bab ii kajian pustaka ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 dermatitis atopik 2.1.1 definisi...

24
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik (atopic dermatitis) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya menahun residif disertai rasa gatal hebat, eksaserbasi kronik dan remisi, dengan etiologi yang sifatnya multifaktorial. Dermatitis atopik biasanya berhubungan dengan penyakit alergi lainnya seperti asma bronkial dan rhinokonjungtivitis alergi. Sinonim dermatitis atopik adalah neurodermatitis, eksema atopik, eksema dermatitis atau prurigo Besnier (Leung dkk. 2008; Lipozen dkk., 2007; Bieber dkk., 2008). 2.1.2 Epidemiologi Prevalensi dermatitis atopik (DA) berbeda-beda antar negara. Di negara industri seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia prevalensi dermatitis atopik pada orang dewasa sekitar 1%-3% dan pada anak sekitar 10%-20%. Prevalensi dermatitis atopik di negara agraris seperti Cina, Eropa Timur, dan Asia Tengah jauh lebih rendah. Secara umum prevalensi DA sekitar 10%-20% pada anak dan sekitar 1%-3% pada dewasa (Hammer-Helmich dkk., 2014; Afshari dkk., 2016; Leung dkk., 2012). Dermatitis atopik biasanya muncul pada bayi dan anak-anak, akan tetapi dapat menetap ataupun DA dapat dimulai pada usia dewasa. Sekitar 45% kasus dermatitis

Upload: others

Post on 07-Mar-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Atopik

2.1.1 Definisi

Dermatitis atopik (atopic dermatitis) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

menahun residif disertai rasa gatal hebat, eksaserbasi kronik dan remisi, dengan

etiologi yang sifatnya multifaktorial. Dermatitis atopik biasanya berhubungan dengan

penyakit alergi lainnya seperti asma bronkial dan rhinokonjungtivitis alergi. Sinonim

dermatitis atopik adalah neurodermatitis, eksema atopik, eksema dermatitis atau

prurigo Besnier (Leung dkk. 2008; Lipozen dkk., 2007; Bieber dkk., 2008).

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi dermatitis atopik (DA) berbeda-beda antar negara. Di negara industri

seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia prevalensi dermatitis atopik pada

orang dewasa sekitar 1%-3% dan pada anak sekitar 10%-20%. Prevalensi dermatitis

atopik di negara agraris seperti Cina, Eropa Timur, dan Asia Tengah jauh lebih

rendah. Secara umum prevalensi DA sekitar 10%-20% pada anak dan sekitar 1%-3%

pada dewasa (Hammer-Helmich dkk., 2014; Afshari dkk., 2016; Leung dkk., 2012).

Dermatitis atopik biasanya muncul pada bayi dan anak-anak, akan tetapi dapat

menetap ataupun DA dapat dimulai pada usia dewasa. Sekitar 45% kasus dermatitis

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

6

atopik berawal pada 6 bulan pertama kehidupan, 60% pada tahun pertama kehidupan

dan 85% sebelum usia 5 tahun (Pyun BY, 2015). Remisi spontan dialami sebelum

remaja yaitu Lebih dari 70% dan setelah pubertas mengalami gejala ulangan sebesar

25 % (Karagiannidou dkk., 2014). Terjadi kecenderungan prevalensi menurut jenis

kelamin dimana wanita lebih banyak menderita daripada pria dengan rasio 1,3 : 1.

Onset DA yang lebih awal berkorelasi dengan sensitivitas terhadap allergen yang

lebih tinggi. Anak-anak yang mengalami DA pada awal masa kehidupannya sangat

sensitif terhadap beberapa allergen (sekitar 60% dari seluruh kasus), sedangkan pada

anak-anak dengan onset DA yang lebih lambat didapatkan lebih kurang sensitif

terhadap alergen (Afshari dkk., 2016; Evina, 2015).

DA cenderung diturunkan. Lebih dari 25% anak dari seorang ibu yang

menderita atopik akan mengalami DA pada tiga bulan pertama masa kehidupan. Bila

salah satu orang tua menderita atopik maka lebih dari 50% anak akan menderita

gejala alergi sampai usia dua tahun. Bila kedua orang tua menderita atopik maka

angka akan meningkat hingga 79% (Karagiannidou dkk., 2014).

2.1.3 Patogenesis

Belum ditemukan penyebab pasti DA. Berbagai faktor yang kemungkinan berperan

dalam patogenesis dermatitis atopik antara lain faktor genetik, lingkungan, sawar

kulit, dan sistem kekebalan (Leung dkk., 2012).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

7

2.1.3.1 Gangguan fungsi sawar kulit

Pada DA terjadi rasa gatal yang hebat, garukan, disertai hipereaktivitas kulit dan

berkurangnya ambang batas rasa gatal sebagai dasar terjadinya stimulasi mekanis

yang kontinyu dan pengeluaran sitokin yang tidak teratur oleh keratinosit. Pada DA

terjadi perubahan komposisi lemak stratum korneum sehingga kulit menjadi kering.

