bab ii integrasi sosial dan perubahan sosial 2.1 ......perbedaan tersebut akan mengarah pada...

24
BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1. Pengantar Untuk memahami fungsi dan peran budaya bagi integrasi sosial masyarakat, teori yang digunakan oleh penulis yaitu teori integrasi sosial. Teori integrasi sosial sangat penting untuk mengkaji aspek-aspek sosial yang dianggap berpengaruh bagi integrasi masyarakat. Pengkajian seperti ini dimaksudkan untuk memahami kondisi masyarakat lokal yang terus berkembang dan berubah dari waktu ke waktu. Perubahan yang dialami oleh masyarakat desa memiliki pengaruh terhadap eksistensi budaya lokal yang berkembang dalam masyarakat setempat. Oleh sebab itu, di samping menggunakan perspektif teori integrasi sosial, penulis juga menyoroti aspek-aspek perubahan sosial masyarakat. Melalui pengkajian yang baik atas realitas sosial masyarakat lokal, dapat ditemukan gambaran yang jelas tentang aspek kultural masyarakat yang terus berubah. 2.2. Integrasi Sosial Bagian ini memaparkan tentang definisi integrasi sosial, integrasi dan konflik sebagai gejala sosial, fase-fase terciptanya integrasi sosial, solidaritas dalam rangka menciptakan integrasi sosial, dan integrasi sosial menurut Emile Durkheim. 2.2.1. Definisi Integrasi sosial Kata integrasi berasal dari bahasa Latin integrare yang berarti memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata kerja integrare dibentuklah kata sifat integritas yang berarti keutuhan atau kebulatan. Dari kata yang sama terbentuklah kata integrer yang berarti utuh.

Upload: others

Post on 13-Dec-2020

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

BAB II

INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL

2.1. Pengantar

Untuk memahami fungsi dan peran budaya bagi integrasi sosial masyarakat, teori

yang digunakan oleh penulis yaitu teori integrasi sosial. Teori integrasi sosial sangat penting

untuk mengkaji aspek-aspek sosial yang dianggap berpengaruh bagi integrasi masyarakat.

Pengkajian seperti ini dimaksudkan untuk memahami kondisi masyarakat lokal yang terus

berkembang dan berubah dari waktu ke waktu.

Perubahan yang dialami oleh masyarakat desa memiliki pengaruh terhadap eksistensi

budaya lokal yang berkembang dalam masyarakat setempat. Oleh sebab itu, di samping

menggunakan perspektif teori integrasi sosial, penulis juga menyoroti aspek-aspek perubahan

sosial masyarakat. Melalui pengkajian yang baik atas realitas sosial masyarakat lokal, dapat

ditemukan gambaran yang jelas tentang aspek kultural masyarakat yang terus berubah.

2.2. Integrasi Sosial

Bagian ini memaparkan tentang definisi integrasi sosial, integrasi dan konflik sebagai

gejala sosial, fase-fase terciptanya integrasi sosial, solidaritas dalam rangka menciptakan

integrasi sosial, dan integrasi sosial menurut Emile Durkheim.

2.2.1. Definisi Integrasi sosial

Kata integrasi berasal dari bahasa Latin integrare yang berarti memberi tempat dalam

suatu keseluruhan. Dari kata kerja integrare dibentuklah kata sifat integritas yang berarti

keutuhan atau kebulatan. Dari kata yang sama terbentuklah kata integrer yang berarti utuh.

Page 2: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

13

Berdasarkan pengertian kata integrasi di atas, integrasi diartikan sebagai membuat unsur-

unsur tertentu menjadi satu kesatuan yang bulat atau utuh.1

Menurut Ralph Linton, integrasi adalah proses perkembangan progresif dalam rangka

mewujudkan persesuaian yang sempurna antara unsur-unsur, yang secara bersama

mewujudkan kebudayaan universal (total culture).2 Definisi ini berangkat dari paradigma

bahwa setiap kebudayaan merupakan formasi yang bagian-bagiannya saling menyesuaikan.

Masuknya setiap unsur kebudayaan baru tentu akan mengganggu keseimbangan yang telah

ada. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian-penyesuaian unsur-unsur kebudayaan tersebut

menjadi universal. Sedangkan menurut Soetrisno Kutoyo, integrasi sosial adalah gambaran

tentang terjadinya pembauran warga masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh dan bulat

ke dalam satu kesatuan sosial, atau dengan kata lain integrasi sosial merupakan proses

penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan sosial (masyarakat)

sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi masyarakat.3

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh dua sosiolog di atas, terlihat bahwa

integrasi sosial menekankan penyesuaian antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam

kebudayaan termasuk masyarakat, dalam rangka menciptakan atau mencapai universalitas

dan mencapai suatu pola yang serasi. Secara sederhana, Hendropuspito menyebutkan bahwa

integrasi sosial atau integrasi masyarakat tidak lain adalah membuat masyarakat menjadi satu

kesatuan yang menyatu atau bulat.4

2.2.2. Integrasi dan Konflik Sebagai Gejala Sosial

Konflik atau pertentangan mempunyai hubungan erat dengan proses integrasi.

Hubungan ini disebabkan karena proses integrasi adalah sekaligus suatu proses disorganisasi

1

Hendropuspito, Sosiologi Sistematika (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 256.

2Ralph Linton, Antropologi; Suatu Penyelidikan Tentang Manusia (Bandung: Jemmars, 1984), 266.

3Sutrisno Kutoyo, Sosiologi (Jakarta: Grasindo, 2004), 144. 4Hendropuspito, Sosiologi Sistematika…, 256.

Page 3: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

14

dan disintegrasi. Disorganisasi merupakan suatu proses memudarnya norma-norma dan nilai-

nilai dalam masyarakat karena perubahan-perubahan yang terjadi di dalam lembaga

kemasyarakatan. Sedangkan disintegrasi yaitu memudarnya kesatupaduan dalam organisasi

dan solidaritas antara yang kolektif, golongan, dan kelompok dalam suatu masyarakat. Makin

tinggi konflik atau pertentangan intra kelompok, makin besar pertentangan yang berpusat di

dalam, makin kecil derajat integrasi kelompok. Jadi, antara solidaritas antar kelompok (in-

group solidarity) dan pertentangan dengan kelompok luar atau out-group (out-group conflict)

terdapat hubungan yang saling memengaruhi. Di mana makin besar permusuhan terhadap

kelompok luar, makin besar integrasi.5

William Graham Sumner memberikan pembedaan antara kelompok dalam (in-groups)

dan kelompok luar (out-groups). Menurutnya orang selalu mempertentangkan kelompoknya

sendiri terhadap kelompok-kelompok lain. Setiap kelompok membanggakan diri sendiri,

menunjunjung tinggi simbolnya, merasa diri lebih baik berkenan dengan cara hidup kolektif

