bab ii ii.pdfteknologi, struktur organisasi dan teori serta lingkungan dalam upaya menjelaskan ......
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Keagenan
Teori keagenan (Agency Theory) merupakan fenomena hubungan ketika
satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dalam pengambilan keputusan. Menurut Eisenhardt (1989)
Teori keagenan dapat dipandang sebagai model kontraktual antara dua atau lebih
orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent yaitu orang yang diberi
kuasa oleh principal yaitu manajemen pengelola perusahaan sedangkan principal
adalah pemilik perusahaan. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas
decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal
memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu
sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung
jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan
bersama.
Hubungan keagenan dalam teori agensi menjelaskan bahwa perusahaan
merupakan kontrak antara satu atau lebih pihak (principal) dengan pihak lainnya
(agent). Hubungan antara principal dan agent dapat menciptakan kondisi
ketidakseimbangan informasi. Satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih
banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga
menimbulkan adanya asimetryinformation. Informasi yang lebih banyak dimiliki
11
oleh manajer (agent) dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai
dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitynya. Sedangkan
bagi atasan (principal) akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang
dilakukan oleh pihak agen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada
(Jensen dan Meckling, 1976).
Masalah keagenan lain yang muncul yaitu moral hazard dan pilihan
kurang menguntungkan. Moral hazard merupakan fenomena dimana principal
tidak yakin bahwa agent bekerja dengan usaha maksimalnya, dan pilihan kurang
menguntungkan merupakan kondisi dimana principal tidak yakin bahwa agent
menggunakan kemampuannya dalam bekerja secara tepat dibandingkan dengan
imbalan yang diterimanya (Eisenhardt, 1989).
Untuk meminimalkan terjadinya masalah keagenan tersebut, teori agensi
menekankan pentingnya mekanisme yang dirancang untuk memonitor perilaku di
dalam manajemen perusahaan (Frankforter et al., 2000). Salah satu bentuk utama
dari pemantauan adalah adanya transparansi yang dapat dilakukan dengan adanya
pengungkapan sukarela. Pengungkapan sukarela berupa pengungkapan
intellectual capital diharapkan dapat menyediakan suatu paket pemantauan bagi
sebuah perusahaan untuk mengurangi perilaku oportunistik manajemen dan
asimetri informasi(Ho dan Wong, 2001).
2.1.2 Teori Kontijensi
Sebuah perusahaan berkaitan derat dengan suatu interaksi dalam
penyesuaian dan pengendalian terhadap lingkungan untuk mempertahankan
12
kelangsungan hidup usahanya (Ikhsan dan Ishak, 2005:358). Pendekatan
kontijensi (contingency approach), merupakan perkembangan penting dari
akuntansi manajerial. Menurut Otley (1980) para peneliti telah menerapkan
pendekatan kontijensi guna menganalisa dan mendisain sistem kontrol, khususnya
di bidang sistem akuntansi manajemen. Beberapa peneliti dalam bidang akuntansi
manajemen melakukan pengujian untuk melihat hubungan variabel-variabel
kontekstual seperti ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, strukstur dan
kultur atau budaya organisasiaonal, ketidakpastian strategi dengan desain sistem
akuntansi manajemen. Pendekatan kontijensi diperlukan untuk mengevaluasi
faktor-faktor kondisional yang menyebabkan sistem akuntansi manajemen
menjadi lebih efektif.
