bab ii kajian pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/38317/3/bab ii.pdf · maka,...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Mua’asshomah (2015) melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Perbandingan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Tuban dan Kota Malang
Berdasarkan Konsep Value for Money. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk
menganalisis kondisi kinerja keuangan Kota Tuban dan Kota Malang dengan
menggunakan metode Value for Money pada tahun 2011-2013. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kedua daerah tersebut belum dapat dikatakan ekonomis
akan tetapi sudah efisien dan efektif.
Arfan (2014) melakukan penelitian berjudul Analisis Value for Money dalam
Pengukuran Kinerja Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada Tahun 2011 dan 2012 Dinas Pertanian
Daerah Istimewa Yogyakarta telah mampu menyelenggarakan seluruh program
secara ekonomis. Dari elemen efisiensi dapat diketahui periode Tahun 2011 dan 2012
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah menyelenggarakan seluruh
program secara efisien dengan rasio efisiensi pada Tahun 2011 masing-masing
121,1%, 103,44% dan 110,56%. Pada Tahun 2012 yaitu 110,98%, 106,03% dan
102,88%. Sedangkan dari elemen efektivitas dapat diketahui periode Tahun 2011
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah mampu menyelenggarakan dua
7
program secara efektif dengan rasio efektifitas sebessar 100% dan satu program
kurang efektif yaitu pada program peningkatan kesejahteraan dengan hasil 99,29%.
Sedangkan Tahun 2012 Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta telah
menyelenggarakan ketiga program secara efektif dengan rasio efektifitas pada setiap
program mencapai 100%.
Ardilla (2015) melakukan penelitian berjudul Analisis Kinerja Keuangan dengan
Pendekatan Value For Money Pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi. Hasil
penelitian menunjukkan untuk tingkat ekonomis selama 4 tahun terakhir mengalami
peningkatan sebesar 102,27%, tetapi peningkatan yang terjadi membuat rasio tidak
memenuhi standar ekonomis Value for Money. Tingkat efisiensi selama 4 tahun
terakhir mengalami peningkatan sebesar 107,69%, rasio berada diatas 100% sehingga
untuk rasio efisiensi tidak memenuhi standar efesien Value for Money. Rasio
efektivitas selama 4 tahun terakhir sudah memenuhi standar sehingga menunjukkan
bahwa Pengadilan Negeri Tebing Tinggi sudah efektif dalam memberikan pelayanan
jasa kepada masyarakat. Tetapi, tetap diperlukan adanya peningkatan pelayanan agar
efektivitas Pengadilan Negeri Tebing Tinggi tercapai lebih baik lagi.
Agustin (2017) melakukan penelitian yang berjudul Konsep Value for Money
dalam Mengukur Kinerja Pelayanan Sektor Publik. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa Laporan Kinerja Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Kota Surabaya ditinjau dari segi ekonomi dapat dikatakan ekonomis terlihat dari
kegiatan penyediaan barang dan jasa perkantoran dimana dana anggaran yang
8
digunakan untuk menjalankan kegiatan tersebut sebesar 91,6%. Segi efisien dapat
dikatakan efisien dilihat dari kegiatan intensifikasi dan ektensifikasi pajak daerah
dengan menggunakan anggaran 86,45% dari anggaran yang tersedia. Sedangkan dari
segi efektivitas dapat terlihat dari tercapainya pajak daerah yang dihasilkan sebesar
102,22. Sehingga outcome melebihi 100% dan dapat dikatakan efektif.
B. Tinjauan Pustaka
1) Akuntasi Sektor Publik
Menurut Pangkey dan Pinatik (2015), mengemukakan bahwa Akuntansi Sektor
Publik merupakan suatu aktivitas jasa yang terdiri dari mencatat, mengklasifikasikan
dan melaporkan kejadian atau transaksi ekonomi yang menghasilkan suatu informasi
keuangan yang dibutuhkan oleh pihak-pihak pengelola dana publik untuk mengambil
suatu keputusan. Mahmudi (2011:34) mengungkapkan bahwa Akuntansi sektor
publik berperan penting dalam menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.
