bab ii kajian pustaka 2.1 ilmu pengetahuan alam 2.1.1 … · 2016. 9. 15. · 2.1 ilmu pengetahuan...

16
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.1 Hakikat IPA Hendro Darmojo (Samatowa, 2011:2) secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Balitbang Depdiknas (2009 : 4) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip- prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sehingga pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat pembelajaran sains Susanto (2013) yang didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu : ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap. Dari ketiga komponen ini, Sutrisno (Susanto, 2013:167) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai teknologi. Akan tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan dari ketiga komponen diatas, yaitu pengembangan prosedur dari proses, sedangkan teknologi dari aplikasi komponen dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk. Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan analitis. Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam, karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasikan oleh ilmuwan. Adapun proses dalam memahami IPA

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Ilmu Pengetahuan Alam

    2.1.1 Hakikat IPA

    Hendro Darmojo (Samatowa, 2011:2) secara singkat IPA adalah

    pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan

    segala isinya. Balitbang Depdiknas (2009 : 4) menyatakan bahwa Ilmu

    Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

    alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

    pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-

    prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sehingga

    pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

    untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek

    pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan

    sehari-hari.

    Hakikat pembelajaran sains Susanto (2013) yang didefinisikan

    sebagai ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga

    bagian, yaitu : ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap.

    Dari ketiga komponen ini, Sutrisno (Susanto, 2013:167) menambahkan

    bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai teknologi. Akan

    tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan dari ketiga komponen

    diatas, yaitu pengembangan prosedur dari proses, sedangkan teknologi

    dari aplikasi komponen dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk. Pertama,

    ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian

    yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah

    dikaji sebagai kegiatan empiris dan analitis. Kedua, ilmu pengetahuan

    alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan

    tentang alam, karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka

    IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan

    digeneralisasikan oleh ilmuwan. Adapun proses dalam memahami IPA

  • 7

    disebut dengan ketrampilan proses sains (science process skills) adalah

    ketrampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti mengamati,

    mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan. Mengamati

    (observasi) adalah mengumpulkan semua informasi dengan pancaindra.

    Adapun penarikan kesimpulan (inferensi) setelah melakukan observasi

    dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Disamping

    kedua komponen ini sebagai ketrampilan proses sains masih ada

    komponen lainnya seperti investigasi dan eksperimen. Akan tetapi, yang

    menjadi dasar ketrampilan proses ialah merumuskan hipotesis dan

    menginterpretasikan data melalui prosedur-prosedur tertentu seperti

    melakukan pengukuran atau percobaan. Ketiga, ilmu pengetahuan alam

    sebagai sikap. Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran

    sains. Sulistyorini (Susanto, 2013:169), ada Sembilan aspek yang

    dikembangkan dari sikap ilmiah dari pembelajaran sains, yaitu : sikap

    ingin tahu, ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerja keras, tidak

    putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir

    bebas, dan kedisiplinan diri.

    Ketiga unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang

    sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses

    pembelajaran IPA ketiga unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga

    peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh,

    memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah,

    dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.

    Dari beberapa uraian diatas disimpulkan bahwa hakikat IPA

    adalah ilmu pengetahuan tentang alam semesta, yang tidak hanya terdiri

    dari pengetahuan dan konsep-konsep semata, tetapi juga proses

    penemuan baru, serta kumpulan dari apa yang telah ditemukan,

    sistematika penemuan yang rasional dan objektif, dan sikap-sikap yang

    dikembangkan dalam IPA.

  • 8

    2.1.2 Tujuan Pengajaran IPA

    IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara

    sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang

    dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh

    Susanto (2013: 167) bahwa IPA adalah usaha manusia dalam memahami

    alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta menggunakan

    prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu

    kesimpulan.

    Uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai

    obyek, menggunakan metode ilmiah sehingga perlu diajarkan di sekolah

    dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains perlu diajarkan

    di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata

    pelajaran itu dimasukan kedalam kurikulum suatu sekolah. Usman

    Samatowa (2011) mengemukakan empat alasan sains dimasukan di

    kurikulum Sekolah Dasar yaitu: Bahwa IPA berfaedah Bagi suatu bangsa,

    kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil

    suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam

    bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut

    sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk

    teknologi ialah IPA. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang baik,

    atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai

    gejala alam.

    Bila IPA diajarkan menurut cara yang tepat, maka IPA

    merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir

    kritis, misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan

    sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah.

    Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan

    sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang

    bersifat hafalan belaka.

  • 9

    Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu

    mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara

    keseluruhan.

    Dari keempat alasan yang disampaikan, maka sangatlah

    bermanfaat dan sangat berguna sekali implikasi mata pelajaran IPA

    terhadap kehidupan siswa kelak nantinya.

    BSNP (Susanto, 2013:171) tujuan pembelajaran sains di sekolah

    dasar, dimaksudkan untuk :

    1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

    berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-

    Nya.

