bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 2.1.1 -...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika
2.1.1.1 Hakikat Matematika
Johnson dan Rising (dalam Karso dkk, 2011:1.39) menyatakan bahwa
matematika adalah pola pikir pola mengorganisaikan pembuktian yang logik;
matematika adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi; matematika adalah
pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara
deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau
teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola
keteraturan pola atau ide; dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya
terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI) (2008:566) matematika
didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan
prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai
bilangan. Dan menurut Tambunan (dalam Karso dkk, 2011:1.42) menyatakan
matematika adalah pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu cabang
dari sekian banyak ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak.
Menurut Wahyudi (2011:1) matematika adalah ilmu dasar yang menjadi
alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu penguasaan terhadap
matematika diperlukan dan konsep-konsep yang harus dipahami dengan benar
sejak dini. Konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkain sebab
akibat. Suatu konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, dan akan
menjadi dasar konsep selanjutnya. Menurut Andi Hakim Nasution dalam Karso
dkk, (2011:1.39) Istilah matematika berasal dari bahasa yunani “mathein atau
manthenein” artinya mempelajari,namun diduga kata itu ada hubungannya dengan
bahasa sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”, “ketahuan”,
atau “intelegensi
11
Pengertian matematika diatas adalah (1) matematika adalah pola pikir
pengetahuan yang cermat, jelas dan akurat berdarsarkan pola, ide dan teori yang
telah dibuktikan kebenarannya, (2) matematika adalah ilmu pengetahuan tentang
ruang, tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan, (3) matematika
adalah ilmu dasar yang mempelajarai konsep, kepandaian, ketahuan, dan
intelegensi.
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Wragg (Ahmad Susanto 2013:188) pembelajaran matematika di
SD merupakan pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu
yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup
serasi dengan sesama, atau suatu hasil belajar yang diinginkan. Dengan demikian,
diketahui bahwa proses pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu
dari guru ke siswa, melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi hubungan antara
guru dan siswa, antara siswa dan siswa, serta antara siswa dan lingkungan
sekitarnya. Selain itu matematika bukan hanya sebagai transfer of knowledge,
yang mengandung makna bahwa siswa merupakan objek dari belajar, namun
hendaknya siswa menjadi subjek dalam belajar. Sehingga dapat dikatakan
seseorang yang belajar matematika apabila pada diri seseorang terjadi suatu
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan
dengan matematika. Perubahan tersebut terjadi dari tidak tahu sesuatu menjadi
tahu konsep matematika, dan mampu menggunakannya dalam materi lanjut dalam
kehidupan sehari-hari.
Ahmad Susanto (2013:186) menyatakan pembelajaran matematika di SD
suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas berpikir serta dapat ditingkatkan kemampuan dan penalaran berpikir
siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru
sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.
Berdasarkan pendapat diatas pembelajaran matematika di SD adalah
pembelajaran yang memudahkan siswa mempelajari sesuatu yang bermanfaat,dan
12
hasil belajar yang diinginkan untuk mengembangkan kreativitas berpikir serta
dapat ditingkatkan kemampuan berpikir dan pengetahuan siswa.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Sriyanto (2011:15) tujuan matematika di SD adalah untuk
membantu siswa mempersiapkan diri agar sanggup menghadapi perubahan
keadaan didalam kehidupan dan didunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, dan kritis. Serta
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir dalam
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dikehidupan sehari-harinya. Tujuan
pendidikan disekolah lebih ditekankan pada penataan nalar, dasar, dam
pembentukan sikap, serta ketrampilan dalam penerapan matematika.
Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di SD adalah agar siswa
mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan
pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam
penerapan matematika. Pembelajaran matematika di SD memiliki tujuan tertentu
yang tertuang di dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran matematika bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
13
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan urian diatas mengenai tujuan pembelajaran di SD adalah
sebagai berikut:
1. Untuk memahami konsep matematika, penalaran pola dan sifat,
memecahkan masalah,memahami gagasan dengan simbol,
memecahkan masalah dan menghargai sikap.
2. Untuk membantu siswa mempersiapkan diri supaya sanggup
menghadapi dunia yang selalu berkembang.
2.1.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Materi yang digunakan Ayo Belajar Matematika Kelas IV Burhan
Mustakim dan Ary Astuty (2008:193) serta juga menggunkan buku BSE
matematika yang lain.
1.Standar Kompetensi (SK)
a. Memahami dan menggunakan faktor dan kelipatan dalam
pemecahan masalah
2. Kompetensi Dasar (KD)
a. Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dan faktor
persekutuan terbesar (FPB).
b. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan KKP dan FPB
3. Materi Pokok
a. Kelipatan dan Faktor bilangan.
Untuk itu penulis mencoba menggunakan mata pelajaran matematika
materi kelipatan dan faktor bilangan kedalam Proble Based Learning yaitu sebuah
pembelajaran berbasis masalah yang akan dipecahkan siswa melalui kelompok,
dan akan berbantuan sebuah permainan ular tangga yang akan membuat siswa
berpikir dalam bermain. Diharapkan siswa minat mengikuti pembelajaran
matematika. Sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan tujuan akhir
proses pembelajaran matematika dapat tercapai.
