bab ii hasil penelitian dan analisa 2.1. tinjauan …

44
13 BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Ambiguitas Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), ambiguitas adalah sifat atau hal yang bermakna dua; kemungkinan yang mempunyai dua pengertian; ketidaktentuan; ke-tidakjelasan; kemungkinan adanya makna atau penafsiran yang lebih jelas dari satu atas suatu karya sastra; kemungkinan adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat; ketaksaan. Ambiguitas merupakan hal yang bermakna ganda dan kemungkinan mempunyai dua pengertian atau lebih. Kalimat ambigu ialah kalimat sebagai bermakna ganda. Karena bermakna ganda, kalimat, atau frasa ambigu dapat membingungkan orang yang membacanya atau mendengarnya. Penyebab ambiguitas kalimat pada umumnya adanya keterangan atau atribut yang lebih dari satu. 12 Maka dalam hal tersebut pengertian ambiguitas yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah timbul adanya ketidakjelasan atau adanya ha yang bermakna dua dalam status hukum BUMDes tersebut. 2.1.2. Aspek Hukum Teori Badan Hukum 2.1.2.1. Pengertian Badan Hukum Menurut Molengraff, badan hukum pada hakikatnya merupakan hak dan kewajiban dari para anggotanya secara bersama-sama, dan didalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi itu, tetapi juga sebagai pemilik bersama untuk keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap 12 Suwandi dan Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, hlm. 117.

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

13

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengertian Ambiguitas

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), ambiguitas adalah sifat

atau hal yang bermakna dua; kemungkinan yang mempunyai dua pengertian;

ketidaktentuan; ke-tidakjelasan; kemungkinan adanya makna atau penafsiran yang

lebih jelas dari satu atas suatu karya sastra; kemungkinan adanya makna lebih dari

satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat; ketaksaan.

Ambiguitas merupakan hal yang bermakna ganda dan kemungkinan

mempunyai dua pengertian atau lebih. Kalimat ambigu ialah kalimat sebagai

bermakna ganda. Karena bermakna ganda, kalimat, atau frasa ambigu dapat

membingungkan orang yang membacanya atau mendengarnya. Penyebab

ambiguitas kalimat pada umumnya adanya keterangan atau atribut yang lebih

dari satu.12

Maka dalam hal tersebut pengertian ambiguitas yang dimaksud dalam

penelitian tersebut adalah timbul adanya ketidakjelasan atau adanya ha yang

bermakna dua dalam status hukum BUMDes tersebut.

2.1.2. Aspek Hukum Teori Badan Hukum

2.1.2.1. Pengertian Badan Hukum

Menurut Molengraff, badan hukum pada hakikatnya merupakan hak

dan kewajiban dari para anggotanya secara bersama-sama, dan didalamnya

terdapat harta kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap

anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing

bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi itu, tetapi juga

sebagai pemilik bersama untuk keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap

12 Suwandi dan Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2008,

hlm. 117.

Page 2: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

14

pribadi anggotanya adalah juga pemilik harta kekayaan yang

terorganisasikan dalam badan hukum itu.13

Menurut Chidir Ali,14 pengertian badan hukum sebagai subyek hukum itu

mencakup hal berikut, yaitu:

- Perkumpulan orang (organisasi);

- Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam

hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking);

- Mempunyai harta kekayaan tersendiri;

- Mempunyai pengurus;

- Mempunyai hak dan kewajiban;

- Dapat digugat atau menggugat di depan Pengadilan.

H.M.N Purwosutjipto mengemukakan beberapa syarat agar suatu badan

dapat dikategorikan sebagai badan hukum. Persyaratan agar suatu badan dapat

dikatakan berstatus badan hukum meliputi keharusan:15

- Adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah

dengan kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu. Teganya

ada pemisah kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi para

sekutu;

- Kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama;

- Adanya beberapa orang sebagai pengurus badan tersebut.

Ketiga usur tersebut merupakan unsur material bagi suatu badan hukum.

Persyaratan kedua yang perlu di tuntaskan oleh suatu badan hukum yaitu syarat

yang bersifat formal, yakni adanya pengakuan dari negara yang mengakui suatu

badan telah memiliki status badan hukum.

2.1.2.2. Teori Badan Hukum

Dasar hukum bahwa badan hukum itu sebagai subjek hukum (pendukung

atau pembawa hak dan kewajiban di dalam hukum) ada beberapa teori tentang

badan hukum, yaitu:

13 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Refomasi,

Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI, Cetakan Kedua, 2006, hlm. 69. 14 Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 2005, hlm. 21. 15 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Jakarta:

Djambatan, 1982, hlm. 63.

Page 3: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

15

a) Teori Fiksi (Frederich Carl von Savigny)

Teori ini hanya mengakui bahwa yang menjadi subjek hukum adalah

manusia, tetapi orang menghidupkannya, menciptakannya dalam

bayangan dimana badan hukum selaku subjek hukum diperhitungkan

sama dengan manusia. Untuk dapat mengemban fungsi subjek hukum,

yaitu melakukan perbuatan hukum, diserahkan kepada manusia

sebagai wakil-wakilnya.16

b) Teori Organ (Otto von Gierke)

Badan hukum bukanlah sesuatu yang abstrak, tetapi benar-benar ada,

badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek,

tetapi suatu organisme riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia.17

c) Teori Harta Kekayaan dalam Jabatan (Holder dan Binder)

Untuk badan hukum yang memiliki kehendak adalah pengurus. Pada

badan hukum semua hak tersebut diliputi oleh pengurus. Dalam

jabatannya sebagai pengurus mereka adalah berhak, maka dari itu

disebut ambtelijk vermogen (harta kekayaan dalam jabatan).18

d) Teori Kekayaan Bersama (Rudolf von Jhering)

Badan hukum sebagai kumpulan manusia. Kepentingan badan hukum

adalah kepentingan dari seluruh anggota secara bersama-sama. Mereka

bertanggung jawab secara bersama-sama, harta kekayaan badan hukum

itu adalah milik (eigndom) bersama selluruh anggota. Para anggota

yang berhimpun adalah suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi

yang disebut badan hukum. Oleh karenanya, badan hukum hanyalah

suatu konstruksi hukum belaka, dan hakikatnya merupakan sesuatu

yang abstrak.19

e) Teori Kekayaan Bertujuan (A. Brinz)

16 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan: Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Salatiga: Griya Media, 2011, hlm. 61-62. 17 Ibid., hlm. 62. 18 Ibid., hlm. 63. 19 Ibid., hlm. 63.

Page 4: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

16

Apa yang disebut hak-hak badan hukum sebenarnya adalah hak-hak

tanpa subjek hukum, oleh karena itu sebagai penggantinya adalah

kekayaan yang terkait pada suatu tujuan.20

f) Teori Kenyataan Yuridis (E. M. Meijers, Paul Scholten)

Badan hukum itu adalah suatu realita, konkret, riil walaupun tidak

dapat diraba, bukan khayal, tapi kenyataan yuridis hendaknya dalam

mempersamakan badan hukum dengan manusia hanya terbatas pada

bidang hukum saja.21

Status badan hukum biasanya digunakan dalam badan usaha dan badan

usaha tersebut di klasifikasikan menjadi dua yaitu badan usaha yang tidak

berbadan hukum dan badan usaha yang berbadan hukum. Dari berbagai teori

tersebut merupakan suatu konsep yang dimana membuat kerucut. Yang dimaksud

kerucut dalam hal tersebut adalah setiap badan hukum harus memenuhi unsur-

unsur yang ada dalam teori-teori badan hukum. Hal ini harus dilakukan guna tidak

ada lagi kesesatan dalam penafsiran atau penggolongan dari badan hukum itu

sendiri dan tidak berbenturan dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum.

2.1.3. Sejarah BUMN

Secara historis, keberadaan BUMN di Indonesia telah dikenal sebagai

salah satu perwujudan pemerintah dalam meningkatkan perekonomian Indonesia

yang sudah berdiri cukup lama. Pada tahun 1602, berdirinya BUMN meskipun

bukan milik pemerintah Indonesia pada tahun itu dikenal sebagai Vereenigde

Oost-Indische Compragnie (VOC) dibentuk dan dimiliki oleh Pemerintah Hindia-

20 Ibid., hlm. 64. 21 FX Suhardana, et al., Hukum Perdata I, Jakarta: Prenhalindo, 1987, hlm. 58-59.

Page 5: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

17

Belanda. Namun hal tersebut dapat dianggap cukup meningkatkan perekonomian

Indonesia.

