bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edu...belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut: (1)...

25
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab II ini berisi kajian teori tentang belajar yang meliputi hakikat belajar, teori belajar, hakikat pembelajaran, prinsip pembelajaran, model pembelajaran. Selain itu, terdapat juga kajian pustaka mengenai proses belajar dan hasil belajar. Bab ini juga membahas mengenai Matematika. Terdapat ulasan mengenai model pembelajaran Problem Solving Learning dengan Math Menu yang meliputi pengertian model pembelajaran Problem Solving Learning dan Math Menu, alasan peneliti menggunakan model pembelajaran Problem Solving Learning dengan Math Menu dan sintak penerapan model pembelajaran Problem Solving Learning dengan Math Menu. Penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan akan tersusun secara sistematis dalam Bab II ini. 2.1 Belajar 2.1.1 Hakikat Belajar Menurut Hilgard dan Bower (dalam Purwanto, 2002: 84), “belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat, misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya.” Menurut Gagne (dalam Purwanto, 2002: 84), “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan memengaruhi siswa sehingga perbuatannya berubah dari waktu ke waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.” Menurut Travers (dalam Suprijono, 2009: 2), “belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.” Selain itu menurut Morgan (dalam Purwanto, 2002: 84), “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.” Menurut

Upload: others

Post on 28-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    Bab II ini berisi kajian teori tentang belajar yang meliputi hakikat

    belajar, teori belajar, hakikat pembelajaran, prinsip pembelajaran, model

    pembelajaran. Selain itu, terdapat juga kajian pustaka mengenai proses

    belajar dan hasil belajar. Bab ini juga membahas mengenai Matematika.

    Terdapat ulasan mengenai model pembelajaran Problem Solving Learning

    dengan Math Menu yang meliputi pengertian model pembelajaran

    Problem Solving Learning dan Math Menu, alasan peneliti menggunakan

    model pembelajaran Problem Solving Learning dengan Math Menu dan

    sintak penerapan model pembelajaran Problem Solving Learning dengan

    Math Menu. Penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis

    tindakan akan tersusun secara sistematis dalam Bab II ini.

    2.1 Belajar

    2.1.1 Hakikat Belajar

    Menurut Hilgard dan Bower (dalam Purwanto, 2002: 84), “belajar

    berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu

    situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang

    dalam situasi itu, perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar

    kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan

    sesaat, misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya.” Menurut

    Gagne (dalam Purwanto, 2002: 84), “belajar terjadi apabila suatu situasi

    stimulus bersama dengan isi ingatan memengaruhi siswa sehingga

    perbuatannya berubah dari waktu ke waktu sebelum ia mengalami situasi

    itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.” Menurut Travers (dalam

    Suprijono, 2009: 2), “belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian

    tingkah laku.” Selain itu menurut Morgan (dalam Purwanto, 2002: 84),

    “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku

    yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.” Menurut

  • 7

    Slameto, “belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

    memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

    sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

    lingkungannya.”

    Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : 15)

    mendefinisikan “belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara

    sesuatu (pengetahuan) yang baru.” Sedangkan menurut Jerome Brunner

    (dalam Romberg & Kaput, 1999), “belajar adalah suatu proses aktif

    dimana siswa membangun (mengkonstruk) yang sudah dimilikinya.”

    Secara lengkap Slavin (dalam Trianto, 2009 : 16) mendefinisikan belajar

    sebagai “learning is usually defined as a change in an individual caused

    by experienced. Changes caused by development (such as growing taller)

    are not instances of learning. Neither are characteristics of individuals

    that are present at birth (such as reflexes and respons to hunger or pain).

    However, humans do so much learningfrom the day of their birth (and

    some say earlier) that learning and development are inseparably linked.”

    Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar

    adalah suatu proses dari sebuah aktivitas yang dilakukan oleh seorang

    individu untuk membuat perubahan pada diri dari setiap individu, yang

    awalnya belum tahu menjadi tahu, yang awalnya tidak mampu menjadi

    mampu, yang awalnya belum terampil menjadi terampil, yang bisa

    membuat perubahan perilaku pada diri dari setiap individu.

    2.1.2 Teori Belajar

    Terdapat berbagai teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli,

    diantaranya:

    a) Teori Gestalt

    Teori yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman ini

    berpendapat bahwa yang penting dalam belajar adalah adanya

  • 8

    penyesuaian pertama yang memperoleh response yang tepat untuk

    memecahkan problem yang dihadapi. Menurutnya, belajar bukan

    mengulangi hal-hal yang harus dipelajari tetapi mengerti atau

    memperoleh insight.

    Sifat-sifat belajar dengan insight ialah: (1) Insight

    tergantung dari kemampuan dasar. (2) Insight

    tergantung dari pengalaman masa lampau yang

    relevan. (3) Insight hanya timbul apabila situasi

    belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala

    aspek yang perlu dapat diamati. (4) Insight adalah

    hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit.