Saat ini perumusan kontijensi telah mempertimbangkan pengaruh dari
teknologi, struktur organisasi dan teori serta lingkungan dalam upaya menjelaskan
bagaimana sistem akuntansi berbeda dalam berbagai situasi. Efektifitas suatu
organisasi dalam mengatasi ketidakpastian lingkungan merupakan bagian dari
berbagai subsistem untuk memenuhi tuntutan lingkungan yang saling
berhubungan. Teori kontijensi menyatakan bahwa lingkungan eksternal organisasi
banyak mengandung ketidakpastian. Tidak ada rancangan dan penggunaan sistem
pengendalian tertentu dapat berjalan efektif hanya untuk perusahaan tertentu, hal
ini diakibatkan oleh tidak ada strategi yang sama untuk semua organisasi karena
setiap organisasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sistem yang
dirancang dan digunakan dalam suatu perusahaan belum tentu dapat dipakai oleh
organisasi lainnya, kondisi dan lingkungan di sekitar perusahaan yang
13
menyebabkan sistem dalam suatu perusahaan menjadi berbeda. Desain dan sistem
pengendalian dalam suatu organisasi bergantung pada konteks organisasi dimana
pengendalian tersebut dilakukan.
Pendekatan kontijensi dipakai dalam penelitian ini untuk mengevaluasi
hubungan partisipasi dalam penyusunan anggaran pada senjangan anggaran dan
hubungan informasi asimetri pada senjangan anggaran. Teori kontijensi
menjelaskan bahwa hubungan antara partisipasi penganggaran dan informasi
asimetri harus disesuaikan untuk masing-masing organisasi yang berbeda dan
dalam keadaan tertentu dalam perusahaan. Penelitian ini menggunakan faktor
kontigensi berupa budaya organisasi sebagai variabel moderasi karena dianggap
mampu memperlemah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
2.1.3 Pengertian Penganggaran
Penganggaran merupakan suatu rencana kerja yang disusun secara
sistematis yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam unit (satuan)
moneter standard satuan ukuran lain, yang berlaku untuk jangka waktu (periode)
satu tahun (Mulyadi, 2001;488). Menurut Kenis (1979) dalam burhanuddin
(2009), anggaran merupakan suatu alat untuk pengendalian, koordinasi,
komunikasi, evaluasi kerja, dan motivasi, bukan hanya mencangkup suatu rencana
keuangan semata yang terdiri dari seperangkat biaya dan pendapat sasaran suatu
pusat pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan. Sehingga suatu anggaran
dapat memberikan atau berkontribusi atas dasar untuk manajer dalam mengukur
efisiensi serta pengidentifikasian masalah-masalah.
14
Menurut( Mulyadi,2001 :490), Karakteristik anggaran diantaranya :
1) Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan non keuangan
2) Mencangkup periode waktu satu tahun.
3) Anggaran mencangkup komitmen atau kesanggupan manajemen, tanggung
jawab yang telah di setujui oleh para manajer untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan dalam anggaran.
4) Pihak yang berwenang yang lebih tinggi dari penyusunan anggaran terlebih
dahulu mereview usulan anggaran untuk selanjutnya disetujui.
5) Anggaran tidak dapat diubah dibawah kondisi tertentu, karena anggaran
hanya ditetapkan atau disetujui sekali saja.
6) Diperlukan melakukan perbandingan kinerja keuangan dengan anggaran
untuk mengetahui selisih kemudian di analisis dan di jelaskan kembali.
Menurut Nafarin (2007 : 19), Manfaat anggaran Diantaranya :
1) Segala sumber daya yang terdapat di perusahaan (tenaga kerja, peralatan dan
dana) dapat di dipergunakan seefisien mungkin.
2) Dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kelebihan dan kekurangan tenaga
kerja.
3) Memotivasi pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran.
4) Pemborosan dan pembayaran yang tidak perlu dapat di hindari.
5) Menimbulkan tanggung jawab tertentu pada pihak yang terlibat dalam
penyusunan anggaran.
6) Manajer dapat memanfaatkan anggaran untuk pendidikan.
Tujuan dari disusunnya suatu anggaran menurut Nafarin (2007:19) :
15
1) Sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber dan investasi dana.
2) Digunakan untuk merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis
investasi dana yang akan digunakan dalam anggaran.
3) Untuk mengadakan pembatasan jumlah sumber dana yang dicari dan
digunakan.
4) Untuk merasionalkan sumber dan investasi dana supaya hasil yang akan
dicapai dapat maksimal.
5) Rencana yang telah disusun dapat disempurnakan karena dengan anggaran
menjadi lebih jelas dan terlihat nyata.
6) Setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan akan di tampung dan di
analisis serta di putuskan hasilnya.
Menurut Tendi Haruman & Sri Rahayu (2007:8) keunggulan dari penyusunan
anggaran antara lain :
1) Sebelum suatu rencana penyusunan anggaran dilaksanakan, terlebih dahulu
harus diproyeksikan. Bagi manajemen, hasil proyeksi ini akan menciptakan
peluang untuk pemilihan rencana kedepan yang paling menguntungkan untuk
dilaksanakan.
2) Analisis yang sangat teliti terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan
sangat bermanfaat bagi manajemen sekalipun ada pilihan untuk tidak
melanjutkan keputusan tersebut.
3) Sebagai patokan untuk menilai baik buruknya suatu hasil yang diperoleh,
anggaran dipakai penelitian untuk pekerjaan.
16
4) Diperlukan dukungan organisasi yang baik sehingga setiap manajer
mengetahui kekuasaan, kewenangan dan kewajibannya. Sekaligus berfungsi
sebagai alat pengendalian pola kerja karyawan dalam melakukan suatu
kegiatan.
5) Terciptanya perasaan ikut berperan serta dalam penyusunan anggaran (sense
of participation).
Menurut Nafarin (2009:19), Selain keunggulan yang dimiliki oleh suatu anggaran,
terdapat pula beberapa kelemahan antara lain :
1) Mengandung unsur ketidakpastian karena anggaran tersebut dibuat
berdasarkan taksiran dan anggapan.
2) Memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang tidak sedikit dalam penyusunan
anggaran yang cermat.
3) Berdampak pada pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran
seperti menggerutu dan menentang, sehingga tidak efisien dan efektif.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perusahaan dapat dinilai dengan
perbandingan dan analisis untuk selanjutnya akan diketahui sebab-sebab
penyimpangan antara anggaran dan realisasinya. Kelemahan-kelemahan dan
keunggulan yang dimiliki perusahaan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
yang sangat berguna untuk penyusunan anggaran selanjutnya lebih akurat. Selain
itu agar perusahaan berjalan dengan baik maka suatu anggaran biasanya
diterapkan dalam bentuk paket, yaitu anggaran tersebut disusun dengan lengkap
menyangkut rencana untuk keseluruhan, sehingga meliputi anggaran untuk
beberapa bagian perusahaan.
17
Jenis-jenis anggaran menurut Nafarin (2009:17), dapat dilihat dari
beberapa sudut pandang diantaranya :
1) Menurut penyusunannya :
(1) Anggaran variabel merupakan anggaran yang disusun berdasarkan interval
(jarak), kapasitas (kegiatan) tertentu dan intinya merupakan suatu seri
anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat-tingkat aktivitas yang
berbeda.
(2) Anggaran tetap merupakan anggaran yang disusun berdasarkan suatu
tingkat kapasitas tertentu.
2) Menurut cara penyusunannya :
(1) Anggaran periodik yaitu anggaran yang disusun untuk satu periode
tertentu, pada umumnya periodenya satu tahun yang disusun setiap akhir
periode anggaran.
(2) Anggaran kontinyu yaitu anggaran yang dibuat untuk mengadakan
perbaikan anggaran yang pernah dibuat, misalnya tiap bulan diadakan
perbaikan, sehingga anggaran yang dibuat dalam setahun mengalami
perubahan.
3) Menurut jangka waktunya :
(1) Anggaran jangka pendek (anggaran taktis) yaitu anggaran yang dibuat
dalam jangka waktu paling lama sampai satu tahun. Dipakai sebagai
keperluan modal kerja.
(2) Anggaran jangka panjang (anggaran strategis) yaitu anggaran yang
dibuat dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. Dibuat untuk
18
keperluan investasi barang modal dan sebagai dasar penyusunan
anggaran jangka pendek.