Perubahan pH kulit ke arah alkali mengakibatkan permeabilitas terhadap alergen dan

iritan meningkat (Bieber, 2008). Gangguan fungsi sawar kulit pada DA meningkatkan

absorpsi antigen sehingga terjadi hipereaktivitas kulit sebagai gambaran khas DA

(Karagiannidou dkk., 2014). Penelitian lain menyebutkan bahwa sekresi seramidase

(berfungsi memecah seramid menjadi sphingosine dan asam lemak) oleh flora

bakteri jumlahnya lebih banyak pada penderita DA baik pada kulit dengan lesi

ataupun tanpa lesi (Benedetto dkk., 2012).

2.1.3.2 Faktor Imunologi

Konsep dasar patogenesis terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik. Parameter

imunologi seperti kadar IgE dalam serum ditemukan meningkat pada 60-80%

penderita. Selain itu juga ditemukan IgE yang spesifik terhadap bermacam

aeroalergen dan eosinofilia darah serta adanya molekul IgE pada permukaan sel

Langerhans epidermal. Suatu penelitian mendapatkan bahwa 80% anak dengan

dermatitis atopik mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik. Hal ini menunjukkan

adanya hubungan antara DA dengan kejadian alergi pada saluran napas (Thomsen,

2014).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

8

Respon imun dapat berlangsung dalam lapisan dermo-epidermal dengan

melibatkan sel langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mast. Apabila

suatu antigen (baik berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen atau super

antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopik, maka antigen

tersebut akan ditangkap oleh antibodi IgE yang ada pada permukaan sel mast atau

membran SL epidermis (Bieber, 2012).

Antigen Presenting Cell (APC) pada DA (berupa sel langerhans epidermis dan

sel dendritik dermis) dapat mengaktifkan sel T alergen spesifik melalui antibodi IgE

alergen spesifik (terikat pada reseptor FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein). SL

dengan ikatan IgE dan antigen pindah dari dermis ke saluran limfe dan kelenjar getah

bening regional (regio parakortikal). Di sana antigen diproses menggunakan Major

Histocompatibility Complex (MHC) II dan dipresentasikan untuk mengaktifkan sel T

naïve. Diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi menentukan perkembangan sel T ke

arah Th1 atau Th2. Melalui glikoprotein permukaan, sel T akan terekspresi secara

berbeda pada proses pematangan dan menentukan fenotip sel T, apakah menjadi sel T

helper/regulatory CD4+ atau sel T cytotoxic/ supressor CD8+. Infiltrat mononuklear

pada lesi DA terutama berupa sel T CD4+ dan sedikit sel T CD8+ (Rerknimitr dkk.,

2017)

Lingkungan sitokin berperan penting pada perubahan Sel T helper menjadi sel

Th1 atau Th2. Sel Th1 dipicu oleh interleukin (IL)-12 yang disekresi oleh makrofag

dan sel dendritik. Sel Th2 dipicu oleh IL-10 dan Prostaglandin (PG) E. Sel Th1

memproduksi sitokin IFN-γ, TNF-α, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel Th2

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

9

memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. IL-4, IL-5 dan IL-13

menyebabkan peningkatan level IgE dan eosinofil serta menginduksi molekul adesi

yang terlibat pada migrasi sel inflamasi ke lesi kulit (Leung dkk., 2000).

Pola ekspresi lokal sitokin mempengaruhi inflamasi di jaringan lokal, dimana

pada DA pola ini bergantung pada usia lesi kulit. Pada kulit dengan lesi akut atau

tanpa lesi DA, sel T meningkatkan ekspresi IL-4, IL-5, dan IL-1 dengan sedikit INF-

γ. IL-4 menghambat produksi INF-γ dan menekan diferensiasi ke arah sel Th1

sehingga lingkungan tersebut memicu perkembangan ke arah sel Th2. Sitokin Th2

akan menginduksi respon lokal IgE untuk menarik sel-sel inflamasi (limfosit dan

eosinofil) sehingga terjadi peningkatan pengeluaran molekul adesi. Pada lesi kronik

terdapat pola sitokin yang berbeda, dimana terjadi peningkatan kadar INF-γ, IL-12,

IL-5, dan granulocyte monocyte colony stimulating factor (GM-CSF). IFN-γ sebagai

sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak namun kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap

tinggi. IFN-γ dan IL-12 memicu terjadinya infiltrasi limfosit dan makrofag. IFN-γ

dan GM-CSF merangsang sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan

keratinosit epidermis sehingga terjadi hiperplasia epidermis pada lesi kronik. (Leung

dkk., 2012; Leung dkk., 2000).

