bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hakikat ipa sd€¦ · 3. menggunakan pengetahuan baru...

19
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA SD IPA merupakan “rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya”, Wisudawati dan Sulistyowati (2014:22). IPA adalah “pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya”, Darmojo dalam Samatowa (2010:2). Winaputra dalam Samatowa (2010:3) mengemukakan bahwa IPA bukan hanya tentang kumpulan pengetahuan yang ada disekitar seperti benda atau makhluk hidup tetapi memerlukan bagaimana cara kerja, berpikir dan bagaimana cara memecahkan masalah. Berdasarkan pendapat ahli seperti Wisudawati dan Sulistyowati, Darmojo, Winaputra IPA adalah pembelajaran IPA merupakan cabang dari ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa alam beserta seluruh isinya sebagai ruang lingkup dalam kajian pembelajarannya. Pembelajaran IPA mengajarkan segala hal yang terjadi di lingkungan alam sekitar kita ini dengan berlandaskan ilmu pengetahuan alam yang berorientasi pada semua hal yang diperoleh secara teoritik bahkan juga diperoleh secara empirik. Adanya mata pelajaran IPA mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan siswa di sekolah dan masyarakat luas karena bagaimanapun mereka tidak dapat lepas dari alam semesta, untuk itu IPA penting diajarkan di jenjang sekolah dasar sebagai bekal dalam menjalani kehidupan kelak selain itu untuk melatih siswa berpikir kritis dan objektif terhadap kenyataan atau pengalaman pengamatan melalui panca indera yang ditangkapnya sehingga apa yang didapat dari pengalamannya bisa diuji kebenarannya dan menjadi pribadi yang berkembang dari segi pengetahuan dan sikap mengenai ilmu pengetahuan alam.

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Hakikat IPA SD

    IPA merupakan “rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu

    mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan (reality)

    atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya”, Wisudawati dan Sulistyowati

    (2014:22). IPA adalah “pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta

    dengan segala isinya”, Darmojo dalam Samatowa (2010:2). Winaputra dalam

    Samatowa (2010:3) mengemukakan bahwa IPA bukan hanya tentang kumpulan

    pengetahuan yang ada disekitar seperti benda atau makhluk hidup tetapi memerlukan

    bagaimana cara kerja, berpikir dan bagaimana cara memecahkan masalah.

    Berdasarkan pendapat ahli seperti Wisudawati dan Sulistyowati, Darmojo,

    Winaputra IPA adalah pembelajaran IPA merupakan cabang dari ilmu pengetahuan

    yang mempelajari peristiwa alam beserta seluruh isinya sebagai ruang lingkup dalam

    kajian pembelajarannya. Pembelajaran IPA mengajarkan segala hal yang terjadi di

    lingkungan alam sekitar kita ini dengan berlandaskan ilmu pengetahuan alam yang

    berorientasi pada semua hal yang diperoleh secara teoritik bahkan juga diperoleh

    secara empirik. Adanya mata pelajaran IPA mempunyai peranan sangat penting bagi

    kehidupan siswa di sekolah dan masyarakat luas karena bagaimanapun mereka tidak

    dapat lepas dari alam semesta, untuk itu IPA penting diajarkan di jenjang sekolah

    dasar sebagai bekal dalam menjalani kehidupan kelak selain itu untuk melatih siswa

    berpikir kritis dan objektif terhadap kenyataan atau pengalaman pengamatan melalui

    panca indera yang ditangkapnya sehingga apa yang didapat dari pengalamannya bisa

    diuji kebenarannya dan menjadi pribadi yang berkembang dari segi pengetahuan dan

    sikap mengenai ilmu pengetahuan alam.

  • 7

    2.1.2 Pembelajaran IPA SD

    Hadisubroto yang dikutip oleh Samatowa (2006:11) dalam bukunya

    pembelajaran IPA sekolah dasar, mengutip pendapat Piaget yang mengatakan bahwa:

    “Pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong

    lajunya perkembangan kognitif anak. Pengalaman langsung anak terjadi secara

    spontan sejak lahir sampai anak berumur 12 tahun. Efisiensi pengalaman

    langsung tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan objek dengan

    tingkat perkembangan kognitif anak. Anak akan siap untuk mengembangkan

    konsep tertentu apabila anak telah memiliki struktur kognitif (schemata) yang

    menjadi prasyaratnya yakni perkembangan kognitif yang bersifat hirarkhis dan

    integratif”.