4) Menurut bidangnya :
(1) Anggaran operasional adalah anggaran untuk menyusun anggaran rugi
laba, yang terdiri dari anggaran penjualan, anggaran biaya pabrik,
anggaran laporan laba rugi.
(2) Anggaran keuangan adalah anggaran untuk menyusun anggaran neraca,
anggaran ini terdiri dari anggaran kas, anggaran piutang, anggaran
persediaan, anggaran hutang dan anggaran neraca.
Apabila kedua anggaran ini digabungkan disebut dengan anggaran induk
(master budget). Anggaran induk merupakan suatu jaringan kerja yang berisi
berbagai macam anggaran yang terpisah namun saling berhubungan dan saling
berkaitan satu sama lain.
5) Menurut kemampuan menyusun :
(1) Komprehensif budget yaitu rangkaian berbagai macam anggaran yang
disusun secara lengkap.
(2) Partial budget yaitu anggaran yang disusun tidak secara lengkap, anggaran
yang hanya menyususn bagian anggaran tertentu saja.
6) Menurut fungsinya :
(1) Approppriation budget adalah anggaran yang diperuntungkan bagi tujuan
tertentu dan tidak boleh digunakan untuk manfaat lain. Misalnya, anggaran
untuk penelitian dan pengembangan.
19
(2) Performance budget adalah anggaran yang disusun berdasarkan fungsi
aktivitas yang dilakukan dalam perusahaan untuk menilai apakah biaya
/beban yang dikeluarkan oleh masing-masing aktivitas tidak melampaui
batas.
2.1.4 Partisipasi Penganggaran
Partisipasi penganggaran merupakan suatu proses kerjasama dalam
pembuatan keputusan yang melibatkan dua atau lebih di dalam satu organisasi
yang berpengaruh pada pembuatan keputusan di masa yang akan datang. Disini
partisipasi merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang menekankan
pada proses kerjasama dari berbagai pihak, baik bawahan maupun manajer level
atas, dengan kata lain bahwa anggaran yang disusun tidak semata-mata ditentukan
oleh atasan saja, melainkan juga keterlibatan atau keikutsertaan bawahan, karena
para pekerja atau manajer tingkat bawah merupakan bagian organisasi yang
memiliki hak suara untuk memilih tindakan secara benar dalam proses manajemen
(Krisler Bornadi Omposunggu dan Icuk Rangga Bawono dalam Adrianto, 2008).
Pada sebagian besar organisasi, para manajer di tingkat menengah ke
bawah lebih banyak memiliki informasi yang akurat di bandingkan dengan
atasannya. Sementara di sisi lain, manajemen tingkat atas yang lebih dominan
dalam posisinya akan merasa lebih mampu menyusun anggaran. Untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya perbedaan persepsi pada kedua tingkatan
manajer ini, serta memaksimalkan partisipasi agar menjadi efektif, maka para
manajer bawah di tingkat organisasi harus diberikan kesempatan untuk
20
menyampaikan pendapat dalam proses penyusunan anggaran dengan
mengungkapkan informasi yang dimiliki yang terkait dengan pekerjaan sebagai
kontribusi dalam penetapan jumlah anggaran (Andrianto, 2008). Partisipasi para
manajer dalam penyusunan anggaran akan meningkatkan inisiatif mereka untuk
menyumbangkan ide dan informasi, meningkatkan kebersamaan, dan merasa
memiliki, sehingga kerjasama di antara anggota dalam mencapai tujuan juga ikut
meningkat. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara
efektif untuk menciptakan keselarasan tujuan setiap pusat pertanggungjawaban
dengan tujuan perusahaan secara menyeluruh (Siegel dan Marconi, 1989).