Kelainan imunologi utama pada DA adalah sekresi IgE yang berlebihan.

Ikatan antigen dengan IgE pada permukaan sel mast memicu pelepasan mediator

kimia seperti histamin sehingga berakibat keluhan rasa gatal dan kemerahan pada

kulit. Pelepasan mediator ini terjadi 15-60 menit setelah pajanan dan disebut reaksi

fase cepat (early phase reaction). Reaksi fase lambat (late phase reaction) menyusul

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

10

3-4 jam setelah reaksi fase cepat. Pada reaksi fase lambat terjadi ekspresi adesi

molekul pada dinding pembuluh darah dan diikuti tertariknya eosinofil, limfosit,

monosit pada daerah radang. Hal ini terjadi karena peningkatan aktifitas Th2

memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, GM-CSF yang merangsang sel limfosit B

membentuk IgE dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel mast, namun

tidak terjadi peningkatan pada Th1 (Honda dkk., 2017; Rerknimtr dkk., 2017, Leung

dkk., 2012).

Gambar 2.1. Patogenesis dermatitis atopik (Leung dkk., 2000)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

11

2.1.4 Faktor Risiko

2.1.4.1 Faktor Genetik

DA merupakan penyakit genetik yang kompleks dan berkembang berdasarkan latar

belakang genetik dan interaksi genetik dengan lingkungan. Hal ini dicirikan dari

onset DA yang lebih banyak pada usia dini, prevalensi penyakit pada keluarga, dan

angka kejadian yang tinggi pada saudara kembar (pada monozigot sebesar 77%, pada

dizigot sebesar 15%). Gen yang terlibat dalam DA antara lain:

a. Gen pada kromosom 5q31-33 yang mengandung famili gen sitokin Th2 yaitu

IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF.

b. Gen lainnya yaitu pada kromosom 16p11.2-12 merupakan lokasi IL-4

reseptor gen alfa (IL-4Rα). Polimorfisme pada minimal empat asam amino

yang berbeda pada lokasi sitoplasmik IL-4Rα mempengaruhi sinyal reseptor

IL-4 dan meningkatkan sekresi IgE.

c. Gen pada 12q21-1q24.1, yaitu gen IFN-γ dan faktor sel punca (KIT

ligand/mast-cell growth factor) berlokasi berhubungan dengan kadar IgE

total yang tinggi.

d. Lokus gen 11q13 sebagai daerah untuk rantai β reseptor IgE terkait dengan

fenotip dermatitis atopik.

e. Dan varian dari area pengkode IL-13, mutasi pada promotor proksimal gen

RANTES dan keterkaitan dermatitis atopik dengan kromosom 3q21, area

yang mengkode molekul kostimulator Cluster of Differentiation 80 (CD80)

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

12

dan CD86 telah diidentifikasi sebagai lokus yang rentan padda DA (Thomsen

dkk., 2007; McPherson, 2016).

Penelitian lain menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara DA dengan

mutasi gen filagrin pada kromosom 1. Gen filagrin merupakan risiko genetik terkuat

dimana sebanyak 50% penderita dengan DA mengalami mutasi pada gen ini. Mutasi

gen filagrin menyebabkan gangguan fungsional pada protein filagrin dan menganggu

fungsi sawar kulit. Manifestasi klinis gangguan ini adalah kulit kering dengan fisura

dan berisiko tinggi menjadi eksema (Rerknimitr dkk., 2017; McPherson, 2016;

Gutowska-Owsiak, 2012).

2.1.4.2 Faktor lingkungan

Hanya sedikit faktor risiko dari aspek lingkungan yang diterima sebagai penyebab

potensial DA. Salah satu contoh faktor ini adalah gaya hidup barat yang mengarahkan

pada peningkatan kejadian eksema namun tidak mampu menunjukkan faktor risiko

lingkungan yang spesifik sehingga tindakan preventif tidak dapat ditentukan

(Benedetto dkk., 2012; Thomsen, 2014).

Terdapat suatu hipotesis yang menjelaskan peningkatan prevalensi eksema.

