bab ii kajian pustaka 2 - umm
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Karang
Karang adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting sebagai sumber
makanan, habitat berbagai macam jenis biota komersial, yang menyediakan pasir
untuk pantai, dan sebagai penghalang ombak dan erosi pantai. (Susie, 2000).
Karang adalah hewan yang tidak memiliki tulang belakang yang mempunyai
ukuran mikroskopik, memiliki rongga didalam tubuh (Coelentarata) dan duri
kecil dengan racun (Cnidaria) (Citra, 2018).
2.2 Klasifikasi Karang
Karang termasuk salah satu dari keluarga besar biota laut yang memiliki
sengat atau lebih dikenal sebagai cnidarian.Cnidarian dibagi menjadi dua yaitu
hydrozoa dan anthozoa yang merupakan biota yang memiliki skeleton didalam
tubuhnya. Kelompok anthozoa yang umum dikenal antara lain adalah
stolonifera, Ctenothecalia dan Scleractinia (Suharsono, 2008).
Berikut adalah tabel klasifikasi dari karang:
Tabel 2.1 Klasifikasi Karang
Filum Kelas Ordo Famili Genus
Coelenterata Anthozoa Coenthecalia Helioporidae Heliopora
Stolinifera Tubiporidae Tubipora
Scleractinia Acroporidae Acropora Alveopora
Anacropora
Astreopora
Montipora
Agaricidae Coeloseris
Gardineroseris Leptoseris
Pachyseris
Pavona
Astrocoeniidae Madracis
Palauastrea
Stylocoeniella
Dendrophylliidae Heterospsammia
Tubestrea Turbinaria
Faviidae Australogyra Barabattoia
Caulastrea
Caulastrea
8
Cyphastrea
Diploastrea
Echinopora
Goniastrea Leptastrea
Leptoria
Montrastrea
Oulastrea Oulophyllia
Platygyra
Platygyra
Plesiastrea
Fungidae Ctenactis
Cyloseris Diaseris
Fungia
Halomitra
Heliofungia Herpolitha
Lithophyllon
Podabacia
Polyphyllia Sandalolitha
Zoopilus
Merulinidae Goniastrea
Hydnophora
Merulina Paraclaverina
Scapophyllia
Mussidae Acanthastrea
Australomussa
Blastomussa Cynarina
Lobophyllia
Scolymia
Symphyllia
Oculunidae Galaxea
Pectiniidae Echinophyllia
Mycedium
Oxypora Pectinia
Polcilloporidae Pocillipora Seriatopora
Stylophora
Poritidae Goniopora
Porites
Siderastredae Coscinaraea
Psammocora
Pseudosiderastrea
Trachyphyliidae Trachyphyllia
Wellsophyllia
Berikut adalah beberapa kelompok famili yang termasuk dalam golongan kelas
Anthozoa:
9
a. Famili Acroporidae
Famili Acroporidae mempunyai ciri yaitu; koralit kecil, tanpa kolumella, septa
sederhana dan tidak mempunyai struktur tertentu, koralit dibentuk secara
ekstratentakuler, septa berkembang dengan baik dan dengan kolumella yang
sederhana. Contoh: Acropora humilis
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.1: Acropora humilis
b. Famili Agaricidae
FamiliAgaricidae mempunyai ciri yaitu; Koloni massive, lembaran atau
berbentuk daun, koralit rata atau tenggelam dengan dinding yang tidak
berkembang, septokosta berkembang dan sering merupakan kelanjutan dari koralit
di sebelahnya. Contoh: Pavona decussate
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.2: Pavona decussate
c. Famili Astrocoeniidae
Famili Astrocoeniidae mempunyai ciri yaitu; Koloni yang bercabang atau
submassive, ditutupi bintil-bintil (verrucosae), koralit hampir tenggelam dan
kecil, kolumela berkembang dengan baik, serta dua tingkat dan sering bergabung
dengan kolumela, diantara koralit dipenuhi duri-duri kecil. Contoh: Madracis
pharensis.
