bab ii kajian pustaka a. tinjauan penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/60055/3/bab ii.pdf8 bab ii...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian analisis potensi dan efektifitas pajak daerah rumah kos yang
dilakukan Londa et al. (2017) dan Simangunsong et al. (2015), memiliki
kesamaan yaitu obyeknya. Londa et al. (2017) menyimpulkan bahwa dalam
lima bulan pajak atas rumah kos yang ada di Kota Kotamobagu terdapat
peningkatan efektifitas yang hal ini disebabkan setiap bulannya terjadi
peningkatan jumlah rumah kos yang terdaftar. Sedangkan Simangunsong et
al. (2015) menganalisis penerimaan pajak atas rumah kos di Kota Manado
selama tiga tahun, menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan penerimaan
atas pajak atas rumah kos. Dari kedua penelitian tersebut meski telah terjadi
peningkatan akan tetapi masih perlu adanya sosialisasi terhadap masyarakat
agar penerimaannya optimal. Kedua penelitian ini memiliki kesamaan topik
dan obyek yang akan kami teliti.
Penelitian Pujiasih dan Wardani (2014) dan Nupus dan Isfaatun
(2012) tentang analisis potensi, efektifitas dan kontribusi pajak hotel,
memiliki kesamaan obyek dan topik yang diteliti. Pujiasih dan Wardani
(2014) menyimpulkan bahwa meningkatnya pajak hotel akan meningkatkan
pendapatan asli daerah pula. Akan tetapi peningkatan ini masih tidak
sebanding dengan peningkatan potensi pajak hotel. Hal ini disebabkan
karena efektifitas dan kontribusinya yang masih rendah. Sedangkan Nupus
(2012) menyimpulkan bahwa pajak hotel dari tahun 2008 hingga 2012
mengalami kenaikan. Penerimaan pajak hotel pada Kabupaten Sleman
9
dianggap sudah efektif serta berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah.
Kedua penilitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian kami terkait
potensi dan efektifitasnya terhadap pendapatan asli daerah akan tetapi kami
nantinya hanya akan melihat penerimaan pajak seluruhnya tanpa pelihat
pendapatan daerah lainnya.
Asmawati et al. (2016) melakukan penelitian terkait Analisis Tax
Effort, Efektifitas, Kontribusi dan Pertumbuhan Pajak Daerah Kota
Bengkulu Tahun 2011-2014, memiliki kesamaan dengan penelitian yang
akan dilakukan karena menganalisis tax effort dan efektifitas pajak daerah.
Asmawati et al. (2016) menyimpulkan bahwa dari perhitungan harga
konstanta selama empat tahun menunjukkan tax effort Kota Bengkulu
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penerimaan pajak daerah Kota
Bengkulu sudah sangat efektif akan tetapi nilai efektifitasnya mengalami
penurunan pada tahun 2013 disebabkan turunnya penerimaan pajak hiburan
dan pajak burung walet.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Shanza (2015) mengenai analisis
potensi, efektifitas pemungutan dan upaya (tax effort) pajak, memiliki
kesamaan variabel dengan penelitian yang akan dilakukan akan tetapi
berbeda obyeknya. Shanza (2015) melakukan pengujian t dan f statistik
untuk melihat pengaruhnya. Potensi pajak hotel berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan pajak daerah akan tetapi pemerintah daerah masih
belum optimal untuk menggali potensi pajak hotel. Tax effort yang diteliti
ternyata tidak berpangaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah.
10
Tax effort pajak hotel pada Kabupaten Bandung masih rendah hal ini
disebabkan PDRB Kabupaten Bandung yang cukup tinggi akan tetapi nilai
atau jumlah realisasi masih relatif rendah.
