bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 mata...

22
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari jenjang SD hingga menengah. IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa dan negara indonesia. Pada jenjang SD mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. IPS merupakan bidang pengetahuan yang digali dari kehidupan praktis sehari hari di masyarakat. Masyarakat merupakan sumber serta objek kajian materi pendidikan IPS, yaitu berpijak pada kenyataan hidup yang riil (nyata). Pada hakekatnya siswa sekolah dasar merupakan bagian dari masyarakat dan sebagian anggota masyarakat sejak dini, anak sudah dilatih untuk belajar bagaimana cara berhubungan dengan sesama anggota keluarga, mengetahui aturan aturan yang berlaku dalam keluarga, sehingga memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Di masa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan demikian siswa diharapkan akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Pembelajaran IPS di SD tidak bersifat keilmuan tetapi bersifat pengetahuan, bahan yang diajarkan pada siswa bukan teori teori sosial atau ilmu sosial

Upload: ngohanh

Post on 22-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari jenjang

SD hingga menengah. IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat

peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta

berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan

siswa tentang masyarakat, bangsa dan negara indonesia. Pada jenjang SD mata

pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi. Melalui

mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia

yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

IPS merupakan bidang pengetahuan yang digali dari kehidupan praktis

sehari – hari di masyarakat. Masyarakat merupakan sumber serta objek kajian

materi pendidikan IPS, yaitu berpijak pada kenyataan hidup yang riil (nyata).

Pada hakekatnya siswa sekolah dasar merupakan bagian dari masyarakat dan

sebagian anggota masyarakat sejak dini, anak sudah dilatih untuk belajar

bagaimana cara berhubungan dengan sesama anggota keluarga, mengetahui

aturan – aturan yang berlaku dalam keluarga, sehingga memahami hak dan

kewajibannya sebagai warga negara.

Di masa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan karena

kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh

karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,

pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam

memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif dan terpadu

dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam

kehidupan di masyarakat. Dengan demikian siswa diharapkan akan memperoleh

pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Pembelajaran IPS di SD tidak bersifat keilmuan tetapi bersifat pengetahuan,

bahan yang diajarkan pada siswa bukan teori – teori sosial atau ilmu sosial

6

melainkan hal praktis yang berguna bagi dirinya dan lingkungannya. Dalam

pengembangan pemahamannya tentang mata pelajaran IPS, bagi siswa sekolahh

dasar belajar akan lebih bermakna jika apa yang dipelajarinya berkaitan dengan

pengalaman hidupnya.

Pendidikan IPS di SD meliputi dua kajian pokok yaitu pengetahuan sosial

dan sejarah. Kajian pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi,

ekonomi dan pemerintahan termasuk perkembangan masyarakat Indonesia sejak

lampau hingga sekarang.

Mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan sebagai

berikut:

a. Mengenal konsep – konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai – nilai sosial dan

kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek – aspek sebagai berikut:

a. Manusia, tempat dan lingkungan.

b. Waktu, keberlanjutan dan perubahan.

c. Sistem sosial dan budaya.

d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Menurut (Alma, 2010:22) pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, ia

dapat menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus dan tidak dipisahkan dari

lingkungan hidup sekitarnya. Dari penjelasan tersebut dapat kita mengerti bahwa

pembelajaran IPS memberikan pemahaman akan segala bentuk kegiatan dan

aktivitas hidup manusia yang senantiasa selalu berkaitan dengan interaksi sosial

dengan lingkungannya, maka mata pelajaran yang diberikan isinya adalah meng-

kaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan

masalah sosial. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sardiman, dkk (2004:11)

7

bahwa “Karakteristik materi pengetahuan sosial memiliki struktur ilmu

pengetahuan yang tersusun paling tidak terdiri dari: fakta, konsep dan

generalisasi”.

Dalam mata pelajaran IPS siswa diajarkan tentang nilai – nilai, moral, cita –

cita, saling menghargai dan rasa tanggung jawab, baik disekolah maupun di dalam

masyarakat. Hal ini penting karena belajar pengetahuan sosial merupakan usaha

membentuk jaringan pengetahuan sosial yang bermanfaat bagi kehidupan peserta

didik (Yulaelawati, 2004:115).