10
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.3: Madracis pharensi
d. Famili Dendrophyllidae
Famili Dendrophyllidae mempunyai ciri yaitu; Karang ini ada yang soliter
atau membentuk koloni koralit porus, terdiri dari konesteum septa bersatu
dengan pola tertentu, suku ini merupakan karang ahermatipik. Contoh:
Heteropsammia cochlea.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.4: Heteropsammia cochlea
e. Famili Faviidae
Famili Faviidae mempunyai ciri yaitu; Koloni yang berbentuk massive, septa,
pali, kolumela, dinding koralit jika ada akan membentuk struktur yang seragam
untuk masing-masing marga, septa sederhana dengan gigi yang seragam,
kolumela strukturnya hampir sama dalam satu marga, dinding hampir semuanya
terbentuk dari perubahan septa yang saling berhubungan. Contoh: Caulastrea
tumida.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.5: Caulastrea tumid
11
f. Famili Fungidae
Famili Fungidae mempunyai ciri yaitu; Hidup soliter atau membentuk koloni,
bebas atau melekat pada substrat, mempunyai septa pada permukaannya yang
membentuk lajur secara radial dari mulut yang terletak di tengah, pada bagian
bawah menunjukkan hal yang sama dan disebut sebagai kosta. Contoh: Cycloseris
patelliformis.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.6: Cycloseris patelliformis
g. Famili Helioporidae
Famili Heliopora mempunyai ciri yaitu; Dikenal sebagai karang biru, jenis ini
hanya mempunyai satu jenis yaitu : Heliopora coerulea
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.7: Heliopora coerulea
h. Famili Merulinidae
Famili Merulinidae mempunyai ciri yaitu; Koloni massive, merayap atau
lembaran, adanya alur-alur saling bersatu, begitu juga struktur koralit. Contoh:
Hydnophora rigida.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.8: Hydnophora rigida
12
i. Famili Mussidae
Famili Mussidae mempunyai ciri yaitu; Karang yang membentuk soliter
tetapi ada juga yang membentuk koloni, koralit dengan alur yang lebar dan bukit
yang besar, septa dengan gigi yang besar ada yang tajam dan ada yang tumpul,
kolumela dan dinding berkembang sangat baik. Contoh: Blastomussa wellsi.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.9: Blastomussa wellsi
j. Famili Oculinidae
Famili Oculinidae mempunyai ciri yaitu; Koloni submassive atau bercabang,
koralit tebal dan antar koralit satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan
konesteum yang halus, septa berkembang dengan baik dan mempunyai bentuk
yang khas. Contoh: Galaxea horrescens.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.10: Galaxea horrescens
k. Famili Pectiniidae
Famili Pectiniidae mempunyai ciri yaitu; Membentuk koloni dengan bentuk
pertumbuhan koloni lembaran yang tipis, dinding koralit tidak ada, kosta
membentuk struktur yang nyata dan menghubungkan antara koralit yang satu
dengan yang lainnya. Contoh: Echinophyllia aspera.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.11: Echinophyllia aspera
13
l. Famili Pocilloporidae
Famili Pocilloporidae mempunyai ciri yaitu; Koloni bercabang atau
submassive, ditutupi bintil-bintil (verrucose), koralit hampir tenggelam dan kecil,
kolumela berkembang dengan baik, serta dua tingkat dan sering bergabung
dengan kolumela, diantara koralit dipenuhi duri-duri kecil. Contoh: Pocillopora
verrucosa.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.12: Pocillopora verrucosa
m. Famili Poritidae
Famili Poritidae mempunyai ciri yaitu; Koloni massive dengan ukuran dari
kecil sampai beberapa meter, ada beberapa yang berupa lembaran terutama untuk
jenis Porites, koralit dengan ukuran yang bervariasi, tanpa konesteum, dinding
koralit dan septa porus, septa mempunyai karakteristik dengan adanya
penggabungan dan masing-masing genera membentuk struktur yang khas.