14
2.1.1 Problem-Based Learning
2.1.2.1 Hakikat Problem Based Learning
Menurut Ngalimun (2014:89), Problem Based Learning, merupakan
model pembelajaran inovatif yang memeberikan pengaruh kondisi belajar aktif
terhadap siswa. Menurut Arends dalam Jamil Suprihatingrum (2013:66) “PBL
adalah pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh
kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa,
serta meningkatkan kepercayaan diri dan pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Menurut Tan dalam Rusman (2011:229) berpendapat PBL merupakan
inovasi dalam pembelajaran karena di dalam PBL kemampuan siswa betul-betul
dioptimalisaikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan “Pembelajaran
Berbasis Masalah atau istilah asingnya Problem Based Learning merupakan salah
pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa
dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya
belajar dan bagaimana belajar”. Sedangkan menurut David Bound dan Grahame
I. Feletti dalam Rizema Putera Sitiava (2013:64) bahwa “PBL merupakan
gambaran dari ilmu pengetahuan, pemahaman dan pembelajaran yang sangat
berbeda dengan pembelajaran subject based learning”.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas PBL adalah (1) Problem Based
Learning adalah pembelajaran inovatif yang menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri,
memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri siswa untuk belajar
tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah pengetahuan
dari mata pelajaran, (2) Problem Based Learning yaitu suatu pembelajaran
15
dimana siswa betul-betul dioptimalisaikan melalui proses kerja kelompok atau tim
yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan, (3) Problem
Based Learning adalah gambaran pembelajaran dari ilmu pengetahuan untuk
merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada
masalah dunia nyata.
2.1.2.2 Karakteristik Problem-Based Learning
Ada beberapa karakteristik proses Problem Based Learning menurut
Ngalimun (2014:90) diantaranya:
a. Belajar dimulai dengan suatu masalah.
b. permasalahan yang diberikan berhubungan dengan kehidupan
nyata siswa.
c. Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan
diseputar disiplin ilmu.
d. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam
membentuk proses belajar.
e. Menggunakan kelompok kecil.
Rizema Putra Sitiava (2013:72) menjelaskan bahwa Problem Based
Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar dimulai dari masalah. Memastikan bahwa masalah
tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa.
2. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin
ilmu.
3. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam
membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar.
4. Menggunakan kelompok kecil.
5. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam
bentuk produk atau kinerja.
Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik Pembelajaran Berbasis
Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran. 2.
Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia
nyata yang tidak terstruktur. 3. Permasalahan menantang
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi
yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan
bidang baru dalam belajar. 4. Pemanfaatan sumber pengetahuan
yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi
merupakan proses yang esensial dalam PBL. 5. Keterbukaan
proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
16
proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review
pengalaman siswa dan proses belajar.
Ciri yang paling utama dari pembelajaran Problem Based Learning yaitu
dimunculkannya masalah pada awal pembelajaran. Menurut Arends dalam Trianto
(2011:349), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah
memberikan pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
1. Autentik, yaitu masalah harus berada pada kehidupan
dunia nyata siswa daripada berada pada prinsip-prinsip
disiplin ilmu tertentu.
2. Jelas, yaitu masalah dirumuskan harus jelas dalam arti
tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa.
3. Mudah dipahami, yaitu materi yang diberikan harusnya
mudah dipahami siswa dan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa.
4. Luas dan sesuai tujuan pembelajaran, yaitu luas artinya
masalah tersebut harus mencakup semua materi
pembelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu,
ruang, dan sumber yang tersedia.
5. Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa
sebagai pemecah permasalahan dan guru sebagai pembuat
permasalahan.
b. Berfokus pada hubungan antar disiplin ilmu masalah yang
diajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu.
c. Penyelidikan autentik dalam penyelidikan siswa menganalisis,
mengumpulkan, melakukan eksperimen, membuat
kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.
d. Menghasilkan produk dan memamerkan, siswa bertugas
menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan
memamerkan hasil karyanya.
e. Kolaboratif pada pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa
permasalahandiselesaikan dengan kelompok belajar siswa.
Dari pendapat para ahli diatas mengenai karakteristik Problem Based
Leraning dapat dikaji beberapa poin penting yang terdapat dalam Problem Based
Learning:
1. Pengajuan masalah terdapat poin penting yang harus diperhatikan
yaitu: a) Autentik yaitu masalah yang diangkat harus sesuai dunia
nyata siswa, b) Jelas yaitu masalah yang diangkat tidak menimbulkan
masalah baru terhadap siswa, c) Mudah dipahami yaitu masalah yang
diangkat harus sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, d) Luas yaitu
17
masalah yang diberikan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
mencakup mata pelajaran, e) Bermanfaat yaitu masalah yang
diberikan bermanfaat bagi siswa sebagai pemecah masalah dan guru
sebagai pembuat masalah.
2. Belajar dimulai dari masalah, mengorganisasikan pelajaran seputar
masalah, memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa,
menggunakan kelompok kecil, menuntut siswa untuk
mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja.
3. Berfokus masalah yaitu masalah yang diberikan kepada siswa harus
ada keterkaitan dengan disiplin ilmu.
4. Penyelidikan autentik yaitu masalah yang diberikan siswa harus
meliputi menganalisis, mengumpulkan, melakukan eksperimen,
membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.
5. Menghasilkan produk yaitu siswa mampu menghasilkan produk dan
hasil belajarnya kemudian hasilnya dipamerkan dalam bentuk karya.
6. Belajar dari suatu masalah, masalah harus dengan keadaan dunia nyata
siswa, memberikan tanggung jawab kepada siswa, membuat
kelompok kecil untuk kerjasama dan mendemontrasikan yang telah
dipelajari yang mengharapkan menghasilkan produk dan kinerja
siswa.
2.1.2.3 Peran Guru Terhadap Problem Based Learning
Rusman (2013: 234) peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah
berbeda dengan peran guru didalam kelas. Guru didalam proses belajar mengajar
terus berpikir tentang beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana dapat merancang dan menggunakanpermasalahan
yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil
belajar? 2. Bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam prosespemecahan
masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman sebaya? dan. 3. Bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai
pemecahan masalah yang aktif? Rusman menambahkan bahwa guru dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah juga memusatkan perhatiannya sebagai berikut:
18
1. Memfasilitasi proses PBM mengubah caraberpikir,
mengembangkan ketrampilan, dan menggunakan pembelajaran
kooperatif; 2. Melatih siswa tentang strategi pemecahanmasalah, pemberian
alasan mendalam, berpikir kritis,dan berpikir secara sistem; dan 3. Menjadi perantara proses penguasaan informasi; meneliti
lingkungan informasi, mengakses sumber informasiyang
beragam, dan mengadakan koneksi.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut peran guru dalam Problem Based
Learning adalah memfasilitasi siswa untuk memecahkan sebuah permasalahan.