    2. Mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang

    bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

    3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran

    tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,

    lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

    4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam

    sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

    5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

    menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

    6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

    keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

    7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA

    sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran

    IPA adalah mengeluarkan potensi yang dimiliki oleh siswa melalui

    keterlibatan secara langsung dalam proses berpikir ilmiah, rasioal serta

    sistematis, guna bekal kehidupan baik jangka waktu pendek maupun

    panjang, serta kesadaran untuk terus melestarikan alam.

  • 10

    2.2 Hakikat Belajar

    2.2.1 Pengertian Belajar

    Majid (2013 : 33) belajar adalah perilaku mengembangkan diri

    melalui proses penyesuaian tingkah laku. Sudjana (Majid: 2013)

    penyesuaian tingkah laku dapat terwujud melalui kegiatan belajar, bukan

    karena akibat langsung dari pertumbuhan seseorang yang melakukan

    kegiatan belajar. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat

    menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang

    penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.

    Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan

    respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang

    diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan

    respon hendaknya dibarengi dengan pengembangan diri dari pelajar dalam

    hal penyesuaian tingkah lakunya disaat pra, proses, maupun pasca

    pembelajaran.

    Menurut Slameto (2010) belajar ialah suatu proses usaha yang

    dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

    baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

    interaksi dengan lingkungannya. Winkel (Susanto, 2013:4) belajar adalah

    suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara

    seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan

    dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat

    konstan dan berbekas.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan belajar adalah

    proses penyesuaian yang mengekibatkan perubahan tingkah laku, melalui

    pengaruh interaksi dengan lingkungannya, yang mengakibatkan

    perubahan-perubahan secara fisik dan mental. Agar terjadi proses belajar

    atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar

    di kelas, seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai

    pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman

    belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

  • 11

    2.3 Model pembelajaran

    Menurut Mills dalam Suprijono (2010), model adalah representasi

    akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau

    sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Sedangkan

    menurut Suprijono (2010), model pembelajaran merupakan landasan

    praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori

    belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi

    kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model

    pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk

    penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada

    guru di kelas (Suprijono: 2010). Lebih singkatnya, model pembelajaran

    ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

    pembelajaran di kelas.

    2.4 Model pembelajaran inkuiri

    2.4.1 Pengertian model pembelajaran inkuiri

    Hartono (2013) mengutarakan bahwa inkuiri adalah strategi

    pembelajaran yang merangsang, mengajarkan, dan mengajak siswa untuk

    berpikir kritis, analitis, dan sistematis dalam rangka menemukan jawaban

    secara mandiri dari berbagai permasalahan yang diutarakan. Sedangkan,

    Rizema Putra (2013) menyimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu

    proses untuk memperoleh informasi melalui observasi atau eksperimen

    untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan kemampuan

    berpikir kritis dan logis. Di sinilah peran penting sains (murni) sebagai

    dasar pembelajaran.

    Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut National

    Research Council (Susanto, 2013:173) sebagai berikut :

    1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari

    prinsip dan konsep sains.

    2) mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja

    seperti layaknya seorang ilmuan.

  • 12

    3) membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.

    Adapun alasan penggunaan pendekatan inkuiri menurut Edi

    Hendri Mulyana (Rizema Putra: 2013) mengemukakan bahwa model

    pembelajaran inkuiri dipandang sebagai model yang diasumsikan cukup

    akomodatif bagi penyelenggaraan pembelajaran sains di sekolah dasar saat

    ini. Alasannya, model ini menjembatani keadaan transisi dari gaya

    pengajaran sains konvensional yang masih verbalistis serta minim alat

    bantu menuju gaya pengajaran sains alternatif yang lebih proporsional bagi

    hakikat sains dan karakteristik siswa sekolah dasar. Selain itu, model

    pembelajaran tersebut juga mendukung karakteristik siswa, yakni :

    1) Secara instinktif, siswa selalu ingin tahu;

    2) Dalam percakapan, siswa selalu ingin berbicara dan

    mengkomunikasikan idenya;

    3) Dalam membangun (konstruksi) pengetahuan, siswa selalu ingin

    membuat sesuatu;

    4) Siswa selalu mengekspresikan diri;

    5) Perkembangan intelektual siswa SD berada pada jenjang

    operasional konkret; serta

    6) Perkembangan sosial siswa SD berada pada fase bermain.

    2.4.2 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri

    Model pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan dan kekurangan.

    Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri menurut Rizema

    Putra (2013) adalah sebagai berikut:

    a. Kelebihan model pembelajaran inkuiri :

    1) Model pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi intelektual

    siswa.

    2) Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser

    kearah kepuasan intrinsik.

    3) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan

    karena terlibat langsung dalam proses penemuan.

    4) Belajar melalui inkuiri bisa memperpanjang proses ingatan.

  • 13

    5) Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami konsep-konsep

    sains dan ide-ide dengan baik.

    6) Pengajaran menjadi terpusat pada siswa.

    7) Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan

    mengembangkan konsep diri siswa.

    8) Tingkat harapan meningkat; tingkat harapan merupakan bagian

    dari konsep diri.

    9) Model pembelajaran inkuiri bisa mengembangkan bakat.

    10) Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa dari

    belajar dengan hafalan.

