bab ii kajian pustaka 2.1. keterampilan...
TRANSCRIPT
�
10��
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Keterampilan Sosial
2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial
Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu
dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup penyesuaian diri dengan
individu lain, baik di dalam maupun di luar kelompok yang bersangkutan.
Penyesuaian sosial dapat dicapai individu dengan mempelajari pola tingkah laku
yang diperlukaan untuk mengubah kebiasaan sedemikian, sehingga tingkah laku
tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial.
Sebagai alat untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
individu memerlukan keterampilan sosial. Secara umum pengertian keterampilan
sosial adalah tingkah laku yang dipelajari dan dapat diterima oleh masyarakat
yang memungkinkan individu memperoleh respon positif dalam berinteraksi
dengan orang lain dan menghindari terhadap respon negatif dari lingkungan
individu (Cartledge dan Milburn dalam Victoria, 2001).
Keterampilan sosial sangat penting di dalam penyesuaian sosial, individu
yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan memiliki penyesuaian diri yang
baik pula, sebaliknya individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan
memiliki keterampilan sosial yang baik pula. Schloss dan Smith (1994)
memfokuskan keterampilan sosial dalam 2 hal yaitu: respon keterampilan sosial
yang menghasilkan, meningkatkan dan memelihara hasil yang positif dari siswa
�
11��
dan keterampilan sosial yang meningkatkan interaksi positif antara siswa dengan
orang lain.
Mappiare (dalam Tulak, 2010) mengartikan keterampilan sosial sebagai
kemampuan individu dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat di
lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhannya untuk dapat diterima oleh
teman sebayanya baik sejenis kelamin atau lawan jenis agar ia memperoleh rasa
dibutuhkan dan rasa berharga. Adapun pendapat Michelson dkk (dalam Tulak,
2010) menyebutkan bahwa keterampilan sosial merupakan suatu keterampilan
yang diperoleh individu melalui proses belajar, mengenai cara-cara mengatasi atu
melakukan hubungan sosial dengan tepat dan baik. Definisi lain dikemukakan
oleh Libet dan Lewinsohn (dalam Fajar,2007) yang menjelaskan bahwa
keterampilan sosial merupakan suatu kemampuan yang kompleks untuk
melakukan perbuatan yang akan diterima dan menghindari perilaku yang akan
ditolak oleh lingkungan.
Combs dan Slaby (dalam Victoria, 2001) mendefinisikan bahwa
keterampilan sosial adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam
konteks sosial dengan cara yang spisifik, yang dapat diterima oleh masyarakat,
bermanfaat secara pribadi, saling menguntungkan dan terutama bermanfaat bagi
orang lain. Sebaliknya menurut Eisler, Miller dan Hersen (1973) menunjukkan
bahwa individu yang memiliki keterampilan sosial akan bersuara lebih keras,
lebih cepat merespon orang lain, memberikan jawaban yang lebih rinci, lebih peka
dan memahami, lebih bamyak bertukar respon, lebih terbuka dalam
mengekspresikan diri dibandingkan dengan individu yang kurang memiliki
�
12��
keterampilan sosial. Bellack dan Hersen (1977) menghubungkan keterampilan
sosial sebagai alat kemampuan individu mengekspresikan perasaan positif dan
negatif dalam hubungan interpersonal tanpa harus kehilangan konsikuen dan
reinforcement sosial dalam konteks interpersonal yang lebih luas termasuk
mengatur pengiriman respon verbal maupun nonverbal secara tepat.
Philips (1978) mengemukakan suatu definisi keterampilan sosial yang
menekankan pada elemen makro dalam hubungan sosial ditinjau dari sudut
interaksi antar individu. Dia menyimpulkan bahwa seseorang dianggap memiliki
keterampilan sosial apabila seseorang dapat berkomunikasi dengan oran lain
dalam cara yang memenuhi hak, kebutuhan, kepuasan dan keperluan-keperluan
untuk hal-hal yang dapat diterima tanpa mengganggu hak-hak orang lain,
kebutuhan, kepuasan dan keperluan orang lain dan diharapkan terdapat suasana
bebas dan terbuka dalam berelasi dengan orang lain. Definisi ini mengacu pada
konsep yang lebih luas dan komplek, sebab menyangkut situasi sosial yang
bermacam-macam dan luas serta sulit diprediksi oleh individu.
Menurut Greesham dan Elliot (1987), keterampilan sosial dikaitkan
dengan penerimaan teman sebaya. Individu yang diterima dan populer diantara
teman sebaya dikatakan memiliki keterampilan sosial yang yang baik.
