bab ii kajian pustaka a. self efficacyrepository.ump.ac.id/2901/3/ghufroni anjar susanti_bab...

21
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai suatu keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. Woolfolk (1993) menyebutkan bahwa self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu. Baron dan Byrne (2000) menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk mengatur, melaksanakan tindakan untuk mencapai suatu tujuan. 2. Dimensi Self Efficacy Bandura (1997) membedakan self-efficacy menjadi tiga dimensi, yaitu level (derajat kesulitan), generality (kemampuan dalam menghadapi situasi), dan strength (ketahanan dalam menghadapi tugas). 9 Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

Upload: vantram

Post on 03-May-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Self Efficacy

1. Pengertian Self Efficacy

Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai suatu

keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk

mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan,

menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk

menampilkan kecakapan tertentu. Woolfolk (1993) menyebutkan bahwa

self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau

tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam

mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.

Baron dan Byrne (2000) menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan

penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas,

mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Berdasarkan definisi di

atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu

terhadap kemampuannya untuk mengatur, melaksanakan tindakan untuk

mencapai suatu tujuan.

2. Dimensi Self Efficacy

Bandura (1997) membedakan self-efficacy menjadi tiga dimensi,

yaitu level (derajat kesulitan), generality (kemampuan dalam menghadapi

situasi), dan strength (ketahanan dalam menghadapi tugas).

9

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

10

a. Dimensi Level

Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan tugas yang dihadapi.

Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda.

Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat

kesulitan dari suatu tugas Persepsi terhadap tugas yang sulit

dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki individu. Ada yang

menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa

tidak demikian. Keyakinan ini didasari oleh pemahamannya terhadap

tugas tersebut.

b. Dimensi Generality

Dimensi ini mengacu sejauh mana individu yakin akan

kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam

melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu

yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau

situasi sulit dan bervariasi

c. Dimensi Strength

Dimensi strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang

mengenai kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi tuntutan tugas

atau permasalahan. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan

individu dalam pemenuhan tugasnya. Self efficacy yang lemah dapat

dengan mudah menyerah dengan pengalaman yang sulit ketika

menghadapi sebuah tugas yang sulit. Sedangkan bila self efficacy tinggi

maka individu akan memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

11

terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas dan akan terus

bertahan dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan

tantangan

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy

Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

self efficacy, antara lain:

a. Jenis Kelamin

Zimmerman (Bandura, 1997) menyebutkan bahwa terdapat

perbedaan pada perkembangan kemampuan dan kompetensi laki-laki

dan perempuan. Laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan

dirinya, perempuan sering kali menganggap remeh kemampuan mereka.

Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Semakin

seorang wanita menerima perlakuan perbedaan gender ini, maka

semakin cenderung rendah penilaian mereka terhadap kemampuan

dirinya. Pada bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki self-efficacy

yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya

wanita lebih cakap dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan

pria.

b. Usia

Individu yang usianya lebih tua tentunya memiliki rentang waktu

dan pengalaman yang lebih banyak dalam menghadapi suatu hal yang

terjadi di hidupnya bila dibandingkan dengan individu yang usianya

lebih muda, yang mungkin masih memiliki sedikit pengalaman dalam

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

12

kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung akan lebih mampu dalam

mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu

yang usianya lebih muda. Sehingga usia disini memiliki pengaruh yang

cukup besar dalam pembentukan self efficacy seseorang.

c. Pendidikan

Individu yang menjalani jenjang pendidikan yang lebih tinggi

biasanya memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan

individu yang tingkat pendidikannya rendah, karena pada dasarnya

mereka lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan

formal serta akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar

dalam mengatasi persoalanpersoalan yang terjadi dalam hidupnya.

d. Pengalaman

Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi

pada suatu organisasi ataupun perusahaan dimana individu bekerja.

Self-efficacy terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran

yang ada dalam situasi kerjanya tersebut. Semakin lama seseorang

bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki individu

tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup

kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut

justru cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga sangat tergantung

kepada bagaimana individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan

yang dialaminya selama melalukan pekerjaan.