    Pembelajaran langsung memang sangat cocok diterapkan untuk anak

    khususnya siswa SD karena melalui pembelajaran langsung akan memperkuat daya

    ingat siswa dan biayanya sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media

    belajar yang ada di lingkungan sekitar mereka. Sains atau IPA adalah usaha manusia

    memahami alam semesta melalui pengamatan serta menggunakan prosedur dan

    dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Pembelajaran

    IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan disekitarnya. Hal ini

    akan mengakibatkan pembelajaran IPA mengutamakan peran siswa dalam kegiatan

    belajar mengajar sehingga pembelajaran berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai

    fasilitator dalam pembelajaran tersebut.

    2.1.3 Pentingnya IPA di SD

    Berdasarkan kurikulum 2004, adapun tujuan pembelajaran IPA di Sekolah

    Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yang memiliki tujuan agar siswa mempunyai

    kemampuan antara lain:

    1. Diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep IPA

    yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kelak;

    2. Mengembangkan sikap positif, meningkatkan rasa ingin tahu dan kesadaran

    adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

    masyarakat;

  • 8

    3. Mengembangkan keterampilan proses dalam belajar untuk menyelidiki alam

    di sekitar guna memecahkan masalah dan membuat keputusan;

    4. Ikut berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan

    alam yang ada disekitar;

    5. Menghargai alam dan segala isinya sebagai salah satu ciptaan Tuhan yang

    wajib kita jaga;

    6. Memiliki pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk

    melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya.

    Pendidikan IPA di SD sangat penting, hal ini berkaitan dengan struktur

    kognitif anak yang perlu diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan-

    keterampilan dalam proses belajar IPA dan dimodifikasikan sesuai dengan tahap

    perkembangan kognitifnya. Adapun keterampilan proses dalam belajar IPA yang

    didefinisikan oleh Paolo dan Marten dalam Samatowa (2010:5) sebagai berikut:

    1. Melakukan pengamatan;

    2. Mencoba memahami apa yang telah diamati;

    3. Menggunakan pengetahuan baru untuk dikaitkan dengan apa yang terjadi;

    4. Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat kebenaran

    ramalan tersebut.

    Selanjutnya Paolo dan Marten dalam Samatowa (2010:5) juga menegaskan

    bahwa dalam pembelajaran IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan,

    gagal dan mencoba lagi. Ilmu pengetahuan alam tidak menyediakan semua jawaban

    untuk semua masalah yang kita ajukan. Samatowa (2010:6) menyebutkan alasan yang

    menyebabkan mata pelajaran IPA dimasukkan dalam suatu kurikulum sekolah dasar

    sebagai berikut:

    1. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kesejahteraan bangsa tergantung

    kemampuan dalam bidang IPA karena IPA sebagi tulang punggung

    pembangunan dan dasar teknologi;

  • 9

    2. IPA merupakan suatu mata pelajaran yang melatih atau mengembangkan

    kemampuan dalam berpikir kritis dari penemuan sampai mencari dan

    menyelidiki;

    3. IPA bukan merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka jika dalam

    prosesnya melalui percobaan-percobaan yang dilakukan oleh siswa sendiri;

    4. IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yang dapat membentuk kepribadian

    anak secara keseluruhan.

    IPA mengajarkan untuk melakukan berbagai percobaan untuk memahami

    konsep baru atau menguji berbagai ide. Hal ini akan membantu mengembangkan

    kemampuan menemukan jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara

    berpikir ilmiah.

    Berdasarkan kurikulum 2004, Paolo dan Marten, dan Samatowa maka dapat

    disimpulkan pentingnya IPA di Sekolah Dasar merupakan pembelajaran yang

    memuat berbagai tujuan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam kehidupan sehari-

    harinya kelak dan memberikan pengetahuan akan pentingnya menjaga keseimbangan

    alam semesta beserta isinya. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sangat penting

    sebagai dasar membentuk pemikiran siswa yang kritis dari penemuan sampai mencari

    tahu dan menyelidiki sehingga akan membiasakan siswa menjadi pribadi yang

    memiliki rasa keingintahuan tinggi. Penanaman konsep IPA akan membantu

    memahami semua hal yang berkaitan dengan fenomena alam di sekitar, apabila perlu

    dengan melakukan praktikum sederhana yang mencakup semua siswa ikut terlibat.