B. Tinjauan Pustaka
1. Teori Institusional (Institutional Theory)
Pemikiran yang mendasari teori institusional adalah didasari pada
pemikiran bahwa untuk bertahan hidup, organisasi harus meyakinkan
kepada publik atau masyarakat bahwa organisasi adalah entitas yang sah
(legitimate) serta layak untuk didukung. Teori ini juga digunakan untuk
menjelaskan tindakan dan pengambilan keputusan dalam organisasi
publik. Teori institusional berpendapat bahwa organisasi yang
mengutamakan legitimasi akan memiliki kecenderungan untuk berusaha
menyesuaikan diri pada harapan eksternal atau harapan sosial dimana
organisasi berada. Penyesuaian pada harapan eksternal atau harapan
sosial mengakibatkan timbulnya kecenderungan organisasi untuk
memisahkan kegiatan internal dan berfokus pada sistem yang sifatnya
simbolis pada pihak eksternal. Organisasi publik yang cenderung untuk
memperoleh legitimasi akan cenderung memiliki kesamaan atau
isomorfisme dengan organisasi publik lain Ridha dan Basuki (2012)
2. Teori Maslow
Dalam teori ini, kebutuhan Maslow dengan mengikuti teori jamak
yaitu dalam berperilaku atau bekerja seseorang melakukannya karena
adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Maslow
11
berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan manusia berjenjang.
Terdapat lima tingkatan kebutuhan yaitu:
a. Kebutuhan Fisiologi
Kebutuhan yang paling dasar yang harus dipuaskan adalah
kebutuhan untuk dapat tetap hidup yaitu makanan, rumah, pakaian dan
lain sebagainya. Sehingga pada dasarnya seluruh masyarakat memiliki
motivasi untuk bekerja agar mendapatkan gaji guna memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
b. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan
Kebutuhan keselamatan dan keamanan merupakan kebutuhan
yang diperlukan oleh masyarakat agar dapat merasakan kebebasan
dari ancaman baik kecelakan dan keselamatan dalam bekerja.
Sehingga setiap pekerja saat ini telah dilindungi dengan asuransi
kesehatan,
c. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan teman, interaksi, dicintai
dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan
masyarakat lingkungannya.
d. Kebutuhan akan Penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan akan pengakuan
dan penghargaan diri dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.
Dengan adanya penghargaan maka akan semakin meningkatnya
motivasi pekerja.
12
e. Aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan kebutuhan utuk menggunakan
keterampilan, kemampuan serta proses optimalisasi untuk mencapai
prestasi kerja yang memuaskan.
3. Pajak
Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan
keempat atas Undang-undang Nomor 06 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi bahwa
pajak merupakan kontribusi waajib kepada negara yang terutang oleh
orang prbadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. Dr, Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran
yang dibayarkan oleh rakyat yang nantinya akan dimasukkan kedalam
kas negara yang dipaksakan berdasarkan undang-undang tanpa mendapat
imbalan secara langsung yang nantinya akan digunakan untuk melakukan
pengeluaran umum.(Mardiasmo, 2016)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran wajib
yang dibayarkan rakyat kepada negara yang berdasarkan undang-undang
tanpa mendapatkan imbalan secara langsung untuk membiayai
pengeluaran umum negara.
13
4. Sumber Pendapatan Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah Bagian V mengenai sumber penerimaan
daerah yang mana pada pasal 285 bahwa Pendapatan Daerah berasal dari
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang benar-benar
diperoleh dari sumber-sumber pendapatan dalam daerah yang dikuasai
pemerintah daerah itu sendiri. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 285 ayat 1, PAD ini berasal
dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah
yang dipisahkan, dan pendapatan lain-lain yang telah disahkan
b. Pendapatan Transfer
Pendapatan transfer yang dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 285 ayat 2 bahwa pendapatan transfer
berasal dari pusat dan daerah. Transfer yang diperoleh dari pemerintah
pusat berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dana
keistimewaan dan dana desa. Sedangkan dana yang diperoleh dari
transfer antar daerah yaitu pendapatan bagi hasil dan bantuan
keluarga.
c. Lain-lain Pendapatan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2004 Bab VII Pasal 43 dijelaskan hibah dan pendapatan dana darurat
akan masuk menjadi lain-lain pendapatan.