    11) Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada

    siswa untuk mencerna dan mengatur informasi yang didapatkan.

    b. Kekurangan model pembelajaran inkuiri :

    1) Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan

    berpikir bagi siswanya, untuk berpikir secara luas.

    2) Tidak efisien, khususnya untuk siswa yang jumlahnya besar.

    3) Bidang sains membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji ide-

    ide.

    4) Kurang berhasil jika jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak.

    5) Sulit menerapkan metode ini karena guru dan siswa sudah

    terbiasa dengan metode ceramah dan tanya jawab.

    6) Pembelajaran dengan metode inkuiri lebih menekankan pada

    penguasaan kognitif serta mengabaikan aspek ketrampilan, nilai,

    dan sikap.

    7) Kebebasan yang diberikan kepada siswa tidak selamanya bisa

    dimanfaatkan secara optimal dan sering terjadi siswa

    kebingungan.

    8) Memerlukan sarana dan fasilitas.

  • 14

    2.4.3 Langkah model pembelajaran inkuiri yang akan dilaksanakan dalam

    penelitian

    Pembelajaran dengan model inkuiri menurut Majid (2013)

    mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

    a. Orientasi

    Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau

    iklim pembelajaran yang yang responsif. Pada langkah ini, guru

    mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran.

    Guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan

    masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting.

    Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada kemauan siswa untuk

    beraktifitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah.

    Tanpa kemauan dan kemampuan tersebut tak mungkin proses

    pembelajaran akan berjalan lancar.

    b. Merumuskan Masalah

    Merumuskan masalah merupakan langkah melibatkan siswa

    pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang

    disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir

    memecahkan teka-teki tersebut karena masalah tersebut pasti ada

    jawabannya sehingga siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.

    Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi

    inkuiri. Oleh sebab itu, melalui proses tersebut siswa akan memperoleh

    pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan

    mental melalui proses berpikir.

    c. Merumuskan Hipotesis

    Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan

    yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji

    kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan,

    tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh sehingga hipotesis

    yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir

  • 15

    logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang

    dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu

    yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengmbangkan hipotesis

    yang rasional dan logis.

    d. Mengumpulkan Data

    Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang

    dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi

    pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental

    yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses

    mengumpulkan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat

    dalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan

    mengguanakan potensi berpikirnya. Oleh karena itu, tugas dan peran

    dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

    mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

    Sering terjadi kendala dalam proses inkuiri adalah manakala siswa tidak

    apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya

    ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakgairahan dalam belajar. Manakala

    guru menemukan gejala-gejala semacam itu, guru hendaknya secara

    terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar

    melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada

    seluruh siswa sehingga mereka terangsang berpikir.

    e. Menguji Hipotesis

    Menguji hipotesis adalah proses menemukan jawaban yang

    dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh

    berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yang

    terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang

    diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga mengembangkan

    berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan

    hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data

    yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

  • 16

    f. Merumuskan Kesimpulan

    Merumuskan kesimpulan dalah proses mendeskripsikan temuan

    yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan

    kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering

    terjadi, karena banyak data yang diperoleh menyebabkan kesimpulan

    yang dirumuskan tidak fokus pada masalah yang hendak dipecahkan.

    Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru

    mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

    2.5 Hasil belajar

    Purwanto (2013) hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami

    dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil

    (product) menunjukkan suatu perolehan akibat dilakukannya suatu

    aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara

    fungsional. Dalam kegiatan mengajar, setelah mengalami belajar siswa

    berubah perilakunya dibandingkan sebelumnya. Winkel (Purwanto: 2013)

    hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah

    dalam sikap dan tingkah lakunya.

    Dipertegas oleh Susanto (2013) hasil belajar siswa adalah

    kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena

    kegiatan belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang

    berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif

    menetap.

    Nawawi (Susanto: 2013) hasil belajar dapat diartikan sebagai

    tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah

    yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal

    sejumlah materi pelajaran tertentu.

    Jadi, hasil belajar merupakan perwujudan dari proses belajar yang

    dilakukan yang berdampak pada tingkah lakunya untuk jangka pendek

    maupun panjang. Serta dalam pendidikan, hasil belajar diinterpretasikan

    dalam bentuk hasil tes sejumlah materi pelajaran yang telah disampaikan.

  • 17

    2.6 Implementasi Penggunaan Model Inkuiri Dalam Peningkatan Hasil

    Belajar

    Penyesuaian model belajar yang sesuai dengan materi pelajaran

    sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Seperti pada

    pendidikan mata pelajaran IPA yang banyak berorientasi pada penumbuh

    sikap ilmiah dan wawasan serta keterampilan proses sangat besar

    hubungannya dalam pemilihan metode dan hasil. Lingkungan anak

    menyediakan fenomena alam yang menarik dan penuh misteri, maka

    sebagai anak “young scients” (penelitian muda) mempunyai rasa

    keingintahuan (coriosity) yang tinggi. Keharusan bagi guru untuk

    menggunakan model inkuiri dalam pendekatan pembelajaran demi

    membina keingintahuan anak. Memotivasinya sehingga mendorong siswa

    untuk mengajukan keragaman pertanyaan seperti “apa, mengapa dan

    bagaimana” terhadap objek dan peristiwa yang ada di alam.