Permasalahan akan disajikan secara mengambang dengan mengambil permasalah-
permasalah pada dunia nyata. Siswa akan belajarbagaimana memecahkan
permasalahan bersama teman sebayanya yangnantinya akan dipresentasikan
didepan kelas. Guru dalam Problem Based Learning akan menuntun siswa hingga
menemukan hasil dari pemecahanmasalah yang sudah dipersiapkan oleh guru.
2.1.2.4 Kelebihan dan Kekurangan PBL
Problem Based Learning memiliki kelebihan Rizema Putra Sitiava
(2013:82-83) sebagai berikut:
a. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan
siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan
menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih
tinggi,
b. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang
dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih
bermakna,
c. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena
masalah-masalah yang diselesaikan langsung
dikaitkan dengan kehidupan nyata,
d. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu
memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain,
pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang
saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan
temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar
siswa dapat diharapkan,
e. PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan
kreativitas siswa, baik secara individual maupun
kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut
adanya keaktifan siswa.
19
Kelebihan Problem Based Learning menurut Wina Sanjaya (2006:220)
sebagai berikut:
1. Teknik yang cukup bagus untu memahami pelajaran.
2. Dapat menantang kemampuan siswa danmemberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuaan baru bagi
siswa.
3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Dapat membantu siswa untuk memahami pengetahuan
masalah dalam kehidupan nyata.
5. Untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan
baru.
6. Untuk memperlihatkan setiap mata pelajaran cara
berpikir, sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa.
Kekurangan Problem Based Learning menurut Rizema Putra Sitiava
(2013:84) adalah sebagai berikut:
1) Bagi siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak
dapat dicapai
2) Membutuhkan banyak waktu dan dana;
3) Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan
model pembelajaran PBL”.
Kekurangan Problem Based Learning menurut Wina Sanjaya (2006:221)
sebagai berikut:
1. Siswa tidak memiliki minat kepercayaan dan
permasalahan yang dipelajari susah dipecahkan.
2. Membutuhkan waktu untuk mempersiapkan
pembelajaran.
3. Tanpa memahami siswa tidak akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari.
Dari pendapat diatas tentang kelebihan dan kekurangan Problem Based
Leaning sebagai berikut:
Kelebihan Problem Based Learning:
1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa secara
aktif dalam memecahkan masalah
2. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa
4. Menyenangkan dan disukai siswa
5. Mengembangkan pengetahuan barunya
6. Memudahkan siswa memahami isi pelajaran.
20
7. Memahami pengetahuan siswa berdasarkan kehidupan yang nyata.
Kekurangan Problem Based Learning:
1. Siswa tidak mempunyai kepercayaan untuk mencoba
2. Sering terjadinya miss-konsepsi terhadap siswa
3. Membutuhakn waktu dalam pembelajaran
4. Sulit mencari masalah yang tepat.
5. Pemahaman siswa kurang untuk memecahkan masalah yang ada.
2.1.2.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Agus Suprijono (2009:74:76), terdapat lima tahapan
pembelajaran Problem Based Learning yang disajikan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Problem Based Learning
Fase Perilaku Guru
Fase 1:
Memberikan orientasi
tentang permasalahan
kepada peserta didik
Guru menyampaikan tujuan pelajaran,
mendeskripsikan berbagai kebutuhan
logistik dan memberi semangat siswa untuk
terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Fase 2:
Mengorganisasikan
peserta didik untuk
meneliti
Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar terkait dengan masalah
yang dihadapi.
Fase 3:
Membantu investigasi
mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa mengumpulkan
informasi, melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan pemecahan solusi.
Fase 4:
Mengembangkan dan
mempersentasikan
artefak dan exhibit
Guru membantu siswa merencanakan dan
menyiapkan artefak-artefak yang tepat,
seperti laporan, video, dan model, yang
membantu peserta didik uantuk
menyampaikannya kepada orang lain.
Fase 5:
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
mengatasi masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi
terhadap penyelidikan dan proses-proses
yang peserta didik gunakan dalam
pemecahan masalah yang berlangsung.
Pada fase pertama meliputi hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain:
1. Pengajaran ini bukan untuk mempelajari informasi baru, menyelidiki
masalah penting dan pembelajar yang mandiri.
21
2. Permasalahan dan pertanyaan tidak memiliki jawaban mutlak “benar” dan
sebagian besar permasalahan rumit mempunyai banyak solusi dan sering
bertentangan.
3. Selama fase penyelidikan, siswa untuk membuat pertanyaan dan mencari
informasi.
4. Selama fase analisis dan penjelasan peserta didik didorong untuk
mengeksporasikan gagasannya secara terbuka.
Pada fase kedua, guru diwajibkan mengembangkan keterampilan
memecahkan masalah dan membantu peserta didik untuk menginformasikan
permasalahan bersama-sama. Ditahap ini guru membantu peserta didik
merencanakan tugas dan pelaporannya selama pembelajaran berlangsung.
Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik mencari informasi
sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber dengan tujuan untuk membangun
gagasan peserta didik sendiri yang hendaknya dicari jawabanya dan juga
mencari solusinya.
Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan membuat dan
menciptakaan artefak. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman
proses yang memperlihatkan situasi masalah dan dicari solusi yang diusulkan.
Exhibit adalah pendemonstrasian atas produk hasil penyelidikan artefak tersebut.
Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasai proses berpikir peserta didik sendiri, ketrampilan penyelidikan
dan intelektual yang digunakan peserta didik. Lingkungan belajar dan sistem
pengelohan PBM harus ditandai keterbukaan. Pengolahan pembelajaran berbasis
masalah harus memperhatikan hal-hal seperti tingkat kecepatan yang berbeda,
pekerjaan peserta didik, gerakan dan perilaku di luar kelas.