14
5. Pajak Daerah
a. Dasar Hukum
Berdasarkan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Kota Malang pada tahun 2010 mengeluarkan
peraturan terkait pajak daerah yaitu Perda Kota Malang No. 16 Tahun
2010 yang selanjutnya di revisi kembali pada tahun 2015 dengan
keluarnya Perda Kota Malang Nomor 02 Tahun 2015.
b. Definisi
Pajak daerah adalah kontribusi wajib yang dibayarkan kepada
daerahnya masing-masing, baik yang terutang secara individu atau
kelompok/usahayang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang
tanpa mendapat imbalan secara langsung yang nantinya akan
digunakan untuk melakukan pengeluaran keperluan daerah.
(Mardiasmo, 2016)
c. Tata Cara Pemungutan Pajak
Pajak Daerah pemungutannya sedikit berbeda dengan pajak
negara. Pemungutan pajak dilarang borongan, sehingga wajib pajak
tidak boleh membayarkan hutangnya sekaligus. Wajib pajak wajib
membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak.
Pajak yang terutang harus dibayarkan setiap bulan dan akan dilakukan
penagihan apabila telah lebih dari lima tahun terutangnya pajak
tersebut
15
6. Pajak atas rumah kos
a. Dasar Hukum
Dasar hukum pemungutan pajak atas rumah kos adalah sebagai
berikut :
PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan persewaan tanah dan atau
bangunan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010
b. Definisi
Menurut Perda Kota Malang No 16 Tahun 2010 Bab III Pasal 4,
pajak atas rumah kos termasuk salah satu objek pajak hotel. Pajak atas
rumah kos dapat dipungut kepada pemilik rumah kos yang
menyewakan kamar lebih dari 10. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa
dasar pengenaan merupakan jumlah yang dibayarkan oleh penyewa.
Tarif pajak yang dipungut adalah 5% dari DPP. Dalam pasal 9
dijelaskan bahwa masanya adalah satu tahun. Sehingga wajib pajak
yang terdaftar harus membayarkan pajaknya setiap bulannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menjelaskan bahwa ketika
wajib pajak tidak patuh maka sanksi yang diberikan adalah
penyegelan atau mencabut ijin rumah kos.
16
c. Objek dan Wajib Pajak atas rumah kos
Pajak atas rumah kos merupakan salah satu pajak yang ada
didalam pajak hotel. Objek dalam pajak atas rumah kos ini hanyalah
rumah kos yang menyewakan kamar lebih dari 10. Subjek pajaknya
adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada
pihak yang mengusahakan atau memilik hotel. Sedang yang dimaksud
dengan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki
tempat usaha.
d. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan
Dasar pengenaan dari pajak atas rumah kos sendiri merupakan
sejumlah uang yang dibayarkan oleh penyewa kamar. Tarif pajak atas
rumah kos sesuai dengan Perda Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010
besarnya adalah 5 % dari dasar pengenaan.
Pajak atas rumah kos per kamar = DPP × Tarif Pajak atas rumah kos
Total pajak atas rumah kos = Pajak atas rumah kos perkamar × jumlah
kamar
e. Masa Pajak, Penetapan dan Saat Pajak Terutang
Berdasarkan Perda Kota Malang Nomor 16 Tahun 2010 lama
pajak atas rumah kos adalah 1 bulan kalender. Dimana setiap wajib
pajak wajib mengisi SPTPD yang nantinya disampaikan kepada
pejabat daerah selambat-lambatnya 10 hari setelah berakhirnya masa
pajak. Pajak sudah mulai terutang sejak penyewa membayarkan
uangnya atau terbitnya SPTPD.
17
7. Potensi
Potensi pajak merupakan hasil temuan pendataan data dilapangan
yang berkaitan jumlah serta frekuensi obyek pajak yang kemudian
dikalikan dengan tarif dasar pajak. Potensi pajak sangat menentukan
besarnya pajak daerah yang akan dipungut. Sehingga potensi ini perlu
diketahui untuk menetapkan besarnya target penerimaan pajak.