2.1.5 Informasi Asimetri
Informasi asimetri pada dasarnya menggambarkan suatu keadaan ketika
agen memiliki informasi yang dapat berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan antara agen dan prinsipal (Baiman & Evans, 1983) . Atasan/pemegang
kuasa anggaran mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih daripada
bawahan/pelaksana anggaran mengenai unit tanggung jawab bawahan/pelaksana
anggaran, ataupun sebaliknya. Bila kemungkinan yang pertama terjadi, akan
muncul tuntutan yang lebih besar dari atasan/pemegang kuasa anggaran kepada
bawahan/pelaksana anggaran mengenai pencapaian target anggaran yang menurut
bawahan/pelaksana anggaran terlalu tinggi. Apabila kemungkinan yang kedua
terjadi, bawahan/pelaksana anggaran akan menyatakan target lebih rendah
daripada yang dimungkinkan untuk dicapai.
21
Menurut Sujana (2009) Asimetri informasi mendorong pentingnya
partisipasi dalam penyusunan anggaran agar anggaran lebih bermanfaat. Syarat
sahnya suatu partisipasi dalam memberikan informasi atau ”well informed”,
artinya setiap orang yang berpartisipasi dapat memberikan informasi yang baik
dan berguna yang dimiliki yang nantinya akan bermanfaat dalam penetapan
anggaran. Partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran inilah yang dapat
memberikan kesempatan untuk memasukkan informasi lokal.
Menurut Scott (2003: 8-9), terdapat dua bentuk informasi asimetris, yakni:
1) Adverse Selection: merupakan bentuk informasi asimetris, dimana salah satu
pihak mempunyai keunggulan informasi dalam transaksi bisnis dibandingkan
pihak lain, tetapi tidak bersedia mengungkapkannya.
2) MoralHazard: merupakan bentuk informasi asimetris, dimana salah satu
pihak dapat mengamati tindakan mereka dalam pemenuhan suatu transaksi
potensial, sedangkan pihak lainnya tidak dapat melakukan hal serupa.
Adverse selection memiliki kesamaan dengan moral hazard dalam hal
adanya unsur kesengajaan, namun berbeda dalam hal perencanaan. Dalam adverse
selection, pada awalnya terdapat indikasi untuk memberikan informasi tetapi
karena pihak lain tidak tahu atau dianggap tidak tahu maka informasi tidak jadi
diberikan. Sedangkan pada moral hazard, sejak awal sudah terdapat indikasi
untuk tidak memberikan informasi tersebut pada pihak lain. Menurut Subekti dan
Suprapti (2002), adverse selection lebih terkait pada tidak adanya pengungkapan
(disclosure) yang harus dipublikasikan oleh pihak manajemen perusahaan,
22
sedangkanmoral hazard terletak pada masalah motivasi dan usaha manajemen
untuk bertindak yang lebih mengutamakan kepentingannya sendiri.
2.1.6 Budaya Organisasi
Budaya organisasi pada dasarnya merupakan cara-cara berfikir,
berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam
organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Menurut pendapat
Mansor and Muhamad (2010), budaya organisasi merupakan satu set kompleks
keyakinan, asumsi, nilai dan simbol-simbol yang digunakan dalam menentukan
jalan dimana organisasi melakukan bisnis. Budaya organisasi sesungguhnya
tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu yang bekerja dalam
suatu organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan
diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai
pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi
tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah
organisasi dengan organisasi lainnya.
Setiap organisasi pasti memiliki budaya yang kuat dan budaya yang
lemah. Budaya yang kuat memiliki dampak yang lebih besar terhadap prilaku
karyawan dan lebih terkait langsung dengan menurunnya perputaran karyawan.
dalam budaya organisasi yang kuat nilai-nilai organisasi dipegang teguh dan
dijunjung bersama. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan
semakin besar komitmen mereka terhadap berbagai nilai itu, semakin kuat budaya
tersebut. Budaya yang kuat akan memiliki pengaruh yang besar terhadap prilaku
23
anggota-anggotanya karena kadar kebersamaan dan integritas yang tinggi
menciptakan suasana internal berupa kendali prilaku yang tinggi. Budaya yang
kuat akan membangun kekompakan, loyalitas dan komitmen organisasi, sifat-sifat
tersebut akan menimbulkan sikap untuk memajukan organisasi (Nerry Tetria
Putri, 2013).
