bab ii kajian pustaka a. tinjauan penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/46361/3/bab ii.pdfgagah dan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Secara garis besar penelitian terdahulu yang di jadikan rujukan untuk
penelitian kali ini adalah sama yaitu tentang pemberdayaan masayarakat.
Berdasarkan hasil kajian, di peroleh data hasil penelitian terdahulu,
sebagai berikut:
Pertama, berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Khotibul Umam
tahun tentang Pemberdayaan Terhadap Korban Penyalahgunaan Napza Melalui
Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat “Bariton, Di Desa Argodadi Kecamatan
Bantul. dari hasil penelitian ini menujukan bahwa fokus peneliti lebih mengarah
kepada Rehabilitasi melalui program, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
serta tahap pembinaan lanjutan. Dengan tujuan menciptakan lingkungan yang
aman, nyaman serta berkurang penyalah gunaan NAPZA yang terlihat di
argodadi, meningkat pengathuan tentang NAPZA dan juga bertambahnya
penghasilan secara ekonomi.
Kedua, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh khamimatuz zulfa dan
Eny Purwandari tentang Pola Keluarga Remaja Beresiko Penyalahgunaan
NAPZA. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa penelitian ini bertujuan
untuk Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan pola
keluarga remaja berisiko penyalahgunaan NAPZA. Informan utama dalam
penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia tahun 15-18 tahun di kota Sragen
10
dan berisiko penyalahgunaan NAPZA. Hasil menunjukkan bahwa secara umum
pola keluarga harmonis memiliki risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja.
Mengenai relasi antar anggota keluarga, kesan terhadap keluarganya adalah
harmonis, anggota keluarga yang paling dekat adalah ibu, dengan alasan ibu
adalah pengertian, baik, penyayang, perhatian. Peran orang tua dalam keluarga
dengan pandangan yang positif, prinsip dan budi pekerti yang diajarkan dalam
keluarga yaitu perilaku positif dan sopan santun, yang berperan mengajarkan
prinsip dan budi pekerti.
Ketiga berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan Togiaratua
Nainggolan tentang Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan
Sosial Pengguna NAPZA. Tujuan penelitian ini di lakukan untuk menilai
hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan sosial di antara pengguna
NAPZA.terdaoat dua instrument yang di kembangkan. Satu adalah daftar-daftar
pertanyaan yang menyangkut tentang kecemasan sosial dan yang kedua adalah
skla kepercayaan diri. Hasik penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dan negatif secara statistik antara kepercayaan diri dan
kecemasan sosial di antara para pecandu NAPZA dari golongan generasi muda
Ke empat berdasarakan hasil penelitian yang di lakukan Etty Padmiati dan
Sri Kuntrari tentang Model Pemberdayaan Masyarakat dalam penyalah Gunaan
NAPZA di Kota Depnasar Provinsi Bali. Peneletian ini berfokus bagaimana
model pemberdayaan masayarakat dalam penanggulangan Rehabilitasi
penyalahgunaan NAPZA memalui pembentukan forum “ Dharma Kerthi Praja
Pascima.
11
Untuk membedakan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu adalah
lebih cendurung membahas tentang literasi penanggulangan NAPZA berbasis
Komunitas dalam melakukan meberdayakan pemuda desa kemantren Jabung
Kabupaten Malang dalam mecengah penyalahgunaan NAPZA.
B. Promblem penyalahgunaan Napza Dan Dampaknya.
Salah satu persoalan besar yang tengah di hadapi Bangsa Indonesia adalah
seputar maraknya pengguna NAPZA hampir setiap tahun bahkan hitungan bulan
di pastikan ada salah satu masyarakat yang terlibat dengan NAPZA. Terlebih saat
ini di generasi muda di tengai maraknya jenis NAPZA sintesa kimiawi yang
mempunyai efek rusak yang lebih berbahaya. Saat ini telah terjadi perubahan dari
alami ke sintesa, ini berbahaya harga lebih yang lebih murah dan lebih terjangkau
oleh masyarakat. Maka dari itu Dampak dari penggunaan NAPZA ini sangat besar
di karenakan Penyalahgunaan NAPZA sangat berpengaruh besar dengan kualitas
sumber daya manusia dan masa depan bangsa. (Padmiati, Jurnal Sosio
Konsepsio, Vol,16 no 2/2011. Hal 147)
a. Dampak dari penyalahgunaan NAPZA antara lain :
1. Dampak Terhadap Fisik
penyalahgunaan NAPZA dapat mengalami kerusakan pada organ tubuh
misalnya kerusakan paru-paru, ginjal, otak, bahkan jantung.
