bab ii kajian pustaka 2 - umm

15
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karang Karang adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting sebagai sumber makanan, habitat berbagai macam jenis biota komersial, yang menyediakan pasir untuk pantai, dan sebagai penghalang ombak dan erosi pantai. (Susie, 2000). Karang adalah hewan yang tidak memiliki tulang belakang yang mempunyai ukuran mikroskopik, memiliki rongga didalam tubuh ( Coelentarata) dan duri kecil dengan racun (Cnidaria) (Citra, 2018). 2.2 Klasifikasi Karang Karang termasuk salah satu dari keluarga besar biota laut yang memiliki sengat atau lebih dikenal sebagai cnidarian.Cnidarian dibagi menjadi dua yaitu hydrozoa dan anthozoa yang merupakan biota yang memiliki skeleton didalam tubuhnya. Kelompok anthozoa yang umum dikenal antara lain adalah stolonifera, Ctenothecalia dan Scleractinia (Suharsono, 2008). Berikut adalah tabel klasifikasi dari karang: Tabel 2.1 Klasifikasi Karang Filum Kelas Ordo Famili Genus Coelenterata Anthozoa Coenthecalia Helioporidae Heliopora Stolinifera Tubiporidae Tubipora Scleractinia Acroporidae Acropora Alveopora Anacropora Astreopora Montipora Agaricidae Coeloseris Gardineroseris Leptoseris Pachyseris Pavona Astrocoeniidae Madracis Palauastrea Stylocoeniella Dendrophylliidae Heterospsammia Tubestrea Turbinaria Faviidae Australogyra Barabattoia Caulastrea Caulastrea

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Karang

Karang adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting sebagai sumber

makanan, habitat berbagai macam jenis biota komersial, yang menyediakan pasir

untuk pantai, dan sebagai penghalang ombak dan erosi pantai. (Susie, 2000).

Karang adalah hewan yang tidak memiliki tulang belakang yang mempunyai

ukuran mikroskopik, memiliki rongga didalam tubuh (Coelentarata) dan duri

kecil dengan racun (Cnidaria) (Citra, 2018).

2.2 Klasifikasi Karang

Karang termasuk salah satu dari keluarga besar biota laut yang memiliki

sengat atau lebih dikenal sebagai cnidarian.Cnidarian dibagi menjadi dua yaitu

hydrozoa dan anthozoa yang merupakan biota yang memiliki skeleton didalam

tubuhnya. Kelompok anthozoa yang umum dikenal antara lain adalah

stolonifera, Ctenothecalia dan Scleractinia (Suharsono, 2008).

Berikut adalah tabel klasifikasi dari karang:

Tabel 2.1 Klasifikasi Karang

Filum Kelas Ordo Famili Genus

Coelenterata Anthozoa Coenthecalia Helioporidae Heliopora

Stolinifera Tubiporidae Tubipora

Scleractinia Acroporidae Acropora Alveopora

Anacropora

Astreopora

Montipora

Agaricidae Coeloseris

Gardineroseris Leptoseris

Pachyseris

Pavona

Astrocoeniidae Madracis

Palauastrea

Stylocoeniella

Dendrophylliidae Heterospsammia

Tubestrea Turbinaria

Faviidae Australogyra Barabattoia

Caulastrea

Caulastrea

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

8

Cyphastrea

Diploastrea

Echinopora

Goniastrea Leptastrea

Leptoria

Montrastrea

Oulastrea Oulophyllia

Platygyra

Platygyra

Plesiastrea

Fungidae Ctenactis

Cyloseris Diaseris

Fungia

Halomitra

Heliofungia Herpolitha

Lithophyllon

Podabacia

Polyphyllia Sandalolitha

Zoopilus

Merulinidae Goniastrea

Hydnophora

Merulina Paraclaverina

Scapophyllia

Mussidae Acanthastrea

Australomussa

Blastomussa Cynarina

Lobophyllia

Scolymia

Symphyllia

Oculunidae Galaxea

Pectiniidae Echinophyllia

Mycedium

Oxypora Pectinia

Polcilloporidae Pocillipora Seriatopora

Stylophora

Poritidae Goniopora

Porites

Siderastredae Coscinaraea

Psammocora

Pseudosiderastrea

Trachyphyliidae Trachyphyllia

Wellsophyllia

Berikut adalah beberapa kelompok famili yang termasuk dalam golongan kelas

Anthozoa:

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

9

a. Famili Acroporidae

Famili Acroporidae mempunyai ciri yaitu; koralit kecil, tanpa kolumella, septa

sederhana dan tidak mempunyai struktur tertentu, koralit dibentuk secara

ekstratentakuler, septa berkembang dengan baik dan dengan kolumella yang

sederhana. Contoh: Acropora humilis

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.1: Acropora humilis

b. Famili Agaricidae

FamiliAgaricidae mempunyai ciri yaitu; Koloni massive, lembaran atau

berbentuk daun, koralit rata atau tenggelam dengan dinding yang tidak

berkembang, septokosta berkembang dan sering merupakan kelanjutan dari koralit

di sebelahnya. Contoh: Pavona decussate

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.2: Pavona decussate

c. Famili Astrocoeniidae

Famili Astrocoeniidae mempunyai ciri yaitu; Koloni yang bercabang atau

submassive, ditutupi bintil-bintil (verrucosae), koralit hampir tenggelam dan

kecil, kolumela berkembang dengan baik, serta dua tingkat dan sering bergabung

dengan kolumela, diantara koralit dipenuhi duri-duri kecil. Contoh: Madracis

pharensis.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

10

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.3: Madracis pharensi

d. Famili Dendrophyllidae

Famili Dendrophyllidae mempunyai ciri yaitu; Karang ini ada yang soliter

atau membentuk koloni koralit porus, terdiri dari konesteum septa bersatu

dengan pola tertentu, suku ini merupakan karang ahermatipik. Contoh:

Heteropsammia cochlea.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.4: Heteropsammia cochlea

e. Famili Faviidae

Famili Faviidae mempunyai ciri yaitu; Koloni yang berbentuk massive, septa,

pali, kolumela, dinding koralit jika ada akan membentuk struktur yang seragam

untuk masing-masing marga, septa sederhana dengan gigi yang seragam,

kolumela strukturnya hampir sama dalam satu marga, dinding hampir semuanya

terbentuk dari perubahan septa yang saling berhubungan. Contoh: Caulastrea

tumida.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.5: Caulastrea tumid

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

11

f. Famili Fungidae

Famili Fungidae mempunyai ciri yaitu; Hidup soliter atau membentuk koloni,

bebas atau melekat pada substrat, mempunyai septa pada permukaannya yang

membentuk lajur secara radial dari mulut yang terletak di tengah, pada bagian

bawah menunjukkan hal yang sama dan disebut sebagai kosta. Contoh: Cycloseris

patelliformis.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.6: Cycloseris patelliformis

g. Famili Helioporidae

Famili Heliopora mempunyai ciri yaitu; Dikenal sebagai karang biru, jenis ini

hanya mempunyai satu jenis yaitu : Heliopora coerulea

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.7: Heliopora coerulea

h. Famili Merulinidae

Famili Merulinidae mempunyai ciri yaitu; Koloni massive, merayap atau

lembaran, adanya alur-alur saling bersatu, begitu juga struktur koralit. Contoh:

Hydnophora rigida.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.8: Hydnophora rigida

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

12

i. Famili Mussidae

Famili Mussidae mempunyai ciri yaitu; Karang yang membentuk soliter

tetapi ada juga yang membentuk koloni, koralit dengan alur yang lebar dan bukit

yang besar, septa dengan gigi yang besar ada yang tajam dan ada yang tumpul,

kolumela dan dinding berkembang sangat baik. Contoh: Blastomussa wellsi.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.9: Blastomussa wellsi

j. Famili Oculinidae

Famili Oculinidae mempunyai ciri yaitu; Koloni submassive atau bercabang,

koralit tebal dan antar koralit satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan

konesteum yang halus, septa berkembang dengan baik dan mempunyai bentuk

yang khas. Contoh: Galaxea horrescens.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.10: Galaxea horrescens

k. Famili Pectiniidae

Famili Pectiniidae mempunyai ciri yaitu; Membentuk koloni dengan bentuk

pertumbuhan koloni lembaran yang tipis, dinding koralit tidak ada, kosta

membentuk struktur yang nyata dan menghubungkan antara koralit yang satu

dengan yang lainnya. Contoh: Echinophyllia aspera.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.11: Echinophyllia aspera

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

13

l. Famili Pocilloporidae

Famili Pocilloporidae mempunyai ciri yaitu; Koloni bercabang atau

submassive, ditutupi bintil-bintil (verrucose), koralit hampir tenggelam dan kecil,

kolumela berkembang dengan baik, serta dua tingkat dan sering bergabung

dengan kolumela, diantara koralit dipenuhi duri-duri kecil. Contoh: Pocillopora

verrucosa.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.12: Pocillopora verrucosa

m. Famili Poritidae

Famili Poritidae mempunyai ciri yaitu; Koloni massive dengan ukuran dari

kecil sampai beberapa meter, ada beberapa yang berupa lembaran terutama untuk

jenis Porites, koralit dengan ukuran yang bervariasi, tanpa konesteum, dinding

koralit dan septa porus, septa mempunyai karakteristik dengan adanya

penggabungan dan masing-masing genera membentuk struktur yang khas.