    (5) belajar dengan insight dapat diulangi. (6) Insight

    sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi

    situasi-situasi yang baru.

    b) Teori Belajar J. Bruner

    Bruner mengatakan bahwa belajar tidak untuk mengubah tingkah

    laku seseorang, tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi

    sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan

    mudah. Menurutnya, seharusnya sekolah menyediakan kesempatan

    bagi siswanya untuk maju dnegan cepat sesuai dengan kemampuan

    masing-masing siswa dalam mata pelajaran tertentu. Di dalam

    proses belajar hal terpenting yang harus dimiliki setiap siswa

    adalah partisipasi aktif, untuk itu Bruner menghargai adanya

    perbedaan kemampuan. Bruner berpendapat bahwa untuk

    meningkatkan proses belajar kita memerlukan dengan apa yang

    dinamakan lingkungan (discovery learning environment), ialah

    “lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-

    penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip

    dengan yang sudah diketahui.” Di dalam lingkungan tersebut, siswa

    akan menemui masalah dan hambatan yang bermacam-macam

    tergantung usia masing-masing (berbeda-beda). Selain itu, di dalam

    lingkungan banyak hal yang dipelajari siswa dan digolongkan

    menjadi:

  • 9

    (1) Enactive : seperti belajar naik sepeda, yang harus

    didahului dengan bermacam-macam keterampilan

    motorik, (2) iconic : seperti mengenal jalan yang

    menuju ke pasar, mengingat di mana bukunya yang

    penting diletakkan, (3) symbolic : seperti

    menggunakan kata-kata, menggunakan formula.

    c) Teori Belajar Piaget

    Piaget menyampaikan pendapatnya tentang perkembangan proses

    belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut: (1) anak mempunyai

    struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan

    merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai

    cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati

    dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan sendiri dalam

    belajar. (2) perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap

    tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak. (3)

    walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui

    suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu

    tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada anak. (4)

    perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :

    kemasakan, pengalaman, interaksi sosial, equilibration. (5) ada 3

    tahap perkembangan yaitu : berpikir secara intuitif ± 4 tahun,

    beroperasi secara konkret ± 7 tahun, dan beroperasi secara formal ±

    11 tahun.

    d) Teori dar R. Gagne

    Gagne memberikan dua definisi terhadap masalah belajar, yaitu :

    “belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

    pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku dan belajar

    adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh

    dari instruksi.” Manusia sudah mulai belajar sejak ia dilahirkan.

    Sejak bayi manusia sudah belajar untuk berinteraksi dengan

    lingkungannya. Kemudian dilanjutkan dnegan mulai belajar untuk

    berbicara dan menggunakan bahasa. Sebenarnya ada dua tugas

    anak dalam belajar, tugas yang pertama adalah meneruskan

  • 10

    sosialisasi dan tugas yang kedua adalah belajar untuk menggunakan

    simbol-simbol yang menyatakan keadaan sekelilingnya. Gagne

    juga menyatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari manusia

    dapat dibagi menjadi lima kategori atau yang lebih sering disebut

    sebagai “The domains of learning”, yaitu:

    (1) keterampilan motoris yang memerlukan koordinasi

    dari berbagai gerakan badan, misalnya melempar bola,

    main tenis, mengemudi mobil, mengetik huruf R.M, dan

    sebagainya. (2) informasi verbal yang dapat dijelaskan

    orang melalui berbicara, menulis, menggambar; dalam

    hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan

    sesuatu ini perlu inteligensi. (3) kemampuan intelektual

    adalah kemampuan belajar manusia yang mengadakan

    interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan

    simbol-simbol, misalnya membedakan huruf m dan n,

    meyebut tanaman yang sejenis. (4) strategi kognitif

    merupakan organisasi keterampilan internal yang perlu

    untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini

    berbeda dengan kemampuan intelektual karena

    ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya

    dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-

    perbaikan secara terus menerus. (5) sikap adalah

    kemampuan yang tidak dapat dipelajari dengan ulang-

    ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi oleh

    hubungan verbal seperti halnya domain sikap yang lain.

    Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa

    kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.

    2.1.3 Hakikat Pembelajaran

    Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 17) mendefinisikan kata

    “pembelajaran” berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang

    diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan

    “pembelajaran” berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau

    makhluk hidup belajar. Menurut Kimble dan Garmezy (dalam

    Pringgawidagda, 2002: 20), “pembelajaran adalah suatu perubahan

    perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-

    ulang.” Menurut Arif Sadiman (dalam Cecep Kustandi dan Bambang

    Sutjipto, 2011: 5), “pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana

  • 11

    dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar

    dalam diri siswa.” Selain itu, Rombepajung (dalam M. Thobroni: 2015:

    17) berpendapat bahwa “pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata

    pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui pelajaran,

    pengalaman, atau pengajaran.” Selanjutnya menurut Trianto,

    “pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang

    tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat

    diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan

    pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran

    hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan

    siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya)

    dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Wenger (dalam Miftahul

    Huda, 2013 : 2) menyatakan bahwa “pembelajaran bukanlah aktivitas,

    sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas

    yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan

    oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dan

    pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.”

    Menurut Gagne (dalam Miftahul Huda, 2013 : 3), “pembelajaran dapat

    diartikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa

    dipertahankan dan ditingkatkan levelnya.”

    Dari pendapat diatas hakikat pembelajaran adalah sebuah proses

    individu melakukan sesuatu yang menghasilkan perubahan, baik itu

    perubahan sikap, perubahan pola pikir, perubahan tingkah laku, perubahan

    pemikiran yang lebih baik, dan perubahan kehidupan pada setiap individu.

    Serta usaha untuk membelajarkan seseorang agar menghasilkan hasil

    perubahan yang diharapkan.

  • 12

    2.1.3 Prinsip Pembelajaran

    Menurut Zaenal Arifin (2011: 182), prinsip pembelajaran terbagi

    menjadi dua yaitu prinsip umum pembelajaran dan prinsip khusus

    pembelajaran. Prinsip umum pembelajaran yaitu:

    (1) Belajar menghasilkan perubahan perilaku peserta didik yang relatif permanen atau tetap, (2) Peserta didik

    memiliki potensi, gandrung, dan kemampuan yang

    merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan, (3)

    Perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh

    alami linear sejalan proses kehidupan.

