bab ii kajian literatur dan dasar teori -...
TRANSCRIPT
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II1
BAB II
KAJIAN LITERATUR DAN DASAR TEORI
2.1 Sistem Pelat Dua Arah Pada Sistem dengan pelat dua arah, beban akan ditransfer ke perletakan pelat dengan 2
arah, di mana pada pelat 2 arah ditumpu pada keempat tepinya sehingga merupakan
struktur statis tak tentu. Ada berbagai bentuk pelat 2 arah, antara lain :
2.1.1 Flat Plate Struktur lantai flat plate yakni struktur dengan langsung menghubungkan kolom
dengan pelat tanpa adanya balok atau penebalan pada muka kolom ( drop panel ).
Struktur ini ekonomis untuk bentang ( 6 7,5 ) m.
Keuntungan :
Formwork yang relatif murah
Proses pengerjaan yang cepat
Ceiling terbuka ( exposed )
Kerugian :
Kapasitas geser yang rendah
Kekakuan yang rendah
Gambar 2.1 : Stuktur Flat Plate
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II2
2.1.2 Waffle Slab Adalah sistem rusuk ( joist ) dua arah, dibentuk dengan fiberglass atau metal form.
Struktur ini ekonomis untuk bentang ( 9 - 14 ) m.
Keuntungan :
Dapat menahan beban yang lebih besar
Langit - langit dapat dibuat terexposed
Pekerjaan yang relatif cepat
Kerugian :
Formwork dengan panel sangat mahal
Gambar 2.2 : Struktur Waffle Slab
2.1.3 Flat Slab Adalah pelat lantai datar yang dipertebal di bagian sekitar kolom, dengan drop panels
yg memiliki lebar 1/3 dari panjang bentang, dan juga column capital dengan diameter
( 20 25 ) % panjang bentang. Struktur ini ekonomis untuk bentang ( 6 - 9 ) m.
Keuntungan :
Formwork murah.
Langit langit dapat dibuat terexposed
Proses pengerjaan yang cepat.
Kerugian :
Membutuhkan formwork khusus untuk capital column and panels.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II3
Gambar 2.3 : Struktur Flat Slab
2.1.4 Pelat Lantai Dengan Balok Adalah pelat lantai konvensional yang biasa digunakan, yang mana memiliki balok di
bawah pelat sebelum dihubungkan dengan kolom. Sistem ini lebih fleksibel karena
hampir dapat digunakan dalam konstruksi suatu bangunan.
Keuntungan :
Memiliki kapasitas geser yang cukup besar
Memiliki kekakuan yang cukup tinggi
Kerugian :
Proses pengerjaan yang cukup lama
Harga yang cukup mahal.
Gambar 2.4 : Struktur Pelat Lantai dengan Balok
Dalam Tugas Besar ini akan ditinjau salah satu dari 4 jenis sistem pelat 2 arah tersebut,
yakni sistem struktur flat plate.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II4
Ketebalan Minimum Pelat 2 arah :
SK SNI memberikan batasan tebal minimum pelat untuk membatasi agar defleksi
yang terjadi lebih kecil daripada defleksi yang diizinkan. Tebal pelat yang lebih tipis
dari tebal minimum yang disyaratkan masih diperbolehkan asalkan dilakukan
pengecekan defleksi.
Tabel 2.1 : Penentuan Tebal Pelat 2 Arah
Kekuatan
Leleh, f
Tanpa Drop Panel Dengan Drop Panel
Panel Exterior
Panel
Interior Panel Exterior
Panel
Interior
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
Balok
Tepi
Balok
Tepi
Balok
Tepi
Balok
Tepi
275 l /33 l /36 l /36 l /36 l /40 l /40
400 l /30 l /33 l /33 l /33 l /36 l /36
500 l /28 l /31 l /31 l /31 l /34 l /34
Catatan :
Tebal pelat tanpa drop panel tidak boleh kurang dari 125 mm
Tebal pelat dengan drop panel tidak boleh kurang dari 100 mm
l = jarak bersih antar dua kolom yang berdekatan.
2.2 Material Kualitas dari sistem struktur yang direncanakan akan sangat dipengaruhi oleh kualitas
dari bahan pembentuk struktur itu sendiri. Di sini akan direncanakan 2 material utama
dalam pembentukan elemen struktur tersebut.
2.2.1 Beton Beton dibentuk dari pengerasan campuran antara semen, air, agregat halus, agregat
kasar dan terkadang mendapat bahan tambahan lainnya. Bahan yang terbentuk ini
akan mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, dan ketahanan tarik yang rendah atau
kira kita kekuatan tariknya 0,1 kali kekuatan terhadap tekan. Sifat mekanis beton
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II5
Sifat jangka pendek : kekuatan tekan, tarik dan geser.
Sifat jangka panjang : kekuatan yang diukur dengan modulus elastisitas.
KekuatanTekan
Kekuatan tekan f ditentukan dengan silinder standard ( berukuran 6 in x 12 in ) yang
dirawat pada kondisi standard laboratorium pada percepatan pembebanan tertentu,
pada umur 28 hari. Kekuatan tekan beton yang paling umum digunakan adalah ( 20
40 ) MPa
Kekuatan Tarik
Kuat tarik beton jauh lebih kecil dari kuat tekannya. Ada 2 jenis kuat tarik pada beton
yaitu : kuat tarik lentur dan kuat tarik langsung.
f 0,33 f MPa ( kuat tarik langsung )
f 0,7 f MPa ( kuat tarik lentur )
Kekuatan Geser
Kekuatan geser sangat sulit diperoleh secara eksperimental, sehingga pada banyak
literatur terdapat beberapa variasi dari ( 20 85 ) % kekuatan tekannya.
Modulus Elastisitas
Untuk menentukan modulus elastisitas beton, dapat diambil pendekatan yang
mewakili yakni secant modulus saat kekuatan beton mencapai 45 % f .
Gambar 2.5 : Diagram Tegangan vs Regangan pada Beton
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II6
Untuk beton normal dengan berat jenis sekitar 2300 kg/m , dapat dihitung
pendekatan sebagai berikut :
E 4700 f MPa
2.2.2 Baja Tulangan Beton kuat terhadap tekan dan lemah terhadap tarik. Oleh karena itu perlu tulangan
untuk menahan gaya tarik untuk memikul beban beban yang bekerja pada beton.
Baja tulangan untuk beton terdiri dari batang, kawat, dan jarring kawat baja las yang
seluruhnya dirakit sesuai dengan standard ASTM. Sifat sifat terpenting dari baja
tulangan adalah :
Modulus young, E
Kekuatan leleh, f
Kekuatan batas, f
Mutu baja yang ditentukan
Ukuran atau diameter.
