bab ii kajian pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/bab ii.pdf · maka,...

28
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Mua’asshomah (2015) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Tuban dan Kota Malang Berdasarkan Konsep Value for Money. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk menganalisis kondisi kinerja keuangan Kota Tuban dan Kota Malang dengan menggunakan metode Value for Money pada tahun 2011-2013. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kedua daerah tersebut belum dapat dikatakan ekonomis akan tetapi sudah efisien dan efektif. Arfan (2014) melakukan penelitian berjudul Analisis Value for Money dalam Pengukuran Kinerja Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada Tahun 2011 dan 2012 Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah mampu menyelenggarakan seluruh program secara ekonomis. Dari elemen efisiensi dapat diketahui periode Tahun 2011 dan 2012 Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah menyelenggarakan seluruh program secara efisien dengan rasio efisiensi pada Tahun 2011 masing-masing 121,1%, 103,44% dan 110,56%. Pada Tahun 2012 yaitu 110,98%, 106,03% dan 102,88%. Sedangkan dari elemen efektivitas dapat diketahui periode Tahun 2011 Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah mampu menyelenggarakan dua

Upload: others

Post on 30-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Mua’asshomah (2015) melakukan penelitian yang berjudul Analisis

Perbandingan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Tuban dan Kota Malang

Berdasarkan Konsep Value for Money. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk

menganalisis kondisi kinerja keuangan Kota Tuban dan Kota Malang dengan

menggunakan metode Value for Money pada tahun 2011-2013. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa kedua daerah tersebut belum dapat dikatakan ekonomis

akan tetapi sudah efisien dan efektif.

Arfan (2014) melakukan penelitian berjudul Analisis Value for Money dalam

Pengukuran Kinerja Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada Tahun 2011 dan 2012 Dinas Pertanian

Daerah Istimewa Yogyakarta telah mampu menyelenggarakan seluruh program

secara ekonomis. Dari elemen efisiensi dapat diketahui periode Tahun 2011 dan 2012

Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah menyelenggarakan seluruh

program secara efisien dengan rasio efisiensi pada Tahun 2011 masing-masing

121,1%, 103,44% dan 110,56%. Pada Tahun 2012 yaitu 110,98%, 106,03% dan

102,88%. Sedangkan dari elemen efektivitas dapat diketahui periode Tahun 2011

Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah mampu menyelenggarakan dua

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

7

program secara efektif dengan rasio efektifitas sebessar 100% dan satu program

kurang efektif yaitu pada program peningkatan kesejahteraan dengan hasil 99,29%.

Sedangkan Tahun 2012 Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah

menyelenggarakan ketiga program secara efektif dengan rasio efektifitas pada setiap

program mencapai 100%.

Ardilla (2015) melakukan penelitian berjudul Analisis Kinerja Keuangan dengan

Pendekatan Value For Money Pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi. Hasil

penelitian menunjukkan untuk tingkat ekonomis selama 4 tahun terakhir mengalami

peningkatan sebesar 102,27%, tetapi peningkatan yang terjadi membuat rasio tidak

memenuhi standar ekonomis Value for Money. Tingkat efisiensi selama 4 tahun

terakhir mengalami peningkatan sebesar 107,69%, rasio berada diatas 100% sehingga

untuk rasio efisiensi tidak memenuhi standar efesien Value for Money. Rasio

efektivitas selama 4 tahun terakhir sudah memenuhi standar sehingga menunjukkan

bahwa Pengadilan Negeri Tebing Tinggi sudah efektif dalam memberikan pelayanan

jasa kepada masyarakat. Tetapi, tetap diperlukan adanya peningkatan pelayanan agar

efektivitas Pengadilan Negeri Tebing Tinggi tercapai lebih baik lagi.

Agustin (2017) melakukan penelitian yang berjudul Konsep Value for Money

dalam Mengukur Kinerja Pelayanan Sektor Publik. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa Laporan Kinerja Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan

Kota Surabaya ditinjau dari segi ekonomi dapat dikatakan ekonomis terlihat dari

kegiatan penyediaan barang dan jasa perkantoran dimana dana anggaran yang

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

8

digunakan untuk menjalankan kegiatan tersebut sebesar 91,6%. Segi efisien dapat

dikatakan efisien dilihat dari kegiatan intensifikasi dan ektensifikasi pajak daerah

dengan menggunakan anggaran 86,45% dari anggaran yang tersedia. Sedangkan dari

segi efektivitas dapat terlihat dari tercapainya pajak daerah yang dihasilkan sebesar

102,22. Sehingga outcome melebihi 100% dan dapat dikatakan efektif.

