bab ii kajian pustaka dan hipotesis 2.1 landasan ...eprints.umm.ac.id/41138/3/bab ii.pdf8 bab ii...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu
2.1.1 Definisi Laba Akuntansi
Kinerja akuntansi dari suatu perusahaan dapat diukur dengan
laba akuntansi dan total arus kas. Belkaoui (2000:32) menyatakan
bahwa “Laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai
perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang berasal dari
transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis”. Di
dalam laba akuntansi terdapat berbagai komponen yaitu kombinasi
beberapa komponen pokok seperti laba kotor, laba usaha, laba
sebelum pajak dan laba sesudah pajak. Sehingga dalam menentukan
besarnya laba akuntansi investor dapat melihat dari perhitungan laba
setelah pajak.
Menurut pengertian akuntansi konvensional dinyatakan bahwa
laba akuntansi adalah perbedaan antara pendapatan yang dapat
direalisasi yang dihasilkan dari transaksi dalam suatu periode dengan
biaya yang layak dibebankan (Muqodim 2005:111). Suwardjono
(2005:455) mendefinisian laba sebagai pendapatan dikurangi biaya
merupakan pendefinisian secara struktural atau sintaktik karena laba
tak didefinisi secara terpisah dari pengertian pendapatan dan biaya.
Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini
9
adalah laba yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya
secara akrual.
2.1.2 Komponen Laba Akuntansi
Di dalam laba akuntansi terdapat berbagai komponen yaitu
kombinasi beberapa komponen pokok seperti: laba kotor, laba usaha,
laba sebelum pajak, dan laba sesudah pajak (Muqodim 2005:131).
Sehingga dalam menentukan besar kecilnya laba akuntansi, investor
dapat melihat dari perhitungan laba setelah pajak. SFAC No.1 dalam
Belkaoui (2000:332) mengasumsikan bahwa laba akuntansi
merupakan ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan dan bahwa
laba akuntansi dapat digunakan untuk meramalkan arus kas masa
depan.
Pada laba akuntansi dikenal konsep Replacement Cost
Income dengan dua komponen laba yaitu:
- Current Oprating Profit: Perhitungan dari pengurangan biaya
pengganti (replacement cost) dari penghasilan
- Realized Holding Gain and Loss: Perhitungan perbedaan
antara biaya pengganti (replacement cost) barang yang dijual
dengan biaya historis barang yang sama.
2.1.3 Perbedaan Laba Akuntansi dengan Laba Ekonomi
Laba akuntansi berbeda dengan laba ekonomi karena perbedaan
konsep dasar yang dianut. Laba akuntansi dilandasi oleh konsep
kontinuitas usaha yang memandang aset sebagai sisa potensi jasa
10
sehingga kos historis menjadi basis pengukurannya. Sedangkan laba
ekonomi dilandasi oleh konsep likuidasi yang melihat aset sebagai
simpanan atau persediaan nilai setiap saat sehingga nilai sekarang
menjadi basis pengukurannya. Perbedaan dalam aspek lainnya antara
kedua konsep laba tersebut adalah:
No Aspek Pembeda Laba Akuntansi Laba Ekonomi
1.
Sudut pandang
pemaknaan
Perekayasaan
akuntansi,
penyusunan standar,
dan penyusunan
statemen keuangan
Pemegang saham
2. Dasar pengukuran Biaya historis
Biaya kesempatan
dan nilai pasar
3.
Pengertian
“Ekonomi”
Kelayakan jangka
panjang
Penilaian jangka
pendek
4. Makna depresiasi Alokasi biaya
Penurunan nilai
ekonomis
5. Unit pengukur Nominal rupiah Daya beli
6.
Konsep dasar yang
melandasi
Kontinuitas usaha
(asas akrual)
Likuidasi atau nilai
tunai
Permasalahan yang sering dihadapi mengenai laba akuntansi
adalah menentukan nilai ekonomi, harga, modal, skala, dan
11
pengukuran pertukaran. Nilai ekonomi adalah preferensi seseorang
terhadap suatu produk berdasarkan kegunaan di masa yang akan
datang dibanding dengan produk lainnya. Apabila terjadi pertukaran,
maka akan terjadi pertukaran harga (exchange price) yang ditetapkan
berdasarkan nilai uang. Jenis harga dalam menentukan laba akuntansi
yaitu:
- Harga Historis (Historical Cost)
- Harga Sekarang (Current Price)/Harga Ganti (Replacement
Cost)/Exit Price
- Harga nanti, harga ganti nanti, atau harga exit price nanti.