Baja keras memiliki daktilitas lebih rendah dibandingkan dengan baja lunak. Hal ini
dikarenakan kandungan karbon dalam baja keras lebih tinggi, sehingga menyebabkan
daerah plastisnya lebih panjang dibandingkan dengan yang terjadi pada baja lunak.
Modulus elastisitas baja adalah kemiringan kurva tegangan-regangan sebelum leleh
terjadi. Nilai modulus elastisitas umumnya sama untuk setiap jenis yang ada di
pasaran, yaitu 200 000 MPa.
Gambar 2.6: Perbedaan Baja Keras dengan Baja Lunak
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II7
2.3 Perencanaan Struktur Sistem perencanaan akan dilakukan dengan meninjau beberapa hal yang menyangkut
terhadap kinerja struktur tersebut.
2.3.1 Perencanaan Tahan Gempa Sesuai dengan SNI 1726 2002, perencanaan tahan gempa bertujuan agar struktur
gedung yang ketahanan gempanya direncanakan dapat berfungsi :
menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat
gempa yang kuat;
membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang, sehingga
masih dapat diperbaiki;
membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika terjadi
gempa ringan sampai sedang;
mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.
Dalam perencanan sruktur terhadap gaya gempa, perlu diperhatikan beberapa hal
seperti dijelaskan berikut ini :
2.3.2 Beban Gempa Proses terjadinya gempa sangat tidak pasti, karena dapat muncul sewaktu waktu
akibat pengaruh dari alam. Jika terjadi gempa, maka struktur di atasnya akan
mengalami pergerakan secara vertikal maupun lateral, pergerakan vertikal relatif kecil
dan pada umumnya struktur cukup kuat terhadapnya, sehingga tidak perlu perhatian
khusus dalam proses desain, sedangkan pergerakan lateral akan memberikan beban
lateral terhadap struktur yang dapat menyebabkan struktur runtuh. Berikut adalah
kriteria struktur tahan gempa :
Gempa ringan
Struktur berespons elastik sehingga tidak ada terjadi kerusakan baik elemen
struktural maupun non struktural.
Gempa Sedang
Elemen struktural tidak mengalami kerusakan, tetapi elemen non struktural
boleh mengalami kerusakan dan dapat diperbaiki.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II8
Gempa Kuat
Elemen struktural dan non struktural mengalami kerusakan ( terjadi sejumlah
sendi plastis pada struktur ) tetapi struktur tidak roboh ( mekanisme roboh
didesain ).
2.3.3 Daktilitas Bangunan dan Faktor Reduksi Gempa Gambar dibawah ini menjelaskan hubungan antara beberapa parameter yang menjadi
acuan untuk menentukan besarnya beban gempa nominal pada suatu struktur.
Keterangan :
Vn : gaya geser nominal (desain) Vy : gaya geser pada leleh pertama Vm : gaya geser maksimum Ve : gaya geser elastik n : perpindahan pada V=Vn y : perpindahan pada leleh pertama m : perpindahan maksimum f1 : kuat lebih desain f2 : kuat cabang bahan f : kuat cabang struktur R : faktor reduksi beban gempa : faktor daktilitas struktur gedung
Gambar 2.7. Diagram Beban-Perpindahan pada Struktur Daktail
Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan
pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di
atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil
mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung
tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.
Daktilitas didefinisikan sebagai perbandingan antara deformasi maksimum yang
terjadi dengan deformasi pada saat terjadi leleh pertama.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II9
m
y
=
Daktail penuh adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung, di mana strukturnya
mampu mengalami simpangan pasca-elastik pada saat mencapai kondisi di ambang
keruntuhan yang paling besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar
5,3. Daktail parsial adalah seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai
faktor daktilitas di antara untuk struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1,0 dan
untuk struktur gedung yang daktail penuh sebesar 5,3.
Faktor daktilitas struktur gedung adalah rasio antara simpangan maksimum struktur
gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai kondisi di ambang
keruntuhan m dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama
y, yaitu :
Dalam persamaan = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur gedung yang
berperilaku elastik penuh, sedangkan m adalah nilai faktor daktilitas maksimum
yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan
Akibat selalu adanya pembebanan dan dimensi penampang serta kekakuan bahan
terpasang yang berlebih maka leleh pertama, Vy melebihi desain level,Vn. Faktor
tersebut disebut faktor kuat lebih beban dan bahan.
1y
n
VfV
=
Akibat adanya perilaku statik struktur yang menyebabkan terjadinya redistribusi gaya-
gaya oleh proses pembentukan sendi plastis yang tidak bersamaan, maka akan ada
kenaikan base shear sebesar Vm. Kuat lebih struktur didefinisikan sebagai berikut :
2m
y
VfV
=
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II10
Perkalian antara faktor kuat lebih beban dengan faktor kuat lebih struktur akan
menghasilkan faktor kuat lebih total :
1 2. mn
Vf f fV
= =
Untuk struktur bangunan gedung secara umum, menurut berbagai penelitian nilai f1
yang representatif ternyata adalah sekitar f1 1,6. sedangkan rasio antara beban
gempa maksimum akibat pengaruh gempa rencana pada struktur elastik penuh dan
beban gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana pada struktur daktail disebut
faktor reduksi gempa.
1y
n
VR fV
= =
Nilai faktor daktilitas struktur gedung di dalam perencanaan struktur gedung dapat
dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari nilai factor
daktilitas maksimum m yang dapat dikerahkan oleh masing-masing sistem atau
subsistem struktur gedung. Dalam Tabel 2.2 ditetapkan nilai m yang dapat
dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan subsistem struktur gedung, berikut faktor
reduksi maksimum Rm yang bersangkutan.
Tabel 2.2 : Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Taraf Kinerja Struktur R Gedung
Elastik Penuh 1,0 1,6 1,5 2,4 2,0 3,2 2,5 4,0 Daktail Parsial 3,0 4,8 3,5 5,6 4,0 6,4 4,5 7,2 5,0 8,0 Daktail Penuh 5,3 8,5
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II11
Tabel 2.3 : Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa Maksimum, Faktor
Tahanan Lebih Struktur dan Faktor Tahanan Lebih Total Beberapa Jenis Sistem
dan Subsistem Struktur Gedung
Sistem dan subsistem struktur Uraian sistem pemikul beban gempa m Rm f
gedung
1. Sistem dinding penumpu 1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8
(Sistem struktur yang tidak 2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan 1,8 2,8 2,2
memiliki rangka ruang pemikul bresing tarik
beban gravitasi secara lengkap. 3. Rangka bresing di mana bresingnya memikul beban
Dinding penumpu atau sistem gravitasi
bresing memikul hampir semua a.Baja 2,8 4,4 2,2
beban gravitasi. Beban lateral b.Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 1,8 2,8 2,2
dipikul dinding geser atau rangka
bresing).
