bab ii kajian pustaka a. self efficacyrepository.ump.ac.id/2901/3/ghufroni anjar susanti_bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Self Efficacy
1. Pengertian Self Efficacy
Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai suatu
keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk
mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan,
menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk
menampilkan kecakapan tertentu. Woolfolk (1993) menyebutkan bahwa
self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau
tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam
mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.
Baron dan Byrne (2000) menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan
penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas,
mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Berdasarkan definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu
terhadap kemampuannya untuk mengatur, melaksanakan tindakan untuk
mencapai suatu tujuan.
2. Dimensi Self Efficacy
Bandura (1997) membedakan self-efficacy menjadi tiga dimensi,
yaitu level (derajat kesulitan), generality (kemampuan dalam menghadapi
situasi), dan strength (ketahanan dalam menghadapi tugas).
9
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
10
a. Dimensi Level
Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan tugas yang dihadapi.
Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda.
Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat
kesulitan dari suatu tugas Persepsi terhadap tugas yang sulit
dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki individu. Ada yang
menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa
tidak demikian. Keyakinan ini didasari oleh pemahamannya terhadap
tugas tersebut.
b. Dimensi Generality
Dimensi ini mengacu sejauh mana individu yakin akan
kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam
melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu
yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau
situasi sulit dan bervariasi
c. Dimensi Strength
Dimensi strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang
mengenai kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi tuntutan tugas
atau permasalahan. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan
individu dalam pemenuhan tugasnya. Self efficacy yang lemah dapat
dengan mudah menyerah dengan pengalaman yang sulit ketika
menghadapi sebuah tugas yang sulit. Sedangkan bila self efficacy tinggi
maka individu akan memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
11
terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas dan akan terus
bertahan dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan
tantangan
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy
Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
self efficacy, antara lain:
a. Jenis Kelamin
Zimmerman (Bandura, 1997) menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan pada perkembangan kemampuan dan kompetensi laki-laki
dan perempuan. Laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan
dirinya, perempuan sering kali menganggap remeh kemampuan mereka.
Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Semakin
seorang wanita menerima perlakuan perbedaan gender ini, maka
semakin cenderung rendah penilaian mereka terhadap kemampuan
dirinya. Pada bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki self-efficacy
yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya
wanita lebih cakap dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan
pria.
b. Usia
Individu yang usianya lebih tua tentunya memiliki rentang waktu
dan pengalaman yang lebih banyak dalam menghadapi suatu hal yang
terjadi di hidupnya bila dibandingkan dengan individu yang usianya
lebih muda, yang mungkin masih memiliki sedikit pengalaman dalam
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
12
kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung akan lebih mampu dalam
mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu
yang usianya lebih muda. Sehingga usia disini memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam pembentukan self efficacy seseorang.
c. Pendidikan
Individu yang menjalani jenjang pendidikan yang lebih tinggi
biasanya memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang tingkat pendidikannya rendah, karena pada dasarnya
mereka lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan
formal serta akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar
dalam mengatasi persoalanpersoalan yang terjadi dalam hidupnya.
d. Pengalaman
Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi
pada suatu organisasi ataupun perusahaan dimana individu bekerja.
Self-efficacy terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran
yang ada dalam situasi kerjanya tersebut. Semakin lama seseorang
bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki individu
tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup
kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut
justru cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga sangat tergantung
kepada bagaimana individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan
yang dialaminya selama melalukan pekerjaan.
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
13
4. Sumber-Sumber Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997) self-efficacy dibangun dari empat sumber
prinsip informasi, yaitu enactive mastery experience sebagai indikator dari
kemampuan diri, vicarious experience yang akan menjadi transmisi
kompetensi dan perbandingan dengan orang lain, social persuasion dan
tipe yang berkaitan dengan social yang merupakan suatu proses
kemampuan khusus, psychological state dari orang yang menimbang
terhadap kemampuan dan kekuatannya.