Laporan keuangan yang berkualitas memiliki karakteristik dapat dipahami, relevan,
dapat diandalkan, dan dapat dibandingkan. Selain itu, kualitas kualitas laporan
keuangan juga dapat dilihat dari hasil opini auditor. Jika laporan hasil pemeriksaan
(LHP) auditor independen memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
maka hal itu menandakan laporan keuangan yang disajikan sangat baik. Jika opini
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) maka hal mengindikasikan laporan keuangan
disajikan cukup baik. Jika opini yang diberikan Tidak Wajar (TW), maka hal itu
9
menunjukkan laporan keuangan buruk. Jika auditor memberikan pendapat Disclaimer
Opinion, maka hal itu menunjukkan laporan keuangan sangat buruk.
2) Keuangan Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan Daerah adalah
seluruh kekayaan negara termasuk didalamnya segala bagian-bagian harta milik
kekayaan itu dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya, baik kekayaan
yang berada dalam pegurusan para pejabat-pejabat atau lembaga-lembaga yang
termasuk pemerintahan, maupun berada dalam penguasaan dan pengurusan bank-
bank pemerintah dengan status hokum publik dan perdata.
Dalam pelaporan keuangan daerah dibutuhkan akuntabilitas dalam pelaporannya.
Menurut Halim dan Kusufi (2014) Akuntabilitas publik merupakan pemberian
informasi dan pengungkapan atas aktivitas kinerja keuangan pemerintah kepada pihak
yang berkepentingan. Dengan informasi dan pengungkapan tersebut, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah harus mampu dan mau menjadi subyek pemberi
informasi atas aktivitas dan kinerja keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan,
tepat waktu, konsisten dan dapat dipercaya. Pemberian informasi dan pengungkapan
kinerja keuangan ini adalah dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat yaitu hak
untuk mendapatkan informasi, hak untuk diperhatikan aspirasi dan pendapatnya, hak
diberi penjelasan, dan hak menuntut pertanggungjawaban.
10
Menurut Lembaga Admininstrasi Negara (LAN,2013), Akuntabilitas kinerja
keuangan daerah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan melalui alat
pertanggungjawaban secara periodik. Akuntabilitas kinerja dialkukan dengan
memperhatikan indikator kinerja yang merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif
yang mengambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang ditetapkan
dengan mempertimbangan indikator masukan (input), keluaran (output), proses
(process), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impact).
3) Kinerja Keuangan Daerah
Menurut Syamsi dalam Damayanti (2017), kinerja keuangan pemerintah daerah
adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengeloa sumber-sumber
keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya
sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya
dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai
keleluasaan didalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah
dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan.
Sistem pengukuran kinerja sendiri dapat dijadikan sebagai alat pengendalian
organisasi. Pemerintah daerah mempunyai kinerja yang baik apabila pemerintah
daerah mampu untuk melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang
11
baik bagi pemerintah daerah dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh
pemerintah daerah dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efektif dan efisien.
Menurut Mardiasmo (2002:121), pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah
dilakukan untuk memenuhi tiga tujuan yaitu :
a. Memperbaiki kinerja pemerintah
b. Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan
c. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
4) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut Halim dan Kusufi (2014:35), pengurusan keuangan di pemerintah daerah
diatur dengan membagi menjadi pengurusan umum dan khusus. Pemerintah daerah
memiliki APBD dalam pengurusan umum danh kekayaan milik daerah yang
dipisahkan pada pengurusan khusus. APBD dapat didefinisikan sebagai rencana
operasional keuangan pemerintah daerah, dimana pada satu pihak mengambarkan
perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu. Pihak lain
menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi
pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
APBD sebagai anggaran daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
a. Rencana kegiatan suatu daerah beserta uraiannya secara terperinci.
12
b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi
biaya terkait aktivitas tersebut dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal
pengeluaran yang akan dilaksanakan.
c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
d. Periode anggaran, biasanya satu tahun.
5) Pengelolaan Keuangan Daerah
a. Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah seluruh
kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Berikut penjelasan dari
pengertian tersebut :
1. Dalam Perencanaan pengelolaan keuangan daerah yang harus diperhatikan adalah
penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil, manfaat dan indicator kinerja
yang ingin dicapai.
2. Pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah, kepala daerah selaku pemegang
kekuasaan pennyeleggaraan pemerintah daerah adalah juga pemegang kekuasaan
dalam pengelolaan keuangan daerah. Kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh
kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat penegelola
keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah selaku
pejabat pengguna anggaran/barang daerah dibawah koordinasi sekretaris daerah.
13
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban, dalam rangka pengelolaan keuangaan daerah
yang bersifat akuntabel dan transparan pemerintah daerah wajib menyampaikan
pertanggungjawabannya yang berupa :
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas
d. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Keuangan tersebut disusun sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
dan sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan tersebut wajib
untuk diperiksa terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
b. Jenis Pengelolaan Keuangan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa
Pengelolaan Keuangan Daerah meliputi :
1. Asas umum pengelolaan keuangan daerah
2. Pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah
3. Struktur APBD
4. Penyusunan RKPD, KUA, PPAS dan RKA-SKPD
5. Penyusunan dan penetapan APBD
6. Pelaksanaan dan perubahan APBD
7. Penatausahaan keuangan daerah
8. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
14
9. Pengendalian deficit dan penggunaan surplus APBD
10. Pengelolaan kas umum daerah.
11. Pengelolaan piutang daerah
12. Pengelolaan investasi daerah
13. Pengelolaan barang milik daerah
14. Pengelolaan dana cadangan
15. Pengelolaan utang daerah
16. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah.
6) Desentralisasi Fiskal
Menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, Desentralisasi Fiskal adalah
penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah.
Pada sistem pemerintahan yang desentralisasi diwujudkan dengan sistem otonomi
daerah yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada
pemerintah pusat kini dapat diputuskan di tingkat pemerintahan daerah. Kelebihan
sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat
diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat.
Daerah diberikan kewenangan dalam menggali sumber-sumber penerimaan sesuai
dengan potensi yang dimiliki. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang kemudian diganti
dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
15
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam system Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan menyerahkan sumber-
sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara optimal agar mampu
membiayai daerahnya sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga
tidak bergantung pada Pemerintah Pusat. Disamping pemerintah pusat juga
memberikan dana transfer yang dapat dikelola daerah dalam pembiayaan
penyelenggaraan pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan
fiskal dengen pemerintah pusat dan antara pemerintah daerah lainnya. Oleh karena
itu, untuk meminimalisisr ketergantungan Pemerintah daerah kepada Pemerintah
Pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut dapat mengoptimalkasn
kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya.
Namun, dengan adanya Desentralisasi Fiskal juga dapat memiliki tantangan
tersendiri bagi pemerintah daerah. Hal itu dikarenakan apabila daerah tersebut belum
siap dan tidak memiliki sumber daya yang cukup. Maka, Desentralisasi Fiskal akan
menjadi sebuah hambatan bagi tujuan dari adanya Desentralisasi Fiskal sendir, yaitu
memandirikan dan memajukan pembangunan nasional.
Sesuai dengan Undang-undang nomor 22 Tahun 1999, berikut jenis-jenis
kewenangan daerah, di antaranya :
16
a. Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan.
Kecuali, kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
b. Kewenangan bidang lain yaitu meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional
dan pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan,
system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM), pendayagunaan sumber daya alam
serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
c. Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai
dengan peratutan perundang-undangan.
7) Akuntabilitas Keuangan Daerah
a. Pengertian Akuntabilitas Keuangan Daerah
Menurut Mardiasmo (2002:20), Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak
pemegang amanah (agent) untuk memberikan menyajikan, melaporkan,
mempeertanggungjawabkan, dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki
hal dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Mardiasmo (2002:21) menyebutkan bahwa akuntabilitas publik terdiri atas dua
macam, yaitu :
17
a. Akuntabilitas Vertikal (Vertikal Accountability), adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Misalnya,
pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah,
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah
pusat kepada Majelis Permusyawarakatan Rakyat (MPR)
b. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal accountability) adalah bentuk
pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat luas.