Contoh: Alveopora catalai.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.13: Alveopora catalai
n. Famili Siderastreidae
Famili Siderastredae mempunyai ciri yaitu; Merupakan koloni massive
dengan koralit rata atau tenggelam, dinding koralit tidak berkembang dengan baik,
dinding yang terlihat sebenarnya merupakan septokosta yang biasa bertemu
14
sepanjang pinggiran dinding, permukaan selalu bergranula. Contoh: Psammocora
contigua.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.14: Psammocora contigua
o. Famili Tubiporidae
Karang suling (Tubipora musica)mempunyai ciri yaitu; Karang ini merupakan
jenis karang suling, berwarna merah. Contoh: Tubipora musica
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.15: Tubipora musica
p. Famili Trachyphylliidae
Famili Trachyphylliidae mempunyai ciri yaitu; Mempunyai bentuk
pertumbuhan spesifik, hidup bebas dengan ukuran koloni yang relative kecil dan
berbentuk mangkuk, septa jelas sekali dan mempunyai pali yang besar. Contoh:
Trachyphyllia geoffroyi.
Sumber: Suharsono, 2008
Gambar 2.16: Trachyphyllia geoffroyi
15
2.3 Reproduksi Karang
Mekanisme reproduksi pada karang berlangsung sederhana. Kira-kira tiga-
perempat karang yang berkembang menjadi terumbu karang. Terumbu karang
bersifat hemafrodit; sisanya memiliki jenis kelamin yang terpisah. Tiga perempat
menjalani pembuahan eksternal di mana sperma dan telur mengalami pembuahan
di dalam kolom air, kemudian berkembang menjadi larva planula. Sisanya
mengerami anaknya ke tahap planula. Sekarang sudah terkenal dengan
pengembangbiakan secara serempak, di mana semua individu dari suatu populasi
di terumbu karang dan bahkan sebagian besar jenis, melepaskan materi-materi
reproduksi secara serempak atau bersamaan, seperti di karang penghalang besar
(Oktober/november) dan di Jepang bagian selatan (Juli). Metode ini meningkatkan
peluang keberhasilan pembuahan dan juga karena pemangsa kewalahan dengan
begitu banyak makanan sehingga mereka tidak dapat menghabiskannya. Planula
dapat tinggal di kolom air selama berbulan-bulan, sehingga dapat menyebar luas.
Pada tahap planktonik, keberadaan mereka tertolong oleh zooxanthellae yang
menyediakan makanan bagi planula (Beehler, 2012).
Reproduksi atau propagasi karang terjadi secara seksual dan aseksual.
Reproduksi/propagasi aseksual terjadi melalui proses pertunasan, fragmentasi,
polip bail-out, dan parthenogenesis. Reproduksi/propagasi secara seksual terjadi
melalui proses peleburan inti gamet jantan dengan nti gamet betina. Karang
umumnya bersifat gonochoris (sel gamet jantan dan betina dihasilkan oleh
individu yang berbeda) meskipun beberapa spesies bersifat hemaprodit (sel gamet
jantan dan betina dihasilkan oleh individu yang sama). Reproduksi/propagasi
aseksual karang melalui berbagai cara yaitu: Pertunasan secara intratentakular,
fragmentasi, polip bailout, Parthenogenesis (Rusandi, 2017).
Siklus reproduksi aseksual sangat kompleks, sebagai contoh transplantasi
karang, proses ini sebenarnya adalah mengambil sebagian dari koloni atau
fragmen yang kemudian ditanam pada substrat tersendiri dan akan menjadi koloni
baru lagi, sehingga walaupun ukuran diameter koloninya kecil namun sebenarnya
koloni tersebut sudah dewasa, bukan merupakan juvenile lagi (Luthfi, 2018).
16
2.4 Parameter Kimia Lingkungan
Keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan hermatypic karang
tergantung pada kondisi lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak
selalu tetap, akan tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan, baik yang
berasal dari alam atau aktifitas manusia. Gangguan dapat berupa faktor fisik-kimia
dan biologis. Faktor- faktor fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi
kehidupan dan laju pertumbuhan karang, antara lain adalah cahaya matahari, suhu,
salinitas, dan sedimen. Sedangkan faktor biologis, biasanya berupa predator atau
pemangsanya. Berikut beberapa faktor lingkungan pembatas kehidupan terumbu
karang; Cahaya, suhu dan salinitas. (Suryanti, Supriharyono, & Willy, 2011)
Pertumbuhan biota laut di daerah pasang surut sangat tinggi, disebabkan
karena daerah ini merupakan tempat hidup, tempat berlindung, dan tempat
mencari makan.Selain itu, kondisi lingkungan pada daerah ini sangat
menguntungkan bagi pertumbuhan biota laut karena adanya dukungan dari faktor
fisika, kimia, dan biologis laut. Faktor fisik-kimia laut meliputi salinitas, pH, arus,
suhu, dan kecerahan yang selalu berubah-ubah sangat berpengaruh terhadap
kehidupan organisme di daerah pasang surut (Sutomo, 2008).