- Harga Diskonto/Computed Amount
Bila dilihat secara mendalam, laba akuntansi bukanlah definisi
yang sesungguhnya dari laba melainkan hanya merupakan penjelasan
mengenai cara untuk menghitung laba. Karakteristik dari pengertian
laba akuntansi semacam itu mengandung beberapa keunggulan.
Beberapa keunggulan laba akuntansi yang dikemukakan oleh
(Belkaoui:1993) adalah:
- Terbukti teruji sepanjang sejarah bahwa laba akuntansi
bermanfaat bagi para pemakainya dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
- Laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan secara obyektif dan
dapat diuji kebenarannya sebab didasarkan pada transaksi nyata
yang didukung oleh bukti.
12
- Berdasarkan prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan laba
akuntansi memenuhi dasar konservatisme.
- Laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama
berkaitan dengan pertanggungjawaban manajemen.
Namun demikian, laba akuntansi ini masih memiliki kelemahan,
sehingga masih mendapat kritikan. Di bawah ini merupakan beberapa
kelemahan dari laba akuntansi tersebut:
- Konsep laba dianggap belum dirumuskan dengan jelas, belum ada
landasan teoritis jangka panjang dalam pelaporan laba akuntansi
tersebut.
- Generally Accepted Accounting Principle (GAAP), masih
memungkinkan dan membolehkan perhitungan laba atas
penerapan metode dan teknik akuntansi yang tidak konsisten.
- Laba akuntansi yang didasarkan pada konsep historical cost
menjadi kurang bermakna apabila pengaruh perubahan harga
diperhitungkan dalam penentuan angka laba tersebut.
- Laba akuntansi hanya laba di atas kertas saja karena angka laba
yang tinggi belum tentu menggambarkan kemampuan likuiditas
perusahaan atau menggambarkan kemampuan dalam memberikan
cash deviden.
Dari kelemahan-kelemahan yang melekat dalam angka laba
akuntansi tersebut, maka dilakukan upaya untuk mengatasi kelemahan
dari konsepsi laba tersebut, antara lain:
13
- Berusaha memperbaiki laporan laba akuntansi dengan
memberikan tekanan pada data transaksi dan aktualisasi secara
lebih mendalam.
- Sebaiknya ada konsep laba yang tunggal dan operasional yang
dapat digunakan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk
membayar deviden.
- Membuat konsep tunggal mengenai laba yang lebih sesuai dengan
apa yang disebut konsep laba secara ekonomi.
- Seharusnya ada berbagai konsep laba untuk berbagai kepentingan
(different income for different purposes).
Kualitas laba akuntansi yang dilaporkan oleh manajemen
menjadi pusat perhatian oleh pihak eksternal perusahaan. Laba
perusahaan yang berkualitas adalah laba akuntansi yang memiliki
sedikit atau tidak mengadung gangguan persepsian (perceived notice),
dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang
sesungguhnya (Chandrarin, 2003 dalam Hilal, 2009).
2.1.4 Pengertian Arus Kas
Arus kas (cash flow) adalah suatu laporan keuangan yang
berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi
investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan/pendanaan serta kenaikan
atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu
periode.
14
Laporan arus kas (statement of cash flows) melaporkan arus kas
masuk dan arus kas keluar utama dari sebuah perusahaan selama
periode tertentu. Laporan arus kas menyediakan informasi yang
berguna mengenai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas
dari kegiatan operasi, mempertahankan dan meningkatkan kapasitas
operasi, memenuhi kewajiban keuangan, dan membayar dividen.
