bab ii gambaran umum kota surakarta dan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c9413004_bab2.pdf ·...
TRANSCRIPT
31
BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN HERITAGE
DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA
Penelitian tentang kampung kota dari pakar teknik arsitektur pada umumnya
lebih banyak yang mengupas masalah tata ruang kota, tipologi ruang, urbanitas.
Sedangkan definisi kota menurut Basundoro adalah sebuah kawasan yang di
tempat tersebut ada aktivitas penghuninya. Manual Castells menyebutkan bahwa
kota seperti halnya seluruh realitas sosial adalah produk sejarah, tidak hanya pada
materials fisiknya, tetapi juga makna budayanya. Seperti halnya Kota Surakarta
(Sumintarsih dan Ambar Adrianto, 2014 : 23).
A. Geografis Kota Surakarta
Kota Surakarta yang terletak di daratan rendah di ketinggian 105 meter dari
permukaan laut dan di pusat kota 95 meter dari permukaan laut, dengan luas 44,04
km² (0,14% luas Jawa Tengah). Kota Surakarta berada di Provinsi Jawa Tengah,
terletak di antara 110 45’ 15” – 110 45’ 35” Bujur Timur dan 70’ 36” – 70’ 56”
Lintang Selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di
sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Kota
Surakarta juga dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu (tinggi 3.115 meter)
di bagian barat dan Gunung Lawu (tinggi 2.806 meter) di bagian timur. Agak jauh
di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Tanah di sekitar kota ini cukup subur,
karena dikelilingi oleh sungai terpanjang di Pulau Jawa yaitu Sungai Bengawan
Solo, dan sungai-sungai yang dilewati seperti Kali Anyar, Kali Pepe, dan Kali
Jenes (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2016 : 6).
Wilayah-wilayah yang ada di Kota Surakarta sangatlah bagus dan menarik
apabila dijadikan salah satu destinasi alternatif bagi wisatawan. Yaitu berwisata
dengan sejarah dan budaya Kota Solo melalui toponimi Solo heritage dengan
mengetahui daya tarik dan potensi apa saja yang ada pada daerah-daerah yang
memiliki potensi tersebut.
32
Pemerintah Kota Surakarta juga telah melakukan perlindungan Cagar Budaya
dengan menerbitkan Keputusan Walikota Nomor : 646/116/I/1997 tanggal 31
November 1997 Tentang Penetapan Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah di
Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Surakarta, 2016 : 9).
Kota Surakarta memiliki berbagai macam nama kampung yang dimiliki.
Seperti kampung-kampung yang berada di Kecamatan Banjarsari. Dimana,
kampung tersebut memiliki nilai sejarah dan budaya serta menjadi kawasan
heritage di Kota Surakarta. Sebelum bernama Kecamatan Banjarsari, kawasan ini
bernama daerah Mangkunegaran. Lalu, pada tahun 1933 teciptalah nama
Kecamatan Banjarsari sampai sekarang (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Surakarta, 2016 : 9).
B. Toponimi Kota Surakarta
Toponimi menurut Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Surakarta dalam bukunya Toponimi Kutha Sala Bagian I, 2012, isinya antara lain
mendefiniskan kata toponimi diturunkan dari bahasa Inggris yang memiliki
pengertian ‘toponimy is the study of toponyms’ (Random House Dictionary, 1968 :
1386) atau ‘toponimie : plaatsnamen kunde’ (MJ Koenens, 1938 : 1038). Dari
kedua pengertian tersebut bila dirangkum menjadi pengertian bahwa toponimi
adalah ilmu yang bergerak dalam penelitian pemetaan dan penggambaran nama-
nama tempat. Oleh karena itu, dengan bekal pengetahuan tentang toponimi itu kita
dapat menunjukkan asal-usul atau sejarah terjadinya nama-nama dari tempat-
tempat tertentu, desa, kota, negara, gunung, sungai, dan sebagainya, serta
menentukan tempatnya di dalam peta geografis serta dalam tempatnya yang
sebenarnya, hingga akhirnya dapat membuat peta geografisnya (topografi)
mengenai tempat-tempat tersebut. Di samping itu, dengan pengetahuan toponimi
dapat memperoleh pengetahuan tentang kegiatan dan hasil kegiatan serta sikap
dan pandangan hidup penduduk di tempat-tempat tersebut pada zaman dahulu
hingga sekarang, khususnya dalam tradisi pemberian nama orang, tempat, dan
bangunan atau benda.