2. Sistem rangka gedung 1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8
(Sistem struktur yang pada dasarnya 2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8
memiliki rangka ruang pemikul 3. Rangka bresing biasa
beban gravitasi secara lengkap. a.Baja 3,6 5,6 2,2
Beban lateral dipikul dinding b.Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 3,6 5,6 2,2
geser atau rangka bresing). 4. Rangka bresing konsentrik khusus
a.Baja 4,1 6,4 2,2
5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail 4,0 6,5 2,8
6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail 3,6 6,0 2,8
penuh
7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail 3,3 5,5 2,8
parsial
3. Sistem rangka pemikul momen 1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
(Sistem struktur yang pada dasarnya a.Baja 5,2 8,5 2,8
memiliki rangka ruang pemikul b.Beton bertulang 5,2 8,5 2,8
beban gravitasi secara lengkap. 2. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM) 3,3 5,5 2,8
Beban lateral dipikul rangka 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
pemikul momen terutama melalui a.Baja 2,7 4,5 2,8
mekanisme lentur) b.Beton bertulang 2,1 3,5 2,8
4. Rangka batang baja pemikul momen khusus 4,0 6,5 2,8
(SRBPMK)
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II12
Sistemdansubsistemstruktur Uraiansistempemikulbebangempa m Rm f
gedung
4.Sistemganda 1.Dindinggeser
(Terdiridari:1)rangkaruangyang a.BetonbertulangdenganSRPMKbetonbertulang 5,2 8,5 2,8
memikulseluruhbebangravitasi;2) b.BetonbertulangdenganSRPMBbaja 2,6 4,2 2,8
pemikulbebanlateralberupa c.BetonbertulangdenganSRPMMbetonbertulang 4,0 6,5 2,8
dindinggeserataurangkabresing 2.RBEbaja
denganrangkapemikulmomen. a.DenganSRPMKbaja 5,2 8,5 2,8
Rangkapemikulmomenharus b.DenganSRPMBbaja 2,6 4,2 2,8
direncanakansecaraterpisah 3.Rangkabresingbiasa
mampumemikulsekurangkurangnya a.BajadenganSRPMKbaja 4,0 6,5 2,8
25%dariseluruhbeban b.BajadenganSRPMBbaja 2,6 4,2 2,8
lateral;3)keduasistemharus c.BetonbertulangdenganSRPMKbetonbertulang 4,0 6,5 2,8
direncanakanuntukmemikulsecara (tidakuntukWilayah5&6)
bersamasamaseluruhbebanlateral d.BetonbertulangdenganSRPMMbetonbertulang 2,6 4,2 2,8
denganmemperhatikaninteraksi (tidakuntukWilayah5&6)
/sistemganda) 4.Rangkabresingkonsentrikkhusus
a.BajadenganSRPMKbaja 4,6 7,5 2,8
b.BajadenganSRPMBbaja 2,6 4,2 2,8
5.Sistemstrukturgedungkolom Sistemstrukturkolomkantilever 1,4 2,2 2,0
kantilever:(Sistemstrukturyang
memanfaatkankolomkantilever
untukmemikulbebanlateral)
6.Sisteminteraksidindinggeser Betonbertulangbiasa(tidakuntukWilayah3,4,5&6) 3,4 5,5 2,8
denganrangka
7.Subsistemtunggal 1.Rangkaterbukabaja 5,2 8,5 2,8
(Subsistemstrukturbidangyang 2.Rangkaterbukabetonbertulang 5,2 8,5 2,8
membentukstrukturgedungsecara 3.Rangkaterbukabetonbertulangdenganbalokbeton 3,3 5,5 2,8
keseluruhan) pratekan(bergantungpadaindeksbajatotal)
4.Dindinggeserbetonbertulangberangkaidaktail 4,0 6,5 2,8
penuh.
5.Dindinggeserbetonbertulangkantileverdaktail 3,3 5,5 2,8
parsial
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II13
2.3.4 Perencanaan Kapasitas Faktor daktilitas suatu struktur gedung merupakan dasar bagi penentuan beban gempa
yang bekerja pada struktur gedung. Karena itu, tercapainya tingkat daktilitas yang
diharapkan harus terjamin dengan baik. Hal ini dapat tercapai dengan menetapkan
suatu persyaratan yang disebut kolom kuat balok lemah. Hal ini berarti, bahwa
akibat pengaruh Gempa Rencana, mekanisme sendi plastis akan terjadi pada balok
terlebih dahulu baru pada tahap akhir-akhir plastis terjadi pada ujung-ujung bawah
kolom dan kaki dinding. Ini dilakukan supaya sejumlah besar sendi plastis terbentuk
pada struktur secara daktail yang dapat memencarkan energi melalui proses pelelehan
struktur dan diharapkan dapat menyerap beban gempa. Secara ideal, mekanisme
keruntuhan suatu struktur gedung adalah seperti ditunjukkan pada gambar :
Gambar 2.8 : Mekanisme Keruntuhan Ideal Suatu Struktur Gedung dengan
Sendi Plastis Terbentuk pada Ujung-ujung Balok, Kaki Kolom
2.3.5 Respon Spektra Respon Spektra adalah respons maksimum struktur yang diperoleh dari analisa
riwayat waktu suatu gempa. Respon maksimum yang dimaksud adalah percepatan,
kecepatan dan perpindahan maksimum. Nilai-nilai tersebut dicari untuk berbagai
macam periode struktur sehingga diperoleh respon spektra untuk percepatan,
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II14
kecepatan dan perpindahan. Ketiga respon spektra tersebut dapat diplotkan ke dalam
sebuah grafik skala log dengan tiga sumbu yang disebut tripartite (Newmark 1982).
Dimana sumbu horizontal dapat berupa periode atau frekuensi, sumbu vertikal berupa
respons kecepatan dan dua buah sumbu diagonal yang merupakan respon percepatan
dan perpindahan.