Keterampilan sosial juga dikaitkan pada tingkah laku khusus yang bersifat
situasional yang memaksimalkan pemeliharaan atau mengurangi hukuman/
menghentikan reinforcement tertentu pada perilaku sosial. Disamping itu
Gresham juga mengatakan bahwa keterampilan sosial adalah perilaku dalam
situasi tertentu, memprediksikan suatu hasil interaksi sosial yang penting bagi
�
13��
individu yaitu penerimaan teman sebaya, popularitas, penilaian orang lain
(misalnya guru) tentang keterampilan sosial, prestasi akademik dan tingkah laku
sosial lain yang berkorelasi secara konsisten.
Pada hakekatnya keterampilan sosial adalah tingkah laku kompleks yang
terdiri atas berbagai perilaku sosial tunggal. Philips (1978) mengemukakan
keterampilan sosial pada elemen makro dalam hubungan sosial ditinjau dari sudut
interaksi antar individu. Dia menyimpulkan seseorang yang memiliki
keterampilan sosial adalah individu yang dapat berkomunikasi dengan orang lain
dengan cara yang memenuhi hak, kebutuhan, kepuasan dan keperluan-keperluan
untuk hal-hal yang dapat diterima tanpa mengganggu hak-hak, kebutuhan,
kepuasan dan keperluan-keperluan orang lain dan diharapkan terdapat suasana
bebas dan terbuka dalam berelsi dengan orang lain. Definisi ini mengacu pada
konsep keterampilan sosial yang sangat luas dan komplek, sebab menyangkut
situasi sosial yang bermacam-macam dan luas yang sulit diprediksi oleh individu.
Berdasarkan berbagai pendapat dan definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa keteramplan sosial merupakan keterampilan berinteraksi dengan orang
lain dalam konteks sosial dengan cara yang spesifik, yang dapat diterima oleh
masyarakat, bermanfaat bagi pribadi dan orang lain dan dapat dipelajari.
2.1.2. Konstruk Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah konstruk psikologis yang bersifat
multidimensional. Menurut Gresham (dalam Victoria, 2001) merupakan
serangkaian tingkah laku interpersonal yang bersifat kompleks karena terdiri dari
tingkah laku interpersonal (keterampilan berbicara/percakapan, bekerjasama,
�
14��
menolong orang lain), tingkah laku yang berhubungan dengan diri sendiri
(mengekspresikan perasaan, perilaku, moral, bersikap positif terhadap diri sendiri)
serta tingkah laku yang berkaitan dengan tugas (mengikuti instruksi atau petunjuk,
kerja mandiri dan sebagainya).
Shepherd (1983) mengatakan keterampilan sosial terdiri dari 2 komponen
yaitu komponen pengetahuan dan komponen perilaku. Komponen pengetahuan
mengacu pada keterampilan berfikir yang menentukan arah tindakan yang masuk
akal dalam berbagai situasi sosial. Komponen perilaku dapat diamati dan dapat
diukur. Komponen pengetahuan merupakan komponen kognitif, bersifat covert
dan merupakan mediator bagi munculnya keterampilan sosial. Komponen kognitif
meliputi keterampilan mempersepsi dan menginterpretasi situasi sosial yang
dihadapi, serta menetukan perilaku atau tindakan yang harus dimunculkan dalam
situasi sosial yang sedang dihadapi. Komponen ini mengacu pada perilaku atau
respon-respon sosial yang terdiri dari respon verbal dan non verbal yang dapat
diamati. Philip (dalam L’Abate dan Milan,1985), mengatakan bahwa konsep
keterampilan sosial sangat luas dan kompleks, karena menekankan elemen makro
dalam hubungan sosial ditinjau dari sudut interaksi antar individu serta
menyangkut situasi sosial yang bermacam-macam dan luas yang sulit diprediksi
oleh individu.
Dalam perkembangannya, Marlowe (1986) mengatakan bahwa
keterampilan sosial merupakan subkonstruk dari kecerdasan sosial. Ada 4
subkonstruk dari kecerdasan sosial yaitu minat sosial (social interest), kemauan
individu untuk berperilaku sosial (social self-efficacy), empati dan keterampilan
�
15��
sosial (social skill). Social interest berhubungan dengan minat atau kemauan
individu untuk menaruh perhatian (concern) pada orang lain. Social self-efficacy
berkaitan dengan kemauan individu untuk berperilaku sosial sebagaimana
diharapkan. Empathy skill berkaitan dengan kemampuan individu untuk
memahami perasaan dan pikiran orang lain. Social skill mengacu pada
kemampuan individu untuk menunjukkan perilaku-perilaku sosialnya dalam
bentuk perilaku yang dapat diamati. Menurut Marlowe, konstruk keterampilan
sosial merupakan bagian dari kecerdasan sosial (berakar dari pendapat Thorndike
tentang kecerdasan sosial,1920), lebih mengacu pada perilaku tampak/over dalam
berelasi dengan orang lain, serupa dengan pendapat Shepherd.