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

13

4. Sumber-Sumber Self-Efficacy

Menurut Bandura (1997) self-efficacy dibangun dari empat sumber

prinsip informasi, yaitu enactive mastery experience sebagai indikator dari

kemampuan diri, vicarious experience yang akan menjadi transmisi

kompetensi dan perbandingan dengan orang lain, social persuasion dan

tipe yang berkaitan dengan social yang merupakan suatu proses

kemampuan khusus, psychological state dari orang yang menimbang

terhadap kemampuan dan kekuatannya.

a. Enactive Mastery Experience (Pengalaman yang Telah Dilalui)

Merupakan sumber informasi yang paling berpengaruh karena

menyediakan bukti otentik berkenaan dengan kemampuan seseorang

dalam melakukan sesuatu. Dari pengalaman masa lalu terlihat bukti

apakah seseorang mengarahkan seluruh kemampuannya untuk meraih

keberhasilan. Pengalaman keberhasilan atau kesuksesan dalam

mengerjakan sesuatu akan meningkatkan self-efficacy seseorang dan

kegagalan juga akan menguranginya, namun kegagalan di berbagai

pengalaman hidup dapat diatasi dengan upaya tertentu dan dapat

memicu persepsi self-efficacy menjadi lebih baik karena membuat

individu tersebut mampu utuk mengatasi rintangan-rintangan yang lebih

sulit nantinya.

b. Vicarious Experience (Pengalaman Orang Lain)

Merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari pengalaman

keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Vicarious

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

14

experience biasa disebut dengan modeling. Ketika melihat orang lain

dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu tugas melalui

usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga

dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama.

Sebaliknya self-efficacy dapat turun ketika orang yang diamati gagal

walapun telah berusaha dengan keras. Seseorang bisa menjadi ragu

untuk berhasil ketika model yang diamati gagal meskipun ia memiliki

kemampuan dalam bidang tersebut. Vicarious experience seseorang

sangat dipengaruhi oleh persepsi diri individu tersebut tentang dirinya

memiliki kesamaan dengan model. Semakin seseorang merasa dirinya

mirip dengan model, maka kesuksesan dan kegagalan model akan

semakin mempengaruhi self-efficacy. Sebaliknya apabila individu

merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self-efficacy

menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh perilaku model.

c. Social persuasion (Persuasi Sosial)

Merupakan penguatan yang didapatkan individu dari orang lain

bahwa ia memiliki kemampuan untuk bisa melakukan dan mendapatkan

apa yang menjadi tujuannya. Orang yang mendapat persuasi secara

verbal maka mereka memiliki kemamuan untuk menyelesaikan tugas-

tugas yang diberikan akan mengerahkan usaha yang lebih besar

daripada orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu pada

bidang tersebut.

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

15

d. Physiological state (Keadaan Fisiologis)

Keadaan fisik yang tidak mendukung seperti kondisi tubuh tidak

fit, kelelahan, dan sakit merupakan faktor yang tidak mendukung

seseorang melakukan suatu hal dan akan mengakibatkan berkurangnya

kinerja individu dalam melakukan hal tersebut. Selain itu, tanda-tanda

psikologis menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya.

Kondisi stress dan kecemasan dilihat individu sebagai tanda yang

mengancam ketidakmampuan diri. Level of arousal dapat memberikan

informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung bagaimana arousal

itu diinterpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi suatu tugas,

apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik (self-

efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy

orang tersebut. Dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi

oleh informasi tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situsasi

tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologisnya.

5. Proses Pembentukan Self Efficacy

Menurut Bandura (1997) proses psikologis dalam self-efficacy yang

turut berperan dalam diri manusia ada 4, yakni proses kognitif,

motivasional, afeksi dan proses pemilihan/seleksi.

a. Proses Kognitif

Kognitif merupakan proses berfikir. Proses kognitif

mempengaruhi serangkaian tindakan yang dilakukan seseorang yang

pada awalnya dikonstruk dalam pikirannya. Kebanyakan tindakan

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

16

manusia bermula dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu

yang memikirkan sesuatu yang menyenangkan misalnya tentang

kesuksesan maka akan cenderung memiliki self-efficacy yang tinggi.

Sebaliknya individu yang self-efficacy nya rendah lebih banyak

membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambatnya.

b. Proses Motivasi

Motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Seorang

memotivasi atau member dorongan bagi diri mereka sendiri dan

mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran berdasarkan

informasi sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat

mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan

yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang dilakukan,

seberapa tahan ia dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan

ketahanannya dalam menghadapi kegagalan

c. Proses Afektif

Proses afektif merupakan proses mengatur kondisi emosi dan

reaksi terhadap tekanan. Seseorang yang meyakini bahwa ia mampu

mengatasi tugas maupun peristiwa-peristiwa sulit akan merasa tenang

dan tidak cemas serta dapat mempengaruhi level stres dan depresi.