    2.1.4 Pelaksanaan IPA di SD

    IPA merupakan pembelajaran yang tidak hanya disampaikan melalui ceramah

    saja akan tetapi lebih kepada pemberian pengalaman langsung siswa untuk

    menemukan sendiri konsep atau pengetahuan melalui prosedur yang benar. Adapun

    proses pembelajaran IPA terdiri dari tiga tahap yaitu perencanaan proses

  • 10

    pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran,

    Wisudawati dan Sulistyowati (2014:26).

    Pelaksanaan pembelajaran IPA dalam kegiatan penelitian tindakan kelas

    dilakukan pada kelas 5 SD Negeri 2 Pucungkerep Wonosobo semester II Tahun

    pelajaran 2015/2016 berdasarkan dua kompetensi dasar yang termuat dalam silabus

    IPA kelas 5 SD Negeri 2 Pucungkerep Wonosobo semester II tahun pelajaran

    2015/2016 yaitu:

    Tabel 2.1

    Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 5 Semester II

    Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

    7. Memahami perubahan yang terjadi di alam

    dan hubungannya dengan penggunaan sumber

    daya alam.

    7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan.

    7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah

    Pada kompetensi dasar 7.1 mendeskripsikan proses pembentukan tanah

    karena pelapukan akan dilaksanakan dalam siklus I dan setiap siklus terdiri dari 2 kali

    pertemuan, kemudian kompetensi dasar 7.2 mengidentifikasi jenis-jenis tanah akan

    dilaksanakan pada siklus II dengan pelaksanaan 2 kali pertemuan. Sebelum

    pelaksanaan siklus akan disiapkan soal dalam bentuk soal pilihan ganda sesuai

    dengan indikator-indikator yang ada pada KD 7.1 dan 7.2 dalam silabus IPA kelas 5

    semester II yang nantinya pengujian soal terlebih dahulu diberikan di SD yang sama

    dalam satu pertemuan dengan tingkat kelas yang berbeda yakni kelas 6 SD Negeri 2

    Pucungkerep Wonosobo dan hasil dari tes tersebut akan diolah untuk mengetahui uji

    validitas dan reabilitas soal yang telah dibuat, baru kemudian diujikan di kelas 5 SD

    Negeri 2 Pucungkerep Wonosobo sebagai tes hasil belajar dalam kegiatan evalusi

    diakhir tatap muka siklus I dan siklus II.

  • 11

    Pembelajaran IPA dapat diperoleh dengan cara percobaan (induktif) namun

    pada perkembangan selanjutnya IPA dikembangkan berdasarkan teori (deduktif), IPA

    sebagai produk dan IPA sebagai proses yaitu kerja ilmiah, Wisudawati dan

    Sulistyowati (2014:22). Pembelajaran IPA untuk anak SD harus disesuaikan dengan

    perkembangan kognitif dan karakteristiknya sehingga kompetensi yang diharapkan

    dapat tercapai.

    2.1.5 Penilaian IPA SD

    Menurut Sapriati (2009:7.12) penilaian merupakan pengukuran keberhasilan

    seseorang baik dalam proses pembelajaran maupun keberhasilan pembelajaran,

    dimana tidak hanya mengukur materi yang dikuasai tetapi juga dampak materi

    terhadap jenjang proses berpikir, jenjang pengembangan kepribadian, dan jenjang

    kemampuan keterampilan. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam

    Sapriati (2009:7.3) penilaian (evaluasi) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

    kemajuan belajar siswa, guna keperluan perbaikan dan peningkatan kegiatan belajar

    siswa untuk memperoleh perbaikan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.