Menurut pendapat (Richard L. Daft, 2006:125-126) dalam Sugiwardani
(2012) Budaya organisasi dapat terdiri dari dua tingkatan yang berbeda-beda
yaitu:
1) Budaya terlihat yaitu budaya yang terdapat di organisasi yang dapat dilihat
dan didengar dalam organisasi sebagai seorang pengunjung, pelanggan atau
pekerja. Budaya terlihat ini dapat dilihat dari penampilan pekerja, bagaimana
tingkah laku mereka satu dengan yang lainnya, bagaimana mereka berbicara
dan bagaimana mereka melayani pelanggan mereka.
2) Budaya tidak terlihat, berbeda dengan budaya dapat dilihat, budaya tidak
dilihat mencerminkan pada kesadaran. Terdapat nilai dan keyakinan yang
dinyatakan, yang tidak dapat diamati, tetapi dapat diperoleh dari cara orang
menjelaskan dan membenarkan hal yang mereka lakukan. Ini merupakan
nilai-nilai yang dipertahankan oleh anggota organisasi pada tingkat
kesadaran. Semua ini dapat diinterpretasikan dari cerita, bahasa, dan symbol
yang digunakan oleh anggota organisasi untuk menunjukkan diri mereka.
Suatu budaya dikatakan baik apabila dalam suatu organisasi, nilai-nilai
budaya yang terkandung di dalamnya dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua
anggota organisasi dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Menurut
24
(McShane dan Von Glinow, 2010), Budaya organisasi mempunyai tiga fungsi
utama yaitu :
1) Sebagai perekat sosial yang mengikat karyawan dan membantunya untuk
memahami tempatnya bekerja.
2) Suatu budaya yang kuat dapat menjadikan perusahaan bisa melakukan lebih
baik dibandingkan dengan budaya yang lemah.
3) Mendorong keluarnya nilai disenting yang dapat membentuk nilai-nilai yang
muncul di masa mendatang.
Maka dari itu di perlukan keyakinan kuat yang dimiliki oleh setiap
karyawan, apabila hal tersebut tidak di pegang teguh akan menimbulkan budaya
yang tidak kondusif dalam suatu organisasi dan mungkin akan dapat
mempengaruhi karyawan dalam melakukan aktivitasnya dan secara langsung
mempengaruhi kinerja masing-masing karyawan.
2.1.7 Senjangan Anggaran
Senjangan anggaran merupakan perbedaan antara jumlah anggaran yang
disusun oleh manajer dengan jumlah estimasi terbaik perusahaan untuk
melindungi diri dari risiko akibat dari tidak tercapainya target anggaran (Schiff
dan Lewin dalam Maria dkk. 2013). Ketika bawahan diberi kesempatan untuk
menentukan standar kerjanya, bawahan cenderung mengecilkan kapabilitas
produktifnya (Young, 1985). Bawahan lebih cenderung mengungkapkan atau
menyusun anggaran yang mudah untuk dicapai. Senjangan anggaran dapat dengan
mudah terjadi jika informasi yang dimiliki atasan (principal) mengenai suatu
25
pusat pertanggungjawaban. Bawahan mengajukan anggaran dengan merendahkan
pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik yang
diajukan, sehingga target dengan mudah dapat dicapai (Falikhatun, 2007).
Penyebab utama manajer melakukan senjangan anggaran karena rencana
anggaran yang dibuat selalu dipotong pada saat pengalokasian sumberdaya,
senjangan anggaran selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian,
serta orang-orang yang selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka terlihat
bagus. Rahayu (1997) dalam Hafsah (2005) berpendapat bahwa perilaku
menyimpang dengan menciptakan kesenjangan anggaran disebabkan karena fokus
utama anggaran adalah sumber daya (input) bukan pada keuntungan (output).