(folkways), dan cenderung untuk meremehkan orang luar. Setiap kelompok berkeyakinan

bahwa peraturannya, tata tertibnya, dan ajarannya adalah yang paling baik. Sikap itu

menimbulkan intoleransi, oposisi terhadap folkways lain, penghinaan, prasangka, penafsiran

yang sepihak, dan sebagainya. Anggota dari kelompok dalam (in-groups) menjaga

kerukunan, ketertiban, dan hukum di kalangan mereka sendiri, tetapi relasi mereka dengan

orang luar bercorak permusuhan. Situasi inilah yang disebut oleh William Graham Sumner

sebagai etnosentrisme yaitu sikap merasa diri lebih unggul selaku kelompok dalam berbagai

hal yang berkenan dengan cara hidup kolektif.6

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konflik atau pertentangan mengenal dua

fase yaitu fase disorganisasi dan fase disintegrasi. Karena suatu kelompok sosial selalu

dipengaruhi oleh beberapa faktor maka pertentangan akan berkisar pada penyesuaian diri

5Susanto, Pengantar Sosiologi…, 122. 6William Graham Sumner, Folkways (Boston: Gins,1906), 12.

Page 4: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

15

ataupun penolakan dari faktor-faktor sosial tersebut. Adapun faktor-faktor sosial yang

memengaruhi hidup dan menentukan terarahnya kehidupan sosial menuju ke disintegrasi

ataupun integrasi adalah tujuan dari kelompok sosial, sistem sosialnya, sistem tindakannya,

serta sistem sanksi.7

Disorganisasi sebagai taraf kehidupan sosial yang mendahului disintegrasi mungkin

saja terjadi karena adanya perbedaan faham tentang tujuan kelompok sosial, norma-norma

sosial tindakan dalam masyarakat. Apabila sanksi terhadap perbedan-perbedaan tersebut tidak

ketat atau tidak berwibawa lagi maka akan mengarah pada disintegrasi. Dengan demikian

disorganisasi terjadi apabila perbedaan atau jarak antara tujuan sosial dan pelaksanaan terlalu

besar. Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi

yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai berikut; pertama, adanya ketidaksepahaman

pada anggota kelompok tentang tujuan sosial yang hendak dicapai, yang semula menjadi

pegangan kelompok; kedua, norma-norma sosial tidak membantu anggota masyarakat lagi

dalam mencapai tujuan yang telah disepakatinya; ketiga, norma-norma dalam kelompok dan

yang dihayati oleh anggotanya bertentangan satu sama lain; keempat, lemahnya pelaksanaan

sanksi; kelima, tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma-norma

kelompok.8

2.2.3. Fase-fase Terciptanya Integrasi Sosial.

Astrid Susanto mengemukakan bahwa integrasi sebagai proses mempertahankan

kelangsungan hidup kelompok bisa tercipta melalui beberapa fase atau tahapan yaitu fase

akomodasi, fase kerjasama (cooperation), fase koordinasi (coordination), dan fase asimilasi.9

7Susanto, Pengantar Sosiologi…, 122.

8Susanto, Pengantar Sosiologi…, 123. 9Susanto, Pengantar Sosiologi…, 128.

Page 5: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

16

Dasar dari proses integrasi itu sendiri adalah konsensus yaitu kesepakatan tentang ide atau

nilai-nilai.

Menurut Marswadi Rauf, konsensus terjadi bila tercipta kesepakatan dalam hubungan

antara dua orang/pihak atau lebih. Bila konsensus tercapai berarti penyelesaian konflik telah

tercapai (conflict resolution).10

Oleh karena itu, konsensus adalah substansi penyelesaian

konflik yang memiliki prinsip dasar yaitu ditemukannya kemungkinan di dalam diri semua

pihak yang berkonflik untuk mengadakan perubahan-perubahan terhadap pendapat-pendapat

yang dianutnya dengan bersedia menerima pendapat dari pihak lain yang menjadi lawannya

dalam konflik. Lebih lanjut Rauf mengemukakan bahwa syarat terpenting bagi terciptanya

konsensus adalah tawar-menawar (bargaining) yang berarti kesediaan semua pihak yang

terlibat dalam konflik untuk mengurangi tuntutannya sendiri dan menerima bagian-bagian

tertentu dari tuntutan pihak lain.11

Fase atau tahapan pertama menuju integrasi sosial yaitu fase akomodasi. Tahapan ini

menurut William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff adalah:

“actual working together of individuals or groups inspite of differences or latent

hostility”12

(Terj: kerjasama aktual dari individu atau kelompok terlepas dari

perbedaan atau permusuhan)

Di dalam fase ini kerjasama mungkin terjadi walaupun ada perbedaan faham.

Kerjasama demikian terwujud sebab adanya kepentingan yang sama, dan terjadi karena

adanya tujuan objektif yang sama. Di dalam tahap ini tercapailah kompromi dan toleransi

yang terwujud dalam keadaan dimana dua lawan atau lebih adalah sama kuat. Ketiadaan

toleransi tentu saja menjadi ladang yang subur bagi terciptanya konflik.

10Marswadi Rauf, Konsensus dan Konflik Politik; Sebuah Penjajagan Teori (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2000), 14.

11Rauf, Konsensus dan Konflik…, 15.

12William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, A Handbook of Sociology (London: Routledge and K.Paul, 1960), 109.

Page 6: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

17

Salah satu sebab konflik adalah karena reaksi yang diberikan oleh dua orang/dua

kelompok atau lebih dalam suatu situasi yang sama akan berbeda-beda. Konflik juga akan

terjadi apabila terdapat prasangka yang terlalu lama terhadap sesuatu. Menurut W.A.

Gerungan, prasangka sosial (social prejudice) terjadi karena kekurangan pengetahuan dan

pengertian terhadap hidup pihak yang lain, adanya kepentingan perseorangan dan kelompok,

serta ketidakinsafan akan kerugian yang dialami masing-masing apabila prasangka dipupuk.13

Sebaliknya kalau reaksi terhadap suatu kejadian dalam situasi yang sama mengalami reaksi

sama dari pihak-pihak yang bersangkutan, maka sebagai akibatnya terjadi pembagian

pekerjaan, sehingga terbentuklah solidaritas. Apabila pekerjaan kelompok bersama

berlangsung cukup lama maka tercapailah fase kerjasama (cooperation), sehingga

kemungkinan integrasi meningkat.