Akibatnya, laporan arus kas sering kali digunakan oleh para manajer
dalam mengevaluasi kegiatan operasi yang telah lalu dan dalam
membuat perencanaan investasi dan kegiatan pendanaan dimasa
depan. Laporan ini juga digunakan oleh investor, kreditor, dan pihak
lainnya dalam menilai kemungkinan laba yang diperoleh perusahaan.
Selain itu, laporan arus kas merupakan dasar untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam membayar utang yang jatuh tempo.
Laporan arus kas (cash flow) mengandung dua macam
aliran/arus kas yaitu:
1. Cash inflow
Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari
kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas
(penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow) terdiri
dari:
- Hasil penjualan produk/jasa perusahaan.
- Penagihan piutang dari penjualan kredit.
- Penjualan aktiva tetap yang ada.
15
- Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila
perseroan terbatas.
- Pinjaman/hutang dari pihak lain.
- Penerimaan sewa dan pendapatan lain.
2. Cash out-flow
Cash out-flow adalah arus kas yang terjadi dari
kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran
kas. Arus kas keluar (cash out-flow) terdiri dari:
- Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung
dan biaya pabrik lain-lain.
- Pengeluaran biaya administrasi umum dan
administrasi penjualan.
- Pembelian aktiva tetap.
- Pembayaran hutang-hutang perusahaan.
- Pembayaran kembali investasi dari pemilik
perusahaan.
- Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan
pengeluaran lain-lain.
Laporan arus kas ini memberikan informasi yang relevan
tentang penerimaan dan pengeluaran kas dari perusahaan dari suatu
periode tertentu, dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan
pada kegiatan operasi, investasi dan pendanaan.
16
Menurut PSAK No.2 Laporan arus kas harus melaporkan arus
kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan menurut aktivitas
operasi, investasi, dan pendanaan.
2.1.5 Pengertian Arus Kas Operasi
Menurut PSAK no.2 Laporan arus kas operasi adalah “Jumlah
arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indicator yang
menunjukkan apakah perusahaan dari kegiatan operasinya perusahaan
dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi
kewajibannya, memelihara kemampuan operasi perusahaan,
membayar dividen, serta melakukan investasi yang baru tanpa
mengandalkan sumber pendanaan dari luar”.
Aktivitas dari arus kas operasi itu sendiri antara lain adalah:
penerimaan kas dari aktivitas penjualan barang, pemberian jasa,
royalty, fees, komisi dan pendapatan lain. Pembayaran kas kepada
pemasok barang dan jasa.
Menurut PSAK no. 2 Arus kas tujuannya untuk memberikan
informasi yang berguna bagi pemakai laporan keuangan sebagai dasar
untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan
setara kas dan menilai kebutuhan perusahaan untuk menggunakan arus
kas tersebut. Dalam proses pengambilan keputusan ekonomi, para
pemakai perlu melakukan evaluasi terhadap kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kepastian perolehannya.
Sedangkan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan
17
indikator yang menunjukkan apakah perusahaan dan kegiatan
operasinya dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi
kewajibannya, memelihara kemampuan operasi perusahaan,
membayar deviden dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan
sumber pendanaan dari luar.
Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas
penghasil utama pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, arus kas
operasi biasanya berasal dari transaksi dari peristiwa lain yang
mempengaruhi penetapan laba atau rugi perusahaan. Laporan laba rugi
merupakan suatu bentuk laporan yang mengukur kesuksesan kegiatan
operasi dari sebuah perusahaan pada suatu periode waktu tertentu.
Biasanya pihak bisnis dan investasi menggunakan laporan ini untuk
mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profitabilitas),
ataupun untuk mengukur nilai investasi suatu perusahaan.
Arus kas dari aktivitas operasi biasanya disajikan paling awal,
diikuti oleh arus kas dari kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan.
Total arus kas bersih dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah kenaikan
atau penurunan bersih dalam kas untuk periode tertentu. Saldo kas
pada awal periode ditambahkan ke kenaikan atau penurunan dalam
kas bersih, sehingga menghasilkan saldo kas pada akhir periode. Saldo
kas akhir di laporan arus kas sama dengan kas yang dilaporkan dalam
neraca.
