bab ii efusi pleura

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah berlebihan didalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Dalam keadaan normal jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 cc, yang berfungsi sebagai lapisan tipis yang selalu bergerak teratur dan berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura ( pleura viseralis dan pleura parietalis ). Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa (John dan John, M., 1993). 2.2 Anatomi Pleura Pleura adalah suatu membran serosa yang tipis namun kuat, merupakan lapisan avaskular yang terdiri dari serat elastik dan kolagen, pembuluh darah, pembuluh limfatik dan saraf. Terdapat dua lapis pleura yaitu pleura parietalis yang melapisi dinding dada, diafragma dan mediastinum dan pleura viseralis yang melapisi paru-paru (Mansjoer, dkk, 2001). Rongga antara pleura parietalis dan pleura viseralis, yang berdekatan satu sama lainnya hanya 4

Upload: aditiya-darmawan

Post on 26-Jul-2015

199 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Efusi Pleura

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam

jumlah berlebihan didalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi

penumpukan pus atau darah. Dalam keadaan normal jumlah cairan dalam rongga

pleura sekitar 10-20 cc, yang berfungsi sebagai lapisan tipis yang selalu bergerak

teratur dan berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura ( pleura viseralis dan

pleura parietalis ). Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan

suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa (John dan John,

M., 1993).

2.2 Anatomi Pleura

Pleura adalah suatu membran serosa yang tipis namun kuat, merupakan

lapisan avaskular yang terdiri dari serat elastik dan kolagen, pembuluh darah,

pembuluh limfatik dan saraf. Terdapat dua lapis pleura yaitu pleura parietalis yang

melapisi dinding dada, diafragma dan mediastinum dan pleura viseralis yang

melapisi paru-paru (Mansjoer, dkk, 2001).

Rongga antara pleura parietalis dan pleura viseralis, yang berdekatan satu

sama lainnya hanya dibatasi oleh lapisan cairan yang sangat tipis, 10-27µm

tebalnya sebagai pelumas. Aliran cairan melalui pleura mengikuti hukum starling

tentang pertukaran cairan transkapiler. Cairan masuk kedalam rongga pleura dari

kapiler-kapiler di pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan mengalir kembali

melalui aliran limfe yang bertekanan rendah (Mansjoer,dkk, 2001).

2.3 ETIOLOGI

Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap

yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis

transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

4

Page 2: BAB II Efusi Pleura

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi

pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura

tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat

Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif

memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi

pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :

1.   Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2.   LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3.   LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang

normal di dalam serum.

Efusi pleura berupa:

a) Eksudat, disebabkan oleh :

1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,

Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-

6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam,

malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa

dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam

cairan efusi.

5

Page 3: BAB II Efusi Pleura

2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh

bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara

hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun

anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus,

Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,

Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan

pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan

cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.

3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,

Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat

terhadap organisme fungi.

4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi

melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,

dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.

Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari

jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada

didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya

unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien

pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,

dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-

paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi

bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi

terjadinya efusi ini diduga karena :

Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi

kebocoran kapiler.

Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan

aliran balik sirkulasi.

6

Page 4: BAB II Efusi Pleura

Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan

negatif intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura

yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan

pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan

pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik

cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum

(needle biopsy).

6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia

bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah

dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita

cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus

efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun

drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang

terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube

thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:

Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah

daripada nilai pH bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi

parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam

waktu beberapa jam saja.

7.   Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,

Skleroderma

8.   Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi

parapneumonik. 

b) Transudat, disebabkan oleh :

1.   Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab

lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.

7

Page 5: BAB II Efusi Pleura

Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena

sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan

filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler

pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah

subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga

filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat

juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit

menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi

kanan.

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya

teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera

menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita

amat sesak. 

2.   Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura

dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi

kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah

dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi

pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.

3.   Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui

lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi

biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan

dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol

asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan

yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa

(peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap

kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang

menyebakan skelorasis.

4.   Meig’s Syndrom

8

Page 6: BAB II Efusi Pleura

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-

penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat

menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma

dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya

metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya

dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura

melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.

5.   Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi

unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga

peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini

terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan

dialisat.

c) Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb

pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah

hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin

karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh

permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah

tersebut berasal dari trauma dinding dada.

