanya CGPI dapat pula

bermanfaat untuk membenahi faktor internal perusahaan yang dalam

pelaksanaannya belum sesuai dengan GCG, meningkatkan kepercayaan investor

dan masyarakat, menjadi indikator atau standar mutu serta pengakuan terhadap

penerapan GCG dan mewujudkan komitmen serta tanggungjawab bersama

sehingga dapat mondorong perusahaan dalam menerapkan GCG.

18

2.1.7 Profitabilitas

Profitabilitas adalah sebuah rasio keuangan yang dapat digunakan untuk

mengukur bagaimana kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan dalam

menghasilkan laba, baik dengan total aktiva yang dimiliki, penjualan maupun

dengan modal sendiri. Profitabilitas dapat diukur menggunakan beberapa proksi.

Proksi yang sering digunakan dalam sebuah penelitian, diantaranya:

1. Return on Assets (ROA) = Net Income ………………………………(1)

Total Assets

2. Return on Equity (ROE) = Net Income …………………….....(2)

Net Worth/Equity

3. Net Profit Margin (NPM) = Net Income …………………………….(3) Sales

ROA adalah alat ukur yang paling sering digunakan untuk menunjukkan

bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui aktivitas

opersai perusahaan dari keseluruhan dana yang telah ditanamkan ke dalam aktiva.

Nilai ROA yang baik adalah nilai ROA yang mendekati 1, artinya semakin baik

profitabiitas yang dimiliki perusahaan dikarenakan setiap aktiva yang dimiliki

perusahaan akan dapat mengasilkan laba. ROE adalah merupakan rasio keuangan

yang menunjukkan bagaiaman kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam

mengukur tingkat laba yang dihasilkan terhadap ekuitas. Rasio ini dapat pula

digunakan untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari penanam modal. Semakin

tinggi ROE dari perusahaan, maka dapat menunjukkan bahwa kinerja dari

manajemen perusahaan meningkat dalam mengelola sumber dana pembiayaan

operasional. NPM merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana

perusahaan mampu memperoleh laba bersih dari tingkat penjualan bersih. Rasio

19

ini dapat memberikan gambaran laba untuk investor sebagai presentase dari

penjualan.

2.1.8 Likuiditas

Likuiditas merupakan rasio keuangan yang dapat digunakan untuk

mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka

pendeknya. Likuiditas pada umumnya diukur dengan beberapa proksi,

diantaranya:

1. Rasio Lancar (Current Ratio) = Current Assets …...…………………(4)

Current Liabilities

2. Rasio Uji Cair (Quick Ratio) = Current Assets – Inventory ..………….(5) Current Liabilities

3. Rasio Kas (Cash Ratio) = Kas + Surat Berharga ………………..(6) Hutang Lancar

CR merupakan kemampuan jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan

dalam menjamin hutang lancarnya. Semakin tinggi CR maka semakin terjamin

pula hutang-hutang yang dimiliki perusahaan kepada investor. Quick ratio

merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya terhadap aktiva lancar yang

dimiliki dan dengan tidak memasukkan persediaan. Hal ini disebabkan karena

persediaan seperti bahan baku dan bahan baku dalam proses tidak dapat dengan

cepat untuk diuangkan. Jika dibandingkan antara current ratio dan quick ratio,

apabila nilai current ratio lebih tinggi dari quick ratio maka hal tersebut

menunjukkan adanya investasi yang besar di dalam persediaan dan akan

berdampak pula pada pembayaran kewajibannya. Cash ratio dapat mengukur

20

jumlah kas dan setara kas yang meliputi surat berharga yang mudah untuk

diperjualbelikan dibandingkan dengan utang lancar.

2.1.9 Solvabilitas

Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi

seluruh kewajibannya baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Semakin

tinggi rasio ini, maka fleksibilitas keuangan perusahaan tersebut akan semakin

tinggi. Salah satu proksi yang dapat digunakan untuk mencari rasio solvabilitas

adalah dengan membagi Cash Flow from Operating dengan Total Liabilites.

Proksi tersebut dipilih, karena aktivitas operasi merupakan aktivitas yang setiap

harinya dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh pendapatan dan semua

transaksi yang berkaitan dengan laba yang di laporkan ke dalam laporan laba/rugi.