Penyalahgunaan NAPZA juga dapat terkena Penyakit infeksi seperti
HIV/AIDS, sifilis dan sebagainya.
12
2. Dampak Terhadap Mental dan Moral
Penyalahgunaan NAPZA lebih sering mendatangkan perubahan sifat,
sikap, dan perilaku. Pengguna NAPZA awalnya merasa bangga, terlihat
gagah dan berani karna ingin di puji oleh orang lain dengan
menggunakan NAPZA, seiring berjalanya waktu memunculkan stigma
negatif oleh liingkungan sekitar yang menyebabkan menimbulkan
perubahan perilaku maupun mental. Misalnya, lebih tertutup dan malu
akan dirinya sendiri, lebih rendah diri, sering merasa sebagai pecundang,
tidak berguna, dan sampah masyarakat.
3. Dampak terhadap Keluarga, Masyarakat dan Bangsa.
Seorang anggota keluarga yang perna menggunakan NAPZA biasanya
akan muncul masalah psikologis, yaitu gangguan keharmonisan dalam
rumah tangga, malu terhadap ayah dan ibu serta kepada tetangga dam
masyarakat. kemudia masalah psikolgis ini akan meningkat ke
permasalahan ekonomi banyak uang yang terbuang hanya untuk berobat
(rehabilitasi) dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan tersus
meningkat dan berkesinambungan yaitu meningkat ke arah kriminalitas,
munculnya kekerasan dalam rumah tangga seperti perkelahian,
penganiayaan, bahkan pembunuhan sesama anggota keluarga.
Bila kerusakan tatanan kehidupan ini meluas ke seluruh kelopompok
Negri ini, pembangunan akan terhambat, kemiskinan meluas, serta kejahatan akan
muncul kemana mana. Dalam hal ini peran masyarakat sangat di butuhkan untuk
melawan NAPZA. Tentu hal itu di jamin dalam Undang-undang No. 35 tahun
13
2009 tentang Narkotika. Bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya dalam berperan upaya membantu pencegahan penyalahgunaan dan
Peredaran NAPZA. (Padmiati, Jurnal Sosio Konsepsio, Vol,16 no 2/2011. Hal
147)
C. Strategi Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA
Ada 5 bentuk Strategi Penanggulangan masalah NAPZA yaitu :
1. Promotif
Program yang mengarah pada pembinaan, program ini lebih di tunjukan
kepada masyarakat yang belum menggunakan NAPZA atau belum
mengenal NAPZA. Prinsipnya adalah dengan meningkatkan peranan atau
kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak
perna memperoleh mendapatkan kebahagian dari NAPZA.
2. Preventif
Program pencegahan, program ini di tunjukan kepada masayarakat yang
belum mengenal NAPZA agar mendapatkan wawasan/pengatahuan
terhadap bahayanya NAPZA sehingga tidak tertarik untuk
menyalahgunakanya. Benatuk kegiatan ini biasanya berupa sosialisai,
kempanye penyalahgunaan NAPZA, dan lain-lain.
3. Kuratif
Program pengobatan. Program ini di tunjukan kepada pengguna NAPZA,
tujuannya adalah mengobati ketergantunggan dan dan menyembuhkan
penyakit sebagai akibat dari Pengunaan NAPZA
14
4. Rehabilitafif
Rehabilitatif adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang di
tunjukan pada pengguna NAPZA yang sudah menjalani program Kuratif.