Hipotesis tersebut, dikenal sebagai hygiene hypothesis, menyatakan bahwa rendahnya

paparan terhadap infeksi protipikal seperti hepatitis A dan tuberkulosis pada masa

awal pada anak-anak meningkatkan kerentanan atau kecenderungan seseorang untuk

menderita dermatitis atopik. Hipotesis ini didukung oleh data bahwa saudara termuda

memiliki risiko dermatitis atopik terendah serta anak-anak yang tumbuh di

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

13

lingkungan pertanian (terpapar oleh berbagai jenis mikroflora, susu sapi yang belum

terpasteurisasi, dan hewan ternak) pada umumnya memiliki efek proteksi dari

penyakit alergi. Perkembangan penyakit DA juga dipengaruhi oleh lamanya

menyusui. Faktor-faktor gaya hidup modern (seperti penggunaan antibiotic yang

meningkat, jumlah anggota keluarga yang menurun, dan higienitas yang meningkat)

meningkatkan kemungkinan menderita DA (Bloomfield dkk., 2016; Hong dkk.,

2014).

2.1.5 Gejala Klinis

Gejala klinis dan perjalanan klinis DA bersifat sangat bervariasi. Gejala utama DA

adalah pruritus atau rasa gatal yang hilang timbul sepanjang hari, tetapi biasanya

lebih hebat pada malam hari. Akibat gejala ini penderita akan menggaruk sehingga

timbul bermacam-macam kelainan kulit lain seperti papul, likenifikasi, eritema, erosi,

eksoriasi, eksudasi, dan krusta. Kulit penderita DA biasanya kering, pucat atau redup,

kadar lipid dalam epidermis berkurang, dan terjadi peningkatan kehilangan air lewat

epidermis (Eichenfield dkk., 2014).

Lesi akut pada DA dapat berupa eritema dengan papul, vesikel, edema yang

luas dan luka akibat menggaruk. Sedangkan lesi pada stadium kronik berupa

penebalan kulit atau likenifikasi. Selain itu dapat terjadi fisura yang nyeri terutama

pada fleksor, telapak tangan, jari dan telapak kaki. Pada individu yang berkulit hitam

atau coklat dapat ditemukan likenifikasi folikular (Leung dkk., 2012)

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

14

2.1.6 Klasifikasi

DA secara klinis terbagi menjadi 3 fase yaitu (Leung dkk., 2012; Karagiannidou dkk.,

2014):

1. Fase infantil (usia 0-2 tahun)

DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, umumnya setelah usia 2

bulan. Lesi diawali di kulit muka (dahi, pipi) dalam bentuk eritema, papulovesikel

halus, karena keluhan gatal kemudian digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya

membentuk krusta dan dapat terjadi infeksi sekunder. Pada usia sekitar 18 bulan

mulai timbul likenifikasi. Sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun dan

sebagian lagi berlanjut ke bentuk atau fase anak.

2. Fase anak (usia 2 - 12 tahun)

Fase anak dapat sebagai kelanjutan dari bentuk infantil atau dapat timbul sendiri (de

novo). Lesi DA anak berjalan menahun akan berlanjut hingga usia sekolah. Predileksi

biasanya pada lipatan siku, lipatan lutut, leher dan pergelangan tangan. Jari-jari

tangan sering terkena berupa lesi eksudatif dan terkadang disertai kelainan kuku.

Umumnya kelainan kulit pada DA anak tampak lebih kering bila dibandingkan pada

bayi dan sering terjadi likenifikasi. Perubahan pigmen kulit dapat terjadi sejalan

dengan berlanjutnya lesi, dapat menjadi hiperpigmentasi atau kadang hipopigmentasi.

3. Fase Dewasa (usia > 12 tahun)

DA pada fase dewasa gambarannya mirip dengan lesi pada anak usia lanjut (8-12

tahun) dimana didapatkan likenifikasi terutama pada daerah lipatan tangan. Lesi

sifatnya kering, agak timbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

15

likenifikasi dengan sedikit skuama, sering terjadi eksoriasi dan eksudasi karena

garukan yang lambat laun dapat menjadi hiperpigmentasi. Pada fase dewasa,

distribusi lesi bersifat tidak terlalu khas, sering mengenai tangan dan pergelangan

tangan, dapat juga bersifat lokal, misalnya bibir, vulva, puting susu, atau kulit kepala.

Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi.

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis DA didasarkan pada keluhan dan gambaran klinis. Pada awalnya diagnosis

DA didasarkan atas berbagai gambaran klinis yang tampak terutama gejala gatal.

George Rajka menyatakan bahwa diagnosis DA tidak dapat dibuat tanpa disertai

adanya riwayat gatal (McPherson, 2016).

Hanifin dan Rajka pada tahun 1980 telah membuat kriteria diagnosis DA

berdasarkan pada kriteria mayor dan minor. Hingga saat ini kriteria ini masih sering

digunakan. Diagnosis DA harus mempunyai mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga

kriteria minor.