33
Pengetahuan tentang peta-peta lama (topografi dan toponimi) sering
dilupakan dalam kegiatan penelitian dan penulisan yang bersangkut pun dengan
letak, situasi, dan kondisi serta sejarah terjadinya sesuatu tempat, daerah, kota,
atau negara tertentu bahkan sejarah pemberian nama orang sejak dahulu hingga
sekarang. Penemuan atau penentuan peta lama akan sangat bermanfaat sebagai
alat penerang bagi masalah atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di dalam
kehidupan manusia di sesuatu tempat tertentu. Untuk menandai sesuatu, maka
orang memberi tanda yang mengandung ciri-ciri dan atau sifat-sifat dari sesuatu
itu. Tanda ini biasa disebut nama. Manusia, hewan, tumbuhan, sesuatu tempat
desa, kota, negara diberi nama. Bahkan bangunan pun diberi nama sebagai tanda
pengenal berdasarkan ciri-ciri dan kondisi letaknya serta fungsinya. Sebagai
contoh Desa Pereng diberikan nama tersebut karena letak tempat itu di lereng
bukit, gunung atau di bawah jurang. Sama juga dengan nama Jurang Jero,
Prapatan, Bukit Barisan, Gunung Merapi, Sala, dan sebagainya. Lain lagi nama
Pringgalayan, Kusmadilagan, Purwapuran, Reksaniten, Wiragunan, Wirapaten,
Yasadipuran dan sejenisnya untuk menunjukkan tokoh penting yang bertempat
tinggal di kampung tersebut. Atau Mertalulutan, Saragenen, Gandekan, Miji
Pinilihan untuk menunjukkan tempat sekelompok abdi dalem bertempat tinggal di
situ. Pembahasan terhadap tradisi pemberian nama dan pemetaan tempat-tempat
dan letak bangunan akan menyangkut usaha untuk menemukan gejala-gejala masa
lampau yang berproses menjadi hasil karya dalam bidang budaya masyarakat,
terutama masyarakat orang Jawa khususnya di Kota Surakarta (Tim Peneliti Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 16).
C. Mata Pencaharian Penduduk di Kota Surakarta
Masyarakat di Kota Surakarta memiliki mata pencaharian yang bermacam-
macam karena pengaruh dari lingkungan perkotaan. Mata pencaharian tersebut
terdiri dari petani sendiri, pekerja tani, usahawan, pekerja industri, pekerja
bangunan, angkutan, pensiunan (pesara), dan lain-lain.
(https://santyaminah.wordpress.com/2011/04/06/peta-perekonomian-kota-solo/).
Masyarakat Kota Surakarta sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai
pegawai negeri, pegawai swasta, dan wirausahawan.
34
D. Demografis Kota Surakarta
1. Jumlah penduduk di Kota Surakarta
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Surakarta pada tahun 2014
(terbaru), Kota Surakarta memiliki jumlah penduduk perempuan (262.011) lebih
banyak dibanding dengan jumlah penduduk laki-laki (248.066), bila di total bisa
mencapai 510.077 jiwa.
2. Tingkat pendidikan di Kota Surakarta
Menurut data Badan Pusat Statistik 2014, tingkat pendidikan di Kota
Surakarta cukup tinggi untuk kalangan tingkat Sekolah Dasar dibandingan dengan
kalangan Perguruan Tinggi. Berikut data persentase tingkat pendidikan Kota
Surakarta dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah
Umum hingga Perguruan Tinggi.
Tabel 2. Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta
Tingkat Pendidikan Persentase
Sekolah Dasar 99.60%
Sekolah Menengah Pertama 97.21%
Sekolah Menengah Umum 78.10%
Perguruan Tinggi 42.05%
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2014
E. Administratif Kota Surakarta
Pemerintahan Kota Surakarta di bagi menjadi 5 kecamatan dan terbagi ke
dalam 51 kelurahan. Kelima kecamatan yang ada di Kota Surakarta adalah:
1. Kecamatan Jebres terdapat 11 Kelurahan
2. Kecamatan Banjarsari terdapat 13 Kelurahan
3. Kecamatan Laweyan terapat 11 Kelurahan
4. Kecamatan Pasar Kliwon terdapat 9 Kelurahan
5. Kecamatan Serengan terdapat 7 Kelurahan
35
Pembagian letak administratif Kota Surakarta adalah sebagai berikut.
Gambar 3. Peta Kecamatan di Kota Surakarta
Sumber : www.surakarta.go.id
Adapun luas wilayah masing-masing kecamatan yang tercatat : Kecamatan
Serengan dengan luas wilayah terkecil yaitu 319,40 ha. Disusul Kecamatan Pasar
Kliwon seluas 481,52 ha dan Kecamatan Laweyan seluas 863,86 ha. Sementara
kecamatan dengan wialayah terluas adalah Kecamatan Banjarsari yaitu 1.481, 10
ha dan disusul Kecamatan Jebres 1.258, 18 ha. Sehingga, luas total kecamatan di
Kota Surakarta mencapai 4.404,06 ha. (Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan 2016 – 2026, 2016).