Menurut Ahmad Susanto (2013:79-81), terdapat lima tahapan dalam
pembelajaran Problem Based Learning dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru.
Untuk masing-masing tahapanya disajikan sebagai berikut:
22
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Problem Based Learning Fase Perilaku Guru
Fase 1:
Memberikan orientasi tentang
permasalahan kepada siswa
Guru membahas tujuan pembelajaran,
mendeskripsikan dan memotivasi siswa
untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi
masalah.
Fase 2:
Mengorganisasikan siswa untuk
meneliti
Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar yang terkait dengam
permasalahan.
Fase 3:
Membantu menyelidiki secara
mandiri atau kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen, dan mencari
penjelasan serta solusi.
Fase 4:
Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil kerja
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil-
hasil yang tepat, seperti laporan,
rekaman video, dan model yang
membantu peserta didik menyampaikan
kepada orang lain.
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi
proses masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi terhadap investigasinya dan
prosese-proses yang peserta didik
gunakan.
Perilaku yang diinginkan guru dan siswa, yang berhubungan dengan
masing-masing fase, dideskripsikan dengan lebih terperinci di bagian-bagian
berikutnya.
1. Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa
Pada awal pembelajaran, guru seharusnya mengkomunikasikan dengan
jelas pelajarannya, membangun sikap positif terhadap pelajaran, dan memberi
gambaran sesuatu yang diharapkan untuk dilakukan siswa. Siswa yang lebih muda
atau belum pernah terlibat dalam pembelajaran Problem Based Learning,
seharusnya guru menjelaskan proses-proses dan prosedur-prosedur metode atau
model secara terperinci dan jelas.
2. Mengorganisasi siswa untuk meneliti
PBL guru harus mengembangkan keterampilan kolaborasi antar siswa dan
membantu siswa untuk menyelidiki masalah secara bersama-sama. Problem
Based Learning mengharuskan guru membantu siswa untuk merencanakan tugas
penyelidikan dan laporannya. Tim studi banyak saran dan isu untuk
mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar kooperatif berlaku
23
untuk mengorganisasikan siswa-siswa kedalam tim berbasis masalah. Guru harus
memutuskan bahwa penting bagi tim berbasis penyelidik untuk mempresentasikan
berbagai tingkat kemampuan.
3. Perencanaan kooperatife
Setelah siswa menerima orientasi tentang sitausi bermasalah yang
dimaksud telah membentuk tim studi, guru dan siswa harus meluangkan waktu
yang cukup untuk menetapkan sub topik, tugas, penyelidikan, dan jadwal spesifik.
Untuk sebagian proyek tugas perencanaan adalah membagi situasi bermasalah
yang lebih umum menjadi sub topik yang tepat dan kemudian membantu siswa
untuk memutuskan sub topik mana yang akan diselidiki.
4. Penyelidikan, pengumpulan data dan eksperimentasi
Penyelidikan yang dilakukan seacara mandiri berpasangan atau kata lain
dalam studi kecil inti dari Problem Based Learning. Meskipun setiap situasi
masalah membutuhkan teknik penyelidikan yang berbeda. Kebanyakan proses
melibatkan pengumpulan data dan eksperimentasi. Pembuatan hipotesis,
penjelasan, dan juga memberikan solusi sehingga aspek dari penyelidikan ini
sangat penting. Langkah inilah yang guru gunakan untuk mendorong siswa
mengumpulkan data dan informasi yang cukup supaya menciptakan ide dan
gagasanya sendiri.
5. Mengembangkan hipotesis, menjelaskan dan memberi solusi
Setelah siswa mengumpulkan data yang cukup dan melaksanakan
eksperimen terhadap fenomena yang mereka selidiki, siswa akan menawarkan
hipotesis dari penjelasan ini. Selama fase, guru mendorong ide dan menerima ide
itu dari siswa. Seperti fase pengumpulan data, guru terus memberikan berbagai
pertanyaan yang membuat siswa memikirkan tentang ketakutan hipotesis dan
solusi siswa.
Berdasarkan urian diatas maka langkah-langkah pembelajaran PBL
sebagai berikut:
1. Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa
Guru memberi gambaran awal tentang pembelajaran, guru harus
mengelaborasikan tujuan, permasalahan, penyelidikan, dan analisis dalam
24
proses pembelajaran berlangsung. Guru juga menjelaskan prosedur
pembelajaran yang berlangsung secara rinci dan jelas.
2. Mengorganisaikan siswa untuk meneliti
Guru wajib mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah untuk
diselidiki secara bersama-sama di dalam kelompok. Guru juga harus membantu
siswa merencanakan tugas dan penyelidikan selama pembelajaran berlangsung.
3. Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
Guru membantu siswa mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dengan
tujuan membangun gagasan ide siswa dan siswa mencari jawabanya serta
mencari solusinya.
4. Mengembangkan dan mempersentasikan hasil kerja
Guru menyelidiki sedangkan siswa membuat dan menciptakan artefak berupa
laporan tertulis, rekaman, hipotesis, penjelasan, yang memperlihatkan masalah
sangat penting dan mencari solusi yang diusulkan supaya siswa menciptakan
ide dan gagasan sendiri
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses masalah
Guru membantu siswa mengumpulkan data, mengevaluasi, dan menganalisis
terhadap fenomena proses berpikir siswa, guru mendorong ide dan menerima
ide dari siswa. Setelah itu guru memberikan berbagai pertanyaan yang
membuat siswa berpikir tentang hipotesis dan siswa memberikan solusi tentang
informasi yang dikumpulkan.
2.1.3 Media Pembelajaran
2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran
Pengertian media dikemukakan oleh Sri Anitah (2013:243) “kata media
berasal dari bahasa latin, yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah,
perantara atau pengantar”. Selain itu, “kata media juga berasal dari bahasa latin
yang merupakan bentuk jamak dari medium, dan secara harfiah berarti perantara
atau pengantar, yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima
pesan”. Sedangkan menurut Webster Dictionary dalam Sri Anitah (2013:7)
“Media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk
25
jenjang atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua
pihak atau hal”. Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai
sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada
penerima pesan.