Gambar 2.9 : Gambar Respon Kurva Tripartite
Respon spektra yang sering digunakan untuk desain dan terdapat di peraturan adalah
respon spektra percepatan terhadap periode. Respon spektra ini lebih mudah
digunakan untuk desain karena beban atau gaya gempa berbanding lurus dengan
percepatan sehingga nilainya dapat langsung dicari dengan mengalikan spektra
percepatan maksimum dengan berat bangunan. Salah satu contoh respon spektra
desain berdasarkan peraturan Uniform Building code ( UBC 1997 ) adalah seperti
gambar di bawah ini:
Gambar 2.10 : Respon Spektra Desain UBC 1997
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II15
Peraturan kegempaan untuk struktur gedung di Indonesia, paramater-parameter nilai
yang ada untuk respons spektra desain adalah mengadopsi dari peraturan UBC-1997
yang telah disesuaikan. Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti
ditunjukkan dalam gambar di bawah ini :
Gambar 2.11 : Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar
dengan Perioda Ulang 500 Tahun
Wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah
gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan
atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan periode
ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam
gambar di bawah ini dan berdasarkan tabel percepatan puncak batuan dasar dan
puncak muka tanah untuk masing-masing wilayah gempa Indonesia.
Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah A untuk Wilayah
Gempa 1 yang telah ditetapkan dalam SNI Gempa 1726-2002 ditetapkan juga sebagai
percepatan minimum yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung
untuk menjamin kekekaran (robustness) minimum dari struktur gedung tersebut
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II16
Tabel 2.4 : Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka
Tanah untuk Masing-masing Wilayah Gempa Indonesia
Wilayah gempa
percepatan puncak
batuan dasar ('g')
percepatan puncak muka tanah A0('g')
tanah keras tanah sedang
tanah lunak
tanah khusus
1 0,03 0,03 0,04 0,08 Diperlukan evaluasi
khusus di setiap lokasi
2 0,1 0,12 0,15 0,23 3 0,15 0,18 0,22 0,3 4 0,2 0,24 0,28 0,34 5 0,25 0,29 0,33 0,36 6 0,3 0,33 0,36 0,36
Untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum respons gempa rencana C
- T seperti ditunjukkan Gambar 2.12 - 2.14. Dalam gambar tersebut C adalah faktor
respons gempa yang dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan T adalah waktu getar
alami struktur alami struktur gedung yang dinyatakan dalam detik. Untuk T = 0, maka
nilai C akan menjadi sama dengan A , dimana A merupakan percepatan puncak
muka tanah untuk masing-masing wilayah gempa Indonesia.
Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 < T < 0,2 detik terdapat ketidak-
pastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat daktilitas
strukturnya, Faktor Respons Gempa C menurut Spektrum Respons Gempa Rencana
yang ditetapkan dalam kisaran waktu getar alami pendek tersebut, nilainya tidak
diambil kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan.
Dengan menetapkan percepatan respons maksimum Am = 2,5 A0, dan waktu getar
alami sudut TC sebesar 0,5 detik, 0,6 detik dan 1,0 detik untuk jenis tanah berturut-
turut Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak. Faktor Respons Gempa C
ditentukan oleh persamaan - persamaan sebagai berikut :
Untuk T < TC
C = A
Untuk T > TC
C = AT
, dengan A = A . TC
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II17
Nilai-nilai Am dan Ar dicantumkan untuk masing-masing Wilayah Gempa dan
masing-masing jenis tanah.
Tabel 2.5 : Spektrum Respons Gempa Rencana
Wilayah gempa
Tanah keras Tanah Sedang Tanah Lunak TC= 0,5 det TC= 0,6 det TC= 1,0 det
A A A A A A 1 0,1 0,05 0,13 0,08 0,20 0,20
2 0,3 0,15 0,38 0,23 0,50 0,50
3 0,45 0,23 0,55 0,33 0,75 0,75
4 0,60 0,30 0,70 0,42 0,85 0,85
5 0,70 0,35 0,83 0,50 0,90 0,90
6 0,83 0,42 0,83 0,54 0,95 0,95
Dari data percepatan tanah dan parameter respon spektra untuk masing-masing
wilayah diatas, dapat diplotkan untuk enam wilayah gempa di Indonesia seperti pada
gambar di bawah berikut:
Gambar 2.12 : Respons Spektrum Gempa Rencana Wilayah 1 dan 2
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II18
Gambar 2.13 : Respons Spektrum Gempa Rencana Wilayah 3 dan 4
Gambar 2.14 : Respons Spektrum Gempa Rencana Wilayah 5 dan 6
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II19
2.3.6 Waktu Getar Alami Struktur Periode struktur merupakan representasi dari fleksibilitas struktur yang merupakan
fungsi dari kekakuan dan massa. Waktu getar alami struktur untuk portal beton
berdasarkan UBC 1997 dapat didekati dengan persamaan berikut :
3/ 41 0,0731( )nT H=
Dimana :
T1 = periode alami struktur ( detik )
Hn = tinggi total struktur ( meter )
Peraturan mensyaratkan untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu
fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur harus dibatasi,
bergantung pada koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur berada dan jumlah
tingkatnya (n) menurut persamaan :
T1 < n
Dimana koefisien ditetapkan menurut tabel dibawah ini :
Tabel 2.6 : Koefisien untuk Struktur Gedung
2.3.7 Gaya Geser Desain Nilai dari gaya geser desain ditentukan oleh respon spektra desain dari peraturan yang
digunakan, keutamaan struktur, faktor reduksi gempa, periode alami dan berat
Wilayah Gempa 1 0,20 2 0,19 3 0,18 4 0,17 5 0,16 6 0,15
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II20
struktur. Untuk beban gempa statik ekivalen, menurut SNI 03-1726-2002 gaya geser
dasar dapat dihitung dengan persamaan :
1. .b tC IV WR
=
Dimana :
C1 = faktor respon spektra yang ditentukan dari respon spektra rencana dan jenis
tanah dibawah bangunan untuk waktu getar alami fundamental T ( nilai C dapat
dilihat pada Tabel 2.12 2.14 di atas ).
I = faktor keutamaan struktur yang nilainya bervariasi tergantung dari jenis struktur.
( nilai I dapat dilihat pada Tabel 2.7 di bawah ini )
Tabel 2.7 : Faktor Kategori Gedung
Kategori gedung atau bangunan Faktor keutamaan I
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk hunian, perniagaan dan perkantoran
1,0 1,0 1,0
Monument dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi
1,4
1,0
1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun lainnya
1,6 1,0 1,6
Cerobong tangki diatas menara 1,5 1,0 1,5
W = berat bangunan efektif saat terjadi gempa, nilai W dapat ditentukan sebagai
jumlah dari beban-beban berikut : beban mati total dari struktur gedung dan
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II21
beban hidup efektif yang mungkin ada saat terjadi gempa, dapat diambil sebesar
30% dari beban hidup.