Fase kedua menuju integrasi sosial adalah fase kerjasama (cooperation). Seperti yang

telah dikemukakan sebelumnya, fase kerjasama tidak terlepas dari fase akomodasi. Oleh

karena itu, perlu dimengerti bahwa dalam fase akomodasi tercapailah toleransi yang hanya

dapat tercipta bila tidak ada konsensus yang dibuat oleh kelompok dan tidak ada perubahan

dalam kebijakan dasar namun setiap kelompok harus menanggung satu sama lain. Menurut

Hendropuspito, kerjasama (cooperation) ialah suatu bentuk proses sosial di mana dua atau

lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan bersama guna mencapai tujuan

bersama. Dengan cara ini masyarakat mikro maupun makro, masyarakat lokal, nasional, dan

internasional dapat mempertahankan eksistensinya dan sekaligus juga menambah

kemajuannya. Bentuk kerjasama ada bermacam-macam, begitupula variabelnya seperti

kumpulan, himpunan, yayasan, organisasi, dan sejenisnya.14

Kerjasama ini ditandai dengan beberapa ciri yaitu adanya jumlah anggota yang

semuanya bergantung pada jenis kerjasama yang akan dilakukan. Ada bentuk kerjasama yang

13W.A.Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: PT ERESCO, 1966), 175. 14Hendropuspito, Sosiologi Sistematika…, 236.

Page 7: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

18

membatasi anggotanya sampai jumlah tertentu, adapula yang tidak membatasi. Kerjasama

dapat juga beranggotakan kelompok sosial baik kelompok sejenis maupun tidak sejenis. Ciri

kedua yang menandai kerjasama yaitu partisipasi pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama.

Partisipasi ini biasanya berdasar pada perbedaan keterampilan pihak-pihak yang ada, untuk

saling bersinergi mencapai keuntungan bersama. Ciri yang terakhir yaitu dalam kerjasama

terdapat solidaritas yang berbeda. Hal ini disebabkan karena tidak semua pihak yang

bekerjasama mengalami rasa solidaritas yang sama. Gradasi suasana persaudaraan atau

kebersamaan tidak sama, tergantung pada dua faktor yakni nilai sosial yang hendak

diwujudkan dalam proses kerjasama dan motivasi yang mendorong anggota masuk ke

dalamnya.15

Terkait dengan dua faktor tersebut, Hendropuspito mengemukakan bahwa umumnya

nilai sosial yang sifatnya makin menyentuh para anggota karena pertalian darah yang sama

menumbuhkan rasa persatuan atau persaudaraan yang makin kuat. Demikian pula makin jauh

nilai sosial dari nilai persaudaraan, makin renggang rasa kesatuannya. Maka bentuk

kerjasama dalam kelompok primer menciptakan solidaritas yang lebih tinggi daripada

kerjasama dalam kelompok sekunder.16

Fase ketiga adalah fase koordinasi (coordination) yang hanya dapat terjadi bila fase

kerjasama telah tercipta. Kebiasaan bekerjasama tersebut lambat laun akan mencapai situasi

di mana individu atau kelompok mengharapkan dan mempunyai kesediaan untuk

bekerjasama, sehingga tercapailah fase koordinasi (coordination). Menurut James A.F

Stoner, koordinasi adalah proses penyatupaduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari

bagian atau bidang fungsional dari suatu kelompok organisasi untuk mencapai tujuan

organisasi secara efisien.17

Koordinasi berfungsi untuk mengadakan kesatuan, keterpaduan,

15Hendropuspito, Sosiologi Sistematika…, 237.

16Hendropuspito, Sosiologi Sistematika…, 237. 17James A.F. Stoner, Management; Edisi Kedua (New Delhi: Printice Hall of India, 1982), 281.

Page 8: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

19

serta keharmonisan di antara pihak-pihak yang saling bekerjasama.18

Bertolak dari

pemaparan tersebut, Daan Sugandha mendefinisikan koordinasi sebagai penyatupaduan gerak

dari seluruh potensi dan unit-unit organisasi atau organisasi-organisasi yang berbeda-beda

fungsi agar secara benar-benar mengarah pada sasaran yang sama guna memudahkan

pencapaiannya secara efisien.19

Di dalam proses koordinasi indikator-indikator yang harus diperhatikan adalah

kelompok-kelompok kerja yang tentunya mempunyai fungsi yang berbeda-beda, sumber-

sumber atau potensi yang ada pada kelompok-kelompok dimaksud, gerak kegiatan atau

segala daya upaya dan segala tindakan yang dikerjakan oleh setiap unsur kelompok kerja,

adanya kesatupaduan sehingga terwujud suatu integritas atau suatu kesatuan yang kompak,

adanya keserasian serta arah yang sama untuk mencapai sasaran yang sudah ditetapkan.20

Fase keempat ialah fase asimilasi yang oleh Ogburn dan Nimkoff didefinisikan

sebagai sebuah proses di mana individu-individu atau kelompok-kelompok yang dahulunya

tidak sama menjadi dikenal dalam pembangunan dan cara berpikir.21

Menurut

Koentjaraningrat, asimilasi adalah proses masyarakat yang akan timbul bila terdapat unsur-

unsur berikut; 1. kelompok-kelompok manusia yang berasal dari lingkungan kebudayaan

yang berbeda-beda; 2. individu-individu dari kelompok-kelompok yang berbeda-beda

tersebut saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang cukup lama; dan 3.

pergaulan secara intensif tersebut menyebabkan kebudayaan-kebudayaan dari masing-masing

kelompok berubah dan saling menyesuaikan diri menjadi satu.22

Karena asimilasi adalah

proses maka asimilasi melalui beberapa tahapan yaitu perubahan dari nilai-nilai dan

kebudayaan semula, serta penerimaan cara hidup yang baru, termasuk penggunaan bahasa

kelompok. Singkatnya asimilasi adalah proses mengakhiri kebiasaan lama dan sekaligus

18Daan Sugandha, Koordinasi; Alat Pemersatu Gerak Administrasi (Jakarta: INTERMEDIA, 1988), 11.

19Sugandha, Koordinasi; Alat Pemersatu Gerak…, 12-13.

20Sugandha, Koordinasi; Alat Pemersatu Gerak…, 14.

21Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, A Handbook of Sociology…, 101.

22Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Penerbitan Universitas Djakarta. 1964), 146.

Page 9: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

20

mempelajari dan menerima kehidupan yang baru. Di dalam proses ini kelompok atau

individu yang mengalami pengintegrasian mengalami proses belajar yaitu belajar peraturan-

peraturan yang formil sekaligus belajar tentang landasan norma-norma masyarakat yang

dimasuki. Tercapailah sudah fase asimilasi dengan intensitas integrasi normatif.