Perkembangan BUMN ini diawali oleh sejarah politik ekonomi Indonesia.

Sebagian BUMN pada awalnya merupakan perusahaan-perusahaan Belanda yang

dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Nasionalisasi besar-besaran terjadi

ketika demokrasi parlementer memasuki babak akhir dalam sejarah Indonesia di

tahun 1950-an. Di masa itu desakan melakukan nasionalisasi semakin besar

karena didasarkan pada keinginan agar sistem perekonomian lebih kokoh dan bisa

dikontrol secara lebih baik oleh pemerintah.22

Hal tersebut dilatar belakangi dengan peristiwa pada tahun 1957 dengan

tindakan Presiden Soekarno yang mengumumkan penyatuan Irian Barat dengan

Indonesia, karena Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) gagal mengeluarkan

resolusi yang mengimbau agar Belanda mau berunding dengan Indonesia untuk

masalah Irian Barat. Hal tersebut menjadi titik awal terjadinya nasionalisasi

perusahaan-perusahaan milik Belanda yang didirikan di Indonesia.

Nasionalisasi dalam hal tersebut adalah proses dimana Negara mengambil

alih kepemilikan suatu perusahaan milik swasta atau asing. Apabila suatu

perusahaan dinasionalisasi, negara yang bertindak sebagai pembuat keputusan.

Selain itu para pegaiwainya menjadi pegawai negeri. Apabila kegiatan yang

dilakukan adalah sebaliknya yaitu disebut dengan privatisasi.

Pada tahun 1950-an, pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap

perusahaan yang mengelola fasilitas publik hal tersebut berkaitan dengan

22 Muchayat, Badan Usaha Milik Negara: Retrorika, Dinamika dan Realita (Menuju

BUMN yang Berdaya Saing), PT. Gagas Bisnis, Jakarta, 2010, hlm. 15.

Page 6: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

18

kebutuhan masyarakat sehari-hari. Perusahaan tersebut meliputi perusahaan

listrik, transportasi kereta api, pos dan giro, Perumtel (kini menjadi Telkom),

Bank Tabungan Negara (BTN), Jawatan pegadaian (kini menjadi perum

Pegadaian), serta jawatan angkutan motor (kini menjadi Damri). Seiring adanya

perkembangan ekonomi serta politik yang lebih kondusif, pemerintah mendirikan

perusahaan baru seperti PT Garuda Indonesia yang bergerak dibidang transportasi

udara, PT Pelni yang bergerak dibidang transportasi laut, Djakarta Lyod bergerak

dibidang transportasi laut antar samudra atau internasional, serta dibidang

perbankan yaitu Bank Negara Indonesia (BNI) dan De Javanesche Bank yang saat

ini menjadi Bank Indonesia (BI). Hasil nasionalisasi yang berasal dari perusahaan

Belanda tersebut kemudian menjadi BUMN, hal tersebut merupakan hasil dari

perkembangan ekonomi Indonesia di awal masa Orde Baru.

Pada tahun 1960, mulanya BUMN tesebut didasarkan dengan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Dalam UU No. 19

tahun 1960 tersebut menjelaskan bahwa perusahaan negara tersebut dapat

bergerak dibidang jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, memupuk

pendapatan. Dari UU tersebut dapat kita pahami bahwa mulanya BUMN tersebut

disebut dengan Perusahaan Negara (PN).

Perusahaan Negara dalam UU No. 19/1960 ini dalam Pasal 3 menjelaskan

bahwa Perusahaan Negara yang didirikan dengaan Peraturan Pemerintah tersebut

adalah badan hukum yang kedudukannya sebagai badan hukum yang diperoleh

dengan berlakunya Peraturan Pemerintah tersebut. Perusahaan Negara ini bersifat

memberi jasa; menyelenggarakan kemanfaatan umum; memupuk pendapatan

didirikan dengan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan; atau

Page 7: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

19

dengan semua alat likuid disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Perusahaan Negara tersebut dapat berkerja sama dengan Perusahaan Daerah

Swatantra dan Swasta.

Namun saat memasuki tahun 1969 pemerintah dianggap lebih serius

dengan upaya meningkatkan kinerja BUMN hal tersebut dapat dilihat dalam

diwujudkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Badan Usaha

Mililk Negara (BUMN).

Dalam UU No. 9/1969 ini menjelaskan bahwa usaha-usaha Negara

dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a) Perusahaan Umum (yang disingkat Perum), merupakan salah satu

kegiatan usaha yang memiliki tujuan memberika pelayanan umum

namun tetap diperbolehkan mencari keuntungan. Perum dalam hal

tersebut merupakan perusahaan Negara yang didirikan dan diatur

berdasarkan ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 1960.

b) Perusahaan Persero (yang disingkat Persero), merupakan kegiatan

usaha yang mendirikan suatu persero dengan tujuan mencari

keuntungan.

c) Perusahaan Jawatan (yang disingkat Perjan), merupakan kegiatan

usaha sebagai perusahaan yang murni mengusahakan dan memberikan

pelayanan umum.

Dengan diterbitkannya UU No. 9/1969 ini landasan yuridis mengenai

BUMN tersebut tata cara pendirian BUMN tersebut diatur dalam Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan

Page 8: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

20

Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum),

Perusahaan Perseroan (Persero).

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor

740/KMK.00/1989 menjelaskan bahwa BUMN adalah Badan Usaha yang seluruh

modalnya dimiliki Negara atau badan usaha yang tidak seluruh sahamnya dimiliki

Negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN. Dari pengertian tersebut dapat

kita simpulkan bahwa adanya 3 (tiga) jenis pendirian BUMN, yaitu:

1) BUMN yang didirikan dengan modal dari 2 (dua) pihak, yaitu antara

pemerintah dengan pemerintah daerah.

2) BUMN yang didirikan dengan modal dari 2 (dua) pihak, yaitu antara

pemerintah dengan BUMN lainnya.

3) BUMN yang merupakan badan-badan usaha, yang mendirikan

bersama dengan swasta baik nasional maupun asing, dimana Negara

memiliki saham mayoritas minimal 51%.

Sampai dengan paruh kedua tahun 1990-an, sokongan pemerintah terhadap

BUMN masih terasa kuat sehingga BUMN masih terasa kuat sehingga BUMN

masih menguasai sektor-sektor stategis seperti telekomunikasi, minyak dan gas,

perkebunan dan kehutanan serta perbankan.23

Pada bulan Juli 1997 merupakan terjadinya krisis moneter yang

mengakibatkan banyak perusahaan mengalami kesulitan untuk meakukan

pembayaran utang-utangnya kedapa para kreditur.

23 Indah Fitriani, Pola Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara Sebuah Potret Singkat,

Material, Manajerial, Vol. 10, No. 19, 2011, hlm. 54-55.

Page 9: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

21

Krisis moneter tersebut diawali dengan melemahnya nilai tukar

rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat, yang mengakibatkan

utang-utang para pengusaha Indonesia dalam bentuk valuta asing, baik

kepada kreditur dalam maupun luar negeri menjadi membengkak luar

biasa sehingga debitur tidak mampu membayar utang-utangnya. Kondisi

ini terus berlangsung yang pada akhirnya secara keseluruhan berakibat

pada krisis ekonomi.24

Dengan terjadinya krisis ekonomi yang yang menerpa dunia tersebut

tentunya kegiatan usaha yang dimiliki oleh BUMN terkena imbasnya pula. Baik

dari sisi ekonomi dan politik Indonesia turut terkena imbasnya. Dalam hal tersebut

tentunya pemerintah lebih mengedepankan peranan BUMN guna meningkatkan

kembali keuangan negara. Setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 tersebut

BUMN mulai mendapat perhatian dan pemerintah mengharapkan BUMN tersebut

dapat membantu meningkatkan ekonomi Indonesia.

Menurut Muchayat, perlu upaya revitalisasi BUMN agar berdaya

saing tinggi, perlunya analisis terhadap potensi pasar, jenis usaha, ukuran

usaha, dan upaya penyandingan dengan badan usaha swasta nasional dan

swasta asing sejenisnya. BUMN harus dipilah antara BUMN yang masih

mempunyai daya saing dan BUMN yang masih perlu ditinggatkan atau

dikembangkan daya saingnya.25

Namun disamping itu setelah terjadi pasang surutnya BUMN tersebut

hingga saat ini BUMN tersebut dianggap telah cukup berhasil membantu

pemerintah Dalam hal meningkatkan ekonomi Indonesia. Dasar hukum BUMN

hingga saat ini berlaku Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN). Dalam UU BUMN

tersebut menjelaskan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung

yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Berbeda dengan UU No.