R = faktor reduksi beban gempa yang bergantung dari sistem struktur yang
digunakan. ( nilai R dapat dilihat pada tabel 2.2 diatas )
Setelah gaya geser (Vb) diperoleh, gaya tersebut didistribusikan ke setiap lantai
sebagai gaya lateral menurut persamaan :
1
i ii bn
i ii
W zF VW z
=
=
Dimana :
Wi : berat lantai ke-i ( termasuk beban hidup yang sesuai )
Zi : ketinggian lantai tingkat ke-i (diukur dari taraf penjepitan lateral)
n : nomor lantai tingkat paling atas
bila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan
gempa 3HB , maka gaya lateral yang bekerja pada tiap-tiap lantai struktur, kecuali
atap, adalah sebagai berikut :
1
0,9i ii bni i
i
W zF VW z
=
=
Dan gaya yang bekerja pada atapnya adalah :
1
0,9 0,1i ii b bni i
i
W zF V VW z
=
= +
Perlu diperhatikan bahwa nilai gaya geser dasar dan gaya gempa yang dihitung pada
persamaan diatas hanya valid apabila ragam getar ( mode 1 ) dari struktur yang
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II22
dominan. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka perhitungan nilai V dan
F dilakukan secara analisis dinamis
2.3.8 Metode Statik Ekivalen Pada Tugas Akhir ini akan digunakan metode statik ekivalen di mana pengaruh
gempa rencana terhadap struktur gedung dianggap sebagai beban-beban statik yang
menangkap pada pusat massa masing-masing lantai. Dalam peraturan metode statik
ekivalen ini digunakan untuk melakukan analisis gempa pada gedung yang
mempunyai kriteria sebagai gedung beraturan. Berdasarkan standar perencanaan
ketahanan gempa untuk struktur gedung 2002, kriteria dari gedung beraturan apabila
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10
tingkat atau 40 m.
2. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan.
3. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka.
4. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan.
5. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan.
6. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan
beban lateral yang menerus.
7. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus.
Berikut langkah-langkah perencanaan beban statik ekivalen :
1. Perencanaan beban gempa statik ekivalen ini diawali dengan penentuan
periode alami struktur dengan menggunakan
2. Setelah periode alami struktur didapat, menententukan nilai C, I, R dan Wt
untuk perhitungan gaya geser dasar.
3. Setelah itu, dilakukan penghitungan gaya geser pada lantai dasar Vb ( base
shear)
4. Setelah gaya geser ( Vb ) diperoleh, gaya tersebut didistribusikan ke setiap
lantai sebagai gaya lateral.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II23
2.4 Sistem Struktur Bangunan Tahan Gempa Untuk merencanakan sistem struktur yang digunakan, harus disesuaikan dengan tingkat
kerawanannya terhadap gempa. Dalam SNI 03-2847-2002 sistem struktur dasar dapat
dibedakan menjadi :
1. Sistem Dinding Struktural ( SDSB dan SDSK )
2. Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPMB, SRPMM, SRPMK )
Berikut ini adalah klasifikasi peraturan gempa berdasarkan resiko kegempaannya.
Tabel 2.8 : Klasifikasi Peraturan Gempa Berdasarkan Resiko Kegempaannya
Resiko Gempa
Jenis sistem Struktur untuk beton bertulang yang dapat Digunakan
Faktor Modifikasi Respons ( R )
Rendah
Sistem Rangka Pemikul Momen : 1. SRPMB ( Bab 3 Bab 20 ) 2. SRPMM ( Pasal 23.10 ) 3. SRPMK ( Pasal 23.3 23.5 ) Sistem Dinding Struktural 1. SDSB ( Bab 3 Bab 20 ) 2. SDSK ( Pasal 23.6 )
3 ~ 3,5 5 ~ 5,5 8 ~ 8,5
4 ~ 4,5 5,5 ~ 6,5
Sedang
Sistem Rangka Pemikul Momen : 1. SRPMM ( Pasal 23.10 ) 2. SRPMK ( Pasal 23.3 23.5 ) Sistem Dinding Struktural 1. SDSB ( Bab 3 Bab 20 ) 2. SDSK ( Pasal 23.6 )
5 5,5 8 8,5
4 ~ 4,5 5,5 ~ 6,5
Tinggi
Sistem Rangka Pemikul Momen : 1. SRPMK ( Pasal 23.3 23.5 ) Sistem Dinding Struktural 1. SDSK ( Pasal 23.6 )
8 8,5
5,5 ~ 6,5
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II24
2.4.1 Sistem Dinding Struktural ( SDSB dan SDSK ) Sistem dinding struktur adalah suatu sistem dinding yang diproporsikan untuk
menahan gaya gempa. Sistem dinding struktural dapat dibedakan menjadi :
1. Sistem Dinding Struktural ( Beton ) Biasa
Bangunan yang menggunakan sistem ini harus memenuhi ketentuan-ketentuan
dalam SNI 03-2847-2002 Pasal 3 hingga Pasal 20
2. Sistem Dinding Struktural ( Beton ) Khusus
Bangunan yang menggunakan sistem ini harus memenuhi ketentuan-ketentuan
untuk Sistem Dinding Struktural ( Beton ) Biasa dan juga SNI 03-2847-2002
Pasal 23.2 dan 23.6.
2.4.2 Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPMB, SRPMM, SRPMK ) Sistem struktur rangka pemikul momen adalah suatu sistem rangka ruang dalam
dimana komponen-komponen struktural dan join join nya menahan gaya - gaya
yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sistem struktur rangka pemikul
momen dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa.
Bangunan yang menggunakan sistem ini harus memenuhi ketentuan-ketentuan
dalam SNI 03-2847-2002 Pasal 3 hingga Pasal 20.
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah.
Bangunan yang menggunakan sistem ini harus memenuhi ketentuan-ketentuan
untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa dan juga SNI 03-2847-2002
Pasal 23.2 dan 23.10
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus.
Bangunan yang menggunakan sistem ini harus memenuhi ketentuan-ketentuan
untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa dan juga SNI 03-2847-2002
Pasal 23.2 sampai 23.5
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II25
Ruang lingkup pembahasan Tugas Akhir kali ini struktur di wilayah gempa zona 5,
maka, menurut peraturan yang berlaku, sistem struktur yang dapat digunakan adalah
Sistem Dinding Struktural (Beton) Khusus dan juga Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus. Akan tetapi, dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Sistem Struktur
Pemikul Momen Khusus untuk perencanaan kolom, sedangkan untuk perencanaan pelat
cenderung kepada Sistem Struktur Pemikul Momen Menengah. Berikut ini adalah
uraian mengenai ketentuan-ketentuan dalam mendesain komponen struktural Sistem
Rangka Pemikul Momen tersebut :
2.4.2.1 Pelat ( Dua Arah Tanpa Balok ) Khusus mengenai pelat 2 arah, untuk SRPMK belum ada peraturan SNI yang
memberikan ketentuan ketentuan khusus untuk desain terhadap pelat tersebut.