Contoh: Alveopora catalai.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.13: Alveopora catalai

n. Famili Siderastreidae

Famili Siderastredae mempunyai ciri yaitu; Merupakan koloni massive

dengan koralit rata atau tenggelam, dinding koralit tidak berkembang dengan baik,

dinding yang terlihat sebenarnya merupakan septokosta yang biasa bertemu

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

14

sepanjang pinggiran dinding, permukaan selalu bergranula. Contoh: Psammocora

contigua.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.14: Psammocora contigua

o. Famili Tubiporidae

Karang suling (Tubipora musica)mempunyai ciri yaitu; Karang ini merupakan

jenis karang suling, berwarna merah. Contoh: Tubipora musica

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.15: Tubipora musica

p. Famili Trachyphylliidae

Famili Trachyphylliidae mempunyai ciri yaitu; Mempunyai bentuk

pertumbuhan spesifik, hidup bebas dengan ukuran koloni yang relative kecil dan

berbentuk mangkuk, septa jelas sekali dan mempunyai pali yang besar. Contoh:

Trachyphyllia geoffroyi.

Sumber: Suharsono, 2008

Gambar 2.16: Trachyphyllia geoffroyi

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

15

2.3 Reproduksi Karang

Mekanisme reproduksi pada karang berlangsung sederhana. Kira-kira tiga-

perempat karang yang berkembang menjadi terumbu karang. Terumbu karang

bersifat hemafrodit; sisanya memiliki jenis kelamin yang terpisah. Tiga perempat

menjalani pembuahan eksternal di mana sperma dan telur mengalami pembuahan

di dalam kolom air, kemudian berkembang menjadi larva planula. Sisanya

mengerami anaknya ke tahap planula. Sekarang sudah terkenal dengan

pengembangbiakan secara serempak, di mana semua individu dari suatu populasi

di terumbu karang dan bahkan sebagian besar jenis, melepaskan materi-materi

reproduksi secara serempak atau bersamaan, seperti di karang penghalang besar

(Oktober/november) dan di Jepang bagian selatan (Juli). Metode ini meningkatkan

peluang keberhasilan pembuahan dan juga karena pemangsa kewalahan dengan

begitu banyak makanan sehingga mereka tidak dapat menghabiskannya. Planula

dapat tinggal di kolom air selama berbulan-bulan, sehingga dapat menyebar luas.

Pada tahap planktonik, keberadaan mereka tertolong oleh zooxanthellae yang

menyediakan makanan bagi planula (Beehler, 2012).

Reproduksi atau propagasi karang terjadi secara seksual dan aseksual.

Reproduksi/propagasi aseksual terjadi melalui proses pertunasan, fragmentasi,

polip bail-out, dan parthenogenesis. Reproduksi/propagasi secara seksual terjadi

melalui proses peleburan inti gamet jantan dengan nti gamet betina. Karang

umumnya bersifat gonochoris (sel gamet jantan dan betina dihasilkan oleh

individu yang berbeda) meskipun beberapa spesies bersifat hemaprodit (sel gamet

jantan dan betina dihasilkan oleh individu yang sama). Reproduksi/propagasi

aseksual karang melalui berbagai cara yaitu: Pertunasan secara intratentakular,

fragmentasi, polip bailout, Parthenogenesis (Rusandi, 2017).