Maka dari itu arus kas dari aktivitas operasi sangat berpengaruh terhadap

kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajibannya. Jadi semakin besar arus

kas masuk yang diperoleh dari aktivitas operasi maka, rasio solvabilitas akan

semakin tinggi sehingga menyebabkan fleksibilitas keuangannya akan semakin

tinggi pula.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah

penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Fitriyah (2013) yang meneliti

mengenai pengaruh mekanisme GCG, leverage, produktivitas, solvabilitas

likuiditas dan profitabilitas terhadap peringkat obligasi. Selain itu penelitian

serupa juga dilakukan oleh Dali, dkk. (2015) mengenai pengaruh variabel

21

mekanisme GCG, skor Corporate Governance Perception Index (CGPI),

leverage, likuiditas, dan profitabilitas terhadap peringkat obligasi. Lestari dan

Yasa (2014) juga meneliti mengenai pengaruh variabel skor CGPI dan

profitabilitas terhadap peringkat obligasi. Selanjutnya, Linandarini dan Pamudji

(2013) meneliti pengaruh variabel leverage, likuiditas, solvabilitas dan

produktivitas terhadap peringkat obligasi. Maharti dan Daljono (2011) meneliti

pula pengaruh variabel profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, leverage dan

jaminan terhadap peringakat obligasi dan Estiyanti dan Yasa (2012) meneliti

pengaruh variabel laba operasi, laba ditahan, aliran kas operasi, likuiditas, total

aset, leverage, umur obligasi dan Jaminan terhadap peringkat obligasi.

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian terdahulu lebih

banyak menggunakan teknik analisis data regresi logistik ordinal. Penelitian yang

dilakukan oleh Damayanti dan Fitriyah (2013), Dali, dkk. (2015), Lestari dan

Ya\sa (2014), Maharti dan Daljono (2011) dan Estiyanti dan Yasa (2012)

menggunakan teknik analisis data regresi logistik ordinal, sedangkan penelitian

yang dilakukan oleh Linandarini dan Pamudji (2013) menggunakan teknik

analisis multiple discriminant analysis.

Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Fitriyah (2013)

menunjukkan hasil kepemilikan institusi, kepemilikan manajerial, jumlah

komisaris independen, produktivitas dan profitabilitas (NPM) tidak berpengaruh

terhadap peringkat obligasi, sedangkan ukuran dewan komisaris, komite audit,

pertumbuhan perusahaan, leverage (DER), solvabilitas dan likuiditas (CR)

berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

22

Dali, dkk. (2015) adalah kepemilikan institusional, profitabilitas dengan proksi

ROA, leverage dengan Debt to Equity Ratio (DER), CGPI, komite audit, proporsi

komisaris independen dan kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap

peringkat obligasi, sedangkan ukuran dewan komisaris, kualitas audit dan

likuiditas dengan Current Ratio (CR) berpengaruh negatif terhadap peringkat

obligasi.

Terkait dengan hasil penelitian terdahulu, penelitian yang dilakukan oleh

Lestari dan Yasa (2014) menghasilkan GCG dengan proksi CGPI dan

profitabilitas dengan proksi ROA tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Linandarini dan Pamudji (2010) dengan

teknik analisis data multiple discriminant analysis menghasilkan likuiditas dengan

CR, profitabilitas dengan Operating Income per Sales (OIS) dan produktivitas

dengan proksi Sales per Total Assets (STA) berpengaruh terhadap peringkat

obligasi, sedangkan leverage dengan Longterm Liabilities per Total Assets

(LTLTA) dan solvabilitas dengan Cash Flow from Operating per Total Liabilities

(CFOTL) tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Maharti dan Daljono (2010) menunjukkan hasil bahwa

profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, leverage dan jaminan tidak

berpengaruh terhadap peringkat obligasi dan Estiyanti dan Yasa (2012)

menujukkan hasil bahwa laba ditahan berpengaruh terhadap peringkat obligasi,

sedangkan laba operasi, aliran kas operasi, likuiditas, total asets, leverage, umur

obligasi dan jaminan tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi.