Sehingga, pada kesempatan ini akan dilakukan dengan persyaratan SRPMM yang
ada dalam SNI 03-2847-2002. Ada juga beberapa persyaratan balok yang ditinjau
karena memang pemodelan dalam kasus ini adalah pelat dimodelkan sebagai balok.
Perencanaan Geser
Untuk pelat tanpa balok interior ( flat plate ), ada 2 tipe keruntuhan geser yang perlu
di cek dalam desain pelat, yakni geser 1 arah dan geser 2 arah. Pada Geser 1 arah :
Penampang kritis untuk 1 arah berada pada jarak d dari muka perletakan atau dari
muka drop panel atau dari muka setiap perubahan ketebalan. Sedangkan untuk
Geser 2 arah ( punching shear ) : diasumsikan mengalami kritis pada penampang
vertical berjarak d/2 dari sekililing muka kolom.
Gambar 2.15 : Keruntuhan Geser 1 Arah ( A ) dan Dua Arah ( B )
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II26
Gambar 2.16 : Jarak Kritis dan Tributari Area Geser 1 Arah dan 2 Arah
Selanjutnya dilakukan Desain terhadap geser 2 arah :
Desain geser 2 arah untuk kondisi tanpa transfer momen adalah sebagai berikut :
V < V
V dihitung sesuai dengan luas tributari area yang ditinjau.
V = V + V
Pada desain pelat, V umumnya = 0. Sedangkan V diambil nilai terkecil dari :
V =
f b d
V =
f b d
V = f b d, dan ;
Tetapi untuk menghitung nilai VS dapat digunakan rumus di bawah ini :
VS = A
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II27
Dimana :
c = Rasio sisi terpanjang dan sisi terpendek kolom
= 40 untuk kolom interior ; 30 untuk kolom tepi ; 20 untuk kolom sudut.
b = Panjang penampang kritis
A = Luas Tulangan
f = Kuat Leleh Baja
d = Ketebalan Pelat
s = Spasi Tulangan
Tulangan geser
Jika V < V , kapasitas geser dapat ditingkatkan melalui :Mempertebal pelat
lantai secara keseluruhan, Mempertebal pelat lantai di sekitar kolom dengan
menggunakan drop panel, Mempertebal b dengan memperbesar ukuran kolom
atau menambah capital / cendanan di sekitar kolom, Memberi tulangan geser.
SK SNI menbatasi Vn sebesar f b d pada muka kolom.
Kombinasi geser dan transfer momen pada pelat 2 arah
SK SNI menggunakan pendekatan empiris untuk mendesain kombinasi geser
dan transfer momen pada pelat 2 arah. Asumsi yang digunakan adalah tegangan
geser total yang bekerja pada penampang kritis berjarak d/2 dari muka kolom
adalah penjumlahan dari tegangan geser akibat V dan tegangan geser akibat
momen tak imbang ( M , M ). Dari pelat lantai ke kolom sebagian dari
momen tak imbang ( unbalanced ) yaitu ( M - M ) ditransfer melalui
tegangan lentur ( T , T , C , C ) pada pelat. SK SNI pasal 3.6.3.3 ayat 2
mensyaratkan momen tersebut ditransfer dengan menyediakan tulangan yang
secukupnya pada jarak sejauh 1,5 kali tebal pelat ( 1,5 h ) dari masing masing
sisi kolom. Sisa momen tersebut ( M - M ) ditransfer melaui geser.
Superposisi dari kedua tegangan tersebut menghasilkan :
= V
+ M CJ
M = momen unbalanced
C = jarak sumbu pusat keliling geser di titik dimana tegangan geser dihitung
J = momen inersia polar keliling geser terhadap sumbu Z Z
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II28
Kombinasi Geser dan Trensfer MomenUntuk kolom Interior dan Eksterior
Gambar 2.17 : Mekanisme Geser antara Pelat dan Kolom
TransferUnbalancedMomenPadaKolom
TeganganGeserAkibatVu
TeganganGeserAkibatUnblancedMomen
TotalTeganganGeser
TransferUnbalancedMomenPadaKolom
TeganganGeserAkibatVu
TeganganGeserAkibatUnblancedMomen
TotalTeganganGeser
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II29
Nilai di atas harus memenuhi :
<
Dimana :
= V
; untuk pelat tanpa tulangan geser
Atau :
= V V
; untuk pelat dengan tulangan geser
SK SNI mendefinisikan sebagai
=
dan = 1 -
Dimana :
b = lebar total penampang kritis yang diukur terhadap sumbu momen
b = lebar total // sumbu momen
Perhitungan :
Untuk kolom Interior
Gambar 2.18 : Perimeter Geser Kritis pada Kolom Interior
= + 2
= + 2
J = + + 2
J untuk muka muka DA dan BC
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II30
Untuk kolom Tepi
Gambar 2.19 : Perimeter Geser Kritis pada Kolom Tepi
Momen // Z-Z
= /
J = + + 2 +
Momen Z-Z
=
J = 2
Untuk kolom Sudut
Gambar 2.20: Perimeter Geser Kritis pada Kolom Sudut
Lokasi sumbu centroid Z-Z
= /
J = +
+ +
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II31
Perencanaan Lentur
Untuk menghitung luas tulangan perlu yang digunakan baik dalam lajur kolom
dan lajur pelat adalah :
As perlu = M . .
Tulangan dalam pelat akan terbagi dua yang mana tulangan akibat kombinasi
beban gravitasi, dan juga tulangan transfer momen akibat adanya pengaruh
beban lateral. Seperti yang telah dijelaskan di atas, dari pelat lantai ke kolom
sebagian dari momen tak imbang ( unbalanced ) yaitu ( M - M ) ditransfer
melalui tegangan lentur pada pelat.
Untuk transfer sebagai lentur tersebut, ada beberapa persyaratan SRPMM yang
harus dipenuh.
Pada SRPMM ada beberapa persyaratan tulangan akibat momen lentur yang
harus dipenuhi oleh, pelat dua arah tanpa balok, yakni :
Jadi disediakan tulangan yang secukupnya pada jarak sejauh 1,5 kali tebal
pelat ( 1,5 h ) dari masing masing sisi kolom.
Gambar 2.21: Lebar Efektif Penyaluran Momen ke Kolom
Paling sedikit seperempat dari seluruh jumlah tulangan atas jalur kolom di
daerah tumpuan harus dipasang menerus di keseluruhan panjang bentang.