    Pada perkembangan lebih lanjut pertanyaan itu ditingkatkan

    menjadi pertanyaan yang menanyakan hubungan seperti “bagaimana”,

    sebagai hasil eksplorasi terhadap lingkungan siswa diharapkan membentuk

    dirinya dengan sikap seorang ilmuwan muda. Selama melakukan berbagai

    kegiatan, perlu ditumbuhkembangakan kemampuan untuk menggunakan

    keterampilan proses seperti merumuskan masalah, menduga jawaban,

    mengumpulkan data kemudian mengelola data dan menguji dugaannya,

    serta menyimpulkan hasil penemuannya dan mengkomunikasikan

    temuannya kepada beragam orang dengan berbagai cara yang dapat

    memberi pemahaman dengan baik.

    Hartono (2013) melalui pendekatan dan penggunaan metode

    inkuiri guru tidak hanya mengajarkan siswa untuk memahami dan

    mendalami materi pembelajaran, tetapi juga melatih kemampuan berpikir

    siswa dengan baik. Karena inkuiri ini mempunyai asumsi bahwa manusia

    pada dasarnya mempunyai kodrat ingin tahu tentang alam dan

    lingkungannya. Inilah yang kemudian membuat strategi ini dikembangkan.

    Karena kodrat manusia yang besar akan rasa keingintahuannya, dirasa

  • 18

    dengan inkuiri ini siswa bisa mengeluarkan dan meluapkan rasa

    keingintahuannya, memberikan pengalaman dalam dirinya sehingga

    inkuiri merupakan model mengajar yang dapat meningkatkan pengalaman

    belajar serta meningkatkan hasil belajar siswa.

    2.7 Kajian yang Relevan

    1) Penelitian yang telah dilakukan oleh Pius Tokndekut (2011)

    Universitas Negeri Malang dengan judul “Penggunaan Pendekatan

    Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa

    Kelas V SDN Kauman 2 Kecamatan Klojen Kota Malang”. Penelitian

    ini mengunakan penelitian tindakan kelas, terdiri dari dua siklus dan

    masing-masing siklus dilakukan dengan 4 tahap yaitu : I Siklus

    dilakukan dengan dua kali dan Siklus II dilakukan dengan dua kali

    juga. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Kauman 2 Kota

    Malang dengan jumblah 48 siswa. Hasil belajar yang dicapai oleh

    siswa dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan inkuiri dapat dilihat

    pada tes yang dilakukan pada pre-tes diperoleh ketuntasan 23 siswa

    yang tuntas (47%), setelah dilakukan tindakan melalui pembelajaran

    IPA dengan konsep pembentukan tanah dengan menggunakan

    pendekatan pembelajaran inkuri, maka hasil belajar meningkat pada tes

    siklus I yaitu 28 siswa (58,33%) yang tuntas namun belum memenuhi

    standar ketuntasan yang ditentukan dalam penelitian ini sesuai dengan

    SKBM SDN Kauman 2 yaitu 75 %. Setelah dilakukan perbaikan pada

    siklus II, hasil belajar yang diperoleh sangat meningkat yaitu 42 siswa

    (87, 5%) yang tuntas atau meningakat 26% dari tes siklus I serta

    melebihi ketuntasan klasikal 75%. Namun demikian perlu adanya

    perbaikan pada 7 siswa yang belum mencapai ketuntasan individu.

    2) Penelitian yang dilakukan oleh Nanik Supriati (2011), Universitas

    Kristen Satya Wacana dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa

    Kelas V SD Negeri Pesalakan 02 Kecamatan Bandar Kabupaten

    Batang Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 Mata Pelajaran IPA

  • 19

    Materi Fungsi Organ Pencernaan Manusia Melalui Pembelajaran

    Inkuiri”. Prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Pesalakan 02

    tergolong rendah sehingga perlu dilakukan PTK dengan menggunakan

    pembelajaran inkuiri. Hasil analisis data PTK Siklus I dan Siklus II

    menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa, karena data yang

    diperoleh hasil pre-test materi Fungsi Organ Pencernaan Manusia

    menunjukkan nilai rata-rata 62; setelah dilakukan tindakan Siklus I,

    ada peningkatan hasil belajar, yaitu dengan nilai rata-rata 66. Tindakan

    dilanjutkan sampai dengan Siklus II. Ternyata hasil belajar siswa lebih

    meningkat lagi dengan rata-rata nilai mencapai 80. Berarti dengan

    dilaksanakan PTK ini dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran

    inkuiri hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri Pesalakan 02 meningkat.

    3) Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2012) Universitas Kristen

    Satya Wacana dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan

    Menerapkan Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada Siswa Kelas V

    Sekolah Dasar Negeri 1 Ngembak Kecamatan Purwodadi Kabupaten

    Grobogan Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini

    menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua

    putaran. Dari hasil analis didapatkan bahwa hasil belajar siswa

    mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu, siklus I

    (60,71 %), siklus II (85,71 %). Simpulan dari penelitian ini adalah

    metode pembelajaran berbasis inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar

    Siswa kelas V SDN 1 Ngembak serta model pembelajaran ini dapat

    digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA.

