bab ii geologi regional bayat
TRANSCRIPT
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Kondisi Umum Kecamatan Bayat
Lokasi daerah Bayat berada ± 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta.
Secara umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di
sebelah utara Kampus Lapangan terutama di sisi utara jalan raya Kecamatan
Wedi yang disebut sebagai area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area di
sebelah selatan Kampus Lapangan yang merupakan wilayah Pegunungan
Selatan (Southern Mountains).
2.2 Kondisi Geomorfologi
A. Perbukitan Jiwo
Perbukitan Jiwo merupakan inlier dari batuan Pre-
Tertiary dan Tertiary di sekitar endapan Quartenary, terutama terdiri dari
endapan fluvio-volcanic yang berasal dari G. Merapi. Elevasi tertinggi dari
puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di atas muka air laut,
sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu perbukitan rendah.
Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan
Jiwo Timur yang keduanya dipisahkan oleh Sungai Dengkeng
secara antecedent. Sungai Dengkeng sendiri mengalir mengitari komplek
Jiwo Barat, semula mengalir ke arah South-Southwest, berbelok ke
arah East kemudian ke North memotong perbukitan dan selanjutnya
mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering
utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo. Pembagian fisiografi
daerah Bayat di mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh
Sungai Dengkeng.
Dataran rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat
air yang mengalir dari lembah G. Merapi tertahan oleh Pegunungan
Selatan. Genangan air ini, di utara Perbukitan Jiwo mengendapkan pasir
yang berasal dari lahar. Sedangkan di selatan atau pada bagian lekukan
antar bukit di Perbukitan Jiwo merupakan endapan air tenang yang berupa
lempung hitam, suatu sedimen Merapi yang subur ini dikeringkan
(direklamasi) oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan daerah
perkebunan. Reklamasi ini dilakukan dengan cara membuat saluran-
saluran yang ditanggul cukup tinggi sehingga air yang datang dari arah G.
Merapi akan tertampung di sungai sedangkan daerah dataran rendahnya
yang semula berupa rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang
digunakan untuk perkebunan. Sebagian dari rawa yang semula luas itu
disisakan di daerah yang dikelilingi Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di
Jiwo Barat, dikenal sebagai Rawa Jombor. Rawa yang disisakan itu
berfungsi sebagai tendon untuk keperluan irigasi darah perkebunan di
dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur.
Untuk mengalirakan air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran
buatan dari sudut Southwest rawa-rawa menembus perbukitan batuan
metamorfik di G. Pegat mengalir ke timur melewati Desa Sedan dan
memotong Sungai Dengkeng lewat aqueduct di sebelah selatan Jotangan
menerus ke arah timur.
Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan
perbukitan memanjang dengan punggung yang tumpul sehingga
kenampakan punca-puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing
perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alurnya tidak banyak
dijumpai (Perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di
Jiwo Barat). Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorfik
perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata dengan tebing-tebing
yang terbiku kuat. Kuatnya hasil penorehan tersebut menghasilkan
akumulasi endapan hasil erosi di kaki perbukitan ini yang dikenal
sebagai colluvial. Puncak-puncak perbukitan yang tersusun dari batuan
metamorfik terlihat menonjol dan beberapa di antaranya cenderung
berbentuk kerucut seperti puncak Jabalkat dan puncak Semanggu. Daerah
dengan relief kuat ini dijumpai daerah Jiwo Timur mulai dari puncak
Konang ke arah timur hingga puncak Semanggu dan Jokotuo. Daerah di
sekitar puncak Pendul merupakan satu-satunya tubuh bukit yang
seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondisi morfologinya cukup kasar
mirip perbukitan metamorfik namun relief yang ditunjukkan puncaknya
tidak sekuat perbukitan metamorfik.
1). Daerah Jiwo Barat
Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G.
Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat. G. Kampak dan
G. Tugu memiliki litologi batugamping berlapis, putih kekuningan,
kompak, tebal lapisan 20 – 40 cm. Di daerah G. Kampak batugamping
tersebut sebagian besar merupakan suatu tubuh yang massif,
menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Di
antara G. Tugu dan G. Sari batugamping tersebut mengalami kontak
langsung dengan batuan metamorfik (mica schist).
Daerah Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-
selatan yang diwakili oleh puncak Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran,
Budo, Sari, dan Tugu dengan di bagian paling utara membelok ke arah
barat yaitu G. Kampak.
Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G.
Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara
umum berupa sekis mika, filit, dan banyak mengandung mineral
kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G. Merak pada sekis
mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit.
Zona-zona lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak
dijumpai di tepi jalan desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan
terobosan yang mengenai tubuh sekis mika . singkapan yang baik
dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar kolom
(columnar joint).
Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit,
sekis talk, terdapat mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar G.
Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan pada bagian puncak dari kedua
bukit itu masih ditemukan bongkah-bongkah konglomerat kuarsa.
Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran pada area pedesaan di tepian
Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat kuarsa
serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan
sebagai batuan berumur Pre-Tertiary, sedangkan batupasir dan
konglomerat dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal.
Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di
bukit Wungkal dan bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama
semakin rendah akibat penggalian penduduk untuk mengambil batu
asah (batu wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.