    Penilaian berfungsi untuk memberikan informasi kepada guru mengenai hasil

    belajar siswa yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam

    suatu pembelajaran. Adanya penilaian, guru dapat membuat keputusan berdasar hasil

    penelitian mengenai apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil

    pembelajaran dan memperkuat proses belajar siswa. Penilaian juga mengukur

    seberapa jauh pemahaman pengetahuan siswa mengenai pembelajaran yang telah

    disampaikan oleh guru. Penilaian dibagi menjadi tiga ranah yaitu kognitif

    dilaksanakan dengan lisan atau tertulis dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang

    sesuai dengan materi yang disampaikan, biasanya dilakukan dengan cara pemberian

    soal objektif baik itu pilihan ganda, uraian singkat ataupun essay sedangkan untuk

    penilaian pembelajaran yang menyangkut pengembangan psikomotorik dan afektif

    biasanya dilakukan melalui observasi di kelas saat pembelajaran berlangsung.

  • 12

    2.2 Hasil Belajar

    2.2.1 Pengertian Belajar

    Menurut Hamalik (2004:27) “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh

    kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or

    strengthening of behavior through experiencing)”, dalam hal ini belajar merupakan

    suatu serangkaian proses yang dialami siswa yang menghasilkan suatu pengalaman,

    belajar juga tidak hanya mengingat melainkan lebih menekankan pengalaman apa

    yang didapat siswa sehingga apa yang telah dipelajari akan selalu diingatnya.

    Menurut Gagne dalam Susanto (2013:1) “belajar adalah suatu proses di mana suatu

    organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman” sedangkan pengertian

    belajar menurut Hilgard dalam Sanjaya (2008:229), “belajar adalah proses perubahan

    melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratoium maupun

    dalam lingkungan alamiah”. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan

    bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku melalui pengalaman yang

    didapatkan.

    Menurut Hamalik, Gagne dan Hilgard dapat disimpulkan bahwa belajar

    merupakan perubahan perilaku yang dialami seseorang dalam serangkaian proses

    yang menghasilkan pengalaman dan bersifat permanen.

    2.2.2 Pengertian Hasil Belajar

    Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi, adapun sisi

    tersebut yaitu sisi siswa dan sisi guru. Hasil belajar dari sisi siswa merupakan tingkat

    perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan saat sebelum belajar. tingkat

    perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis ranah kognitif, afektif, dan

    psikomotor Slameto (2003:6).

    Menurut Sudjana (2012:22) hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan

    yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman

    belajar siswa diperoleh saat proses pembelajaran berlangsung maupun diluar kelas

    terkait dengan apa yang telah dialami dan dipelajari siswa. Adapun klasifikasi hasil

  • 13

    belajar dari Benyamin Bloom yang sering digunakan dalam sistem pendidikan

    nasional rumusan tujuan pendidikan, baik dalam tujuan kurikuler maupun dalam

    tujuan instruksional secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah

    kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Menurut Rusman (2012: 123) hasil

    belajar merupakan sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah

    kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata

    pelajaran saja tetapi juga penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat,

    penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan dan harapan.

    Berdasarkan pendapat Slameto, Sudjana, dan Rusman hasil belajar adalah

    sejumlah pengalaman yang didapatkan seseorang yang mencakup tiga ranah yaitu

    kognitif, afektif, psikomotorik dan menjadi tolak ukur dari keberhasilan pembelajaran

    yang telah dilakukan. Hasil belajar dapat diukur keberhasilanya dengan memberikan

    soal evaluasi yang dikerjakan secara individu. Pemberian soal evaluasi bertujuan

    untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan suatu proses pembelajaran yang

    dilakukan dengan menggunakan teknik tes maupun nontes yang diberikan setelah

    pembelajaran selesai sehingga dari hasil soal evaluasi yang telah dikerjakan akan

    diketahui apakah tujuan dari proses pembelajaran itu sudah tercapai sesuai KKM atau

    belum dengan melihat hasil tes dan untuk merencanakan kegiatan pembelajaran pada

    pertemuan selanjutnya.

    2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam setiap proses pembelajaran,

    proses penilaian dapat memberikan informasi kepada guru terhadap hasil belajar

    dalam mencapai tujuan belajar dan kemajuan siswa. Adapun faktor-faktor yang saling

    mempengaruhi hasil belajar yang dapat berasal dari dalam diri sendiri (internal) dan

    dari luar diri seseorang (eksternal).

  • 14

    Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi dalam

    Rusman (2012:124) yaitu:

    a. Faktor Internal 1) Faktor Fisiologis

    Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak

    dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan

    sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima

    materi pembelajaran.