18
2.1.6 Pengertian Arus Kas Investasi
Arus kas dari aktivitas investasi adalah arus kas yang berasal
dari transaksi yang mempengaruhi investasi dalam asset non-lancar.
Aktivitas dari arus kas investasi itu sendiri antara lain adalah:
penerimaan kas dari aktivitas penjualan asset tetap, asset tidak
berwujud, dan asset jangka panjang. Pembayaran kas untuk membeli
asset tetap, asset tidak berwujud, asset jangka panjang, dan instrument
utang.
2.1.7 Pengertian Arus Kas Pendanaan
Arus kas dari aktivitas pendanaan adalah arus kas yang berasal
dari transaksi yang mempengaruhi utang dan ekuitas perusahaan.
Aktivitas dari arus kas pendanaan itu sendiri antara lain adalah:
penerimaan kas dari aktivitas penerbitan saham, instrument modal
lain, pelunasan pinjaman, penerbitan obligasi, pinjaman, wesel,
hipotek, dan pinjaman jangka pendek dan jangka panjang.
2.1.8 Pengertian Dividen
Ada 2 jenis dividen, yaitu:
1. Dividen Tunai
Pembagian pendapatan secara tunai oleh perseroan kepada
para pemegang saham disebut dividen tunai atau dividen kas.
Meskipun dividen dapat dibagikan dalam bentuk asset lainnya,
dividen tunai merupakan bentuk yang paling umum digunakan.
19
Biasanya terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi sebuah
perusahaan untuk membayar dividen tunai, yaitu:
- Jumlah laba ditahan yang memadai.
- Jumlah kas yang memadai.
- Tindakan formal yang dilakukan oleh dewan direksi.
Laba besar dalam jumlah besar tidak selalu berarti bahwa
perseroan dapat membayar dividen. Den direksi perseroan tidak
diharuskan oleh hukum untuk mengumumkan dividen. Hal ini
dibenarkan bahkan jika jumlah laba ditahan dan kas cukup besar
untuk pembagian dividen. Akan tetapi, banyak perseroan
berusaha untuk mempertahankan catatan pembagian dividen
yang stabil agar saham mereka dapat menarik minat investor.
Meskipun dividen dapat dibayarkan sekali atau dua kali dalam
setahun, kebanyakan perseroan membayar dividen pada setiap
kuartal. Pada tahun-tahun dimana terdapat laba bersih yang
tinggi, perseroan dapat mengumumkan dividen khusus atau
tambahan.
2. Dividen Saham
Pembagian lembar saham kepada para pemegang saham
disebut dividen saham. Biasanya, saham yang dibagikan adalah
saham biasa, dan diterbitkan untuk para pemegang saham biasa.
Dividen saham berbeda dari dividen tunai karena tidak ada
pembagian kas atau asset lainnya kepada pemegang saham.
20
Pengaruh dividen saham terhadap ekuitas pemegang
saham dari perseroan yang menerbitkan saham adalah
memindahkan laba ditahan ke modal disetor. Untuk perseroan
terbuka, jumlah yang dipindahkan dari laba ditahan ke modal
disetor biasanya merupakan nilai wajar (nilai pasar) dari saham
yang diterbitkan dalam dividen saham. Penggunaan nilai wajar
(nilai pasar) dibenarkan selama jumlah lembar saham yang
diterbitkan untuk dividen saham adalah kecil (kurang dari 25%
dari jumlah saham beredar). Dividen saham tidak mengubah
asset, kewajiban, atau total ekuitas pemegang saham perseroan.
Dan juga tidak mengubah jumlah bagian kepemilikan (ekuitas)
pemegang saham dalam perseroan.
2.1.9 Definisi Kebijakan Dividen
Menurut Aharony, et al. (1980) dalam Nurhidayati (2006)
mengemukakan bahwa informasi yang diberikan pada saat
pengumuman dividen lebih berarti daripada pengumuman earning.
Bagi para investor, dividen merupakan hasil yang diperoleh dari
saham yang dimiliki, selain capital gain yang didapat apabila harga
jual saham lebih tinggi dibanding harga belinya. Dividen tersebut
didapat dari perusahaan sebagai distribusi yang dihasilkan dari operasi
perusahaan.