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arahan dan landasan

untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator

pencapaian kompetensi untuk penilaian. SK dan KD dalam pembelajaran IPS

kelas IV SD semester 2 secara rinci disajikan dalam tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS

Kelas 4 SD Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Mengenal sumber daya alam,

kegiatan ekonomi dan kemajuan

teknologi di lingkungan kabupaten/kota

dan provinsi

2.1 mengenal aktivitas ekonomi yang

berkaitan dengan sumber daya alam

dan potensi lain di daerahnya

2.2 mengenal pentingnya koperasi

dalam meningkaatkan kesejahteraan

masyarakat

2.3 mengenal perkembangan teknologi

produksi, komunikasi dan

transportasi serta pengalaman

menggunakannya.

2.4 mengenal permasalahan sosial di

daerahnya

8

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Model Pembelajaran

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru

dalam mengembangkan model - model pembelajaran yang berorientasi pada

peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses

pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya

bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa

dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil

belajar dan prestasi yang optimal.

Mills berpendapat (dalam Suprijono 2009:45) bahwa model adalah bentuk

representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau

sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Menurut Arends,

model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di

dalamnya tujuan – tujuan pembelajaran, tahap – tahap dalam kegiatan

pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas, Model

pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukis

prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar.

Joyce dan Weil (dalam Sagala 2008:176) menambahkan bahwa model

mengajar adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan

perencanaan kurikulum, kursus – kursus, buku – buku pelajaran, buku – buku

kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui komputer. Selanjutnya

menurut Wahab (2008:52), memaparkan bahwa model mengajar adalah suatu

perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses

belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang

diharapan.

Menurut Arends (dalam Suprijono, 2009:46) model pembelajaran mengacu

pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan – tujuan

pembelajaran, tahap – tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan

pengelolaan kelas.

9

Dari penjelasan model pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa,

model pembelajaran adalah menggambarkan penyelenggaraan proses belajar

mengajar dari awal hingga akhir yang tersusun secara sistematis dengan prosedur

yang berbeda.

2.1.2.2 Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suprijono (2009:54-55) pembelajaran kooperatif adalah konsep

yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk – bentuk

yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum

pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru

menetapkan tugas dan pertanyaan – pertanyaan serta menyediakan bahan – bahan

dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan

masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada

akhir tugas. Selanjutnya menurut Hamdani (2011:30) pembelajaran kooperatif

adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya,

setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Menurut Slavin (dalam Robert E. Salvin 2008:8) pembelajaran kooperatif

adalah para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan

empat orang untuk menguasai materi yang akan disampaikan oleh guru. Ada

beberapa ciri yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model pembelajaran

kooperatif saat proses pembelajaran berlangsung. Hamdani (2011:31)

mengemukakan bahwa, dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif ada beberapa

ciri pembelajaran kooperatif adalah: setiap anggota memiliki peran, terjadi

hubungan interaksi langsung di antara siswa, setiap anggota kelompok

bertanggungjawab atas cara belajarnya dan juga teman – teman sekelompoknya,

guru membantu mengembangkan keterampilan – keterampilan interpersonal

kelompok, guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.Pendapat

Hamdani tersebut diperkuat dengan pernyataan yang dilontarkan Etin Solihatin

dan Raharjo (2007:4), yang menyatakan bahwa:

10

“Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau

perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur

kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih

dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota

kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu

struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota

kelompok.”

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah strategi belajar dengan membagi siswa kedalam beberapa

kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda – beda dengan

tujuan setiap siswa dalam anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling

membantu untuk memahami mata pelajaran dan menyelesaikan tugas

kelompoknya. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk

dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong

mengatasi tugas yang dihadapi.

2.1.2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

NHT atau banyak disebut pula dengan penomoran, berpikir bersama, atau

kepala bernomor merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran kooperatif.

Menurut Hamdani (2011:89) NHT adalah metode belajar dengan cara setiap siswa

diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil

nomor dari siswa. Sedangkan menurut Suprijono (2009:92) pembelajaran dengan

menggunakan metode NHT diawali dengan Numbering. Guru membagi kelas

menjadi kelompok – kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya

mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah peserta didik

dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok

berdasarkan konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri 8 orang. Tiap –

tiap orang dalam tiap – tiap kelompok dibuat nomor 1 – 8. Setelah kelompok

terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap –

tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap – tiap kelompok menemukan

jawaban. Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya

‘Heads Together’ berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor

yang sama dari tiap – tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban

11

atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal ini dilakukan terus hingga

semua peserta didik dengan nomor yang sama dan masing – masing kelompok

mendapatkan giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru.

