bab ii ii.pdfteknologi, struktur organisasi dan teori serta lingkungan dalam upaya menjelaskan ......

21
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan (Agency Theory) merupakan fenomena hubungan ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dalam pengambilan keputusan. Menurut Eisenhardt (1989) Teori keagenan dapat dipandang sebagai model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent yaitu orang yang diberi kuasa oleh principal yaitu manajemen pengelola perusahaan sedangkan principal adalah pemilik perusahaan. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Hubungan keagenan dalam teori agensi menjelaskan bahwa perusahaan merupakan kontrak antara satu atau lebih pihak (principal) dengan pihak lainnya (agent). Hubungan antara principal dan agent dapat menciptakan kondisi ketidakseimbangan informasi. Satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetryinformation. Informasi yang lebih banyak dimiliki

Upload: duongngoc

Post on 08-May-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Teori Keagenan

Teori keagenan (Agency Theory) merupakan fenomena hubungan ketika

satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk

memberikan suatu jasa dalam pengambilan keputusan. Menurut Eisenhardt (1989)

Teori keagenan dapat dipandang sebagai model kontraktual antara dua atau lebih

orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent yaitu orang yang diberi

kuasa oleh principal yaitu manajemen pengelola perusahaan sedangkan principal

adalah pemilik perusahaan. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas

decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal

memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu

sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung

jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan

bersama.

Hubungan keagenan dalam teori agensi menjelaskan bahwa perusahaan

merupakan kontrak antara satu atau lebih pihak (principal) dengan pihak lainnya

(agent). Hubungan antara principal dan agent dapat menciptakan kondisi

ketidakseimbangan informasi. Satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih

banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga

menimbulkan adanya asimetryinformation. Informasi yang lebih banyak dimiliki

11

oleh manajer (agent) dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai

dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitynya. Sedangkan

bagi atasan (principal) akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang

dilakukan oleh pihak agen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada

(Jensen dan Meckling, 1976).

Masalah keagenan lain yang muncul yaitu moral hazard dan pilihan

kurang menguntungkan. Moral hazard merupakan fenomena dimana principal

tidak yakin bahwa agent bekerja dengan usaha maksimalnya, dan pilihan kurang

menguntungkan merupakan kondisi dimana principal tidak yakin bahwa agent

menggunakan kemampuannya dalam bekerja secara tepat dibandingkan dengan

imbalan yang diterimanya (Eisenhardt, 1989).

Untuk meminimalkan terjadinya masalah keagenan tersebut, teori agensi

menekankan pentingnya mekanisme yang dirancang untuk memonitor perilaku di

dalam manajemen perusahaan (Frankforter et al., 2000). Salah satu bentuk utama

dari pemantauan adalah adanya transparansi yang dapat dilakukan dengan adanya

pengungkapan sukarela. Pengungkapan sukarela berupa pengungkapan

intellectual capital diharapkan dapat menyediakan suatu paket pemantauan bagi

sebuah perusahaan untuk mengurangi perilaku oportunistik manajemen dan

asimetri informasi(Ho dan Wong, 2001).

2.1.2 Teori Kontijensi

Sebuah perusahaan berkaitan derat dengan suatu interaksi dalam

penyesuaian dan pengendalian terhadap lingkungan untuk mempertahankan

12

kelangsungan hidup usahanya (Ikhsan dan Ishak, 2005:358). Pendekatan

kontijensi (contingency approach), merupakan perkembangan penting dari

akuntansi manajerial. Menurut Otley (1980) para peneliti telah menerapkan

pendekatan kontijensi guna menganalisa dan mendisain sistem kontrol, khususnya

di bidang sistem akuntansi manajemen. Beberapa peneliti dalam bidang akuntansi

manajemen melakukan pengujian untuk melihat hubungan variabel-variabel

kontekstual seperti ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, strukstur dan

kultur atau budaya organisasiaonal, ketidakpastian strategi dengan desain sistem

akuntansi manajemen. Pendekatan kontijensi diperlukan untuk mengevaluasi

faktor-faktor kondisional yang menyebabkan sistem akuntansi manajemen

menjadi lebih efektif.