a. Enactive Mastery Experience (Pengalaman yang Telah Dilalui)
Merupakan sumber informasi yang paling berpengaruh karena
menyediakan bukti otentik berkenaan dengan kemampuan seseorang
dalam melakukan sesuatu. Dari pengalaman masa lalu terlihat bukti
apakah seseorang mengarahkan seluruh kemampuannya untuk meraih
keberhasilan. Pengalaman keberhasilan atau kesuksesan dalam
mengerjakan sesuatu akan meningkatkan self-efficacy seseorang dan
kegagalan juga akan menguranginya, namun kegagalan di berbagai
pengalaman hidup dapat diatasi dengan upaya tertentu dan dapat
memicu persepsi self-efficacy menjadi lebih baik karena membuat
individu tersebut mampu utuk mengatasi rintangan-rintangan yang lebih
sulit nantinya.
b. Vicarious Experience (Pengalaman Orang Lain)
Merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari pengalaman
keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Vicarious
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
14
experience biasa disebut dengan modeling. Ketika melihat orang lain
dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu tugas melalui
usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga
dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama.
Sebaliknya self-efficacy dapat turun ketika orang yang diamati gagal
walapun telah berusaha dengan keras. Seseorang bisa menjadi ragu
untuk berhasil ketika model yang diamati gagal meskipun ia memiliki
kemampuan dalam bidang tersebut. Vicarious experience seseorang
sangat dipengaruhi oleh persepsi diri individu tersebut tentang dirinya
memiliki kesamaan dengan model. Semakin seseorang merasa dirinya
mirip dengan model, maka kesuksesan dan kegagalan model akan
semakin mempengaruhi self-efficacy. Sebaliknya apabila individu
merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self-efficacy
menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh perilaku model.
c. Social persuasion (Persuasi Sosial)
Merupakan penguatan yang didapatkan individu dari orang lain
bahwa ia memiliki kemampuan untuk bisa melakukan dan mendapatkan
apa yang menjadi tujuannya. Orang yang mendapat persuasi secara
verbal maka mereka memiliki kemamuan untuk menyelesaikan tugas-
tugas yang diberikan akan mengerahkan usaha yang lebih besar
daripada orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu pada
bidang tersebut.
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
15
d. Physiological state (Keadaan Fisiologis)
Keadaan fisik yang tidak mendukung seperti kondisi tubuh tidak
fit, kelelahan, dan sakit merupakan faktor yang tidak mendukung
seseorang melakukan suatu hal dan akan mengakibatkan berkurangnya
kinerja individu dalam melakukan hal tersebut. Selain itu, tanda-tanda
psikologis menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya.
Kondisi stress dan kecemasan dilihat individu sebagai tanda yang
mengancam ketidakmampuan diri. Level of arousal dapat memberikan
informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung bagaimana arousal
itu diinterpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi suatu tugas,
apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik (self-
efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy
orang tersebut. Dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi
oleh informasi tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situsasi
tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologisnya.
5. Proses Pembentukan Self Efficacy
Menurut Bandura (1997) proses psikologis dalam self-efficacy yang
turut berperan dalam diri manusia ada 4, yakni proses kognitif,
motivasional, afeksi dan proses pemilihan/seleksi.
a. Proses Kognitif
Kognitif merupakan proses berfikir. Proses kognitif
mempengaruhi serangkaian tindakan yang dilakukan seseorang yang
pada awalnya dikonstruk dalam pikirannya. Kebanyakan tindakan
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
16
manusia bermula dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu
yang memikirkan sesuatu yang menyenangkan misalnya tentang
kesuksesan maka akan cenderung memiliki self-efficacy yang tinggi.
Sebaliknya individu yang self-efficacy nya rendah lebih banyak
membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambatnya.
b. Proses Motivasi
Motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Seorang
memotivasi atau member dorongan bagi diri mereka sendiri dan
mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran berdasarkan
informasi sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat
mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan
yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang dilakukan,
seberapa tahan ia dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan
ketahanannya dalam menghadapi kegagalan
c. Proses Afektif
Proses afektif merupakan proses mengatur kondisi emosi dan
reaksi terhadap tekanan. Seseorang yang meyakini bahwa ia mampu
mengatasi tugas maupun peristiwa-peristiwa sulit akan merasa tenang
dan tidak cemas serta dapat mempengaruhi level stres dan depresi.