Faktor yang mendorong seorang manajer tingkat atas melakukan senjangan, yaitu:
1) Seringnya atasan atau manajemen tingkat atas mengubah atau memotong
anggaran yang diusulkan. Biasanya seorang manajer menetapkan anggaran
untuk divisinya. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor baik dalam segi
volume maupun keuntungan, tetapi setelah diajukan ke manajer puncak
ternyata anggaran tersebut diubah tanpa mendiskusikan dengan bawahan.
Oleh karena itu, para manajer mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan
senjangan anggaran.
2) Adanya ketidakpastian pasar, biasanya perkiraan volume produksi menjadi
tidak tepat pada saat adanya persaingan yang tiba-tiba meningkat, dan jika
tidak tersedia dana untuk mengatasi kondisi tersebut maka manajer akan
cenderung menggunakan senjangan anggaran untuk memenuhi target
keuntungan.
26
Menurut pendapat Maksum (2009), dengan adanya senjangan anggaran,
maka kinerja akan terlihat baik karena mampu mencapai target pendapatan atau
mampu menekan biaya dibawah angka anggarannya, padahal kinerja yang
sebenarnya masih belum optimal karena realisasi pencapaiannya masih dibawah
target yang sebenarnya atau realisasi biaya sudah melebihi angka target yang
sebenarnya.
2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Partisipasi Penganggaran Pada Senjangan Anggaran
Hasil penelitian Rahmiati (2013), menyebutkan bahwa partisipasi
penganggaran dapat menurunkan senjangan anggaran karena partisipasi
penganggaran dipandang dapat sebagai suatu proses dalam organisasi yang
melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi
tanggung jawab organisasi secara menyeluruh, sehingga partisipasi bawahan akan
meningkatkan kebersamaan, menumbuhkan rasa memiliki, inisiatif untuk
menyumbangkan ide dalam perbuatan, ini berarti partisipasi penganggaran
berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Meskipun partisipasi memiliki
keunggulan lebih, ada juga peneliti menemukan permasalahan yang ditimbulkan
dari partisipasi penganggaran.
Triana,dkk. (2012) meneliti pengaruh partisipasi penganggaran, budget
emphasis, dan locus of control terhadap slack anggaran. Penelitian ini
menggunakan obyek hotel-hotel di Kota Jambi dengan teknis analisis data regresi
berganda, diperoleh hasil yang menunjukkan secara simultan partisipasi
27
penganggaran, budget emphasis, dan locus of control memiliki pengaruh positif
terhadap slack anggaran, sedangkan secara parsial tidak ada pengaruh locus of
control terhadap slack anggaran. Falikhatun (2007) meneliti pengaruh partisipasi
penganggaran terhadap budgetary slack pada rumah sakit umum daerah se-Jawa
Tengah. Hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi penganggaran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap budgetary slack.
Hipotesis yang digunakan untuk menguji hubungan antara partisipasi
penganggaran terhadap senjangan anggaran adalah semakin tinggi partisipasi yang
di berikan kepada bawahan, maka bawahan berusaha agar anggaran yang mereka
susun mudah dicapai serta mengurangi resiko yang mungkin dihadapi apabila
tidak mampu mencapai target yang di inginkan dengan cara menciptakan
senjangan anggaran, oleh karena itu rumusan hipotesisnya yaitu :
H1: Partisipasi penganggaran berpengaruh positif pada senjangan anggaran.
2.2.2 Pengaruh Informasi Asimetri Pada Senjangan Anggaran
Anggaran dibuat menggunakan informasi terakhir yang tersedia yang
didasarkan pada penilaian manajer disemua tingkatan organisasi. Anggaran yang
disusun secara partisipatif dimana manajer tingkat bawah ikut serta dalam
penyusunan anggaran menyebabkan informasi mengenai komponen dalam
anggaran lebih diketahui oleh manajemen tingkat bawah. Masalah akan muncul
bila manajer memberikan informasi yang dibutuhkan secara bias (Rahmiati,
2013). Menurut Fitri (2004) dalam Rahmiati (2013) mendefinisikan informasi
asimetri sebagai suatu keadaan apabila informasi yang dimiliki bawahan melebihi
28
informasi yang dimiliki atasannya, termasuk lokal maupun informasi pribadi.