Untuk melakukan penilaian terhadap potensi pajak diperlukan yang
namanya matriks potensi. Matriks potensi ini diukur untuk mengukur
perbedaan potensi pajak daerah yang dinilai dari pertumbuhan dan
kontribusi pajak daerah. Dalam pengukuran potensi nantinya akan
terdapat empat kategori hasil pengukuran :
a. Prima
Pajak dan retribusi daerah termasuk dalam kategori prima, jika
tingkat pertumbuhan dan kontribusinya tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa pajak dan retribusi daerah memberikan kontribusi yang besar
(sangat potensial) bagi pendapatan asli daerah (PAD) dan tingkat
pertumbuhannya semakin meningkat atau cenderung stabil.
b. Potensial
Pajak dan retribusi daerah termasuk dalam kategori potensial,
jika tingkat pertumbuhannya rendah namun kontribusinya tinggi.
18
Kategori ini menandakan kontribusi cukup besar namun
pengelolaannya belum baik.
c. Berkembang
Pajak dan retribusi daerah termasuk dalam kategori
berkembang, jika tingkat pertumbuhan tinggi namun kontribusinya
rendah.
d. Terbelakang
Pajak dan retribusi daerah termasuk dalam kategori terbelakang,
jika tingkat pertumbuhan dan kontribusinya rendah. Kategori ini
menandakan belum baiknya pengelolaan pajak dan retribusi daerah.
Tingkat kontribusi dan pertumbuhan sektor-sektor pajak dan retribusi
daerah dikatakan tinggi apabila berada diatas rata-rata kontribusi atau
pertumbuhan seluruh sektor pajak dan retribusi daerah.
Tabel 2.1 Matriks Potensi Berdasarkan Kriteria Tingkat Pertumbuhan
dan Kontribusi
PERTUMBUHAN
Tinggi Rendah
Tinggi Prima Potensial
Rendah Berkembang Terbelakang
Sumber : Wahyuni (2009)
( )
( )
Keterangan :
G = Pertumbuhan
Xt = Realisasi penerimaan tahun t
Xt-1 = Realisasi penerimaan tahun sebelum t
Kontribusi
19
8. Efektifitas
Menurut Ikhsan dan Salomo (2002:120), pada dasarnya efektifitas
digunakan untuk menunjukan suatu keberhasilan suatu usaha atau
kegiatan dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Efektifitas pemungutan pajak dengan demikian merupakan gambaran
dari kemampuan organisasi pemungut pajak untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan, yakni jumlah penerimaan pajak yang telah
direncanakan. Dengan demikian efektifitas pajak (Tax Effectiveness)
merupakan ukuran yang dapat dipergunakan untuk menilai administrasi
perpajakan daerah secara keseluruhan. Mahmudi (2010:143) menyatakan
bahwa efektifitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan
atau sasaran yang harus dicapai. Dapat dikatakan efektif apabila proses
kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
Semakin besar output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan dan
sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit
organisasi
Rumus efektifitas pajak daerah adalah sebagai berikut (Halim,
2007):
20
Tabel 2.2 Kriteria Tingkat Efektifitas
Rasio Efektifitas Tingkat Capaian
>100% Sangat Efektif
90% - 100% Efektif
80% - 90% Cukup Efektif
60 – 80% Kurang Efektif
<60% Tidak Efektif
Sumber : (Mahmudi, 2010)
9. Tax Effort
Menurut Halim (2004) upaya pajak (Tax Effort) adalah rasio antara
penerimaan pajak dan kemampuan masyarakat dalam membayar pajak.
Guna mengetahui kemampuan masyarakat dalam membayar pajak suatu
daerah maka dapat diukur melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB). Upaya Pajak merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui hasil suatu sistem pajak dibandingkan dengan kemampuan
bayar pajak daerah yang bersangkutan. Pengukur kemampuan bayar
pajak yang biasa digunakan adalah PDRB. Jika PDRB meningkat maka
kemampuan wajib pajak daerah dalam membayar pajak akan meningkat.
Syahputra (2006) menyatakan bahwa nilai upaya pajak berkisar antara
nol hingga satu, semakin besar nilai upaya pajak maka semakin besar
kemampuan pemerintah daerah untuk menarik pajak dari masyarakat.
Akan tetapi jika tax effort rendah sedangkan pendapatan asli daerah
tinggi artinya potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal.
( )