Persepsi self-efficacy tentang kemampuannya mengontrol sumber stres
memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan. Sebaliknya,
seseorang yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
17
mengalami kecemasan yang tinggi dan merasa tidak tenang, serta selalu
memikirkan kekurangan.
d. Proses Seleksi
Self-efficacy turut berperan dalam rangka menentukan aktivitas,
tindakan dan situasi tertentu yang akan dipilih untuk menghadapi suatu
tugas tertentu. Individu yang memilih tindakan menghindari tugas,
menyerah dari tugas yang menurutnya melebihi dari kemampuannya
maka individu tersebut memiliki self-efficacy yang rendah, sebaliknya
bila individu mampu memilih tindakan yang sesuai untuk menghadapi
dan mengatasi kondisi sulit tersebut, maka ia memiliki self-efficacy
yang tinggi.
B. Locus Of Control
1. Pengertian Locus Of Control
Pada awalnya konsep tentang Locus of Control atau disebut juga
sebagai pusat kendali pertama kali dikemukakan oleh Julian Rotter pada
tahun 1966, beliau merupakan seorang ahli dibidang Social Theory
Learning (Teori Pembelajaran Sosial). “Generalized belief that a person
can or can not control his own destiny”, Rotter (dalam Ayudiati, 2010)
atau keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib
(destiny) itu sendiri disebut dengan locus of control, Rotter (dalam Utami,
2011). Disisi lain Larsen & Buss (dalam Zulkaida dkk, 2007)
mendefinisikan locus of control sebagai suatu konsep yang menunjuk pada
keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
18
hidupnya. Locus of control menggambarkan seberapa jauh seseorang
memandang hubungan antara perbuatan yang dilakukannya (action)
dengan akibat/hasilnya (outcome). Seseorang dengan keyakinan bahwa
nasib dan kejadian-kejadian dalam hidupnya berada dibawah kontrol
dirinya, dikatakan bahwa seorang tersebut memiliki internal locus of
control, sedangkan seseorang yang memiliki keyakinan bahwa nasib dan
kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan oleh lingkungannya, maka
seseorang tersebut dikatakan memiliki external locus of control.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa locus of control
merupakan konsep dasar yang menunjuk pada keyakinan individu
mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya serta dapat
menggambarkan seberapa jauh seseorang memandang hubungan antara
perbuatan yang dilakukannya (action) dengan akibat/hasilnya (outcome).
2. Konsep Locus of Control
Rotter (dalam Utami, 2011) menyatakan 4 konsep dasar locus of
control, yaitu:
a. Potensi perilaku
Merupakan setiap kemungkinan yang secara relativ muncul pada
situasi tertentu, berkaitan dengan hasil yang diinginkan dalam
kehidupan seseorang.
b. Harapan
Merupakan suatu kemungkinan dari berbagai kejadian yang akan
muncul dan dialami seseorang.
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
19
c. Nilai unsur penguat
Merupakan pilihan terhadap berbagai kemungkinan penguatan
atas hasil dari beberapa penguat hasil-hasil lainnya yang dapat muncul
pada situasi serupa.
d. Suasana psikologis
Merupakan bentuk rangsangan baik secara internal maupun
eksternal yang diterima seseorang pada suatu saat tertentu yang
meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya hasil
yang sangat diharapkan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar adanya locus
of control yaitu adanya potensi perilaku, harapan, nilai penguat dan
suasana psikologis yang mempengaruhi harapan terhadap hasil yang
ditentukan.
3. Macam-macam Locus of Control
Locus of control dibedakan menjadi internal locus of control dan
external locus of control. Crider (dalam Utami, 2011) membedakan
karakteristik locus of control sebagai berikut :
a. Internal locus of control
1) Suka bekerja keras
2) Memiliki inisiatif yang tinggi
3) Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah
4) Selalu mencoba untuk berfikir efektif
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
20
5) Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin
berhasil
b. External locus of control
1) Kurang memiliki inisiatif
2) Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan
kesuksesan
3) Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah
yang mengontrol
4) Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah
Pada orang yang memiliki internal locus of control, faktor
kemampuan dan usaha nampak dominan, oleh karenanya apabila orang
dengan internal locus of control menuai kegagalan mereka cenderung
mengoreksi dan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya usaha-
usaha yang dilakukan. Begitu pula adanya dengan keberhasilan, mereka
kan merasa bangga atas hasil usaha-usahanya. Hal ini akan berdampak
positif pada tindakannya di masa yang akan datang bahwa keberhasilan
dapat dicapai dengan usaha keras atas segala kemampuannya.