Bila integrasi normatif telah tercapai, maka tercapailah kesamaan dalam selera,

norma, dan kepentingan-kepentingan. Walaupun integrasi oleh individu atau kelompok

“pendatang” telah terwujud, namun ada segi lain yang sering dilupakan yaitu sikap dari

kelompok “penerima”. Dari segi penerima, diperlukan juga pengakuan bahwa individu atau

kelompok pendatang sudah sama dengan dirinya, sehingga pendatang tersebut sudah

dianggap sebagai anggota in-group. Dengan demikian jelaslah bahwa fase asimilasi

merupakan proses dua arah (two-way process), dalam artian jika ditinjau dari segi pendatang

maka proses tersebut adalah penetrasi atau masuknya kebudayaan luar mempengaruhi daerah

itu, sedangkan jika ditinjau dari segi penerima maka itu merupakan proses pengakuan.23

2.2.4. Solidaritas dalam Rangka Menciptakan Integrasi Sosial.

Solidaritas kelompok sangat penting bagi terciptanya integrasi sosial dan mencegah

lahirnya konflik. Menurut Peter Salim, solidaritas merupakan sifat (perasaan) solider, sifat

satu rasa (senasib), perasaan setia kawan antara sesama anggota masyarakat, atau dengan kata

lain solidaritas adalah kekompakan hidup yang didasarkan pada rasa setia kawan.24

Solidaritas

tersebut muncul dari kenyataan hidup masyarakat yang memiliki suatu ikatan hidup bersama

yang mana ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita dan komitmen moral.

Singkatnya solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan atau

kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang

23Susanto, Pengantar Sosiologi…, 127. 24Peter Salim, The Commentary English-Indonesian Dictionary (Jakarta: Sixth Editions, 1991), 325.

Page 10: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

21

diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.25

Solidaritas juga sangat penting dalam

pembentukan kelompok sosial, sebab solidaritas menciptakan perasaan kekitaan (we feeling

group), perasaan yang membawa seseorang menjadi bagian dari suatu kelompok khusus.

Secara keseluruhan pengertian kelompok sosial yang mencakup tiga elemen dasarnya

(pluralitas subjek, interaksi antara subjek, dan solidaritas sosial mereka) mengarah pada

pemahaman mengenai karaktersitik ikatan sosial masyarakat desa. Pola diferensiasi sosial

masyarakat desa dapat pula dipahami lewat dimensi lokalitasnya. Rahardjo membedakan tiga

kelompok sosial dilihat dari dimensi lokalitasnya yaitu keluarga, ketetanggaan, dan

komunitas.26

Satuan pemukiman yang mempersatukan orang menjadi satuan sosial yang terkecil

adalah keluarga. Satuan keluarga ini dapat dibedakan ke dalam keluarga konjugal (conjugal

family) dan keluarga meluas (extended family). Keluarga konjugal adalah satuan keluarga

yang mandiri/otonom yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum berumah

tangga. Keluarga meluas adalah satuan keluarga yang besar yang diatur berdasar sistem

kekerabatan tertentu. Keluarga dalam masyarakat desa memiliki peran yang besar terhadap

hubungan atau ikatan sosial masyarakat desa. Di desa, hampir tidak ada pengelompokan yang

bebas (independen) terhadap pengaruh keluarga. Berbagai dimensi hubungan baik itu

ekonomis, sosial, pendidikan, politis, dan lain-lain tidak terlepas dari pengendalian dan warna

keluarga. Sehingga istilah “kekeluargaan” merupakan warna khas organisasi sosial

masyarakat desa. Ketetanggaan (neighbourhood) sebagai kelompok sosial ke dua yang sangat

penting dalam kehidupan sosial masyarakat desa adalah lokalitas kecil yang orang-orangnya

(dalam satuan keluarga) sering berhubungan secara akrab satu sama lain. Luas wilayah atau

lokalitasnya ditentukan berdasar cakupan keakraban dan saling menolong satu sama lain,

25Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I (Jakarta: PT Gramedia, 1986), 181.

26Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

1999), 122.

Page 11: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

22

bukan oleh ketentuan peraturan atau penguasa. Untuk desa-desa yang dilandasi oleh ikatan

darah, peranan ketetanggaan memiliki relevansi untuk dasar pemahaman, terlebih lagi karena

dalam kenyataannya gotong-royong yang diakui sebagai kebudayaan Indonesia, dalam

pelbagai bentuknya yang khas terdapat di seluruh wilayah yang terdapat di negara ini.27

Komunitas secara umum lebih besar dari ketetanggan, dan lebih mandiri (self-sufficient).

Komunitas adalah setiap lingkungan orang-orang yang hidup bersama dan menyadari adanya

kebersamaan itu, sehingga mereka bersama-sama berbagi kepentingan yang lebih luas dari

sekedar kepentingan mereka masing-masing, yang mencakup kehidupan mereka bersama.

Karakteristik dari komunitas antara lain; pertama, adanya pertanda phisik (physical

expression) tertentu yang dikenal bersama yang menunjukan batas tempat komunitas

tersebut; kedua, suatu kelompok sosial yang dilandasi interaksi sosial antara anggota-

anggotanya; dan ketiga, sekalipun sama-sama memiliki basis teritorial namun komunitas

berbeda dengan penduduk kota kecil atau kota-kota besar.28

Dalam kelompok-kelompok sosial seperti yang disebutkan di atas, solidaritas sangat

diperlukan guna mencegah konflik baik yang berasal dari dalam kelompok sosial maupun

dari luar kelompok sosial dimaksud. Dengan kata lain, solidaritas sangat penting dalam

rangka menciptakan integrasi sosial masyarakat, sebab integrasi sosial itu sendiri bertujuan

untuk menyatukan unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi satu kesatuan yang

utuh dan saling bersinergi. Lawan dari integrasi sosial adalah diferensiasi sosial atau

perbedaan sosial yaitu pembedaan penduduk atau warga masyarakat ke dalam golongan-

golongan atau kelompok secara horizontal (tidak bertingkat), perwujudannya adalah

penggolongan penduduk atas dasar perbedaan dalam hal-hal yang tidak menunjukan

tingkatan misalnya ras, agama, jenis kelamin, profesi, klan, suku bangsa, dan sebagainya.29

27Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 124.

28Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 124.

29Kutoyo, Sosiologi…, 3.

Page 12: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

23

Pengertian ini turut didukung oleh Rahardjo yang mengatakan bahwa diferensiasi sosial atau

struktur sosial horizontal suatu masyarakat berkaitan dengan banyaknya pengelompokan-

pengelompokan sosial yang ada dalam masyarakat itu tanpa menempatkannya dalam jenjang

hierarkis.30

Jadi, dengan melihat diferensiasi sosial yang tidak menekankan pembedaan hierarkis

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa struktur sosial

horizontal suatu masyarakat adalah gambaran dari heterogenitas sosial masyarakatnya.