b. Jenis-jenis Akuntabilitas
Menurut Ulum (2005:40-42), Akuntabilitas adalah suatu pertanggungjawaban
olehh pihak-pihak yang diberi kepercayaan oleh masyarakat/individu dimana
nantinya terdapat keberhasilan atau kegagalan didalam pelaksanaan tugasnya
tersebut dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jenis-jenis akuntabilitas yaitu :
1. Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas keuangan yaitu konsep yang luas dimana hal itu mensyaratkan agar
pemerintah memberikan laporan mengenai penguassaan atas dana-dana public dan
pengunaannya sesuai kegunaannya.
2. Akuntabilitas Kinerja
Akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan sasaran periodik.
c. Tipe-tipe Akuntabilitas
18
Menurut Ulum (2005:43) terdapat dua tipe akuntabilitas, yaitu :
1. Akuntabilitas Internal
Akuntabilitas internal berlaku untuk setiap tingkatan dalam organisasi internal
penyelenggaraan negara termasuk pemerintah dimana setiap jabatan atau pertugas
public baik individu maupun kelompok berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepada atasannya langsung mengenai perkembangan
kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatannya secara periodik.
2. Akuntabilitas Eksternal
Akuntabilitas eksternal terdapat pada setiap lembaga negara sebagai suatu
organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan
telah dilaksanakan untuk kemudian dikomunikasikan kepada pihak eksternal dan
lingkungannya.
8) Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik
a. Pengertian Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik
Menurut Mardiasmo (2002:121), sistem pengukuran kinerja sector publik adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur finasial dan nonfinansial. Menurut Ulum (2016:166),
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan
manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan
sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi
meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan
secara ekonomis, efisien, dan efektif.
19
b. Tujuan Pengukuran Kinerja Organisasi
Menurut Mardiasmo (2002:121), Pengukuran kinerja sector public bertujuan
untuk :
1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintahan yang focus pada tujuan dan sasaran
program unit kerja.
2. Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan
3. Mewujudkan pertanggung jawaban public dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
c. Mekanisme Penentuan Indikator Kinerja
Menurut Mardiasmo (2002:127), ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja
secara langsung. Sedangkan indicator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara
tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja.
Untuk dapat mengukur kinerja pemerintah, maka perlu diketahui indicator-indikator
kinerja sebagai penilaian kinerja. Mekanisme untuk menentukan indicator kinerja
yaitu :
1) Sistem perencanaan dan pengendalian
Meliputi proses dan prosedur dan struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan
organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan keseluruh bagian organisasi dengan
menggunakan rantai komando yang ejlas dan didasarkan pada spesifikasi tugas pokok
dan fungsi, kewenangan serta tanggung jawab.
2) Spesifikasi teknis dan standarisasi
20
Hal itu digunakan sebagai ukuran kinerja kegiatan, program dan organisassi yang
dijadikan sebagai standar penilaian
3) Kompetensi teknis dan profesionalisme
Personel yang memiliki kompetensi teknik dan professional merupakan jaminan
dukungan dalam pekerjaan.
4) Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar
Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian reward dan punishment yang
bersifat finansial. Sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber
daya yang menjamin terpenuhinya Value for Money. Ukuran kinerja digunakan
sebagai dasar untuk memberikan pernghargaan dan gukuman sebagai alat pembinaan.
5) Mekanisme Sumber Daya Manusia
Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk memotivasi stafnya
untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.
d. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Menurut Ulum (2016:277), manfaat pengukuran kinerja sektor public adalah :
1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen
2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan
3. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dari membandingkan
dengan target kinerja serta melakukan koreksi untuk memperbaiki kinerja.
21
4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara obyektif atas
pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang
telah disepakati.
5. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
6. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukasn secara obyektif.