    4) Rochamin (2013) Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul

    “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan

    Metode Inkuiri Berbantuan LCD pada Siswa Kelas 5 SDN Wonobodro

    01 Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian tindakan

    kelas ini dilakukan dalam dua siklus, dengan subjek penelitian siswa

    kelas 5 yang berjumlah 35 siswa, setiap siklus terdiri dari perencanaan,

    pelaksanaan, tindakan dan refleksi. Pada pra siklus hanya 12 siswa

  • 20

    yang mengalami ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 58,00 pada

    siklus I meningkat menjadi 23 siswa yang tuntas dengan nilai rata-rata

    83,00. Pada siklus II, semua siswa sejumlah 35 siswa mengalami

    ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 88,14.

    2.8 Kerangka Berpikir

    Pembelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran di

    sekolah dasar. IPA menitikberatkan pada proses pembelajaran, sehingga

    diharapkan siswa terlibat langsung di dalam pembelajaran. Pada kenyataan

    yang terjadi, guru masih menggunakan metode ceramah, pemahaman

    siswa hanya sebatas menghafal saja, bukan mengalami secara langsung

    proses pembelajaran. Maka dari itu, hendaknya memilih model

    pembelajaran yang siswa mengalami langsung proses pembelajaran sesuai

    model yang berbasis sains, salah satunya model pembelajaran inkuiri.

    Model pembelajaran inkuiri dipilih karena dirasa tepat dilakukan

    dalam pembelajaran IPA sekolah dasar, karena sesuai dengan hakikat IPA

    atau sains yaitu siswa diajak untuk berpikir ilmiah dalam proses

    pembelajaran. Rizema Putra (2013) menyimpulkan bahwa inkuiri

    merupakan suatu proses untuk memperoleh informasi melalui observasi

    atau eksperimen untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan

    kemampuan berpikir kritis dan logis. Di sinilah peran penting sains

    (murni) sebagai dasar pembelajaran. Dengan model pembelajaran ini,

    siswa diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen,

    melakukan eksperimen bersama kelompok, menemukan fakta dengan

    berdiskusi bersama-sama dalam kelompok, mengumpulkan data sesuai

    dengan keadaan yang sebenarnya, mengendalikan variable yang

    sebelumnya telah dibuat, dan memecahkan masalah yang dihadapi secara

    nyata, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dari temuan yang

    ada, sehingga siswa akan mudah memahami konsep jika disajikan dalam

    bentuk konkret serta terlibat langsung dalam proses berpikir ilmiah.

  • 21

    Melihat keunggulan model pembelajaran inkuiri, maka dirasa

    model pembelajaran inkuiri dapat merangsang rasa ingin tahu siswa,

    sehingga siswa aktif dalam pembelajaran, seperti aktif bertanya dan

    menjawab, berdiskusi bersama kelompok, mengemukakan pendapatnya,

    diduga dari keaktifan dan keterlibatan siswa itulah, hasil belajar siswa

    yang semula rendah, akan naik, akibat dari penggunaan model

    pembelajaran inkuiri.

    2.9 Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir diatas, maka

    dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

    Melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dapat

    meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Kedungrejo

    Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2013/

    2014.

    11

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Ilmu Pengetahuan Alam

    2.1.1 Hakikat IPA

    Hendro Darmojo (Samatowa, 2011:2) secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Balitbang Depdiknas (2009 : 4) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sehingga pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

    Hakikat pembelajaran sains Susanto (2013) yang didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu : ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap. Dari ketiga komponen ini, Sutrisno (Susanto, 2013:167) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai teknologi. Akan tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan dari ketiga komponen diatas, yaitu pengembangan prosedur dari proses, sedangkan teknologi dari aplikasi komponen dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk. Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan analitis. Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam, karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasikan oleh ilmuwan. Adapun proses dalam memahami IPA disebut dengan ketrampilan proses sains (science process skills) adalah ketrampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan. Mengamati (observasi) adalah mengumpulkan semua informasi dengan pancaindra. Adapun penarikan kesimpulan (inferensi) setelah melakukan observasi dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Disamping kedua komponen ini sebagai ketrampilan proses sains masih ada komponen lainnya seperti investigasi dan eksperimen. Akan tetapi, yang menjadi dasar ketrampilan proses ialah merumuskan hipotesis dan menginterpretasikan data melalui prosedur-prosedur tertentu seperti melakukan pengukuran atau percobaan. Ketiga, ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains. Sulistyorini (Susanto, 2013:169), ada Sembilan aspek yang dikembangkan dari sikap ilmiah dari pembelajaran sains, yaitu : sikap ingin tahu, ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerja keras, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri.

    Ketiga unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA ketiga unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.

    Dari beberapa uraian diatas disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan tentang alam semesta, yang tidak hanya terdiri dari pengetahuan dan konsep-konsep semata, tetapi juga proses penemuan baru, serta kumpulan dari apa yang telah ditemukan, sistematika penemuan yang rasional dan objektif, dan sikap-sikap yang dikembangkan dalam IPA.