5. Represif
Program represif adalah prgoram penindakan terhadap Produsen, Bandar,
pengedar, dan pemakai berdasarkan hukum. Program ini merupaka
program yang di jalani ole instansi pemerintahan yang berkewajiban
mengawasi dan mengendalikan produksi maupun distribusi yang
tergolong NAPZA.
D. Konsep Literasi Dalam Penanggulangan NAPZA
1. Konsep Literasi Kesehatan
Konsep mengenai Literasi Kesehatan dalam kaitannya dengan
pendidikan kesehatan di Amerika dan ketertarikan pada topik ini telah
meningkat dengan pesat sejak tahun 1990 Soronsen & Brand, 2013
(https://www.scribd.com/doc/310504891/Literasi-Kesehatan).
Berdasarkan informasi menganai prmosi ksehatan dan
pembangunan , di kemukakan bahwa literasi kesehatan di bangun atas
gagasan bahwa, kesehatan dengan literasi atau keaksaraan merupakan
sumber daya yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari (WHO
dalam Konferensi Global ke-7 20 tahun 2009). Literasi kesehatan tidak
hanya mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bertindak berdasarkan
informasi kesehatan tetapi juga seseorang lebih mampu mengontrol
15
kesehatanya sebagai individu, keluarga, dan masyarakat bahwa keaksaraan
merupakan predikator paling kuat dari status kesehatan individu di
bandingkan pendapatan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, kelompok
dan ras-ras tertentu Weiss (https://www.scribd.com/doc/310504891/Literasi-
Kesehatan)
National Assessment of adults Literacy di Amerika serikat
Mengemukakan bahwa Literasi kesehatan merupakan kemaampuan untuk
menggunakan informasi kesehatan yang tertulis maupun lisan untuk dapat
di gunakan di tengah masyarakat dalam mencapai tujuan serta
mengembangkan pengetahuan dan potensi. Kemampuan ini meliputi
kemampuan membaca label obat, brosur informasi kesehatan. Informed
concent, memahami informasi yang di berikan petugas kesehatan, serta
kemampuan untuk melakukan petunjuk serta prosedur pengobatan Chen
et al., 2011; Dennison et al., 2011; White,2008
(https://www.scribd.com/doc/310504891/Literasi-Kesehatan)
Perbedaan antara Literasi dan Literasi Kesehatan adalah mengacu
pada ketrampilan dasar yang di butuhkan untuk berhasil dalam
masyarakat. sementara literasi kesehatan yang semakin memerlukan
beberapa keterampilan tambahan seperti kemampuan untuk menemukan,
mengevaluasi, dan menggabungkan informasi kesehatan dari berbagai
konteks, serta memerlukan beberapa pengathuan seperti hal yang terkait
dengan kesehatan Rootman (https://www.scribd.com/doc/310504891/Literasi-
Kesehatan).
16
Institude of Medicine mengembangkan kerangka kerja literasi
kesehatan tiga bidang utama yang berpenganruh terhadap literasi
kesehatan dan menjadi titik dalam memberikan intervensi di lihat dari
interaksi individu dengan sistem Pendidikan, Sistem kesehatan, serta
faktor sosial budaya yang di anggpa bahwa 3 bidang utama tersebut pada
akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap hasil akhir (outcome) dan
biaya kesehatan (institude of Medicine,2009).
Gambar 2.1 Kerangka literasi keseahatan (Heatl Literacy Framework)
Sumber: Institude of Medicine,2009
(https://www.scribd.com/doc/310504891/Literasi-Kesehatan)
Dilihat dalam rangka di atas di katakan bahwa literasi kesehatan di
dasarkan pada interaksi pada keterampilan individu dengan sistem pelayanan
kesehata, sistem pendidikan dan faktor sosial budaya, ketrampilan tersebut
meliputi kemampuan membaca, menulis, berhitung, bericara, mendengarkan,
Sosial dan
Budaya
Sistem
Pendidikan
Sistem
Ksesehatan
Literasi
Kesehatan 1
3
4
Hasil Akhir
dan Biaya
Kseahatan
17
budaya serta pengetahuan. Faktor sosial budaya termasuk ke dalam titik
intervensi, sebab budaya di dapatkan melalui interkasi antara individu dan media
nyata seperti buku, terlevisi, yang akan berdampak terhadap informasi kesehatan
dan dapat memepengaruhi individu dalam masyarakat mengenai pengatuhan
penyakit, hambatan proses perawatan, serta hambatan bahasa.