23

Berdasarkan penelitian terdahulu yang menunjukkan ketidakkonsistenan

hasil penelitian dan belum banyak peneliti yang menggunkan skor CGPI sebagai

proksi dari GCG, maka penulis kembali melakukan penelitian mengenai pengaruh

variabel GCG dengan proksi skor CGPI, profitabilitas dengan proksi ROA,

likuiditas dengan proksi CR dan solvabilitas dengan proksi CFOTL terhadap

peringkat obligasi.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, landasan teori dan hasil penelitian

sebelumnya, maka berikut disajikan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam

model penelitian. Hubungan beberapa variabel diatas dapat digambarkan pada

Gambar 1.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian

H4 (+)

H1 (+)

H2 (+)

H3 (+)

Profitabilitas

Likuiditas

Good Corporate

Governance

Peringkat

Obligasi

Solvabilitas

24

2.3.1 Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Peringkat Obligasi

Sistem tata kelola perusahaan yang baik biasanya mencerminkan kinerja

perusahaan yang baik dan menunjukkan keharmonisan hubungan antara pihak

internal dan eksternal perusahaan karena kedua pihak memiliki tujuan untuk

menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan. Menurut Dali,dkk (2015) skor CGPI

yang merupakan indeks yang secara komprhensif mengukur Corporate

Governance yang dikeluarkan oleh IICG di Indonesia memiliki pengaruh positif

dan signifikan pada peringkat obligasi. Semakin tinggi index menunjukkan bahwa

semakin bagus pengelolaan sebuah perusahaan, serta diikuti dengan semakin baik

pula peringkat obligasi yang diterima.

Penelitian yang dilakukan oleh Rasyid dan Joice (2013) juga

menunjukkan mekanisme GCG untuk proksi komite audit dan kualitas audit

secara signifikan berpengaruh positif pada peringkat obligasi. Selain itu penelitian

yang dilakukan oleh Alali et al. (2012) juga menemukan bahwa tata kelola

perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap peringkat obligasi.

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut maka hipotesis penelitiannya adalah

H1 : Good Corporate Governance berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi

2.3.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Peringkat Obligasi

Rasio profitabilitas adalah suatu gambaran yang menunjukkan

kemampuan perusahaan dalam upaya memperoleh laba dengan tingkat penjualan

(profit margin), total aktiva (return on asset), dan modal sendiri (return on

equity). Scherrer dan Mathison (1996) berpendapat bahwa profitabilitas yang

tinggi membantu menstabilkan arus kas operasi, sehingga mengurangi risiko

25

perusahaan. Karena perusahaan dengan profitabilitas tinggi memiliki kemampuan

lebih besar untuk membayar dana pinjaman, profitabilitas diharapkan berkorelasi

positif dengan peringkat. Beberapa hasil penelitian menunjukkan profitabilitas

dengan proksi ROA memiliki pengaruh yang positif pada peringkat obligasi ,yaitu

penelitian yang dilakukan oleh Rasyid dan Joice (2013), Prasetiyo dan Rahardjo

(2010) dan Kim & Gu (2004). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis

penelitian yang dihasilkan

H2 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi

2.3.3 Pengaruh Likuiditas terhadap Peringkat Obligasi

Menurut Pottier (1998) dalam Satoto (2011), likuiditas dengan proksi CR

mencerminkan jaminan kemampuan untuk memenuhi kewajiban obligasi yang

harus segera dipenuhi bila terjadi klaim. Perusahaan yang likuiditasnya terjamin

akan memberikan sinyal kemampuan pembayaran klaim kepada pasar melalui

proses rating dengan maksud untuk mempromosikan reputasi manajemen mereka.

Sehingga likuiditas merupakan faktor penting bagi keputusan perusahaan untuk

mencapai suatu peringkat obligasi. Penelitian yang dilakukan oleh Satoto (2011),

Adrian dan Muharam (2011) dan Hardwick et al. (2000) menunjukkan bahwa

likuiditas berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi. Berdasarkan penelitian

diatas, hipotesis penelitian ini adalah

H3 : Likuiditas berpengaruh positif terhadap Peringkat Obligasi

26

2.3.4 Pengaruh Solvabilitas terhadap Peringkat Obligasi

Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban jangka panjang dan pendekknya pada saat perusahaan

tersebut dilikuidasi. Semakin tinggi solvabilitas suatu perusahaan, maka semakin

mudah kreditor dalam memberikan kreditnya karena perusahaan dapat

mengurangi risiko-risiko yang akan timbul. Penelitian yang dilakukan oleh

Amrullah (2007) menunjukkan bahwa rasio solvabilitas berpengaruh positif

terhadap peringkat obligasi, ini berarti perusahaan mampu dengan baik membayar

semua kewajiban jangka panjangnya termasuk pembiayaan obligasi. Dan

penelitian yang dilakukan oleh Horrigan (1996) juga menunjukkan bahwa rasio

solvabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap peringkat obligasi.

H4: Solvabilitas berpengaruh positif terhadap Peringkat Obligasi.