Saat ini perumusan kontijensi telah mempertimbangkan pengaruh dari

teknologi, struktur organisasi dan teori serta lingkungan dalam upaya menjelaskan

bagaimana sistem akuntansi berbeda dalam berbagai situasi. Efektifitas suatu

organisasi dalam mengatasi ketidakpastian lingkungan merupakan bagian dari

berbagai subsistem untuk memenuhi tuntutan lingkungan yang saling

berhubungan. Teori kontijensi menyatakan bahwa lingkungan eksternal organisasi

banyak mengandung ketidakpastian. Tidak ada rancangan dan penggunaan sistem

pengendalian tertentu dapat berjalan efektif hanya untuk perusahaan tertentu, hal

ini diakibatkan oleh tidak ada strategi yang sama untuk semua organisasi karena

setiap organisasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sistem yang

dirancang dan digunakan dalam suatu perusahaan belum tentu dapat dipakai oleh

organisasi lainnya, kondisi dan lingkungan di sekitar perusahaan yang

13

menyebabkan sistem dalam suatu perusahaan menjadi berbeda. Desain dan sistem

pengendalian dalam suatu organisasi bergantung pada konteks organisasi dimana

pengendalian tersebut dilakukan.

Pendekatan kontijensi dipakai dalam penelitian ini untuk mengevaluasi

hubungan partisipasi dalam penyusunan anggaran pada senjangan anggaran dan

hubungan informasi asimetri pada senjangan anggaran. Teori kontijensi

menjelaskan bahwa hubungan antara partisipasi penganggaran dan informasi

asimetri harus disesuaikan untuk masing-masing organisasi yang berbeda dan

dalam keadaan tertentu dalam perusahaan. Penelitian ini menggunakan faktor

kontigensi berupa budaya organisasi sebagai variabel moderasi karena dianggap

mampu memperlemah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

2.1.3 Pengertian Penganggaran

Penganggaran merupakan suatu rencana kerja yang disusun secara

sistematis yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam unit (satuan)

moneter standard satuan ukuran lain, yang berlaku untuk jangka waktu (periode)

satu tahun (Mulyadi, 2001;488). Menurut Kenis (1979) dalam burhanuddin

(2009), anggaran merupakan suatu alat untuk pengendalian, koordinasi,

komunikasi, evaluasi kerja, dan motivasi, bukan hanya mencangkup suatu rencana

keuangan semata yang terdiri dari seperangkat biaya dan pendapat sasaran suatu

pusat pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan. Sehingga suatu anggaran

dapat memberikan atau berkontribusi atas dasar untuk manajer dalam mengukur

efisiensi serta pengidentifikasian masalah-masalah.

14

Menurut( Mulyadi,2001 :490), Karakteristik anggaran diantaranya :

1) Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan non keuangan

2) Mencangkup periode waktu satu tahun.

3) Anggaran mencangkup komitmen atau kesanggupan manajemen, tanggung

jawab yang telah di setujui oleh para manajer untuk mencapai sasaran yang

ditetapkan dalam anggaran.

4) Pihak yang berwenang yang lebih tinggi dari penyusunan anggaran terlebih

dahulu mereview usulan anggaran untuk selanjutnya disetujui.

5) Anggaran tidak dapat diubah dibawah kondisi tertentu, karena anggaran

hanya ditetapkan atau disetujui sekali saja.

6) Diperlukan melakukan perbandingan kinerja keuangan dengan anggaran

untuk mengetahui selisih kemudian di analisis dan di jelaskan kembali.

Menurut Nafarin (2007 : 19), Manfaat anggaran Diantaranya :

1) Segala sumber daya yang terdapat di perusahaan (tenaga kerja, peralatan dan

dana) dapat di dipergunakan seefisien mungkin.

2) Dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kelebihan dan kekurangan tenaga

kerja.

3) Memotivasi pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran.

4) Pemborosan dan pembayaran yang tidak perlu dapat di hindari.

5) Menimbulkan tanggung jawab tertentu pada pihak yang terlibat dalam

penyusunan anggaran.