Jumlah tulangan bawah yang menerus pada lajur kolom tidak boleh kurang
dari sepertiga jumlah tulangan atas lajur kolom daerah tumpuan.
Setidaknya setengah dari seluruh tulangan bawah di tengah bentang harus
diteruskan dan diangkur hingga mampu mengembangkan kuat lelehnya
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II32
Karena pelat yang dimodel sebagai balok maka dipakai juga pembatasan
tulangan pada pelat tersebut yang berperilaku sebagai balok.
Luas tulangan atas dan bawah masing masing tidak boleh kurang dari
, . . dan , . . serta Rasio tulangan tidak melebihi 0,025
2.4.2.2 Kolom Dalam hal ini untuk merencanakan kolom, akan dipergunakan persyaratan-
persyaratan yang ada dalam SRPMK, yakni sebagai berikut :
Pembatasan Ukuran
Beban aksial terfaktor yang dipikul oleh kolom harus lebih besar dari A
Ukuran penampang terkecil, diukur pada garis lurus yang melalui titik pusat
geometris penampang tidak kurang dari 300 mm
Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah
tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4
Kapasitas yang dibutuhkan
Kolom harus didesain mengikuti prinsip strong column weak beam yang mana
jumlah momen nominal kolom di atas dan di bawah join harus lebih besar daripada
jumlah momen nominal balok di kiri dan di kanan join. Perbandingan momen
nominal kolom dan balok dapat dinyatakan dalam persamaan :
M > M
Dimana :
M = tahanan momen nominal kolom
M = tahanan momen nominal balok
Apabila persyaratan strong column weak beam tidak terpenuhi maka dibutuhkan
tulangan transversal pengekang di sepanjang kolom.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II33
2.5 Pemodelan Struktur Flat Plate Sebagai Rangka Ekivalen Struktur flat plate akan dimodel sebagai rangka ekivalen, yang akan menerima
kombinasi antara beban gravitasi dan beban lateral. Pemodelan ini menggunakan
metoda effective-slab width. Jadi pelat akan dimodel sebagai balok dengan lebar efektif
tertentu. Untuk kolom interior memiliki faktor pengali terhadap lebar l , sedangkan
untuk kolom eksterior memiliki faktor pengali terhadap lebar l . Berikut adalah
pemodelan lebar efektif flat plate tersebut :
Gambar 2.22 : Lebar Efektif Slab Ekivalen untuk Rangka Flat Plate
( Sumber : Jurnal Penelitian ASCE )
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II34
Faktor untuk kolom interior :
= 0,963 untuk rigid columns
= 0,434 untuk flexible columns
Faktor untuk kolom eksterior :
= KK K
K = E C
K = E I
Untuk lebar bersih efektif, lebar dihitung dengan faktor pengali X, yakni :
X 1 0,4 V A
Dimana :
V = Total Geser Akibat Beban Gravitasi
A = Area Kritis dari Pelat yang ditinjau
2.6 Analisis Pushover Analisis pushover adalah suatu analisis statik nonlinier di mana pengaruh gempa
rencana terhadap struktur bangunan dinaggap sebagai beban beban statik yang
menangkap pada masing masing pusat massa lantai, yang nilainya ditingkatkan secara
berangsur angsur sampai melalui pembebanan yang menyebabkan terjadinya
pelelehan ( sendi plastis ) pertama di dalam struktur bangunan gedung. Kemudian
dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca elastic
yang besar sampai mencapai kondisi plastik.. Tujuan dari analisis pushover adalah
mengevaluasi perilaku seismic struktur terhadap beban gempa rencana. Dari hal tersebut
dapat diperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh
bagian bagian mana saja yang mengalami kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi
bagian bagian mana saja yang memerlukan perhatian khusus pendetailan atau
stabilitasnya.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II35
Cukup banyak studi yang yang menunjukkan bahwa analisis pushover dapat
memberikan hasil yang mencukupi. Analisis pushover dapat digunakan sebagai alat
bantu untuk perencanaan gempa, yang menyesuaikan keterbatasan yang ada, yaitu :
Hasil analisis pushover masih merupakan suatu pendekatan, karena bagaimana
pun perilaku gempa sebenarnya adalah bolak balik melaui suatu siklus tertentu,
sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah static monotonic
Pemilihan pola beban lateral dalam analisis sangat penting
Untuk membuat model analisis nonlinier akan lebih rumit jika dibanding dengan
model analisis linier. Model tersebut harus memperhitungkan karakteristik
inelastik beban deformasi dari elemen eleman yuang penting dan efek P .
2.6.1 Tahapan Utama Analisis Pushover Berikut adalah tahapan tahapan pentinga yang dilakukan pada saat melakukan
analisis pushover .
Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur.
Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan
untuk menyusun kurva pushover.
Analisis beban dorong dilakukan dengan 2 tahap, yang pertama struktur
diberi beban gravitasi (kombinasi beban mati dan beban hidup yang
direduksi). Analisis tahap pertama belum memperhitungkan kondisi non-
linier. Selanjutnya analisis dilanjutkan dengan memberikan pola beban
lateral yang diberikan secara monotonik bertahap.
Intensitas pembebanan lateral ditingkatkan sampai komponen struktur yang
paling lemah berdeformasi yang menyebabkan kekakuannya berubah secara
signifikan (terjadi leleh dari penampang).
Proses pembebanan dilanjutkan sampai batas kinerja terdeteksi dari
perpindahan titik control pada atap.
Perpindahan titik kontrol versus gaya geser dasar ntuk setiap tahapan beban
di plotkan untuk menggambarkan respons perilaku non-linier struktur yaitu
kurva pushover. Perubahan kemiringan dari kurva tersebut menunjukkan
adanya leleh pada komponen.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II36
Kurva pushover selanjutnya digunakan untuk menentukan target
perpindahan.
2.6.2 Kurva Pushover Analisis pushover menghasilkan kurva pushover yang menggambarkan hubungan
antara gaya geser dasar ( V ) versus perpindahan titik pada atap ( D ). Kurva pushover
menggambarkan kekuatan struktur yang besarnya sangat tergantung dari kemampuan
momen deformasi dari masing masing komponen struktur.
Gambar 2.23 : Kurva Kapasitas
Kurva kapasitas yang telah diperoleh harus diubah menjadi spektra kapasitas yang
merupakan hubungan antara spektra perpindahan dan spektra percepatan. Spektra
kapasitas ini disebut juga acceleration displacement response spectrum ( ADRS ).
Dari spektra ini, dapat dihitung demand yang harus dipenuhi dan dapat dicari
performance point dari struktur.