Siklus reproduksi aseksual sangat kompleks, sebagai contoh transplantasi

karang, proses ini sebenarnya adalah mengambil sebagian dari koloni atau

fragmen yang kemudian ditanam pada substrat tersendiri dan akan menjadi koloni

baru lagi, sehingga walaupun ukuran diameter koloninya kecil namun sebenarnya

koloni tersebut sudah dewasa, bukan merupakan juvenile lagi (Luthfi, 2018).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

16

2.4 Parameter Kimia Lingkungan

Keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan hermatypic karang

tergantung pada kondisi lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak

selalu tetap, akan tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan, baik yang

berasal dari alam atau aktifitas manusia. Gangguan dapat berupa faktor fisik-kimia

dan biologis. Faktor- faktor fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi

kehidupan dan laju pertumbuhan karang, antara lain adalah cahaya matahari, suhu,

salinitas, dan sedimen. Sedangkan faktor biologis, biasanya berupa predator atau

pemangsanya. Berikut beberapa faktor lingkungan pembatas kehidupan terumbu

karang; Cahaya, suhu dan salinitas. (Suryanti, Supriharyono, & Willy, 2011)

Pertumbuhan biota laut di daerah pasang surut sangat tinggi, disebabkan

karena daerah ini merupakan tempat hidup, tempat berlindung, dan tempat

mencari makan.Selain itu, kondisi lingkungan pada daerah ini sangat

menguntungkan bagi pertumbuhan biota laut karena adanya dukungan dari faktor

fisika, kimia, dan biologis laut. Faktor fisik-kimia laut meliputi salinitas, pH, arus,

suhu, dan kecerahan yang selalu berubah-ubah sangat berpengaruh terhadap

kehidupan organisme di daerah pasang surut (Sutomo, 2008).

2.5 Penyebaran dan Keanekaragaman Karang

Indonesia berada tepat di pusat “segi tiga karang” (Coral Triangle) suatu

kawasan terumbu karang dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi dunia.

Luas terumbu karang Indonesia mencapat 39.583 km2 atau sekitar 45,7% dari

total 86.503 km2. Luas terumbu di wilayah segi tiga karang dengan puncak

keanekaragaman spesies diperkirakan tertinggi antara lain 590 spesies karang batu

dan 2.200 spesies ikan karang (Giyanto et al., 2014).

Menurut (Jaziri, 2018) dalam White (1987) menyebutkan bahwa karang

dapat ditemukan diseluruh perairan di dunia baik di daerah subtropis maupun

daerah subtropis, namun daerah tropis mempunyai tingkat pertumbuhan terumbu

paling baik. Hal ini dikarenakan keberadaan dua kelompok karang yang berbeda,

yaitu kelompok karang hermatipik dan ahermatipik. Kelompok karang hermatipik

adalah karang yang dapat menghasilkan terumbu. Sedangkan kelompok karang

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

17

ahermatipik adalah karang yang tidak dapat menghasilkan terumbu, karang

ahematipik tersebar diseluruh dunia, karang hermatipik hanya tersebar di daerah

tropis. Perbedaan antara kedua kelompok karang ini adalah sel-sel tumbuhan pada

karang hermatipik yang bersimbiosis disebut izooxanthella, sedangkan karang

ahermatipik tidak ditemukan.

Berdasarkan jenis dan generanya, terumbu karang yang paling besar

ditemukan di wilayah Indo-pasifik, termasuk didalamnya kepulauan Indonesia,

Kepulauan Filipina, Papua, dan Australia bagian Utara. Di seluruh wilayah Indo-

Pasifik tercatat 50 genera dan 700 spesies. Semakin jauh dari wilayah ini, jumlah

genera dan 700 spesies. Semakin jauh dari wilayah ini, jumlah genera dan spesies

semakin berkurang, baik ke Utara, Selatan, maupun ke Timur dan Barat. Wilayah

pesisir Indonesia memiliki berbagai ekosistem pantai yang meliputi perairan

estuaria, terumbu karang, padang lamun, dan juga hutan mangrove. Pada

ekosistem tersebut, memiliki dan mengandung keanekaragaman sumberdaya

hayati laut yang sengat kaya, khususnya pada ekosistem terumbu karang. (Jaziri,

2018).

2.6 Pulau Gili Labak Kabupaten Sumenep

Kabupaten Sumenep dengan potensi terumbu karang, mangrove dan jumlah

pulau terbesar di Jawa Timur merupakan kabupaten yang mempunyai sumberdaya

alam sangat potensial untuk dimanfaatkan.Luas terumbu karang yang terdapat di

Kabupaten Sumenep mencapai hingga 73.911 ha. Jumlah pulau ada 106 pulau,

dengan jumlah pulau yang berpenghuni mencapai 48 pulau dan 78 pulau tidak

berpenghuni (Efendy & Muhsoni, 2018). Sumenep atau dalam bahasa Madura

Songennep, merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Pulau Madura, Jawa

