bab ii kajian pustakaeprints.umm.ac.id/48226/3/bab ii.pdf10 bab ii kajian pustaka pada bab ini...

38
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama. Pada bab ini diuraikan tentang (1) pengantar, (2) unsur pembangun novel, (3) psikologi karya sastra, (4) emosi, dan (5) kerangka berpikir. 2.1 Pengantar Keberadaan sastra tidak asing lagi bagi manusia. Sastra dapat memengaruhi individu karena sastra bagian dari kehidupan (Ariesandi, 2017: 106). Karya sastra merupakan keadaan kehidupan masyarakat dan mengandung makna tertentu yang disampaikan kepada pembaca. Novel merupakan karya tulis pengarang yang hadir di masyarakat. Karya sastra membuat pembaca untuk menghayati dan mampu menangkap fenomena kehidupan tokoh dalam cerita (Setiawan, 2015: 1). Untuk dapat melakukan penelitian dengan baik dan saksama serta sejalan dengan tujuan penelitian, maka diperlukan teori-teori. Kajian pustaka dalam penelitian ini digunakan sebagai landasan berpikir yang dapat mengarahkan pelaksanaan penelitian. Kajian pustaka disusun berdasarkan teori yang relevan dengan penelitian. Teori tersebut untuk membantu memecahkan persoalan penelitian ini agar arahan penelitian menjadi jelas dan permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan baik.

Upload: others

Post on 15-Mar-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji

kecerdasan emosi pada tokoh utama. Pada bab ini diuraikan tentang (1) pengantar,

(2) unsur pembangun novel, (3) psikologi karya sastra, (4) emosi, dan (5) kerangka

berpikir.

2.1 Pengantar

Keberadaan sastra tidak asing lagi bagi manusia. Sastra dapat memengaruhi

individu karena sastra bagian dari kehidupan (Ariesandi, 2017: 106). Karya sastra

merupakan keadaan kehidupan masyarakat dan mengandung makna tertentu yang

disampaikan kepada pembaca. Novel merupakan karya tulis pengarang yang hadir

di masyarakat. Karya sastra membuat pembaca untuk menghayati dan mampu

menangkap fenomena kehidupan tokoh dalam cerita (Setiawan, 2015: 1).

Untuk dapat melakukan penelitian dengan baik dan saksama serta sejalan

dengan tujuan penelitian, maka diperlukan teori-teori. Kajian pustaka dalam

penelitian ini digunakan sebagai landasan berpikir yang dapat mengarahkan

pelaksanaan penelitian. Kajian pustaka disusun berdasarkan teori yang relevan

dengan penelitian. Teori tersebut untuk membantu memecahkan persoalan

penelitian ini agar arahan penelitian menjadi jelas dan permasalahan yang ada dapat

diselesaikan dengan baik.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

2.2 Unsur Pembangun Novel

Novel menjadi bagian dari genre karya sastra yang bagus untuk dinikmati

oleh pembaca, tepat untuk dilakukan penelitian oleh para peneliti, dan cocok bagi

dunia kritikus hal itu tidak dapat dilepaskan dari unsur pembangun novel yang

menjadikan cerita di dalam novel menjadi hidup dan memiliki pesan yang

bermakna. Purnamasari, dkk, (2017: 142) menjelaskan bahwa novel merupakan

karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusian yang lebih mendalam

dan disajiakan dengan halus. Novel sebagai salah satu bentuk karya kehidupan dan

mampu memberi renungan terhadap manusia. Novel memberikan pengetahuan,

pengalaman, dan mengigatkan kita terhadap sejarah atau peristiwa masa lalu

(Salfia, 2015: 1).

Menurut Karyono (2008: 6) bahwa novel memiliki peran dalam

memperbaiki perilaku dan kesadaran terhadap kehidupan. Unsur pembangun novel

yang dimaksudkan yaitu unsur instrik dan unsur ekstrinsik. Novel memiliki unsur

pembangun. Unsur pembangun yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur

instrinsik adalah unsur pembangun dari dalam novel seperti tema, tokoh,

penokohan, alur, dan latar. Sedangkan, unsur ekstrinsik yaitu suatu unsur

pembangun novel yang lebih berfokus kepada unsur di luar novel seperti lebih

difokuskan pada sisi pengarang novel. Hal ini diperkuat oleh Nurna (2015: 3)

bahwa novel dibangun oleh beberapa unsur. Unsur itu ada unsur dalam dan ada

unsur luar atau biasa dikenal dengan istilah intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur

inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra dan sering disebut

para kritikus sastra untuk dikaji serta membicarakan novel atau karya sastra pada

umumnya.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

12

Novel dibangun berdasarkan dua unsur yakni intrinsik dan ekstrinsik. Unsur

intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam yang

termasuk struktur (tema, alur, latar atau seting, dan penokohan), serta unsur

kebahasaan (kosa kata, frase, klausa, dan kalimat). Sebaliknya unsur ekstrinsik

adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar seperti faktor ekonomi, sosial,

pendidikan, agama, kebudayaan, politik, dan tata nilai dalam masyarakat. Unsur-

unsur yang membangun novel, baik intrinsik maupun ekstrinsik pada dasarnya

mengandung nilai-nilai hiburan dan pendidikan yang dapat diambil manfaatnya

untuk kepentingan pendidikan. Hal-hal tersebut dapat dijadikan pembentuk watak

atau perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari. Tidak semua novel layak

dijadikan bahan ajar untuk jenjang usia atau jenjang sekolah tertentu karena novel

diciptakan pada dasarnya bukan untuk kepentingan tertentu saja (Hermawan, 2015:

147).

Pondasi dalam karya sastra, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur instrinsik.

Unsur instrinsik adalah unsur karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri (Niode,

2015: 2). Cerita di dalam novel sampai kepada pembaca bergantung bagaimana

pengarang membangun unsur pembangun novel. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu

berdasarkan pada sisi pengarang novel. Agar lebih jelas di bawah ini ulasan yang

detail terkait unsur intrinsik sebagai berikut.

2.2.1 Unsur Intrinsik

Unsur intrisnsik adalah unsur pembangun karya sastra yang berasal dari

dalam. Lauma (2017: 4) unsur-unsur intrinsik adalah unsur yang membangun dari

dalam karya sastra sehingga membentuk struktur. Intrinsik itu seperti, tema, alur,

latar, dan gaya bahasa. Unsur intrinsik bagaikan bangunan rumah yang menguatkan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

13

dari dalam pondasi sehingga menjadi sebuah rumah yang kokoh dan indah. Maka

ketika diterapkan di dalam novel unsur intrinsik sebagai pondasi yang memiliki

fungsi untuk menguatkan dan menjadikan novel menjadi hidup serta indah untuk

dijadikan sebagai bahan bacaan pembaca.

Pendapat yang sama diungkapkan oleh Lestari, dkk, (2016: 186) unsur

intrinsik adalah salah satu unsur yang membangun karya sastra. Unsur intrinsik

adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang

dapat membuat karya sastra sebagai karya sastra. Unsur intrinsik secara faktual

akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel

adalah unsur secara langsung dalam membangun novel. Kepaduan unsur intrinsik

inilah yang membuat sebuah novel berwujud (Nurgiyantoro, 1995: 23). Penelitian

ini mengungkapkan beberapa unsur intrinsik demi fokusnya permasalahan. Unsur

intrinsi novel sebagai berikut.

2.2.1.1 Tokoh

Fanani (2008: 285) menjelaskan tokoh merupakan figur yang dikenai dan

sekaligus mengenai tindakan psikologis. Sementara itu, tokoh juga sebagai

eksekutor dalam sastra dengan jutaan rasa akan dihadirkan lewat tokoh. Apa yang

dialami manusia, dirasakan, diinternalisasi, dan dihayati sepenuh hati merupakan

peta jiwa. Peta jiwa dapat terang dan buram berkaitan dengan suasana yang

membangun. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam karya sastra dibangun untuk

melakukan sebuah objek. Tokoh di dalam karya sastra sebagai wakil kejiwaan

sastrawan. Sastrawan terkadang memberikan pesan dan kemarahannya melalui

tokoh yang dimunculkan dalam karya sastra. Tokoh dalam karya sastra merupakan

karangan pengarang, hanya pengaranglah yang mengenal mereka. Maka tokoh-

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

14

tokoh itu perlu digambarkan ciri secara lahir, sifat dan batinnya dengan maksud

agar watak dapat dikenal oleh pembaca (Waslam, 2017: 104).