9/1969, UU No. 19/2003 saat ini hanya memiliki 2 (dua) kegiatan usaha yaitu:

24 Bank Indonesia, Mengurangi Benang Kusut BLBI, Edisi II, Satgas BLBI Bank

Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 3. 25 Muchayat, op. cit, hlm. 45.

Page 10: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

22

a. Perusahaan Perseroan (disebut dengan Persero);

b. Perusahaan Umum (disebut dengan Perum).

Diterbitkannya UU No. 19/2003 tentang BUMN yang berlaku hingga saat

ini dapat kita pahami bahwa adanya keseriusan dari Pemerintah dalam

menggerakkan roda perekonomian Indonesia di tingkat pusat ini. Dalam UU

BUMN ini menjelaskan bahwa maksud dan tujuan dari pendirian BUMN adalah:

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional

pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat

hidup orang banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Pengaturan mengenai modal BUMN dalam UU No. 19/2003 ini juga

diatur lebih jelas, yaitu:

a. Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang

dipisahkan.

b. Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada

BUMN bersumber dari:

- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

Page 11: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

23

- Kapitalisasi cadangan;

- sumber lainnya.

c. Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau

perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BUMN adalah sebuah entitas ekonomi yang menjadi simbol kontrol warga

negara Indonesia atas sumberdaya dan sektor-sektor strategis ekonomi nasional.26

Dengan adanya BUMN sebagai pola ekonomi ditingkat teratas yaitu di tingkat

pusat tersebut BUMN mampu meraup keuntungan baik dari dalam negeri maupun

luar negeri.

Hal tersebut juga melihat dari sejarah BUMN yang telah ada sejak

lama, peran BUMN sebagai instrument strategis kebijakan Industrialisasi

Subtitusi Impor yang berlangsung hingga menjelang akhir paruh pertama

tahun 1980-an telah menempatkan BUMN pada posisi puncak komando

ekonomi Indonesia.27

Selain itu, faktor yang dapat menjadikan BUMN tersebut mendominan

pergerakan roda perekonomian Indonesia tersebut dapat kita lihat dari filosofi

BUMN yaitu dalam Seminar Peranan BUMN dalam Pelita IV di Jakarta pada

tanggal 14 Maret 1984 mengemukakan bahwa BUMN diharapkan berperan

terutama dibidang-bidang:

1) Sebagai sumber penerimaan Negara dalam bentuk berbagai pajak serta

balas jasa kepada Negara selaku pemilik.

26 Indah Fitriani, op. cit, hlm. 60. 27 Ibid., hlm. 59.

Page 12: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

24

2) Untuk memproduksi berbagai barang dan jasa kebutuhan masyarakat

sesuai dengan rencana-rencana yang tertuang dalam Pelita IV, seperti

listrik, jasa telekomunikasi dan perhubungan, perumahan rakyat.

3) Sebagai sumber pendapatan devisa bagi Negara, seperti perusahaan

perkebunan dan pertambangan.

4) Pembukaan lapangan kerja, terutama pada sektor-sektor yang padat

karya, seperti perusahaan perkebunan dan industri.

5) Usaha-usaha untuk membantu golongan ekonomi lemah dan koperasi.

6) Pengembangan willayah diluar jawa dengan berbagai proyek dibidang

perkebunan dan industry.

7) Hal-hal lain seperti misalnya alih teknologi.

Dengan adanya hal tersebut, peran BUMN lebih dikenal sebagai Wahana

Pembangunan (Agent of Development) dari pada perannya yang sebagai

Perusahaan (bussines entity). Ada beberapa sebab mengapa BUMN lebih banyak

berperan sebagai wahana pembangunan, yaitu:28

1) BUMN efektif untuk melaksanakan pembangunan nasional.

2) Pemerintah selaku pemilik BUMN mempunyai wewenang untuk

memberikan penugasan apapun juga kepada BUMN.

3) Dalam pelaksanaan pembangunan seringkali dirasakan perlu untuk

melaksanakan proyek-proyek tertentu yang tidak terdapat dalam

rencana pembangunan.

28 Totok Dwinur Haryanto, Eksistensi BUMN tidak Mengarah pada Etatisme, Wacana

Hukum, Vol. VII, No. 1, 2008, hlm. 49.

Page 13: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

25

Maka dalam hal tersebut beberapa perbedaan serta perkembangan dari

landasan yuridis tentang BUMN ini secara umum dapat di simpulkan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 1.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang BUMN

UU No. 19/1960 tentang

Perusahaan Negara.

1. Perusahaan Negara adalah badan hukum yang

kedudukannya diperoleh dengan berlakunya

Peraturan Pemerintah.

2. Perusahaan Negara bersifat memberi jasa;

menyelenggarakan kemanfaatan umum;

memupuk pendapatan.

3. Bertujuan untuk turut membangun ekonomi

nasional sesuai dengan mengutamakan kebutuhan

rakyat.

4. Modal Perusahaan Negara terdiri dari kekayaan

negara yang dipisahkan; tidak terbagi atas saham-

saham; semua alat likuid disimpan dalam bank

yang ditunjuk oleh Pemerintah.

UU No. 9/1969 tentang

Bentuk-Bentuk Usaha

Negara.

Menjelaskan bahwa usaha-usaha Negara dibedakan

dalam 3 (tiga) kegiatan usaha, yaitu:

a) Perusahaan Jawatan (Perjan)

b) Perusahaan Umum (Perum)

c) Perusahaan Perseroan (Persero)

UU No. 23/2014 tentang 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah

Page 14: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

26

Badan Usaha Milik

Negara (BUMN).

badan usaha yang seluruh atau sebagian besar

modalnya dimiliki oleh negara melalui

penyertaan secara langsung yang berasal dari

kekayaan negara yang dipisahkan.

2. Menjelaskan bahwa BUMN dapat mendirikan:

a) Perusahaan Perseroan, berbentuk Perseroan

Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham

yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima

puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh

negara dengan tujuan utama mengejar

keuntungan.

b) Perusahaan Umum, yang seluruh modalnya

dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham,

yang bertujuan untuk kemanfaatan umum

berupa penyediaan barang dan/atau jasa

dengan tujuan mengejar keuntungan

berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan

perusahaan.

3. Pendirian BUMN memiliki maksud dan tujuan:

a) Memberikan sumbangan bagi perkembangan

perekonomian nasional pada umumnya dan

penerimaan negara pada khususnya;

b) Mengejar keuntungan;

c) Menyelenggaraka kemanfaatan umum berupa

Page 15: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

27

penyediaan barang dan/atau jasa yang

bermutu tunggi dan memadai bagi

pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha

yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor

swasta dan koperasi;

e) Turut aktif memberikan bimbingan dan

bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi

lemah, koperasi, dan masyarakat.

2.1.4. Sejarah BUMD

Disamping menempatkan pemerintahan pusat, terdapat pula pemerintahan

provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota (selanjutnya disebut pemerintahan

daerah) yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat baik dalam aspek

politik maupun ekonomi. Pemerintahan Daerah dalam hal tersebut memiliki tugas

dan kewajibannya yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Sebelum adanya terbentuknya, BUMD tersebut disebut dengan Perusahaan

Daerah dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang

Perusahaan Daerah. Namun keseriusan pemerintah dalam hal mendukung adanya

BUMD tersebut ditandai dengan terbitnya Peraturan Dalam Negeri No. 3 Tahun

1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Lahirnya BUMD tersebut tidak dapat dipisahkan dari perkembangan

terkait BUMN. Dengan adanya Undang-Undang Perusahaan Indonesia yang

Page 16: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

28

diatur dengan Staatsblad29 Tahun 1927 Nomor 419 yang menjelaskan bahwa

perusahaan-perusahaan negara baik yang berbentuk badan-badan berdasarkan

hukum perdata maupun yang berbentuk badan hukum berdasarkan hukum publik,

merupakan latar belakang suatu peraturan yang menjadikan BUMN terus

berkembang dari tahun ke tahun hingga melahirkan suatu BUMD yang berperan

besar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di tingkat daerah.

Istilah BUMD tersebut dikenal setelah diterbitkannya Permendagri No. 3

Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD yang kemudian tertuang dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian dirubah menjadi Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan dirubah

menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

yang berlaku hingga saat ini. Namun dengan adanya beberapa kali perubahan

Undang-Undang yang mengatur mengenai BUMD tersebut, peraturan yang

berlaku hingga saat ini dilatarbelakangi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.