    2) Faktor Psikologis Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi

    psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil

    belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian,

    minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.

    b. Faktor Eksternal 1) Faktor Lingkungan

    Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini

    meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya

    suhu, kelembaban, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruang yang

    memiliki ventilasi udara yang kurang tentunya akan berbeda suasana

    belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan

    di ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega.

    2) Faktor Instrumental Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan

    penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.

    Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk

    tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor

    instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru.

    2.2.4 Pengukuran Hasil Belajar

    Prinsip yang mendasari penilaian hasil belajar yaitu untuk memberi harapan

    bagi siswa dan guru untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Kualitas dalam

    arti siswa menjadi pembelajar yang efektif dan guru menjadi motivator yang baik.

    Guru dan pembelajar dapat menjadikan informasi hasil penilaian sebagai dasar dalam

    menentukan langkah-langkah pemecahan masalah, sehingga mereka dapat

    memperbaiki dan meningkatkan belajarnya (Rasyid, 2008: 67).

  • 15

    Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes hasil belajar dapat digolongkan

    ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut:

    1. Tes sebagai penilaian adalah pertanyaan pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam

    bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Jenis

    tes yakni tes uraian atau tes esai dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian

    bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari

    benar salah, pilihan ganda, menjodohkan, isian pendek (Sudjana, 2005:44).

    2. Nontes sebagai alat penilaian hasil dan proses belajar mengajar masih sangat terbatas penggunaannya dibanding dengan penggunaan tes dalam menilai hasil

    dan proses belajar. Para guru di sekolah pada umumnya lebih banyak

    menggunakan tes daripada bukan tes mengingat alatnya mudah dibuat,

    penggunaannya lebih praktis, dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif

    berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan

    pengalaman belajarnya. Bentuk-bentuk teknik nontes berupa kuesioner atau

    wawancara, skala (skala penilaian, skala sikap, skala minat), observasi atau

    pengamatan, studi kasus dan sosiometri (Sudjana, 2005:68).

    2.3 Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

    2.3.1 Model Kooperatif

    Menurut Roger dalam Huda (2011:29) “Pembelajaran kooperatif merupakan

    aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa

    pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara

    kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajaran bertanggung

    jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran

    anggota-anggota lain”. Johnson dalam Huda (2011: 31) “menyajikan devinisi ringkas

    tentang kooperatif serta membedakannya dengan pembelajaran kompetitif dan

    individual”. Menurut Johnson, pembelajaran kooperatif berarti working together to

    accomplish shared goals (bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama). Setiap

    anggota sama-sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa dirasakan oleh

    semua anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif dalam konteks pengajaran

    seringkali didefinisikan sebagai pembentukan kelompok-kelompok kecil yang terdiri

    dari siswa-siswa yang dituntut untuk bekerja sama dan saling meningkatkan

    pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain. Hal ini tentu saja berbeda

  • 16

    dengan pembelajaran kompetitif (siswa bekerja saling mengalahkan satu sama lain

    untuk mencapai tujuan akademik tertentu, seperti nilai “A”, yang hanya bisa

    diperoleh oleh satu atau dua siswa saja) dan individualistik (siswa bekerja sendiri-

    sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tidak berhubungan dengan atau

    tidak berpengaruh terhadap siswa-siswa lainnya). Pembelajaran kooperatif dan

    individualistik kita mengevaluasi pekerjaan siswa berdasarkan kriteria tertentu,

    sedangkan dalam pembelajaran kompetitif kita meng-grad-ing (menilai berdasarkan

    peringkat-peringkat tertentu) siswa berdasarkan standar yang sudah jelas dan baku

    meskipun ada batasan-batasan yang jelas kapan dan dimana kita seharusnya

    menggunakan pembelajaran kompetitif dan individualistik, kita sebenarnya bisa

    merancang tugas pembelajaran apapun dengan menggunakan struktur-struktur

    kooperatif.

    Trianto (2007: 41) menuliskan bahwa “Pembelajaran Kooperatif muncul dari

    konsep bahwa siswa aktif jika mereka saling berdiskusi dengan kelompok sejawat”.