Tokoh-tokoh yang dihadirkan memiliki watak yang berbeda-beda, sehingga

permasalahan yang dimunculkan seorang pengarang menjadi kompleks (Yoanita,

2011: 770). Tokoh di dalam novel berinteraksi satu sama lain sehingga tokoh sangat

kuat untuk menghidupkan cerita. Novel tidak akan hidup kalau pengarang tidak

menghadirkan tokoh di hasil karyanya karena kehadiran tokoh juga menentukan

berhasilnya sebuah cerita. Tokoh dimunculkan di dalam alur cerita tidak

sembarangan karena ada pertimbangan yang matang dan berdasarkan kebutuhan

novel itu sendiri. Imajinasi pengarang mulai dimainkan untuk mempertimbangkan

tokoh yang seperti apa yang cocok untuk dilibatkan dihasil karya sastranya.

Menurut Aminuddin (2013: 79-80) bahwa peristiwa karya fiksi seperti

kehidupan sehari-hari yang selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu.

Tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi. Tokoh

yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau

tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena

pemunculannya hanya sebagai pelengkap, pembantu, dan pendukung pelaku utama

disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu. Tokoh hadir di dalam cerita dengan

membawakan peran masing-masing. Tarigan (1986: 138) bahwa suatu cerita tidak

hanya membahas tentang urutan kejadian saja. Tetapi, kejadian tersebeut

berhubungan dengan orang-orang tertentu atau pada kelompok orang. Setiap cerita

yang pendek ada tokoh utama. Pada prinsipnya struktur cerita bergantung pada

penentuan tokoh utama. Tokoh tambahan diperlukan sebagai pelangkap tokoh

utama.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

15

Setiana (2017: 215) sifat tokoh dapat dilihat melalui pikiran, percakapan

tokoh, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu. Sifat yang ada dalam diri tokoh

digunakan untuk membedakan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Forster

(dalam Turaeni, 2015: 239) menambahkan untuk membedakan tokoh berwatak

datar atau pipih dan tokoh berwatak bulat yaitu tokoh yang memiliki watak datar

hanya ditonjolkan pada satu sisi wataknya saja, sedangkan tokoh yang memiliki

watak bulat diapat dilihat dari berbagai sisi wataknya.Tokoh berwatak bulat

diungkap sisi baik maupun sisi buruknya, jadi ia tidak selalu tampil dengan watak

yang baik atau selalu buruk saja. Tokoh berwatak datar hanya ditonjolkan salah satu

sisi wataknya saja sehingga ia tampak sebagai tokoh yang berwatak baik atau

berwatak buruk.

Kusumaningrum (2012: 2) bahwa mutu cerita didasarkan pada kecerdasan

pengarang dalam menghidupkan karakter tokoh. Jika karakter tokoh tidak kuat,

maka seluruh cerita menjadi tidak kuat. Setiap tokoh mempunyai karakter sendiri

dan mengemban suatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh

pengarang. Tokoh di dalam cerita novel memiliki fungsi yang penting untuk

menentukan keberhasilan cerita. Karena cerita akan mengalir sampai akhir cerita

dengan kehadiran tokoh. Tokoh memiliki peranan yang digunakan pengarang untuk

menyampaikan amanat dan nilai-nilai kehidupan kepada pembaca.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

16

2.2.1.2 Tema

Tema merupakan adalah pokok pikiran atau dasar cerita yang akan dipilih

dan dituangkan pengarang dalam membuat novel atau karya sastra. Tema bagian

utama yang harus dipikirkan lebih awal dan utama sebelum pengarang membuat

karya. Pengarang harus memilih dan menggunakan tema berbobot agar karya sastra

yang dihasilkan berkualitas tinggi dan memiliki nilai seni yang bermutu. Tarigan

(1986: 125) bahwa fiksi harus mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Penulis

melukiskan watak para tokoh dalam karyanya dengan dasar tertentu. Suatu cerita

yang tidak mempunyai tema tentu tidak ada gunanya dan artinya. Walaupun,

misalnya pengarang tidak menjelaskan apa tema ceritanya secara eksplisit, hal itu

harus dapat dirasakan dan disimpulkan oleh para pembaca setelah selesai

membacanya.

Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang

bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi

tertentu. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat

menjiwai seluruh bagian cerita itu. Dengan demikian, untuk menemukan tema

sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya

berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema, walau sulit ditentukan secara

pasti, ia bukanlah makna yang disembunyikan. Walau belum tentu juga ditentukan

secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak secara sengaja

disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun,

tema merupakan makna keseluruhan cerita yang tersembunyi di dalam cerita

(Nurgiyantoro, 1995: 68). Tema merupakan pondasi dasar sebelum menulis novel.

Tema dapat menghadirkan semua peristiswa yang ada di dalam cerita novel dan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

17

penyampaian pesan. Tema yang dipilih harus yang berbobot agar menentukan ke

arah kualitas hasil karya sastra yang dihasilkan.

2.2.1.3 Alur

Alur merupakan tahapan cerita yang ditulis pengarang melalui rentetan

suatu peristiwa yang saling jalin-menjalin sehingga menjadi suatu kesatuan cerita

yang utuh. Alur cerita yang akan membawa pembaca larut secara emosional ke

dalam cerita. Di situlah kepandaian seorang pengarang untuk melibatkan emosi

pembaca terhadap cerita yang ingin dibangun. Alur bagi pengarang dijadikan

sebagai pedoman untuk mengembangkan cerita dari tahap eksposisi samapai

dengan tahapan penyelesain. Alur bagi pembaca dijadikan sebagai pemahaman

keseleruhan cerita yang dibaca.

Loban, dkk, (dalam Aminuddin, 2013: 84-85) bahwa gerak tahapan alur

cerita diibaratkan seperti hanya gelombang. Gelombang itu berawal dari (1)

eksposisi, (2) komplikasi atau intrik-intrik awal yang akan berkembang menjadi

konflik, (3) klimaks, (4) revelasi atau penyingkatan tabir suatu problema, dan (5)

denouement atau penyelesaian yanng membahagiakan, yang dibedakan dengan

catastrophe, yakni penyelesaian yang menyedihkan dan solution, yakni

penyelesaian yang masih bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang

dipersilahkan menyelesaikan lewat daya imajinasinya.

Sumardjo (dalam Pratama, 2017: 107) bahwa kejadian yang ada di dalam

cerita merupakan cerita yang di dalamnya mengalami perkembangan konflik.

Kejadian akan mengalami perkembangkan jika terdapat suatu konflik. Cerita tidak

akan ada jika konflik tidak dimunculkan oleh pengarang. Kerangka plot dimulai

dari pengenalan, timbulnya konflik, klimaks, dan penyelesaian. Tahapan alur

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

18

dipilih pengarang dengan tujuan ingin membuat pembaca terlibat secara emosi di

dalam karya sastra yang ditulisnya.

Plot adalah cerita yang berisi urutan suatu kejadian, setiap kejadian selalu

dihubungkan dengan sebab akibat, sehingga mengakibatkan peristiwa satu

disebabkan oleh peristwa lain atau peristiwa satu menyebabkan peristiwa lain

(Ismawati dalam Agustyaningrum, dkk, 2016: 107). Alur merupakan jalinan

kejadian yang saling berkaitan sehingga diselesaikan dengan penyelesaian di akhir

cerita. Penyelesaian biasanya diselesaikan oleh pengarang dan pembaca sendiri

yang menyelesaikan. Pemilihan alur ditentukan oleh pengarang dengan gaya kreatif

apakah memilih alur yang runtut atau tidak runtut untuk menarik perhatian

pembaca.

2.3 Psikologi Karya Sastra

Hubungan antara karya sastra dan psikologi yaitu karya sastra dipandang

sebagai gejala psikologi yang akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui

tokoh-tokoh di dalam prosa atau drama. Sementara itu, kejiwaan akan disampaikan

melalaui pemilihan kata dan larik di dalam puisi (Suprapto, dkk, 2014: 2-3). Unsur-

unsur kejiwaan tokoh fiksional dalam karya sastra dianalisis untuk mengetahui

aspek psikologi watak yang timbul dalam karya sastra tersebut (Nasution, dkk,

2014: 77).

Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis

adalah karya sastra yang mampu menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin

manusia karena hakikat kehidupan manusia itu adalah perjuangan menghadapi

kekalutan batinnya sendiri. Kejujuran, kecintaan, kemunafikan, dan lain-lain berada

di dalam batin masing-masing yang kadang-kadang terlihat gejalanya dari luar dan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

19

kadang-kadang tidak. Oleh sebab itu, kajian tentang perwatakan para tokoh harus

menukik ke dalam segi kejiwaan (Semi, 1990: 78).

Menurut Puspita (2017: 26) bahwa tingkah laku manusia inilah yang juga

digambarkan dalam karya sastra oleh pengarangnya. Tingkah laku tokoh ini pulalah

yang membawa pesan yang akan disampaikan pengarang dalam karyanya.

Hubungan inilah yang menyebabkan adanya kajian psikologi dalam karya sastra.

Dengan memfokuskan pada karya sastra, terutama fakta cerita dalam sebuah fiksi

atau drama, psikologi karya sastra mengkaji tipe dan hukum-hukum psikologi yang

diterapkan pada karya sastra. Untuk melakukan kajian ini, ada dua cara yang dapat

dilakukan. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi, kemudian diadakan

analisis terhadap karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah

karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi

yang dianggap relevan untuk melakukan analisis karya sastra (Ratna dalam

Wiyatmi, 2011: 44).

Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional yaitu sama-sama

berguna sebagai sarana mempelajari aspek kejiwaan manusia. Bedanya, gejala

kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala kejiwaan manusia yang

imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia nyata. Meskipun sifat-sifat

manusia dalam karya sastra bersifat imajiner tetapi di dalam menggambarkan

karakter dan jiwanya, pengarang menjadikan manusia yang hidup di alam nyata

sebagai model di dalam penciptaanya. Oleh karena itu, dalam sastra ilmu psikologi

digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk meneladani atau mengkaji tokoh-

tokohnya. Maka, dalam menganalisis tokoh dan karakter tokoh harus seorang

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

20

pengkaji harus menggunakan teori psikologi yang relevan dengan analisis yang

dilakukan tersebut (Wulandari, 2013: 12).

Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui pendektan psikologi

karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walaupun imajinatif sehingga

dapat menampilkan berbagai problem psikologis (Minderop, 2013: 55). Psikologi

karya sastra relevan dengan gejala kejiwaan yang dialami oleh tokoh utama di

dalam novel Gunung Ungaran. Berdasarkan pemikiran di atas, maka penelitian

psikologi karya sastra perlu dilakukan untuk mengkaji kecerdasan emosi tokoh

utama dalam novel Gunung Ungaran karya Nh. Dini.

2.4 Emosi

Emosi adalah salah satu potensi yang dimiliki manusia sejak lahir dan akan

berkembang sesuai dengan lingkungannya. Manusia adalah mahluk ciptaan Allah

SWT yang memiliki perasaan, akal, dan emosi yang digunakan untuk bertindak di

kehidupan bersosial. Manusia jika ingin dikatakan manusia harus memiliki yang

namanya emosi, karena emosi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Emosi

merupakan reaksi yang mengandung kegiatan sehingga dapat terjadinya suatu

perubahan perilaku karena emosi pada dasarnya merupakan dorongan untuk

bertindak (HM, 2016: 1-2).

Sikap dan perasaan/emosi seseorang telah ada dan berkembang semenjak ia

bergaul dengan lingkungannya. Timbulnya sikap dan perasaan/emosi itu (positif

atau negatif) merupakan produk pengamatan dari pengalaman individu secara unik

dengan benda-benda pisik lingkungannya, dengan orang tua dan saudara-saudara,

serta pergaulan sosial yang lebih luas. Sebagai suatu produk dari lingkungan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

21

(lingkungan internal dan eksternal) yang juga berkembang, maka sudah tentu sikap

dan perasaan/emosi itu juga berkembang (Mappiare, 1982:58).

Yuwono dan Bagus (2005: 253) menjelaskan bahwa pengalaman dan

perilaku tidak dapat dilepaskan dari emosi karena emosi merupakan bagian yang

melekat di diri kita sebagai manusia. Penokohan di dalam cerita merupakan bentuk

emosi tokoh yang dibangun pengarang. Sehingga, pembaca sastra turut merasakan

emosi tokoh yang dibangun oleh alur cerita pengarang. Kemampuan tokoh-tokoh

di dalam cerita dalam menjaga, mengelola, dan mengungkapkan emosinya

merupakan bagian dari ekspresi emosi. Sehingga pembaca dapat memilah dan

memahami bahkan menerapkan pengetahuan emosi melalui perilaku tokoh tersebut

untuk kehidupan yang lebih baik. Emosi bagian yang sering dilakukan manusia

berulang-ulang di dalam perjalan hidup manusia. Emosi sebagai bagian peluapan

sesuatu yang terjadi pada diri manusia dengan cara marah, sedih, kecewa, senang,

takut, tertawa, terkejut, bahagia, dan lain-lain.

Gitosaroso (2012: 185) hidup tanpa emosi seperti makanan yang tidak

diberikan garam, tidak ada rasa sama halnya kosong dang tidak berkesan. Emosi

bukan hanya bermanfaat sebagai penyedap rasa kehidupan, melainkan juga

memberi nuansa keindahan yang mempesona. Sungguh tidak menyenangkan hidup

tanpa emosi. Jauh lebih baik kalau hidup ini diisi dengan berbagai variasi arti,

termasuk dengan emosi yang terkendali, emosi yang diarahkan sebagi energi

positif. Emosi yang terkendali mengandung berbagai misteri kekuatan dan

keindahan, menjadi energi yang dapat mendorong menusia menuju tingkat hidup

berkualitas yang jauh lebih baik dan terus tumbuh dari hari ke hari. Emosi berperan

penting karena emosi adalah penyambung hidup bagi kesadaran diri dan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

22

kelangsungan diri yang secara mendalam menghubungkan kita dengan diri kita

sendiri dan orang lain serta dengan alam dan kosmos (Andriani, 2014: 461).

Pentingnya emosi yaitu tubuh kita dapat berkomunikasi dengan kita dan

dapat berkomunikasi dengan orang lain sehingga dapat mengatakan kepada kita apa

yang sedang kita butuhkan. Ketika kita dapat berkomunikasi dengan baik maka,

semakin baik pula perasaan kita. Emosi membantu kita dalam menetapkan batas-

batas kemampuan atau kompetensi yang kita miliki, emosi juga memiliki potensi

untuk menyatukan dan mengakrabkan yang berfungsi sebagai pedoman etika dan

moral, emosi juga diperlukan dalam mengambil keputusan secara tepat (Dann,

2002: 25). Emosi memiliki keterkatikan dengan fokus permasalahan pada

penelitian ini yaitu tentang kecerdasan emosi pada tokoh utama. Di bawah ini akan

menjelaskan tentang macam-macam emosi pada manusia sebagai berikut.

2.4.1 Macam-macam Emosi

Manusia dalam kehidupan bersosial tidak dapat dilepaskan dari emosi.

Setiap perbuatan yang dilakukan merupakan dampak dari emosi yang sedang

dirasakan. Emosi berperan penting dalam kehidupan manusia. Emosi dapat

memengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial sesorang (Hurlock dalam

Simanungkalit, 2014: 313). Emosi yang sering dilakukan manusia secara sadar

maupun tidak sadar dapat dikelompokkan oleh para ahli. Emosi yang ada di dalam

diri manusia ada berbagai macam seperti marah, takut, sedih, dan sebagainya.

Macam-macam emosi menurut Mashar (dalam Nadhiroh, 2015: 55) dibagi menjadi

emosi primer, sekunder, positif, dan negatif. Macam-macam emosi dilengkapi oleh

Mahmud (dalam Sobur, 2003: 410) bahwa macam-macam emosi berdasarkan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

23

tingkah laku emosional dibagi menjadi yaitu marah, takut, cinta dan depresi. Lebih

detailnya sebagai berikut.

1) Emosi Primer

Emosi Primer terdiri dari enam macam emosi, yaitu kegembiraan

(happiness/joy), ketertarikan (surprise/interest), marah, sedih (sadness/ distress),

jijik, dan takut (Mashar dalam Nadhiroh, 2015: 55). Hal tersebut sejalan dengan

Aliah (dalam Wigati, 2013: 202) emosi primer adalah emosi dasar yang ada secara

biologis dan terbentuk sejak awal kelahiran. Macam-macam emosi primer terdiri

dari rasa gembira, sedih, marah, dan takut. Emosi manusia dapat dilakukan ketika

manusiam mengalami suatu reksi terhadap dirinya sehingga memancing emosi

untuk dimunculkan.