    Prinsip khusus pembelajaran yaitu:

    (1) Prinsip perhatian dan motivasi untuk siswa merupakan dalam proses pembelajaran memiliki peranan

    yang sangat penting sebagai langkah awal dalam memicu

    aktivitas-aktivitas belajar.” Menurut Zaenal Arifin (2011:

    183), “perhatian adalah memusatkan pikiran dan perasaan

    emosional secara fisik dan psikis terhadap sesuatu yang

    menjadi pusat perhatiannya.” Dari sini siswa sangat

    memerlukan perhatian dari guru, agar pikirannya bisa

    fokus pada pelajaran yang disampaikan guru dan

    merasakan nyaman dalam menerima pelajaran. Menurut

    Zaenal Arifin (2011: 183), “motivasi adalah dorongan atau

    kekuatan yang dapat menggerakkan sesesorang untuk

    melakukan sesuatu.” Siswa juga memerlukan motivasi,

    tidak semua siswa kehidupannya baik dan kondisi

    lingkungan maupun keluarga sesuai dengan umuran

    mereka, maka dari itu motivasi dari guru atau dari sekolah

    sangat penting bagi setiap anak didik dalam menjalani

    sekolah. Menurut H.L Petri (dalam Zaenal Arifin 2011:

    183), “motivation is the concept we use when we describe

    the forces acting on or within an organism to initiate and

    direct behavior,” (2) Prinsip keaktifan merupakan

    kecenderungan psikologi saat ini menyatakan bahwa anak

    adalah makhluk yang aktif. Belajar pada hakikatnya adalah

    proses aktif dimana seseorang melakukan kegiatan secara

    sadar untuk mengubah suatu perilaku secara tidak sadar

    atau secara sadar, terjadi kegiatan merespon terhadap

    setiap pembelajaran.

  • 13

    Menurut gage & Berliner (dalam Zaenal Arifin 2011: 183),

    “teori kognitif menyatakan bahwa belajar menunjukkan adanya

    jiwa yang aktif, jiwa tidak sekadar merespons informasi, namun

    jiwa mengolah dan melakukan transformasi informasi yang

    diterima.” Penilaian kepada siswa secara kognitif sangat

    diperlukan agar siswa benar-benar mampu merespons informasi

    materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dan dapat

    menerimanya dengan baik. Sedangkan menurut Tutik Rachmawati

    dan Daryanto (2015: 155), “prinsip pembelajaran adalah suatu

    landasan, konsep dasar, dan sumber yang menjadikan proses

    belajar yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik lebih

    dinamis dan terarah sesuai dengan tujuannya.” Dalam

    penerapannya, prinsip ini memerlukan usaha guru untuk membuat

    siswa bisa berinteraksi baik dengan guru selama proses

    pembelajaran berlangsung dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

    yang disampaikan.

    Menurut beberapa ahli pendidikan (dalam Tutik

    Rachmawati dan Daryanto 2015: 155), prinsip-prinsip umum

    pembelajaran yaitu:

    1) Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan penting dalam

    kegiatan belajar, karena perhatian merupakan faktor yang

    besar pengaruhnya, jika peserta didik mendapatkan

    perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari, maka

    peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri pada tugas

    yang diberikan. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan

    dan mengarahkan seseorang melakukan aktivitas. Motivasi

    berkaitan erat dengan minat, peserta didik yang memiliki

    minat pada suatu bidang studi, maka peserta didik tersebut

    akan tertarik perhatiannya pada sebuah bidang studi

    tersebut dan timbul rasa untuk mempelajarinya (motivasi).

    2) Keaktifan Menurut pandangan psikologi, anak adalah

    makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk

  • 14

    melakukan sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya

    sendiri.

    3) Keterlibatan Langsung/Pengalaman Belajar harus dilakukan oleh peserta didik itu

    sendiri, sehingga pembelajaran harus dibuat secara unik

    dan menarik agar peserta didik dapat langsung mengikuti

    proses pembelajarannya sendiri, melihat sendiri, dan

    mencobanya sendiri. Sebagaimana menurut seorang filsof

    China Confocius (dalam Tutik Rachmawati dan Daryanto

    2015: 157), bahwa: Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa

    yang saya lihat, saya ingat.

    4) Pengulangan Mengulang salah satu faktor yang besar

    pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya

    pengulangan “bahan yang belum begitu dikuasai serta

    mudah terlupakan” akan tetap tertanam pada otak

    seseorang. Teori yang menekankan prinsip pengulangan

    adalah teori koneksionisme Thordike, dalam teori ini ia

    mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan

    hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan

    terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar

    peluang timbulnya respons benar.

    5) Tantangan Bahan belajar yang baru, inovatif, kreatif, dan

    menantang akan membuat peserta didik tertantang dan

    dengan sendirinya meraka akan lebih giat dan sungguh-

    sungguh dalam belajar.

    6) Balikan dan Penguatan Ketika peserta didik melakukan suatu perbuatan

    yang berefek baik maka mereka akan dengan sendirinya

    mengulanginya lagi, dan apabila mereka melakukan

    perbuatan yang berefek jelek, mereka akan dengan

    sendirinya meninggalkannya. Namun, kadangkala

    dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang

    menyenangkan tapi juga yang tidak menyenangkan, dalam

    memperkuat belajar.

    Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa

    prinsip pembelajaran adalah proses yang seharusnya

    menghasilkan perubahan, seperti perubahan tingkah laku,

    perubahan yang menghasilkan pencapaian kualitas, serta

    pemberian perubahan yang menghasilkan perhatian dan motivasi,

  • 15

    keaktifan, pengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan

    penguatan secara signifikan.