Timur. Kabupaten ini berada di ujung timur Pulau Madura, kondisi geografi

wilayahnya terdiri dari daratan dan Kepulauan. Kabupaten Sumenep ini dulunya

merupakan wilayah bagian kerajaan-kerajaan besar yang berpusat di Pulau Jawa,

seperti : Kerajaan Singasari, Majapahit, Demak, serta Mataram. Sumenep untuk

saat ini merupakan salah satu tempat tujuan wisata di Jawa Timur, khususnya

Madura.Kabupaten Sumenep di antara seluruh kabupaten di Pulau Madura

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

18

merupakan sektor pariwisata yang telah mengalami peningkatan cukup besar

dengan wisata alam yang menjadi salah satu primadonanya. Yang sedang menjadi

trending topik saat ini yakni Pulau Gili Labak (Risma, 2017).

Salah satu pulau di Kabupaten Sumenep yang saat ini yang menjadi daya

tarik wisata adalah Pulau Gili labak. Luas terumbu karang di Pulau Gili Labak

mencapai 66 ha, dengan kondisi karang hidup seluas 48,7% dan terumbu karang

dalam kondisi mati seluas 51,3%. Jenis karang yang dominan adalah Stylophora

(Branching), dengan luas terumbu karang sebesar 29,27. Kondisi pulau Gili

Labak sangat potensial untuk pengembangan ekowisata selam, ekowisata

snorkeling dan ekowisata pantai. Kondisi pulau ini hasil pengukuran lapang

menunjukkan : Jenis ikan karang mencapai 20-75 jenis ikan karang, kecerahan

perairan mencapai 100% disemua lokasi pengukuran, tutupan komunitas karang

mencapai 41,9%, jenis life-form yang ditemukan lebih besar dari 10 jenis, suhu

perairan mencapai 30,9-31,2 0C, salinitas mencapai antara 30-32 %0, kedalam

perairan di pulau Gili Labak rata-rata 1-10 m dan kecepatan arus di pulau ini

antara 5,8-15,2 cm/dt. Rute atau akses menuju Pulau Gili Labak melalui beberapa

rute : (1) Pelabuhan Kalianget dari jantung kota Sumenep, (2) Desa Lobuk di

kecamatan Bluto merupakan salah satu desa yang terdapat dermaga atau

pelabuhan mini, (3) Desa Tanjung di kecamatan Saronggi merupakan dermaga

yang banyak menyediakan perahu kecil untuk menuju Gili Labak, (4) Desa

Kombang di kecamatan Talango di Pulau Poteran (Efendy & Muhsoni, 2018).

Pulau Gili Labak mempunyai pesona alam terpendam di dalamnya yang

mampu menarik wisatawan. Bentangan pasir putih dan lautan biru dengan ombak

yang landai menjadikan Pulau Gili Labak ini sangat layak untuk dikunjungi. Pasir

putih Gili Labak Sumenep sekitar 50 meter, sebelum Pulau Gili Labak

mempunyai daya tarik yang sangat unik yaitu pesona keindahan biota laut yang

sangat beragam, sehingga dapat memuaskan para pecinta snorkling ataupun

driving. Selain itu, hamparan pasir putih bersih yang dipadukan dengan

pepohonan di sekitar tepi pantai, desiran ombak yang tenang, warna-warni

keberagaman ikan lautnya dan hamparan terumbu karang dapat menjadikan daya

tarik tersendiri dari pulau tersebut. Keindahan Pulau Gili Labak sangat layak

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

19

untuk dipromosikan ke mancanegara agar potensi wisata yang berada di Indonesia

dapat dipandang oleh negara lain (Risma, 2017).

2.7 Sumber Belajar Biologi

Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat memudahkan peserta

didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan

keterampilan dalam proses belajar mengajar (Dwito, Meti, & Puguh, 2013).

Sumber belajar adalah bahan-bahan yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam

proses pembelajaran, yang dapat berupa buku teks, media cetak, media elektronik,

narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya yang tersedia di sekitar

lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi hasil belajar.

Salah satu masalah dalam proses pembelajaran adalah kurang tersedianya buku

teks yang berkualitas sehingga siswa sulit memahami buku yang dibacanya dan

sering buku-buku teks tersebut membosankan. Untuk mengatasi masalah di atas,

dapat diterapkan sistem pengajaran modul yang memberi kepercayaan pada

kemampuan siswa untuk belajar mandiri. Pembelajaran dengan menggunakan

modul diharapkan akan menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Modul

merupakan sebagai unit pembelajaran berbentuk cetak, memiliki satu tema

terpadu, menyajikan kepada siswa keterangan-keterangan yang diperlukan untuk

menguasai dan menilai pengetahuan dan keterampilan yang ditentukan.