    2.1.2 Tujuan Pengajaran IPA

    IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Susanto (2013: 167) bahwa IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

    Uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai obyek, menggunakan metode ilmiah sehingga perlu diajarkan di sekolah dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasukan kedalam kurikulum suatu sekolah. Usman Samatowa (2011) mengemukakan empat alasan sains dimasukan di kurikulum Sekolah Dasar yaitu: Bahwa IPA berfaedah Bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah IPA. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai gejala alam.

    Bila IPA diajarkan menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis, misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah.

    Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka.

    Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

    Dari keempat alasan yang disampaikan, maka sangatlah bermanfaat dan sangat berguna sekali implikasi mata pelajaran IPA terhadap kehidupan siswa kelak nantinya.

    BSNP (Susanto, 2013:171) tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar, dimaksudkan untuk :

    1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

    2. Mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

    3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

    4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

    5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

    6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

    7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah mengeluarkan potensi yang dimiliki oleh siswa melalui keterlibatan secara langsung dalam proses berpikir ilmiah, rasioal serta sistematis, guna bekal kehidupan baik jangka waktu pendek maupun panjang, serta kesadaran untuk terus melestarikan alam.

    2.2 Hakikat Belajar

    2.2.1 Pengertian Belajar

    Majid (2013 : 33) belajar adalah perilaku mengembangkan diri melalui proses penyesuaian tingkah laku. Sudjana (Majid: 2013) penyesuaian tingkah laku dapat terwujud melalui kegiatan belajar, bukan karena akibat langsung dari pertumbuhan seseorang yang melakukan kegiatan belajar. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon hendaknya dibarengi dengan pengembangan diri dari pelajar dalam hal penyesuaian tingkah lakunya disaat pra, proses, maupun pasca pembelajaran.

    Menurut Slameto (2010) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Winkel (Susanto, 2013:4) belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat konstan dan berbekas.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan belajar adalah proses penyesuaian yang mengekibatkan perubahan tingkah laku, melalui pengaruh interaksi dengan lingkungannya, yang mengakibatkan perubahan-perubahan secara fisik dan mental. Agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas, seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

    2.3 Model pembelajaran

    Menurut Mills dalam Suprijono (2010), model adalah representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Sedangkan menurut Suprijono (2010), model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas (Suprijono: 2010). Lebih singkatnya, model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.

    2.4 Model pembelajaran inkuiri

    2.4.1 Pengertian model pembelajaran inkuiri

    Hartono (2013) mengutarakan bahwa inkuiri adalah strategi pembelajaran yang merangsang, mengajarkan, dan mengajak siswa untuk berpikir kritis, analitis, dan sistematis dalam rangka menemukan jawaban secara mandiri dari berbagai permasalahan yang diutarakan. Sedangkan, Rizema Putra (2013) menyimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses untuk memperoleh informasi melalui observasi atau eksperimen untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Di sinilah peran penting sains (murni) sebagai dasar pembelajaran.

    Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri menurut National Research Council (Susanto, 2013:173) sebagai berikut :

    1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari prinsip dan konsep sains.

    2) mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja seperti layaknya seorang ilmuan.

    3) membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.

    Adapun alasan penggunaan pendekatan inkuiri menurut Edi Hendri Mulyana (Rizema Putra: 2013) mengemukakan bahwa model pembelajaran inkuiri dipandang sebagai model yang diasumsikan cukup akomodatif bagi penyelenggaraan pembelajaran sains di sekolah dasar saat ini. Alasannya, model ini menjembatani keadaan transisi dari gaya pengajaran sains konvensional yang masih verbalistis serta minim alat bantu menuju gaya pengajaran sains alternatif yang lebih proporsional bagi hakikat sains dan karakteristik siswa sekolah dasar. Selain itu, model pembelajaran tersebut juga mendukung karakteristik siswa, yakni :

    1) Secara instinktif, siswa selalu ingin tahu;

    2) Dalam percakapan, siswa selalu ingin berbicara dan mengkomunikasikan idenya;

    3) Dalam membangun (konstruksi) pengetahuan, siswa selalu ingin membuat sesuatu;

    4) Siswa selalu mengekspresikan diri;

    5) Perkembangan intelektual siswa SD berada pada jenjang operasional konkret; serta

    6) Perkembangan sosial siswa SD berada pada fase bermain.

    2.4.2 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri

    Model pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri menurut Rizema Putra (2013) adalah sebagai berikut:

    a. Kelebihan model pembelajaran inkuiri :

    1) Model pembelajaran inkuiri meningkatkan potensi intelektual siswa.

    2) Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser kearah kepuasan intrinsik.

    3) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam proses penemuan.

    4) Belajar melalui inkuiri bisa memperpanjang proses ingatan.

    5) Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami konsep-konsep sains dan ide-ide dengan baik.

    6) Pengajaran menjadi terpusat pada siswa.

    7) Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa.

    8) Tingkat harapan meningkat; tingkat harapan merupakan bagian dari konsep diri.

    9) Model pembelajaran inkuiri bisa mengembangkan bakat.

    10) Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa dari belajar dengan hafalan.

    11) Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna dan mengatur informasi yang didapatkan.

    b. Kekurangan model pembelajaran inkuiri :

    1) Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan berpikir bagi siswanya, untuk berpikir secara luas.