    Didalam kelas kooperatif siswa dapat belajar bersama kelompok-kelompok kecil

    yang terdiri dari 4-6 orang siswa sedrajat tetapi heterogen. Tujuannya dalam proses

    berfikir siswa dapat terlibat secara keseluruhan aktif dalam kegiatan belajar. Selama

    belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa

    kali pertemuan. Mereka seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan

    kepada teman sekelompok dengan baik, dan berdiskusi agar terlaksana dengan baik

    siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan

    untuk diajarkan.

    Pembelajaran kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok

    siswa tersebut. Guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif

    dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk

    memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu

    kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari

    apa yang disajikan dan membantu teman-teman satu anggota untuk mempelajarinya

    juga. Singkatnya pembelajaran kooperatif itu saling berdiskusi aktif dengan

  • 17

    kelompok sejawatnya. Adapula lembar kegiatan untuk mempermudah pembelajaran

    yang direncanakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan.

    Pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan untuk mempermudah siswa

    dalam pembelajaran dengan memperoleh hasil belajar akademik, penerimaan

    terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial. Secara jelas hasil belajar

    akademik akan meningkat sebab sebelumnya menggunakan pembelajaran kooperatif

    konvensional menjadi hasil belajar akademik kurang memuaskan bagi siswa dan

    guru. Efek pada penerimaan terhadap keragaman seperti agama, ras, budaya, strata

    (tingkatan). Ketrampilan sosial seperti terampil dalam tanya jawab dalam kelompok.

    Semakin bagus dalam tanya jawab pada diskusi berarti ketrampilan sosialnya baik.

    2.3.2 Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

    Menurut Trianto (2007:62) Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu

    model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi nomor kemudian dibuat ke dalam

    kelompok, lalu guru memanggil nomor secara acak dari siswa. Menurut Kurniasih

    dan Sani (2015:29) pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

    atau Kepala Bernomor Struktur merupakan model yang dapat dijadikan salah satu

    alternatif variasi model pembelajaran dengan membentuk kelompok secara heterogen,

    dimana setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota memiliki satu

    nomor kemudian, setelah itu guru akan mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan

    bersama dalam kelompok dengan menunjuk salah satu nomor untuk mewakili

    kelompoknya.

    Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

    memiliki ciri khas dimana guru akan menunjuk seorang siswa dalam kelompok tanpa

    memberitahu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut sehingga dengan cara

    begitu akan menjamin semua siswa terlibat dan merupakan salah satu upaya yang

    sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individu dalam diskusi

    kelompoknya. Selain itu, manfaat dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

  • 18

    Heads Together (NHT) akan sangat membantu siswa dalam menumbuhkan rasa

    percaya diri yang baik, meningkatkan kebaikan budi, meminimalisir perilaku

    mengganggu sehingga konflik antara pribadi berkurang sehingga akan muncul

    pemahaman yang lebih mendalam, kepekaan dan toleransi yang hasil akhirnya

    mendapat hasil belajar yang lebih baik.

    Adapun kelebihan Numbered Heads Together (NHT) menurut Kurniasih

    dan Sani (2015:30) antara lain: 1. Menuntut siswa harus aktif semua, 2. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, 3. Mampu memperdalam pemahaman siswa, 4. Melatih tanggung jawab siswa, 5. Menyenangkan siswa dalam belajar, 6. Mengembangkan rasa ingin tahu siswa, 7. Meningkatkan rasa percaya diri siswa, 8. Mengembangkan rasa saling memiliki dan kerjasama, 9. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi, 10. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar, 11. Tercipta suasana gembira dalam belajar dengan demikian meskipun saat pelajaran

    menempati jam terakhirpun siswa tetap antusias belajar.

    ` Adapun kekurangan dari Numbered Heads Together (NHT) menurut

    Kurniasih dan Sani (2015:118) antara lain:

    1. Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama,

    2. Karena keterbatasan waktu, mengakibatkan semua anggota kelompok tidak bisa mengutarakan pendapatnya.

    Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe

    Numbered Heads Together (NHT) menurut Kurniasih dan Sani (2015:119) adalah:

    1. Persiapan Guru harus mempersiapkan rancangan pelajaran yang sesuai dengan model

    pembelajaran kooperatif tipe NHT

    2. Membagi kelompok Kelompok yang dibentuk, harus sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe

    NHT yakni dengan beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa.

    Kemudian memberi nomor serta member nama setiap kelompok. Usahakan masing-

    masing kelompok terdiri dari beragam karakter anak yang heterogen.