6) Manajer dapat memanfaatkan anggaran untuk pendidikan.

Tujuan dari disusunnya suatu anggaran menurut Nafarin (2007:19) :

15

1) Sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber dan investasi dana.

2) Digunakan untuk merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis

investasi dana yang akan digunakan dalam anggaran.

3) Untuk mengadakan pembatasan jumlah sumber dana yang dicari dan

digunakan.

4) Untuk merasionalkan sumber dan investasi dana supaya hasil yang akan

dicapai dapat maksimal.

5) Rencana yang telah disusun dapat disempurnakan karena dengan anggaran

menjadi lebih jelas dan terlihat nyata.

6) Setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan akan di tampung dan di

analisis serta di putuskan hasilnya.

Menurut Tendi Haruman & Sri Rahayu (2007:8) keunggulan dari penyusunan

anggaran antara lain :

1) Sebelum suatu rencana penyusunan anggaran dilaksanakan, terlebih dahulu

harus diproyeksikan. Bagi manajemen, hasil proyeksi ini akan menciptakan

peluang untuk pemilihan rencana kedepan yang paling menguntungkan untuk

dilaksanakan.

2) Analisis yang sangat teliti terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan

sangat bermanfaat bagi manajemen sekalipun ada pilihan untuk tidak

melanjutkan keputusan tersebut.

3) Sebagai patokan untuk menilai baik buruknya suatu hasil yang diperoleh,

anggaran dipakai penelitian untuk pekerjaan.

16

4) Diperlukan dukungan organisasi yang baik sehingga setiap manajer

mengetahui kekuasaan, kewenangan dan kewajibannya. Sekaligus berfungsi

sebagai alat pengendalian pola kerja karyawan dalam melakukan suatu

kegiatan.

5) Terciptanya perasaan ikut berperan serta dalam penyusunan anggaran (sense

of participation).

Menurut Nafarin (2009:19), Selain keunggulan yang dimiliki oleh suatu anggaran,

terdapat pula beberapa kelemahan antara lain :

1) Mengandung unsur ketidakpastian karena anggaran tersebut dibuat

berdasarkan taksiran dan anggapan.

2) Memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang tidak sedikit dalam penyusunan

anggaran yang cermat.

3) Berdampak pada pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran

seperti menggerutu dan menentang, sehingga tidak efisien dan efektif.

Berdasarkan penjelasan di atas maka perusahaan dapat dinilai dengan

perbandingan dan analisis untuk selanjutnya akan diketahui sebab-sebab

penyimpangan antara anggaran dan realisasinya. Kelemahan-kelemahan dan

keunggulan yang dimiliki perusahaan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan

yang sangat berguna untuk penyusunan anggaran selanjutnya lebih akurat. Selain

itu agar perusahaan berjalan dengan baik maka suatu anggaran biasanya

diterapkan dalam bentuk paket, yaitu anggaran tersebut disusun dengan lengkap

menyangkut rencana untuk keseluruhan, sehingga meliputi anggaran untuk

beberapa bagian perusahaan.

17

Jenis-jenis anggaran menurut Nafarin (2009:17), dapat dilihat dari

beberapa sudut pandang diantaranya :

1) Menurut penyusunannya :

(1) Anggaran variabel merupakan anggaran yang disusun berdasarkan interval

(jarak), kapasitas (kegiatan) tertentu dan intinya merupakan suatu seri

anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat-tingkat aktivitas yang

berbeda.

(2) Anggaran tetap merupakan anggaran yang disusun berdasarkan suatu

tingkat kapasitas tertentu.

2) Menurut cara penyusunannya :

(1) Anggaran periodik yaitu anggaran yang disusun untuk satu periode

tertentu, pada umumnya periodenya satu tahun yang disusun setiap akhir

periode anggaran.

(2) Anggaran kontinyu yaitu anggaran yang dibuat untuk mengadakan

perbaikan anggaran yang pernah dibuat, misalnya tiap bulan diadakan

perbaikan, sehingga anggaran yang dibuat dalam setahun mengalami

perubahan.