2.4 Patofisiologi

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi ( transudat ) kedalam rongga

pleura tetapi cairan ini segera direabsorbsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi

keseimbangan produksi dan reabsorbsi (Price dan Wilson., 1995).

Tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml ( pada orang dengan berat

badan 70 kg ). Kemampuan untuk reabsorbsinya dapat meningkat sampai 25 kali.

Apabila antara produksi dan reabsorbsinya tidak seimbang (produksinya

meningkat atau reabsorbsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. Cairan

yang masuk kedalam rongga pleura dapat berasal dari ruang interstitial paru,

9

Page 7: BAB II Efusi Pleura

kapiler pleura, saluran limfe toraks dan dari rongga peritonium (Price dan

Wilson., 1995).

Penyebab efusi pleura yang paling sering adalah meningkatnya cairan

interstisial paru. Keadaan ini merupakan mekanisme yang utama penimbunan

cairan pleura pada gagal jantung kongestif, efusi para pneumoni dan transplantasi

paru (Price dan Wilson., 1995).

Menurut Price dan Wilson (1995), akumulasi cairan pleura dapat terjadi

apabila :

Meningkatnya tekanan intravaskular dari pleura meningkatkan

pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum starling.

Keadaan ini dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan

sindroma vena cava superior.

Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih

banyak cairan masuk kedalam rongga pleura.

Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,

baik karena obstruksi bronkhus atau penebalan pleura viseralis.

Adanya defek diafragma yang mengakibatkan hubungan rongga pleura

dengan peritonium, sehingga kalau ada penimbunan cairan dalam rongga

peritonium, cairan akan masuk kedalam rongga pleura.

Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe bermuara

pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan

menghambat pengosongan cairan limfe.

10

Page 8: BAB II Efusi Pleura

Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan perubahan pada rongga pleura

itu diantaranya adalah infeksi. Paling sering ditemukan adalah infeksi oleh

bakteri, sedangkan virus, jamur dan parasit relatif jarang ditemukan (Price dan

Wilson., 1995).

2.5 Gambaran Klinis

A. Gejala dan Tanda

Efusi pleura yang sedikit biasanya asimptomatik, sementara efusi pleura

yang banyak dapat menimbulkan dispnea, khususnya bila ada penyakit

kardiopulmoner yang banyak mendasari. Nyeri dada pleuritik dan batuk kering

dapat terjadi., cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya

eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200-300 ml. Tanda-

11

Page 9: BAB II Efusi Pleura

tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan

premitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara nafas. Pada efusi luas yang

menekan paru, aksentuasi suara napas dan egofoni ditemukan tepat diatas batas

efusi. Adanya friction rub pleural menandai pleuritis. Efusi pleura masif dengan

tekanan intrapleural yang meninggi dapat menyebabkan pergeseran trak hea

kearah kontralateral dan pendataran spatium interkostal (Lawrence, dkk, 2002).

B. Hasil Laboratoris

Thorakosentesis diagnostik sebaiknya dilakukan bila efusi pleura

terdeteksi dan tidak ada gambaran jelas mengenai penyebabnya. Foto proyeksi

dekubitus merupakan cara yang baik untuk mendeteksi cairan pleura bebas.

Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk memastikan lokasi thorakosentesis

pada efusi pleura yang sedikit atau terlokalisir (Lawrence, dkk, 2002).

Transudat terjadi pada keadaan integritas kapiler yang normal namun ada

perubahan tekanan onkotik dan hidrostatik. Transudat dengan demikian tidak

mempunyai protein dan LDH pembeda seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

dan mempunyai karakteristik lainnya (hitung sel darah putih < 1000/mL, dengan

dominasi sel mononuklear, kadar glukosa dicairan pleura sama dengan yang

diserum, dan pH yang normal. Transudat mengarah pada tidak adanya penyakit

pleura lokal, lebih dari 90% disebabkan gagal jantung kongestif. Jika ada

kecurigaan eksudat, thorakosentesis harus dilakukan. Adanya sel maligna atau

hasil kultur yang positif merupakan temuan definitive pada cairan pleura,

identifikasi penyebab lain tergantung pada kumpulan pemeriksaan fisik,

laboratorium atau biopsi. Pemeriksaan laboratorium pada cairan pleura harus

mencakup angka lekosit dan hitung jenis lekosit, protein, glukosa, dan LDH. pH

cairan pleura penting untuk memudahkan diagnosis banding pada efusi eksudat.

pH yang kurang dari 7,30 berindikasi kepada kanker, efusi parapneumonik

komplikasi, efusi rheumatoid atau lupus, tuberculosis, atau rupture esofageal.