Tahun 1950-an, bersamaan dengan peningkatan BUMN Pemerintah Pusat

juga mendorong Pemerintah Swatantra Tk I dan Tk II (saat ini disebut dengan

setingkat Provinsi dan Kabupaten) untuk mendirikan perusahaan milik Daerah

guna membantu pergerakan roda ekonomi Indonesia yang saat itu masyarakat

sangat butuhkan baik dalam hal produksi barang maupun jasa.

Dengan adanya perusahaan daerah tersebut, pada saat itu perusahaan milik

daerah tersebut pada umumnya tidak mengutamakan tujuan mencari keuntungan

29 Staatsblad adalah istilah Lembaran Negara Republik Indonesia pada masa periode

kolonial.

Page 17: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

29

semata. Namun dalam hal tersebut perusahaan daerah tersebut lebih

mengutamakan tujuan terwujudnya fungsi sosial dari perusahaan terhadap daerah,

yaitu dalam bentuk percepatan produksi dan penyaluran barang dan jasa serta

pembukaan lapangan kerja.

Dengan berjalannya perusahaan daerah tersebut, memasuki tahun 1960-an

Pemerintah Pusat menganggap perlu adanya dasar hukum mengenai perusahaan

daerah tersebut karena minimnya kontribusi terhadap pembangunan nasional.

Maka dalam hal tersebut terbit Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara (MPRS) No. I/MPRS/1960. Ketetapan tersebut terbit dalam rangka

pemberian otonomi yang riil dan luas kepada daerah-daerah dengan mengingat

kemampuan daerah masing-masing.

Hasil Perusahaan Daerah adalah salah satu pendapatan pokok di Daerah.

Berhubung dengan itu, maka selain perusahaan yang mengutamakan kemanfaatan

umum, dapat pula didirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk

menambah penghasilan Daerah, sekaligus untuk mempertinggi produksi.30

Di samping itu, untuk kepentingan pembangunan Daerah, segala

dana dan sumberdaya (funds and forces) masyarakat juga dimobilisasi dan,

oleh karena itu, koperasi dan swasta harus diikutsertakan secara aktif

dalam pendirian Perusahaan Daerah. Namun, pengikutsertaan swasta

tersebut tetap dengan pokok pikiran bahwa Perusahaan Daerah adalah

perusahaan yang modalnya untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan Daerah

yang dipisahkan. Artinya, Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang

sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah Daerah.31

Pembentukan perusahaan daerah harus memiliki motivasi yang

jelas, karena pada prinsipnya pemerintah daerah adalah bukan pelaku

usaha melainkan memiliki tanggung jawab yang utama yaitu melakukan

30 Gunawan Sumodiningrat, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, Bina

Rena Periwara, Jakarta, 2007, hlm. 8. 31 Riris Prasetyo, Sejarah BUMD, https://asetdaerah.wordpress.com/2011/07/15/sejarah-

bumd/, diakses tanggal 14 Maret 2019, pukul 13:25.

Page 18: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

30

pembangunan dan pelayanan bagi bagi masyarakat. Sementara diketahui

pelaksanaan pembangunan seperti diketahui memerlukan modal dalam

jumlah yang cukup besar dan tersedia pada waktu yang tepat.32

BUMD didirikan dengan tujuan untuk turut serta melaksanakan

pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya

untuk memenuhi kebutuhan rakyat menuju masyarakat yang adil dan makmur.33

Sesuai dengan uraian tersebut, BUMD tersebut dapat diartikan sebagai

perpanjangan tangan dari BUMN yang lebih mengutamakan pergerakan roda

ekonomi di tingkat daerah.

Untuk memenuhi tanggung jawab daerah kepada masyarakat, guna

meningkatkan kesejahteraan, maka pemerintah daerah memerlukan

keuangan daerah. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom

mampu berotonomi yaitu terletak pada kemampuan keuangan daerah.

Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan

untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan

menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.34

Hal tersebut merupakan tuntutan dari pemerintahan pusat kepada

pemerintahan daerah untuk dapat meningkatkan kemandirian daerah dalam hal

meningkatkan ekonomi Indonesia.

Selanjutnya, landasan yuridis mengenai BUMD yang berlaku hingga saat

ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 1 angka 40 UU No. 23/2014 ini menjellaskan

bahwa BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh daerah yang pendiriannya ditetapkan dengan Perarutan Daerah

32 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2004,

hlm. 1. 33 Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. 34 Adrian Sutedi, Implikasi Hukum atas Sumber Pembiayaan Daerah dalam Kerangka

Otonomi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 160.

Page 19: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

31

(disebut Perda). Pengaturan mengenai BUMD dalam UU No. 23/2014 ini dimulai

dari Pasal 331. Dalam Pasal 331 dapat kita pahami bahwa Pemerintah Daerah

tidak harus memiliki BUMD, namun BUMD dapat menjadi pertimbangan bagi

daerah untuk menjadi sarana dalam rangka memberikan pelayanan bagi

masyarakat.

Dalam UU No.23/2014 ini menjelaskan bahwa BUMD terbagi menjadi 2

(dua) jenis kegiatan usaha, yaitu:

1) Perusahaan Umum Daerah (disebut dengan Perumda), diatur dalam

Pasal 334 s/d Pasal 338:

a) Permodalan

Perumda adalah BUMD yang seluruh modalnya dimiliki oleh satu

daerah dan tidak terbagi atas saham. Dalam hal Perumda akan

dimiliki oleh lebih dari satu daerah, perumda tersebut harus

merubah bentuk hukum menjadi Perseroda. Perumda juga dapat

membentuk anak perusahaan dan/atau memiliki saham pada

perusahaan lain.

b) Organ

Perumda terdiri atas:

(1) Kepala daerah selaku wakil daerah sebagai pemilik modal;

(2) Direksi; dan

(3) Dewan pengawas.

c) Laba

Laba Perumda ditetapkan oleh kepala daerah selaku wakil daerah.

Laba yang menjadi hak daerah disetor ke kas daerah setelah

Page 20: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

32

disahkan oleh kepala daerah sebagai pemilik modal. Laba tersebut

dapat ditahan atas persetujuan kepala daerah, dengan tujuan

reinvestment berupa penambahan, peningkatan, dan perluasan

prasarana dan sarana pelayanan fisik dan nonfisik serta untuk

peningkatan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas pelayanan umum,

pelayanan dasar, dan usaha perintisan.

d) Restrukturisasi

Perumda dapat melakukan restruksturisasi untuk menyehatkan

perusahaan umum Daerah agar dapat beroperasi secara efisien,

akuntabel, transparan, dan profesional.

e) Pembubaran Perumda

Pembubaran Perumda ditetapkan dengan Perda. Kekayaan

perumda yang dibubarkan menjadi hak daerah dan dikembalikan

kepada daerah.

2) Perusahaan Perseroan Daerah (disebut dengan Perseroda), diatur dalam

Pasal 339 s/d Pasal 342:

a) Permodalan

Perseroda adalah BUMD yang berbentuk perseroan terbatas yang

modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit

51% sahamnya dimiliki oleh satu daerah. Setelah pendiriannya

ditetapkan dengan Perda, Selanjutnya pembentukan badan

hukumnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan mengenai perseroan terbatas.

Page 21: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

33

Modal Perseroda terdiri dari saham-saham, dalam hal pemegang

saham perusahaan perseroan daerah terdiri atas beberapa daerah

dan bukan daerah, salah satu daerah merupakan pemegang saham

mayoritas. Perseroda dapat membentuk anak perusahaan dan/atau

memiliki saham pada perusahaan lain. Pembentukan anak

perusahaan tersebut didasarkan atas analisa kelayakan investasi

oleh analis investasi yang profesional dan independen.

b) Organ

Perseroda terdiri atas:

(1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);

(2) Direksi; dan

(3) Komisaris.

c) Pembubaran Perseroda dapat dibubarkan dan kekayaan Perseroda

yang dibubarkan menjadi hak daerah dan dikembalikan kepada

daerah. UU No. 23 Tahun 2014 juga memaparkan unsur-unsur

yang harus diatur pada ketentuan lebih lanjut terkait pengelolaan

BUMD setidaknya harus memuat:

(4) tata cara penyertaan modal;

(5) organ dan kepegawaian;

(6) tata cara evaluasi;

(7) tata kelola perusahaan yang baik;

(8) perencanaan, pelaporan, pembinaan, pengawasan;

(9) kerjasama;

(10) penggunaan laba;

Page 22: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

34

(11) penugasan Pemerintah Daerah;

(12) pinjaman;

(13) satuan pengawas intern, komite audit dan komite lainnya;

(14) penilaian tingkat kesehatan, restrukturisasi, privatisasi;

(15) perubahan bentuk hukum;

(16) kepailitan; dan

(17) penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

Pendirian BUMD sesuai dalam UU No. 23/2014 ini memiliki tujuan yaitu

untuk:

1) Memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada

umumnya;

2) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat

sesuai kondisi, karakteristik, dan potensi daerah yang bersangkutan

berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik; serta

3) Memperoleh laba dan/atau keuntungan.