Riggio (1986) berpendapat lain mengenai konstruk keterampialn sosial
yang terdiri dari sejumlah subkonstruk. Keterampilan sosial terdiri atas 2 domain
yaitu domain emosi dan domain sosial. Domain emosi terdiri dari 3 kategori yaitu
ekspresi emosi, kepekaan emosi dan kontrol emosi. Domain sosial terdiri dari 3
kategori yang akhirnya berkembang menjadi 4 kategori yaitu ekspresi sosial,
kepekaan sosial, kontrol sosial dan manipulasi sosial. Emotioanal expressive
(ekspresi emosi) adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara non verbal,
khusus dalam mengirimkan pesan-pesan emosional termasuk mengekspresikan
kondisi perasaan, sikap dan orientasi personalnya. Emotional sensitivy (kepekaan
emosi) mengacu pada keterampilan untuk menerima dan menginterpretasikan
komunikasi non verbal, termasuk sikap dan keyakinan orang lain. Individu yang
mempunyai kepekaan emosi dikatakan sebagai individu yang memiliki
kemampuan untuk mengempati kondisi orang lain. Keterampilan ini ditandai
�
16��
dengan adanya keterampilan memperhatikan dan keterampilan dengan
menginterpretasikan sinyal-sinyal emosional orang lain. Emotional control
(kontrol emosi) adalah kemampuan untuk mengontrol dan mengatur penampakan
emosi (emotional display), termasuk kemampuan untuk menunjukkan dan
menyembunyikan perasaan tertentu dalam bentuk “topeng”. Social expressivity
(ekspresi sosial) mengacu pada kemampuan verbal seseorang dalam
mengekspresikan dirinya, misalnya hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan. Orang
yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam ekspresi sosial biasanya terampil
dalam memulai, mengarahkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dalam berbagai
topik. Social sensitivity (kepekaan sosial) adalah kemampuan untuk menerima dan
menginterpretasikan komunikasi verbal orang lain serta sensitif dan memahami
norma-norma yang berkenaan dengan perilaku sosial yang tepat. Social control
(kontrol sosial) juga ditunjukkan dengan kemampuan mengarahkan dan
memimpin komunikasi dalam suatu interaksi sosial. Kontrol sosial meliputi juga
kemampuan bermain peran, kemampuan mengatur dan mengontrol perilaku
verbal. Social manipulation (manipulasi sosial) menunjukkan kemampuan
individu untuk memanipulasi orang lain atau mengubah situasi untuk
mendapatkan suatu hasil dari kontak sosial. Sebagai contoh, sesorang memikul
kesalahan atau tanggunga jawab untuk melindungi orang lain (sikap berkorban
untuk orang lain).
Dalam penelitian ini, pengukuran keterampilan sosial mengacu pada
konstruk keterampilan sosial menurut Riggio (1986) yang terdiri atas 2 domain
yaitu domain emosi dan domain sosial. Domain emosi terdiri dari 3 kategori yaitu
�
17��
ekspresi emosi, kepekaan emosi dan kontrol emosi. Domain sosial terdiri dari 3
kategori yang akhirnya berkembang menjadi 4 kategori yaitu ekspresi sosial,
kepekaan sosial, kontrol sosial dan manipulasi sosial.
2.2. Bimbingan Kelompok
2.2.1. Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Tohirin (2007) menyebutkan bahwa definisi bimbingan
kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa) melalui
kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok meruapakan sarana untuk
menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat
mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri(dalam
Winkel dan Sri Hastuti,2004).
Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan
kepada individu dalam situasi kelompok untuk mencegah timbulnya masalah dan
mengembangkan potensi siswa (Romlah, 2001). Shertzer dan Stone (dalam
Romlah, 2001) mendefinisikan bimbingan kelompok adalah kegiatan layanan dari
guru pembimbing untuk membantu siswa agar dapat mengambil keputusan yang
tepat berkenaan dengan permasalahan tertentu, serta mencegah berkembangnya
masalah atau kesulitan pada diri klien dengan melalui kegiatan pemberian
informasi yang berisi perkembangan pemahaman diri dan pemahaman mengenai
orang lain sehingga mereka dapat mengembangkan diri semaksimal mungkin,
lebih mengenal diri dan dapat menyesuaikan diri. Bimbingan kelompok adalah
salah satu jenis layanan bimbingan yang dilakukan untuk membantu konseli agar
mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat,
�
18��
dan nilai-nilai yang dianutnya yang dilaksanakan dalam situasi kelompok
(Romlah, 2001).
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008) menyatakan hal yang sama mengenai
bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah
peserta didik secara bersama-samamemperoleh berbagai bahan dari narasumber
tertentu (terutama dari pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang
kehidupannya sehari-hari baik individu atau pelajar, anggota kelompok dan
masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
2.2.2.Tujuan Bimbingan Kelompok
Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Winkel dan Sri Hastuti
(2004) adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial
masing-masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerjasama dalam
kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Selain itu
bimbingan kelompok bertujuan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta
didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini bersifat umum
(common problem) dan tidak rahasia.
Sementara itu, tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Tohirin (
2007 ) dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan umum.
Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk pengembangan
kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi perserta
layanan ( siswa ).
�
19��
b. Tujuan khusus.
Secara lebih khusus layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong
pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang
perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yaitu peningkatan kemampuan
berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa.
2.2.3.Manfaat bimbingan kelompok
Winkel dan Sri Hastuti (2004) menyebutkan manfaat layanan bimbingan
kelompok antara lain:
1. Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa
2. Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa.
3. Siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi.
4. Siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering
menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama.
5. Dapat lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam
kelompok dan diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama.
6. Bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh
seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor.
Manfaat bimbingan kelompok menurut Dewa Ketut Sukardi (2008), yaitu :
1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai
hal yang terjadi disekitarnya
2. Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal
yang mereka bicarakan
�
20��
3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka
yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok
4. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap
yang buruk dan dukungan terhadap yang baik
5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil
sebagaimana yang mereka programkan semula
2.3. Tahap-tahap layanan bimbingan kelompok
Jenis layanan bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan dalam
penelitian ini adalah layanan bimbingan kelompok dengan kelompok tugas.
Dalam kelompok tugas, topik masalahnya adalah “topik tugas” yaitu topik atau
masalah yang datangnya dari pemimpin kelompok yang ditugaskan kepada para
peserta unutk membahasnya.
a. Tahap pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap pemasukan
diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini, pada umumnya para
anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun
harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian maupun
seluruh anggota kelompok. Dalam tahap pembentukan ini pemimpin kelompok
hendaknya memunculkan dirinya sehingga tertangkap oleh para anggota sebagai
orang yang benar-benar bisa dan bersedia membantu para anggota kelompok
mencapai tujuan mereka. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pembentukan ini
adalah:
�
21��
1) Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan bimbingan kelompok dalam
rangka pelayanan bimbingan dan konseling.
2) Menjelaskan cara-cara dan asas-asas bimbingan kelompok.
3) Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri.
4) Teknik khusus
5) Permainan penghangatan/pengakraban.
b. Tahap peralihan
Tahap peralihan ini merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga.
Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para
anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh
kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan
susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan
kelompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini
pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para
anggota meniti jembatan itu dengan selamat. Adapun yang dilaksanakan dalam
tahap ini yaitu:
1. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya;
2. Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan
pada tahap selanjutnya;
3. Membahas suasana yang terjadi;
4. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota;
5. Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama.
c. Tahap kegiatan.
�
22��
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang
menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut
perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. Tahap ini
merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Namun keberhasilan tahap
ini tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Dalam tahap ini, hubungan
antar anggota kelompok harus tumbuh dengan baik. Saling tukar pengalaman
dalam bidang suasana perasaan yang terjadi, pengutaraan, penyajian, dan
pembukaan diri berlangsung dengan bebas. Dinamika kelompok dalam tahap
kegiatan ini harus diperhatikan secara seksama oleh pemimpin kelompok.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah:
1) Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik. Masalah yang
diangkat dalam kegiatan bimbingan kelompok ini adalah masalah yang sifatnya
umum.
2) Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum
jelas yang menyangkut masalah atau topik yang dikemukakan pemimpin
kelompok.
3) Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas. Para
peserta melakukan pembahasan tanpa secara khusus menyangkutpautkan isi
pembicaraannya itu kepada peserta tertentu.
4) Kegiatan selingan.
�
23��
d. Tahap pengakhiran
Setelah kegiatan kelompok memuncak pada tahap ketiga, kegiatan kelompok
ini kemudian menurun dan selanjutnya kelompok akan mengakhiri kegiatannya
pada saat yang tepat. Pokok perhatian utama dalam tahap ini adalah bukan pada
berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh
kelompok itu ketika menghentikan pertemuan. Ketika kelompok memasuki tahap
pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan
penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok akan menerapkan hal-hal
yang telah mereka pelajari pada kehidupan nyata mereka. Kegiatan yang
dilakukan dalam tahap pengakhiran ini adalah:
1) Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.
2) Pemimpin dan anggota kelompok mengemukkan kesan dan hasil-hasil kegiatan.
3) Membahas kegiatan lanjutan.
4) Mengemukakan pesan dan harapan.
2.4. Teknik-teknik bimbingan kelompok
Menurut Romlah (2001) ada beberapa teknik yang biasa digunakan dalam
pelaksanaan bimbingan kelompok, antara lain : pemberian informasi atau
ekspositori, diskusi kelompok, pemecahan masalah (problem solving), penciptaan
suasana kekeluargaan (homeroom) , permainan peranan, karyawisata, dan
permainan simulasi. Dari berbagai teknik di atas, teknik yang dipakai dalam
penelitian ini antara lain:
�
24��
a) Teknik pemberian informasi
Teknik pemberian informasi sering disebut juga dengan metode ceramah,
yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok
pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup 3 hal, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.
Pada tahap perencanaan, ada tiga langkah yang harus dilaksanakan, yaitu :
(a) merumuskan tujuan apa yang hendak dicapai dengan pemberian informasi itu,
(b) menentukan bahan yang akan diberikan berupa fakta, konsep atau generalisasi,
dan (c) menentukan dan memilih contoh-contoh yang tepat sesuai dengan bahan
yang diberikan.
Pada tahap pelaksanaan, penyajian materi disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai. Tahap terakhir dari pemberian informasi adalah mengadakan
penilaian apakah tujuan sudah tercapai atau belum. Penilaian dapat dilakukan
secara lisan dengan menanyakan pendapat siswa mengenai materi yang
diterimanya, tetapi juga dapat dilakukan secara tertulis baik dengan tes subjektif
ataupun objektif.
Teknik pemberian informasi mempunyai keuntungan-keuntungan dan
kelemahan-kelemahan tertentu. Beberapa keuntungan dari teknik pemberian
informasi antara lain: (a) dapat melayani banyak orang, (b) tidak membutuhkan
banyak waktu, sehingga efisien, (c) tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas, (d)
mudah dilaksanakan bila dibanding dengan teknik lain. Sedangkan kelemahannya
adalah: (a) sering dilaksanakan secara monolog, sehingga membosankan, (b)
�
25��
individu yang mendengarkan kurang aktif, (c) memerlukan keterampilan
berbicara, supaya penjelasan menjadi menarik.
b) Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara tiga
orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk
memperjelas suatu persoalan, di bawah pimpinan seorang pemimpin. Di dalam
melaksanakan bimbingan kelompok, diskusi kelompok tidak hanya untuk
memecahkan masalah, tetapi juga untuk mencerahkan persoalan, serta untuk
mengembangkan pribadi.
Dinkmeyer dan Muro (Tatiek Romlah,2001) menyebutkan tiga macam
tujuan diskusi yaitu: (a) untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri
(self) , (b) untuk mengembangkan kesadaran tentang diri, (c) untuk mengmbngkan
pandangan baru mengenai hubungan antar manusia. Pelaksanaan diskusi meliputi
tiga langkah, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan peilaian. Pada tahap
perencanaan fasilitator/pemimpin melaksanakan lima hal, yaitu: (a) merumuskan
tujuan diskusi, (b) menentukan jenis diskusi, (c) melihat pengalaman dan
perkembangan siswa, (d) memperhitungkan waktu yang telah tersedia, (e)
mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi.