Kesedihan berhubungan erat dengan perasaan kehilangan terhadap sesuatu

yang penting atau bernilai dalam kehidupan manusia. Intensitas kesedihan

tergantung pada nilai, biasanya kesedihan yang teramat sangat bila kehilangan

orang yang dicintai. Kesedihan yang sifatnya mendalam dapat juga disebabkan

karena kehilangan barang berharga yang dapat mengakibatka kekecewaan atau

penyelesan (Minderop, 2013: 43).

2) Emosi Sekunder

Adapun emosi sekunder merupakan gabungan dari berbagai bentuk emosi

primer dan dipengaruhi oleh kondisi budaya di mana individu tersebut tinggal,

contohnya rasa malu, bangga, cemas, dan berbagai kondisi emosi lainnya (Mashar

dalam Nadhiroh, 2015: 55). Sedangkan emosi sekunder merupakan emosi yang

lebih kompleks dibandingkan emosi primer. Emosi sekunder adalah emosi yang

mengandung kesadaran diri atau evaluasi diri, sehingga pertumbuhannya

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

24

tergantung pada perkembangan kognitif seseorang. Berbagai emosi sekunder sudah

ada di dalam al-Qur’an antara lain: malu, iri hati, dengki, sombong, angkuh,

bangga, kagum, dan lain-lain (Aliah dalam Wigati, 2013: 202).

3) Emosi Berdasarkan Efek yang Ditimbulkan

Emosi dari segi efek yang ditimbulkannya, emosi dibagi menjadi emosi

positif dan emosi negatif. Emosi positif adalah emosi yang selalu diidamkan oleh

semua orang, seperti bahagia, senang, puas dan sejenisnya. Sebaliknya, emosi

negatif adalah emosi yang tidak diharapkan terjadi pada diri seseorang. Namun,

yang terakhir ini ternyata lebih banyak melilit kehidupan manusia, dan kebanyakan

dipicu oleh konflik dan stres. Sejalan dengan bertambahnya kematangan emosi

seseorang maka akan berkuranglah emosi negatif (Mashar dalam Nadhiroh, 2015:

55).

Bentuk-bentuk emosi positif seperti rasa sayang, suka, dan cinta akan

berkembang jadi lebih baik. Perkembangan bentuk emosi yang positif tersebut

memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan

menerima dan membagikan kasih sayang untuk diri sendiri maupun orang lain.

Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran

tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Solusinya yaitu

dengan berbagi masalah ke teman sebaya (Hurlock dalam Susilowati, 2013: 105).

Emosi manusia dikelompokkan oleh para ahli untuk dapat melihat ke arah

mana bentuk emosi yang dialami manusia. Emosi yang baik jika diterapkan di

kehidupan sehari-hari maka akan berdampak kepada suasana hati yang bagus dan

kesehatan tubuh yang tetap prima. Meskipun keadaan yang tenang itu dianggap

sebagai keadaan yang normal, namun dalam kehidupan modern keadaan emosional

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

25

itu lebih mewarnai sifat seseorang. Pada zaman sekarang, emosi perlu difahami

karena dampak yang luar biasa terhadap perilaku, kepribadiaan, dan kesehatan

(Mahmud, 1990: 163).

4) Emosi Berdasarkan Aktivitas Tingkah Laku Emosional

Emosi berdasarkan aktivitas tingkah laku emosional dapat dibagi menjadi

empat macam yaitu (1) marah, yaitu orang bergerak menentang sumber frustrasi;

(2) takut, yaitu orang bergerak meninggalkan sumber frustrasi; (3) cinta, yaitu orang

bergerak menuju sumber kesenangan; (4) depresi, yaitu orang menghentikan

respons-respons terbukanya dan mengalihkan emosi ke dalam diri sendiri (Mahmud

dalam Sobur, 2003: 410).

Emosi berdasarkan tingkah laku emosional yaitu tingkah laku yang dilakukan

setiap hari ketika manusia beraktivitas dengan melibatkan emosi terhadap sesuatu

yang terjadi pada dirinya. Misalnya, emosi marah ketika manusia tidak sengaja

menghilangkan benda kesayangannya maka yang terjadi manusia tersebut akan

marah terhadap dirinya sendiri.

2.4.2 Jenis Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam menggunakan aspek

kecerdasan atau kognitif dalam mengelola emosi yang tercermin dalam

kemampuannya untuk mengenali, memahami, menghargai, mengekpresikan,

menggunakan dan mengendalikan emosi diri; mengenali, memahami, menghargai,

emosi orang lain. Kemampuan ini selanjutnya akan berpengaruh pada kemampuan

lainnya, yaitu penyesuaian diri, ketekunan, motivasi, kerja sama, dan kemampuan

bersosialisai (Ghufron, 2016: 145). Sementara itu Shofa dan Ika (2015: 152)

mendefinisikan kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang mengelola

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

26

emosi dalam kaitannya dengan orang lain atau rangsangan dari luar. Kecerdasan

emosi mencakup pengendalian diri terutama berkaitan dengan relasi, berempati

kepada orang lain, mengelola rasa gembira dan sedih, semangat dan ketekunan,

serta kemampuan untuk memotivasi diri.

Kecerdasan emosi menentukan potensi individu untuk mempelajari

keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsur yaitu kesadaran diri,

motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan

dengan orang lain. Kecakapan emosi adalah kecakapan hasil belajar yang

didasarkan pada kecerdasan emosi sehingga menghasilkan kinerja yang optimal.

Inti kecakapan dari kecakapan ini yaitu empati, yang kemampuan membaca

perasaan orang lain; dan keterampilan sosial, yang berarti mampu mengelola

perasaan orang lain dengan baik (Hidayati, dkk, 2008: 93).

Kecerdasan emosi (EQ) merupakan formulasi baru dari "soft skills”

tradisional (seperti leadership, sensitivity dan social skills) di mana kecerdasan

emosi adalah sejumlah kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan

pembinaan hubungan sosial dengan lingkungan yang merujuk pada kemampuan

mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri,

dan kemampuan mengelola emosi dengan baik dan dalam hubungan dengan orang

lain serta beradaptasi menghadapi lingkungan sekitar dan penyesuaian secara cepat

agar lebih berhasil dalam mengatasi tuntutan lingkungan. Seseorang yang memiliki

IQ lebih tinggi dibandingkan dengan kecerdasan emosionalnya maka seseorang

tersebut menjadi orang yang keras kepala, anti sosial, mudah frustrasi, tidak mudah

percaya kepada orang lain, tidak peduli dengan keadaan sekitar, dan lebih mudah

putus asa bila mengalami tekanan. Tetapi, orang yang memiliki IQ rata-rata namun

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

27

kecerdasan emosi lebih tinggi maka dampak yang diakibatkan berkebalikan dengan

kasus di atas. Di samping itu, bukti–bukti mutakhir neurologis menunjukkan bahwa

emosi merupakan bahan bakar yang sangat diperlukan bagi kekuatan penalaran otak

(Yuliantini, 2013: 58-59).

Kecerdasan emosi merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita

sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan dalam

hubungan orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan yang berbeda-

beda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik, yaitu kemampuan-

kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ (Fauziah, 2005: 76).

Kecerdasan emosional yang baik akan membuat seseorang mampu membuat

keputusan yang tegas dan tepat walaupun dalam keadaan tertekan. Kecerdasan

emosional juga membuat seseorang dapat menunjukkan integritasnya. Orang yang

memiliki kecerdasan emosi yang baik memiliki kemampuan berpikir yang baik,

bertindak sesuai dengan etika, memiliki prinsip, dan semangat untuk berprestasi

(Setyaningrum, 2016: 212).

Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam

diri individu dianggap penting, karena kepribadian seseorang dipengaruhi oleh

emosi-emosi yang dialaminya selama manusia tumbuh dan berkembang. Seseorang

yang tidak mampu mengontrol dan mengembangkan emosinya ia akan menemui

kesulitan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya baik masalah yang

berhubungan dengan pembelajaran, pekerjaan, maupun hal-hal lainnya. Kecerdasan

Emosional (EQ) dan bentuk kecerdasan lainnya sebenarnya saling melengkapi dan

saling menyempurnakan. Emosi dapat membangun kreatifitas, kolaborasi, inisiatif,

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

28

dan transformasi sedangkan penalaran logis berfungsi mengatasi dorongan-

dorongan yang keliru serta menyelaraskan tujuan (Nurdiansyah, 2016: 172).