F. Pariwisata Kota Surakarta
Kota Surakarta sekarang merupakan kota yang memiliki unggulan mengenai
pariwisata. Banyak obyek wisata dan atraksi wisata, serta event wisata yang ada di
Kota Surakarta ini. Dari obyek wisata yang memiliki nilai sejarah hingga wisata
minat khusus. Banyak wisatawan dari luar Kota Surakarta yang mengunjungi kota
ini untuk berwisata. Oleh karena itu, sektor pariwisata di Kota Surakarta perlu
dikembangkan agar lebih maju dan menarik wisatawan lebih banyak, baik
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Selain itu, dapat
menambah sektor perekonomian setempat bila kawasan yang dijadikan obyek
wisata dapat mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah hingga negara. Tidak
hanya obyek wisata, namun atraksi wisata dan event tahuanan Kota Surakarta,
36
juga dapat dijadikan potensi dan daya tarik, mengingat Kota Surakarta sendiri
merupakan kota yang memiliki beberapa nilai sejarah, adat-budaya, bangunan
cagar budaya dan kawasan heritage.
Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, potensi
dan daya tarik di Kota Surakarta dikelompokkan atau dikategorikan dalam tiga
peringkat, yaitu :
1. Peringkat A
Peringkat A merupakan obyek dan daya tarik wisata yang menjadi andalan,
sangat terkenal bahkan menjadi salah satu icon Kota Surakarta. obyek dan
daya tarik yang tergolong dalam kategori ini adalah Pura Mangkunegaran
karena dilihat dari berbagai aspek, obyek wisata ini memiliki nilai paling
tinggi dibandingkan dengan obyek wisata lainnya.
2. Peringkat B
Peringkat B adalah obyek dan daya tarik wisata unggulan yang berpotensi
untuk dikembangkan, dilihat dari kondisi obyek, keunikan, lingkungan, dan
skala kunjungan. Jenis obyek ini dapat memunculkan daya tarik yang baru
yaitu obyek wisata yang sedang berkembang, sebagian sudah ada pengelola
dan sebagian belum di kelola seperti obyek wisata Taman Balekambang.
3. Peringkat C
Peringkat C merupakan obyek dan daya tarik yang potensial, namun masih
belum berkembang karena kualitas sumber daya wisata yang masih kurang
nilainya dilihat dari berbagai aspek, sepeerti obyek wisata Taman Sriwedari.
Pengembangan obyek wisata kategori pertama sebagai unggulan diharapkan
dapat mengangkat prospek pengembangan obyek dan daya tarik wisata untuk
kategori kedua dan ketiga yang saat ini belum berkembang. (Mayar Mayasari,
2010).
G. Sekilas tentang Dinamika Wisata di Kota Surakarta
Sejak berdirinya Kota Surakarta, kota ini selalu mengalami kemajuan dan
modernisasi yang cepat. Sehingga muncul berbagai macam kebutuhan masyarakat
saat ini. Apalagi di sektor pariwisata yang sedang naik daun seperti sekarang.
Banyak rancangan dan rencana untuk membuat destinasi wisata baru di Kota
37
Surakarta, seperti dibentuknya Kota Pusaka dengan membuat Museum Keris di
kawasan Sriwedari, lalu direncanakannya program wisata air di sepanjang sungai
yang ada di kota-kota Solo. Hal-hal tersebut merupakan salah satu bentuk
pengembangan destinasi wisata kota yang sadar akan potensi wisata yang
dimiliki.
Perkembangan mengenai wisata di Kota Surakarta, juga tidak luput dengan
banyaknya makanan atau jajanan khas yang populer dari resep lama hingga dapat
disajikan ke masa sekarang. Tentu hal tersebut juga merupakan bentuk
berkembangnya makanan khas kota masa lalu yang masih sama dengan saat ini,
sehingga dapat menunjang wisatawan untuk berkunjung ke kota Surakarta. Selain
menikmati obyek wisata yang ada, juga dapat mencicipi kuliner khas Kota
Surakarta yang masih dilestarikan keberadaannya.
Kurang lebih berjalan 10 tahun, Kota Surakarta menjadi berkembang di aspek
pariwisata, terutama dengan adanya event tahunan yang diselenggarakan oleh
pemerintah Kota Surakarta, dengan mengenalkan tempat-tempat bersejarah
sebagai venue-nya, sehingga menambah daftar obyek wisata minat khusus bagi
wisatawan, seperti dengan bangunan Benteng Vasternburg yang sering digunakan
sebagai tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan kota.