9) Jenis-jenis pengukuran kinerja
a. Analisis Rasio Keuangan
Menurut Halim (2013) Penggunaan analisis rasio dalam sektor publik belum
banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai
nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel,
analisis rasio terhadap laporan keuangan daerah perlu dilaksanakan meskipun akidah
pengakuntasiannya dalam laporan keuangan daerah berbeda dengan laporan
perusahaan swasta.
b. Value for Money
Menurut Mardiasmo (2002:130), kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan
manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi dan efektivitas, transparasi
dan akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat mencakup
22
pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan Value for Money yaitu ekonomi (hemat
cermat) dalam pengelolaan dan alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) sumber
daya dalam arti penggunaan diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan serta yang
terakhir yaitu efektivitas (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran.
Dari penjelasan diatas maka penulis menggunakan metode Value for Money
yang menggunakan tiga elemen yaitu ekonomi, efisien dan efektivitas. Ekonomi,
berarti hemat cermat dalam pengelolaan dan alokasi sumber daya. Efisien, berarti
berdaya guna dalam penggunaan sumber daya yang diminimalkan dan memiliki hasil
yang maksimal. Efektivitas, berarti berhasil guna dalam arti mencapai tujuan dan
sasaran.
10) Konsep Value for Money
a. Pengertian Value for Money
Value for money menurut Mardiasmo (2002:130) merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi,
efisiensi, dan efektifitas. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value
yang dinyatakan dalam satuan moneter. Efisiensi merupakan perbandingan
output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Sedangkan, Efektifitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target
yang ditetapkan. Secara sederhana efektifitas merupakan perbandingan outcome
dengan output.
23
Mahmudi (2011:20) mendefinisikan Value for Money sebagai penghargaan
terhadap nilai uang, hal ini berarti bahwa setiap rupiah harus di hargai secara layak
dan di gunakan sebaik-baiknya.Value for money merupakan inti pengukuran kinerja
pada organisasi pemerintah dan sektor publik. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai
dari sisi output yang dihasilkan semata, akan tetapi secara terintegrasi harus
mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama sehingga benar-benar
menggambarkan kinerja pemerintah yang sesungguhnya.
b. Alat ukur Elemen Pokok Value for Money
Untuk membuat indikator input, output dan outcome maka terlebih dahulu perlu
dipahami mengenai konsep dasar input, output dan outcome sebagai komponen dasar
kedua dari sistem pengukuran kiner, yaitu :
1. Input
Input merupakan sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu
kebijakan, program dan aktivitas. Input yang dinyatakan secara kuantitatif dengan
nilai uang. Misalnya jumlah pekerja, jumlah mesin, luas tanah dan sebagainya.
Sedangkan input yang dinyatakan dengan nilai uang misalnya biaya pekerja, harga
mesin, harga tanah dan sebagainya.
2. Output
Output merupakan hasil yang dicapai dari suatu kebijakan, program dan aktivitas.
Mengukur output untuk pelayanan sosial sulit untuk dilakukan seperti pendidikan,
keamanan dan kesehatan. Keamanan dan tegaknya merupakan output dari polisi
24
selaku penegak hukum. Mengukur tingkat keamanan diukur dari turunnya tingkat
kriminalitas, tetapi turunnya kriminalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
pendidikan, perbaikan ekonomi dan sebagainya. Sedangkan faktor aktivitas polisi
hanyalah salah satu faktor saja.
3. Outcome
Outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Outcome
sering kali dikaitkan dengan tujuan atau target yang ingin dicapai. Sebagai contoh
aktivitas pengumpulan sampah oleh Dinas Kebersihan diharapkan akann terciptanya
lingkungan kota yang bersih. Penetapan dan pengukuran terhadap outcome lebih sulit
dilakukan dibandingkan penetapan dan pengukuran terhadap input dan output.
Menurut Mardiasmo (2002:6) ada beberapa hal yang menyebabkan outcome lebih
sulit ditetapkan dan diukur, di antaranya yaitu :
a. Outcome tidak dapat diekspresikan dalam cara yang sederhana yang memudahkan
proses pemantauan.
b. Adanya masalah politik dalam penetapan output, misalnya yaitu untuk mengubah
pola pembiayaan sektor publik sangat tergantung pada siapa yang berkuasa dan
bagaimana arah kebijakannya.
c. Dalam penentuan outcome sangat perlu untuk meningkatkan dimensi kualitas.
c. Tiga Elemen Value for Money
1. Ekonomi
Ekonomi yaitu pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value
25
yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana
organisasi sector public dapat meminimalisisr input resources yang digunakan
dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
2. Efisiensi
Efisiensi yaitu pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu untuk
penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan
perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang
ditetapkan. Efisiensi berkaitan dengan waktu dalam pelaksanaan program/aktivitas..