Persentase yang tinggi dari limfosit dicairan pleura mengarah ke tuberculosis

(sebagaimana tidak adanya sel mesothelial) atau kanker. Kadar glukosa cairan

pleura yang rendah mengarah ke kanker, empiema, tuberculosis, rupture esofagus,

12

Page 10: BAB II Efusi Pleura

atau penyakit jaringan ikat (khususnya pleuritis rheumatoid). Peningkatan level

amylase cairan pleura mengarah ke satu dari diagnosis berikut : pankreatitis,

pseudokista pankreas, kanker pankreas atau rupture esofagus (Lawrence, dkk,

2002).

Biopsi pleura dengan jarum Abrams atau Cope mesti dipikirkan jika ada

kecurigaan keganasan atau tuberculosis dalam diagnosis banding efusi pleura

yang tidak dapat dijelaskan setelah pemeriksaan rutin dan thorakosentesis.

(Lawrence, dkk, 2002).

Kontraindikasi termasuk perdarahan diathesis, cadangan udara respirasi

sedikit, empiema dan kekurangan cairan pleura. Hasil yang diharapkan dari

prosedur kira-kira 55% pada keganasan pleura sedikit berkurang dengan

pemeriksaan sitologi cairan pleura, dan lebih 75% pada tuberculosis pleura jika

fragmen jaringan diserahkan untuk kultur sebaik pemeriksaan histology. Biopsi

pleura terbuka kadang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis keganasan pleura

dan khusus diindikasikan untuk diagnosis mesothelioma pleura maligna.

Thorakoskopi dengan alat yang lentur atau kaku adalah sebuah prosedur alternatif

dengan ketepatan diagnosis yang baik pada orang yang berpengalaman

(Lawrence, dkk, 2002).

C. Pencitraan

Sekitar 250 mL cairan pleura harus didapatkan sebelum efusi dapat

dideteksi pada radiograf dada konvensional dengan posisi tegak posterioanterior.

Gambaran decubitus lateral dapat mendeteksi jauh lebih kecil cairan pleura bebas.

CT scanning sensitive dalam pendeteksian sejumlah kecil cairan pleura. Cairan

pleura bebas mengumpul di area subpulmonar. Sebagian besar cairan meluap

masuk kedalam sulcus costophrenicus untuk membentuk suatu meniscus.

Penebalan fisura mayor dan minor merupakan hal yang biasa terjadi. Kumpulan

cairan pleura yang tidak normal seringkali terlihat. Pemindahan apeks diafragma

ke lateral dan kehilangan tanda pulmo pada tingkat diafragma secara mendadak

merupakan ciri-ciri efusi subpulmoner. Cairan pleura dapat menjadi penjerat

(lokulus) oleh adhesi pleura, pembentukan kumpulan yang tidak seperti biasanya

13

Page 11: BAB II Efusi Pleura

disekitar dinding dada atau difisura pulmo. Bayangan dengan sebuah dasar yang

lebar pada dinding dada dimana tempat keluar masuk hilum merupakan

karakteristik dari efusi terlokulasi. Kumpulan cairan terlokulasi yang bulat atau

oval pada fisura-fisura menyerupai tumor (“pseudotumor”). Ultrasound sangat

bermanfaat untuk menetapkan efusi terlokulasi atau efusi kecil. Efusi pleura

massif (opasifikasi dari seluruh hemitoraks) biasanya disebabkan oleh kanker

tetapi telah diamati pada tuberculosis dan penyakit lain (Lawrence, dkk, 2002).

2.6 Diagnosis

Kriteria Diagnosis :

- Sering asimptomatik, ada nyeri dada pleuritik bila terdapat pleuritis,

dispnea bila efusi luas.

- Fremitus menurun, perkusi redup, suara nafas menjauh, egofoni bila

efusi luas.