Persepsi self-efficacy tentang kemampuannya mengontrol sumber stres

memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan. Sebaliknya,

seseorang yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

17

mengalami kecemasan yang tinggi dan merasa tidak tenang, serta selalu

memikirkan kekurangan.

d. Proses Seleksi

Self-efficacy turut berperan dalam rangka menentukan aktivitas,

tindakan dan situasi tertentu yang akan dipilih untuk menghadapi suatu

tugas tertentu. Individu yang memilih tindakan menghindari tugas,

menyerah dari tugas yang menurutnya melebihi dari kemampuannya

maka individu tersebut memiliki self-efficacy yang rendah, sebaliknya

bila individu mampu memilih tindakan yang sesuai untuk menghadapi

dan mengatasi kondisi sulit tersebut, maka ia memiliki self-efficacy

yang tinggi.

B. Locus Of Control

1. Pengertian Locus Of Control

Pada awalnya konsep tentang Locus of Control atau disebut juga

sebagai pusat kendali pertama kali dikemukakan oleh Julian Rotter pada

tahun 1966, beliau merupakan seorang ahli dibidang Social Theory

Learning (Teori Pembelajaran Sosial). “Generalized belief that a person

can or can not control his own destiny”, Rotter (dalam Ayudiati, 2010)

atau keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib

(destiny) itu sendiri disebut dengan locus of control, Rotter (dalam Utami,

2011). Disisi lain Larsen & Buss (dalam Zulkaida dkk, 2007)

mendefinisikan locus of control sebagai suatu konsep yang menunjuk pada

keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

18

hidupnya. Locus of control menggambarkan seberapa jauh seseorang

memandang hubungan antara perbuatan yang dilakukannya (action)

dengan akibat/hasilnya (outcome). Seseorang dengan keyakinan bahwa

nasib dan kejadian-kejadian dalam hidupnya berada dibawah kontrol

dirinya, dikatakan bahwa seorang tersebut memiliki internal locus of

control, sedangkan seseorang yang memiliki keyakinan bahwa nasib dan

kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan oleh lingkungannya, maka

seseorang tersebut dikatakan memiliki external locus of control.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa locus of control

merupakan konsep dasar yang menunjuk pada keyakinan individu

mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya serta dapat

menggambarkan seberapa jauh seseorang memandang hubungan antara

perbuatan yang dilakukannya (action) dengan akibat/hasilnya (outcome).

2. Konsep Locus of Control

Rotter (dalam Utami, 2011) menyatakan 4 konsep dasar locus of

control, yaitu:

a. Potensi perilaku

Merupakan setiap kemungkinan yang secara relativ muncul pada

situasi tertentu, berkaitan dengan hasil yang diinginkan dalam

kehidupan seseorang.

b. Harapan

Merupakan suatu kemungkinan dari berbagai kejadian yang akan

muncul dan dialami seseorang.

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

19

c. Nilai unsur penguat

Merupakan pilihan terhadap berbagai kemungkinan penguatan

atas hasil dari beberapa penguat hasil-hasil lainnya yang dapat muncul

pada situasi serupa.

d. Suasana psikologis

Merupakan bentuk rangsangan baik secara internal maupun

eksternal yang diterima seseorang pada suatu saat tertentu yang

meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya hasil

yang sangat diharapkan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar adanya locus

of control yaitu adanya potensi perilaku, harapan, nilai penguat dan

suasana psikologis yang mempengaruhi harapan terhadap hasil yang

ditentukan.

3. Macam-macam Locus of Control

Locus of control dibedakan menjadi internal locus of control dan

external locus of control. Crider (dalam Utami, 2011) membedakan

karakteristik locus of control sebagai berikut :

a. Internal locus of control

1) Suka bekerja keras

2) Memiliki inisiatif yang tinggi

3) Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah

4) Selalu mencoba untuk berfikir efektif

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

20

5) Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin

berhasil

b. External locus of control

1) Kurang memiliki inisiatif

2) Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan

kesuksesan

3) Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah

yang mengontrol

4) Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah

Pada orang yang memiliki internal locus of control, faktor

kemampuan dan usaha nampak dominan, oleh karenanya apabila orang

dengan internal locus of control menuai kegagalan mereka cenderung

mengoreksi dan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya usaha-

usaha yang dilakukan. Begitu pula adanya dengan keberhasilan, mereka

kan merasa bangga atas hasil usaha-usahanya. Hal ini akan berdampak

positif pada tindakannya di masa yang akan datang bahwa keberhasilan

dapat dicapai dengan usaha keras atas segala kemampuannya.