Tidak hanya itu, sekarang pun di Kota Surakarta, juga sudah mulai banyak
menjadikan kampung-kampung kuno sebagai destinasi wisata minat khusus di
Kota Surakarta. Seperti Kampung Baluwarti yang sudah mulai berjalan dengan
wisata susur kampungnya. Tentu hal ini sangat menarik bagi wisatawan luar
ataupun setempat yang berkunjung, karena konsep tersebut berbeda dengan
destinasi wisata lainnya. Tidak hanya dapat menyaksikan keindahan kampung
tersebut, akan tetapi dapat belajar sekaligus mengenal toponimi (asal-usul) nama
kampung yang dijajaki. Namun, hal tersebut akan lebih menarik lagi, apabila
ditambahi faktor-faktor penunjang atau fasilitas lain, supaya wisatawan merasa
sangat puas untuk berkunjung ke destinasi wisata tersebut.
38
H. Kecamatan Banjarsari
Gambar 4. Peta Wilayah Kecamatan Banjarsari
Sumber : www.surakarta.go.id
Kecamatan Banjarsari memiliki 13 kelurahan, antara lain : Kelurahan
Keprabon, Kelurahan Timuran, Kelurahan Setabelan, Kelurahan Ketelan,
Kelurahan Kestalan, Kelurahan Punggawan, Kelurahan Mangkubumen,
Kelurahan Manahan, Kelurahan Gilingan, Kelurahan Nusukan, Kelurahan
Sumber, Kelurahan Banyuanyar, dan Kelurahan Kadipiro. Kecamatan Banjarsari
merupakan kecamatan terbesar di Kota Surakarta, yaitu 33,63% dari luas wilayah
Kota Surakarta dengan luas wilayah ± 1.481,10 ha. Secara geografis terletak pada
1100 BT – 1110 BT dan 7,60 LS LS - 80 LS. Kecamatan Banjarsari terletak di
sebelah utara di Jalan Letjen S. Parman 133 Surakarta, 57130
(www.surakarta.go.id).
39
I. Kawasan Heritage di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
Kawasan heritage di Kota Surakarta beragam letaknya. Namun, pada laporan
ini akan membahas mengenai kawasan heritage di kawasan Kecamatan
Banjarsari. Kecamatan Banjarsari pada mulanya bernama Kawedanan Distrik
Kota Mangkunegaran, kemudian setelah tahun 1933 dijadikan daerah Kecamatan
Banjarsari (Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 :
76).
Daerah Kecamatan Banjarsari dahulu menjadi daerah Kota Mangkunegaran.
Adapun batas-batas daerah Kadipaten Mangkunegaran dengan daerah Keraton
Kasunanan adalah : dari kampung Jurug ke utara mengikuti aliran Bengawan Solo
sampai pertemuan dengan Sungai Susukan, ke barat mengikuti aliran sungai
Susukan tersebut sampai di kampung Debegan, ke selatan kampung Kandangsapi,
sampai Panggung, belok ke barat sampai di kampung Margoyudan. Ke selatan
sampai di sungai Pepe dan seterusnya (Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 76).
Banjarsari dahulu bernama kampung Balapan, sebab daerah tersebut
merupakan tanah lapang luas untuk pacuan kuda. Pada zaman Mangkunegara IV
memerintahkan untuk membuat tempat pacuan kuda di sebelah utara Pasar Legi
(sekarang merupakan tempat berdirinya Monumen Perjuangan ’45). Kemudian, di
bangun pula tribune (panggung) tempat duduk para pembesar kerajaan
(Mangkunegaran) yang menyaksikan pacuan kuda tersebut. Sekarang, nama
Balapan sendiri merupakan nama stasiun kereta api pusat di Surakarta (Tim
Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 76).
Sejak zaman Mangkunegara V, tempat pacuan tersebut dibangun rumah-
rumah mewah untuk para pembesar Belanda yang dinamakan Villa Park. Rumah-
rumah tersebut dibangun berbanjar dan kelihatan sangat indah (sari) maka
kemudian disebut dengan nama Banjarsari (banjar berarti rumah besar), dan
kelihatan indah (asri, sari). Sekarang rumah-rumah tersebut masih berdiri dengan
megah dan satu di antaranya digunakan sebagai tempat Residen Surakarta, dan
40
sekarang merupakan tempat berdirinya Monumen ’45 dan Villa Park Banjarsari
(Tim Peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2012 : 77).
Berikut merupakan obyek heritage di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
antara lain adalah :
1. Stasiun Solo Balapan – Kelurahan Kestalan
2. Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) – Kelurahan Kestalan
3. Ponten – Kelurahan Kestalan
4. Villa Park Banjarsari – Kelurahan Setabelan
5. Monumen ’45 – Kelurahan Setabelan
6. Pasar Antik Windujenar Triwindu – Kelurahan Keprabon
7. Istana Pura Mangkunegaran – Kelurahan Keprabon
8. Masjid Al-Wustho – Kelurahan Ketelan
9. Monumen Pers – Kelurahan Timuran
10. Taman Balekambang – Kelurahan Manahan