EQ terkait dengan kemampuan membaca lingkungan sosial dan menatanya

kembali. Juga terkait dengan kemampuan memahami secara spontan apa yang

diinginkan dan dibutuhkan orang lain, demikian juga kelebihan dan kekurangan

kemampuan membaca mereka, kemampuan untuk menjadi orang yang

menyenangkan sehingga kehadirannya didambakan orang lain. Adapun pusat-

pusat emosi berada di bagian otak lebih dalam yang secara evolusi berkembang

lebih duluan. Kerja otak pada bagian inilah yang mempengaruhi EQ. Namun

demikian aktivitas pusat-pusat emosi tersebut tetap selaras dengan aktivitas kerja

pusat-pusat intelektual. EQ sangat berperan penting dalam keberhasilan hidup. EQ

merupakan penggerak yang dapat menimbulkan aspek-aspek energi, kekuatan,

daya tahan, dan stamina (Daud, 2012: 247).

Kecerdasan emoisional (EQ) dianggap lebih penting dibanding kecerdasan

kognitif dalam menentukan keberhasilan kerja seseorang. Kecerdasan emosi

dibatasi sebagai kemampuan untuk mengamati, memahami, dan memadukan emosi

dengan pikiran untuk menentukan pertumbuhan pribadi. Orang yang memiliki

kecerdasan emosi tinggi akan lebih terhidar dari tekanan kerja (Adawiyah, 2013:

101). Salovy (dalam Goleman, 2003: 57) membagi kecerdasan emosional menjadi

lima wilayah utama 1) mengenali emosi diri, 2) mengelola emosi, 3) memotivasi

diri, 4) mengenali emosi orang lain, dan 5) membina hubungan sosial. Berikut lebih

lanjut penjelasan masing-masing wilayah utama kecerdasan emosi di atas sebagai

berikut.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

29

1) Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional.

Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting

bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan dalam memahami

perasaan sendiri akan berdampak kepada kekuasaan perasaan. Untuk mencermat

perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan

(Salovy dalam Goleman, 2003: 58). Kesadaran diri adalah waspada, baik terhadap

suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati. Orang-orang yang peka akan

susana hati mereka akan mandiri dan yakin akan batas-batas yang akan mereka

bangun, kesehatan jiwanya bagus, dan cenderung berpendapat positif akan

kehidupan (Mayer dalam HM, 2016: 11).

Mengenali emosi diri seperti kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti,

dan percaya diri. Kesadaran diri adalah mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.

Penilaian diri secara teliti adalah mengetahui kemampuan yang dimiliki. Sedangkan

percaya diri merupakan yakin terhadap dirinya sendiri (Goleman, 2001: 42).

Kemampuan dalam mengenali emosi diri meliputi yaitu, perbaikan dalam

mengenali dan merasakan emosinya sendiri, lebih mampu memahami penyebab

perasaan yang timbul, dan mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan

(Goleman, 2003: 404).

2) Mengelola emosi

Mengelola emosi yaitu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap

dengan tepat adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri (Salovy dalam

Goleman, 2003: 58). Mengelola emosi dapat dibagi menjadi lima yaitu kendali diri,

sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi. Kendali diri yaitu

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

30

mengelola emosi-emosi dan desakan hati yang merusak. Sifat dapat dipercaya

adalah memelihara norma kejujuran dan itegritas. Sedangkan untuk kewaspadaan

adalah bertanggungjawab atas kinerja pribadi. Adaptibilitas yaitu keluwesan dalam

menghadapi perubahan. Sedangkan inovasi yaitu mudah menerima dan terbuka

terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru (Goleman, 2001: 42).

Menurut Tice (dalam Goleman, 2003: 97) mengamati bahwa ada saja aka

manusia dalam upaya menyingkirkan kesedihan. Kesedihan yang yang ditimbulkan

oleh suatu kehilangan mempunyai akibat-akibat tertentu yang berbeda-beda,

menutup minat terhadap hiburan dan kesenangan, mengarahkan perhatian pada apa

apa yang telah hilang, dan menghimpun energi untuk usaha yang baru untuk

sementara waktu. Kesedihan memaksa untuk beristirahat dari kesibukan duniawi

dan membuat perhatian kita agar tertuju pada kehilangan tersebut, merenungkan

hikmanya, dan akhirnya membuat putusan penyesuaian psikologi serta menyusun

rencana baru yang memungkinkan hidup terus berjalan.

Kontrol diri atau disebut juga dengan pengendalian diri adalah kecakapan

individu untuk mengelola perilaku sesuai dengan hasil dan tujuan tertentu seperti

yang diinginkan (Nurhaini, 2018: 216). Kemampuan dalam mengelola emosi

meliputi yaitu, toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah;

berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang kelas; lebih

mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi; berkurangnya

larangan masuk sementara dan skorsing; berkurangnya perilaku agresif atau

merusak diri sendiri; perasaan lebih positif tentang diri sendiri, sekolah, dan

keluarga; lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa; dan berkurangnya kesepian

dan kecemasan dalam pergaulan (Goleman, 2003: 404).

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

31

3) Memotivasi Diri Sendiri

Memotivasi diri sendiri merupakan menata emosi sebagai alat untuk

mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi

perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk

berkreasi. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih

produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan (Salovy dalam

Goleman, 2003: 58). Seseorang akan memiliki motivasi yang kuat jika mereka

cakap mengelola emosinya dengan baik (Asy’ari, dkk, 2014: 85). Kemampuan

memotivasi diri ada empat hal yaitu, lebih bertanggung jawab, lebih mampu

memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian, lebih

menguasai diri, dan nilai pada tes-tes prestasi meningkat (Goleman, 2003: 404).

Clelland (dalam Suranto, 2015: 12) mengemukakan bahwa individu

mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan

dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan

situasi serta peluang yang tersedia. Memotivasi diri sendiri kecakapan tersebut

terdiri dari dorongan prestasi, komitmen, inisiatif, dan optimisme. Dorongan

prestasi yaitu dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar

keberhasilan. Komitmen yaitu menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau

perusahaan. Sedangkan inisiatif yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.

Terakhir optimisme yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada

halangan dan kegagalan (Goleman, 2001: 42).

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

32

4) Mengenali Emosi Orang Lain

Mengenali emosi orang lain merupakan empati yang bergantung pada

kesadaran diri emosional, merupakan keterampilan bergaul. Orang yang empatik

lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang

mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Orang yang

empatik lebih menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang

mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain (Salovy

dalam Goleman, 2003: 58-59).

Empati adalah mengenali perasaan orang lain dan memahami pengalaman

emosional orang lain tanpa berpartisipasi di dalamnya. Empati adalah sebuah sikap

bagaimana individu memahami perasaan orang lain tanpa mengalaminya sendiri

(Kenn dalam Silfiasari dan Susanti 2017: 129). Salamah (2009: 8) kemampuan

berempati merupakan kemampuan mempersatukan diri dengan rekan kerja dan

perasaannya. Richards (2010: 90) menjelaskan empati merupakan sebuah istilah

yang digunakan untuk menggambarkan fenomena kemampuan seseorang untuk

menempatkan diri pada posisi orang lain dan yakin bahwa orang lain telah berbagi

perasaan dan emosi mereka.

Taufik (dalam Andromeda, 2014: 4) empati merupakan suatu aktivitas

untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa

yang dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan terhadap kondisi yang

sedang dialami orang lain tanpa yang bersangkutan kehilangan kontrol dirinya.

Kemampuan empati atau mengenali emosi orang lain meliputi, lebih menerima

sudut pandang orang lain, memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan

orang lain, dan lebih baik dalam mendengarkan orang lain (Goleman, 2003: 404).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

33

Kemampuan empati dalam kecerdasan emosi dapat dibagi menjadi lima

yaitu memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain,

mengatasi keragaman, dan kesadaran politisi. Memahami orang lain yaitu

mengindra perasaan dan perpektif orang lain, dan menunjukkan minat aktif

terhadap kepentingan mereka. Orientasi pelayanan yaitu mengantisipasi,

mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan. Mengembangkan orang

lain yaitu merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha

menumbuhkan kemampuan mereka. Sedangkan pengertian mengatasi keragamaan

adalah menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang.

Kesadaran politisi merupakan mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok

dan hubungannya dengan kekuasan (Goleman, 2001: 43).