B. Tinjauan Pustaka

1) Akuntasi Sektor Publik

Menurut Pangkey dan Pinatik (2015), mengemukakan bahwa Akuntansi Sektor

Publik merupakan suatu aktivitas jasa yang terdiri dari mencatat, mengklasifikasikan

dan melaporkan kejadian atau transaksi ekonomi yang menghasilkan suatu informasi

keuangan yang dibutuhkan oleh pihak-pihak pengelola dana publik untuk mengambil

suatu keputusan. Mahmudi (2011:34) mengungkapkan bahwa Akuntansi sektor

publik berperan penting dalam menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.

Laporan keuangan yang berkualitas memiliki karakteristik dapat dipahami, relevan,

dapat diandalkan, dan dapat dibandingkan. Selain itu, kualitas kualitas laporan

keuangan juga dapat dilihat dari hasil opini auditor. Jika laporan hasil pemeriksaan

(LHP) auditor independen memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),

maka hal itu menandakan laporan keuangan yang disajikan sangat baik. Jika opini

Wajar Dengan Pengecualian (WDP) maka hal mengindikasikan laporan keuangan

disajikan cukup baik. Jika opini yang diberikan Tidak Wajar (TW), maka hal itu

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

9

menunjukkan laporan keuangan buruk. Jika auditor memberikan pendapat Disclaimer

Opinion, maka hal itu menunjukkan laporan keuangan sangat buruk.

2) Keuangan Daerah

Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan Daerah adalah

seluruh kekayaan negara termasuk didalamnya segala bagian-bagian harta milik

kekayaan itu dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya, baik kekayaan

yang berada dalam pegurusan para pejabat-pejabat atau lembaga-lembaga yang

termasuk pemerintahan, maupun berada dalam penguasaan dan pengurusan bank-

bank pemerintah dengan status hokum publik dan perdata.

Dalam pelaporan keuangan daerah dibutuhkan akuntabilitas dalam pelaporannya.

Menurut Halim dan Kusufi (2014) Akuntabilitas publik merupakan pemberian

informasi dan pengungkapan atas aktivitas kinerja keuangan pemerintah kepada pihak

yang berkepentingan. Dengan informasi dan pengungkapan tersebut, baik pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah harus mampu dan mau menjadi subyek pemberi

informasi atas aktivitas dan kinerja keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan,

tepat waktu, konsisten dan dapat dipercaya. Pemberian informasi dan pengungkapan

kinerja keuangan ini adalah dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat yaitu hak

untuk mendapatkan informasi, hak untuk diperhatikan aspirasi dan pendapatnya, hak

diberi penjelasan, dan hak menuntut pertanggungjawaban.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

10

Menurut Lembaga Admininstrasi Negara (LAN,2013), Akuntabilitas kinerja

keuangan daerah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi

dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan melalui alat

pertanggungjawaban secara periodik. Akuntabilitas kinerja dialkukan dengan

memperhatikan indikator kinerja yang merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif

yang mengambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang ditetapkan

dengan mempertimbangan indikator masukan (input), keluaran (output), proses

(process), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impact).

3) Kinerja Keuangan Daerah

Menurut Syamsi dalam Damayanti (2017), kinerja keuangan pemerintah daerah

adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengeloa sumber-sumber

keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya

sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya

dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai

keleluasaan didalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah

dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan.

Sistem pengukuran kinerja sendiri dapat dijadikan sebagai alat pengendalian

organisasi. Pemerintah daerah mempunyai kinerja yang baik apabila pemerintah

daerah mampu untuk melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang

telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

11

baik bagi pemerintah daerah dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh

pemerintah daerah dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efektif dan efisien.

Menurut Mardiasmo (2002:121), pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah

dilakukan untuk memenuhi tiga tujuan yaitu :

a. Memperbaiki kinerja pemerintah

b. Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan

c. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan.

4) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Menurut Halim dan Kusufi (2014:35), pengurusan keuangan di pemerintah daerah

diatur dengan membagi menjadi pengurusan umum dan khusus. Pemerintah daerah

memiliki APBD dalam pengurusan umum danh kekayaan milik daerah yang

dipisahkan pada pengurusan khusus. APBD dapat didefinisikan sebagai rencana

operasional keuangan pemerintah daerah, dimana pada satu pihak mengambarkan

perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan

proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu. Pihak lain

menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi

pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

APBD sebagai anggaran daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

a. Rencana kegiatan suatu daerah beserta uraiannya secara terperinci.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

12

b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi

biaya terkait aktivitas tersebut dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal

pengeluaran yang akan dilaksanakan.

c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.

d. Periode anggaran, biasanya satu tahun.

5) Pengelolaan Keuangan Daerah

a. Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah seluruh

kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Berikut penjelasan dari

pengertian tersebut :

1. Dalam Perencanaan pengelolaan keuangan daerah yang harus diperhatikan adalah

penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil, manfaat dan indicator kinerja

yang ingin dicapai.

2. Pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah, kepala daerah selaku pemegang

kekuasaan pennyeleggaraan pemerintah daerah adalah juga pemegang kekuasaan

dalam pengelolaan keuangan daerah. Kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh

kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat penegelola

keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah selaku

pejabat pengguna anggaran/barang daerah dibawah koordinasi sekretaris daerah.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

13

3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban, dalam rangka pengelolaan keuangaan daerah

yang bersifat akuntabel dan transparan pemerintah daerah wajib menyampaikan

pertanggungjawabannya yang berupa :

a. Laporan Realisasi Anggaran

b. Neraca

c. Laporan Arus Kas

d. Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Keuangan tersebut disusun sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

dan sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan tersebut wajib

untuk diperiksa terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

b. Jenis Pengelolaan Keuangan

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa

Pengelolaan Keuangan Daerah meliputi :

1. Asas umum pengelolaan keuangan daerah

2. Pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah

3. Struktur APBD

4. Penyusunan RKPD, KUA, PPAS dan RKA-SKPD

5. Penyusunan dan penetapan APBD

6. Pelaksanaan dan perubahan APBD

7. Penatausahaan keuangan daerah

8. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

14

9. Pengendalian deficit dan penggunaan surplus APBD

10. Pengelolaan kas umum daerah.

11. Pengelolaan piutang daerah

12. Pengelolaan investasi daerah

13. Pengelolaan barang milik daerah

14. Pengelolaan dana cadangan

15. Pengelolaan utang daerah

16. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah.

6) Desentralisasi Fiskal

Menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, Desentralisasi Fiskal adalah

penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah.

Pada sistem pemerintahan yang desentralisasi diwujudkan dengan sistem otonomi

daerah yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada

pemerintah pusat kini dapat diputuskan di tingkat pemerintahan daerah. Kelebihan

sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat

diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat.

Daerah diberikan kewenangan dalam menggali sumber-sumber penerimaan sesuai

dengan potensi yang dimiliki. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang kemudian diganti

dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

15

Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Desentralisasi adalah

penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam system Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan menyerahkan sumber-

sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara optimal agar mampu

membiayai daerahnya sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga

tidak bergantung pada Pemerintah Pusat. Disamping pemerintah pusat juga

memberikan dana transfer yang dapat dikelola daerah dalam pembiayaan

penyelenggaraan pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan

fiskal dengen pemerintah pusat dan antara pemerintah daerah lainnya. Oleh karena

itu, untuk meminimalisisr ketergantungan Pemerintah daerah kepada Pemerintah

Pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut dapat mengoptimalkasn

kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya.

Namun, dengan adanya Desentralisasi Fiskal juga dapat memiliki tantangan

tersendiri bagi pemerintah daerah. Hal itu dikarenakan apabila daerah tersebut belum

siap dan tidak memiliki sumber daya yang cukup. Maka, Desentralisasi Fiskal akan

menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi Fiskal sendir, yaitu

memandirikan dan memajukan pembangunan nasional.

Sesuai dengan Undang-undang nomor 22 Tahun 1999, berikut jenis-jenis

kewenangan daerah, di antaranya :

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

16

a. Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan.

Kecuali, kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,

peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.

b. Kewenangan bidang lain yaitu meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional

dan pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan,

system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan

pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM), pendayagunaan sumber daya alam

serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.

c. Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di

wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai

dengan peratutan perundang-undangan.