Sedangkan pada orang dengan external locus of control cenderung

memandang keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib,

oleh karenanya apabila menuai kegagalan mereka akan cenderung

menyalahkan lingkungan sekitar sebagai penyebabnya. Hal tersebut

tentunya berdampak negatif pada tindakannya di masa yang akan datang,

karena merasa tidak mampu dan kurang berusaha sehingga mereka tidak

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

21

mempunyai harapan dan keinginan untuk memperbaiki kegagalannya.

Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang berupa kontinum,

yaitu dari internal pada satu sisi dan eksternal pada sisi yang lain, oleh

karenya tidak satupun individu yang benar-benar internal ataupun benar-

benar eksternal.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kedua tipe locus of

control terdapat pada masing-masing individu, namun ada kecenderungan

untuk lebih memiliki salah satu tipe locus of control tertentu. Locus of

control bersifat dinamis atau dapat dikembangkan. Individu yang

berorientasi external locus of control dapat pula berubah menjadi individu

dengan orientasi internal locus of control dan sebaliknya. Hal tersebut

dikarenakan ada pengaruh situasi dan kondisi yang menyertainya yaitu

lingkungan dimana Ia tinggal dan frekuensi melakukan segala aktifitasnya.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Locus of Control

Locus of control sebagai salah satu kepribadian seseorang, dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

a. Usia

Individu pada masa muda selalu bergantung kepada orang lain

dalam pemenuhan kebutuhannya. Oleh karena ketergantungan tersebut

mereka harus tunduk pada pengawasan orang tua dan mematuhi norma-

norma yang ada. Hal itu menjadikan individu dengan usia muda

cenderung memiliki locus of control eksternal dibandingkan dengan

individu yang berusia lebih tua. London dan Exner (dalam Utami, 2011)

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

22

dalam penelitiannya menemukan bahwa locus of control berkembang

kearah internal sejalan dengan perkembangan usia.

b. Pendidikan

Pendidikan yang didapatkan oleh seseorang tidak harus berasal

dari bangku sekolah. Lingkungandan masyarakat juga termasuk tempat

anak untuk mengembangkan diri (Basri, 1995). Dalam dunia

pendidikan formal kepribadian dan sikap guru sangat mempengaruhi

anak didik untuk lebih besar, namun bertanggung jawab lebih besar

sehingga menguntungkan bagi perkembangan kepribadiannya menurut

Wilis (dalam Zulkaida, 2007). Pendidikan non formal oleh anak pada

lingkungan sosialnya membentuk proses pembentukan identitas diri

yaitu, perkembangan kearah individualitas yang mantap merupakan

salah satu aspek penting dalam perkembangan individu untuk meyakini

kemampuan dirinya.

c. Keluarga

Dalam perkembangannya locus of control dipengaruhi oleh

beberapa aspek antara lain lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Lingkungn sosial yang pertama bagi individu adalah keluarga, karena

disinilah terjadi interaksi antara anak dan orang tua, dimana orang tua

menanamkan nilai-nilai serta mewariskan norma-norma kepada

anaknya. Sikap orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan

orientasi locus of control. Sikap orang tua yang positif akan

memberikan orientasi locus of control anak menjadi internal (Utami,

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

23

2011). Dalam penelitiannya Katkovsky (dalam Zulkaida, 2007) bahwa

interaksi anak dengan orang tua sangat hangat, membesarkan hati,

fleksibel, menerima dan memberi kesempatan untuk berdiri sendiri

ketika anak masih kecil akan mengahsilkan anak dengan orientasi locus

of control yang lebih internal daripada interaksi anak pada orang tua

yang menolak, memusuhi dan mendominasi segala sesuatu.

Dari beberapa pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa

didalam perkembangannya locus of control dipengaruhi oleh berbagai

aspek, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial

yang pertama bagi seorang anak adalah keluarga. Di dalam keluarga

inilah terjadi interaksi antara anak dengan orang tua. Lingkungan fisik

yang mempengaruhi adalah usia dan pendidikan. Pendidikan dan usia

merupakan aspek yang membantu perkembangan kepribadian

seseorang.