Sehubungan dengan konsep ini, secara teoritik dirumuskan bahwa semakin maju atau modern

suatu masyarakat, semakin tinggi diferensiasinya. Sebaliknya, semakin bersahaja

masyarakatnya semakin rendah pula tingkat diferensiasinya.31

Masyarakat desa adalah masyarakat yang relatif bersahaja dibanding dengan masyarakat

kota pada umumnya. Diferensiasi sosial masyarakat desa pada hakekatnya merujuk pada

masyarakat dengan tingkat diferensiasi yang tidak tinggi. Pola pengelompokkan masyarakat

desa pada dasarnya dapat dideskripsikan sebagai berikut; pertama, termasuk masyarakat

dengan pluralitas yang rendah sehingga tidak cenderung menciptakan diferensiasi atau

heterogenitas yang tinggi; kedua, cenderung termasuk tipe kelompok primer dengan

karakteristik yang melekat padanya; dan ketiga, cenderung tipe kelompok sosial yang

berlandaskan tipe solidaritas mekanis. Sorokin, Zimerman, dan Galpin telah mengadakan

inventarisasi terhadap empatbelas variabel kesamaan yang membentuk solidaritas mekanis

yaitu; 1. kekerabatan dan hubungan darah; 2. perkawinan; 3. kesamaan dalam agama atau

kepercayaan; 4. kesamaan dalam bahasa dan adat setempat; 5. pemilikan dan penguasaan

tanah bersama; 6. proksimitas atau kedekatan dalam suatu daerah; 7. adanya tanggung jawab

bersama; 8. kebersamaan dalam kepentingan okupasi; 9. kebersamaan dalam kepentingan

ekonomi; 10. sama-sama menjadi bawahan dari seorang tuan; 11. kesamaan dalam akses

30Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 119.

31Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…,119.

Page 13: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

24

terhadap suatu lembaga atau keagenan (agency); 12. pertahanan atau keamanan bersama; 13.

saling tolong-menolong; 14. hidup dan pengalaman bersama.32

2.2.5. Integrasi Sosial Menurut Emile Durkheim.

Menurut Durkheim, integrasi sosial tidak dapat dipisahkan dari konsep hubungan

individu dan masyarakat seperti yang tertuang dalam prinsip totemik yang berkaitan dengan

kesadaran kolektif (collective conscience). Mengacu pada gambaran kehidupan masyarakat

primitif di Australia, diketahui bahwa suatu kelompok yang mempunyai kedudukan istimewa

dalam kehidupan kolektif adalah marga. Marga dicirikan sebagai individu-individu yang

menjadi anggotanya, mereka terikat oleh hubungan kekeluargaan yang sangat khas yang

terbentuk bukan berdasarkan ikatan darah, melainkan secara kolektif mereka ditandai dengan

nama atau kata yang sama. Mereka memandang satu sama lain sebagai bagian dari keluarga

karena memegang tanggung jawab timbal-balik yang identik, yang ditanamkan kepada setiap

anggota marga. Setiap marga memiliki totem yang hanya dikhususkan untuk marga itu.Istilah

“totemik” digunakan oleh Durkheim dalam bentuk ajektif untuk menunjuk kepada sistem,

kelompok, kepercayaan, tanda, representasi, penandaan arti dan lain-lain. Istilah ini merujuk

pada segala sesuatu selain binatang atau tumbuhan yang berkedudukan sebagai totem dari

sebuah kelompok.33

Totem bukan hanya sebuah nama, tetapi juga merupakan lambang, dengan kata lain

totem pertama-tama merupakan tanda pengenal sebuah kelompok (marga). Lambang-

lambang marga atau tanda-tanda totemik yang dilekatkan pada seorang anggota kelompok

atau individu merupakan ikatan yang mengikat dirinya dengan totemnya.34

Dengan kata lain,

marga merupakan tempat terikatnya orang-orang tradisional dalam kelompok sosial, yang

32Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 121.

33

Emile Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, terj.Inyiak Ridwan Muzir dan M. Syukuri (Jogjakarta: IRCiSoD, 2011), 155. 34Durkheim, The Elementary Forms…, 170-177.

Page 14: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

25

mana ikatan tersebut menghadirkan adanya tindakan kolektif yang khas yang dapat

melahirkan arti yang sakral. Marga hanya bisa hidup oleh karena kesadaran-kesadaran

individu yang membentuknya.35

Konsep dasar tentang totemisme adalah konsep prinsip quasi-tuhan yang imanen

dalam beberapa kategori manusia atau segala sesuatu selain manusia dan dianggap

mengambil bentuk dalam wujud binatang atau tumbuhan. Totem mengekspresikan dua hal

yang berbeda yakni di satu sisi totem merupakan bentuk luar dan kasat mata dari apa yang

diistilahkan dengan prinsip totemik atau tuhan, sementara di sisi lain totem juga merupakan

simbol dari sebuah masyarakat.36

Bagi setiap anggotanya, masyarakat sama dengan Tuhan bagi para hamba-Nya. Tuhan

pada awalnya adalah sesuatu yang dipandang superior oleh manusia dan merupakan tempat

menggantungkan kepercayaan, oleh karena itu, masyarakat menimbulkan semacam rasa

ketergantungan pada diri individu. Karena masyarakat memiliki hakikat yang berbeda dari

individu, maka masyarakat mempunyai tujuan yang berbeda dengan individu. Namun karena

masyarakat hanya dapat mencapai tujuan tersebut melalui diri individu, maka masyarakat

membutuhkan kerjasama individu. Masyarakat mengikat individu dengan segala macam

bentuk kekangan, privasi, dan pengorbanan, yang apabila semua itu tidak ada, mustahil ada

kehidupan sosial .Oleh karenanya individu harus patuh kepada aturan-aturan tingkah laku

yang sebenarnya tidak dibuat dan dibutuhkan, dan bahkan bertentangan dengan keinginan

dasariah individu. Masyarakat memaksakan konsesi dan pengorbanan-pengorbanan tersebut

dengan tekanan, sehingga tidak ada pilihan lain bagi individu selain menerimanya. Individu

mematuhi perintah masyarakat, karena masyarakat menjadi objek rasa hormat yang paling

utama. Dengan kata lain masyarakat menawarkan ide untuk individu patuh kepadanya;

35Durkheim, The Elementary Forms…, 216. 36Durkheim, The Elementary Forms…, 303-305.