5) Membina Hubungan Sosial

Membina hubangan sosial yaitu orang-orang yang terampil dalam

kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar,

peka membaca reaksi dan perasaan mereka, mampu mempin dan mengorganisir,

dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia.

Kemampuan-kemampuan antarpribadi dibangun atas kecerdasan emosioanal lain-

lainnya. Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan ketrampilan

mengelola emosi orang lain (Goleman, 2003: 167). Pendapat tersebut diperkuat

oleh Ahmad (2014: 21) bahwa manusia adalah makhluk individu dan makhluk

sosial. Dalam hubungannya dengan manusia makhluk sosial terkandung suatu

maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang

lain. Secara kodrati, manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar

manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi yang

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

34

mempengaruhinya. Komunikasi merupakan proses penyampian ide, pikiran,

pendapat, dan berita ke suatu tempat tujuan serta menimbulkan reaksi umpan balik.

Keterampilan sosial ini meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan,

katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan

kooperasi, serta kemampuan tim. Pengaruh yaitu memiliki taktik untuk melakukan

persuasi. Komunikasi merupakan mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan.

Kepemimpinan adalah membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan

orang lain. Katalisator perubahan merupakan memulai dna mengelola perubahan.

Manajemen konflik adalah negosiasi dan pemecahan silang pendapat. Pengikat

jaring adalah menumbuhkan hubungan sebagai alat. Kolaborasi dan kooperasi yaitu

kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama. sedangkan kemampuan tim

yaitu menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama

(Goleman, 2001: 43).

Kemampuan membina hubungan sosial ada sepuluh yaitu, meningkatkan

kemampuan menganalisis dan memahami hubungan; lebih baik dalam

menyelesaikan pertikaian dan merundingkan persengketaan; lebih baik dalam

menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan; lebih tegas dan terampil

dalam berkomunikasi; lebih populer dan mudah bergaul, bersahabat dan terlibat

dengan teman sebaya; lebih dibutuhkan oleh teman sebaya; lebih menaruh

perhatian dan bertenggang rasa; lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras

dalam kelompok; lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong; dan

lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain (Goleman, 2003: 405).

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

35

2.4.3 Faktor Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Hal ini sesuai dengan pemikiran Tarmizi, dkk, (2012: 42) faktor

yang mempengaruhi kecerdasan emosi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal

dan eksternal sebagai berikut.

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi

kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani

dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila

fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu, dapat dimungkinkan mempengaruhi

kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup yaitu di dalamnya pengalaman,

perasaan, kemampuan berpikir, dan motivasi (Tarmizi, dkk, 2012: 42).

Faktor internal merupakan faktor yang memiliki peranan penting dalam

memengaruhi kecerdasan emosi manusia. Faktor internal yang dimaksudkan yaitu

dari diri sendiri. Dalam diri manusia memiliki kopetensi untuk meningkatkan dan

mengembangkan kecerdasan emosi yang maksimal. Tetapi, manusia ketika dalam

dirinya tidak ada niatan untuk membentuk dan mengembangan kecerdasan emosi

yang dimilikinya maka kecerdasan emosi yang dimilikinya akan rendah. Diri

sendiri berfungsi sebagai penggerak untuk mengembangkan segala potensi yang

ada di dalam dirinya sendiri.

Kecerdasan emosi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal berasal

dari dalam diri sendiri yang berasal dari segi jasmani dan psikologis. Jasmani dan

psikologis yang sehat maka, kecerdasan emosi yang dimilikinya dapat terbentu

dengan baik. Tetapi, ketika jasmani dan psikologis mengalami gangguan maka

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

36

dapat mempengaruhi kecerdasan emosi. Jasmani dan psikologis harus sama-sama

dalam keadaan baik agar dapat menghasilkan kecerdasan emosi yang maksimal.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan di mana kecerdasan emosi

berlangsung. Faktor eksternal meliputi yaitu 1) cara stimulus itu sendiri, kejenuhan

stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang

dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi, 2) lingkungan atau situasi

khusunya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi (Tarmizi, dkk, 2012:

42).

Faktor ekternal merupakan faktor yang memengaruhi kecerdasan emosi yang

dimiliki manusia yang berasal dari luar dirinya. Faktor ekternal juga memiliki

dampak yang luar biasa dalam memengaruhi kecerdasan emosi manusia. Faktor

intenal tidak dapat dilepaskan dari dalam diri manusia dan mengikuti di manapun

manusia berada. Faktor ekternal dalam memengaruhi kecerdasan emosi seperti

stimulus, lingkungan, kinerja otak, teman sebaya, orang tua, sekolah, agama, dan

temperamen.

Faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi menurut Prayitno (dalam

Ghufron, 2016: 147) yaitu kondisi nerologis dan mekanisme kerja otak, jenis

kelamin, temperamen, pola asuh orang tua, usia, teman sebaya, agama, dan

sekolah. Secara rinci dapat dijelaskan berikut ini.

a) Faktor Kondisi Neorologis dan Mekanisme Kerja Otak

Bahwa wilayah prefontal otak mengatur reaksi emosi individu sejak awal.

Proyeksi terbesar informasi pengindraan berasal dari talamus kemudian menuju ke

otak dan pusat-pusatnya untuk diterima dan diberi makna tentang hal-hal yang

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

37

diserap. Di dalam neokortek serangkaian tahapan sirkuit mendata dan menganalisis

informasi tersebut, memahaminya dan mengatur suatu reaksi melalui lobus

frontalis. Apabila dalam proses ini dibutuhkan respon emosional, lobus frontalis

akan memerintahkannya.

Lobus frontal akan bekerja sama dengan amignala dan sirkuit-sirkuit lain

dalam otak emosional, tetapi apabila terjadi pembajakan emosi, urutan mekanisme

tersebut tidak berlaku lagi. Pembajakan emosi suatu keadaan di mana ledakan

emosi menguasai rasio, pada awalnya dipicu oleh amigdala dan kemudian diikuti

oleh kegagalan pengaktifan proses neo kartalis, yang lazimnya menjaga

keseimbangan respon emosional. Hal ini akan membuat orang yang bersangkutan

tidak dapat berpikir jernih dan tidak dapat mengmbil keputusan, sehingga akan

meninmbulkan tingkah laku maladaptif (Prayitno dalam Ghufron, 2016: 147).

Kondisi neorologis dan kinerja otak manusia secara urut mengatur

terjadinya emosi yang ditimbulkan. Amigdala pada kinerja otak manusia memiliki

peran yang sangat penting. Apabila amigdala dipisahkan dari bagian otak yang

lainnya maka, manusia tidak dapat merasakan apa yang sedang ia rasakan dan

kehilangan tentang memahami perasaan orang lain. Amigdala berfungsi sebagai

tempat ingatan emosional. Manusia tanpa adanya otak maka manusia tidak dapat

memiliki kecerdasan emosi yang baik. Bagian-bagian otak merekam secara cepat

dan langsung terhadap peristiwa yang dialami manusia sehingga dapat

mengeluarkan emosi yang ditimbulkan.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

38

b) Faktor Jenis Kelamin

Anak perempuan lebih terampil dalam menggunakan bahasa bahasa

dibandingkan laki-laki, maka mereka lebih berpengalaman dalam mengutarakan

perasaannya dan lebih cakap dalam memanfaatkan kata-kata untuk menjelajahi dan

menggantikan reaksi emosional, seperti perkelahian fisik. Sebaliknya, anak laki-

laki yang kemampuan ferbalisasi yang perasaannya ditumpukan sebagian besar

tampak kurang peka dalam mengenali emosi dirinya dan emosi orang lain (Prayitno

dalam Ghufron, 2016: 147).

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kecerdasan emosional (Golmen dalam Jati dan Nono, 2013: 112). Jenis kelamin

antara laki-laki dan perempuan berbeda. Intensitas emosi perempuan lebih peka dan

tinggi dibandingkan dengan laki-laki karena perempuan lebih menggunakan

perasaan dalam bersikap dibandingkan laki-laki. Perempuan lebih cakap dalam

mengekspresikan emosi yang sedang dirasakan. Tetapi, laki-laki ketika apa yang

dirasakan laki-laki lebih pintar tidak menampakkan emosinya. Kepekaan

perempuan terhadap keadaan emosi orang lain itu sangat tajam biasanya perempuan

merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain.