3. Efektivitas
Efektiviitas yaitu tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.
Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.
Efektivitas berkaitan dengan biaya yang digunakan untuk menjalankan suatu
program. Menurut Mardiasmo (2002:6), analisis Value for Money memerlukan data
input dan output yang memadai karena Value for Money mempunyai kaitan erat
dengan pengukuran output dan input. Input merupakan sumber daya yang digunakan
untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program dan aktivitas. Sedangkan output
merupakan hasil yang dicapai dari suatu kebijakan, program dan aktivitas.
d. Manfaat Implementasi Konsep Value for Money
Menurut Mardiasmo (2002:7), Value for Money dapat tercapai apabila organisasi
telah menggunakan biaya input dengan inimal untuk mencapai output yang maksimal
dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Manfaat implementasi konsep Value for
Money di antaranya adalah :
26
a. Meningkatkan efektivitas pelayanan publik. Maksudnya, pelayanan yang
diberikan tepat sasaran.
b. Meningkatkan mutu pelayanan public
c. Menurunkan biaya pelayanan public karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya
penghematan dalam penggunaan input.
d. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan public.
e. Meningkatkan kesadaran akan uang publik sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas
public.
e. Pengukuran Kinerja dengan Menggunakan Value for money
Menurut Mardiasmo (2002:130), Value for money merupakan inti pengukuran
kinerja pada organisasi pemerintah dan sektor publik. Kinerja pemerintah tidak dapat
dinilai dari sisi output yang dihasilkan semata, akan tetapi secara terintegrasi harus
mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-sama.
Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya mengukur output karena output
yang dihasilkan pemerintah tidak selalu berupa output yang berwujud (tangible
output), tetapi kebanyakan juga bersifat output tidak berwujud (intangible output).
Ukuran kinerja pada dasarnya berbeda dengan indikator kinerja. Perbedaan antara
ukuran kinerja dengan indikator kinerja adalah:
1. Ukuran kinerja, umumnya mengacu pada penilaian kinerja secara langsung,
misalnya: laporan keuangan pemerintah.
27
2. Indikator kinerja, mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu
hal- hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja.
Menurut Mardiasmo (2002:132), ketiga pokok bahasan dalam Value for Money
sangat terkait antara satu dengan yang lainnya. Ketiga pokok bahasan tersebut
memiliki pokok bahasan yang berbeda-beda tetapi masih saling berkaitan, yaitu :
a. Ekonomi membahas mengenai masukan (input)
b. Efisiensi membahas mengenai masukan (input) dan keluaran (output).
c. Efektivitas membahas mengenai keluaran (output) dan dampak (outcome).
Menurut Mardiasmo (2002:132) hubungan ketiga pokok bahasan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
28
Gambar 2.2
Pengukuran Value for Money
Menurut Mardiasmo (2002:133), pengukuran kinerja dengan menggunakan konsep
Value for Money yaitu :
a. Pengukuran Ekonomi
Pengukuran ekonomi yaitu pengukuran yang hanya mempertimbangkan masukan
yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relative. Perbandingan antara
masukan yang terjadi (input) dengan nilai masukan yang seharusnya (nilai input).
b. Pengukuran Efisiensi
Nilai Input
(Rp)
Input Proses Output Tujuan Outcome
Ekonomi
(Hemat)
Efektivitas
(Berhasil Guna)
Efisiensi
(Berdaya Guna)
Cost Effectiveness
Pengukuran Value for Money
29
Efisiensi (Daya Guna) yaitu pencapaian keluaran (output) yang maksimum
dengan masukan (input) tertentu atau penggunaan masukan terendah. Semakin besar
output disbanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
Pengukuran efisiensi berkaitan dengan biaya yang digunakan oleh organisasi tersebut
unruk melaksanakan segala kegiatannya.