E. Konsep Literasi NAPZA
Berbagai soslusi mungkin sudah di cetuskan dalam program Pemerintah
maupun ormas, ataupun beberapa lembaga dan Komunitas lainnya dalam
mencegah penyalahgunanaan Napza dengan berbagai upaya Sosialisasi dengan
banyaka cara. Namun upaya itu juga belum mencapai maksimal. Hukum di
Indonesia jelas mengatur bagi pengerdaran NAPZA lewat Undang-Undang No.35
tahun 2009 dengan pengekan hukum yang cukup tegas.
Saat ini gebrakan baru muncul Literasi mampu bahkan bisa menjadi
sarana pencegahan Penyalahgunaan NAPZA. Membaca, Menulis, dan mengasah
Kreatifitas adalah kegiatan yang positif yang bisa di jadikan Solusi dalam
pencegahan penyalahgunaan NAPZA.
Dalam kata pengantar buku “geliat literasi” menulis Untuk menciptakan
kemajuan peradaban suatu daerah salah satunya dengan menumbuh kembangkan
tradisi literasi. Dalam konteks ini generasi muda yang juga generasi pembelajar
seharusnya dapat mengambil peran aktif menjadi motor penggerak untuk
melajunya budaya sadar literasi di lingkungannya masing- masing agar lebih
massif. Tentang literasi, khususnya dapat membuat pikiran seseorang lebih tertata,
18
membuat seseorang bisa merumuskan keadaan diri, mengikat dan mengonstruksi
gagasan, mengefektifkan atau membuat seseorang memiliki sugesti positif,
membuat seseorang semakin pandai memahami sesuatu (menajamkan
pemahaman), meningkatkan daya ingat, lebih mengenali diri sendiri, mengalirkan
diri, membuang kotoran diri, merekam momen mengesankan yang dialami,
meninggalkan jejak pikiran yang sangat jelas, memfasihkan komunikasi,
memperbanyak kosa-kata, membantu bekerjanya imajinasi, dan menyebarkan
pengetahuan.
Gubuk Baca Lentera Negeri ini juga menerapkan konsep literasi guna
melakukan pemberdayaan kepada pemuda-pemuda serta masyarakat di Jabung.
Pengertian dari Literasi sendiri adalah orang yang sedang melakukan
pembelajaran atau orang yang sedang belajar dalam hal ini Gubuk Baca Lentera
Negeri juga melakukan kegiatan pembelajaran tidak hanya belajar membaca atau
menulis akan tetapi juga belajar menjadi pemuda yang baik pemuda yang bisa
menjadi generasi yang baik dan pemuda yang bisa menjadi contoh yang baik bagi
generasi yang nantinya akan datang. Adapun pengertian literasi menurut National
Institut for Literacy, adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis,
berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang
diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini Gubuk Baca
Lentera Negeri juga menerapkan konsep leterasi seperti ini karena GBLN juga
melatih pemuda-pemuda untuk belajar melakukan pemecahan permasalahan yang
ada dalam masyarakat. Dan selanjutnya pegertian literasi menurut Education
Development Center (EDC) adalah kemampuan individu untuk menggunakan
19
potensi serta skill yang dimilikinya, dan tidak sebatas hanya kemampuan baca
tulis saja, dalam hal ini GBLN juga menggunakan potensi yang dimiliki oleh
pemuda-pemuda yang ada disana misalnya seperti dibeberapa Gubuk yang
dimana di gubuk-gubuk terdapat potensi serta kemampuan yang berbeda-beda dan
potensi yang mereka miliki ini sangat dikembangan oleh pihak GBLN.