Kriteria mayor meliputi :

1. Pruritus

2. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak

3. Dermatitis di fleksura pada dewasa

4. Dermatitis kronis atau residif

5. Riwayat atopik pada penderita atau keluarganya (asma, rinokonjungtivitis

alergi, DA, urtikaria kontak).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

16

Kriteria minor meliputi :

1. Xerosis (kulit kering)

2. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus herpes simpleks)

3. Dermatitis non spesifik pada tangan atau kaki,

4. Iktiosis/hiperlinearitas Palmaris/keratosis pilaris,

5. Pitiriasis alba,

6. Dermatitis di papilla mama,

7. White dermographism dan delayed branch response,

8. Keilitis,

9. Lipatan infra-orbital Dennie-Morgan,

10. Konjungtivitis berulang,

11. Keratokonus,

12. Katarak subkapsular anterior,

13. Orbita menjadi gelap,

14. Muka pucat atau eritem,

15. Gatal bila berkeringat,

16. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak,

17. Aksentuasi perfolikular,

18. Hipersensitif terhadap makanan,

19. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi,

20. Tes kulit alergi tipe dadakan positif,

21. Kadar Ig E di dalam serum meningkat

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

17

22. Awitan pada usia dini.

Kriteria mayor dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan

pengalaman klinis yang cocok untuk diagnosis berbasis rumah sakit dan

eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis populasi karena

kriteria minor umumnya ditemukan pada kelompok kontrol, disamping itu belum

divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan (Thomsen, 2014;

Leung dkk., 2012).

The European Task Force on Atopic Dermatitis pada tahun 1993 membuat

suatu indeks untuk menilai derajat dermatitis atopik, dikenal dengan istilah Score of

Atopic Dermatitis (SCORAD). SCORAD dapat menilai derajat keparahan inflamasi

dermatitis atopik dengan menilai (A) luas lesi, (B) tanda- tanda inflamasi, dan (C)

keluhan gatal dan gangguan tidur. Tanda inflamasi yaitu eritema, indurasi, ekskoriasi,

papul, dan likenifikasi (Oranje dkk., 2007; Leung dkk., 2012)

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

18

Gambar 2.2. Indeks SCORAD (The European Task Force on Atopic

Dermatitis,1993)

Luas lesi (A) diukur dengan menggunakan the rule of nine dengan skala

penilaian 0-100. Tanda inflamasi (B) pada SCORAD terdiri dari 6 kriteria: eritema,

edema/papul, ekskoriasi, likenifikasi, krusta, dan kulit kering yang masing-masing

dinilai dari skala 0-3, dimana 0 = tidak ada, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat, jumlah

skor tertinggi kategori B ini adalah 18. Gejala subjektif (C) terdiri dari pruritus dan

gangguan tidur yang dinilai dengan visual analogue scale dari skala 0-10 sehingga

skor maksimum untuk bagian ini adalah 20. Formula SCORAD yaitu A/5 + 7B/2 +C.

Pada formula ini A adalah luas lesi (0-100), B adalah intensitas (0-18), dan C adalah

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

19

gejala subjektif (0-20). Skor maksimal SCORAD adalah 103. Berdasarkan dari

penilaian SCORAD dermatitis atopik digolongkan menjadi dermatitis atopik ringan,

sedang dan berat. Dermatitis atopik ringan dengan skor SCORAD <25, DA sedang

dengan skor SCORAD antara 25-50, dan DA berat dengan skor SCORAD >50

(Oranje dkk., 2007; Lipozen dkk.., 2007).

2.2 Leptin dan resptor leptin

Leptin berasal dari bahasa Yunani “leptos” yang berarti kurus. Leptin pertama kali

diidentifikasi pada tahun 1994, sebagai suatu protein disandi dari gen obesitas (ob),

yang berfungsi dalam regulasi berat badan. Leptin bersifat pleotropik dan memiliki

berat molekul16 kDa. Leptin utamanya disintesis oleh sel-sel adiposa, namun

berbagai penelitian telah menemukan adanya sintesis leptin serta reseptornya pada

sel-sel fibroblast dan keratinosit pada lapisan epidermis, yang keberadaannya dapat

dideteksi melalui pemeriksaan polymerase chain reaction (Piz-Filho dkk., 2012;).

Antibodi poliklonal Ob (A-20) sc-842 dengan metode immunostaining dapat

digunakan untuk menentukan leptin-like immunoreactivity yang bereaksi kuat pada

sel-sel keratinosit pada lapisan basal dan suprabasal epidermis. (Liu dkk., 2018).

Struktur leptin memiliki kesamaan dengan sitokin, yaitu memiliki rantai panjang

berbentuk helik seperti pada interleukin-6 (IL-6) dan IL-11 (Wauman dkk., 2017).