- Gambaran radiologik efusi pleura.

- Bukti diagnostik dengan thorakosentesis.

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :

1. Demam.

2. Sesak nafas.

3. Batuk, biasanya batuknya terdengar tajam.

4. Sikap terpaksa lebih enak berbaring pada posisi yang sakit kadang-

kadang dijumpai.

5. Gejala lain yang berhubungan dengan kausa, misalnya tuberkulosa.

6. Tanda pada paru tergantung dari cairan :

- Lebih cembung dan ketinggalan gerak pada paru yang sakit.

- Redup absolut pada cairan dengan batas atas cairan melengkung

dari medial kaudal ke lateral kranial (garis Ellis Damoiseau).

- Auskultasi vesikuler diperlemah diatas redup.

- Tanda pemadatan paru pada segitiga Garland : kadang-kadang juga

pada segitiga Grocco.

- Fremitus suara diperlemah pada bagian redup.

14

Page 12: BAB II Efusi Pleura

7. Radiologik tergantung jumlah cairan :

- Cairan banyak.

- Cairan sedikit : hanya mengisi sudut frenikokostal.

8. Darah tepi :

- Leukositosis bila infeksi bakterial, terutama bila ada pus

(empyema).

- KED meningkat pada infeksi khususnya bakterial.

9. Punksi pleura.

2.7 Penyakit-penyakit dengan Efusi Pleura

A. Efusi pleura karena virus dan mikoplasma

Efusi pleura karena virus atau mikro plasma agak jarang. Bila terjadi

jumlahnya tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis virusnya

adalah : ECHO virus, Coxsackie group, Chlamydia, Rickettsia dan Mikoplasma

(Bahar, 2000).

Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6.000 per cc.

gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit

dada, sakit perut. Kadang-kadang ditemukan juga gejala-gejala perikarditis

(Bahar, 2000).

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan virus dalam cairan efusi, tapi

cara termudah adalah dengan mendeteksi antibody terhadap virus dalam cairan

efusi (Bahar, 2000).

B. Efusi pleura karena bakteri piogenik

Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan

parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi

diafragma, dinding dada atau esofagus (Bahar, 2000).

Bakteri yang sering ditemukan adalah (Bahar, 2000) :

15

Page 13: BAB II Efusi Pleura

1. Aerob diantanya adalah : Streptokokus pneumonia, Streptokokus mileri,

Stafilokokus aureus, Hemofilus spp, Entamoeba koli, Klebsiela,

Pseudomonas spp.

2. Anaerob : Bakteroides spp, Peptostreptokokus, Fusobakterium.

Pemberian kemoterapi dengan Ampisilin 4x1 gram dan Metronidazol

3x500 mg hendaknya sudah dimulai sebelum kultur dan sensitivitas bakteri

didapat. Terapi lain yang lebih penting adalah mengalirkan cairan efusi yang

terinfeksi tersebut keluar dari rongga pleura dengan efektif (Bahar, 2000).

C. Efusi pleura tuberkulosa

Pada permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom

dan bersifat eksudat. Penyakit kebayakan terjadi sebagai komplikasi tuberculosis

paru melalui fakus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab

lain dapat juga dari robeknya perkijuan kearah saluran getah bening yang menuju

rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis (menimbulkan penyakit Pott). Dapat

juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral (Bahar, 2000).

Cairan efusi yang biasanya serous kadang-kadang bisa juga hemoragik.

Jumlah leukosit antara 500-2.000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel poli

morfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung

kuman tuberculosis. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri

tuberculosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.

Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma (Bahar, 2000).

Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberculosis dalam cairan

efusi (kultur). Atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana

frekuensi tuberculosis paru tinggi dan terutama pada penderita usia muda,

sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak

ditemukan adanya kuman tuberculosis dalam cairan efusi atau tidak ditemukan

adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura (Bahar, 2000).

Pengobatan dengan obat-obat anti tuberculosis (Rifampisin, INH,

Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu kurang lebih 12 bulan.

Dengan pengobatan ini cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk

16

Page 14: BAB II Efusi Pleura

menghilangkanya eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis.

Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat juga

terjadi fibrotoraks. Untuk mencegah ini dapat diberikan kortikosteroid secara

sistemik (Bahar, 2000).