7) Akuntabilitas Keuangan Daerah

a. Pengertian Akuntabilitas Keuangan Daerah

Menurut Mardiasmo (2002:20), Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak

pemegang amanah (agent) untuk memberikan menyajikan, melaporkan,

mempeertanggungjawabkan, dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang

menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki

hal dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.

Mardiasmo (2002:21) menyebutkan bahwa akuntabilitas publik terdiri atas dua

macam, yaitu :

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

17

a. Akuntabilitas Vertikal (Vertikal Accountability), adalah pertanggungjawaban atas

pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Misalnya,

pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah,

pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah

pusat kepada Majelis Permusyawarakatan Rakyat (MPR)

b. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal accountability) adalah bentuk

pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat luas.

b. Jenis-jenis Akuntabilitas

Menurut Ulum (2005:40-42), Akuntabilitas adalah suatu pertanggungjawaban

olehh pihak-pihak yang diberi kepercayaan oleh masyarakat/individu dimana

nantinya terdapat keberhasilan atau kegagalan didalam pelaksanaan tugasnya

tersebut dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Jenis-jenis akuntabilitas yaitu :

1. Akuntabilitas Keuangan

Akuntabilitas keuangan yaitu konsep yang luas dimana hal itu mensyaratkan agar

pemerintah memberikan laporan mengenai penguassaan atas dana-dana public dan

pengunaannya sesuai kegunaannya.

2. Akuntabilitas Kinerja

Akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan misi

organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan sasaran periodik.

c. Tipe-tipe Akuntabilitas

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

18

Menurut Ulum (2005:43) terdapat dua tipe akuntabilitas, yaitu :

1. Akuntabilitas Internal

Akuntabilitas internal berlaku untuk setiap tingkatan dalam organisasi internal

penyelenggaraan negara termasuk pemerintah dimana setiap jabatan atau pertugas

public baik individu maupun kelompok berkewajiban untuk

mempertanggungjawabkan kepada atasannya langsung mengenai perkembangan

kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatannya secara periodik.

2. Akuntabilitas Eksternal

Akuntabilitas eksternal terdapat pada setiap lembaga negara sebagai suatu

organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan

telah dilaksanakan untuk kemudian dikomunikasikan kepada pihak eksternal dan

lingkungannya.

8) Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik

a. Pengertian Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik

Menurut Mardiasmo (2002:121), sistem pengukuran kinerja sector publik adalah

suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian

suatu strategi melalui alat ukur finasial dan nonfinansial. Menurut Ulum (2016:166),

Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan

manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan

sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi

meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan

secara ekonomis, efisien, dan efektif.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

19

b. Tujuan Pengukuran Kinerja Organisasi

Menurut Mardiasmo (2002:121), Pengukuran kinerja sector public bertujuan

untuk :

1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintahan yang focus pada tujuan dan sasaran

program unit kerja.

2. Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan

3. Mewujudkan pertanggung jawaban public dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan.

c. Mekanisme Penentuan Indikator Kinerja

Menurut Mardiasmo (2002:127), ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja

secara langsung. Sedangkan indicator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara

tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja.

Untuk dapat mengukur kinerja pemerintah, maka perlu diketahui indicator-indikator

kinerja sebagai penilaian kinerja. Mekanisme untuk menentukan indicator kinerja

yaitu :

1) Sistem perencanaan dan pengendalian

Meliputi proses dan prosedur dan struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan

organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan keseluruh bagian organisasi dengan

menggunakan rantai komando yang ejlas dan didasarkan pada spesifikasi tugas pokok

dan fungsi, kewenangan serta tanggung jawab.

2) Spesifikasi teknis dan standarisasi

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

20

Hal itu digunakan sebagai ukuran kinerja kegiatan, program dan organisassi yang

dijadikan sebagai standar penilaian

3) Kompetensi teknis dan profesionalisme

Personel yang memiliki kompetensi teknik dan professional merupakan jaminan

dukungan dalam pekerjaan.

4) Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar

Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian reward dan punishment yang

bersifat finansial. Sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber

daya yang menjamin terpenuhinya Value for Money. Ukuran kinerja digunakan

sebagai dasar untuk memberikan pernghargaan dan gukuman sebagai alat pembinaan.