    2) Tidak efisien, khususnya untuk siswa yang jumlahnya besar.

    3) Bidang sains membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji ide-ide.

    4) Kurang berhasil jika jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak.

    5) Sulit menerapkan metode ini karena guru dan siswa sudah terbiasa dengan metode ceramah dan tanya jawab.

    6) Pembelajaran dengan metode inkuiri lebih menekankan pada penguasaan kognitif serta mengabaikan aspek ketrampilan, nilai, dan sikap.

    7) Kebebasan yang diberikan kepada siswa tidak selamanya bisa dimanfaatkan secara optimal dan sering terjadi siswa kebingungan.

    8) Memerlukan sarana dan fasilitas.

    2.4.3 Langkah model pembelajaran inkuiri yang akan dilaksanakan dalam penelitian

    Pembelajaran dengan model inkuiri menurut Majid (2013) mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

    a. Orientasi

    Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang yang responsif. Pada langkah ini, guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada kemauan siswa untuk beraktifitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Tanpa kemauan dan kemampuan tersebut tak mungkin proses pembelajaran akan berjalan lancar.

    b. Merumuskan Masalah

    Merumuskan masalah merupakan langkah melibatkan siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki tersebut karena masalah tersebut pasti ada jawabannya sehingga siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri. Oleh sebab itu, melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

    c. Merumuskan Hipotesis

    Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengmbangkan hipotesis yang rasional dan logis.

    d. Mengumpulkan Data

    Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses mengumpulkan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan mengguanakan potensi berpikirnya. Oleh karena itu, tugas dan peran dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kendala dalam proses inkuiri adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakgairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala semacam itu, guru hendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang berpikir.

    e. Menguji Hipotesis

    Menguji hipotesis adalah proses menemukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga mengembangkan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

    f. Merumuskan Kesimpulan

    Merumuskan kesimpulan dalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, karena banyak data yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus pada masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

    2.5 Hasil belajar

    Purwanto (2013) hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjukkan suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Dalam kegiatan mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibandingkan sebelumnya. Winkel (Purwanto: 2013) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.

    Dipertegas oleh Susanto (2013) hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena kegiatan belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.

    Nawawi (Susanto: 2013) hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

    Jadi, hasil belajar merupakan perwujudan dari proses belajar yang dilakukan yang berdampak pada tingkah lakunya untuk jangka pendek maupun panjang. Serta dalam pendidikan, hasil belajar diinterpretasikan dalam bentuk hasil tes sejumlah materi pelajaran yang telah disampaikan.

    2.6 Implementasi Penggunaan Model Inkuiri Dalam Peningkatan Hasil Belajar

    Penyesuaian model belajar yang sesuai dengan materi pelajaran sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Seperti pada pendidikan mata pelajaran IPA yang banyak berorientasi pada penumbuh sikap ilmiah dan wawasan serta keterampilan proses sangat besar hubungannya dalam pemilihan metode dan hasil. Lingkungan anak menyediakan fenomena alam yang menarik dan penuh misteri, maka sebagai anak “young scients” (penelitian muda) mempunyai rasa keingintahuan (coriosity) yang tinggi. Keharusan bagi guru untuk menggunakan model inkuiri dalam pendekatan pembelajaran demi membina keingintahuan anak. Memotivasinya sehingga mendorong siswa untuk mengajukan keragaman pertanyaan seperti “apa, mengapa dan bagaimana” terhadap objek dan peristiwa yang ada di alam.

    Pada perkembangan lebih lanjut pertanyaan itu ditingkatkan menjadi pertanyaan yang menanyakan hubungan seperti “bagaimana”, sebagai hasil eksplorasi terhadap lingkungan siswa diharapkan membentuk dirinya dengan sikap seorang ilmuwan muda. Selama melakukan berbagai kegiatan, perlu ditumbuhkembangakan kemampuan untuk menggunakan keterampilan proses seperti merumuskan masalah, menduga jawaban, mengumpulkan data kemudian mengelola data dan menguji dugaannya, serta menyimpulkan hasil penemuannya dan mengkomunikasikan temuannya kepada beragam orang dengan berbagai cara yang dapat memberi pemahaman dengan baik.

    Hartono (2013) melalui pendekatan dan penggunaan metode inkuiri guru tidak hanya mengajarkan siswa untuk memahami dan mendalami materi pembelajaran, tetapi juga melatih kemampuan berpikir siswa dengan baik. Karena inkuiri ini mempunyai asumsi bahwa manusia pada dasarnya mempunyai kodrat ingin tahu tentang alam dan lingkungannya. Inilah yang kemudian membuat strategi ini dikembangkan. Karena kodrat manusia yang besar akan rasa keingintahuannya, dirasa dengan inkuiri ini siswa bisa mengeluarkan dan meluapkan rasa keingintahuannya, memberikan pengalaman dalam dirinya sehingga inkuiri merupakan model mengajar yang dapat meningkatkan pengalaman belajar serta meningkatkan hasil belajar siswa.