Menurut Anita Lie (2004:59) NHT adalah suatu tipe dari pembelajaran

kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa

untuk saling membagikan ide – ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling

tepat. Selain itu NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama

mereka.

NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi

diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT adalah guru memberi nomor dan

hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk

siswa, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili

kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan

merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab

individual dalam diskusi kelompok.

Pembelajaran NHT memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut

pendapat yang dikemukakan oleh Ahmad Zuhdi (2010:65) kelebihan dan

kelemahan NHT yaitu:

a. Kelebihan

1) Setiap siswa menjadi siap semua

2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh – sungguh

3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai

b. Kelemahan

1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru

2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Dalam pembelajaran NHT terdapat beberapa langkah – langkah

pelaksanaan pembelajaran. Langkah – langkah pelaksanaan pembelajaran NHT

menurut Trianto (2007:62) yaitu:

a. Penomoran

Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru

membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga

12

sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim

mempunyai nomor berbeda – beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam

kelompok.

b. Pengajuan pertanyaan

Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan

pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang

memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat

bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat

kesukaran yang bervariasi.

c. Pemberian jawaban

Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari

tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan

jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara acak memilih kelompok

yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya

disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk

menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi

jawaban tersebut.

Senada dengan langkah – langkah yang dikemukakan oleh Trianto,

Anita Lie (2004:60) juga menyebutkan langkah – langkah pembelajaran NHT

yaitu:

a) Siswa dibagi kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan

nomor.

b) Guru memberikan tugas dan masing – masing kelompok mengerjakannya.

c) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan

memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.

d) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerja sama mereka.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat dilihat bahwa pembelajaran NHT

menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling

memotivasi dan saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi

13

pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan tahapan –

tahapan diatas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pembentukan kelompok

Jumlah siswa dibagi kedalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri atas 4 – 6

siswa.

2. Penomoran anggota kelompok

setiap anggota kelompok mendapatkan nomor 1 – 5. Sesuai dengan jumlah

anggota kelompok.

3. Pembagian LKS

siswa menerima LKS yang dialamnya terdapat sejumlah pertanyaan yang

diberikan oleh guru.

4. Menyimak materi dalam kelompok

Siswa menyimak materi yang diberikan oleh guru. Siswa harus benar – benar

menyimak materi agar mereka menguasai dan memahami materi pelajaran.

5. Menjawab pertanyaan dengan berpikir bersama teman dalam kelompok untuk

mengerajakan LKS dan memastikan setiap anggota kelompok dapat

mengerjakan/mengetahui jawabannya.

6. Menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor oleh guru.

7. Siswa dari kelompok lain yang bernomor sama memberikan tanggapan

jawaban.

8. Menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor oleh guru begitu

seterusnya sampai jawaban dalam LKS berakhir/selesai.

2.1.2.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

Banyak sekali model pembelajaran yang diterapkan dan digunakan oleh

guru dalam waktu sekarang ini. Salah satu diantaranya adalah Make a Match.

Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar

mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Guna

meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan

model pembelajaran Make a Match. Model pembelajaran Make a Match atau

mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada

siswa.

14

Model pembelajaran Make a Match mengajak siswa mencari jawaban

terhadap sesuatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan yang

dikemukakan oleh Komalasari (2010:85). Dan menurut Suprijono, (2012:94) hal –

hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a

Match adalah kartu – kartu. Kartu – kartu tersebut terdiri dari kartu berisi

pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan – pertanyaan

tersebut.

Model pembelajaran Make a Match pada mulanya dikembangkan oleh

Lorna Curran (1994) (dalam Rusman 2012:223), “salah satu keunggulan model

ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau

topik, dalam suasana yang menyenangkan”. Model ini dapat membangkitkan

semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses

pembelajaran. Dalam model ini ada pembagian kelompok yaitu kelompok

pemegang kartu pertanyaan dan kelompok pemegang kartu jawaban. Model Make

a Match dapat dilakukan pada semua mata pelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

Make a Match merupakan model pembelajaran yang membuat siswa dapat aktif

mencari pasangan melalui kartu pertanyaan dan kartu jawaban sehingga suasana

dalam pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa dapat berfikir mencari

informasi sendiri tentang materi yang sudah diajarkan.