2). Daerah Jiwo Timur
Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang
merupakan deretan perbukitan yang terdiri dari Gunung Konang,
Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di lereng selatan Gunung Pendul
hingga mencapai bagian puncak, terutama mulai dari sebelah utara
Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang kala terdapat
£ragmen sekis mika ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur
Gunung Pendul tersingkap batu lempung abu-abu berlapis, keras,
mengalami deformasi lokal secara kuat hingga terhancurkan.
Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan
berbagai kemungkinan karena kontak antar satuan terkadang tertutup
oleh koluvial di daerah dataran. Kepastian stratigrafis antar satuan
batuan tersebut baru dapat diyakini jika telah ada pengukuran umur
absolut (mutlak). Walaupun demikian berbagai pendekatan
penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh
para ahli.
Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit
berarah barat-timur yang diwakili oleh puncak-puncak Konang,
Pendul dan Temas, Gunung Jokotuo dan Gunung Temas.
Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan
sekis-mika, berfoliasi cukup baik, sedangkan Gunung Pendul
merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung Jokotuo merupakan
batuan metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut dijumpai
tanda-tanda struktur pense saran. Sedangkan Gunung Temas
merupakan tubuh batu gamping berlapis.
Di sebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu
gamping nummulites, berwarna abu-abu dan sangat kompak, disekitar
batu gamping nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis.
Penyebaran batugamping nummulites dijumpai secara setempat-
setempat terutam di sekitar desa Padasan, dengan percabangan ke arah
utara yang diwakili oleh puncak Jokotuo dan Bawak.
Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat
bukit terisolir yang menonjol dan dataran aluvial yang ada di
sekitarnya. Inlier (isolited hill) ini adalah bukit Jeto di utara dan bukit
Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh batu
gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan
metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh
batu gamping Neogen.
B. Daerah Pegunungan selatan
Di sebelah selatan Kampus Lapangan hingga mencapai puncak
Pegunungan Baturagung, secara stratigrafis sudah tennasuk wilayah
Pegunungan Selatan. Secara struktural deretan pegunungan tersebut, pada
penampang utara-selatan, merupakan suatu pegunungan blok patahan
yang membujur barat-timur.
Untuk daerah di sekitar kampus lapangan, litologi yang dijumpai
merupakan bagian dari Formasi Kebo, Butak dan Semilir. Beberapa lokasi
singkapan penting penting antara lain sekitar Lanang dan desa Tegalrejo
dijumpai batu pasir tufan dengan sisipan serpih. Di selatan desa
Banyuuripan, yaitu desa Kalisogo, ditemukan breksi autoklastik dengan
pola retakan radial yang ditafsirkan sebagai produk submarine breccia.
Semakin ke selatan, sekitar desa Tanggul, Jarum dan Pendem, terdapat
singkapan endapan kipas aluvial. Di bagian barat daya, sekitar desa
Tegalrejo, dijumpai batu pasir berlapis dengan pelapukan mengulit
bawang. Di bagian timumya terdapat batu lempung abu-abu dengan zona
kekar.
Naik ke arah puncak Baturagung, perlapisan-perlapisan batuan
sedimen akan dijumpai dengan baik, dapat berupa batu pasir, batu
lempung, batu pasir krikilan, batu pasir tufan maupun sisipan breksi.
Pengamatan sepanjang jalan ini sangat penting untuk melacak keaadaan
stratigrafis serta struktur geologi di daerah selatan Kampus Lapangan.
2.3 Kondisi Statigrafi Regional
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan
metamorf berupa filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang
tepat untuk batuan malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya
data tidak langsung untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal
Orbitolina yang diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen
konglomerat yang menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan
sedimen tertua yang menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier
(batu pasir batu gamping Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut
batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir
yang tidak gampingan sampai sedikit gampingan dan batulempung, kemudian
di atasnya tertutup oleh batugamping yang mengandung fosil nummulities
yang melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina,
menunjukkan lingkungan laut dalam. Keberadaan forminifera besar ini
bersama dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di
dalam batu lempung gampingan, menunjukkan umur Eosen Tengah hingga
Eosen Atas. Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi
Wungkal-Gamping. Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-
Gamping diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utama Gunung Pendul, yang
terletak di bagian timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike.
Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara
stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini
secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu gamping yang masih
mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike
intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan
sekitar 34 juta tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori
Bemmelen (1949), yang menafsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah
merupakan leher (neck) dari gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan
generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian
yang lebih hati-hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut
disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode
akhir oligosen. Proses erosi tersebut telah menurunkan permukaan daratan
yang ada, kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan
pengendapan batu gamping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah
Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sama dengan Formasi
Oyo yang tersingkap lebih banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu
Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi
Wungkal-Gampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sangat berbeda dengan
Pegunungan Baturagung di selatannya. Di sini ketebalan batuan
volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan
aliran gravitasi lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini
kemungkinan disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan
daerah Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak
Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir.
Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah
Perbukitan Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik
yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses
sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari
Perbukitan Jiwo.
Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :
1. Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan
lava, umur Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
2. Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal
bagian bawah (N4), terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.
3. Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada
sisipan lempung dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah
memiliki kesamaan dengan Formasi Nglanggran.
4. Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava
dan breksi aliran.
5. Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran
Wonosari akan dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi
Wonosari, dan
6. Formasi Kepek.