Page 15: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

26

masyarakat memberikan pengaruh moral atas individu.37

Daya moral tersebut memiliki

semacam kesadaran kolektif yang mampu mempengaruhi kesadaran individu. Otoritas daya

moral inilah merupakan salah satu aspek dari pengaruh moral yang ditanamkan masyarakat

kepada setiap anggotanya.38

Terkait dengan integrasi masyarakat yang tidak terlepas dari adanya pembagian kerja,

Durkheim mengetengahkan dua tipe kohesi sosial yakni kohesi yang didasarkan atas

kesamaan-kesamaan di antara para anggota kelompok, dan kohesi yang didasarkan atas

hubungan saling tergantung dalam divisi kerja (division of labor).39

Menurutnya masyarakat

terbagi atas masyarakat sederhana dan kompleks.40

Di dalam masyarakat yang sederhana populasinya kecil dan tersebar di dalam wilayah

yang terbatas. Anggota-anggota masyarakat memiliki ciri-ciri dan kegiatan-kegiatan yang

sama dan termasuk di dalam kelompok-kelompok kecil yang sebagian terisolasi dan memiliki

sedikit interaksi. Sebuah masyarakat sederhana adalah sebuah sistem segmen-segmen yang

homogen dan sama satu dengan yang lain, sehingga setiap segmen itu bisa ditambahkan atau

diambil dari sebuah masyarakat tanpa mempengaruhi yang lain. Secara institusional

masyarakat-masyarakat sederhana terintegrasi secara ketat, dalam artian bahwa tidak ada

perbedaan yang tajam antara aturan-aturan dan tuntutan-tuntutan kehidupan keluarga,

keagamaan, politis, moral, dan legal. Semuanya sangat tradisional sehingga individu lahir ke

dalam situasi-situasi sosial yang dirumuskan dengan jelas yang di dalamnya kewajiban-

kewajiban persis, jelas, dan tidak dapat dielakan. Jadi terdapat sedikit ruang untuk prestasi

individu, atau hak milik pribadi, serta dalam pembagian kerja ekonomis dan pembagian kerja

lainnya.41

37Durkheim, The Elementary Forms…, 305-306.

38Durkheim, The Elementary Forms…, 328.

39

Durkheim, The Division of Labor…, 158-182. 40Durkheim, The Division of Labor…, 158-182. 41Durkheim, The Division of Labor…, 158-182.

Page 16: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

27

Sebaliknya masyarakat yang kompleks dicirikan dengan wilayah-wilayah yang luas

yang rapat penduduk dengan berbagai macam kelompok yang tersusun secara beraneka

ragam. Masyarakat kompleks sejak awal terintegrasi dalam arti bahwa bagian-bagian mereka

tergantung satu sama lain pada hubungan timbal balik. Di dalam masyarakat kompleks

rancangan-rancangan institusional dispesialisasikan sehingga jenis institusi (misalnya:

keluarga, religius, pendidikan, politis, dan ekonomis) menjadi lebih tampak jelas. Individu-

individu tidak lagi berada di bawah kontrol ketat dari kolektivitas institusi-institusi yang

terjalin erat. Di dalam dirinya setiap institusi juga berperan menghasilkan spesialisasi-

spesialisasi kegiatan yang saling tergantung di berbagai segi hidup. Baik masyarakat

sederhana maupun masyarakat kompleks ditandai dengan adanya solidaritas mereka masing-

masing, yang disebut oleh Durkheim dengan solidaritas organis yang dipegang oleh

masyarakat kompleks dan solidaritas mekanis yang dipegang oleh masyarakat sederhana.42

Solidaritas organis yang berkembang dalam masyarakat-masyarakat kompleks timbul

karena adanya kesalingtergantungan, dan bukan pada kesamaan bagian-bagiannya. Sehingga

solidaritas organis adalah sebuah kesatuan dari sebuah keseluruhan yang bagian-bagiannya

berbeda-beda namun berhubung-hubungan dengan cara sedemikian rupa sehingga masing-

masing membantu mencapai tujuan-tujuan keseluruhan. Fungsi pembagian kerja tidaklah

menjurus pada peningkatan produktivitas melainkan untuk memungkinkan sebuah kehidupan

sosial yang integral yang tidak tergantung pada sebuah keseragaman melulu dalam bagian-

bagian sistem itu. Dalam masyarakat dengan solidaritas organis dicirikan dengan hukum

restitutif atau hukum bersifat memulihkan yang menghendaki para pelanggarnya memberikan

ganti rugi atas kejahatan mereka. Sebuah pelanggaran hanya dilihat sebagai perbuatan

melawan individu tertentu daripada melawan sistem moral.43

Sedangkan solidaritas mekanis

yang berkembang di dalam masyarakat sederhana didasarkan pada suatu kesadaran kolektif

42Durkheim, The Division of Labor…, 158-182.

43Durkheim, The Division of Labor…, 158-182.

Page 17: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

28

bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang

rata-rata ada pada masyarakat yang sama itu. Solidaritas jenis ini tergantung pada individu-

individu yang memiliki sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang

sama pula. Dengan kata lain, solidaritas mekanis hanya dapat terjadi pada suatu tingkat

homogenitas. Masyarakat-masyarakat primitif berpegang pada solidaritas mekanis yang mana

mereka memiliki nurani kolektif yang kuat yakni pengertian-pengertian, norma-norma, dan

kepercayaan-kepercayaan yang lebih banyak dianut bersama. Dalam masyarakat dengan

solidaritas mekanis dicirikan oleh hukum yang represif atau menindas. Oleh karenanya,

setiap individu mempunyai kepercayaan yang mendalam terhadap moralitas bersama.

Ancaman terbesar bagi solidaritas mekanis adalah heterogenitas dan individualitas. Sebab

dengan heterogenitas yang tinggi, ikatan bersama yang mempersatukan menjadi kendor.44

2.3. Perubahan Sosial

Bagian ini memaparkan teori perubahan sosial; pengertian dan bentuk, perubahan sosial

masyarakat desa, dan pengaruh perubahan sosial terhadap integrasi sosial.

2.3.1. Perubahan Sosial; Pengertian dan Bentuk.

Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan baik secara cepat dan berpengaruh luas,

maupun lambat dan pengaruhnya terbatas. Perubahan-perubahan tersebut hanya akan dapat

ditemukan jika menelusuri susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan

membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang

lampau. Menurut Robert H. Lauer, perubahan sosial merupakan suatu konsep inklusif yang

menunjuk kepada perubahan gejala sosial berbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari

44Durkheim, The Division of Labor…, 158-182.