2.5 Penyebaran dan Keanekaragaman Karang
Indonesia berada tepat di pusat “segi tiga karang” (Coral Triangle) suatu
kawasan terumbu karang dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi dunia.
Luas terumbu karang Indonesia mencapat 39.583 km2 atau sekitar 45,7% dari
total 86.503 km2. Luas terumbu di wilayah segi tiga karang dengan puncak
keanekaragaman spesies diperkirakan tertinggi antara lain 590 spesies karang batu
dan 2.200 spesies ikan karang (Giyanto et al., 2014).
Menurut (Jaziri, 2018) dalam White (1987) menyebutkan bahwa karang
dapat ditemukan diseluruh perairan di dunia baik di daerah subtropis maupun
daerah subtropis, namun daerah tropis mempunyai tingkat pertumbuhan terumbu
paling baik. Hal ini dikarenakan keberadaan dua kelompok karang yang berbeda,
yaitu kelompok karang hermatipik dan ahermatipik. Kelompok karang hermatipik
adalah karang yang dapat menghasilkan terumbu. Sedangkan kelompok karang
17
ahermatipik adalah karang yang tidak dapat menghasilkan terumbu, karang
ahematipik tersebar diseluruh dunia, karang hermatipik hanya tersebar di daerah
tropis. Perbedaan antara kedua kelompok karang ini adalah sel-sel tumbuhan pada
karang hermatipik yang bersimbiosis disebut izooxanthella, sedangkan karang
ahermatipik tidak ditemukan.
Berdasarkan jenis dan generanya, terumbu karang yang paling besar
ditemukan di wilayah Indo-pasifik, termasuk didalamnya kepulauan Indonesia,
Kepulauan Filipina, Papua, dan Australia bagian Utara. Di seluruh wilayah Indo-
Pasifik tercatat 50 genera dan 700 spesies. Semakin jauh dari wilayah ini, jumlah
genera dan 700 spesies. Semakin jauh dari wilayah ini, jumlah genera dan spesies
semakin berkurang, baik ke Utara, Selatan, maupun ke Timur dan Barat. Wilayah
pesisir Indonesia memiliki berbagai ekosistem pantai yang meliputi perairan
estuaria, terumbu karang, padang lamun, dan juga hutan mangrove. Pada
ekosistem tersebut, memiliki dan mengandung keanekaragaman sumberdaya
hayati laut yang sengat kaya, khususnya pada ekosistem terumbu karang. (Jaziri,
2018).
2.6 Pulau Gili Labak Kabupaten Sumenep
Kabupaten Sumenep dengan potensi terumbu karang, mangrove dan jumlah
pulau terbesar di Jawa Timur merupakan kabupaten yang mempunyai sumberdaya
alam sangat potensial untuk dimanfaatkan.Luas terumbu karang yang terdapat di
Kabupaten Sumenep mencapai hingga 73.911 ha. Jumlah pulau ada 106 pulau,
dengan jumlah pulau yang berpenghuni mencapai 48 pulau dan 78 pulau tidak
berpenghuni (Efendy & Muhsoni, 2018). Sumenep atau dalam bahasa Madura
Songennep, merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Pulau Madura, Jawa
Timur. Kabupaten ini berada di ujung timur Pulau Madura, kondisi geografi
wilayahnya terdiri dari daratan dan Kepulauan. Kabupaten Sumenep ini dulunya
merupakan wilayah bagian kerajaan-kerajaan besar yang berpusat di Pulau Jawa,
seperti : Kerajaan Singasari, Majapahit, Demak, serta Mataram. Sumenep untuk
saat ini merupakan salah satu tempat tujuan wisata di Jawa Timur, khususnya
Madura.Kabupaten Sumenep di antara seluruh kabupaten di Pulau Madura
18
merupakan sektor pariwisata yang telah mengalami peningkatan cukup besar
dengan wisata alam yang menjadi salah satu primadonanya. Yang sedang menjadi
trending topik saat ini yakni Pulau Gili Labak (Risma, 2017).