Dalam hal modal pendirian BUMD tersebut terdiri dari penyertaan modal

daerah, pinjaman, hibah, dan sumber modal lainnya yang terdiri dari kapitalisasi

cadangan, keuntungan revaluasi aset, dan agio saham. Penyertaan modal ini harus

ditetapkan dalam Perda.

Dengan adanya uraian diatas mengenai peraturan yang mengatur tentang

lahirnya BUMD ini maka dapat disimpulkan dalam tabel sebagai berikut:

Page 23: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

35

Tabel 2.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang BUMD

Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1962

1. Perusahaan Daerah merupakan badan hukum

yang didirikan dengan Peraturan Daerah yang

mulai berlaku setelah disahkan instansi atasan.

Permendagri Nomor 3

Tahun 1998 tentang

Bentuk Hukum Badan

Usaha Milik Daerah

1. Telah ditetapkan yang mulanya Perusahaan

Daerah kini menjadi Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD).

2. Dapat mendirikan Perseroan Terbatas dan

Perusahaan Daerah.

Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah

1. BUMD diatur dalam Pasal 331 s/d Pasal 343

UU No. 23/2014.

2. BUMD ditetapkan dengan Perda.

3. BUMD dapat mendirikan Perusahaan Umum

Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan

Daerah (Perseroda).

4. Ketentuan pendirian BUMD diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

2.2. Hasil Penelitian dan Analisa

2.2.1. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

H.A.W. Widjaja menyatakan bahwa desa adalah sebagai kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-

Page 24: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

36

usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai

Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.35

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa sebagai dasar hukum pertama yang mengatur mengenai desa

tersebut menjelaskan bahwa desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh

sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung

di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam

ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian pada tahun 1999 dasar hukum mengenai desa tersebut kembali

diperbaharui dengan disah-kannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten.

Tidak berhenti pada tahun tersebut, setelah beberapa tahun akhirnya

pemerintah menanggapi serius dalam hal dasar hukum pengaturan mengenai desa

tersebut, pada tahun 2014 pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 tentang Desa yang berlaku hingga saat ini. Dalam UU Desa tersebut

menjelaskan bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan

nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

35 H.A.W. Widjaja, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa menurut Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1979, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 3.

Page 25: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

37

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Maka dalam hal tersebut desa adalah masyarakat hukum yang memiliki

wilayah sediri dan memiliki pemerintahan desa sendiri yang memiliki hak

tradisional serta hak asal usul yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Indonesia.

Dengan diterbitkannya UU Desa No. 6/2014 yang mengandung asas

rekognisi-subsidaritas ini menuntut desa untuk dapat mengurus rumah tangganya

sendiri. Hal tersebut menunjukkan pada Pemerintah Desa berwenang untuk

mendirikan BUMDes yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan gotong-

royong yang dapat bergerak di bidang ekonomi, pedagangan, pelayanan jasa

maupun pelayanan umum lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Namun dalam hal tersebut BUMDes ini tidak hanya mengejar keuntungan

keuangannya saja. BUMDes ini juga mendukung peningkatan kesejahteraan

masyarakat desa. Sumber pendanaan BUMDes ini juga dibantu oleh Pemerintah,

Pemerintah daerah provinsi, Pemerintah daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah

desa. Pemerintah mendorong BUMDes dengan memberikan hibah dan atau akses

permodalan, melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar, dan

memprioritaskan BUMDes dalam pengelolaan sumber daya alam di desa.

Selain itu kewenangan desa yang diatur dalam UU Desa No. 6/2014

meliputi:

Page 26: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

38

b. Kewenangan berdasarkan hak asal-usul;

c. Kewenangan lokal berkala desa;

d. Kewenangan yang ditugaskan pemerintah daerah provinsi, pemerintah

kota/kabupaten kota;

e. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah Kabupaten/Kota

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendirian BUMDes yang didasarkan oleh tujuan utama BUMDes sesuai

dengan UU Desa, yaitu:

1. Meningkatkan perekonomian desa.

2. Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa.

3. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi

desa.

4. Menembangkan rencana kerjasama usaha antar desa dan/atau dengan

pihak ketiga.

5. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan

layanan umum warga.

6. Membuka lapangan kerja.

7. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan

umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa.

8. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan asli desa.

Chabib Soleh menjelaskan bahwa pendirian BUMDes memiliki beberapa

asas yang perlu dipenuhi, yaitu:36

36 Chabib Soleh, Dialektika Pembangunan dengan Pemberdayaan, Fokus Media,

Bandung, 2014, hlm. 83-84.

Page 27: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

39

a) Asas Kesukarelaan, maksudnya keterlibatan seseorang dalam kegiatan

pemberdayaan melalui kegiatan BUMDes yang harus dilakukan tanpa

adanya paksaan, tetapi atas dasar keinginannya sendiri yang didorong

oleh kebutuhan untuk memperbaiki dan memecahkan masalah

kehidupan yang dirasakannya.

b) Asas Kesetaraan, maksudnya semua pihak pemangku kekuasaan yang

berkecimpung di BUMDes memiliki kedudukan dan posisi yang

setara, tidak ada yang tinggikan dan tidak ada yang direndahkan.

c) Asas Musyawarah, maksudnya semua pihak diberikan hak untuk

mengemukakan gagasan atau pendapatnya dan saling menghargai

perbedaan pendapat. Dalam pengambilan keputusan harus dilakukan

musyawarah untuk mencapai mufakat.

d) Asas Keterbukaan, dalam hal ini semua yang dilakukan dalam kegiatan

BUMDes dilakukan secara terbuka, sehingga tidak menimbulkan

kecurigaan, dan menumpuk rasa saling percaya, sikap jujur dan saling

peduli satu sama lain.

Pendirian BUMDes tersebut yang merujuk pada Permendesa No. 4 Tahun

2015 ini menjelaskan bahwa sifat usaha dari BUMDes tersebut adalah Badan

Usaha yang mekanisme pembentukkannya berdasarkan musyawarah desa, yang

dapat membentuk kegiatan usaha yaitu Perseroan Terbatas dan Lembaga

Keuangan Mikro.

Maka dalam hal tersebut terdapat beberapa aspek yang dapat

dipertimbangkan dalam mendirikan BUMDes, yaitu:

1. Inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa;

2. Potensi usaha ekonomi desa;

3. Sumberdaya alam desa;

4. Sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa;

5. Penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan

kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari

usaha BUM Desa.

Inisiatif Pemerintah Desa yang dimaksud dalam hal tersebut merupakan

sosialisasi kepada masyarakat desa yang dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD

Page 28: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

40

(Badan Permusyawaratan Desa), KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa)

baik secara langsung maupun bekerja sama dengan berbagai pihak misalnya,

pendamping desa yang berkedudukan di kecamatan/kabupaten ataupun dengan

pihak ketiga (LSM atau organisasi kemasyarakatan). Hal tersebut merupakan

langkah awal yang bertujuan agar masyarakat desa mengerti dan memahami

mengenai BUMDes tersebut.

Tata cara pendirian BUMDes yang dibuka dengan musyawarah desa

tersebut harus memuat beberapa aspek, yaitu:

1. Pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial

budaya masyarakat;

2. Organisasi pengelola BUM Desa;

3. Modal usaha BUM Desa;

4. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga BUM Desa.

Kemudian setelah diterbitkannya hasil musyawarah desa tersebut, perlu

adanya menetapkan peraturan desa tentang pendirian BUMDes tersebut yang

kemudian lahirlah sebuah BUMDes sesuai dengan peraturan yang berlaku

tersebut.