Sedangkan pada orang dengan external locus of control cenderung
memandang keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib,
oleh karenanya apabila menuai kegagalan mereka akan cenderung
menyalahkan lingkungan sekitar sebagai penyebabnya. Hal tersebut
tentunya berdampak negatif pada tindakannya di masa yang akan datang,
karena merasa tidak mampu dan kurang berusaha sehingga mereka tidak
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
21
mempunyai harapan dan keinginan untuk memperbaiki kegagalannya.
Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang berupa kontinum,
yaitu dari internal pada satu sisi dan eksternal pada sisi yang lain, oleh
karenya tidak satupun individu yang benar-benar internal ataupun benar-
benar eksternal.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kedua tipe locus of
control terdapat pada masing-masing individu, namun ada kecenderungan
untuk lebih memiliki salah satu tipe locus of control tertentu. Locus of
control bersifat dinamis atau dapat dikembangkan. Individu yang
berorientasi external locus of control dapat pula berubah menjadi individu
dengan orientasi internal locus of control dan sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan ada pengaruh situasi dan kondisi yang menyertainya yaitu
lingkungan dimana Ia tinggal dan frekuensi melakukan segala aktifitasnya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Locus of Control
Locus of control sebagai salah satu kepribadian seseorang, dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
a. Usia
Individu pada masa muda selalu bergantung kepada orang lain
dalam pemenuhan kebutuhannya. Oleh karena ketergantungan tersebut
mereka harus tunduk pada pengawasan orang tua dan mematuhi norma-
norma yang ada. Hal itu menjadikan individu dengan usia muda
cenderung memiliki locus of control eksternal dibandingkan dengan
individu yang berusia lebih tua. London dan Exner (dalam Utami, 2011)
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
22
dalam penelitiannya menemukan bahwa locus of control berkembang
kearah internal sejalan dengan perkembangan usia.
b. Pendidikan
Pendidikan yang didapatkan oleh seseorang tidak harus berasal
dari bangku sekolah. Lingkungandan masyarakat juga termasuk tempat
anak untuk mengembangkan diri (Basri, 1995). Dalam dunia
pendidikan formal kepribadian dan sikap guru sangat mempengaruhi
anak didik untuk lebih besar, namun bertanggung jawab lebih besar
sehingga menguntungkan bagi perkembangan kepribadiannya menurut
Wilis (dalam Zulkaida, 2007). Pendidikan non formal oleh anak pada
lingkungan sosialnya membentuk proses pembentukan identitas diri
yaitu, perkembangan kearah individualitas yang mantap merupakan
salah satu aspek penting dalam perkembangan individu untuk meyakini
kemampuan dirinya.
c. Keluarga
Dalam perkembangannya locus of control dipengaruhi oleh
beberapa aspek antara lain lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungn sosial yang pertama bagi individu adalah keluarga, karena
disinilah terjadi interaksi antara anak dan orang tua, dimana orang tua
menanamkan nilai-nilai serta mewariskan norma-norma kepada
anaknya. Sikap orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan
orientasi locus of control. Sikap orang tua yang positif akan
memberikan orientasi locus of control anak menjadi internal (Utami,
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
23
2011). Dalam penelitiannya Katkovsky (dalam Zulkaida, 2007) bahwa
interaksi anak dengan orang tua sangat hangat, membesarkan hati,
fleksibel, menerima dan memberi kesempatan untuk berdiri sendiri
ketika anak masih kecil akan mengahsilkan anak dengan orientasi locus
of control yang lebih internal daripada interaksi anak pada orang tua
yang menolak, memusuhi dan mendominasi segala sesuatu.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
didalam perkembangannya locus of control dipengaruhi oleh berbagai
aspek, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial
yang pertama bagi seorang anak adalah keluarga. Di dalam keluarga
inilah terjadi interaksi antara anak dengan orang tua. Lingkungan fisik
yang mempengaruhi adalah usia dan pendidikan. Pendidikan dan usia
merupakan aspek yang membantu perkembangan kepribadian
seseorang.
5. Aspek-aspek Locus Of Control
Lavenson (dalam Azwar, 2009) mengkategorikan locus of control ke
dalam 3 aspek, yaitu:
a. Aspek Internal (I)
Merupakan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa kejadian-
kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh kemampuan dalam
dirinya sendiri.