    2.1.4 Model Pembelajaran

    Menurut Meyer, W. J. (dalam Trianto, 2009: 21), secara kaffah

    “model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan

    untuk merepresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi

    untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.” Sebagai contohnya adalah

    sebuah ide yang nantinya akan menjadi sebuah karya. Sedangkan yang

    dimaksud dengan model pembelajaran menurut Joyce (dalam Trianto,

    2009: 22) adalah “suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan

    sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelasatau

    pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

    pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,

    kurikulum, dan lain-lain.” Joyce juga menyatakan bahwa model

    pembelajaran ini akan mengarahkan kita untuk mendesain sebuah

    pembelajaran yang sedemikian rupa agar peserta didik dapat mencapai

    tujuan ari pembelajaran itu. Selain itu, Soekamto, dkk (dalam Nurulwati,

    2000: 10) mengemukakan bahwa yang dimaksud model pembelajaran

    adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

    dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

    belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

    pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar

    mengajar.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan

    Kauchak (dalam Trianto, 2009: 22), bahwa “model pembelajaran

    memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.” Selanjutnya

    Arends (dalam Trianto, 2009: 22) menyatakan, “the term teaching model

    refers to a particular approach to instruction that includes its goals,

    syntax, environment, and management system.” Istilah model

    pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu

    termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem

  • 16

    pengelolaannya. Menurut Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2009: 23), model

    pembelajaran memiliki ciri-ciri:

    (1) rasional teoretis logis yang disusun oleh para

    pencipta atau pengembangnya; (2) landasan

    pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar

    (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah

    laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut

    dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4)

    lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan

    pembelajaran itu dapat dicapai.

    Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

    yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah sebuah alat yang

    didesain sedemikian rupa dan disusun secara sistematis untuk sebuah

    pelajaran tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan dari

    pembelajaran itu sendiri.

    2.2 Proses Belajar

    2.2.1 Hakikat Proses Belajar

    Menurut Bruner (dalam S. Nasution 2008: 9), dalam proses belajar

    dapat dibedakan menjadi tiga fase, yakni:

    (1) informasi, (2) transformasi, (3) evaluasi. Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh informasi, ada yang

    menambah pengetahuan, ada yang memperhalus dan ada

    yang memperdalamya, ada pula informasi yang

    bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui.

    Transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah ke

    dalam bentuk yang lebih abstrak agar dapat digunakan

    untuk hal-hal yang lebih luas. Evaluasi, kita menilai

    sampai manakah pengetahuan yang kita peroleh dan

    transformasi itu dapat kita manfaatkan.

    Manusia membutuhkan dunia untuk mengembangkan dan

    melangsungkan hidupnya, menyesuaikan diri, dan berinteraksi dengan

    dunia luar. Untuk itu, Purwanto (dalam Thobroni, 2015: 25-27)

    menyampaikan beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan

  • 17

    manusia dengan sengaja maupun tidak sengaja dan bagaimana

    hubungannya dengan belajar yaitu:

    (1) belajar dan kematangan, dimana kematangan itu akan datang dengan sendirinya dan terjadi dari dalam

    sedangkan belajar lebih membutuhkan kegiatan yang

    disadari, suatu aktivitas, latihan-latihan, dan

    konsentrasi dari yang bersangkutan dan terjadi karena

    perangsangan-perangsangan dari luar; (2) belajar dan

    penyesuaian diri yang juga merupakan suatu proses

    yang dapat mengubah tingkah laku manusia, terdiri

    atas penyesuaian diri atuoplastis atau perubahan diri

    yang disesuaikan dengan lingkungan dan alloplastis

    atau perubahan lingkungan yang disesuaikan dengan

    kebutuhan dirinya; (3) belajar dan pengalaman adalah

    suatu proses yang dapat mengubah sikap, tingkah laku,

    dan pengetahuan, namun belajar dan memperoleh

    pengalaman adalah hal yang berbeda dimana

    mengalami sesuatu belum tentu belajar tetapi tiap-tiap

    belajar berarti mengalami; (4) belajar dan bermain

    yang sama-sama dapat mengubah tingkah laku, sikap,

    dan pengalamannya, perbedaannya adalah jika bermain

    adalah kegiatan khusus anak-anak dan tujuannya untuk

    waktu itu saja, sedangkan belajar adalah sebuah

    kegiatan umum yang dilakukan manusia sejak lahir

    sampai mati dan tujuannya adalah untuk masa depan;

    (5) belajar dan pengertian, dimana ada proses belajar

    yang berlangsung dengan otomatis tanpa pengertian

    tetapi ada pula pengertian yang tidak menimbulkan

    proses belajar; (6) belajar dan menghafal atau

    mengingat, tidak ada jaminan bahwa seseorang yang

    menghafal atau mengingat adalah sedang belajar

    karena untuk mengetahui sesuatu tidak cukup jika

    hanya dengan menghafal sedangkan belajar adalah

    menyediakan pengalaman-pengalaman untuk

    menghadapi persoalan di masa depan; (7) belajar dan

    latihan, walaupun sama-sama menghasilkan perubahan

    tingkah laku, sikap, dan pengetahuan tetapi terdapat

    pula proses belajar yang terjadi tanpa latihan dan ada

    pula belajar yang hanya dengan pengertian tanpa

    latihan.

    Dari beberapa pengertian tersebut, hakikat proses belajar adalah

    proses belajar yang dibedakan menjadi 3 fase yaitu informasi, transformasi,

    dan evaluasi. Informasi sesuai dengan informasi yang diperoleh kemudian

  • 18

    diperhalus dan diperdalam. Transformasi merupakan proses analisis agar

    dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Evaluasi merupakan

    penilaian untuk pengetahuan yang diperoleh dan transformasi yang didapat.

    Selama proses belajar itu, manusia juga membutuhkan penyesuaian diri

    terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan belajar, baik secara sengaja

    maupun tidak sengaja.