Menurut Golaman (2003: 60-61) pria yang memiliki kecerdasan emosi

yang tinggi secara sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau

gelisah. Mereka berkemampuan besar melibatkan diri dengan orang-orang atau

permasalahan, memikul tanggung jawab, simpatik, dan hangat dalam hubungan-

hubungan mereka. Sebaliknya, kaum wanita yang cerdas secara emosional

cenderung bersikap tegas dan mengungkapkan perasaannya secara langsung, dan

memandang dirinya secara positif. Jadi, diketahui bahwa jenis kelamin antara

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

39

perempuan dan laki-laki itu memengaruhi kecerdasan emosi manusia dan peranan

yang paling tinggi terhadap kecerdasan emosi lebih dominan perempuan.

c) Faktor Temperamen

Setiap manusia memiliki sifat bawaan yang disebut temperamen. Setiap

manusia mempunyai perbedaan dalam jaringan sirkuit emosi yang menyebabkan

perbedaan hal seberapa mudahnya emosi dipicu, berapa lama berlangsungnya dan

seberapa intensinya. Perbedaan ini menentukan apakah seseorang bersifat pemarah,

penakut, periang, pemberani atau pemurung (Prayitno dalam Ghufron, 2016: 147).

Temperamen merupakan sifat batin yang memengaruhi perbuatan, pikiran, dan

perasaan manusia. Temperamen setiap manusia berbeda-beda. Temperamen

manusia akibat dari emosi dengan mudah naik turun tanpa dapat dikontrol.

Temperamen akan menentukan sifat manusia. Temperamen dapat memengaruhi

kecerdasan emosi. Temperamen sebagai gambaran emosi yang diluapkan.

d) Faktor Pola Asuh Orang Tua

Keluarga terutama orang tua berperan penting dalam perkembangan

kecerdasan emosi anak (Prayitno dalam Ghufron, 2016: 147-148). Orang tua

memiliki peranan penting dalam membentuk kecerdasan emosi anak. Orang tua

sebagai sekolah pertama dalam menerapkan dan meningkatkan kecerdasan emosi

anak. Ketika, orang tua salah memberikan contoh dan salah memperkenalkan

kecerdasan emosi ke anak maka dampak yang diterima anak sangat fatal yaitu dapat

berdampak kepada kondisi kesehatan dan psikologis anak.

Orang tua tempat paling utama dan pertama dalam mempelajari emosi yang

diperolehnya seperti menanggapi dan merasakan perasaan diri sendiri. Anak

memiliki banyak waktu di rumah maka anak juga memiliki banyak kesempatan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

40

untuk menerapkan dan mengembangkan kecerdasan emosi yang dimilikinya.

Melalui, pantauan dan bantuan anak dapat secara bebas mengembangkan potensi

kecerdasan emosi yang dimilikinya secara bebas. Orang tua mengikuti secara detail

proses perkembangan kecerdasan anak-anaknya. Maka, orang tua harus memiliki

kemampuan secara pengetahuan dan memiliki kecerdasan emosi yang baik agar

dapat dijadikan sebagai panutan anak dalam proses mengembangkan potensi

kecerdasan emosi yang dimilikinya. Yuliantini (2013: 59) memperkuat pernyataan

tersebut menyatakan bahwa orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus

memberi tauladan dan contoh yang baik. Contoh yang baik dari orang tua

didapatkan anak semanjak lahir.

e) Faktor Usia

Efek usia dan jenis kelamin terhadap intensitas emosi dapat ditarik

kesimpulan bahwa orang yang lebih muda menunjukkan tingkat rata-rata yang lebih

tinggi pada perasaan positif dan negatif. Pada masa remaja akhir individu akan lebih

cerdas dalam membuat keputusan terlebih dulu mencari informasi yang benar

kemudian mengkajinya, sadar akan akan bahaya yang akan terjadi, memikirkan

akibat yang akan terjadi, dan memecahkan masalah dengan sikap hati-hati (Prayitno

dalam Ghufron, 2016: 148).

Pada, usia 11-16 tahun kecerdasan emosional penting sekali untuk

menghadapi pengaruh negatif yang banyak menimpa anak rentang usia tersebut

(Jati dan Nono, 2013: 111). Pada usia fase remaja dimana fase seorang remaja

sedang terjadi pergolakan emosi. Setiap fase usia memiliki tingkatan kecerdasan

emosi yang berbeda. Ketika sudah memasuki fase remaja maka perlu ditangani

secara khusus agar dapat mengontrol emosi yang dimilikinya.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

41

f) Faktor Teman Sebaya

Ketika anak sudah menginjak remaja maka, individu tersebut mulai

melepaskan diri dari keluarga dan mulai bermain dengan teman sebaya. Hal

tersebut maka remaja dapat menemukan identitas diri sebagai pribadi dewasa yang

berbeda dengan identitas anak-anak. Peran sosial anak ketika dengan teman sebaya

yaitu belajar memahami keinginan dan adapatasi dengan apa yang diinginkan

teman, belajar mengekspresikan perhatian, mengemukakan keinginan dan

perasaan, belajar meminta maaf, dan belajar bersikap peduli terhadap teman

(Prayitno dalam Ghufron, 2016: 148).

Teman sebaya berpengaruh dalam proses pembentukan kecerdasan emosi

anak karena anak berineteraksi dan bermain menghabiskan waktu di luar bersama

dengan teman sebaya. Teman sebaya sangat memiliki dampak atau pengaruh positif

maupun negatif terhadap perkembangan anak. Ketika sudah beralih dari mana anak-

anak berkembang menjadi remaja di situlah mulai menemukan identitas atau jati

dirinya. Melalui teman sebayanya maka, dapat belajar bagaimana mengelola

emosinya, komunikasi, empati terhadap teman sebanya, kerja sama, motivasi untuk

menjadi lebih baik dari itu semua merupakan bagian dari bentuk kecerdasan emosi.

g) Faktor Sekolah

Kegiatan yang ada di sekolah merupakan sebagai sarana pendidikan emosi

dan sosial, peserta didik belajar untuk saling bekerja bersama, berpendapat,

mengembangkan pendirian, menghargai orang lain, menyelesaikan permasalahan ,

dan bernegoisasi tanpa menimbulkan perpecahan. Pendidik juga dapat

memengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak. Pendidik menjadi teladan

peserta didik melalui peserta didik mengamati guru ketika menerangkan, cara

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

42

memperlakukan murid, dan cara menyelesaikan konflik di antara peserta didik

(Prayitno dalam Ghufron, 2016: 148).

Sekolah memiliki peranan penting dalam membentuk kecerdasan emosi

setelah peran orang tua di rumah. Di sekolah seoarang anak diajarkan untuk

mengembangkan kecerdasan emosi seperti merasakan apa yang sedang dirasakan

teman sebayanya ketika teman sebayanya mendapatkan kesusahan. Di sekolah anak

secara bebas dapat mengembangkan kecrdasan emosi yang dimilikinya. Di sekolah,

terutama peran guru sebagai peran yang paling aktif untuk mengembangkan

kecerdasan emosi anak didiknya secara maksimal melalui cara mengajar, tingkah

laku, cara memperlakukan siswa, meluapkan emosi ketika di dalam kelas, membina

hubungan dengan warga sekolah, dan sebagainya.

h) Faktor Agama

Agama adalah memiliki pengaruh secara otomatis terhadap perilaku

individu baik secara pikiran, perasaan, dan bertindak atau bersikap. Agama sebagai

daya kontrol, mengendalikan diri, dan daya dorong yang kuat (Prayitno dalam

Ghufron, 2016: 148). Agama merupakan sebagai kendali dan daya kontrol untuk

meningkatkan kecerdasan emosi. Agama ternyata memiliki peranan dalam

membentuk kecerdasan emosi manusia. Manusia harus memiliki agama yang kuat

agar dapat mengontrol emosi ketika berinterkasi dengan sesamanya. Penanaman

pendidikan agama dilakukan dimulai dari lahir karena agama sebagai pondasi yang

dapat membawa pembentukan kecerdasan emosi yang sempurna.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

43

2.4.4 Dampak Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi memiliki dampak negatif dan positif. Dampak negatif

dari kecerdasan emosi yang diakibatkan dari emosi yang berdampak pada sakit

secara fisik yaitu penyakit kulit, tekanan darah tinggi, asma, dan sakit kepala

(Mahmud, 1990: 178). Manusia yang tidak memiliki kecerdasan emosioanal yang

baik maka dapat dengan mudah terkena penyakit. Misalnya, manusia yang tidak

mampu mengendalikan emosinya seperti cepat marah maka dapat dengan mudah

terkena tekanan darah tinggi. Menurut Rohiat (2008: 52) kecerdasan emosi

memiliki dampak postif terhadap kehidupan manusia yaitu berdampak kepada

kesehatan yang baik, kualitas hidup yang baik, dan kinerja yang optimal. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut.