2.6.3 Spektrum Demand Spektrum demand didapatkan dari spektrum respons elastis yang pada umumnya
dinyatakan dalam satuan percepatan, Sa ( m/detik2 ) dan periode struktur, T (detik).
Sama halnya dengan kurva kapasitas, spektrum respons ini juga perlu diubah dalam
format ADRS menjadi spektrum demand. Gambar 2.25 menunjukkan spektrum yang
sama yang ditampilkan dalam format tradisional ( Sa dan T ) dan format ADRS ( Sa
dan Sd ). Pada format ADRS, periode struktur yang sama merupakan garis lurus radial
atap
V
Gayageserda
sar,V(k
N)
Perpindahanatap,atap (m)
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II37
dari titik nol. Hubungan antara Sa, Sd, dan T, dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
a
d
SST 2=
ad STS 2)2
(
=
Gambar 2.24 : Spektrum Respon yang Ditampilkan dalam Format Tradisional dan
ADRS
Karena pada saat gempa besar telah terjadi plastifikasi di banyak tempat, maka perlu
dibuat spektrum demand dengan memperhatikan redaman (damping) yang terjadi
karena plastifikasi tersebut. Gambar 2.25 memberikan penjelasan mengapa terjadi
reduksi pada respon inelastis. Titik 1 menunjukkan demand elastis. Jika terjadi
reduksi kekuatan struktur akibat perilaku inelastis, periode efektif struktur menjadi
semakin besar seperti pada titik 2. Pada kondisi ini, perpindahan bertambah sebesar
a dan percepatan berkurang sebesar b. Jika struktur berperilaku inelastis
(nonlinier), pada periode yang sama dengan titik 2, demand berkurang menjadi
spektrum respon inelastis pada titik 3. Jadi, kembali terjadi pengurangan percepatan
sebesar c dan pengurangan perpindahan sebesar d. Total pengurangan percepatan
sebesar b+c dan perpindahan perlu dimodifikasi sebesar a-d. Jika besarnya a
diperkirakan sama dengan d, maka perpindahan inelastis sama dengan perpindahan
T1 T2 T3
T1
T2
T3
Spektralpercepa
tan,
Periode,T(detik)
Spektralpercepa
tan,
Spektralperpindahan,Sd(m)
Spektrumtradisional SpektrumADRS
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II38
elastis (Gambar 2.25a). Jika a lebih besar daripada d maka perpindahan inelastis
menjadi lebih kecil daripada perpindahan elastis (Gambar 2.25b).
Gambar 2.25 : Reduksi Respon Spektrum
2.6.4 Titik Kinerja Struktur ( Performance Point ) Titik kinerja struktur harus berada pada lokasi yang disyaratkan sebagai berikut :
Harus berada pada spektra kapasitas untuk merepresentasikan pada
displacement tertentu.
Harus berada pada spektra demand yang telah direduksi yang
merepresentasikan demand pada displacement yang sama dengan
displacement struktur.
Untuk penentuan titik kinerja struktur dilakukan dengan cara trial dan error.
Percobaan pertama biasanya dilakukan dengan menentukan titik spektra kapasitas
yang memenuhi kondisi equal displacement. Kemudian dibuat spektra demand yang
sesuai, apabila tidak berpotongan, maka dicoba lagi titik baru dan seterusnya sampai
diperoleh titik performance point yang berpotongan.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II39
Gambar 2.26 : Performance Point pada Capacity Spectrum Method
2.6.5 Tingkat Kerusakan Struktur Tingkat kerusakan struktur juga dapat dikorelasikan dengan biaya dan waktu yang
diperlukan untuk perbaikan kerusakan struktur akibat beban rencana. Acuan
perencanaan berbasis kinerja didasarkan pada kategori lever kinerja struktur tersebut,
yaitu :
Segera dapat dipakai ( IO = Immediate Occupancy )
Pada kondisi ini, struktur masih cenderung bersifat elastik. Tidak ada kerusakan
yang berarti pada struktur akibat gempa nominal yang direncanakan, dimana
kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi sebelum
gempa. Komponen non-struktur masih berada ditempatnya dan sebagian besar
masih berfungsi jika utilitasnya tersedia. Bangunan dapat tetap berfungsi dan
tidak terganggu dengan masalah perbaikan. Struktur yang didesain pada kondisi
IO adalah struktur yang diharuskan memiliki tingkat resiko kerusakan yang
sangat rendah pada resiko kegempaan tinggi.
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II40
Kerusakan terkendali ( DC = Damage Control )
Struktur yang berada pada kondisi ini mengalami kerusakan yang masih
terkendali ketika gempa nominal yang direncanakan sehingga beberapa bagian
struktur mengalami kelelehan namun struktur kondisinya masih jauh dari runtuh.
Keselamatan Penghuni ( LS = Life Safety )
Level kinerja struktur pada kondisi ini akan mengalami kerusakan yang cukup
berarti ketika terjadi gempa rencana. Lebih banyak bagian struktur yang telah
leleh namun struktur masih mempunyai ambang yang cukup terhadap
keruntuhan, sehingga penghuni gedung masih terjamin keselamatannya.
Komponen non-struktur masih ada tetapi tidak berfungsi. Dapat dipakai lagi jika
sudah dilakukan perbaikan.
Stabilitas Struktur ( SS = Structure Stability )
Level kinerja ini merupakan batas kemampuan struktur untuk memberikan
tahanan pada gempa rencana. Pada tingkat ini, struktur tepat berada pada keadaan
akan runtuh dan gedung sudah dapat dikatakan tidak aman untuk penghuni nya.
Berikut ini adalah gambaran secara umum mengenai level kinerja struktur
berdasarkan FEMA 440.
. Gambar 2.27 : Gambaran Level Kinerja Struktur ( FEMA 440 )
-
AnalisisPerilakuStrukturPelatDatar(FlatPlate)SebagaiStrukturRangkaTahanGempaBABIIKAJIANLITERATURDANDASARTEORI
YoseMahediTampubolon(15004105) II41
Tingkat kinerja struktur dapat ditentukan pada batasan deformasi. Batasan deformasi
yang ditentukan oleh FEMA 440 yang tertera sebagai berikut :
Tabel 2.9 : Batasan Deformasi ( FEMA 440 )
Performance Level Interstory Immediate Damage Life Structural
Drift Limit Occupancy Control Safety Stability Max. Total Drift 0,01 0,01-0,02 0,02
( Xmax/H ) elastic Max. Inelastic 0,005 0,005-0,015 no no
Drift limit limit
X yang dimaksudkan di atas adalah besarnya perpindahan maksimum yang
terjadai pada atap.
2016-02-11T09:58:21+0700Digital Content