    2.2.2 Hasil Belajar

    Menurut Suprijono (dalam M. Thobroni, 2015: 20), “hasil belajar

    adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,

    apresiasi, dan keterampilan.” Berdasar pemikiran Gagne (dalam M.

    Thobroni, 2015: 20-21), hasil belajar berupa:

    (1) informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan

    pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun

    tertulis. (2) keterampilan intelektual yaitu kemampuan

    mempresentasikan konsep dan lambang. (3) strategi

    kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

    aktivitas kognitifnya. (4) keterampilan motorik yaitu

    kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam

    urusan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak

    jasmani. (5) sikap adalah kemampuan menerima atau

    menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek

    tersebut.

    Menurut Bloom (dalam M. Thobroni, 2015: 21-22), “hasil belajar

    mencakup kemampuan (1) kognitif yang mencakup knowledge,

    comprehension, application, analysis, synthesis, evaluating, (2) afektif

    yang mencakup receiving, responding, valuing, organization,

    characterization, dan (3) psikomotorik yang mencakup initiatory, pre-

    routine, rountinized, keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,

    manajerial, dan intelektual.”

    UNESCO (dalam Deni Darmawan dan Permasih, 2011: 140),

    “mengemukakan empat pilar hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai

    oleh pendidikan, yaitu learning to know, learning to be, learning to life

  • 19

    together, dan learning to do.” Siswa sangat perlu belajar untuk tahu segala

    hal, belajar untuk menjadi yang diinginkan, belajar untuk hidup bersama

    yang lain, dan belajar untuk melakukan sesuatu yang diinginkan (aktif).

    Menurut Bloom (dalam Deni Darmawan dan Permasih, 2011: 140),

    “menyebutnya dengan tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan

    psikomotor. Aspek kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu, (1)

    Pengetahuan, (2) Pemahaman, (3) Pengertian, (4) Aplikasi, (5) Analisis, (6)

    Sintesis, dan yang terakhir sebagai tambahan ada evaluasi.”

    Selain itu, menurut Lindgren (dalam M. Thobroni, 2015: 22), “hasil

    pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.”

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar

    adalah sebuah produk yang dihasilkan manusia melalui sebuah proses yang

    dinamakan belajar.

    Sudjana (2005: 34) menyebutkan bahwa “hasil belajar siswa pada

    hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif, dan

    psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami

    siswa.” Maksudnya adalah perubahan signifikan yang dialami oleh siswa

    yang meliputi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor

    (keterampilan) didapat setelah adanya proses pembelajaran.

    Proses perubahan belajar dapat terjadi dari yang paling sederhana

    sampai yang paling kompleks, yang bersifat pemecahan masalah, dan

    pentingnya peranan kepribadian dalam proses serta hasil belajar. Variasi

    dalam Cognitive Entry Behaviours, Afektif Entry Characteristic, dan

    kualitas pengajaran menentukan hasil belajar, variabel kualitas pengajaran

    yang tercemin dalam penyajian bahan petunjuk latihan (tes formatif),

    proses balikan, dan perbaikan penguatan partisipasi siswa harus sesuai

    dengan kebutuhan siswa, oleh Bloom (dalam Max Darsono, 1989: 88,

    dalam Deni Darmawan dan Permasih, 2011: 140). Secara umum, menurut

  • 20

    Deni Darmawan dan Permasih(2011: 140), hasil belajar dipengaruhi oleh

    faktor internal dan faktor eksternal, yaitu:

    Faktor internal yaitu, 1) Faktor fisiologis yang bersifat

    bawaan yang diperoleh dari mendengar, melihat, cacat

    tubuh, dan lain-lain, 2) Faktor psikologis bersifat

    keturunan yang terdiri atas faktor intelektual: faktor

    potensial yaitu inteligensi dan bakat, dan faktor non-

    intelektual yaitu kecakapan nyata dan prestasi, 3) Faktor

    kematangan baik fisik maupun psikis yang tergolong faktor

    eksternal seperti faktor sosial, faktor budaya, faktor

    lingkungan fisik, dan faktor spiritual.

    Selama proses belajar mengajar tentu tidak selalu berjalan dengan

    lancar, tetapi ada pula masalah-masalah yang muncul. Masalah belajar

    adalah masalah bagi setiap manusia, dengan belajar manusia akan

    memperoleh keterampilan, kemampuan sehingga terbentuklah sikap dan

    bertambahnya ilmu pengetahuan. Jadi hasil belajar itu adalah suatu hasil

    nyata yang dicapai oleh siswa dalam usaha menguasai kecakapan jasmani

    dan rohani di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk raport pada tiap

    semester.

    Untuk mengetahui perkembangan hasil yang telah dicapai oleh

    seseorang dalam belajar maka harus dilakukan evaluasi. Untuk menentukan

    kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu

    pada tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui seberapa besar

    pengaruh strategi belajar mengajar yang telah diterapkan terhadap

    keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar siswa menurut W.Winkel (dalam

    Psikologi Pengajaran 1989: 82) adalah “keberhasilan yang dicapai oleh

    siswa, yaitu prestasi belajar siswa di sekolah yang diwujudkan dalam

    bentuk angka.” Selain itu, Purwanto (2010: 46) mendefinisikan hasil

    belajar sebagai “pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti

    proses belajar mengajar.” Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya

    pendidikan, sehingga hasil yang diukur sangat tergantung pada tujuan

    pendidikan.