5) Mekanisme Sumber Daya Manusia

Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk memotivasi stafnya

untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.

d. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Menurut Ulum (2016:277), manfaat pengukuran kinerja sektor public adalah :

1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja

manajemen

2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan

3. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dari membandingkan

dengan target kinerja serta melakukan koreksi untuk memperbaiki kinerja.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

21

4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara obyektif atas

pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang

telah disepakati.

5. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

6. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.

8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukasn secara obyektif.

9) Jenis-jenis pengukuran kinerja

a. Analisis Rasio Keuangan

Menurut Halim (2013) Penggunaan analisis rasio dalam sektor publik belum

banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai

nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan

keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel,

analisis rasio terhadap laporan keuangan daerah perlu dilaksanakan meskipun akidah

pengakuntasiannya dalam laporan keuangan daerah berbeda dengan laporan

perusahaan swasta.

b. Value for Money

Menurut Mardiasmo (2002:130), kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan

manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi dan efektivitas, transparasi

dan akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat mencakup

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

22

pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan Value for Money yaitu ekonomi (hemat

cermat) dalam pengelolaan dan alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) sumber

daya dalam arti penggunaan diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan serta yang

terakhir yaitu efektivitas (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran.

Dari penjelasan diatas maka penulis menggunakan metode Value for Money

yang menggunakan tiga elemen yaitu ekonomi, efisien dan efektivitas. Ekonomi,

berarti hemat cermat dalam pengelolaan dan alokasi sumber daya. Efisien, berarti

berdaya guna dalam penggunaan sumber daya yang diminimalkan dan memiliki hasil

yang maksimal. Efektivitas, berarti berhasil guna dalam arti mencapai tujuan dan

sasaran.

10) Konsep Value for Money

a. Pengertian Value for Money

Value for money menurut Mardiasmo (2002:130) merupakan konsep pengelolaan

organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi,

efisiensi, dan efektifitas. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value

yang dinyatakan dalam satuan moneter. Efisiensi merupakan perbandingan

output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.

Sedangkan, Efektifitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target

yang ditetapkan. Secara sederhana efektifitas merupakan perbandingan outcome

dengan output.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

23

Mahmudi (2011:20) mendefinisikan Value for Money sebagai penghargaan

terhadap nilai uang, hal ini berarti bahwa setiap rupiah harus di hargai secara layak

dan di gunakan sebaik-baiknya.Value for money merupakan inti pengukuran kinerja

pada organisasi pemerintah dan sektor publik. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai

dari sisi output yang dihasilkan semata, akan tetapi secara terintegrasi harus

mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama sehingga benar-benar

menggambarkan kinerja pemerintah yang sesungguhnya.

b. Alat ukur Elemen Pokok Value for Money

Untuk membuat indikator input, output dan outcome maka terlebih dahulu perlu

dipahami mengenai konsep dasar input, output dan outcome sebagai komponen dasar

kedua dari sistem pengukuran kiner, yaitu :

1. Input

Input merupakan sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu

kebijakan, program dan aktivitas. Input yang dinyatakan secara kuantitatif dengan

nilai uang. Misalnya jumlah pekerja, jumlah mesin, luas tanah dan sebagainya.

Sedangkan input yang dinyatakan dengan nilai uang misalnya biaya pekerja, harga

mesin, harga tanah dan sebagainya.

2. Output

Output merupakan hasil yang dicapai dari suatu kebijakan, program dan aktivitas.

Mengukur output untuk pelayanan sosial sulit untuk dilakukan seperti pendidikan,

keamanan dan kesehatan. Keamanan dan tegaknya merupakan output dari polisi

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

24

selaku penegak hukum. Mengukur tingkat keamanan diukur dari turunnya tingkat

kriminalitas, tetapi turunnya kriminalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

pendidikan, perbaikan ekonomi dan sebagainya. Sedangkan faktor aktivitas polisi

hanyalah salah satu faktor saja.

3. Outcome

Outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Outcome

sering kali dikaitkan dengan tujuan atau target yang ingin dicapai. Sebagai contoh

aktivitas pengumpulan sampah oleh Dinas Kebersihan diharapkan akann terciptanya

lingkungan kota yang bersih. Penetapan dan pengukuran terhadap outcome lebih sulit

dilakukan dibandingkan penetapan dan pengukuran terhadap input dan output.