Pengertian media pembelajaran juga disampaikan oleh Miarso dalam hujair
Sanaky AH (2009:4) yang menyatakan bahwa “media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemajuan
pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri
pembelajarnya, maka secara umum media adalah “alat bantu” yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran”. Sedangkan menurut Hamdani (2013:243)
“media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi intruksional di lingkungan siswa, yang dapat merangsang
siswa untuk belajar”. Adapun media pembelajaran adalah media yang membawa
pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau maksud-maksud
pengajaran.
Jamil Suprihatiningrum (2013:319-320) mengemukakan dalam dunia
pendidikan dan pembelajaran, media diartikan “sebagai alat dan bahan yang
membawa informasi atau bahan pelajaran yang bertujuan mempermudah
mencapai tujuan pembelajaran”. Pengertian media juga dikemukakan oleh Yudhi
Munadi (2013:5) “media menjadi sumber-sumber belajar, tidak hanya guru yang
disebut sebagai penyalur atau penghubung pesan, dapat juga sumber belajar
diciptakan secara terencana oleh para guru atau pendidik sehingga tercipta istilah
“media pembelajaran”.
Dari definisi diatas media pembelajaran adalah (1) media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi
pesan kepada penerima pesan, (2) media pembelajaran adalah segala sesautu yang
digunakan untuk merangasang pikiran, perhatian dan wahana yang mengandung
materi intruksional sehingga merangsang siswa untuk belajar, (3) media
pembelajaran adalah sebagai alat dan bahan yang membawa informasi,
penghubung pesan, sebagai sumber belajar, dan bahan pelajaran yang bertujuan
mempermudah mencapai tujuan pembelajaran.
26
2.1.3.2 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Wina Sanjaya (2011:169) media pembelajaran berfungsi dan
memiliki peran sebagai berikut:
1. Menangkap sesuatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu.
2. Memanipulasi keaadaan, peristiwa, atau objek tertentu.
3. Menambah gairah dan motivasi belajar siswa.
Sedangkan menurut Sanaky (2009:6) media pembelajaran berfungsi untuk
merangsang pembelajaran dengan:
1. Menghadirkan obyek sebenarnya dan obyek yang langka.
2. Membuat konsep abstrak menjadi ke konsep yang konkrit.
3. Memberi kesamaan persepsi.
4. Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak.
5. Menyajikan ulang informasi secara konsisten
6. Memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai, dan
menarik sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran.
Sanaky (2009:5) menambahkan manfaat media pembelajaran yaitu sebagai
berikut:
1. Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga
dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2. Pemilihan bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya.
3. Metode atau model pembelajaran akan bervariasi.
4. Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas maka fungsi dan manfaat media
pembelajaran yaitu memberikan suasana belajar yang tidak tertekan, santai, dan
menarik, bervariasi, selain itu menghadirkan objek sebenarnya dan obyek yang
langka, supaya untuk memberikan gairah dan motivasi belajar siswa sehingga
dapat tercapai tujuan pembelajarannya.
2.1.3.3 Media Permainan Ular Tangga
Menurut Middmid dalam Anita Noviana (2014:30) ular tangga adalah
permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan dua orang atau lebih. Papan
permainan di bagi dalam kotak-kotak kecil dan dibeberapa kotak di gambari
tangga dan ular yang menghubungkan dengan kotak yang lain.
Menurut Cahyo dalam Anita Noviana (2014:31) permainan ular tangga
adalah papan yang dimainkan 2 orang atau lebih, papan permainan dibagi kotak-
kotak kecil dan dibeberapa kotak di gambar ular dan tangga yang menghubungkan
27
dengan kotak yang lain. Media permainan ular tangga ini disertai kartu pertanyaan
mengenai materi yang telah dipelajari. Guru dapat membuat media pembelajaran
ini sesuai dengan tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran. Tujuan
permainan ular tangga ini adalah memberikan motivasi belajar kepada siswa agar
siswa senantiasa mempelajari atau mengulang kembali materi-materi yang telah
dipelajari sebelumnya yang nantinya akan diuji melalui permainan, sehingga
terasa menyenangkan bagi siswa.
Dari pendapat para ahli diatas permainan ular tangga adalah permainan
dua oarang atau lebih, yang akan membuat siswa lebih senang dalam proses
pembelajaran. Dengan permainan ini anak dapat belajar sambil bermain, yang
akan membuat pembelajaran akan menyenangkan dang mengesankan.
2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Media Permainan Ular Tangga
Menurut Anjani dalam Anita Noviana (2014:32) kelebihan permainan ular
tangga yaitu:
a. Media ular tangga digunakan kegiatan belajar mengajar ini
menyenangkan
b. Anak dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran secara
langsung
c. Penggunaan media ular tangga ini dapat dilakukan baik di
dalam kelas maupun di luar kelas.
Sedangkan kelemahannya menurut Anjani dalam Anita Noviana (2014:33)
yaitu:
a. Penggunaan media ular tangga ini banyak waktu dan
penjelasan kepada siswa
b. Kurangnya pemahaman aturan permainan oleh anak dapat
menimbulkan kericuhan
c. Bagi anak yang tidak menguasai materi akan kesulitan dalam
bermain.
Papan permainan ular tangga dalam penelitian ini akan dibuat oleh
peneliti. Dalam papan permainan ular tangga ini ada 30 kotak, masing-masing
kotak ada pertanyaan yang akan dijawab oleh siswa. Dan aturan dalam permainan
ular tangga akan dijelaskan oleh guru terlebih dahulu.
28
Berikut ini adalah contoh papan permainan ular tangga dan kartu
pertanyaanya:
Gambar 2.1
Contoh bentuk papan ular tangga
Kartu pertanyaan tampak depan
Kartu pertanyaan tampak belakang
Gambar 2.2
Contoh bentuk pertanyaan
2.1.3.5 Langkah-langkah Permainan Ular Tangga
Menurut Anita Noviana (2014:27), langkah-langkah permainan ular
tangga sebagai berikut:
1. Membagi siswa kedalam kelompok, satu kelompok terdi
atas 4 – 5 orang.