Leptin selain diproduksi oleh adiposa juga diproduksi di sejumlah jaringan seperti

plasenta, ovarium, otot skeletal, lambung, kelenjar hipofisis, dan hati (Bjorbaek dkk.,

2004)

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

20

Leptin memiliki peran sebagai regulator energi, berfungsi dalam sistem

endokrin serta berperan dalam sistem imunitas. Kadar leptin yang terdapat dalam

sirkulasi berhubungan dengan massa jaringan adiposa dan kadar yang tinggi akan

memberikan signal umpan balik pada hipotalamus, sehingga dapat mengontrol

cadangan lemak, mengatur nafsu makan serta meningkatkan penggunaan energi

(Bjarbaek, 2009). Kadar leptin manusia di sirkulasi adalah naik turun (pulsatile),

seperti ritme jantung, serta dipengaruhi oleh pola tidur. Kadar leptin mencapai puncak

antara malam hari dan pagi hari, serta paling rendah pada siang hingga sore hari. Pada

individu dengan obesitas, pola sekresi leptin adalah sama, namun pada saat mencapai

puncak, kadarnya jauh lebih tinggi dari kadar pada individu normal, dikarenakan

individu dengan obesitas memiliki jumlah sel adipose yang lebih banyak. Konsentrasi

leptin pada wanita lebih tinggi pada fase luteal dibandingkan fase menstruasi dan

sangat rendah pada wanita menopause. Apabila dibandingkan dengan pria, kadar

leptin pada wanita didapatkan lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya

pengaruh hormonal pada sekresi leptin (Mantzoros dkk., 2011). Kadar serum leptin

pada individu sehat adalah berkisar 1-3 ng/mL atau dapat mencapai rata-rata

4mg/mL, sedangkan pada individu dengan obesitas didapatkan kadar serum leptin

rata-rata 40 ng/mL hingga mencapai 100 ng/mL (Hoda dkk., 2012).

Leptin memiliki reseptor (ObR) yang memiliki 6 isoform yang berbeda, yaitu

Ob­Ra, Ob­Rb, Ob­Rc, Ob­Rd, Ob­Re, and Ob­R. Reseptor Ob-Rb memiliki bentuk

yang paling panjang, yang berperan dalam transduksi sinyal untuk mengaktifkan

JAK-STAT pathway. Leptin memiliki empat reseptor bentuk pendek, yaitu Ob­Ra,

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

21

Ob­Rc, Ob­Rd, dan Ob­Rf, dimana Ob­Ra berperan dalam transport leptin melewati

sawar otak serta degradasi leptin. Bentuk sekresi yaitu Ob-Re, berperan sebagai

protein pengikat leptin plasma. Kesemua isoform tersebut, terlibat dalam memediasi

keja leptin di otak dan organ perifer, namun hanya Ob-Rb yang memiliki bentuk

sitoplasma panjang yang diperlukan untuk trasduksi sinyal. Reseptor Ob-Rb secara

normal terdapat dalam jumlah yang sangat banyak pada hipotalamus dan pada tipe sel

lainnya termasuk sel T serta sel endotel vaskular (La Cava dkk., 2004; Paz-Filho

dkk., 2012; Wauman dkk., 2017).

Gambar 2.3 Leptin dan reseptor kompleks ObR (Wauman dkk., 2017)

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

22

2.2.1 Leptin-dependent signaling

Reseptor leptin tidak memiliki aktifitas enzimatik intrinsik sehingga diperlukan

proses signaling yang diinduksi ligan Janus-family tyrosine kinase 2 (JAK2)

(Wauman dkk., 2017).

Leptin bekerja melalui ikatan leptin dengan reseptornya akan menginduksi

proses signaling selanjutnya melalui the janus kinase (JAK) kemudian menginduksi

phosphorylation of tyrosine (Y) pada reseptor yang terletak pada sitoplasma

membentuk ikatan phosphotyrosine pada protein STAT. Setelah terjadi proses

phosphorylation dan terbentuk residu tyrosine pada protein STAT, ikatan ini akan

memisahkan diri dari reseptor dan akan berfungsi sebagai regulator aktif pada proses

transkripsi gen. Setelah ditransportasikan ke dalam nukleus akan mengalami ikatan

dengan element STAT dan DNA untuk menstimulasi proses transkripsi gen target

(Limanan dkk., 2013).

Jalur STAT3 tidak diaktivasi pada jaringan lainnya. Signaling STAT3 leptin-

dependent dan adenosisne monophosphate kinase (AMPK) dapat menginduksi dan

mengorganisasikan peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) serta gamma

coactivator (PGC) dan mampu mensupport integritas serta fungsi mitokondria (Guo,

et al., 2008). Leptin meningkatkan ekspresi fos yang merupakan target dari STAT3

serta meningkatkan ekspresi beberapa gen lainnya secara spesifik pada hipotalamus

(Myers dkk., 2008; Paz-Filho dkk., 2012).