Menurut Mardiasmo (2002:6) ada beberapa hal yang menyebabkan outcome lebih

sulit ditetapkan dan diukur, di antaranya yaitu :

a. Outcome tidak dapat diekspresikan dalam cara yang sederhana yang memudahkan

proses pemantauan.

b. Adanya masalah politik dalam penetapan output, misalnya yaitu untuk mengubah

pola pembiayaan sektor publik sangat tergantung pada siapa yang berkuasa dan

bagaimana arah kebijakannya.

c. Dalam penentuan outcome sangat perlu untuk meningkatkan dimensi kualitas.

c. Tiga Elemen Value for Money

1. Ekonomi

Ekonomi yaitu pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada

harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

25

yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana

organisasi sector public dapat meminimalisisr input resources yang digunakan

dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.

2. Efisiensi

Efisiensi yaitu pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu untuk

penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan

perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang

ditetapkan. Efisiensi berkaitan dengan waktu dalam pelaksanaan program/aktivitas..

3. Efektivitas

Efektiviitas yaitu tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.

Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.

Efektivitas berkaitan dengan biaya yang digunakan untuk menjalankan suatu

program. Menurut Mardiasmo (2002:6), analisis Value for Money memerlukan data

input dan output yang memadai karena Value for Money mempunyai kaitan erat

dengan pengukuran output dan input. Input merupakan sumber daya yang digunakan

untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program dan aktivitas. Sedangkan output

merupakan hasil yang dicapai dari suatu kebijakan, program dan aktivitas.

d. Manfaat Implementasi Konsep Value for Money

Menurut Mardiasmo (2002:7), Value for Money dapat tercapai apabila organisasi

telah menggunakan biaya input dengan inimal untuk mencapai output yang maksimal

dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Manfaat implementasi konsep Value for

Money di antaranya adalah :

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

26

a. Meningkatkan efektivitas pelayanan publik. Maksudnya, pelayanan yang

diberikan tepat sasaran.

b. Meningkatkan mutu pelayanan public

c. Menurunkan biaya pelayanan public karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya

penghematan dalam penggunaan input.

d. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan public.

e. Meningkatkan kesadaran akan uang publik sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas

public.

e. Pengukuran Kinerja dengan Menggunakan Value for money

Menurut Mardiasmo (2002:130), Value for money merupakan inti pengukuran

kinerja pada organisasi pemerintah dan sektor publik. Kinerja pemerintah tidak dapat

dinilai dari sisi output yang dihasilkan semata, akan tetapi secara terintegrasi harus

mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-sama.

Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya mengukur output karena output

yang dihasilkan pemerintah tidak selalu berupa output yang berwujud (tangible

output), tetapi kebanyakan juga bersifat output tidak berwujud (intangible output).

Ukuran kinerja pada dasarnya berbeda dengan indikator kinerja. Perbedaan antara

ukuran kinerja dengan indikator kinerja adalah:

1. Ukuran kinerja, umumnya mengacu pada penilaian kinerja secara langsung,

misalnya: laporan keuangan pemerintah.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

27

2. Indikator kinerja, mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu

hal- hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja.

Menurut Mardiasmo (2002:132), ketiga pokok bahasan dalam Value for Money

sangat terkait antara satu dengan yang lainnya. Ketiga pokok bahasan tersebut

memiliki pokok bahasan yang berbeda-beda tetapi masih saling berkaitan, yaitu :

a. Ekonomi membahas mengenai masukan (input)

b. Efisiensi membahas mengenai masukan (input) dan keluaran (output).

c. Efektivitas membahas mengenai keluaran (output) dan dampak (outcome).

Menurut Mardiasmo (2002:132) hubungan ketiga pokok bahasan tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

28

Gambar 2.2

Pengukuran Value for Money

Menurut Mardiasmo (2002:133), pengukuran kinerja dengan menggunakan konsep

Value for Money yaitu :

a. Pengukuran Ekonomi

Pengukuran ekonomi yaitu pengukuran yang hanya mempertimbangkan masukan

yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relative. Perbandingan antara

masukan yang terjadi (input) dengan nilai masukan yang seharusnya (nilai input).

b. Pengukuran Efisiensi

Nilai Input

(Rp)

Input Proses Output Tujuan Outcome

Ekonomi

(Hemat)

Efektivitas

(Berhasil Guna)

Efisiensi

(Berdaya Guna)

Cost Effectiveness

Pengukuran Value for Money

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

29

Efisiensi (Daya Guna) yaitu pencapaian keluaran (output) yang maksimum

dengan masukan (input) tertentu atau penggunaan masukan terendah. Semakin besar

output disbanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.