3) Menurut jangka waktunya :

(1) Anggaran jangka pendek (anggaran taktis) yaitu anggaran yang dibuat

dalam jangka waktu paling lama sampai satu tahun. Dipakai sebagai

keperluan modal kerja.

(2) Anggaran jangka panjang (anggaran strategis) yaitu anggaran yang

dibuat dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. Dibuat untuk

18

keperluan investasi barang modal dan sebagai dasar penyusunan

anggaran jangka pendek.

4) Menurut bidangnya :

(1) Anggaran operasional adalah anggaran untuk menyusun anggaran rugi

laba, yang terdiri dari anggaran penjualan, anggaran biaya pabrik,

anggaran laporan laba rugi.

(2) Anggaran keuangan adalah anggaran untuk menyusun anggaran neraca,

anggaran ini terdiri dari anggaran kas, anggaran piutang, anggaran

persediaan, anggaran hutang dan anggaran neraca.

Apabila kedua anggaran ini digabungkan disebut dengan anggaran induk

(master budget). Anggaran induk merupakan suatu jaringan kerja yang berisi

berbagai macam anggaran yang terpisah namun saling berhubungan dan saling

berkaitan satu sama lain.

5) Menurut kemampuan menyusun :

(1) Komprehensif budget yaitu rangkaian berbagai macam anggaran yang

disusun secara lengkap.

(2) Partial budget yaitu anggaran yang disusun tidak secara lengkap, anggaran

yang hanya menyususn bagian anggaran tertentu saja.

6) Menurut fungsinya :

(1) Approppriation budget adalah anggaran yang diperuntungkan bagi tujuan

tertentu dan tidak boleh digunakan untuk manfaat lain. Misalnya, anggaran

untuk penelitian dan pengembangan.

19

(2) Performance budget adalah anggaran yang disusun berdasarkan fungsi

aktivitas yang dilakukan dalam perusahaan untuk menilai apakah biaya

/beban yang dikeluarkan oleh masing-masing aktivitas tidak melampaui

batas.

2.1.4 Partisipasi Penganggaran

Partisipasi penganggaran merupakan suatu proses kerjasama dalam

pembuatan keputusan yang melibatkan dua atau lebih di dalam satu organisasi

yang berpengaruh pada pembuatan keputusan di masa yang akan datang. Disini

partisipasi merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang menekankan

pada proses kerjasama dari berbagai pihak, baik bawahan maupun manajer level

atas, dengan kata lain bahwa anggaran yang disusun tidak semata-mata ditentukan

oleh atasan saja, melainkan juga keterlibatan atau keikutsertaan bawahan, karena

para pekerja atau manajer tingkat bawah merupakan bagian organisasi yang

memiliki hak suara untuk memilih tindakan secara benar dalam proses manajemen

(Krisler Bornadi Omposunggu dan Icuk Rangga Bawono dalam Adrianto, 2008).

Pada sebagian besar organisasi, para manajer di tingkat menengah ke

bawah lebih banyak memiliki informasi yang akurat di bandingkan dengan

atasannya. Sementara di sisi lain, manajemen tingkat atas yang lebih dominan

dalam posisinya akan merasa lebih mampu menyusun anggaran. Untuk

menghindari atau mengurangi terjadinya perbedaan persepsi pada kedua tingkatan

manajer ini, serta memaksimalkan partisipasi agar menjadi efektif, maka para

manajer bawah di tingkat organisasi harus diberikan kesempatan untuk

20

menyampaikan pendapat dalam proses penyusunan anggaran dengan

mengungkapkan informasi yang dimiliki yang terkait dengan pekerjaan sebagai

kontribusi dalam penetapan jumlah anggaran (Andrianto, 2008). Partisipasi para

manajer dalam penyusunan anggaran akan meningkatkan inisiatif mereka untuk

menyumbangkan ide dan informasi, meningkatkan kebersamaan, dan merasa

memiliki, sehingga kerjasama di antara anggota dalam mencapai tujuan juga ikut

meningkat. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara

efektif untuk menciptakan keselarasan tujuan setiap pusat pertanggungjawaban

dengan tujuan perusahaan secara menyeluruh (Siegel dan Marconi, 1989).