    3. Lengkapi setiap anak dengan buku panduan agar memudahkan mereka dalam mengerjakan perintah yang diberikan oleh guru.

    4. Memulai diskusi

  • 19

    Mulailah memberikan tugas kepada siswa. Dalam kerja kelompok tersebut, pastikan

    semua siswa mengerti dengan pertanyaan serta jawaban yang hendak diberikan.

    5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok

    dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk dibaca

    di kelas.

    6. Mengakhiri dengan kesimpulan Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang telah

    didiskusikan tadi.

  • 20

    Tabel 2.2

    Prosedur Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)

    Kegiatan Guru Langkah-langkah Kegiatan Siswa

    1. Mengucapkan salam 2. Mengajak siswa berdoa sesuai

    keyakinan dan kepercayaan masing-

    masing.

    3. Mengecek absensi siswa. 4. Memberikan motivasi kepada siswa. 5. Melakukan apersepsi 6. Menuliskan judul pembelajaran. 7. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

    1. Kegiatan Awal

    1. Menjawab salam dan berdoa.

    8. Menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan selama proses

    pembelajaran.

    9. Menyampaikan materi kepada siswa.

    2. Persiapan

    2. Mengikuti pembelajaran sesuai dengan kegiatan yang

    akan dilakukan.

    3. Menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

    10. Membagi siswa dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3-5 siswa

    yang heterogen.

    11. Membagikan nomor pada setiap kelompok untuk dipasang di kepala

    setiap siswa dan memberi nama setiap

    kelompok.

    3. Membagi kelompok

    4. Bergabung dengan kelompoknya.

    5. Memasang nomor di kepalanya.

    12. Membagi buku panduan 4. Memberi buku

    panduan

    6. Mengerjakan lembar kerja kelompok.

    13. Membagikan lembar kerja kelompok untuk didiskusikan bersama

    kelompoknya.

    14. Meminta siswa untuk saling menjelaskan jawaban kepada sesama

    anggotanya.

    5. Memulai diskusi

    7. Aktif dan mampu bersosialisasi dengan

    kelompok.

    8. Bersama kelompoknya melakukan diskusi.

    9. Saling menjelaskan jawaban kepada sesama anggotanya.

    15. Memanggil salah satu nomor dan bagi nomor yang dipanggil dari tiap

    kelompok harus mengangkat tangan.

    16. Meminta siswa maju ke depan kelas untuk menjawab pertanyaan.

    6. Memanggil nomor

    anggota

    atau

    pemberian

    jawaban

    10. Siswa yang dipanggil harus mengangkat tangan dan

    maju ke depan untuk

    menjawab pertanyaan.

    17. Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan.

    7. Mengakhiri dengan

    kesimpulan

    11. Siswa bersama-sama menyimpulkan jawaban

    akhir dari semua

    pertanyaan.

    18. Melakukan refleksi dan memberikan penguatan kepada siswa.

    19. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

    8. Kegiatan Akhir

    12. Mendengarkan refleksi dan penguatan dari guru.

    13. Mendengarkan rencana pembelajaran selanjutnya.

  • 21

    2.4 Penelitian yang Relevan

    Penelitian yang dilakukan oleh Anggita Rizki Amalia tahun 2015 dengan

    judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head

    Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang

    Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015” diperoleh hasil

    penelitian ketuntasan pada kondisi awal menunjukan dari 15 siswa ada 8 siswa yang

    tuntas (53,33%) dan 7 siswa belum tuntas (46,67%), setelah tindakan yang dilakukan

    dapat dilihat hasil belajar pada siklus I meningkat dari 15 siswa ada 10 siswa yang

    tuntas (66,67%) dan 5 siswa yang belum tuntas (33,33%). Hasil belajar pada siklus II

    pun meningkat dari 15 siswa tuntas semua (100%).

    Selain itu, Winarti Yuni melakukan penelitian pada tahun 2012 dengan judul

    “Penggunaan Metode NHT (Numbered Heads Together) Untuk Meningkatkan

    Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Banyumudal 2 Kabupaten

    Wonosobo Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012” diperoleh hasil penelitian

    ketuntasan pada kondisi awal menunjukan dari 30 siswa ada 13 siswa yang tuntas

    (43,3%) dan 17 siswa belum tuntas (56,7%), setelah dilakukan tindakan dapat dilihat

    hasil belajar pada siklus I meningkat menjadi 22 siswa yang tuntas (73,3%) dan 8

    siswa yang belum tuntas (26,7%). Hasil belajar pada siklus II pun meningkat lagi

    menjadi 27 siswa yang tuntas (90%) dan 3 siswa yang belum tuntas (10%).