Pengukuran efisiensi berkaitan dengan biaya yang digunakan oleh organisasi tersebut

unruk melaksanakan segala kegiatannya.

c. Pengukuran Efektivitas

Efektivitas (Hasil Guna) merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan

target yang telah ditetapkan. Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan

outcome dan output. Outcome merupakan dampak suatu program atau kegiatan

terhadap masyarakat sedangkat output adalah hasil yang dicapai dari suatu program

aktivitas dan kebijakan. Pengukuran Efektivitas berkaitan dengan waktu yang

digunakan oleh organisasi tersebut dalam pelaksanaan kegiatan yang telah dilakukan.

f. Langkah-langkah Pengukuran Kinerja dengan Konsep Value for Money

Menurut Mardiasmo (2002:133), langkah-langkah pengukuran kinerja keuangan

dengan konsep Value for Money dapat dilakukan dengan cara :

1. Rasio Ekonomi

𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 𝑬𝒌𝒐𝒏𝒐𝒎𝒊 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎

𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎𝑥 100%

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

30

Menurut Halim dan Kusufi (2013) menyatakan bahwa rasio ≥ 100% memliki

kriteria sangat ekonomis, rasio 90,01% - 100% memiliki kriteria ekonomis, rasio

80,01% - 90,00% memiliki kriteria cukup ekonomis, rasio 60,01% - 80,00% memiliki

kriteria kurang ekonomis dan rasio ≤ 60,00% memiliki kriteria tidak ekonomis.

Pernyataan tersebut bersumber dari oleh Keputusan Menteri Perdagangan

No.600.900-327 Tahun 1996 yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1

Kriteria Ekonomi

Rasio Ekonomi Kriteria Ekonomi

100% - keatas Sangat Ekonomis

90% - 100% Ekonomis

80% - 90% Cukup ekonomis

60% - 80% Kurang Ekonomis

Kurang dari 60% Tidak Ekonomis

Sumber : Kepmendagri No. 600.900-327 Tahun 1996

2. Rasio Efisiensi

Menurut Halim dan Kusufi (2012), rasio efisiensi pendapatan daerah adalah

rasio yang mengambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

31

untuk memperoleh pendapatan dengan perolehan realisasi pendapatan yang diterima.

Rasio pendapatan daerah dapat digambarkan pada rumus sebagai berikut :

Semakin kecil persentase rasio efisiensi yang dihasilkan berarti kinerja

pemerintah daerah semakin baik. Adapun kriteria efsiensi penilaian kinerja keuangan

sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan No 690.900-327 Tahun 1996 tentang

Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2

Kriteria Efisiensi

Rasio Efisiensi Kriteria Efisiensi

100% - keatas Tidak efisien

90% - 100% Kurang efisien

80% - 90% Cukup efisien

60% - 80% Efisien

Kurang dari 60% Sangat efisien

Sumber : Kepmendagri No. 600.900-327 Tahun 1996

Menurut Halim (2002:129), kemampuan daerah dalam menjalankan tugas

dikatetgorikan efisiensi apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 atau dibawah 100%.

Sehingga, semakin kecil rasio efisiensi maka kinerja pemerintah daerah semakin baik

𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 𝑬𝒇𝒊𝒔𝒊𝒆𝒏𝒔𝒊 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎

𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛𝑥 100%

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

32

3. Rasio Efektivitas

Menurut Halim (2002:129), kemampuan daerah dalam menjalankan tugas

dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal 100%. Sehingga

semakin tinggi rasio efektivitas mengambarkan kemampuan daerah semakin baik.

Rasio efektivitas dalam pendapatan daerah dapat diukur dengan menggunkan

rumus sebagai berikut :

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 600.900-327 Tahun 1996

tentang Kriteria Penilaian dan Kinerja Keuangan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3

Kriteria Efektivitas

Rasio Efektivitas Kriteria Efektivitas

100% - keatas Sangat Efektif

90% - 100% Efektif

80% - 90% Cukup efektif

60% - 80% Kurang efektif

𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛𝑥 100%

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/BAB II.pdf · Maka, Desentralisasi Fiskal akan menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi

33

Kurang dari 60% Tidak efektif

Sumber : Kepmendagri No. 600.900-327 Tahun 1996