2.1.5 Informasi Asimetri

Informasi asimetri pada dasarnya menggambarkan suatu keadaan ketika

agen memiliki informasi yang dapat berpengaruh terhadap pengambilan

keputusan antara agen dan prinsipal (Baiman & Evans, 1983) . Atasan/pemegang

kuasa anggaran mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih daripada

bawahan/pelaksana anggaran mengenai unit tanggung jawab bawahan/pelaksana

anggaran, ataupun sebaliknya. Bila kemungkinan yang pertama terjadi, akan

muncul tuntutan yang lebih besar dari atasan/pemegang kuasa anggaran kepada

bawahan/pelaksana anggaran mengenai pencapaian target anggaran yang menurut

bawahan/pelaksana anggaran terlalu tinggi. Apabila kemungkinan yang kedua

terjadi, bawahan/pelaksana anggaran akan menyatakan target lebih rendah

daripada yang dimungkinkan untuk dicapai.

21

Menurut Sujana (2009) Asimetri informasi mendorong pentingnya

partisipasi dalam penyusunan anggaran agar anggaran lebih bermanfaat. Syarat

sahnya suatu partisipasi dalam memberikan informasi atau ”well informed”,

artinya setiap orang yang berpartisipasi dapat memberikan informasi yang baik

dan berguna yang dimiliki yang nantinya akan bermanfaat dalam penetapan

anggaran. Partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran inilah yang dapat

memberikan kesempatan untuk memasukkan informasi lokal.

Menurut Scott (2003: 8-9), terdapat dua bentuk informasi asimetris, yakni:

1) Adverse Selection: merupakan bentuk informasi asimetris, dimana salah satu

pihak mempunyai keunggulan informasi dalam transaksi bisnis dibandingkan

pihak lain, tetapi tidak bersedia mengungkapkannya.

2) MoralHazard: merupakan bentuk informasi asimetris, dimana salah satu

pihak dapat mengamati tindakan mereka dalam pemenuhan suatu transaksi

potensial, sedangkan pihak lainnya tidak dapat melakukan hal serupa.

Adverse selection memiliki kesamaan dengan moral hazard dalam hal

adanya unsur kesengajaan, namun berbeda dalam hal perencanaan. Dalam adverse

selection, pada awalnya terdapat indikasi untuk memberikan informasi tetapi

karena pihak lain tidak tahu atau dianggap tidak tahu maka informasi tidak jadi

diberikan. Sedangkan pada moral hazard, sejak awal sudah terdapat indikasi

untuk tidak memberikan informasi tersebut pada pihak lain. Menurut Subekti dan

Suprapti (2002), adverse selection lebih terkait pada tidak adanya pengungkapan

(disclosure) yang harus dipublikasikan oleh pihak manajemen perusahaan,

22

sedangkanmoral hazard terletak pada masalah motivasi dan usaha manajemen

untuk bertindak yang lebih mengutamakan kepentingannya sendiri.

2.1.6 Budaya Organisasi

Budaya organisasi pada dasarnya merupakan cara-cara berfikir,

berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam

organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Menurut pendapat

Mansor and Muhamad (2010), budaya organisasi merupakan satu set kompleks

keyakinan, asumsi, nilai dan simbol-simbol yang digunakan dalam menentukan

jalan dimana organisasi melakukan bisnis. Budaya organisasi sesungguhnya

tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu yang bekerja dalam

suatu organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan

diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai

pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi

tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah

organisasi dengan organisasi lainnya.

Setiap organisasi pasti memiliki budaya yang kuat dan budaya yang

lemah. Budaya yang kuat memiliki dampak yang lebih besar terhadap prilaku

karyawan dan lebih terkait langsung dengan menurunnya perputaran karyawan.

dalam budaya organisasi yang kuat nilai-nilai organisasi dipegang teguh dan

dijunjung bersama. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan

semakin besar komitmen mereka terhadap berbagai nilai itu, semakin kuat budaya

tersebut. Budaya yang kuat akan memiliki pengaruh yang besar terhadap prilaku

23

anggota-anggotanya karena kadar kebersamaan dan integritas yang tinggi

menciptakan suasana internal berupa kendali prilaku yang tinggi. Budaya yang

kuat akan membangun kekompakan, loyalitas dan komitmen organisasi, sifat-sifat

tersebut akan menimbulkan sikap untuk memajukan organisasi (Nerry Tetria

Putri, 2013).