  • 21

    Meurut Winarno Surakhmad (dalam Interaksi Belajar Mengajar,

    1980: 25), “hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan,

    ujian, atau tes.” Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu

    indek dalam menentukan keberhasilan siswa. Jadi kesimpulannya, hasil

    belajar adalah prestasi belajar yang dicapai oleh siwa melalui proses

    kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan

    pembentukan tingkah laku seseorang. Suatu proses belajar mengajar bisa

    dikatakan berhasil maupun tidak, hal ini dikarenakan setiap guru

    mempunyai pandangan yang berbeda-beda yang sejalan dengan prinsipnya

    masing-masing. Namun untuk menyamakan persepsinya, sebaiknya kita

    berpedoman pada kurikulum yang sudah berlaku saat ini. Intinya adalah

    suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dapat

    dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya tercapai atau

    terpenuhi.

    Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran

    khusus, guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap akan menyajikan

    suatu bahasan kepada siswa. Penilaian tes formatif ini untuk mengetahui

    sejauh mana siswa telah menguasai tujuan pembelajaran khusus yang ingin

    dicapai. Jadi fungsi penelitian ini adalah untuk memberikan umpan balik

    kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan

    melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena

    itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya

    memenuhi tujuan pembelajaran khusus dari bahan tersebut.

    2.3 Matematika

    Kata matematika berasal dari bahasa Latin mathematika, awalnya

    diambil dari bahasa Yunani mathematike yang artinya mempelajari.

    Mathematika berasal dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau

    ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan

    kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya

  • 22

    belajar (berpikir). Berdasarkan asal katanya, matematika berarti ilmu

    pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih

    menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan

    dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena

    pikiran-pikiran manusia, yang berhungan dengan ide, proses, dan

    penalaran (Ruseffendi, 1980)

    Menurut Sukayati (2009) Matematika merupakan disiplin ilmu

    yang mempunyai sifat khas bila dibandingkan dengan disiplin ilmu yang

    lain. Secara singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-

    ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan

    penalarannya deduktif. Hal yang demikian tentu akan membawa akibat

    pada terjadinya proses pembelajaran matematika.

    Plato (dalam Abdul Halim Fathani, 2009) berpendapat bahwa

    matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun

    mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk keperluan

    lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia

    mengadakan perbedaan antara aritmatika (teori bilangan) dan logistik

    (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Dengan demikian, matematika

    ditingkatkan menjadi mental abstrak pada objek-objek yang ada secara

    lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna.

    2.4 Problem Solving Learning berbantuan Math Menu

    2.4.1 Pengertian Problem Solving Learning

    Hanlie Murray, Alwyn Olivier, dan Piet Human (1998: 169)

    menjelaskan bahwa “Pembelajaran Penyelesain Masalah (Problem Solving

    Learning/PSL) merupakan salah satu dasar teoretis dari berbagai strategi

    pembelajaran yang menjadikan masalah (problem) sebagai isu utamanya,

    termasuk juga Problem Based Learning dan Problem Posing Learning.”

    Menurut mereka, pembelajaran muncul ketika siswa bergumul dengan

    masalah-masalah yang tidak ada metode rutin untuk menyelesaikannya.

  • 23

    Masalah, dengan demikian, harus disajikan pertama kali sebelum metode

    solusinya. Guru seharusnya tidak terlalu ikut campur ketika siswa sedang

    mencoba menyelesaikan masalah. Malahan, guru sebaiknya mendorong

    siswa untuk membandingkan metode-metode satu sama lain,

    mendiskusikan masalah tersebut, dan seterusnya. Inti dari PSL adalah

    praktik. Semakin sering melakukan praktik, semakin mudah siswa

    menyelesaikan masalah.

    2.4.2 Alasan peneliti menggunakan Problem Solving Learning

    Peneliti menggunakan Problem Solving Learning karena alasan

    sebagai berikut:

    a. Problem Solving Learning dapat menjadi metode yang bisa memenuhi

    tujuan Satuan Pendidikan SD yang tercantum pada kurikulum 2013

    yaitu mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan

    hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,

    kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

    b. Penggunaan Problem Solving Learning dianggap akan membuat

    efektif karena sifat metode Problem Solving Learning yang berpusat

    pada siswa diduga akan lebih efektif karena siswa kelas 2 lebih aktif,

    mandiri dan sudah bisa bertanggung jawab atas tugas yang diberikan

    guru pada mereka. Peran guru disini nantinya adalah hanya sebagai

    pelatih/mentor/fasilitator saja.

    c. Siswa merasa jenuh dengan pengajaran Matematika yang terkesan

    monoton, membosankan dan sulit. Problem Solving Learning dinilai

    tidak akan membuat siswa merasa bosan karena mereka nantinya

    tidak hanya akan menemukan konsep pembelajaran tersebut melalui

    berbagai macam kegiatan yang inovatif sehingga Matematika

    terkemas kedalam kondisi yang menyenangkan.

  • 24

    d. Problem Solving Learning merupakan metode pembelajaran

    pemecahan masalah, namun sayangnya sekolah-sekolah yang masih

    menggunakan KTSP sebagai kurikulumnya merasa janggal dalam

    mengaplikasikannya padahal jika dicermati sebenarnya baik KTSP

    maupun kurikulum 2013 mengacu pada masalah pembelajaran yang

    ada.

    e. Keunggulan Problem Solving Learning adalah siswa mencari konsep

    atau topik secara mandiri, jadi siswa dapat terus mengingat apa yang

    telah mereka temukan sendiri tanpa harus menghafal lagi.

    f. Kelemahan Problem Solving Learning adalah:

    1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama.

    2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing.