Menurut Miftahul Huda (2013) memiliki kelebihan dan kelemahan

pembelajaran kooperatif Make A Match dalam proses belajar mengajar. Adapun

kelebihan dan kelemahan Make A Match adalah :

1) Kelebihan :

a. Dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun

fisik

b. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa

d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi

e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar

15

2) Kelemahan :

a. Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang

terbuang

b. Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu

berpasangan dengan lawan jenisnya

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang

kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan

d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang

tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu

e. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan

kebosanan.

Model pembelajaran kooperatif Make a Match atau mencari pasangan

dikembangkan oleh Lorna Curran (1994) (dalam Rusman 2012:223-224), langkah

– langkah pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) Guru menyiapkan beberapa

kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu

sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban). (2) Setiap

siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang

dipegang. (3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan

kartunya (kartu soal/kartu jawaban). (4) Siswa yang dapat mencocokan kartunya

sebelum batas waktu diberi poin. (5) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar

tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

(6) Kesimpulan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa langkah – langkah model pembelajaran Make

a Match adalah (1) guru mengkondisikan siswa untuk mempersiapkan diri

mengikuti pembelajaran dengan mencari pasangan; (2) guru menyampaiakan

tujuan pembelajaran; (3) guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban kemudian

dibagikan kepada siswa; (4) kemudian siswa memikirkan soal/jawaban yang ada

dikartu yang telah dibawa siswa; (5) siswa mencari pasangan melalui

kartu/jawaban yang cocok dengan kartu yang dibawa siswa dengan batas waktu

yang telah ditentukan guru; (6) setelah menemukan pasangan, siswa mencocokkan

soal dan jawaban, bagi yang menjawab benar akan mendapat point dan menjawab

16

salah tidak mendapat poin; (7) setelah permainan selesai di babak pertama, kartu

dapat diacak kembali dan permainan dapat dimulai lagi; (8) setelah dapat

dilakukan secara berulang – ulang, maka siswa dan guru bersama – sama

mencocokkan jawaban dan mengambil kesimpulan bersama.

2.1.3 Hasil Belajar

2.1.3.1 Pengertian Belajar

Menurut Asmani (2010:63) belajar adalah proses membangun makna atau

pemahaman oleh pembelajar terhadap pengalaman dan informasi yang disaring

dengan pandangan, pikiran pengetahuan yang dimiliki dan perasaan.

Joko Susilo (2009:23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau

memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah

merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar

bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami.

Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Menurut Yamin (2007:7) belajar adalah proses perubahan perilaku yang

diakibatkan oleh interaksi dengan lingkungan. Sejalan dengan pendapat Slameto

(2010:2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Abdillah (Aunurrahman, 2009:35) belajar adalah suatu usaha sadar

yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan

dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, psikomotorik, afektif untuk

memperoleh tujuan tertentu.

Berdasarkan uraian terusebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar

merupakan usaha yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk menambah

pengetahuan dan keterampilan yang dapat dipergunakan untuk diri sendiri

maupun lingkungannya. Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu yang

belajar dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut bisa berupa lingkungan

formal dan informal. Sebagai contoh lingkungan formal adalah sekolah,

sedangkan lingkungan nonformal bisa berupa lingkungan sekitar dan interaksi

dengan orang lain. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan

17

peningkatan pengetahuan, keterampilan serta perubahan perilaku, maka

sebenarnya belum mengalami proses belajar. Faktor yang dapat mempengaruhi

belajar yaitu faktor intern dan ekstern, faktor intern meliputi faktor jasmaniah,

psikologis dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor keluarga,

sekolah dan masyarakat.

2.1.3.2 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya yang diakhir pelajaran dilihat dari tes yang diberikan oleh

guru. Jika hasil tes bagus maka siswa tersebut dikatakan berhasil dalam

belajarnya, sebaliknya jika hasil tes yang diberikan ke siswa hasilnya jelek maka

siswa tersebut dapat dikatakan kurang berhasil dalam belajarnya. Wardani

(2009:3.20) mengemukakan bahwa hasil belajar harus diidentifikasi melalui hasil

pengukuran penguasaan materi dan aspek perilaku baik tes maupun non tes.