Dari pendirian BUMDes tersebut sesuai dengan Permendesa No. 4/2015

menjelaskan beberapa tipe atau klasifikasi jenis usaha BUMDes, yaitu:

1) Bisnis Sosial (social business) dan Pelayanan Umum (serving)

Yaitu suatu tipe yang melakukan pelayanan kepada warga sehingga

warga desa mendapaatkan manfaat sosial yang besar. Contoh pada tipe

tersebut adalah seperti usaha air minum desa, usaha listrik desa,

pengolahan sampah, dsb.

Page 29: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

41

2) Bisnis Penyewaan (renting)

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha penyewaan guna untuk

memudahkan warga mendapatkan berbagai kebutuhan peralatan

maupun perlengkapan yang dibutuhkan. Contoh dari tipe tersebut

adalah seperti alat transportasi, gedung, rumah atau toko, tanah milik

BUMDes, dsb.

3) Usaha Perantara (brokering)

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha menghubungkan

komoditas pertanian dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan

menjual produk mereka ke pasar. Contoh dari tipe usaha ini adalah

seperti jasa pembayaran listrik, desa mendirikan pasar desa untuk

memasarkan produk-produk yang dihasilkan masyarakat, dsb.

4) Perdagangan (trading)

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha penjualan barang atau

jasa yang dibutuhkan masyaakat yang selama ini tidak bias dilakukan

warga secara perorangan. Contoh dari tipe usaha ini adalah seperti

pabrik es, hasil pertanian, sarana produksi pertanian, pom bensin bagi

para nelayan, dsb.

5) Bisnis Keuangan (financial business)

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha yang dapat membangun

lembaga keuangan untuk membantu warga mendapatkan akses modal

dengan cara yang mudah dengan bunga yang kecil.

6) Usaha Bersama (holding)

Page 30: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

42

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha dimana BUMDes sebagai

induk dari unit-unit usaha yang ada didesa, dimana masing-masing unit

yang berdiri sendiri-sendiri ini, diatur dan ditata sinerginya oleh

BUMDes agar tumbuh usaha bersama. Contoh dari tipe usaha ini

adalah seperti “desa wisata” yang mengorganisir berbagai jenis usaha

dari kelompok masyarakat seperti makanan, kerajinan, sajian wisata,

kesenian, dsb.

Selanjutnya, dalam Permendesa No. 4/2015 menjelaskan bahwa BUMDes

dapat membentuk unit usaha, yaitu:

1) Perseroan Terbatas, yaitu sebagai persekutuan modal, dibentuk

berdasarkan perjanjian, dan melalukan kegiatan usaha dengan modal

yang sebagian besar dimiliki oleh BUMDes, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas (Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).

2) Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dengan andil BUMDes sebesar

60% sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga

keuangan mikro (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang

Lembaga Keuangan Mikro).

Disisi lain dalam hal pengelolaan BUMDes memiliki beberapa prinsip,

yaitu:37

1) Kooperatif, yaitu semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes

harus mampu melakukan kerjasama yang baik demi pengembangan

dan kelangsungan hidup usahanya.

37 Departemen Pendidikan Nasional, Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik

Desa, Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, Universitas Brawijaya, 2007, hlm. 13.

Page 31: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

43

2) Partisipatif, yaitu semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes

harus bersedia secara sukarela atau diminta memberikan dukungan dan

kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha BUMDes.

3) Emansipatif, yaitu semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes

harus diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan

agama.

4) Transparan, yaitu aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan

masyarakat umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan

masyarakat dengan mudah dan terbuka.

5) Akuntabel, yaitu seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggung

jawabkan secara teknis maupun administratif.

6) Sustainabel, yaitu kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan

dilestarikan oleh masyarakat dalam wadah BUMDes.

Dalam hal modal pendirian BUMDes tersebut diatur dalam Permendesa

No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurursan dan Pengelolaan, dan

Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Dalam Permendesa No. 4/2015 tersebut

menjelaskan bahwa modal awal BUMDes tersebut dapat bersumber dari APB

Desa. Kemudian modal BUMDes tersebut terdiri atas:

a) Penyertaan Modal Desa

Penyertaan modal desa yang dimaksud dalam hal merupakan kekayaan

desa yang dipisahkan yang berasal dari APB Desa yaitu neraca dan

pertanggungjawaban pengurusan BUMDes dipisahkan dari neraca dan

pertanggungjawaban pemeritah desa. Kemudian, penyertaan modal

desa ini adalah dapat terdiri atas hibah dari pihak swasta, lembaga

sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang

disalurkan melalui mekanisme APB Desa; bantuan Pemerintah,

Pemerintah DaerahProvinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

yang dialurkan melalui mekanisme APB Desa; kerjasama usaha dari

pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau

lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif desa dan

disaurkan melalui mekanisme APB Desa; aset desa yang diserahkan

Page 32: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

44

kepada APB Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan tentang aset desa.

b) Penyertaan Modal Masyarakat Desa

Penyertaan modal masyarakat desa yang dimaksud dalam hal tersebut

adalah berasal dari tabungan masyarakat dan atau simpanan

masyarakat.

Sesuai dengan Permendesa No. 4/2015 tersebut menjelaskan struktural

organisasi BUMDes berserta dengan tugas dan wewenangnya, yaitu:

1) Penasihat

Dalam hal tersebut penasihat dijabat secara ex officio oleh Kepala

Desa yang bersangkutan. Penasihat tersebut memiliki kewajiban untuk

memberikat nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam

melaksanakan pengelolaan BUMDes; memberikan saran dan pendapat

mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUMDes;

serta mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUMDes.

Penasihat dalam hal tersebut juga berwenang untuk meminta

penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang

menyangkut pengelolaan usaha desa serta melindungi usaha desa

terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUMDes.

2) Pelaksana Operasional

Tugas dari pelaksana operasional ini adalah mengurus dan

mengelola BUMDes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga ataupun pelaksana operasional dapat menunjuk

anggota pengurus sesuai dengan kapasitas bidang usaha, khususnya

Page 33: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

45

dalam mengurus pencatatan dan administrasi usaha dan fungsi

operasional bidang usaha. Pelaksana operasional tersebut memiliki

kewajiban untuk melaksanakan dan mengembangkan BUMDes agar

menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau

pelayanan umum masyarakat desa; menggali dan memanfaatkan

potensi usaha ekonomi desa untuk meningkatkan pendapatan asli desa;

serta melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian

desa lainnya.

Disamping itu, pelaksana operasional tersebut berwenang untuk

membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUMDes setiap

bulan; membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unti usaha

BUMDes setiap bulan; serta memberikan laporan perkembangan unit-

unit usaha BUMDes kepada masyarakat desa melalui musyawarah

desa sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.

3) Pengawas

Pengawas dalam hal tersebut mewakili kepentingan masyarakat

yang mempunyai kewwajiban untuk menyelenggarakan Rapat Umum

untuk membahas kinerja BUMDes sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun

sekali.

Pegawas dalam hal tersebut memiliki susunan sebagai berikut:

a) Ketua;

b) Wakil ketua merangkap anggota;

c) Sekertaris merangkap anggota;

d) Anggota.

Page 34: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

46

Disamping itu, pengawas berwenang untuk menyelenggarakan

Rapat Umum Pengawas untuk pemilihan dan pengangkatan

pengurus; penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari

BUMDes; serta pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap

kinerja pelaksana operasional.

2.2.2. Status Hukum BUMDes

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pada dasarnya pola kegiatan

ekonomi yang beraku di Indonesia perlu memiliki status badan hukum guna

kelancaran berjalannya kegiatan usaha tersebut serta mendapatkan perlindungan

hukum yang konsisten. Pembangunan ekonomi yang diselenggarakan oleh suatu

negara bangsa dewasa ini harus dilihat sebagai upaya terencana, terprogram,

sistematik, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan mutu

hidup seluruh warga masyarakat.38

Lahirnya BUMDesa yang didasarkan sesuai dengan Pasal 213 Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yang menjelaskan

bahwa desa dapat mendirikan badan usaha milik desa yang berpedoman pada

peraturan perundang-undangan yang kemudian dalam penjelasan Pasal 213

tersebut menjelaskan bahwa BUMDes adalah badan hukum. Dalam hal tersebut

dapat kita pahami bahwa perlu adanya peraturan hukum yang konkrit yang

mengatur mengenai status hukum BUMDes.

Maka dalam hal tersebut adanya beberapa landasan yuridis mengenai

status hukum BUMDes tersebut. Pertama, dalam UU Desa Pasal 87 menjelaskan

38 Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya,

Cet.4, Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hlm. 77.