    2.7 Kajian yang Relevan

    1) Penelitian yang telah dilakukan oleh Pius Tokndekut (2011) Universitas Negeri Malang dengan judul “Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Kauman 2 Kecamatan Klojen Kota Malang”. Penelitian ini mengunakan penelitian tindakan kelas, terdiri dari dua siklus dan masing-masing siklus dilakukan dengan 4 tahap yaitu : I Siklus dilakukan dengan dua kali dan Siklus II dilakukan dengan dua kali juga. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Kauman 2 Kota Malang dengan jumblah 48 siswa. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan inkuiri dapat dilihat pada tes yang dilakukan pada pre-tes diperoleh ketuntasan 23 siswa yang tuntas (47%), setelah dilakukan tindakan melalui pembelajaran IPA dengan konsep pembentukan tanah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran inkuri, maka hasil belajar meningkat pada tes siklus I yaitu 28 siswa (58,33%) yang tuntas namun belum memenuhi standar ketuntasan yang ditentukan dalam penelitian ini sesuai dengan SKBM SDN Kauman 2 yaitu 75 %. Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II, hasil belajar yang diperoleh sangat meningkat yaitu 42 siswa (87, 5%) yang tuntas atau meningakat 26% dari tes siklus I serta melebihi ketuntasan klasikal 75%. Namun demikian perlu adanya perbaikan pada 7 siswa yang belum mencapai ketuntasan individu.

    2) Penelitian yang dilakukan oleh Nanik Supriati (2011), Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Pesalakan 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 Mata Pelajaran IPA Materi Fungsi Organ Pencernaan Manusia Melalui Pembelajaran Inkuiri”. Prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri Pesalakan 02 tergolong rendah sehingga perlu dilakukan PTK dengan menggunakan pembelajaran inkuiri. Hasil analisis data PTK Siklus I dan Siklus II menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa, karena data yang diperoleh hasil pre-test materi Fungsi Organ Pencernaan Manusia menunjukkan nilai rata-rata 62; setelah dilakukan tindakan Siklus I, ada peningkatan hasil belajar, yaitu dengan nilai rata-rata 66. Tindakan dilanjutkan sampai dengan Siklus II. Ternyata hasil belajar siswa lebih meningkat lagi dengan rata-rata nilai mencapai 80. Berarti dengan dilaksanakan PTK ini dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran inkuiri hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri Pesalakan 02 meningkat.

    3) Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2012) Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menerapkan Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Ngembak Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua putaran. Dari hasil analis didapatkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu, siklus I (60,71 %), siklus II (85,71 %). Simpulan dari penelitian ini adalah metode pembelajaran berbasis inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar Siswa kelas V SDN 1 Ngembak serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA.

    4) Rochamin (2013) Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Metode Inkuiri Berbantuan LCD pada Siswa Kelas 5 SDN Wonobodro 01 Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, dengan subjek penelitian siswa kelas 5 yang berjumlah 35 siswa, setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, tindakan dan refleksi. Pada pra siklus hanya 12 siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 58,00 pada siklus I meningkat menjadi 23 siswa yang tuntas dengan nilai rata-rata 83,00. Pada siklus II, semua siswa sejumlah 35 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 88,14.

    2.8 Kerangka Berpikir

    Pembelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar. IPA menitikberatkan pada proses pembelajaran, sehingga diharapkan siswa terlibat langsung di dalam pembelajaran. Pada kenyataan yang terjadi, guru masih menggunakan metode ceramah, pemahaman siswa hanya sebatas menghafal saja, bukan mengalami secara langsung proses pembelajaran. Maka dari itu, hendaknya memilih model pembelajaran yang siswa mengalami langsung proses pembelajaran sesuai model yang berbasis sains, salah satunya model pembelajaran inkuiri.

    Model pembelajaran inkuiri dipilih karena dirasa tepat dilakukan dalam pembelajaran IPA sekolah dasar, karena sesuai dengan hakikat IPA atau sains yaitu siswa diajak untuk berpikir ilmiah dalam proses pembelajaran. Rizema Putra (2013) menyimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses untuk memperoleh informasi melalui observasi atau eksperimen untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Di sinilah peran penting sains (murni) sebagai dasar pembelajaran. Dengan model pembelajaran ini, siswa diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen bersama kelompok, menemukan fakta dengan berdiskusi bersama-sama dalam kelompok, mengumpulkan data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, mengendalikan variable yang sebelumnya telah dibuat, dan memecahkan masalah yang dihadapi secara nyata, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dari temuan yang ada, sehingga siswa akan mudah memahami konsep jika disajikan dalam bentuk konkret serta terlibat langsung dalam proses berpikir ilmiah.

    Melihat keunggulan model pembelajaran inkuiri, maka dirasa model pembelajaran inkuiri dapat merangsang rasa ingin tahu siswa, sehingga siswa aktif dalam pembelajaran, seperti aktif bertanya dan menjawab, berdiskusi bersama kelompok, mengemukakan pendapatnya, diduga dari keaktifan dan keterlibatan siswa itulah, hasil belajar siswa yang semula rendah, akan naik, akibat dari penggunaan model pembelajaran inkuiri.

    2.9 Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

    Melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Kedungrejo Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2013/ 2014.

    6