Page 18: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

29

individual sampai global.45

Sedangkan Gillin John dan John Philip Gillin seperti dikutip oleh

Jacobus Ranjabar mengartikan perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup

yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan

material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-

penemuan baru dalam masyarakat.46

Merujuk pada pengertian-pengertian di atas, perspektif perubahan sosial dapat

dipahami sebagai suatu situasi di mana terjadi perbedaan keadaan yang signifikan pada

unsur-unsur dalam masyarakat sekarang ini dibandingkan dengan keadaan masyarakat

sebelumnya. Perubahan sosial juga menunjuk pada proses perkembangan unsur-unsur sosio-

budaya dari waktu ke waktu yang membawa perubahan berarti dalam struktur sosial

masyarakat. Dalam pengertian ini perubahan sosial dapat dilihat sebagai suatu hal yang

positif dan aktif. Artinya ada pergeseran dinamis yang menunjuk pada perubahan-perubahan

dalam masyarakat yang diakibatkan oleh berbagai aspek atau bidang. Susanto menyebutkan

bahwa penyebab perubahan masyarakat yaitu karena adanya pengetahuan, kemajuan

teknologi serta penggunaannya oleh masyarakat; komunikasi dan transportasi; urbanisasi,

serta peningkatan harapan dan tuntutan masyarakat.47

Perubahan sosial selain memiliki arti sebagai sebuah kemajuan (progress), juga dapat

diartikan sebagai sebuah kemunduran (regress). Situasi kemunduran ini terkait dengan

kemajuan dalam bidang IPTEK yang merupakan dampak dari globalisasi. Pada umumnya

pengaruh atas perubahan harapan dan kebutuhan-kebutuhan mental dan materi disebabkan

oleh perubahan teknik (technical change) yang turut berdampak pada mental manusia berupa

perubahan pendapat atau penilaian terhadap suatu bentuk penemuan baru yang dianggap

45Lauer, Perspektif Tentang Perubahan…, 5. 46Jacobus Ranjabar, Perubahan Sosial Dalam Teori Makro; Pendekatan Realitas Sosial, (Bandung:

Alfabeta, 2008), 15-16 .

47Susanto, Pengantar Sosiologi…, 157.

Page 19: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

30

sebagai sesuatu yang mutlak. Dalam perubahan yang kompleks ini dengan sendirinya

memunculkan dua kemungkinan yaitu bahwa manusia menemukan sistem penilaian dan

filsafat hidup yang baru, serta manusia tenggelam di dalam persoalan-persoalan yang

dihadapinya dan tidak dapat mengambil sikap atau keputusan terhadap suatu keadaan baru.

Di sinilah letak kemunduran masyarakat akibat hadirnya perubahan sosial.48

Secara umum, faktor penyebab terjadinya perubahan sosial dapat berasal dari dalam

masyarakat itu sendiri, maupun dari luar masyarakat yakni adanya pengaruh dari masyarakat

lain atau dari alam sekitar. Terdapat empat faktor penyebab perubahan sosial yang berasal

dari dalam masyarakat. Pertama, bertambah atau berkurangnya penduduk. Pertambahan

penduduk yang sangat cepat menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat,

terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan berkurangnya

penduduk mungkin disebabkan karena berpindah-pindahnya penduduk dari desa ke kota atau

dari suatu daerah ke daerah lainnya (transmigrasi) yang mungkin dapat saja mengakibatkan

kekosongan, misalnya dalam pembagian kerja maupun stratifikasi sosial yang mempengaruhi

lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Kedua, penemuan-penemuan baru. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya

perubahan sosial dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan Invention.

Discovery yaitu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa suatu

alat baru, ide baru, yang diciptakan oleh seseorang atau suatu rangkaian dari individu-

individu dalam masyarakat. Sedangkan invention merupakan penemuan baru yang

disempurnakan dari ide-ide sebelumnya.49

Ketiga, perubahan terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau

penolakan inovasi. Menurut Koentjaraningrat inovasi adalah suatu proses perubahan

kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlampau lama.

48Susanto, Pengantar Sosiologi…, 179. 49Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar…, 227-228.

Page 20: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

31

Proses inovasi meliputi suatu penemuan baru. Jalannya unsur kebudayaan baru tadi

disebarkan ke berbagai bagian dari masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan tadi

diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam kehidupan masyarakat.50

Keempat,

pertentangan (konflik) yang dapat menimbulkan kekecewaan dan kekerasan sosial, maka saat

itulah individu mudah terpengaruh dengan hal-hal yang baru.

Sebaliknya, faktor pendorong perubahan sosial yang berasal dari luar masyarakat yaitu;

pertama, perubahan lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia. Perubahan itu dapat

terjadi karena gempa bumi, taufan, banjir besar, dan lain-lain, yang menyebabkan masyarakat

yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya.

Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat yang baru maka mereka harus menyesuaikan

diri dengan keadaan alam yang baru, yang dapat berpengaruh pada perubahan lembaga-

lembaga kemasyarakatannya.

Kedua, pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Perubahan terjadi karena hubungan yang

dilakukan secara fisik antara dua masyarakat menimbulkan pengaruh timbal-balik, artinya

masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima

pengaruh dari masyarakat yang lain itu.

2.3.2. Perubahan Sosial Masyarakat Desa.

Masyarakat desa merupakan salah satu wilayah yang senantiasa mengalami perubahan

meskipun dengan intensitas yang relatif. Perubahan sosial umum masyarakat desa merujuk

pada perubahan-perubahan yang terjadi di luar perencanaan maupun karena kesengajaan.

Fenomena perubahan sosial semacam ini umumnya disimak lewat perspektif evolusioner.51

Dalam perspektif evolusioner, proses perubahan dilihat sebagai perkembangan yang jelas

sekuensi dan tahap-tahapannya. Untuk menggambarkan arah perkembangan beserta tahapan-

50Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi…, 135. 51Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 188.

Page 21: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

32

tahapannya, para ilmuwan penganut perspektif evolusioner mengemukakan beberapa era

yang menunjukan arah terjadinya perubahan dan perkembangan masyarakat yaitu era

tradisional dan era modern, era pra-industri dan era industri, era prakapitalistik dan era

kapitalistik, serta era sebelum globalisasi dan era globalisasi. Secara umum, pengklasifikasian

ini dapat dikelompokkan ke dalam dua era saja yakni era pertama yang terdiri dari era

tradisional, era praindustri, era pra kapitalistik dan era pra globalisasi. Sedangkan era kedua

terdiri dari era modern, era industri, era kapitalsitik, dan era globalisasi.52

Menurut perspektif evolusioner masyarakat era pertama akan berubah dan berkembang

ke arah era kedua. Dalam kerangka dikotomik ini masyarakat desa umumnya ditempatkan

pada kelompok masyarakat era pertama. Pengelompokan ini tentu saja tidak sepenuhnya

dapat diterima sebab dalam kenyataannya ada banyak desa yang telah maju, telah banyak

terpengaruh globalisasi, telah dirasuki sistem kapitalisme modern secara cukup intensif, dan

telah memiliki ciri-ciri masyarakat modern. Sebaliknya, terdapat sejumlah kota yang

memiliki pelbagai ciri konservatif yang terlekat pada era pertama.53

Melalui berbagai

pertimbangan di atas, Rahardjo merumuskan sebuah rumusan baru yang lebih tepat untuk

menggambarkan perubahan umum masyarakat desa yaitu bahwa masyarakat desa yang

banyak diwarnai oleh ciri-ciri era pertama berubah dan berkembang menjadi masyarakat

yang banyak diwarnai oleh ciri-ciri era kedua.54

2.3.3. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Integrasi Sosial.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, perubahan sosial yang dialami masyarakat desa

dewasa ini selain memberikan dampak positif berupa kemajuan (progress), sekaligus

memberikan dampak negatif berupa kemunduran (regress), khususnya terhadap eksistensi

52Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 188.

53Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 189.

54Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 189.

Page 22: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

33

budaya lokal yang berperan sebagai perekat kehidupan masyarakat setempat. Menurut

Susanto, perubahan sosial yang dialami suatu masyarakat dapat menyebabkan terganggunya

keseimbangan antar kesatuan di dalam suatu masyarakat, dan dapat mengubah pola

masyarakat itu.55

Akibat yang timbul dari keadaan tersebut ialah terganggunya kesatuan hidup

masyarakat setempat yang ditandai dengan timbulnya pertentangan dan konflik.

Dalam kaitan dengan pengaruh perubahan sosial terhadap integrasi sosial, dapat

dijelaskan bahwa perubahan sangat penting yang sedang terjadi saat ini adalah semakin

menipisnya perbedaan antara desa dan kota. Hal ini terutama disebabkan oleh semakin

menyebar dan meluasnya transportasi dan komunikasi modern atau sains-teknologi lainnya.

Isolasi fisik dan sosio-kultural yang dulu menciptakan kondisi bagi kuatnya akar

tradisionalisme dalam kehidupan masyarakat desa, kini semakin berkurang atau bahkan

hilang. Desa semakin terbuka terhadap pengaruh-pengaruh luar baik dari lingkup regional,

nasional, maupun internasional. Pengaruh-pengaruh itu mencakup berbagai aspek khususnya

aspek sosial-kebudayaan dan ekonomis.56

Jadi, dapat dikatakan bahwa pengaruh perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat

desa selain secara aktif dan positif mempengaruhi kemajuan masyarakatnya menjadi lebih

modern dan berkembang dalam berbagai sendi hidup, juga serta-merta mengancam eksistensi

budaya-budaya lokal. Anthony Giddens menganalogikan perubahan akibat modernisasi

tersebut seperti truk besar yang meluncur tanpa kendali dan tidak ada seorangpun yang

mampu mengendalikannya. Itulah perubahan sosial yang mau tidak mau berdampak langsung

dalam pranata masyarakat global itu sendiri.57

55Susanto, Pengantar Sosiologi…, 178.

56Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan…, 189. 57Anthony Giddens, Jalan Ketiga; Pembauran Demokrasi (Jakarta: Gramedia, 2001), 54.

Page 23: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

34

Senada dengan Giddens, Kenichi Ohmae mengemukakan bahwa dengan adanya

globalisasi dan teknologi informasi, batas-batas antarwilayah terputus.58

Sedangkan menurut

Aholiab Watloly penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, kimia, dan elektronika

memungkinkan adanya perubahan komunikasi antar manusia. Perubahan itu telah

membangkitkan suatu kekuatan sosial yang baru dengan dampak kultural yang sangat

mendasar.59

Pandangan ketiga sosiolog di atas sebenarnya mengarah pada satu keterangan

bahwa perubahan-perubahan yang terjadi telah menggoncangkan tatanan nilai-nilai lama,

sekaligus memberikan rangsangan bagi nilai-nilai budaya setempat untuk tetap dipertahankan

atau malah terpuruk.

Tradisionalisme masyarakat desa yang lebih memperlihatkan adanya keseimbangan

hidup sebagaimana tercermin di dalam budaya menjadi terkontaminasi oleh modernisasi,

sehingga budaya-budaya yang ada dengan sendirinya mulai luntur atau ditinggalkan. Akibat

dari lunturnya budaya lokal karena sentuhan modernitas, khususnya budaya-budaya yang

lebih menekankan integrasi, persekutuan dan harmoni sosial adalah disintegrasi, ketiadaan

harmoni sosial, dan konflik.

2.4. Kesimpulan

Integrasi sosial sebagai proses penyatupaduan unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat

guna mencapai satu kesatuan, memiliki hubungan erat dengan konflik. Hal ini dikarenakan

integrasi sosial adalah sekaligus merupakan disorganisasi yaitu memudarnya nilai dan norma

dalam masyarakat, serta disintegrasi yaitu memudarnya solidaritas kolektif. Integrasi dan

konflik juga dipengaruhi oleh solidaritas intra kelompok (in-group solidarity) dan relasinya

dengan kelompok luar (out-group/they-groups).

58Kenichi Ohmae, The End of Nation State dan Bangkitnya Negara Kawasan (Yogyakarta: Qalam,

2002), 54. 59Aholiab Watloly, Tanggung Jawab Pengetahuan; Mempertimbangkan Epistemologi Secara Kultural (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 41.

Page 24: BAB II INTEGRASI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL 2.1 ......Perbedaan tersebut akan mengarah pada gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yang oleh Astrid Susanto dikelompokkan sebagai

35

Dalam masyarakat heterogen, integrasi sosial dapat berlangsung melalui empat fase

yang dikemukakan oleh Astrid Susanto yaitu fase akomodasi, fase kerjasama (cooperation),

fase kordinasi (coordination), dan fase asimilasi. Dasar dari proses integrasi adalah

konsensus yakni kesepakatan tentang nilai dan norma yang dipegang bersama. Integrasi

sosial masyarakat mengarah kepada kesamaan tujuan objektif yang berkaitan dengan

pembagian kerja, karena itulah merujuk pada perspektif Durkheim masyarakat sederhana

yang dicirikan oleh tingkat homogenitas yang tinggi menganut solidaritas mekanis.

Sedangkan masyarakat modern yang dicirikan oleh pembagian kerja menganut solidaritas

organis.

Tantangan bagi integrasi sosial masyarakat lokal ialah perubahan sosial, yang mana

perubahan sosial itu sendiri dapat dipandang sebagai suatu kemajuan (progress) sekaligus

suatu kemunduran (regress). Sebagai suatu kemajuan, perubahan sosial dapat meningkatkan

kualitas hidup masyarakat lokal. Sedangkan sebagai suatu kemunduran, perubahan sosial

dapat menyebabkan terkikisnya nilai budaya lokal.