Sumber belajar adalah daya yang dimanfaatkan guna kepentingan proses

belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian atau

secara keseluruhan. Sumber belajar adalah bahan yang mencakup media belajar,

alat peraga, alat permainan untuk memberi informasi maupun berbagai

keterampilan kepada anak dan orang dewasa yang berperan mendampingi anak

dalam belajar. Sumber belajar dapat berupa tulisan (tulisan tangan atau hasil

cetak), gambar , foto, nara sumber , benda-benda alamiah dan benda-benda hasil

budaya (Sri et al., 2012).

Dalam melaksanakan kegitan belajar mengajar guru sewajarnya

memanfaatkan sumber belajar, karena pemanfaatan sumber belajar merupakan hal

yang sangat penting dalam konteks belajar mengajar tersebut. Di katakan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

20

demikian karena memanfaatkan sumber belajar akan dapat membantu dan

memberikan kesempatan belajar yang berpartisipasi serta dapat memberikan

perjalanan belajar yang kongkrit. Sehingga tujuan pembelajaran yang telah

ditentukan dapat di capai dengan efisien dan efektif (Kasrina, Sri, & E, 2012).

Sumber belajar sebagai segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan

belajar, sehingga diperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan

keterampilan yang diperlukan. Sumber belajar juga diartikan sebagai daya yang

dapat dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara

langsung maupun tidak langsung sebagian atau secara keseluruhan (Kasrina et al.,

2012).

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber belajar dalam bidang

ilmu pengetahuan pada mata pelajaran Biologi SMA kelas X. Di Sekolah

Menengah Atas pengajaran tentang terumbu karang berdasarkan lampiran

Permendikbud No.59 tahun 2013 tentang kurikulum SMA-MA, tercantum dalam

Kompetensi Dasar: 3.9 Menerapkan klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke

dalam filum berdasarkan bentuk tubuh, simetri tubuh, rongga tubuh dan

reproduksi. Dan 4.9 Menyajikan data tentang perbandingan kompleksitas lapisan

penyusun tubuh hewan (diploblastik dan triploblastik), simetri tubuh, rongga

tubuh dan reproduksinya. Dan untuk sumber pembelajaran yang digunakan guru

dapat berupa poster.

2.8 Penelitian Terdahulu

Menurut Saleh dalam penelitian nya pada tahun 2013 dengan judul

“Inventarisasi Terumbu Karang Di Pulau Mamburit Kepulauan Kangean

Kabupaten Sumenep” dengan tujuan penelitian mengetahui keragaman spesies

dan presentase tutupan karang hidup, serta keragaman spesies dan keragaman

spesies ikan karang di pulau Mamburit sebagai data awal untuk menjadikan

Sumenep daerah tujuan wisata bahari. Dan untuk metode penelitian yaitu

dilaksanakan di Pulau Mamburit Desa Kalisangka Kecamatan Arjasa Kabupaten

Sumenep pada tanggal 07 – 29 September 2013. Pengambilan data karang

menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), yaitu transek garis

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - UMM

21

dibentangkan sepanjang 100 meter tegak lurus garis pantai Menurut Suhartati

(2010) pengambilan data searah jarum jam dan empat stasiun yaitu pada bagian

timur, utara, barat dan selatan suatu pulau sehingga diasumsikan dapat mewakili

keadaan terumbu karang di suatu pulau.

Hasil peneliian yaitu terumbu karang di pulau Mamburit berdasarkan hasil

pengamatan di lapang terdapat 11 kategori bentuk pertumbuhan (Lifeform)

karang. Dan terdapat beberapa kerusakan terumbu karang, sebagian besar

diakibatkan oleh masyarakat pulau Mamburit yeng menggunakan alat tangkap

yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan sianida, bom dan jangkar.

2.9 Kerangka Konsep

Gambar 2.17 Kerangka Konsep

Pulau Gili Labak

Kabupaten Sumenep

Genus Karang

Parameter Kimia

Lingkungan (Suhu, Salinitas, dan

Kecerahan)

Kondisi Karang

Dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi pada

materi Kingdom Animalia di Kelas X SMA yang

dijadikan media berupa poster

Hasil Penelitian Genus Karang