Salah satu pulau di Kabupaten Sumenep yang saat ini yang menjadi daya
tarik wisata adalah Pulau Gili labak. Luas terumbu karang di Pulau Gili Labak
mencapai 66 ha, dengan kondisi karang hidup seluas 48,7% dan terumbu karang
dalam kondisi mati seluas 51,3%. Jenis karang yang dominan adalah Stylophora
(Branching), dengan luas terumbu karang sebesar 29,27. Kondisi pulau Gili
Labak sangat potensial untuk pengembangan ekowisata selam, ekowisata
snorkeling dan ekowisata pantai. Kondisi pulau ini hasil pengukuran lapang
menunjukkan : Jenis ikan karang mencapai 20-75 jenis ikan karang, kecerahan
perairan mencapai 100% disemua lokasi pengukuran, tutupan komunitas karang
mencapai 41,9%, jenis life-form yang ditemukan lebih besar dari 10 jenis, suhu
perairan mencapai 30,9-31,2 0C, salinitas mencapai antara 30-32 %0, kedalam
perairan di pulau Gili Labak rata-rata 1-10 m dan kecepatan arus di pulau ini
antara 5,8-15,2 cm/dt. Rute atau akses menuju Pulau Gili Labak melalui beberapa
rute : (1) Pelabuhan Kalianget dari jantung kota Sumenep, (2) Desa Lobuk di
kecamatan Bluto merupakan salah satu desa yang terdapat dermaga atau
pelabuhan mini, (3) Desa Tanjung di kecamatan Saronggi merupakan dermaga
yang banyak menyediakan perahu kecil untuk menuju Gili Labak, (4) Desa
Kombang di kecamatan Talango di Pulau Poteran (Efendy & Muhsoni, 2018).
Pulau Gili Labak mempunyai pesona alam terpendam di dalamnya yang
mampu menarik wisatawan. Bentangan pasir putih dan lautan biru dengan ombak
yang landai menjadikan Pulau Gili Labak ini sangat layak untuk dikunjungi. Pasir
putih Gili Labak Sumenep sekitar 50 meter, sebelum Pulau Gili Labak
mempunyai daya tarik yang sangat unik yaitu pesona keindahan biota laut yang
sangat beragam, sehingga dapat memuaskan para pecinta snorkling ataupun
driving. Selain itu, hamparan pasir putih bersih yang dipadukan dengan
pepohonan di sekitar tepi pantai, desiran ombak yang tenang, warna-warni
keberagaman ikan lautnya dan hamparan terumbu karang dapat menjadikan daya
tarik tersendiri dari pulau tersebut. Keindahan Pulau Gili Labak sangat layak
19
untuk dipromosikan ke mancanegara agar potensi wisata yang berada di Indonesia
dapat dipandang oleh negara lain (Risma, 2017).
2.7 Sumber Belajar Biologi
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat memudahkan peserta
didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan dalam proses belajar mengajar (Dwito, Meti, & Puguh, 2013).
Sumber belajar adalah bahan-bahan yang dimanfaatkan dan diperlukan dalam
proses pembelajaran, yang dapat berupa buku teks, media cetak, media elektronik,
narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya yang tersedia di sekitar
lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi hasil belajar.
Salah satu masalah dalam proses pembelajaran adalah kurang tersedianya buku
teks yang berkualitas sehingga siswa sulit memahami buku yang dibacanya dan
sering buku-buku teks tersebut membosankan. Untuk mengatasi masalah di atas,
dapat diterapkan sistem pengajaran modul yang memberi kepercayaan pada
kemampuan siswa untuk belajar mandiri. Pembelajaran dengan menggunakan
modul diharapkan akan menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Modul
merupakan sebagai unit pembelajaran berbentuk cetak, memiliki satu tema
terpadu, menyajikan kepada siswa keterangan-keterangan yang diperlukan untuk
menguasai dan menilai pengetahuan dan keterampilan yang ditentukan.