Menurut pendapat (Richard L. Daft, 2006:125-126) dalam Sugiwardani

(2012) Budaya organisasi dapat terdiri dari dua tingkatan yang berbeda-beda

yaitu:

1) Budaya terlihat yaitu budaya yang terdapat di organisasi yang dapat dilihat

dan didengar dalam organisasi sebagai seorang pengunjung, pelanggan atau

pekerja. Budaya terlihat ini dapat dilihat dari penampilan pekerja, bagaimana

tingkah laku mereka satu dengan yang lainnya, bagaimana mereka berbicara

dan bagaimana mereka melayani pelanggan mereka.

2) Budaya tidak terlihat, berbeda dengan budaya dapat dilihat, budaya tidak

dilihat mencerminkan pada kesadaran. Terdapat nilai dan keyakinan yang

dinyatakan, yang tidak dapat diamati, tetapi dapat diperoleh dari cara orang

menjelaskan dan membenarkan hal yang mereka lakukan. Ini merupakan

nilai-nilai yang dipertahankan oleh anggota organisasi pada tingkat

kesadaran. Semua ini dapat diinterpretasikan dari cerita, bahasa, dan symbol

yang digunakan oleh anggota organisasi untuk menunjukkan diri mereka.

Suatu budaya dikatakan baik apabila dalam suatu organisasi, nilai-nilai

budaya yang terkandung di dalamnya dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua

anggota organisasi dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Menurut

24

(McShane dan Von Glinow, 2010), Budaya organisasi mempunyai tiga fungsi

utama yaitu :

1) Sebagai perekat sosial yang mengikat karyawan dan membantunya untuk

memahami tempatnya bekerja.

2) Suatu budaya yang kuat dapat menjadikan perusahaan bisa melakukan lebih

baik dibandingkan dengan budaya yang lemah.

3) Mendorong keluarnya nilai disenting yang dapat membentuk nilai-nilai yang

muncul di masa mendatang.

Maka dari itu di perlukan keyakinan kuat yang dimiliki oleh setiap

karyawan, apabila hal tersebut tidak di pegang teguh akan menimbulkan budaya

yang tidak kondusif dalam suatu organisasi dan mungkin akan dapat

mempengaruhi karyawan dalam melakukan aktivitasnya dan secara langsung

mempengaruhi kinerja masing-masing karyawan.

2.1.7 Senjangan Anggaran

Senjangan anggaran merupakan perbedaan antara jumlah anggaran yang

disusun oleh manajer dengan jumlah estimasi terbaik perusahaan untuk

melindungi diri dari risiko akibat dari tidak tercapainya target anggaran (Schiff

dan Lewin dalam Maria dkk. 2013). Ketika bawahan diberi kesempatan untuk

menentukan standar kerjanya, bawahan cenderung mengecilkan kapabilitas

produktifnya (Young, 1985). Bawahan lebih cenderung mengungkapkan atau

menyusun anggaran yang mudah untuk dicapai. Senjangan anggaran dapat dengan

mudah terjadi jika informasi yang dimiliki atasan (principal) mengenai suatu

25

pusat pertanggungjawaban. Bawahan mengajukan anggaran dengan merendahkan

pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik yang

diajukan, sehingga target dengan mudah dapat dicapai (Falikhatun, 2007).

Penyebab utama manajer melakukan senjangan anggaran karena rencana

anggaran yang dibuat selalu dipotong pada saat pengalokasian sumberdaya,

senjangan anggaran selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian,

serta orang-orang yang selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka terlihat

bagus. Rahayu (1997) dalam Hafsah (2005) berpendapat bahwa perilaku

menyimpang dengan menciptakan kesenjangan anggaran disebabkan karena fokus

utama anggaran adalah sumber daya (input) bukan pada keuntungan (output).