Penelitian yang dilakukannya tentang pengaruh informasi asimetri terhadap
hubungan antara partisipasi dan budgetary slack yang menyatakan bahwa
informasi asimetri berpengaruh signifikan positif terhadap budgetary slack.
Adanya informasi asimetri akan dipakai sebagai kesempatan oleh bawahan
untuk bersikap oportunitis dengan memperkecil pendapatan dan memperbesar
biaya ketika mereka diajak ikut dalam menyusun anggaran yang nantinya menjadi
tanggungjawabnya (Sujana, 2009).
H2 : Informasi asimetri berpengaruh positif pada senjangan anggaran.
2.2.3 Kemampuan Budaya Organisasi Memoderasi Pengaruh Partisipasi
Penganggaran Pada Senjangan anggaran
Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan
motivasi para manajer dan bawahan untuk mencapai kinerja organisasi Holmes
dan Marsden dalam Giusti (2013). Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara
partisipasi penganggaran dan budaya organisasi orientasi kepada orang, semakin
tinggi kinerja individu di dalam organisasi sehingga, partisipasi anggaran yang
dipengaruhi oleh budaya organisasi cenderung meningkatkan senjangan anggaran.
Sebaliknya semakin rendah tingkat kesesuaian antara partisipasi anggaran dan
budaya organisasi orientasi pada pekerjaan, semakin rendah kinerja setiap
individu di dalam organisasi sehingga senjangan anggaran menurun.
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis alternatif yang akan diuji adalah
sebagai berikut:
29
H3 : Budaya organisasi memoderasi pengaruh partisipasi penganggaran Pada
senjangan anggaran.
2.2.4 Kemampuan Budaya Organisasi Memoderasi Pengaruh Informasi
Asimetri Pada Senjangan Anggaran
Widyaningrum (2009), dalam penelitiannya berpendapat Budaya
organisasi mempengaruhi cara manusia bertindak dalam organisasi. Budaya
berkaitan dengan cara seseorang menganggap pekerjaan, bekerja sama dengan
rekan kerja, dan memandang masa depan.
Informasi merupakan komuditas yang sangat penting, termasuk dalam
proses pengambilan keputusan individu. Namun adanya informasi asimetri di
dalam organisasi yang digambarkan ketidaksesuaian antara pihak bawahan
memiliki keunggulan informasi pribadi yang lebih banyak tentang bidangnya
seperti akrual, motivasi, dan tujuan organisasi yang ingin dicapai dibandingkan
dengan pihak atasan. Hal inilah yang menjadi peluang yang di manfaatkan oleh
pihak bawahan cenderung memaksimalkan utulity (self-interest) atau kepentingan
sendiri dalam pembuatan atau penyusunan anggaran.
Budaya organisasi mempunyai peran strategik yaitu: pertama, sebagai
“perekat” antar para pelaku organisasi (pemilik, manajemen dan karyawan) yang
memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda. Kedua, sebagai alat untuk
membentuk sense of belonging (rasa ikut memiliki) dan sense ofidentity (rasa
bangga menjadi bagian dari organisasi) para pelaku organisasi. Ketiga, sebagai
core organizational values yang dapat mendorong (1) para karyawan untuk
30
memberikan ide-ide barunya; (2) Organisasi agar lebih sensitif terhadap kepuasan
pelangan (customer satisfaction) dan tuntutan stakeholders-nya; (3) Para pelaku
organisasi agar selalu membangun komunikasi iklim organisasi yang harmonis
dan kondusif; (4) Menanamkan komitmen para pelaku organisasi untuk menerima
segala resiko yang mungkin terjadi; dan (5) Sebagai alat efektivitas. Berdasarkan
peran stategik yang dimiliki oleh budaya organisasi, informasi asimetri yang
terjadi di dalam organisasi dapat di kurangi.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dirumuskan hipotesis keempat, yakni :
H4 : Budaya organisasi memoderasi pengaruh asimetri informasi pada senjangan
anggaran.