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
24
b. Aspek powerful others (P)
Merupakan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa kejadian-
kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang lain yang
lebih berkuasa atas dirinya.
c. Aspek chance (C)
Merupakan keyakinan-keyakinan seseorang bahwa kejadian-
kejadian dalam hidupnya terutama ditentukan oleh nasib, peluang, dan
keberuntungan. Aspek internal merupakan internal locus of control,
sedangkan aspek others dan chance merupaka external locus of control.
Adanya perbedaan locus of control pada individu menyebabkan
munculnya perbedaan dalam efektifitas dan efisiensi perilaku antara orang
dengan kecenderungan internal locus of control dan kecenderungan
external locus of control. Dasar dari pemikirannya adalah orang dengan
kecenderungan internal locus of control akan selalu berusaha untuk
mencapai apa yang menjadi keinginannya berdasarkan kemampuannya
sedangkan pada orang dengan kecenderungan external locus of control
akan lebih sering mengambil sikap pasrah dan kurang berusaha. Persepsi
dari mereka yang memiliki locus of control internal menuntun mereka
untuk berusaha lebih kuat dalam mencapai tujuan, Utami (2011).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk
dalam aspek-aspek locus of control antara lain aspek internal, aspek
powerfull others, dan aspek chance.
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
25
C. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang
diitandai dengan kondisi kadar glukosa darah yang tinggi ≥200 mg.
Kondisi kadar glukosa darah yang terus menerus tinggi dan tidak segera
ditangani dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi organ lainya
seperti mata, jantung, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (ADA, 2012).
Sehingga penderita diabetes melitus memiliki resiko kematian lebih besar
dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes melitus (Purwanti,
2013)
2. Klasifikasi Diabetes Melius
Deabetes miletus dibedakan menjadi menjadi beberapa tipe yaitu
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) yang merupakan diabetes
melitus tipe 1 yang bergantung dengan poduksi insulin. Non-Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan diabetes melitus tipe 2
yang dikarenakan resistensi jaringan terhadap insulin sehingga tidak
bergantung pada insulin.
Diabetes melitus gestasional merupakan kondisi diabetes
melitusmellitus yang terjadi pada wanita saat kehamilan. Serta diabetes
melitus tipe lain yang disebabkan oleh penyakit serta mempengaruhi kadar
glukosa dalam darah seperti penyakit penkreatitis (Nurarif & Kusuma,
2013; Sudoyo, 2006).
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
26
3. Manifetasi Klinis Diabetes Melitus
Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Sudoyo (2006) (Sudoyo,
2006) adalah kondisi khas penderita diabetes melitus yang dapat menjadi
ciri khas penderita diabetes melitus yaitu poliuria (peningkatan keinginan
untuk berkemih), polidipsia (peningkatan rasa haus), polifagia
(peningkatan nafsu makan). , penurunan atau kenaikan berat badan,
merasa lemas, kesemutan, rasa gatal, luka yang sulit sembuh, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria), dan pruritus (wanita).
Tanda dan gejala pada diabetes melitus tipe 2 yang dapat terjadi
adalah intoleransi glukosa progresif atau terjadi lambat dalam kurun waktu
satu tahun, keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada
kulit yang sulit sembuh, kenaikan atau penurunan berat badan, gangguan
alat reproduksiinfeksi vaginal, dan jika kadar glukosa darah sangat tinggi
dapat terjadi pandangan kabur (Sudoyo, 2006).
4. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi jika diabetes melitus
tidak terditeksi dalam waktu beberapa tahun bahkan terjadi sebelum
diagnosa ditegakan. Diantaranya adalah penyakit mata, neuropati perifer,
dan penyakit vaskuler perifer (Sudoyo, 2006). Komplikasi diabetes melitus
dapat digolongkan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronis (Sutedjo, 2010), yaitu :
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
27
a. Komplikasi Akut
Merupakan komplikasi yang terjadi karena kondisi
ketidakseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendekwaku
dekat. Komplikasinya meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetika
(DAK), sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketotikc (HHNK)
b. Komplikasi Kronis
Kompikasi kronis terjadi karena jangka panjang umumnya terjadi
sekitar 10 sampai 15 tahun setelah gejala awal. Komplikasi yang dapat
terjadi diantaranya adalah :
1) Makrovaskulaer (ganggaun pada pembuluh darah besar), komplikasi
yang terjadi pada kondisi ini dapat menggangu sirkulasi koroner,
vaskular perifer, dan vaskulaer serebral.