Faktor yang mendorong seorang manajer tingkat atas melakukan senjangan, yaitu:

1) Seringnya atasan atau manajemen tingkat atas mengubah atau memotong

anggaran yang diusulkan. Biasanya seorang manajer menetapkan anggaran

untuk divisinya. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor baik dalam segi

volume maupun keuntungan, tetapi setelah diajukan ke manajer puncak

ternyata anggaran tersebut diubah tanpa mendiskusikan dengan bawahan.

Oleh karena itu, para manajer mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan

senjangan anggaran.

2) Adanya ketidakpastian pasar, biasanya perkiraan volume produksi menjadi

tidak tepat pada saat adanya persaingan yang tiba-tiba meningkat, dan jika

tidak tersedia dana untuk mengatasi kondisi tersebut maka manajer akan

cenderung menggunakan senjangan anggaran untuk memenuhi target

keuntungan.

26

Menurut pendapat Maksum (2009), dengan adanya senjangan anggaran,

maka kinerja akan terlihat baik karena mampu mencapai target pendapatan atau

mampu menekan biaya dibawah angka anggarannya, padahal kinerja yang

sebenarnya masih belum optimal karena realisasi pencapaiannya masih dibawah

target yang sebenarnya atau realisasi biaya sudah melebihi angka target yang

sebenarnya.

2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Partisipasi Penganggaran Pada Senjangan Anggaran

Hasil penelitian Rahmiati (2013), menyebutkan bahwa partisipasi

penganggaran dapat menurunkan senjangan anggaran karena partisipasi

penganggaran dipandang dapat sebagai suatu proses dalam organisasi yang

melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi

tanggung jawab organisasi secara menyeluruh, sehingga partisipasi bawahan akan

meningkatkan kebersamaan, menumbuhkan rasa memiliki, inisiatif untuk

menyumbangkan ide dalam perbuatan, ini berarti partisipasi penganggaran

berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Meskipun partisipasi memiliki

keunggulan lebih, ada juga peneliti menemukan permasalahan yang ditimbulkan

dari partisipasi penganggaran.

Triana,dkk. (2012) meneliti pengaruh partisipasi penganggaran, budget

emphasis, dan locus of control terhadap slack anggaran. Penelitian ini

menggunakan obyek hotel-hotel di Kota Jambi dengan teknis analisis data regresi

berganda, diperoleh hasil yang menunjukkan secara simultan partisipasi

27

penganggaran, budget emphasis, dan locus of control memiliki pengaruh positif

terhadap slack anggaran, sedangkan secara parsial tidak ada pengaruh locus of

control terhadap slack anggaran. Falikhatun (2007) meneliti pengaruh partisipasi

penganggaran terhadap budgetary slack pada rumah sakit umum daerah se-Jawa

Tengah. Hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi penganggaran

berpengaruh positif dan signifikan terhadap budgetary slack.

Hipotesis yang digunakan untuk menguji hubungan antara partisipasi

penganggaran terhadap senjangan anggaran adalah semakin tinggi partisipasi yang

di berikan kepada bawahan, maka bawahan berusaha agar anggaran yang mereka

susun mudah dicapai serta mengurangi resiko yang mungkin dihadapi apabila

tidak mampu mencapai target yang di inginkan dengan cara menciptakan

senjangan anggaran, oleh karena itu rumusan hipotesisnya yaitu :

H1: Partisipasi penganggaran berpengaruh positif pada senjangan anggaran.

2.2.2 Pengaruh Informasi Asimetri Pada Senjangan Anggaran

Anggaran dibuat menggunakan informasi terakhir yang tersedia yang

didasarkan pada penilaian manajer disemua tingkatan organisasi. Anggaran yang

disusun secara partisipatif dimana manajer tingkat bawah ikut serta dalam

penyusunan anggaran menyebabkan informasi mengenai komponen dalam

anggaran lebih diketahui oleh manajemen tingkat bawah. Masalah akan muncul

bila manajer memberikan informasi yang dibutuhkan secara bias (Rahmiati,

2013). Menurut Fitri (2004) dalam Rahmiati (2013) mendefinisikan informasi

asimetri sebagai suatu keadaan apabila informasi yang dimiliki bawahan melebihi

28

informasi yang dimiliki atasannya, termasuk lokal maupun informasi pribadi.