Penguasaan yang dimiliki siswa tersebut dinyatakan dalam aspek yang terdiri dari

tiga rana, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan belajar kognitif

menurut Bloom (dalam Wardani 2009:3.20) berupa :

1) Menghafal (Remember): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam

memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling

rebdah tingkatanya.

2) Memahami (Understand) : mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan

pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang

baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran peserta didik

3) Mengaplikasikan (Apply) : mencakup penggunaan suatu prosedur guna

menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Kategori ini mencakup dua

macam proses kognitif : menjalakankan dan mengimplementasikan

4) Menganalisis (Analyze) : menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke

unsur-unsur tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam

menganalisis : menguraikan, mengorganisir, dan menemukan pesan tersirat.

5) Mengevaluasi (Evaluate) : memebuat suatu pertimbangan berdasarkan

kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup

dalam kategori ini : memeriksa dan mengkritik.

18

6) Membuat (Create) : menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk

kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong bentuk kesatuan.

Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu :

membuat, merencanakan, dan memproduksi.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne (dalam Suprijono 2011:5-

6) bahwa hasil belajar itu berupa:

1) Informasi verbal yaitu kapasitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik

terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan

manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang.

3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kegnitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah

dalam memecahkan masalah.

4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak

jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

perubahan tingkah laku, keterampilan dan kemampuan yang terjadi pada diri

seorang siswa setelah dia mendapatkan pengalaman belajar. Perubahan tersebut

mencakup semua perubahan yang bersifat progresif yang diharapkan kearah yang

lebih bak. Bagi seorang siswa hasil belajar ini dapat dilihat melalui perubahan

yang terjadi pada seorang siswa mulai dari belum pandai setelah belajar maka

menjadi pandai. Perubahan ini tentunya setelah siswa berinteraksi dengan

lingkungannya yang diukur melalui tes, tugas, pengamatan atau evaluasi.

19

2.1.4 Hubungan Model Kooperatif tipe NHT dan Make a Match dengan Hasil

Belajar

Hubungan adalah suatu keterkaitan antara dua hal dan saling

mempengaruhi satu sama lain. Seperti NHT dengan hasil belajar dan Make a

Match dengan hasil belajar. Dalam penelitian ini dapat dilihat model

pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah salah satu model pembelajaran

kooperatif sebagai alternative bagi guru dalam mengajar siswa, yang merupakan

sebuah variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru menunjuk seorang

siswa yang mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin

keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan

tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan

total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.

Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan

suatu teknik pembelajaran yang memberikan tugas terstruktur kepada siswa

melalui kartu – kartu yang berisi konsep yang berbeda dengan tema – tema atau

topik – topik yang sama, sehingga melalui kartu yang siswa dapatkan, dengan

sendirinya siswa membentuk kelompok – kelompok kerja berdasarkan kecocokan

konsep yang terdapat dalam kartu masing – masing, untuk menyelesaikan satu

masalah dalam tema atau topik yang sama. Sehingga melalui teknik ini, siswa

mampu aktif dan bekerjasama dengan rekannya dalam menyelesaikan tugas yang

diberikan. Serta siswa akan lebih memahami materi pelajaran yang berdampak

pada hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian Intan Putri Utami (2011) yang berjudul

“Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar

matematika bagi siswa kelas 5 SD.” Hasil penelitian tersebut dapat diambil

keputusan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran tipe NHT dengan siswa yang diajar

menggunakan pembelajaran konvensional, hasil belajar matematika siswa kelas 5

SD yang diajar menggunakan model pembelajaran koperatif NHT lebih baik

dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional, dan

20

model pembelajaran kooperatif tipe NHT ekektif terhadap hasil belajar

Matematika siswa kelas 5 SD. Rata – rata untuk kelompok eksperimen yaitu 78,59

dan rata – rata untuk kelompol control yaitu sebesar 67,63 berarti rata – rata hasil

belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar

menggunakan pembelajaran konvensional.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Wijayati pada tahun 2012

dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata

Pelajaran IPS dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa

kelas IV SD Negeri Karanganyar”. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi

awal siswa yang nilainya memenuhi KKM terdapat 10 siswa (43,47). Siklus 1

menerapkan metode pembelajaran kooperatif Make A Match terjadi peningkatan

cukup signifikan yaitu terdapat 16 siswa memenuhi KKM (69,56). Pada siklus 2

terdapat 20 siswa memenuhi KKM (86,95), motivasi belajar sedang dan rendah

pada kondisi awal ada 13 siswa (56,52), pada siklus 1 ada 5 siswa (21,73),

pada siklus 2 ada 3 siswa (13,04), sedangkan motivasi siswa yang sangat rendah

tidak ada. Jadi peningkatan motivasi belajar siswa dari yang sangat tinggi dan

tinggi dari kondisi awal 43,47 menjadi 78,26 pada siklus 1, sedangkan pada

siklus 2 motivasi belajar meningkat lagi menjadi 86,95.