    3. Siswa kurang konsentrasi.

    2.4.3 Penerapan Problem Solving Learning

    Karakter utama dari Problem Solving Learning adalah

    proses/produk sebagai hasil akhir pembelajaran, oleh Yohana Setiawan

    (2014: 20). Menurut Yohana Setiawan (2014: 20), “guru sebaiknya

    mampu memberikan motivasi kepada siswa dalam menentukan proyek apa

    yang akan siswa lakukan agar siswa tertarik mengerjakan proyek dan tidak

    merasa bosan.” Selain itu, proyek harus memenuhi tujuan pembelajaran

    yang tentunya sesuai dengan kompetensi dasar, materi dan hasil belajar

    yang ingin dicapai siswa. Berikut ini sintaks pelaksanaan Problem Solving

    Learning:

    a. Guru membuat daftar kegiatan yaitu mengenai pelajaran yang dibahas

    dan dijelaskan ke siswa.

    b. Guru mengisi daftar kegiatan tersebut dengan menggunakan banyak

    aktivitas-aktivitas pemecahan masalah yang menyenangkan.

  • 25

    c. Guru menjelaskan secara runtut, diawali dari apa saja yang ada pada

    daftar kegiatan, apa yang harus mereka kerjakan, dan bagaimana

    mereka harus menyelesaikannya.

    d. Guru berjalan-jalan dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain untuk

    mengecek.

    2.4.4 Pengertian Math Menu

    Sebuah artikel menyebutkan bahwa “Math Menu is a menu is a

    collection of problem-solving activities that provide class work for one or

    more weeks. The activities are organized around a particular

    mathematical focus and often are continuations or extensions of activities

    introduced in whole class lessons.” Jadi Math Menu atau yang dalam

    Bahasa Indonesia bisa kita artikan dengan Daftar Matematika adalah

    sebuah daftar dari sekumpulan aktivitas pemecahan masalah yang

    disediakan di kelas dan bisa dikerjakan selama satu minggu atau lebih.

    Aktivitas tersebut disusun tentang fokus matematika yang biasanya dan

    sering berkelanjutan atau aktivitas tambahannya diperkenalkan pada

    pembelajaran di kelas.

    2.4.5 Alasan peneliti menggunakan Math Menu

    Peneliti menggunakan bantuan Math Menu karena alasan sebagai

    berikut:

    a. Math Menu dapat menjadi media yang sesuai dengan langkah

    pembelajaran scientific yang saat ini sedang ingin diterapkan di

    Indonesia.

    b. Penggunaan Math Menu dianggap akan membuat efektif karena

    berpusat pada siswa dan diduga akan lebih efektif. Peran guru disini

    nantinya adalah hanya sebagai pelatih/mentor/fasilitator saja.

    c. Siswa merasa jenuh dengan pengajaran Matematika yang terkesan

    monoton, membosankan dan sulit. Math Menu dinilai tidak akan

  • 26

    membuat siswa merasa bosan karena mereka nantinya tidak akan

    merasa seperti sedang belajar matematika.

    d. Keunggulan Math Menu adalah siswa mempelajari hal baru secara

    mandiri mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang

    menyenangkan.

    e. Kelemahan Math Menu adalah:

    1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama karena

    terkadang siswa harus mengantri untuk menyelesaikan salah satu

    tugas dari daftar.

    2. Guru tidak dapat mengetahui masing-masing kemampuan dari

    siswa.

    3. Siswa kurang konsentrasi.

    4. Suasana kelas cenderung ramai karena siswa berpindah-pindah

    dari satu tempat ke tempat yang lain.

    2.4.6 Penerapan Math Menu

    Karakter utama dari Math Menu adalah proses/produk sebagai hasil

    akhir pembelajaran. Jadi sebaiknya guru bisa lebih memotivasi siswa

    untuk lebih percaya diri dalam menyampaikan cara/metode yang ia

    temukan pada saat mengerjakan Math Menu. Selain itu, proyek harus

    memenuhi tujuan pembelajaran yang tentunya sesuai dengan kompetensi

    dasar, materi dan hasil belajar yang ingin dicapai siswa. Berikut ini sintaks

    pelaksanaan Math Menu:

    1. Guru membuat Math Menu atau Daftar Tugas Matematika yang akan

    dikerjakan siswa.

    2. Satu daftar ini akan berisi banyak tugas yang harus dikerjakan siswa

    dan berhubungan dengan materi yang dipelajari pada tema.

    3. Guru menyiapkan tempat, alat, dan bahan yang nantinya akan

    digunakan siswa untuk menyelesaikan daftarnya.

    4. Guru membagikan Math Menu tersebut dan mulai menjelaskan kepada

    siswa.

  • 27

    5. Siswa memulai untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam Math Menu

    mereka.

    6. Setelah selesai melakukan salah satu dari tugas yang ada pada daftar,

    siswa harus menunjukkan kepada guru terlebih dahulu kemudian

    meminta tanda tangan sebelum berganti ke tugas yang lain.

    7. Setelah semua selesai, siswa akan meulis tentang apa yang telah

    mereka pelajari melalui Math Menu.

    2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

    Penelitian yang dilakukan oleh Suroso dan Ika Purwati pada tahun

    2014 pada siswa kelas 4 SD Negeri Ketundan 2 semester 2 Tahun

    Pelajaran 2013/2014 dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar

    Matematika Melalui Model Problem Solving Learning pada Siswa Kelas 4

    SD Negeri Ketundan 2 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Semester II

    Tahun Pelajaran 2013/2014”, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa

    kelas 4 SD Negeri Ketundan 2 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

    rendah. Hal ini disebabkan karena lemahnya proses pembelajaran yang ada

    di kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model

    pembelajaran problem solving learning pada mata pelajaran Matematika

    kelas 4 SD Negeri Ketundan 2 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

    Tahun Pelajaran 2013/2014 terbukti dapat meningkatkan hasil belajar yang

    diperoleh siswa. Untuk hasil belajar matematika pada siswa SDN

    Ketundan 2 Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 terjadi peningkatan

    lebih baik untuk pelajaran matematika. Prasiklus siswa yang tuntas 55%.