1) Kecerdasan Emosi Memiliki Dampak terhadap Kesehatan Manusia

Kecerdasan emosi yang baik maka berdampak kepada kesehatan fisik,

perilaku, dan emosi yang baik. Gejala fisik dimiliki oleh seseorang yang

mempunyai kecerdasan emosional yang sangat baik dapat ditandai dengan

punggung tidak bermasalah, berat badan yang normal, tidak pernah sakit kepala

karena tegang, tidak terkena penyakit migraine, flu atau gangguan pernapasan tidak

ada masalah, terhindar dari masalah perut, tidak mengalami keluhan nyeri dada,

sakit dan nyeri yang sulit dijelaskan tidak pernah mengalami, dan terhindar dari

penyakit kronis lainnya. Gejala perilaku seperti menyalahkan atau melecehkan

orang lain, tidak pernah menarik diri dari hubungan dekat, tidak pernah mendapat

gangguan makan, tidak peminum, dan lain sebagainya. Gejala emosi akan

menggambarkan sikap seseorang dengan perangainya (Rohiat, 2008: 52).

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

44

Peka akan suasana hati mereka ketika mengalaminya dapat dimengerti bila

orang-orang ini memiliki kepintaran tersendiri dalam kehidupan emosional mereka.

Kejernihan pikiran mereka tentang emosi boleh jadi melandasi ciri-ciri kepribadian

yaitu, lebih mandiri dan yakin akan batas-batas yang mereka bangun, kesehatan

jiwanya bagus, dan cenderung berpendapat positf akan kehidupan. Bila suasana

hatinya sedang jelek, mereka tidak risau dan tidak larut ke dalamnya, dan mereka

mampu melepaskan diri dari suasana itu dengan lebih cepat (Goleman, 2003: 65).

Manusia yang mampu mengendalikan kecerdasan emosi maka tidak rentan

terkena penyakit secara fisik dan perilaku. Seperti, ketika manusia pandai dalam

mengontrol emosinya maka mengurangi terjadinya sakit kepala. Ketika manusia

ingin terhindar dari risiko terkena sakit punggung maka harus sering bersosisialisasi

dengan lingkungan sekitar. Lebih baik manusia bersosiasialisasi dengan lingkungan

sekitar dibandingkan berdiam diri di rumah. Bersosialisasi termasuk ke dalam

bagian bentuk kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi yang baik dampak memberikan

dampak postif terhadap kejiwaan yaitu manusia akan berperilaku yang baik sesuai

dengan norma yang berlaku.

2) Kualitas Hidup

Kualitas hidup yaitu keadaan pikiran atau perasaan yang berhubungan

dengan merasakan kepuasaan dalam hidup, merasa kuat, sehat, senang, dan merasa

damai dan sejahtera di dalam hati. Melakukan banyak perubahan dalam hidup untuk

mendapatkan kebahagiaan dan sama sekali tidak mengharapkan mendapat lebih

dari yag diharapkan. EQ membangkitkan penghargaa, kretivitas, dan persahabatan.

Studi menunjukkan, seorang eksekutif atau profesional yang secara teknik memiliki

kecerdasan emosioanl tinggi adalah orang yang mampu mengatasi konflik,

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

45

kesenjangan yang perlu dijembatani atau diisi, lebih cekatan, dan cepat

dibandingkan orang lain. EQ menyediakan manfaat penting dalam lingkungan

kerja, kelurga, masyarakat, kehidupan percintaan, dan kehidupan spiritual.

Kecerdasan emosi membuat dunia batin diperhatikan (Segeel dalam Rohiat, 2008:

53).

Kecerdasan emosi merupakan kecerdasan vital manusia yang sudah

semestinya terus dilatih, dikelola dan dikembangkan secara intens. Karena

kecerdasan emosi memiliki kesinambungan yang cukup erat dengan kualitas hidup

manusia, di mana kecerdasan emosi berkait erat dengan adanya jiwa yang sehat.

Sehingga dari jiwa yang sehat tersebut manusia sebagai spesies yang rentan

mengalami ketidakbahagiaan akan memiliki peluang jauh lebih besar di dalam

memperoleh hidup bahagia. Orang yang mampu mengembangkan kecerdasan

emosi yang dimilikinya akan memiliki peluang yang lebih baik untuk bisa sukses

dan dipastikan lebih tenang dalam menyelesaikan permasalahan yang tergolong

rumit (Baktio, 2013: 21). Menurut Goleman (dalam HM, 2016: 10) dari hasil

banyak penelitian menyatakan bahwa kecerdasan umum semata-mata hanya dapat

memprediksi kesuksesan hidup seseorang sebanyak 20 % saja, sedangkan 80 %

yang lain adalah apa yang disebutnya Emotional Intelligence. Bila tidak ditunjang

dengan pengelolahan emosi yang sehat tidak akan menghasilakan seseorang yang

sukses hidupnya di masa yang akan datang. Kecerdasan emosi merupakan dasar

untuk membangun relasi sosial yang baik, sehingga seseorang yang memiliki

kecerdasan emosi tinggi, secara sosial memiliki lebih banyak relasi dengan orang

lain dan kualitas relasinya lebih baik (Schutte dalam Farid dalam Muryadi dan

Andik, 2012: 546).

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

46

3) Kinerja yang Optimal

Kecerdasan emosional yang berdampak pada kinerja optimal yaitu

seseorang akan merasa puas dengan hasil kinerjanya, selalu dilibatkan dalam tim

kerja, berusaha agar mendapatkan hasil yang terbaik, dan tidak mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan (Rohiat, 2008: 52). Orang yang memiliki

kecerdasan emosi maka, dalam dirinya ia akan merasakan kebahagiaan secara lahir

dan batin, memiliki motivasi yang tinggi, dihargai oleh teman kerjanya, dan

sebagainya. Kalau ingin memiliki kualitas hidup dan kinerja yang baik maka, harus

mampu memiliki kecerdasan emosi yang maksimal.

Kecerdasan emosi memiliki dampak yang sangat luar biasa terhadap

kehidupan manusia. Manusia tidak memiliki kecerdasan emosional yang baik

maka, akan berdampak negatif yang baik maka akan berdampak negatif di dalam

dirinya. Sedangkan manusia mampu mengrontol dan memiliki kecerdasan emosi

yang baik maka, berdampak kepada kesejahteraan hidup yang berkualitas.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48226/3/BAB II.pdf10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang teori yang digunakan untuk mengkaji kecerdasan emosi pada tokoh utama

47

2.5 Kerangka Berpikir

Kecerdasan emosi adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan

mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi

orang lain, dan membina

hubungan.

Jenis Kecerdasan

Emosi

Kecerdasan Emosi yang Dimiliki Tokoh Utama

Faktor

Kecerdasan Emosi Dampak

Kecerdasan Emosi

1.Mengenali Emosi

Diri.

2. Mengelola

Emosi.

3. Memotivasi Diri

Sendiri.

4. Mengenali

Emosi Orang Lain.

5. Membina

Hubungan.

1. Internal

2. Ekternal

1. Kesehatan

2. Kualitas

Hidup

3. Kinerja

Optimal

Novel Gunung Ungaran Karya Nh. Dini

Permasalahan atau Rumusan Masalah

Jenis kecerdasan emosi

yang dimiliki tokoh

utama, yaitu (1)

mengenali emosi diri

seperti marah, ragu, dan

kecewa, (2) mampu

mengendalikan

emosinya, (3) motivasi

diri yang tinggi, (4)

berempati, dan (5)

membina hubungan

dengan baik.

Faktor penyebab

kecerdasan emosi pada

tokoh utama, yaitu (1)

diri sendiri, (2) faktor

lingkungan, (3) faktor

jenis kelamin, (4)

faktor pola asuh orang

tuanya, (5) faktor usia,

dan (6) faktor teman

sebaya.

Dampak dari

kecerdasan emosi

tokoh utama

berpengaruh

terhadap kesehatan

fisik dan perilaku

yang baik, kualitas

hidup tokoh utama

sejahtera, dan

kinerja yang

optimal.