5. Aspek-aspek Locus Of Control

Lavenson (dalam Azwar, 2009) mengkategorikan locus of control ke

dalam 3 aspek, yaitu:

a. Aspek Internal (I)

Merupakan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa kejadian-

kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh kemampuan dalam

dirinya sendiri.

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

24

b. Aspek powerful others (P)

Merupakan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa kejadian-

kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang lain yang

lebih berkuasa atas dirinya.

c. Aspek chance (C)

Merupakan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa kejadian-

kejadian dalam hidupnya terutama ditentukan oleh nasib, peluang, dan

keberuntungan. Aspek internal merupakan internal locus of control,

sedangkan aspek others dan chance merupaka external locus of control.

Adanya perbedaan locus of control pada individu menyebabkan

munculnya perbedaan dalam efektifitas dan efisiensi perilaku antara orang

dengan kecenderungan internal locus of control dan kecenderungan

external locus of control. Dasar dari pemikirannya adalah orang dengan

kecenderungan internal locus of control akan selalu berusaha untuk

mencapai apa yang menjadi keinginannya berdasarkan kemampuannya

sedangkan pada orang dengan kecenderungan external locus of control

akan lebih sering mengambil sikap pasrah dan kurang berusaha. Persepsi

dari mereka yang memiliki locus of control internal menuntun mereka

untuk berusaha lebih kuat dalam mencapai tujuan, Utami (2011).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk

dalam aspek-aspek locus of control antara lain aspek internal, aspek

powerfull others, dan aspek chance.

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

25

C. Diabetes Mellitus

1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang

diitandai dengan kondisi kadar glukosa darah yang tinggi ≥200 mg.

Kondisi kadar glukosa darah yang terus menerus tinggi dan tidak segera

ditangani dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi organ lainya

seperti mata, jantung, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (ADA, 2012).

Sehingga penderita diabetes melitus memiliki resiko kematian lebih besar

dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes melitus (Purwanti,

2013)

2. Klasifikasi Diabetes Melius

Deabetes miletus dibedakan menjadi menjadi beberapa tipe yaitu

Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) yang merupakan diabetes

melitus tipe 1 yang bergantung dengan poduksi insulin. Non-Insulin

Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan diabetes melitus tipe 2

yang dikarenakan resistensi jaringan terhadap insulin sehingga tidak

bergantung pada insulin.

Diabetes melitus gestasional merupakan kondisi diabetes

melitusmellitus yang terjadi pada wanita saat kehamilan. Serta diabetes

melitus tipe lain yang disebabkan oleh penyakit serta mempengaruhi kadar

glukosa dalam darah seperti penyakit penkreatitis (Nurarif & Kusuma,

2013; Sudoyo, 2006).

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

26

3. Manifetasi Klinis Diabetes Melitus

Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Sudoyo (2006) (Sudoyo,

2006) adalah kondisi khas penderita diabetes melitus yang dapat menjadi

ciri khas penderita diabetes melitus yaitu poliuria (peningkatan keinginan

untuk berkemih), polidipsia (peningkatan rasa haus), polifagia

(peningkatan nafsu makan). , penurunan atau kenaikan berat badan,

merasa lemas, kesemutan, rasa gatal, luka yang sulit sembuh, mata kabur,

disfungsi ereksi (pria), dan pruritus (wanita).

Tanda dan gejala pada diabetes melitus tipe 2 yang dapat terjadi

adalah intoleransi glukosa progresif atau terjadi lambat dalam kurun waktu

satu tahun, keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada

kulit yang sulit sembuh, kenaikan atau penurunan berat badan, gangguan

alat reproduksiinfeksi vaginal, dan jika kadar glukosa darah sangat tinggi

dapat terjadi pandangan kabur (Sudoyo, 2006).

4. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi jika diabetes melitus

tidak terditeksi dalam waktu beberapa tahun bahkan terjadi sebelum

diagnosa ditegakan. Diantaranya adalah penyakit mata, neuropati perifer,

dan penyakit vaskuler perifer (Sudoyo, 2006). Komplikasi diabetes melitus

dapat digolongkan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi

kronis (Sutedjo, 2010), yaitu :

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

27

a. Komplikasi Akut

Merupakan komplikasi yang terjadi karena kondisi

ketidakseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendekwaku

dekat. Komplikasinya meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetika

(DAK), sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketotikc (HHNK)

b. Komplikasi Kronis

Kompikasi kronis terjadi karena jangka panjang umumnya terjadi

sekitar 10 sampai 15 tahun setelah gejala awal. Komplikasi yang dapat

terjadi diantaranya adalah :

1) Makrovaskulaer (ganggaun pada pembuluh darah besar), komplikasi

yang terjadi pada kondisi ini dapat menggangu sirkulasi koroner,

vaskular perifer, dan vaskulaer serebral.