Page 35: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

47

bahwa desa dapat mendirikan BUMDes yang dikelola dengan semangat

kekeuargaan dan kegotongroyongan serta dapat menjalankan usaha dibidang

ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Selanjutnya dalam UU Desa tersebut menjelaskan bahwa pendirian

BUMDes tersebut lebih lanjut di atur dalam Peraturan Desa. Hal ini diharapkan

bahwa adanya peraturan yang lebih konkrit dalam Peraturan Desa. Kedua, dalam

PP No. 43 Tahun 2014 pada dasarnya dalam peraturan tersebut menjelaskan lebih

banyak mengenai BUMDes dalam Pasal 132 s/d Pasal 142. Namun peraturan

mengenai status hukum BUMDes dalam Pasal 142 menjelaskan bahwa pendirian,

pengurusan dan pengelolaan serta pembubaran BUMDes diatur dalam Peraturan

Menteri. Tidak hanya berhenti pada PP No. 43/2014, adanya perubahan peraturan

yaitu dalam PP No. 47 Tahun 2015 yang kemudian kembali adanya perubahan

peraturan dalam PP No. 11 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan atas UU

Desa. Namun dengan adanya beberapa perubahan tersebut mengenai pendirian

BUMDes serta status hukum BUMDes kembali tidak dijelaskan secara konkrit.

Peraturan mengenai status hukum serta pendirian BUMDes tersebut tetap

menjelaskan bahwa peraturan pendirian BUMDes tersebut mengacu pada

Peraturan Menteri. Ketiga, dalam Permendesa No. 4 Tahun 2015 yang mengatur

tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha

Milik Desa, menjelaskan mengenai tata cara pendirian BUMDes seperti yang

telah diuraikan dalam kajian sebelumnya. Dalam Permendesa No. 4/2015 ini

dalam Pasal 7 menjelaskan bahwa BUMDes dapat terdiri dari unit-unit usaha yang

berbadan hukum. Unit-unit usaha tersebut meliputi Perseroan Terbatas dan

Lembaga Keuangan Mikro. Yang kemudian pengaturan mengenai status hukum

Page 36: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

48

BUMDes tersebut dalam Permendesa No. 4/2015 menjelaskan bahwa selanjutnya

pedoman pendirian BUMDes diatur dalam Peraturan Desa.

Maka dalam hal tersebut penulis akan menguraikan mengenai status

hukum BUMDes dalam 2 (dua) pandangan. Pertama, berdasarkan Teori

Penetapan Dasar Hukum Pendiriannya yaitu status badan hukum secara otomatis

ada sejak dasar hukum pendirian suatu badan hukum diberlakukan. Dalam hal

tersebut BUMDes memperoleh status badan hukum dengan adanya diterbitkan

Peraturan Desa yang mengatur mengenai pendirian BUMDes tersebut. Hal ini

dijelaskan dalam Pasal 88 UU No.6/2014 jo Pasal 132 PP No.43/2014 yang

menjelaskan bahwa BUMDes memperoleh status badan hukum ketika disahkan-

nya Peraturan Desa tentang pendirian BUMDes tersebut. Dengan adanya

Peraturan Desa tersebut akan menjelaskan mengenai pendirian BUMDes serta

diharapkan akan mengatur mengenai status hukum BUMDes tersebut. Kedua,

berdasarkan dengan Teori Persetujuan (Approval Theory) dalam tulisan yang

berjudul “The Mediational Approval Theory of Law in American Legal Realism”

yang ditulis oleh F. S. C. Northrop menuliskan bahwa:39

“by the approval theory of will be meant any theory of law which

rests upon the approval theory of ethics. The approval theory of ethics

may be defined as follows: The sentences “x is good” and “p approves of

x” are mutually substitutable the one for the other. The dependence of

Anglo-American legal positivism upon the approval theory of ethics has

been generally recognized.”

Dari teori persetujuan ini menjelaskan bahwa dari teori persetujuan dalam

lingkup ilmu hukum akan bertumpu pada etika teori persetujuan. Dalam uraian

diatas mengibaratkan dalam kata “x adalah baik” yang kemudian “p menyetujui

39

https://heinonline.org/HOL/LandingPage?handle=hein.journals/valr44&div=38&id=&page=&t=1

556127240, diakses pada tgl. 25 April 2019, pukul 21:33.

Page 37: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

49

x”. Ketergantungan positivisme hukum Anglo-American atas teori persetujuan ini

pada umumnya telah diakui. Teori ini mengacu pada pentingnya persetujuan dari

Pemerintah berserta dengan Kementerian yang berwenang dalam pengesahan

status hukum tersebut.

Maka dalam hal tersebut penulis menganggap bahwa status hukum

BUMDes ini semestinya mengacu pada Teori Persetujuan. Sesuai dengan teori

persetujuan ini badan hukum lahir sejak proses pendiriannya disetujui oleh

Pemerintah atau negara, seperti yang sudah berlaku saat ini yaitu untuk PT,

Koperasi, Yayasan, Perusahaan Perseroan/Persero, Perusahaan Perseroan

Daerah/Persero Daerah. Karna pada dasarnya BUMDes ini diharapkan dapat

berjalan dengan optimal sehingga pengelolaan BUMDes ini dapat setara

kinerjanya dengan BUMN serta BUMD. Karna dalam hal tersebut BUMN

maupun BUMD disahkan dengan adanya Peraturan Pemerintah dan pengesahan

dari Kementerian Hukum & HAM (selanjutnya disebut Kemenkumham). Hal ini

membuktikan bahwa dengan adanya persetujuan dari Kemenkumham ini akan

menjadi dasar hukum. Maka dalam hal tersebut sesuai dengan teori persetujuan ini

menunjukkan bahwa pentingnya adanya persetujuan antara kedua belah pihak.

Apabila teori ini tidak diterapkan pada pendirian BUMDes maka pendiriannya

tidak dapat dikatakan sah. Memang pada dasarnya dengan adanya UU Desa ini

menuntut desa untuk dapat mengurus rumah tangga sendiri namun dalam hal

pendirian BUMDes, layaknya seperti BUMN dan BUMD penting adanya

pengakuan serta persetujuan sahnya BUMDes dari pihak Pemerintah maupun

Kemenkumham berdasarkan teori persetujuan tersebut. Maka apabila adanya

peraturan yang menjadi dasar hukum bahwa BUMDes ini merupakan badan

Page 38: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

50

hukum yang akan disahkan oleh Kemenkumham layaknya BUMN dan BUMD ini

maka BUMDes pada dasarnya dapat disebut sebagai badan hukum. Disamping itu

pentingnya penerapan teori persetujuan ini dalam pengesahan status hukum

BUMDes ini memiliki peran penting pula pada teori badan hukum yaitu badan

hukum merupakan rechtperson yang memiliki wewenang untuk mewakili suatu

badan usaha baik diluar pengadilan maupun di dalam pengadilan. Selanjutnya

pentingnya status badan hukum ini dapat kita lihat dalam KUHPerdata yang

mengenal adanya 2 (dua) macam subjek hukum, yaitu:

a) Dalam Pasal 1329 KUHPer yang menjelaskan bahwa tiap orang

berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak

cakap untuk hal itu. Hal tersebut dapat disebut dengan Natuurlijke

Persoon (natural person) yaitu manusia pribadi.

b) Dalam Pasal 1654 KUHPer menjelaskan bahwa semua badan hukum

yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa

untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa mengurangi

perundang-undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya

atau menundukkanya kepada tata cara tertentu. Hal tersebut dapat

disebut dengan Rechtpersoon (legal entity) yaitu badan atau

perkumpulan yang didirikan dengan sah yang dapat melakukan

perbuatan-perbuatan perdata.