Kebijakan dividen menurut Martono, et al. (2000:253)
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan
21
keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy)
merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada
akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan
investasi di masa yang akan datang.
Kebijakan dividen menurut Gitman (2000) dalam Lani
(2005:72) adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat
keputusan dividen.
Menurut Dermawan (2002:305), perusahaan akan tumbuh dan
berkembang, kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan
atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang ditahan dan laba yang
dibagikan. Pada tahap selanjutnya, laba yang ditahan merupakan salah
satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan
perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari
laba yang ditahan di tambah penyusutan aktiva tetap, maka makin
kuat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang
diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham
berupa dividen. Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan
dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan
perusahaan.
Menurut James (2002), evaluasi pengaruh rasio pembayaran
dividen terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan
melihat kebijakan dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan
22
yang melibatkan laba ditahan. Setiap periode, perusahaan harus
memutuskan apakah laba yang diperoleh akan ditahan atau
didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham
sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek
investasi dengan pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan
akan menggunakan laba untuk mendanai proyek tersebut. Jika
terdapat kelebihan laba setelah digunakan untuk mendanai seluruh
kesempatan investasi yang diterima, kelebihan itu akan didistribusikan
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas. Jika tidak ada
kelebihan, maka dividen tidak akan di bagikan.
Kebijakan dividen dalam Werner (2008:4) merupakan suatu
kebijakan yang dilakukan dengan pengeluaran biaya yang cukup
mahal, karena perusahaan harus menyediakan dana dalam jumlah
besar untuk keperluan pembayaran dividen. Perusahaan umumnya
melakukan pembayaran dividen yang stabil dan menolak untuk
mengurangi pembayaran dividen. Hanya perusahaan dengan tingkat
kemampuan laba yang tinggi dan prospek ke depan yang cerah, yang
mampu untuk membagikan dividen. Banyak perusahaan yang selalu
mengkomunikasikan bahwa perusahaannya memiliki prospektif dan
menghadapi masalah keuangan sudah tentu akan kesulitan untuk
membayar dividen. Hal ini berdampak pada perusahaan yang
membagikan dividen, memberikan tanda pada pasar bahwa
perusahaan tersebut memiliki prospek kedepan yang cerah dan mampu
23
untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah
ditetapkan pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke
depan yang cerah, akan memiliki harga saham yang semakin tinggi.
Pengumuman dividen merupakan salah satu informasi yang
akan direspon oleh pasar. Menurut Arifin (1993) dalam Nurhidayati
(2006:24), pengumuman dividen dan pengumuman laba pada periode
sebelumnya adalah dua jenis pengumuman yang paling sering
digunakan oleh para manajer untuk meng-informasikan prestasi dan
prospek perusahaan.
Dividen diumumkan secara priodik oleh dewan direktur.
Biasanya tiap setengah tahun atau tiap satu tahun. Pembayaran dividen
menjadi sulit karena komposisi pemegang saham berubah-ubah.
Pengukuran jual-beli saham sangat cepat berubah-ubah. Karena
cepatnya perpindahan pemegang saham maka sulit untuk dipantau
daftar pemegang saham. Dividen mengkin dapat diberikan kepada
pemegang saham baru lima hari kerja setelah pembelian saham
(Sunariyah, 2004).
Menurut Martono, et al. (2000:255-256) sejauh ini pembahasan
dividen hanya menyangkut aspek-aspek teoritis dari kebijakan
dividen. Namun, ketika perusahaan menetapkan suatu kebijakan dan
memperhatikan sejumlah hal, pertimbangan-pertimbangan ini harus
dikaitkan kembali ke teori pembayaran dividen dan penilaian
24
perusahaan. Beberapa pertimbangan manajer dalam pembayaran
dividen antara lain:
a. Kebutuhan dana bagi perusahaan
Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin
kecil kemampuan untuk membayar dividen. Penghasilan
perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi
dananya baru sisanya untuk pembayaran dividen.
b. Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan
utama dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus
kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan
likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan
untuk membayar dividen. Apabila manajemen ingin memelihara
likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar
mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan
tidak akan membayar dividen dalam jumlah yang besar.
c. Kemampuan untuk meminjam
Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk
menunjukkan fleksibilitas dan perlindungan terhadap
ketidakpastian. Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini merupakan
fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk
membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan
25
pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu
mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas
perusahaan.
d. Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang
Ketentuan perlindungan dalam suatu perjanjian hutang
sering mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran dividen.
Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga
kemampuan perusahaan tersebut membayar hutangnya. Biasanya,
pembatasan ini dinyatakan dalam persentase maksimum dari laba
kumulatif. Apabila pembatasan ini dilakukan, maka manajemn
perusahaan dapat menyambut baik pembatasan dividen yang
dikenakan para kreditur, karena dengan demikian manajemen
tidak harus mempertanggungjawabkan penahanan laba kepada
para pemegang saham. Manajemen hanya perlu mentaati
pembatasan tersebut.
e. Pengendalian perusahaan
Apabila suatu perusahaan membayar dividen yang sangat
besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu
yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai
kesempatan investasi yang menguntungkan.
Dividen diumumkan secara priodik oleh dewan direktur.
Biasanya tiap setengah tahun atau tiap satu tahun. Pembayaran dividen
menjadi sulit karena komposisi pemegang saham berubah-ubah.
26
Pengukuran jual beli saham sangat cepat berubah-ubah. Karena
cepatnya perpindahan pemegang saham maka sulit untuk dipantau
daftar pemegang saham. Dividen mungkin dapat diberikan kepada
pemegang saham baru lima hari kerja setelah pembelian saham
(Sunariyah, 2004).
2.1.10 Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan Dividen
Sedangkan beberapa faktor yang menentukan dan
mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan dividen menurut
Dermawan (2002) antara lain:
- Posisi Likuiditas Perusahaan
Makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar
dividen yang dibayarkan.
- Kebutuhan Dana untuk Membayar Hutang
Apabila sebagian besar laba digunakan untuk
membayar hutang maka sisanya yang digunakan untuk membayar
dividen makin kecil.
- Rencana Perluasan Usaha
Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang
dana yang dapat dibayarkan untuk dividen.
- Pengawasan Terhadap Perusahaan
Kebijakan pembiayaan untuk ekspansi dibiayai dengan dana
dari sumber intern antara lain laba. Dengan pertimbangan apabila
dibiayai dengan penjualan saham baru ini akan melemahkan
27
kontrol dari kelompok pemegang saham dominan. Karena suara
pemegang saham mayoritas berkurang.
Menurut Weston, et al. (1998), faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam kebijakan dividen adalah:
1. Undang-Undang (UU)
Undang-Undang menentukan bahwa dividen harus
dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan maupun laba tahun
lalu yang ada dalam pos “laba ditahan” dalam neraca.
2. Posisi likuiditas
Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam aktiva
yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari
yahun-tahun lalu sudah diinvestasikan pada pabrik, peralatan,
persediaan, dan aktiva lainnya; laba tersebut tidak di simpan
dalam bentuk kas.
3. Kebutuhan untuk melunasi hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk
membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis pembiayaan
yang lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan.
Perusahaan dapat membayar hutang itu pada soal jatuh tempo
dan menggantikannya dengan jenis surat berharga yang lain.
4. Tingkat laba
Tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang
diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar
28
laba tersebut dalam bentuk dividen pada pemegang saham
atau menggunakannya di perusahaan tersebut.
2.1.11 Bentuk Kebijakan Dividen
Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash
dividend yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham.
Berikut ini beberapa bentuk kebijakan dividen menurut Sutrisno
(2003) adalah:
a. Kebijakan Pemberian Dividen Stabil
Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen
akan diberikan secara tetap perlembarnya untuk jangka waktu
tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi.
Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan
kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan
peningkatannya baik dan stabil, maka deviden juga akan
ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa
tahun.
Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak
dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan yakni (1) bisa
meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dapat
diprediksi dan dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2) bisa
memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan
mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang, (3) akan
29
menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan
konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.
b. Kebijakan Dividen yang Meningkat
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan
dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu
meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.
c. Kebijakan Dividen dengan Rasio yang Konstan
Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya
mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin
besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan,
demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan
juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout
ratio (DPR).
d. Kebijakan Pemberian Dividen Regular yang Rendah Ditambah
Ekstra
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan
menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang
dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan extra
dividend bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.
2.1.12 Alasan-Alasan dilaksanakannya Kebijakan Pembayaran Dividen
Kebijakan dividen stabil menurut Dermawan (2002:317) adalah
jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif
30
lengkap selama jangka waktu tertentu meskipun laba per lembar
saham per tahunnya berfluktuatif.
Menurut Dermawan (2002) alasan-alasan dilaksanakan-nya
kebijakan pembayaran dividen stabil adalah:
a. Memberikan penjelasan kepada para investor bahwa perusahaan
mempunyai prospek yang baik di masa-masa mendatang.
b. Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang
diterima dari dividen.
c. Pada banyak Negara dalam ketentuan pasar modalnya, hanya
diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan
pembayaran dividen yang stabil.
Dari uraian tersebut, ternyata kebijakan dividen tersebut
menimbulkan dua akibat yang bertentangan, oleh karena itu penentuan
besarnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham menjadi
sangat penting dan merupakan tugas manajer keuangan yang harus
mampu menentukan kebijakan yang akan menyeimbangkan dividen
saat ini dan tingkat pertumbuhan dividen di masa yang akan datang
agar memaksimumkan harga saham.
Dividen dipengaruhi oleh banyak variabel. Contoh, arus kas dan
kebutuhan investasi suatu perusahaan mungkin berubah-ubah dengan
cepat sehingga sulit untuk menentukan jumlah dividen tetap yang
tinggi. Di pihak lain, perusahaan mungkin menginginkan pembayaran
31
dividen yang tinggi untuk menyalurkan dana yang tidak di butuhkan
untuk investasi. (Weston, et al. (1998)).
2.2 Penelitian Terdahulu
Pariwati, et al. (1998) dalam Meythi (2006) menguji hubungan laba
dan arus kas dalam memprediksi laba dan arus kas masa mendatang. Populasi
yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan go publik selama enam
periode mulai tahun 1989-1994. Pengujian menggunakan model regresi
dimana menguji variabel tanpa faktor deflator dan menguji variabel setelah
dilakukan penyesuaian dengan faktor deflator. Berdasarkan penelitiannya
disimpulkan bahwa laba merupakan predictor yang lebih baik dari pada arus
kas dalam memprediksi laba dan arus kas.
Elizabeth (2000) dalam penelitiannya yang menganalisis hubungan
laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas, dengan menggunakan
koefisien korelasi Spearman Rank, ia menganalisa 25 perusahaan yang go
publik di BEJ pada tahun 1992, 1993 dan 1994. Berdasarkan penelitiannya itu
disimpulkan bahwa ada konsistensi hubungan yang signifikan dan positif
antara laba akuntansi dengan dividen kas.
Barth, et al. (2001) dan Kim, et al. (2002) dalam Yolanda (2006)
menyatakan bahwa laba memiliki kemampuan dalam memprediksi arus kas
mendatang perusahaan, dan memiliki kemampuan yang lebih dibanding arus
kas jika laba dipecah ke dalam beberapa komponen akrual. Bahkan Kim, et
al. (2002) menegaskan kemampuan laba dalam memprediksi arus kas
meningkat sepanjang tahun. Kim, et al. (2002) juga membedakan antara
32
perusahaan yang melaporkan laba positif dan laba negative, hasilnya
menyatakan bahwa hubungan antara arus kas tahun berjalan dengan arus kas
masa depan tidak meningkat maupun menurun.
Nahibaho (2000) menyimpulkan bahwa laba perusahaan saat ini
merupakan predictor bagi dividen yang akan datang. Dengan demikian laba
saat ini mempengaruhi kebijakan dividen yang akan datang. Baik laba saat ini
ataupun arus kas saat ini bukan merupakan predictor bagi dividen saat ini dan
tidak mempengaruhi kebijakan dividen saat ini.