2) Mikrovaskular (gangguan pada pembuluh darah kecil), pada

komplikasi yang terjadi kondisi ini dikarenakan glukosa darah yang

tinggi dalam waktu lama sehingga dapat merusak mata (retinopati)

dan ginjal (nefuropati).

3) Neuropati dapat terjadi karena terjadi gangaun pada sisem saraf

sensorik dan motorik sehingga dapat mengakibatkan impotensi

maupun ulkus pada kaki (Baughman, 2000).

4) Masalah Psikologis merupakan masalah yang dapat terjadi pada

penderita diabetes mellitus. Stres atau kecemasan yang berujung

pada depresi. Kondisi ini berkaitan dengan hilangnya kontrol,

katakutan akan ketidakmampuan mengatasi penyakitnya, kesalahan

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

28

informasi mengenai diabetes, serta ketakutan terjadinya komplikasi

fisik lainya (Baughman, 2000; Rubenstein, Wayen, & Bradley,

2003).

D. Kerangka Berfikir

Penyakit yang dimiliki seseorang hendaknya tidak menjadi alasan orang

tersebut untuk memperoleh kesembuhannya kembali. Hal ini tentu saja

tergantung dari pemahaman masing-masing pasien dalam menyikapi penyakit

Diabetus Mellitus yang dideritanya tersebut. Pemahaman pasien dalam

menyikapi penyakit Diabetus Mellitus yang dideritanya merupakan salah satu

hal yang penting. Dengan pemahaman yang dimiliki, maka seseorang akan

mengetahui betul tentang penyakit yang diderita serta hal-hal apa saja yang

perlu dilakukan dan dihindari. Pemahaman itu sendiri didapat jika pasien

memiliki self efficacy yang baik. Dimana didalam self efficacy terdiri dari tiga

dimensi. Salah satunya adalah dimensi level. Dimensi level ini mengacu pada

persepsi setiap individu dalam memandang tingkat kesulitan yang sedang

dihadapi. Pada pasien penderita Diabetus Mellitus sangat diperlukan

pemahaman tentang penyakit Diabetus Mellitus itu sendiri. Sehingga dengan

pemahaman yang baik, maka akan memunculkan keyakinan dan persepsi

yang baik pula. Dengan adanya pemahaman dan keyakinan maka akan diikuti

dengan kontrol diri pasien yang baik sehingga akan memunculkan locus of

control dalam diri pasien. Didalam locus of control itu sendiri terdapat tiga

aspek yang mempengaruhi. Aspek internal adalah salah satunya. Dalam aspek

internal, keyakinan bahwa kejadian dalam hidupnya ditentukan oleh dirinya

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016

29

sendiri. Hal ini berhubungan dengan dimensi yang ada di dalam self efficacy

yaitu dimensi generality, yang menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki

self efficacy adalah orang yang yakin akan kemampuannya. Keyakinan ini

diharapkan dapat dijadikan langkah positif dalam menyikapi para pasien yang

menderita penyakit Diabetus Mellitus. Kuatnya keyakinan dalam menghadapi

penyakit Diabetus Mellitus tersebut dapat dimasukkan dalam dimensi self

efficacy yang lainnya yaitu dimensi strength.

Berikut dapat digambarkan kerangka berfikir dari uraian dibawah:

Gambar 1. Kerangka Berfikir

E. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara yang disimpulkan oleh peneliti

berdasarkan hasil kajian teori dan tentunya harus dibuktikan kenenarannya

dengan penelitian dan hasil perolehannya.

Berdasarkan pemaparan tinjauan pustaka diatas maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah “ada hubungan locus of control dengan

self efficacy pada pasien penderita diabetes militus tipe 2 rawat jalan di

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”

Aspek locus of control :

1. Aspek internal

2. Aspek powerful

others

3. Aspek chance

Dimensi self efficacy:

1. Dimensi level

2. Dimensi generality

3. Dimensi strength

Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016