Dalam diskusi kelompok ini ada keuntungan dan kelemahan. Adapun keuntungan
diskusi kelompok antara lain: (a) membuat angota kelompok lebih aktif karena
tiap anggota mendapatkan kesempatan untuk berbicara, (b) anggota kelompok
dapat saling bertukar pengalaman, (c) anggota kelompok belajar mendengarkan
dengan baik apa yang dikatakan anggota kelompok lain, (e) memberi kesempatan
�
26��
pada anggota untuk belajar menjadi pemimpin. Selain keuntungan tersebut,
diskusi kelompok juga mempunyai kelemaha-kelemahan, antara lain: (a) dapat
menjadi salah arah apabila pemimpin kelompok tidak melaksanakan fungsi
kepemimpinannya dengan baik, (b) ada kemungkinan diskusi dikuasai oleh
individu-individu tertentu, (c) membutuhan banyak tempat dan waktu agak luas.
c) Permainan Peranan (Role Playing)
Menurut Bennet (Romlah,2001) permainan peranan adalah suatu alat
belajar yang menggambarkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-
pengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-
situasi yang pararel dengan yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya.
Bannet menyebutkan ada dua macam permainan peranan, yaitu
sosiodrama dan psikodrama:
1) Sosidrama
Sosiodarama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk
memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia.
Langkah-langkah pelaksanaan sosidrama adalah sebagai berikut:
1. Persiapan. Pemimpin kelompok mengemukakan masalah dan temaa yang akan
disosiodramakan, dan tujuan permainan.
2. Membuat skenario sosidrama
3. Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya. Kelompok penonton
adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut menjadi pemain, tugasnya adalah
untuk mengobservasi pelaksanaan permainan.
�
27��
4. Melaksanakan sosiodrama. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi
antara pemain dan penontondengan peran-peran yang dimainkannya.
5. Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan diadakan diskusi mengenai
pelaksanaan permainan berdasarkan hasil observasi dan tangggapan-tanggapan
penonton.
6. Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan
permainan ulang atau tidak.
2) Psikodrma
Menurut Corey (Romlah,2001) psikodrama merupakan permainan yang
dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang
lebih baik tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan
kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan
terhadap dirinya.
Langkah pelaksanaan psikodrama terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan,
pelaksanaan dan diskusi atau tahap berbagi pendapat dan perasaan. Tahap
persiapan dilakukan untuk memotivasi anggota kelompok agar mereka siap
berpartisispasi secara aktif dalam permainan, dan menciptakan perasaan sama dan
saling percaya antar kelompok. Tahap pelaksanaan terdiri dari kegiatan dimana
pemain utama dan pemain pembantu memperagakan permainannya. Dengan
bantuan pemimpin kelompok dan anggota kelompok lain. Tahap diskusi atau
tahap bertukar pendapat dan kesan, para anggota kelompok diminta untuk
memberikan tanggapan dan sumbangan pikiran terhadap permainan yang
�
28��
dilakukan pemain utama. Tahap diskusi ini penting karena merupakan rangkaian
proses perubahan perilaku pemeran utama kearah keseimbangan pribadi.
2.5. Hasil penelitian yang terkait dengan bimbingan kelompok
Hasil penelitian Sulistiana(2011) yang berjudul “ Meningkatkan
Keterampilan Sosial Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 3 Juwana Tahun Pelajaran 2009/2010” yang menemukan
bahwatingkat keterampilan sosial siswa sebelum mendapatkan layanan bimbingan
kelompok tergolong dalam kategori rendah dengan persentase 61,2% Setelah
mendapatkan layanan bimbingan kelompok meningkat menjadi 75,9% dalam
kategori tinggi. Dengan demikian mengalami peningkatan sebesar 24%.
Hasil penelitianYuanita DwiKrisphianti (2011) yang berjudul
“Kemanjuran Teknik Psikodrama Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial
Siswa Akselerasi Di SMA” yang menemukan bahwa permainan peran psikodrama
manjur untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa akselerasi di SMA yang
ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil pre test dan
post test yang telah diberikan.
Hasil penelitian Mustabiqotul Choeriyah (2011) yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hubungan Sosial antar Teman Sebaya Melalui Layanan Bimbingan
Kelompok pada Siswa Kelas VIII SMP Islam Wonopringgo Pekalongan” yang
menemukan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan hubungan
sosial antar teman sebaya siswa kelas VIII SMP Islam Wonopringgo Pekalongan.
�
�
29��
2.6. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho: “ Layanan bimbingan kelompok tidak efektif dalam meningkatkan
keterampilan sosial siswa kelas VII G SMP 9 Salatiga tahun ajaran 2011/2012 ”
H1 “ Layanan bimbingan kelompok efektif dalam meningkatkan keterampilan
sosial siswa kelas VII G SMP 9 Salatiga tahun ajaran 2011/2012 ”