Apabila status hukum BUMDes ini menerapkan pada pandangan bahwa

status hukum BUMDes diatur dalam Peraturan Desa dengan mengesampingkan

dan tidak menerapkan teori persetujuan maka dalam hal tersebut BUMDes ini

tidak dapat disebut bahwa BUMDes merupakan badan hukum. Karna pada

Page 39: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

51

dasarnya BUMDes ini merupakan salah satu bagian dari pola ekonomi yang

berlaku di Indonesia guna menggerakkan perekonomian Indonesia yang

seharusnya setara atau dalam hal lain sama dengan BUMN dan BUMD maka

seharusnya peraturan yang berlaku serta status hukumnya diatur sedemikian rupa

sama dengan BUMN dan BUMD pula. Dengan adanya perbedaan dalam hal

peraturan status hukum BUMDes ini apabila status hukum BUMDes diatur

dengan diterbitkannya Peraturan Desa yang kemudian tidak berkekuatan hukum

dalam hal sahnya menjadi badan hukum, maka teori badan hukum tidak dapat

diterapkan dalam BUMDes ini karena apabila ditinjau dari teori badan hukum

BUMDes ini tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang kemudian dalam hal

tersebut BUMDes ini tidak dapat mendirikan Perseroan Terbatas dan LKM. Karna

BUMDes ini bukanlah suatu subjek hukum maka tidak dapat pula menjadi subjek

hukum yang mewakili badan usaha yang dapat melakukan perbuatan hukum baik

diluar pengadilan maupun di dalam pengadilan. Hal ini tidak memenuhi salah

satu unsur teori badan hukum dalam hal adanya pengesahan dari negara. yang

kemudian unsur teori badan hukum itu harus memenuhi beberapa unsur yaitu:

a) Adanya harta kekayaan;

b) Adanya tujuan;

c) Adanya kepentingan sendiri (dalam hal badan usaha);

d) Punya pengurus/organ;

e) Adanya pengesahan dari negara.

Yang kemudian adanya perbedaan dari ketiga pola ekonomi di Indonesia

ini dapat simpulkan dalam tabel sebagai berikut:

Page 40: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

52

Tabel 3.

Perbedaan ketiga kegiatan ekonomi di Indonesia dalam aspek yuridis.

BUMN BUMD BUMDes

Pengesahan Oleh Kementerian

Hukum & HAM.

Oleh Kementerian

Hukum & HAM.

Melalui pengesahan

terbitnya Peraturan

Desa tentang

Pendirian BUMDes

yang disahkan oleh

Menteri Dalam

Negeri oleh Ditjen

bina Pemerintahan

Desa.

Tujuan

Pendirian

Mengejar

Keuntungan.

Mengejar

Keuntungan.

Meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat desa.

Kegiatan

Usaha

Perseroan Terbatas

& Perusahaan

Umum.

Perseroan Terbatas

& Perusahaan

Umum.

Perseroan Terbatas

& Lembaga

Keuangan Mikro

(LKM).

Kemudian letak ambiguitas status hukum BUMDes tersebut terletak pada

kerugian BUMDes tersebut yang diatur dalam Pasal 139 PP No. 43/2014 yang

menjelaskan bahwa kerugian yang dialami oleh BUMDes menjadi tanggung

Page 41: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

53

jawab pelaksana operasional BUMDes. Yang kemudian dalam Pasal 132 angka 6

menjelaskan bahwa pelaskana operasional merupakan perseorangan yang diangkat

dan diberhentikan oleh kepala desa. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 1661

KUHPer yang menjelaskan bahwa para anggota badan hukum sebagai

perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjian-perjanjian perkumpulannya.

Semua hutang perkumpulan itu hanya dapat dilunasi dengan harta benda

perkumpulan.

Maka dalam hal tersebut dengan adanya ambiguitas dalam status hukum

BUMDes ini maka penulis beranggapan bahwa BUMDes tidak dapat di katakan

sebagai badan hukum karena tidak memenuhinya beberapa unsur teori badan

hukum sesuai dengan uraian diatas yaitu dalam hal pengesahan oleh negara,

tujuan utama dari BUMDes itu sendiri yang merupakan mensejahterakan

masyarakat desa bukanlah mengejar keuntungan semata-mata, dan kerugian yang

BUMDes yang merupakan tanggung jawab perseorangan yang bertentangan

dengan KUHPer.

Disamping itu timbul adanya alasan mengapa BUMDes yang berlaku saat

ini diatur sedemikian yang telah diuraikan diatas tersebut yaitu dilatarbelakangi

oleh filosofi BUMDes itu sendiri yaitu pada dasarnya merupakan badan usaha

namun bukan semata-mata mencari keuntungan tetapi juga punya muatan

pelayanan kepada masyarakat dan menjalankan upaya pemberdayaan masyarakat

dan menggerakkan ekonomi desa. Yang kemudian didukung kembali dalam UU

Desa yang menjelaskan bahwa BUMDes ini pada dasarnya tidak dapat disamakan

dengan badan hukum lainnya seperti Perseroan Terbatas atau CV dikarenakan

BUMDes juga mempunyai tujuan mensejahterakan masyarakat desa.

Page 42: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

54

Maka dalam hal tersebut timbul adanya tidak bertumbuhnya BUMDes itu

sendiri. Seperti yang dilansir dalam berdesa.com, Kementerian Desa

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada Juli 2018 yang

menjelaskan bahwa jumlah BUMDes di seluruh Indonesia mencapai 35 ribu dari

74.910 desa di seluruh bumi nusantara. Jumlah itu lima kali lipat dari target

Kementrian Desa yang hanya mematok 5000 BUMDes. Namun hal tersebut

masih dapat ditemukan permasalahan dalam pendirian BUMDes tersebut.

berbagai data menyebut bahwa sebagian besar BUMDes masih sebatas berdiri dan

belum memiliki aktivitas usaha yang menghasilkan. Sebagian lagi malah layu

sebelum berkembang karena masih ‘sedikitnya’ pemahaman BUMDes pada

sebagian besar kepala desa.

Ada beragam masalah yang membuat ribuan BUMDes belum tumbuh

sebagaimana harapan. Pertama, karena wacana BUMDes bagi banyak desa baru

masih seumur jagung terutama sejak disahkannya UU Desa No. 6 Tahun 2014

tentang Desa. Kedua, selama bertahun-tahun desa adalah struktur pemerintahan

yang berjalan atas dasar instruksi dari lembaga di atasnya. Hampir semua yang

diurus Kepala Desa dan pasukan perangkatnya berpusat pada masalah

administrasi. Kalaupun desa mendapatkan porsi membangun, anggaran yang

mengucur boleh dikatakan sebagai ‘sisanya-sisa’. Maka lahirnya UU Desa

membuat Kepala Desa dan jajaran-nya membutuhkan waktu untuk mempelajari

Undang undang dan berbagai peran dan tanggung jawab baru berkaitan dengan

datangnya BUMDes di desanya. Pengesahan UU Desa adalah titik balik sejarah

bagi desa di Indonesia. Desa yang selama ini hidup hanya sebagai obyek dan

dianggap hanya cukup menjalankan instruksi saja, berubah total.

Page 43: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

55

Dari fakta tersebut penulis menganggap bahwa perlunya dasar hukum

mengenai pendirian BUMDes tersebut dapat berdampak pada pengelolaan

BUMDes. Dalam fakta tersebut terhambatnya perkembangan BUMDes

dikarenakan oleh beberapa faktor namun salah satunya merupakan karena

peraturan desa yang mulanya desa merupakan struktur pemerintahan yang

berjalan atas dasar instruksi dari lembaga diatasnya, saat ini menjadi desa dituntut

untuk dapat mengurus rumah tangganya sendiri serta mewujudkan desa yang

mandiri membuat perangkat desa membutuhkan waktu untuk memahami

wewenang serta tanggung jawab barunya sesuai dengan berlakunya UU Desa

tersebut. Maka dalam hal tersebut perlu adanya peraturan yang mengatur

mengenai kejelasan pendirian BUMDes yang konkrit.

Maka dalam hal tersebut dengan kurangnya peraturan mengenai status

hukum BUMDes ini akan menimbulkan beberapa implikasi, yaitu:

a) Dalam hal pengelolaan, kurangnya peraturan mengenai badan hukum

BUMDes ini pada dasarnya membuat BUMDes tidak dapat

mendirikan kegiatan usaha Perseroan Terbatas dan LKM. Hal ini

didasarkan pada teori badan hukum yang tidak terpenuhi oleh

BUMDes sesuai UU BUMDes serta Permendesa No. 4/2015. Apabila

BUMDes bukanlah badan hukum maka BUMDes bukanlah suatu

subjek hukum yang dapat mewakili badan usaha dalam melakukan

perbuatan hukum.

b) Dengan adanya era persaingan pasar bebas saat ini, BUMDes dapat

dikatakan akan kalah bersaing dalam pasar bebas tersebut. Sebagai

lembaga legal yang menutut desa untuk dapat mensejahterakan

Page 44: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 2.1. Tinjauan …

56

rakyatnya serta dapat melahirkan keunggulan lokal tersebut, baiknya

status hukum pendirian BUMDes yang sebagai fondasi lahirnya badan

usaha tersebut memiliki peraturan yang jelas.