Adanya komunitas-komunitas yang bergerak dibidang literasi ini sangat
perlu dan harus didorong untuk membangun taman baca ini dapat mengintervensi
kebijakan pemerintah dan lembaga-lembaga lain agar mengarus utamakan literasi,
mendampingi lembaga-lembaga lain untuk membangun atau mengembangkan
budaya literasi, menampung karya, mendiskusikan gerakan literasi, dan yang lain
sebagainya, dan yang tak kalah dalam membangun jejaring dengan komunitas-
komunitas literasi yang lainnya dan bisa menjadikan gerakan literasi GBLN ini
bisa menjadi komunitas yang bisa dikenal oleh semua orang.
F. Konsep Komunitas
Komunitas adalah kelompok sosial yang berasal dari beberapa organisme
yang saling berinteraksi di dalam daerah tertentu dan saling berbagi lingkungan.
Biasanya mempunyai ketertarikan dan habitat yang sama. Atau definisi
Komunitas yang lainnya adalah sebuah kelompok yang menunjukkan adanya
kesamaan kriteriasosial sebagai ciri khas keanggotaannya, misalnya seperti:
kesamaan profesi, kesamaan tempattinggal, kesamaan kegemaran dan lain
sebagainya. Seperti contohnya: kelompok petani, karyawan pabrik,
kelompokwarga, kelompok supporter sepak bola dan lain sebagainya. Tujuan
20
dibentuknya komunitas yaitu untuk dapat saling membantu satu sama lain dalam
menghasilkan sesuatu, sesuatu tersebut adalah tujuan yang telah di tentukan
sebelumnya. Tujuan yang dimaksud adalah salah satu bentuk dukungan sosial.
Definisi yang rumuskan oleh Smet bahwa dukungan sosial mengacu pada
kesenangan yang di rasakan, penghargaan akan kepedulian atau membantu orang
menerima dari orang-orang kelompok lain. Smet (Rinikso, 2013:93)
Sedangkan definisi dukungan sosial menurut Gottlieb di kemukan bahwa
dukungan sosial terdiri dari informasi verbal dan tau non- verbal bantuan nyata
atau tindakan yang di berikan oleh keakraban sosial atau di dapat karena
kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek dan perilaku bagi
pihak penerima. Gottlieb (Rinikso,2013:93)
Ada beberpa jenis dukungan sosial, sebagai mana yang di kemukan oleh Smet
(Rinikso, 2013:93) :
1. Dukungan emosional; mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang” yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, penegasan)
2. Dukungan penghargaan; terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif
untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu, an perbandingan positif orang itu dan orang lain.. seperti
misalnya orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaanya ( menambah
penghargaan sendiri)
3. Dukungan insrumental; mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-
orang memberi pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan
pekerjaan pada waktu mengalami strees
21
4. Dukungan informatif; mencakup memberi nasehat, petunjuk, sasaram-sasaran
atau umpan balik.
Pemeberdayaan masyarakat adalah merupakan strategi untuk mewujudkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat dengan kemampuan atau kapasitas
sautu masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya, baiak itu sumber daya
manusia (SDM) atau sumber daya alam (SDA). Pemberdayaan masayarakat
sebagai suatu proses adalah suatu kegiatan yang saling berkesinambungan (on-
going) sepanjang komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan perbaikan,
dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja. Baik program yang di lakukan
pemerintah maupun maupun lembaga non pemerintah. Proses pemberdayaan akan
berlangsung selama komunitas itu masih tetap ada dan mau berusaha
memberdayakan diri mereka sendiri. Pemberdayaan adalah suatu Konsep yang
saling berkesenambungan dengan pembangunan sosial. Pembangunan sosial
sebagai suatu proses perubahan sosial yang terencana yang di rancang untuk
meningkatkan taraf hidup masayarakat sebagai suautu keutuhan, dimana
pemabangunan ini dilakukan untuk salng melengkapi dengan dinamika proses
pembangunan itu sendiri.