Penelitian yang dilakukannya tentang pengaruh informasi asimetri terhadap

hubungan antara partisipasi dan budgetary slack yang menyatakan bahwa

informasi asimetri berpengaruh signifikan positif terhadap budgetary slack.

Adanya informasi asimetri akan dipakai sebagai kesempatan oleh bawahan

untuk bersikap oportunitis dengan memperkecil pendapatan dan memperbesar

biaya ketika mereka diajak ikut dalam menyusun anggaran yang nantinya menjadi

tanggungjawabnya (Sujana, 2009).

H2 : Informasi asimetri berpengaruh positif pada senjangan anggaran.

2.2.3 Kemampuan Budaya Organisasi Memoderasi Pengaruh Partisipasi

Penganggaran Pada Senjangan anggaran

Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan

motivasi para manajer dan bawahan untuk mencapai kinerja organisasi Holmes

dan Marsden dalam Giusti (2013). Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara

partisipasi penganggaran dan budaya organisasi orientasi kepada orang, semakin

tinggi kinerja individu di dalam organisasi sehingga, partisipasi anggaran yang

dipengaruhi oleh budaya organisasi cenderung meningkatkan senjangan anggaran.

Sebaliknya semakin rendah tingkat kesesuaian antara partisipasi anggaran dan

budaya organisasi orientasi pada pekerjaan, semakin rendah kinerja setiap

individu di dalam organisasi sehingga senjangan anggaran menurun.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis alternatif yang akan diuji adalah

sebagai berikut:

29

H3 : Budaya organisasi memoderasi pengaruh partisipasi penganggaran Pada

senjangan anggaran.

2.2.4 Kemampuan Budaya Organisasi Memoderasi Pengaruh Informasi

Asimetri Pada Senjangan Anggaran

Widyaningrum (2009), dalam penelitiannya berpendapat Budaya

organisasi mempengaruhi cara manusia bertindak dalam organisasi. Budaya

berkaitan dengan cara seseorang menganggap pekerjaan, bekerja sama dengan

rekan kerja, dan memandang masa depan.

Informasi merupakan komuditas yang sangat penting, termasuk dalam

proses pengambilan keputusan individu. Namun adanya informasi asimetri di

dalam organisasi yang digambarkan ketidaksesuaian antara pihak bawahan

memiliki keunggulan informasi pribadi yang lebih banyak tentang bidangnya

seperti akrual, motivasi, dan tujuan organisasi yang ingin dicapai dibandingkan

dengan pihak atasan. Hal inilah yang menjadi peluang yang di manfaatkan oleh

pihak bawahan cenderung memaksimalkan utulity (self-interest) atau kepentingan

sendiri dalam pembuatan atau penyusunan anggaran.

Budaya organisasi mempunyai peran strategik yaitu: pertama, sebagai

“perekat” antar para pelaku organisasi (pemilik, manajemen dan karyawan) yang

memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda. Kedua, sebagai alat untuk

membentuk sense of belonging (rasa ikut memiliki) dan sense ofidentity (rasa

bangga menjadi bagian dari organisasi) para pelaku organisasi. Ketiga, sebagai

core organizational values yang dapat mendorong (1) para karyawan untuk

30

memberikan ide-ide barunya; (2) Organisasi agar lebih sensitif terhadap kepuasan

pelangan (customer satisfaction) dan tuntutan stakeholders-nya; (3) Para pelaku

organisasi agar selalu membangun komunikasi iklim organisasi yang harmonis

dan kondusif; (4) Menanamkan komitmen para pelaku organisasi untuk menerima

segala resiko yang mungkin terjadi; dan (5) Sebagai alat efektivitas. Berdasarkan

peran stategik yang dimiliki oleh budaya organisasi, informasi asimetri yang

terjadi di dalam organisasi dapat di kurangi.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat dirumuskan hipotesis keempat, yakni :

H4 : Budaya organisasi memoderasi pengaruh asimetri informasi pada senjangan

anggaran.