2. Membagikan satu set permainan dan soal pertanyaan.
3. Menyampaikan aturan kepada siswa
4. Memberikan aba-aba permainan dimulai.
5. Permainan selesai ketika salah satu kelompok sudah
sampai di garis akhir.
3 11 20
X M L
29
Anita Noviana (2014:28) menambahkan langkah-langkah permainan
ular tangga secara rinci:
1. Bidak dijalankan sesuai dengan angka yang dikeluarkan
dari kocokan dadu.
2. Setiap siswa dimulai dari dadu yang dilempar. Contoh
seorang siswa melempar dadu menunjukan angka 3 maka
itu yang ditempati siswa tersebut.
3. Setiap siswa memiliki 1 kali melempar dadu, jika
mendapat angka 6 siswa boleh melempar 1 kali lagi.
4. Setipa siswa wajib mengambil dan menjawab pertanyaan
dari lemparan dadu siswa.
5. Jika siswa mendapat kesempatan di bawah tangga maka
siswa akan naik pada atas tangga jika mendapatkan ekor
siswa akan turun pada bawah ular.
6. Siswa yang sampai finis duluan dialah pemenangnya.
7. Siswa yang sampai garis finis duluan akan mendpatkan
hadiah sedangkan yang terakhir akan mendapatkan
hukuman.
Dari pendapat diatas tentang langkah-langkah permainan ular tangga
sebagai berikut:
1. Mengenal kalah dan menang
2. Belajar bekerja sama
3. Berlatih berpikir cepat dan tepat
4. Belajar memecahkan masalah
5. Berlomba mendapatkan hadiah.
2.1.4 Penerapan Pembelajaran Matematika Menggunakan Problem Based
Learning Berbantuan Permainan Ular Tangga Kelas IV SD Negeri
03 Jambangan
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran PBL
berbantuan Permainan Ular Tangga pada mata pelajaran kelas IV semester I
adalah sebagai berikut:
1. Rencana pembelajaran (persiapan), mleiputi
a. Merumuskan indikator yang akan dicapai
b. Merancang pembelajaran beriorentasi pada pembelajaran Problem Based
Learning pada mata pelajaran matematika melalui penyusunan RPP.
30
c. Menyiapkan papan permainan ular tangga
d. Menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan
e. Membuat lembar observasi guru dan lembar observasi siswa untuk melihat
kondisi saat pembelajaran tindakan berlangsung
f. Membuat lembar evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika.
2. Pelaksanaan, meliputi
1. Kegiatan awal
a. Guru mengawali pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dipimpin
ketua kelas.
b. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran dengan bertanya, “anak-anak sudah siap mengikuti
pelajaran dari bapak pada hari ini?” dan memeriksa sikap duduk dalam
menerima pelajaran, “anak-anak kalau sudah siap mengikuti pelajaran
bapak? buku pelajaran, buku tulis, pensil, dan bolpoint disiapkan diatas
meja?”.
c. Guru memberi apersepsi sebelum mengawali pelajaran, “nah anak-anak
bapak mempunyai angka 3 dan angka 4, berapa angka yang sama
diantara 3 dan 4 anak-anak?”
d. Guru memberikan motivasi yaitu dengan memberikan permasalahan
kepada siswa. Contoh: “adi memiliki 4 tumpukan bola, tumpukan
pertama ada 3 bola, tumpukan kedua ada 6 bola, tumpukan ketiga ada 9
bola, berapa tumpukan bola yang keempat?”. Siswa diberi kesempatan
berpikir sejenak, kemudian guru menyampaikan kepada siswa: “ikuti
pembelajaran dengan baik maka kalian akan menyelesaikan
permasalahan tersebut”.
e. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan inti
1. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi meliputi:
31
a. Guru memberikan menjelaskan materi kelipatan dan faktor bilangan
kepada siswa, setelah itu guru membagi dalam beberapa kelompok.
b. Guru menerapkan permainan ular tangga kedalam pembelajaran
matematika tentang materi kelipatan dan faktor bilangan diharapkan
siswa minat dalam pembelajaran matematika.
c. Guru menjelaskan aturan dalam permainan ular tangga secara rinci.
Fase 1: Orientasi Permasalahan
d. Guru memberikan permasalahan kepada siswa tentang kelipatan
dan faktor bilangan
e. Siswa bermain ular tangga yang didesain ada pertanyaan dan
tantangan yang akan membuat siswa minat mengikuti pembelajaran.
2. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi meliputi:
Fase 2: Organisasi Penelitian
f. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok belajar, untuk melakukan
permainan ular tangga yang didalamnya ada pertanyaan urian
singkat tentang materi kelipatan dan faktor bilangan yang harus
dijawab dan juga ada rintanganya. Disini siswa menjawab
permasalahan disetiap nomer dari permainan ular tangga dengan
jujur dan percaya diri.
Fase 3: Penyelidikan Mandiri dan Penyelidikan Kelompok
g. Guru membagikan permainan ular tangga dan soal kepada siswa,
tentanga materi kelipatan dan faktor bilangan.
h. Siswa memainkan permainan ular tangga, dari angka 1, setiap
nomer ada soal yang harus dijawab siswa. Untuk menyelidiki sejauh
mana siswa menangkap materi kelipatan dan faktor bilangan.
i. Bersama kelompok, siswa bekerja sama menjawab soal yang ada
disetiap nomor permainan ular tangga, siswa juga memecahkan
masalah yang ada dipermainan ular tangga.