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

23

Gambar 2.4 Leptin dan JAK-STAT pathway (Myers dkk., 2008)

2.2.2 Leptin dan Respon Imun

Efek leptin terhadap sistem imun adalah karena aktivitasnya sebagai sitokin

proinflamasi.

Pada netrofil, leptin mengaktifkan kemotaksis melalui jalur p38MAPK.

Selanjutnya, pada PBMC jalur MAPK tampaknya memediasi efek antiapoptotik.

Jalur fosfatidilinositol 3 - kinase adalah regulator untuk sejumlah efektor, meliputi

faktor transkripsi antiapoptotik NF-kB. NF-kB berperan penting dalam memediasi

berbagai sistem sinyal untuk meregulasi respon imun (Myers dkk., 2008).

Peran leptin yang telah dijelaskan dalam fungsi sistem imun dapat bersifat

relevan baik dalam imunitas seluler maupun humoral. Efek utama leptin dalam

imunitas bawaan melibatkan aktivasi proliferasi dan fagositosis monosit/makrofag,

kemotaksis netrofil, pelepasan radikal oksigen oleh sel, serta aktivasi sel NK. Pada

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

24

makrofag, leptin juga meningkatkan sekresi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-6

dan IL-12 (Kelesidis T. dkk., 2010).

Gambar 2.5 Peranan Leptin pada Innate dan Adaptive Immunity (La Cava dkk.,

2004).

Efek leptin terhadap imunitas adaptif juga telah banyak diteliti. Leptin menstimulasi

proliferasi sel T naïf dan sekresi IL-2 oleh sel tersebut. Studi pada manusia telah

menunjukkan peran leptin dalam aktivasi limfosit. Leptin saja tidak mampu

menginduksi proliferasi dan aktivasi limfosit matur didarah perifer manusia kecuali

jika diberikan bersama dengan imunostimulan nonspesifik lain, dimana leptin

menyebabkan induksi penanda aktivasi dini (CD69) dan lambat (CD25 dan CD71)

baik pada limfosit CD4 maupun CD8 (La Cava dkk., 2004).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

25

2.2.3 Hiperleptinemia dan Resistensi leptin

Pada obesitas terjadi hiperleptinemia berkaitan dengan respon pro inflamasi. Pada

keadaan obesitas, terdapat jaringan adipose berlebih yang dapat mensekresi leptin

dalam jumlah yang lebih besar. Selain mensekresi leptin, terjadi pelepasan sitokin pro

inflamasi seperti C-reactive protein, TNF­α, IL­6, IL­18, macrophage migration

inhibitory factor (MIF), haptoglobin, serum amyloid A (SAA), and plasminogen

activator inhibitor­1. Disisi lain, sitokin TNF­α dan IL­6 juga berfungsi dalam sekresi

leptin, dengan memicu sel adipose untuk memproduksi leptin (Paz-Filho dkk., 2012).

Resistensi leptin dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti produksi leptin

secara berlebih yang terjadi pada keadaan obesitas, ataupun adanya mutasi pada

reseptor leptin, polimorfisme reseptor, gangguan transpor leptin dari blood brain

barier, maupun gangguan signaling pada leptin (Mantzoros dkk., 2011).

2.3 Peran Leptin Pada Patogenesis Dermatitis Atopik

Mekanisme timbulnya manifestasi penyakit atopik pada obesitas berhubungan dengan

adanya keadaan hiperleptinemia, yaitu produksi leptin yang berlebih dalam darah

yang terjadi karena adanya gangguan pensinyalan leptin pada reseptor leptin.

Keadaan resistensi leptin akan menyebabkan leptin tidak dapat bekerja pada

reseptornya. Resistensi leptin akan menyebabkan supresi dari produksi sitokin Th1

dan sebaliknya akan terjadi peningkatan sekresi Th2 sehingga menyebabkan produksi

sitokin Th1 menurun dan produksi sitokin Th2 seperti IL-4, IL-5, dan IL-3 akan

meningkat. Sekresi IL-4 akan menyebabkan proses switching pada limfosit B

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

26

sehingga limfosit B menghasilkan imunoglobulin E (IgE). Imunoglobulin spesifik

adalah suatu penanda atopi (Lasendra dkk., 2015; Luo dkk., 2013).