Sumber belajar adalah daya yang dimanfaatkan guna kepentingan proses
belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian atau
secara keseluruhan. Sumber belajar adalah bahan yang mencakup media belajar,
alat peraga, alat permainan untuk memberi informasi maupun berbagai
keterampilan kepada anak dan orang dewasa yang berperan mendampingi anak
dalam belajar. Sumber belajar dapat berupa tulisan (tulisan tangan atau hasil
cetak), gambar , foto, nara sumber , benda-benda alamiah dan benda-benda hasil
budaya (Sri et al., 2012).
Dalam melaksanakan kegitan belajar mengajar guru sewajarnya
memanfaatkan sumber belajar, karena pemanfaatan sumber belajar merupakan hal
yang sangat penting dalam konteks belajar mengajar tersebut. Di katakan
20
demikian karena memanfaatkan sumber belajar akan dapat membantu dan
memberikan kesempatan belajar yang berpartisipasi serta dapat memberikan
perjalanan belajar yang kongkrit. Sehingga tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan dapat di capai dengan efisien dan efektif (Kasrina, Sri, & E, 2012).
Sumber belajar sebagai segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan
belajar, sehingga diperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan yang diperlukan. Sumber belajar juga diartikan sebagai daya yang
dapat dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara
langsung maupun tidak langsung sebagian atau secara keseluruhan (Kasrina et al.,
2012).
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber belajar dalam bidang
ilmu pengetahuan pada mata pelajaran Biologi SMA kelas X. Di Sekolah
Menengah Atas pengajaran tentang terumbu karang berdasarkan lampiran
Permendikbud No.59 tahun 2013 tentang kurikulum SMA-MA, tercantum dalam
Kompetensi Dasar: 3.9 Menerapkan klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke
dalam filum berdasarkan bentuk tubuh, simetri tubuh, rongga tubuh dan
reproduksi. Dan 4.9 Menyajikan data tentang perbandingan kompleksitas lapisan
penyusun tubuh hewan (diploblastik dan triploblastik), simetri tubuh, rongga
tubuh dan reproduksinya. Dan untuk sumber pembelajaran yang digunakan guru
dapat berupa poster.
2.8 Penelitian Terdahulu
Menurut Saleh dalam penelitian nya pada tahun 2013 dengan judul
“Inventarisasi Terumbu Karang Di Pulau Mamburit Kepulauan Kangean
Kabupaten Sumenep” dengan tujuan penelitian mengetahui keragaman spesies
dan presentase tutupan karang hidup, serta keragaman spesies dan keragaman
spesies ikan karang di pulau Mamburit sebagai data awal untuk menjadikan
Sumenep daerah tujuan wisata bahari. Dan untuk metode penelitian yaitu
dilaksanakan di Pulau Mamburit Desa Kalisangka Kecamatan Arjasa Kabupaten
Sumenep pada tanggal 07 – 29 September 2013. Pengambilan data karang
menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), yaitu transek garis
21
dibentangkan sepanjang 100 meter tegak lurus garis pantai Menurut Suhartati
(2010) pengambilan data searah jarum jam dan empat stasiun yaitu pada bagian
timur, utara, barat dan selatan suatu pulau sehingga diasumsikan dapat mewakili
keadaan terumbu karang di suatu pulau.
Hasil peneliian yaitu terumbu karang di pulau Mamburit berdasarkan hasil
pengamatan di lapang terdapat 11 kategori bentuk pertumbuhan (Lifeform)
karang. Dan terdapat beberapa kerusakan terumbu karang, sebagian besar
diakibatkan oleh masyarakat pulau Mamburit yeng menggunakan alat tangkap
yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan sianida, bom dan jangkar.
2.9 Kerangka Konsep
Gambar 2.17 Kerangka Konsep
Pulau Gili Labak
Kabupaten Sumenep
Genus Karang
Parameter Kimia
Lingkungan (Suhu, Salinitas, dan
Kecerahan)
Kondisi Karang
Dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi pada
materi Kingdom Animalia di Kelas X SMA yang
dijadikan media berupa poster
Hasil Penelitian Genus Karang