2) Mikrovaskular (gangguan pada pembuluh darah kecil), pada
komplikasi yang terjadi kondisi ini dikarenakan glukosa darah yang
tinggi dalam waktu lama sehingga dapat merusak mata (retinopati)
dan ginjal (nefuropati).
3) Neuropati dapat terjadi karena terjadi gangaun pada sisem saraf
sensorik dan motorik sehingga dapat mengakibatkan impotensi
maupun ulkus pada kaki (Baughman, 2000).
4) Masalah Psikologis merupakan masalah yang dapat terjadi pada
penderita diabetes mellitus. Stres atau kecemasan yang berujung
pada depresi. Kondisi ini berkaitan dengan hilangnya kontrol,
katakutan akan ketidakmampuan mengatasi penyakitnya, kesalahan
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
28
informasi mengenai diabetes, serta ketakutan terjadinya komplikasi
fisik lainya (Baughman, 2000; Rubenstein, Wayen, & Bradley,
2003).
D. Kerangka Berfikir
Penyakit yang dimiliki seseorang hendaknya tidak menjadi alasan orang
tersebut untuk memperoleh kesembuhannya kembali. Hal ini tentu saja
tergantung dari pemahaman masing-masing pasien dalam menyikapi penyakit
Diabetus Mellitus yang dideritanya tersebut. Pemahaman pasien dalam
menyikapi penyakit Diabetus Mellitus yang dideritanya merupakan salah satu
hal yang penting. Dengan pemahaman yang dimiliki, maka seseorang akan
mengetahui betul tentang penyakit yang diderita serta hal-hal apa saja yang
perlu dilakukan dan dihindari. Pemahaman itu sendiri didapat jika pasien
memiliki self efficacy yang baik. Dimana didalam self efficacy terdiri dari tiga
dimensi. Salah satunya adalah dimensi level. Dimensi level ini mengacu pada
persepsi setiap individu dalam memandang tingkat kesulitan yang sedang
dihadapi. Pada pasien penderita Diabetus Mellitus sangat diperlukan
pemahaman tentang penyakit Diabetus Mellitus itu sendiri. Sehingga dengan
pemahaman yang baik, maka akan memunculkan keyakinan dan persepsi
yang baik pula. Dengan adanya pemahaman dan keyakinan maka akan diikuti
dengan kontrol diri pasien yang baik sehingga akan memunculkan locus of
control dalam diri pasien. Didalam locus of control itu sendiri terdapat tiga
aspek yang mempengaruhi. Aspek internal adalah salah satunya. Dalam aspek
internal, keyakinan bahwa kejadian dalam hidupnya ditentukan oleh dirinya
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016
29
sendiri. Hal ini berhubungan dengan dimensi yang ada di dalam self efficacy
yaitu dimensi generality, yang menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki
self efficacy adalah orang yang yakin akan kemampuannya. Keyakinan ini
diharapkan dapat dijadikan langkah positif dalam menyikapi para pasien yang
menderita penyakit Diabetus Mellitus. Kuatnya keyakinan dalam menghadapi
penyakit Diabetus Mellitus tersebut dapat dimasukkan dalam dimensi self
efficacy yang lainnya yaitu dimensi strength.
Berikut dapat digambarkan kerangka berfikir dari uraian dibawah:
Gambar 1. Kerangka Berfikir
E. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara yang disimpulkan oleh peneliti
berdasarkan hasil kajian teori dan tentunya harus dibuktikan kenenarannya
dengan penelitian dan hasil perolehannya.
Berdasarkan pemaparan tinjauan pustaka diatas maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah “ada hubungan locus of control dengan
self efficacy pada pasien penderita diabetes militus tipe 2 rawat jalan di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”
Aspek locus of control :
1. Aspek internal
2. Aspek powerful
others
3. Aspek chance
Dimensi self efficacy:
1. Dimensi level
2. Dimensi generality
3. Dimensi strength
Hubungan Locus Of Control…, Ghufroni Anjar Susanti, Fakultas Psikologi UMP, 2016