    Pada siklus 1 siswa yang tuntas 65% dan yang tidak tuntas 35%.

    Sedangkan pada siklus 2, siswa yang tuntas 95% dan yang tidak tuntas 5%.

    Ketuntasan hasil belajar pada aktivitas belajar siswa dari prasiklus naik

    10% ke siklus 1. Ketuntasan hasil belajar pada aktivitas belajar siswa

    mengalami kenaikan 30% dari siklus 1 ke siklus 2. Dengan demikian dapat

    disimpulkan bahwa penerapan model problem solving learning dapat

  • 28

    meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 SDN Ketundan

    II Tahun Pelajaran 2013/2014.

    Penelitian senada dilakukan oleh Petra Kristi Mulyani dan Samijo

    dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata

    Pelajaran Matematika dengan Metode Problem Solving di Kelas III SD

    Negeri Sawangan 01 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang pada

    Semester II Tahun 2011-2012” Tujuan penelitian ini adalah untuk

    mengetahui hasil belajar Matematika melalui model Problem Solving

    Learning bagi siswa kelas 4 semester 2 SD Negeri Sawangan 01

    Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang pada Semester II Tahun 2011-

    2012. Menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri

    Sawangan 01 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang pada Semester II

    Tahun 2011-2012 rendah, hal ini disebabkan penggunaan model dan

    metode pembelajaran monoton, sehingga siswa merasa bosan dan enggan

    untuk mengikuti pelajaran, selain itu disebabkan juga oleh kurangnya

    pemanfaatan media pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik

    mengikuti kegiatan belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

    penerapan model pembelajaran Problem Solving Learning pada mata

    pelajaran Matematika kelas 4 SD Negeri Sawangan 01 Kecamatan

    Gringsing Kabupaten Batang pada Semester II Tahun 2011-2012, terbukti

    dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

    Sedangkan penelitian yang penulis lakukan saat ini, penelitian

    dilakukan pada tahun 2017 pada siswa kelas 2 SD Negeri Kenteng 01

    Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen Semester I Tahun Ajaran

    2017/2018 dengan judul, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

    Melalui Model Pembelajaran Problem Solving Learning Berbantuan Math

    Menu Pada Siswa Kelas 2 Sekolah Dasar Negeri Kenteng 01 Semester I

    Tahun Ajaran 2017/2018”, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas 2

    SD Negeri Kenteng 01 Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen Semester

    I Tahun Ajaran 2017/2018 rendah, hal ini tampak dari dominasi guru

  • 29

    dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih bersifat pasif, guru

    menggunakan metode ceramah, sehingga mengaktifkan guru, sehingga

    siswa lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari, menemukan

    sendiri pengetahuan atau sikap dalam pembelajaran Matematika, dan

    melakukan praktik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan

    model pembelajaran Problem Solving Learning pada mata pelajaran

    Matematika kelas 2 SD Negeri Kenteng 01 Kecamatan Sempor Kabupaten

    Kebumen Semester I Tahun Ajaran 2017/2018, dan siswa kelas 2 SD

    Negeri Kenteng 01 Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen Semester I

    Tahun Ajaran 2017/2018 terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

    2.6 Kerangka Pikir

    Kegiatan pembelajaran merupakan proses komunikasi dan interaksi

    antara guru dan siswa. Guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang

    memberikan kemudahan untuk siswa serta siswa mampu menerima yang

    telah dijelaskan oleh guru. Guru menggunakan metode pembelajaran yang

    monoton yaitu ceramah. Siswa hanya melihat, memperhatikan, dan

    mendengarkan guru menjelaskan materi, sehingga membuat siswa lebih

    banyak diam karena mengantuk dan tidak terlalu berkonsentrasi. Pada

    kondisi seperti ini, siswa ketika diberi pertanyaan atau tes, hasil yang

    diperoleh masih banyak dibawah KKM.

    Kondisi seperti ini memerlukan suatu perbaikan, salah satunya

    yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan

    hasil belajar siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Problem

    Solving Learning. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe

    Problem Solving Learning adalah:

    1. Membagi daftar kegiatan aktivitas yang harus diselesaikan oleh siswa.

    2. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dan mengarahkannya

    untuk menuju ke kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, hal ini

    dilakukan agar siswa tidak menumpuk pada salah satu kegiatan saja.

  • 30

    3. Siswa bekerja secara individu untuk menyelesaikan daftar kegiatannya

    masing-masing.

    4. Siswa yang telah menyelesaikan satu kegiatan harus menemui guru

    untuk meminta tanda bahwa ia sudah mengerjakan kegiatan itu.

    5. Setelah semua siswa selesai melakukan semua kegiatan yang ada dalam

    daftar, siswa kembali ke tempat duduk masing-masing dan

    mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan.

    6. Mengecek konsep-konsep yang ditemukan oleh siswa dan meluruskan

    jika ada kesalahpahaman konsep.

    2.7 Hipotesis Tindakan

    Dengan penggunaan model Problem Solving Learning Berbantuan

    Math Menu ini, diduga terjadi peningkatan presentasi siswa tuntas KKM

    dan siswa menjadi lebih positif atau menjadi sangat baik terhadap

    Matematika. Adapun indikator kinerjanya adalah:

    a) Guru terampil mengelola proses pembelajaran Matematika dengan

    menggunakan metode Problem Solving Learning berbantuan Math

    Menu.

    b) Terjadi perubahan hasil belajar siswa selama mengikuti pelajaran

    Matematika yang ditandai dengan aktivitas siswa yang dapat dilihat

    pada lembar penilaian observasi siswa.

    c) Siswa kelas 2 SD Negeri Kenteng 01 Sempor mengalami ketuntasan

    belajar dalam pelajaran Matematika.