32
Fase 4: Mengembangkan dan Mempresentasikan Artefak Dan
Exhibit
j. Masing-masing kelompok mendiskusikan tindakan yang harus
dilakukan dari kelipatan dan faktor bilangan yang sudah di desain
ke permainan ular tangga.
k. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan
kelompoknya tadi di depan kelas dengan perwakilan dari kelompok.
l. Kelompok yang lain saling bertanya dan menanggapi hasil terhadap
hasil diskusi yang sedang dipresentasikan.
m. Siswa saling mengevaluasi hasil diskusi yang telah disampaikan.
3. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, meliputi:
Fase 5: Manganalisis dan Mengevaluasi Proses Masalah
n. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada peserta didik
mengenai materi yang belum dimengerti.
o. Guru memberikan umban balik, penguatan dan tindak lanjut kepada
peserta didik.
4. Kegiatan penutup
a. Bersama guru, siswa menyimpulkan dan meringkas tentang materi
pembelajaran.
b. Guru memberikan evaluasi kepada siswa.
c. Guru melakukan refleksi kepada siswa, “apakah pelajaran hari ini
menyenangkan atau membosankan? Anak-anak apa yang kalian
peroleh pada pembelajaran hari ini?.
d. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam.
2.1.5 Hasil Belajar
Sardiman dalam Jamil Suprihatingrum (2013:38) menyatakan dengan
mengetahui hasil belajar, jika terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk
lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat
33
maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan
hasilnya terus meningkat.
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Menurut
Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah pola-pola, perbuatan, nilai-
nilai,pengertian-pengertian,sikap-sikap,asperasi, dan ketrampilan-ketrampilan.
Menurut Ahmad Susanto (2013:5) hasil belajar yaitu “perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor
sebagai hasil dari kegiatan hasil belajar”.
Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran
bidang, materi, dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun nontes.
Penguasaan materi yang dimalsud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil
belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam
aspek perilaku yang dibagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomtorik. Ketiga
ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif. Taksonomi
tujuan belajar domaian kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang telah
disempurnakan David Krathwohl sertan Norma E. Gronlund dan R.W de Maclay
ds dalam Wardani, Naniek Sulistya , dkk, (2010:3.21) adalah menghafal,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat.
Dari penjabaran definisi menurut para ahli tentang hasil belajar dapat
disimpulkan bahwa (1) hasil belajar yaitu perubahan kemajuan siswa untuk lebih
giat belajar ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan
dan hasilnya terus meningkat, (2) hasil belajar adalah perilaku perubahan siswa
yang menyangkut aspek kogintif, afektif dan psikomotorik, (3) hasil belajar
adalah hasil pengukuran bidang, materi, dan aspek perilaku baik melalui teknik
tes maupun nontes yang meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, mengevaluasi, dan membuat.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk menjadikan ukuran atau kriteria
dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar diperoleh dari
aktivitas pengukuran. Secara sedrhana pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa. Pengukuran adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat
34
ukurnya dan kemudian menerapkan angka menurut sisten atau aturan tertentu
(Kerlinger dalam Purwanto, 2010:2). Hopkins dan Antes dalam Purwanto
(2010:2), mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka pada atribut dari
objek, orang atau kejadian yang dilakukan untuk menunjukan perbedaan dalam
jumlah. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang
disebut intrumens. Dalam dunia pendidikan intrumens yang sering digunakan
untuk mengukur kemampuan siswa seperti: tes, lembar observasi, panduan
wawancara, skala sikap, dan angket. Berdasarkan pengertian pengukuran yang
telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar siswa digunakanlah alat penelian
hasil belajar. Penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian
untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau
ketercapaian kompetensi rangkaian kemampuan siswa.
2.2 Hubungan Problem Based Learning berbantuan Permainan Ular
Tangga dan Hasil Belajar
Problem Based Learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang
tepat digunakan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar (SD). Melalui metode
Problem Based Learning dapat membantu siswa dalam mengembangkan
ketrampilan berpikir dan ketrampilan mengatasi masalah. Hal tersebut juga dapat
membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan
pemecahan masalah sehingga dapat melatih peserta didik berpikir kritis
Dengan permainan ular tangga akan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika, karena permainan ular tangga berupa permainan yang terdapat soal-
soal dan pertanyaan harus dijawab siswa. Siswa akan tertantang dan antusias
dalam pembelajaran matematika, meningkatkan kreatifitas, dan daya ingat siswa.
Tujuan permainan ular tangga ini adalah memberikan minat, belajar kepada siswa
agar siswa senantiasa mempelajari atau mengulang kembali materi-materi yang
telah dipelajari sebelumnya yang nantinya akan diuji melalui permainan, sehingga
terasa menyenangkan bagi siswa. Jadi Problem Based Learning berbantuan ular
tangga akan meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika
kelas IV semester I SD Negeri 03Jambangan.
35
2.3 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan penelitian dari Ruswinarno yang berjudul Penggunaan Model
PBL Untuk meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas 6 Semester
I SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Tahun Pelajaran 2013/2014
menunjukan berdasarkan analisis data, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
PBL dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada peserta didik kelas 6 SD
Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang. Hasil belajar peserta
didik meningkat dari kondisi pra siklus ketentuan belajar hanya 60,87% dengan
nilai rata-rata 63,26 pada siklus I ketuntasan belajar meningkat menjadi 73,91%
dengan nilai rata-rata 66,30 lalu ketuntasan pada siklus 2 menjadi 100% dengan
nilai rata-rata 71,08. Dengan demikian maka PBL mampu meningkatkan hasil
perolehan nilai peserta didik.