Dalam kaitanyanya dengan strategi pembangunan sosial yang dapat di
terapkan dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat Midgley
(Isbandi,2008:54) mengemukan ada tiga strategi besar yaitu:
1. Pembangunan sosial melalui individu (Social Development by Individuals),
dimana individu-individu secara swadaya membentuk usaha pelayanan
masayarakat guna memerdayakan masayarakat. Pendekatan ini lebih
22
mengarah ke pendekatakan individuals atau perusahaan (individualist or
enterprise approach)
2. Pembangunan sosial melaui komunitas (Social Development by
Communities), dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya
mengemabangkan komunitas lokalnya. Pendekatan ini lebih dikenal dengan
pendekatan komunitarian (communitarian approach)
3. Pembangunan sosial melalui pemerintah (Social Development by
Governments), dimana pembangunan sosial di lakukan oleh lembaga-
lembaga di dalam organisasi pemerintah (govern-ment agencies). Pendekatan
ini lebih di kenal dengan nama pendekatan statis (statis approach).
Tiga strategi yang di kemukakan Midgley di atas, sebenarnya juga dapat di
lihat sebagai tiga level intervensi sosial yang dapat di kembangkan oleh pelaku
perubahan. Terkait dengan hal itu maka “pengembangan materi pemabangunan
sosial dalam kurikulum pendidikan Ilmu Kesehjataraan Sosial” menggambarkan
bahwa pembangunan di tingkat makro merupakan pembangunan di level normatif
dimana praktisi Kesehjatraan sosial dalam arti luas terlibat dalam berbagai
pembuatan kebijakan sosial, sedangkan di tingkat mikro bersifat rehabilitatif dan
remedial (penyembuhan). Fungsi ini terutama bagi mereka yang perlu
mendapatkan bantuan dengan segera, misalnya para pengungsi yang segara
membutuhkan pertolongan bantuan pangan, sandang, dan tempat berteduh.
Sedangkan pada tinggkat mezzo, pembangunan di lakukan pada level komunitas,
dimana pelaku perubahan mencoba mengembangkan program yang bersifat
prefentif, proaktif, dan kreatif bersama masayarakat melalui pengembangan
23
masyarakat (community development). Di samping itu di tingkat mezzo ini,
pembangunan di lakukan dengan tingkat organisasional melalui perubahan di
tingkat organisasional. Cox (Isbandi,2008:55)
Menerut Hogam Siklus proses pemberdayaan sendiri terdiri dari lima
tahap. Hogam (Isbandi,2008:55-56) antara lain:
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak
memberdayakan
2. Mendiskusi alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan penidak berdayaan
3. Mengidentifikasikan sautu masalah atau proyek
4. Mengidentifikasi basis daya yang bermakna untuk melakukan perubahan
5. Mengembangkan rencana aksi dan mengimplementasikanya.
Pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kualitas masyarakat serta
mewujudkan kesehjatraan bagi desa juga sudah di atur Dalam Undang-Undang
N0 6 tahun 2014 secara tegas menjelaskan mengenai pemberdayaan masyarakat
sebagai mana tertuang dalam pasal 1 ayat 12. Pasal tersebut berbunyi: “
pemberdyaan masayarakat desa adalah upaya dalam mengembangkan
kemandirian dan kesehjatraan masayarakat dengan meningkatkan pengetahuan,
sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatakan
sumber daya memalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan
pendampingan yang seusai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat desa”. Lebih lanjut dalam pasal 18 disebutkan “kewenangan desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan
24
masayarakat desa berdasarkan prakara masayarakat hak asal usul dan adat istiadat
desa”.
Dalam hal tentu pemerintah desa juga telah berusaha melakukan beberapa
cara dengan mendirikan perpusatakaan Desa, namun program ini tidak begitu
berjalan dengan baik. Komuntias Gubuk Baca Lentera Negeri membantu
mewujukan hal-hal yang telah tertera dalam Undang-Undang tersebut, dengan
cara melakukan pemberdayaan, pembelajaran, serta hal yang lain yang lebih
menciptakan sesuatu yang positif dan berguna bagi banyak orang.