Penelitian yang dulakukan oleh Suyityo (2011) dengan judul penelitian:

Penerapan Model Cooperative Learning tipe NHT untuk meningkatkan hasil

belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi gaya (Penelitian PTK pada siswa

kelas 5 SD Barulaksana Kecamatan Lembang). Penelitian ini dilakukan dengan

tiga siklus. Pada siklus pertama siswa belum terbiasa dengan pola belajar

kelompok, sehingga dilakukan penjelasan kepada siswa untuk mulai bekerjasama

dengan anggota kelompoknya dan berdiskusi untuk menyelesaikan tugas bersama.

Dalam siklus kedua, siswa sudah mulai terbiasa dengan pola belajar kelompok,

siswa terlibat aktif dan bersemangat pada saat kegiatan demonstrasi. Pada siklus

ketiga, siswa sudah mampu memutuskan jawaban mana yang benar berdasarkan

hasil diskusi dengan kelompok dan siswa bersemangat dalam mengikuti kegiatan

21

pembelajaran. Perolehan nilai rata – rata hasil tes yang meningkat yaitu nilai rata

– rata individu pada siklus I adalah 50,2, sedangkan nilai rata – rata individu pada

siklus II adalah 62 dan pada siklus III adalah 71,3. Dari perolehan ini dapat

disimpulkan bahwa penerapan Cooperative Learning tipe NHT dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas 5

SDN Barulaksana Kecamatan Lembang.

Penelitian yang dilakukan oleh Elvera Dwi Wijayanti pada tahun 2011

yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik

Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran

IPS Kelas V SDN Gladagsari Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa

yang diberi pengajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan mean hasil belajar siswa

yang diberi model pembelajaran kooperatif teknik Numbered Heads Together

(NHT) sebesar 82,07 sedangkan nilai rata – rata siswa yang diberi strategi

pembelajaran metode konvensional sebesar 70,39. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengujian hipotesis menggunakan uji t diperoleh sig 0,000<0,05 maka 𝐻0

ditolak dan 𝐻1 diterima. Jadi pengunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa

dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode konvensional. Kelebihannya:

Perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan

menggunakan model pembelajaran NHT dan kelompok kontrol yang

menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan selisih

mean hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebesar 11,68.

Kelemahannya: hasil belajar hanya diukur berdasarkan tes formatif saja tidak

disertai dengan penilaian proses padahal guru harus memperhatikan proses siswa

dalam belajar bukan berdasarkan hasilnya saja.

Berdasarkan hasil penelitian Esti Parwanti (2012) dengan judul Pengaruh

Penggunaan Model Pembelajaran Make a Match dengan Media Gambar Terhadap

Hasil Belajar IPA Materi Sumber Daya Alam Siswa Kelas IV SD Negeri 2

Kertosari Kabupaten Temanggung menunjukkan rata – rata skor hasil belajar

siswa pada kelompok eksperimen sebesar 65.28 lebih besar daripada rata – rata

22

skor hasil belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 55.28. Maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh positif dan signifikan terhadap

hasil belajar untuk pembelajaran yang di awal proses mengajar menggunakan

model pembelajaran Make a Match dengan media gambar dengan pembelajaran

konvensional.

Dari persamaan dan perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan

penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Persamaan dan Perbedaan Penelitian yang Relevan

No Peneliti Tahun Variabel

Hasil Penelitian X Y

1 Intan Putri

Utami

2011 NHT Hasil

Belajar

Dapat meningkatkan

hasil belajar

matematika di kelas 5.

2 Wijayati 2012 Make a

Match

Hasil

Belajar

Dapat meningkatan

motivasi dan hasil

belajar pada mata

pelajaran IPS di kelas

4.

3 Suyityo 2011 NHT Hasil

Belajar

Dapat meningkatkan

hasil belajar IPA di

kelas 5.