Berdasarkan penelitian dari Siti Novi Andriastutik Skripsi yang berjudul
Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika
dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 Semester II
Sekolah Dasar Negeri 6 Sindurejo Tahun ajaran 2012/2013. Menunjukan
Berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas Yang di laksanakan di SD Negeri 6
Sindurejo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan dan telah dilakukan perbaikan
hasil belajar matematika dengan pokok bahasan jaring-jaring bangun ruang
menggunakan model Problem Based Learning di peroleh peningkatan hasil
belajar matematika. Hal ini terlihat dari peningkatan rata-rata hasil belajar
matematika siswa sebelum diadakannya tindakan atau prasiklus sebesar 62,3
kemudian meningkat pada siklus I sebesar 66,9 pada siklus II meningkat menjadi
77,5. Dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 65 diperoleh ketuntasan kelas pada
prasiklus mencapai 44% dan meningkat pada siklus I yaitu sebesar 72% kemudian
mengalami peningkatan kembali pada siklus II yaitu sebesar 94%. Dalam
penelitian ini hipotesis terbukti yaitu apabila dalam pembelajaran menerapkan
model Problem Based Learning maka hasil belajar matematika siswa kelas 5 di
SD Negeri 6 Sindurejo pada semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 akan
mengalami peningkatan.
36
Dari hasil penelitian relevan yang telah diuraikan, peneliti akan melakukuan
penelitian menggunakan Problem Based Learning. Peneliti mempunyai tujuan
yang sama dengan kedua peneliti diatas yaitu untuk meningkatakan hasil belajar
matematika siswa melalui penerapan Problem Based Learning. Namun akan
sedikit berbeda dengan peneliti sebelumnya yang hanya mengukur hasil belajar
siswa, disini peneliti menambahakan permainan dalam proses pembelajaran yaitu
Permainan Ular Tangga melalui penerapan Problem Based Learning. Jadi dengan
diterapkannya Problem Based Learningberbantuan permainan ular tangga dapat
meningkatakan hasil belajar siswa kelas IV untuk mata pelajaran matematika.
2.4 Kerangka Berpikir
Hasil belajar matematika kelas IV SD Negeri 03 Jambangan tergolong
rendah yaitu KKM 70 di SD Negeri 03Jambangan pada mata pelajaran
matematika. Berdasarkan nilai ulangan harian terdapat 17 siswa dari 30 siswa
yang tidak lulus KKM.. Hal ini terbukti dari hasil wawancara Ibu Suharmi selaku
guru kelas IV menyatakan bahwa kesulitan dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa terutama pada mata pelajaran matematika. Siswa kelas IV SD
Negeri 03 Jambangan masih beranggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit
dan tidak menyenangkan. Hal ini bisa jadi dikarenakan guru kurang
mengembangkan metode yang diterapkan dalam mengajar, sehingga masih
terkesan teacher center atau pembelajaran masih berpusat pada guru.
Melihat permasalahan yang ada, disini peneliti akan mencoba mengganti
metode pembelajaran yang biasa guru gunakan dengan menggunakan Problem
Based Learning. Penguasaan materi mata pelajaran matematika dapat diukur
dengan membentuk siswa menjadi kelompok dan dihadapkan oleh sebuah
permasalahan yang disampaikan oleh guru, dengan bekerja bersama kelompok
dapat membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah
yang diberikan oleh guru, sehingga peran anggota kelompok juga besar dalam
meningkatkan hasil belajar anggota yang lain. Dalam pembelajaran akan dibantu
model atau permainan ular tangga yang akan memotivasi siswa terhadap pelajaran
matematika khususnya. Berdasarkan uraian tersebut diasumsikan bahwa Problem
37
Based Learning berbatuan Permainan Ular Tangga diterapkan untuk
meningkatkan penguasaan konsep matematika, media permainan ular tangga akan
membuat minat siswa terhadap mata pelajaran matematika, dalam pembelajaran
matematika harus ada pembelajaran yang inovasi, supaya siswa minat dan tidak
selalu beranggapan bahwa belajar matematika sulit, Metode pembelajaran
Problem Based Learning melalui pembelajaran kelompok dan melalui permainan
ini akan berdampak positif pada peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas
IV semester I SD Negeri 03 Jambangan. Langkah-langkah problem based
learning berbantuan permainan ular tangga adalah (1) Orientasi siswa pada situasi
masalah, iswa dihadapkan pada situasi masalh dan siswa harus memecahkan
masalahnya, (2) mengorganisasi siswa siswa untuk belajar siswa dan guru
merencanakan rencana pembelajaran, (3) membimbing penyelidikan individu atau
kelompok siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah
sebelumnya kemudian guru membagikan satu set permainan ular tangga untuk
membantu siswa mencari jawaban dari topik yang mereka bahas, (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya siswa menjawab permainan ular
tangga bersama kelompok untuk dipresentasikan di depan kelas, (5) menganalisis
dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah memberikan evaluasi terhadap hasil
presentasi masing-masing kelompok dan mengadakan evaluasi akhir
pembelajaran. Setelah diterapkan l pembelajaran kooperatif problem based
learning berbantuan permainan ular tangga diharapkan hasil belajar siswa bisa
meningkat dan siswa lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian pustaka, dapat
digambarkan 2.3 bagan kerangka berpikir sebagai berikut.
38
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir
2.5 Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang dirumuskan adalah peningkatan hasil belajar matematika
melalui penerapan problem based learning berbantuan permainan ular tangga
siswa kelas IV SD Negeri 03 Jambangan Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan
semester I tahun ajaran 2015/2016.
Pembelajaran konvensional
Hasil Belajar
Pembelajaran Problem
Based Learning
berbantuan permainan
ular tangga pada mata
pelajaran Matematika
Kompetensi Dasar:
a. Menentukan kelipatan persekutuan
terkecil (KPK) dan faktor
persekutuan terbesar (FPB).
b. Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan KKP dan FPB
3. Siswa merencanakan pemecahan masalah
kelipatan dan faktor bilangan menerima
masalah tentang kelipatan dan faktor
2. Membentuk kelompok 4-5 siswa
1. Siswa menerima masalah tentang kelipatan dan
faktor bilangan Matematika
4. Siswa melaksanakan pemecahan masalah
kelipatan dan faktor bilangan dibawah
bimbingan guru merencanakan
pemecahan masalah kelipatan dan faktor
6. Mengevaluasi hasil
pemecahan masalah
5. Siswa menyajikan hasil pemecahan
masalah kelipatan dan faktor
bilangan
Tes
Formatif