Hermi (2004) dalam penelitiannya yang menganalisis hubungan laba
bersih dan arus kas terhadap dividen kas pada perusahaan perdagangan besar
barang produksi di BEJ pada periode 1999-2002. Hermi (2004) menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara laba bersih dengan dividen
kas pada perusahaan perdagangan besar barang produksi tahun 1999-2002.
Watson, et al. (2005) dalam Yolanda, et al. (2006) menyatakan bahwa
untuk perusahaan yang berlaba, ukuran berbasis laba lebih baik dalam
menangkap kinerja perusahaan dibandingkan arus kas, sedangkan untuk
perusahaan yang merugi baik laba maupun arus kas tidak dapat menangkap
kinerja perusahaan dengan baik.
Murtanto, et al. (2004) dalam penelitiannya yang menganalisis
hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas dengan
menggunakan koefisien korelasi Spearman Rank, mereka menganalisis 19
perusahaan industri barang konsumsi pada tahun 1999, 15 perusahaan industri
barang konsumsi pada tahun 2000 dan 16 perusahaan industri barang
33
konsumsi pada tahun 2001. Berdasarkan penelitiannya itu disimpulkan bahwa
adanya hubungan yang positif dan kuat antara laba akuntansi terhadap
dividen kas.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ada tidaknya
hubungan antara variabel dependen berupa kebijakan dividen dengan variabel
independen berupa laba akuntansi dan arus kas. Penjelasan mengenai
kerangka pemikiran tersebut jika digambarkan menjadi sebagai berikut:
Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari
tinjauan teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan
merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta
merumuskan hipotesis (Jurusan Akuntansi, 2004: 13). Penelitian ini
menggunakan dua variabel independen yaitu laba akuntansi dan arus kas
operasi, serta satu variabel dependen kebijakan deviden. Berdasarkan
penelitian sebelumnya diketahui bahwa laba akuntansi dan arus kas
berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Semakin tinggi laba
Laba Akuntansi
(X1)
Arus Kas
(X2)
Kebijakan Dividen
(Y)
H1
H2
34
akuntansi dan arus kas, maka semakin tinggi kesempatan buat para emiten
untuk memberikan kebijakan dividen kepada investor/ pemegang saham.
2.4 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis menurut Erlina (2007:41) adalah, “hubungan yang diduga
secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang
dapat diuji secara empiris”. Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara
terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang
relevan dan kebenaranya akan diketahui setelah dilakukan penelitian.
Belkaoui (2000:332) menyatakan bahwa laba akuntansi secara
operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang
direalisasikan yang berasal dari transaksi suatu periode dan berhubungan
dengan biaya histories. Tujuan laba secara umum didasari sebagai dasar
perpajakan, petunjuk bagi kebijaksanaan perusahaan dan pengambilan
keputusan, kebijaksanaan dividen serta sebagai ukuran efesiensi. Laba diakui
sebagai suatu indikator dari jumlah maksimum yang harus dibagikan sebagai
dividen dan ditahan untuk perluasan atau di investasikan kembali di dalam
perusahaan. Selain laba akuntansi menurut Elizabeth (2000) kebanyakan
perusahaan juga sering menggunakan laba tunai yang pada dasarnya
merupakan laba akuntansi setelah diperhitungkan dengan beban-beban non
kas dalam hal ini adalah penyusutan dan amortisasi, dalam menentukan
besarnya dividen yang akan dibagikan.
Efendri (1993) dalam Febby, et al. (2004) meneliti persepsi
manajemen tentang faktor-faktor yang dipertimbangkan faktor-faktor yang
35
dapat dikembalikan) dalam kebijakan pembagian dividen kas. Penelitian
dilakukan terhadap 84 perusahaan yang mengembalikan questionnaires,
seluruhnya merupakan perusahaan go public sampai akhir tahun 1991.
Hasilnya menyatakan bahwa faktor peningkatan dan penurunan laba termasuk
faktor yang sangat penting dipertimbangkan manajemen dalam kebijakan
pembagian dividen kas.
Berdasarkan kerangka koseptual yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Laba Akuntansi dan Arus Kas berpengaruh terhadap kebijakan
dividen