4 Elvera Dwi

Wijayanti

2011 NHT Hasil

Belajar

Terdapat perbedaan

yang signifikan antara

hasil belajar IPS siswa

kelas V yang

menggunakan

pembelajaran

kooperatif tipe NHT

dengan pembelajaran

Konvensional.

23

5 Esti

Parwanti

2012 Make a

Match

Hasil

Belajar

Terdapat perbedaan

yang signifikan

terhadap hasil belajar

IPA siswa kelas IV

yang menggunakan

pembelajaran

kooperatif tipe Make a

Match dengan media

gambar dengan

pembelajaran

Konvensional.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penelitian yang menggunakan model

NHT dan Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat

terlihat dari hasil penilitian yang dilakukan oleh Intan Putri Utami, Suyityo dan

Elvera Dwi Wijayanti yang melakukan penelitian menggunakan model NHT

dengan pembelajaran konvensional. Dengan hasil penelitian model pembelajaran

NHT lebih baik digunakan daripada pembelajaran konvensional. Yang

selanjutnya penelitian dari Wijayati dan Esti Parwanti yang menerapkan model

pembelajaran Make a Match dengan pembelajaran konvensional. Dari hasil

penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap

hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match dengan

pembelajaran konvensional. Sehingga peneliti mencoba menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan model pembelajaran Make a Match.

2.3 Kerangaka Pikir

IPS sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti.

Dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan dan KKM yang

ditetapkan oleh sekolah. pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini yaitu

pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga siswa menjadi pasif dan kurang

terlibat di dalam setiap pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa mengalami

kejenuhan yang berakibat kurangnya hasil belajar siswa. Hasil belajar akan

tumbuh apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara bervariasi baik

melalui variasi model maupun media pembelajaran.

24

Menurut Hamdani Model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah metode

belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok,

kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Dengan adanya

penerapan NHT diharapkan dapat membantu siswa dalam mengatasi siswa yang

hasil belajarnya rendah.

Pembelajaran Make a Match sangatlah menarik dalam proses pembelajaran.

Suasana kelas yang awalnya pasif menjadi aktif dan menyenangkan sehingga

materi pembelajaran dapat sampai kepada siswa dengan lebih menarik perhatian.

Dalam IPS untuk SD kelas 4 tidak hanya untuk dihafal melainkan untuk dipahami

dan dimengerti siswa. Penggunaan Make a Match diberikan juga dapat membantu

siswa mengatasi kesulitan – kesulitan atau permasalahan dalam menjawab soal

materi pelajaran dengan cara permainan dan mencocokkan soal/jawaban agar

siswa aktif, fokus dalam pembelajaran dan meningkatnya motivasi siswa dalam

kegiatan belajar mengajar serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

26

Gambar 2.1

Skema Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran NHT

dan Make A Match

Standar Kompetensi: 2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi

dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

Kompetensi Dasar: 2.2 mengenal pentingnya koperasi dalam

meningkaatkan kesejahteraan masyarakat

Model Pembelajaran NHT

Model Pembelajaran Make A Match

Pembentukan kelompok

Penomoran anggota kelompok

Pembagian LKS

Menyimak materi dalam kelompok

Berpikir bersama teman

(diskusi kelompok)

Presentasi (menyampaikan jawaban

LKS dengan pemanggilan nomor)

Tanggapan dari kelompok

lain yang bernomor sama

Tes formatif

Hasil belajar

Guru menyiapkan kartu soal dan jawaban

Setiap siswa mendapat satu buah kartu

Setiap siswa memikirkan satu

jawaban soal dari setiap kartu yang

siswa dapat

Setiap siswa memncari pasangan yang

mempunyai kartu yang cocok dengan

kartu soal dan jawaban

Setiap siswa yang dapat mencocokan

kartunya sebelum batas waktu diberi poin

Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar

setiap siswa mendapat kartu yang berbeda

dari sebelumnya

Tes formatif

27

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, kajian pustaka dan kerangka

berpikir yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian

ini sebagai berikut:

Ho: Tidak ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran NHT dengan

model pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar IPS siswa kelas 4

SD N Tlogo dan Karangtengah 01 Kecamatan Tuntang semester II tahun

pelajaran 2015/2016.

Ha: Ada perbedaan efektivitas antara model pembelajaran NHT dengan model

pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD N

Tlogo dan Karangtengah 01 Kecamatan Tuntang semester II tahun palajaran

2015/2016.