Pada kondisi inflamasi akut, leptin meregulasi pelepasan sitokin-sitokin

seperti TNF-α, IL-1, IL-6. Sebaliknya, sitokin-sitokin tersebut juga meregulasi

ekspresi dari leptin, dimana keadaan tersebut secara terus-menerus akan dapat

mengakibatkan munculnya inflamasi yang bersifat kronik. Pada berbagai penyakit

inflamasi kronik, terdapat peningkatan serum leptin. Pada penelitian eksperimental

yang dilakukan pada tikus, telah ditemukan bahwa kadar leptin yang tinggi dapat

menginduksi autoreaktivitas. Sebaliknya, pada tikus dengan defisiensi leptin tidak

ditemukan adanya penyakit autoimun yang terjadi akibat eksperimental (Paz-Filho

dkk., 2012).

Peningkatan kadar leptin yang terjadi selama proses infeksi dan inflamasi

menunjukkan bahwa leptin merupakan bagian dari sitokin yang mengatur repsons

imun. Leptin berperan penting dalam proses inflamasi yang melibatkan sel T dan

telah dilaporkan dapat mempengaruhi aktivitas sel Th pada respons imun (Takashi.,

2012).

Leptin menginduksi perubahan fungsional dan morfologi pada dendritic cell

(DCs), secara langsung akan mengarah ke Th1 dan meningkatkan ketahanan DC.

Leptin akan memproduksi sitokin Th ke arah sitokin proinflamasi (Th1, IFN-γ, IL-2)

dibandingkan anti-inflamasi (Th2, IL-4). Efek ini mungkin dimediasi oleh limfosit T

melalui peningkatan regulasi ekspresi protein anti-apoptosis dan sinergi dengan

sitokin lain dalam proliferasi limfosit serta aktivasi melalui STAT3. Efek leptin

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

27

dalam mempolarisasi sel T menuju ke arah respon Th1 diduga diperantarai oleh

stimulasi sintesis IL-2, IL-12 dan IFN-γ, serta hambatan produksi IL-10 dan IL-4

(Wauman dkk., 2017).

Gambar 2.6 Leptin dan sistem imunitas ( Paz-Filho dkk., 2012)

Lingkungan sitokin berperan penting pada perubahan Sel T helper menjadi sel

Th1 atau Th2. Sel Th1 dipicu oleh interleukin (IL)-12 yang disekresi oleh makrofag

dan sel dendritik. Sel Th2 dipicu oleh IL-10 dan Prostaglandin (PG) E. Sel Th1

memproduksi sitokin TNF-α sedangkan sel Th2 memproduksi IL-6 (Leung dkk.,

2000).

Dermatitis atopik merupakan penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronik

residif, dimediasi oleh sistem imun terutama sel T. Pada DA terjadi peubahan pola

sitokin, dimana pada keadaan akut, sel T mengekspresikan peningkatan jumlah IL-4,

IL-5, dan IL-13, namun sedikit INF-γ, sehingga menekan diferensiasi sel Th1

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA ) adalah penyakit peradangan kulit ......2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis atopik ( atopic dermatitis ) adalah penyakit peradangan kulit yang sifatnya

28

sehingga lingkungan tersebut cenderung memicu perkembangan ke arah sel Th2.

Pada keadaan kronik, terjadi peningkatan kadar sitokin-sitokin yang diproduksi oleh

sel Th1 dan granulocyte monocyte colony stimulating factor (GM-CSF), sedangkan

kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Peranan leptin pada DA berhubungan erat

dengan polarisasi sel T kearah sel Th1 sehingga menghasilkan pelepasan sitokin-

sitokin pro inflamasi. Adanya ikatan leptin dan reseptornya di kulit dapat memicu

proliferasi serta diferensiasi sel-sel keratinosit dan fibroblast, serta supresi produksi

sitokin Th2 dan peningkatan sekresi sitokin Th1, seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10

dan IL-13. Interleukin 4, IL-5 dan IL-13 menyebabkan peningkatan level Ig E dan

eosinofil serta menginduksi molekul adesi yang terlibat pada migrasi sel inflamasi ke

lesi kulit, sehingga timbul DA. Leptin juga meningkatkan sekresi IL-2 dan IFN-γ

sehinngga menstimulasi limfosit T dan meningkatkan respon sel T sehingga

mengarah pada fenotip Th1, yang mengakibatkan peningkatan sekresi sitokin pro

inflamasi sehingga menyebabkan persistensi DA. Pada keadaan resistensi leptin, akan

mengakibatkan penurunan Th1 dan peningkatan Th2 dimana sel Th2 memproduksi

IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. IL-4, IL-5 dan IL-13 menyebabkan

peningkatan level IgE dan eosinofil serta menginduksi molekul adesi yang terlibat

pada migrasi sel inflamasi ke lesi kulit sehingga epidermis mengalami kerusakan

maka timbul manifestasi DA. (Leung dkk., 2000).