c. Pengukuran Efektivitas
Efektivitas (Hasil Guna) merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan
target yang telah ditetapkan. Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan
outcome dan output. Outcome merupakan dampak suatu program atau kegiatan
terhadap masyarakat sedangkat output adalah hasil yang dicapai dari suatu program
aktivitas dan kebijakan. Pengukuran Efektivitas berkaitan dengan waktu yang
digunakan oleh organisasi tersebut dalam pelaksanaan kegiatan yang telah dilakukan.
f. Langkah-langkah Pengukuran Kinerja dengan Konsep Value for Money
Menurut Mardiasmo (2002:133), langkah-langkah pengukuran kinerja keuangan
dengan konsep Value for Money dapat dilakukan dengan cara :
1. Rasio Ekonomi
𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 𝑬𝒌𝒐𝒏𝒐𝒎𝒊 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎𝑥 100%
30
Menurut Halim dan Kusufi (2013) menyatakan bahwa rasio ≥ 100% memliki
kriteria sangat ekonomis, rasio 90,01% - 100% memiliki kriteria ekonomis, rasio
80,01% - 90,00% memiliki kriteria cukup ekonomis, rasio 60,01% - 80,00% memiliki
kriteria kurang ekonomis dan rasio ≤ 60,00% memiliki kriteria tidak ekonomis.
Pernyataan tersebut bersumber dari oleh Keputusan Menteri Perdagangan
No.600.900-327 Tahun 1996 yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1
Kriteria Ekonomi
Rasio Ekonomi Kriteria Ekonomi
100% - keatas Sangat Ekonomis
90% - 100% Ekonomis
80% - 90% Cukup ekonomis
60% - 80% Kurang Ekonomis
Kurang dari 60% Tidak Ekonomis
Sumber : Kepmendagri No. 600.900-327 Tahun 1996
2. Rasio Efisiensi
Menurut Halim dan Kusufi (2012), rasio efisiensi pendapatan daerah adalah
rasio yang mengambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan
31
untuk memperoleh pendapatan dengan perolehan realisasi pendapatan yang diterima.
Rasio pendapatan daerah dapat digambarkan pada rumus sebagai berikut :
Semakin kecil persentase rasio efisiensi yang dihasilkan berarti kinerja
pemerintah daerah semakin baik. Adapun kriteria efsiensi penilaian kinerja keuangan
sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan No 690.900-327 Tahun 1996 tentang
Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.2
Kriteria Efisiensi
Rasio Efisiensi Kriteria Efisiensi
100% - keatas Tidak efisien
90% - 100% Kurang efisien
80% - 90% Cukup efisien
60% - 80% Efisien
Kurang dari 60% Sangat efisien
Sumber : Kepmendagri No. 600.900-327 Tahun 1996
Menurut Halim (2002:129), kemampuan daerah dalam menjalankan tugas
dikatetgorikan efisiensi apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 atau dibawah 100%.
Sehingga, semakin kecil rasio efisiensi maka kinerja pemerintah daerah semakin baik
𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 𝑬𝒇𝒊𝒔𝒊𝒆𝒏𝒔𝒊 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛𝑥 100%
32
3. Rasio Efektivitas
Menurut Halim (2002:129), kemampuan daerah dalam menjalankan tugas
dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal 100%. Sehingga
semakin tinggi rasio efektivitas mengambarkan kemampuan daerah semakin baik.
Rasio efektivitas dalam pendapatan daerah dapat diukur dengan menggunkan
rumus sebagai berikut :
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 600.900-327 Tahun 1996
tentang Kriteria Penilaian dan Kinerja Keuangan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3
Kriteria Efektivitas
Rasio Efektivitas Kriteria Efektivitas
100% - keatas Sangat Efektif
90% - 100% Efektif
80% - 90% Cukup efektif
60% - 80% Kurang efektif
𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛𝑥 100%
33
Kurang dari 60% Tidak efektif
Sumber : Kepmendagri No. 600.900-327 Tahun 1996