    Devi Dwi Wijayanti dan Julianto dalam penelitiannya berjudul “Penerapan

    Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Untuk Meningkatkan Hasil Belajar di

    Sekolah Dasar” tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah meningkatkan

    aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran serta meningktakan hasil belajar

    siswa dengan menerapkan model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together).

    Diperoleh hasil aktivitas guru mengalami peningkatan sebesar 7,82% dari rata-rata

    skor ketercapaian sebesar 77,34% pada siklus I menjadi 85,16% pada siklus II,

    sedangkan aktivitas siswa mengalami peningkatan sebesar 8,6% dari rata-rata skor

  • 22

    Melatih tanggung

    jawab siswa dalam

    kelompok, berani

    mengungkapkan

    pendapat, melatih

    kerjasama antar siswa,

    termotivasi untuk

    menguasai materi.

    ketercapaian 77,34% pada siklus I menjadi 85,94% pada siklus II. Ketuntasan

    klasikal hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan sebesar 35% dari 55% pada

    siklus I menjadi 90% pada siklus II.

    Berdasarkan analisis dari penelitian yang dilakukan oleh Anggita Rizki

    Amalia, Winarti Yuni serta Devi Dwi Wijayanti dan Julianto telah menunjukkan

    keberhasilan dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Pada penelitian ini

    diharapkan akan berhasil meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 2

    Pucungkerep Wonosobo melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

    Heads Together (NHT) pada semester II tahun ajaran 2015/2016.

    2.5 Kerangka Pikir

    Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

    Rendahnya hasil belajar IPA siswa

    kelas 5 SD Negeri 2 Pucungkerep

    Pembelajaran IPA yang dilaksanakan guru kelas

    masih menggunakan metode konvensional dan

    siswa kurang terlibat dalam pembelajaran

    Penggunaan model pembelajaran kooperatif

    tipe Numbered Heads Together (NHT)

    Meningkatnya hasil belajar IPA

  • 23

    Kerangka berpikir ini menjelaskan mengenai kondisi hasil belajar pada siswa

    kelas 5 SD Negeri 2 Pucungkerep Wonosobo tahun ajaran 2015/2016. Siswa

    mengalami permasalahan hasil belajar IPA yang rendah karena guru masih

    menggunakan metode konvensional dalam kegiatan mengajar dan siswa kurang

    terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga siswa kurang memahami materi yang

    disampaikan. Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi berakibat pada hasil

    belajar IPA siswa menjadi rendah. Berdasarkan hasil observasi nilai IPA terdapat 10

    siswa yang mendapat nilai diatas KKM sebesar 70 kemudian 12 siswa lain masih di

    bawah KKM sehingga peneliti memberikan solusi sebagai pemecahan masalah untuk

    meningkatkan hasil pembelajaran IPA dengan memilih model pembelajaran

    kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

    Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

    (NHT) dengan membagi siswa kedalam kelompok dengan memberikan kepala

    bernomor sebagai identitas diri siswa, setiap siswa berdiskusi bersama kelompoknya.

    Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) ini

    dapat melatih tanggung jawab siswa dalam penugasan kelompok, menjadi berani

    mengungkapkan pendapat, melatih kerjasama antar siswa dalam kelompok,

    termotivasi untuk menguasai materi. Berdasarkan kelebihan dari model pembelajaran

    kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang sesuai dengan pokok

    permasalahan hasil belajar IPA pada kelas 5 SD Negeri 2 Pucungkerep Wonosobo

    diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri 2

    Pucungkerep Wonosobo semester II tahun ajaran 2015/2016.

  • 24

    2.6 Hipotesis

    Dari beberapa teori–teori yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan

    hipotesis tindakan yaitu:

    1) Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat

    meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri 2 Pucungkerep

    Wonosobo semester II tahun ajaran 2015/2016 secara signifikan dengan KKM ≥

    70.