D. Efusi pleura karena fungi

Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran

infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah :

Aktinomikosis, Koksidiodomikosis, Aspergillus, Kriptokokus, Histoplasmosis,

Blastomikosis dan lain-lainnya (Bahar, 2000).

Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitipitas

lambat terhadap organisme fungi. Penyebaran fungi ke organ tubuh lain amat

jarang. Pengobatan dengan Amfoterisin B memberikan respon yang baik.

Prognosis penyakit ini relative baik (Bahar, 2000).

E. Efusi pleura karena parasit

Parasit yang dapat menginfestasi kedalam rongga pleura hanyalah amoeba.

Bentuk tropozoitnya datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke

parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena

peradangan yang ditimbulkannya. Disamping ini dapat juga terjadi empiema

karena amoeba yang cairannya berwarna khas merah tengguli. Disini parasit

masuk kerongga pleura secara migrasi dari parenkim hati. Bisa juga karena

adanya robekan dinding abses amoeba pada hati kearah rongga pleura. Efusi

parapneumonia karena amoeba dari abses hati lebih sering terjadi dari pada

empiema amoeba (Bahar, 2000).

F. Efusi pleura karena kelainan intra abdominal

Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan

peradangan yang terdapat dibawah diafragma, seperti pankreatitis, pseudokista

pankreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses

limpa dan lain-lainnya (Bahar, 2000).

17

Page 15: BAB II Efusi Pleura

Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral.

Mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim

pankreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi pleura disini

bersifat eksudat serosa, tapi kadang-kadang bisa juga hemoragik. Kadar amilase

dalam efusi lebih tinggi dari pada dalam serum (Bahar, 2000).

Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen

seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pasca operasi

atelektasis. Biasanya terjadi unilateral dan jumlah efusi tidak banyak (lebih jelas

terlihat pada foto lateral dekubitus). Cairan bersifat eksudat dan mengumpul pada

sisi operasi. Efusi pleura pasca operasi biasanya bersifat benigna dan kebanyakan

akan sembuh secara spontan (Bahar, 2000).

1. Sirosis Hati

Efusi pleura dapat terjadi pada penderita dengan sirosis hati. Kebanyakan

efusi pleura timbulnya bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan

antara cairan asites dengan cairan pleura, karena terdapat hubungan fungsional

antara rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau celah

jaringan otot diafragma (Bahar, 2000).

Kebanyakan efusi menempati pleura kanan (70%) dan efusi bisa juga

terjadi bilateral. Torakosentesis kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi

sesak nafas, tapi bila asitesnya padat sekali, cairan pleura akan timbul lagi dengan

cepat. Dalam hal ini perlu dilakukan terapi peritoneosentesis disamping terapi

terhadap penyakit asalnya (Bahar, 2000).

2. Sindrom Meig

Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium

(jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis terjadinya efusi

pleura ini masih belum diketahui betul. Bila tumor ovarium tersebut dibuang,

efusi pleura dan asitesnya segera menghilang. Adanya massa dirongga pelvis

disertai asites dan eksudat cairan pleura sering ditafsirkan sebagai neoplasma dan

metastasisnya (Bahar, 2000).

3. Dialisis peritoneal

18

Page 16: BAB II Efusi Pleura

Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis

peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan

dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.

Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan

dialisat (Bahar, 2000).

G. Efusi Pleura karena penyakit kolagen

1. Lupus eritematosus

Pleuritis adalah salah satu gejala yang timbul belakangan pada penyakit

lupus eritematosus sistemik (SLE). Dengan terjadinya efusi pleura yang kadang-

kadang mendahului gejala sistemik lainnya, diagnosis SLE ini menjadi jelas.

Hampir 55% dari SLE disertai pleuritis dan pada 25% dari pada nya juga dengan

efusi pleura (Bahar, 2000).

Cairan efusi bersifat eksudat, jarang yang hemoragik mengandung

bermacam-macam leukosit. SLE didiagnosis dengan ditemukannya sel LE atau

konsentrasi komplemen (C3 dan C4) yang rendah dalam cairan efusi. Kadang-

kadang diperlukan juga torakosentesis untuk penyembuhan di samping terapi

dengan kortikosteroid (Bahar, 2000).

2. Artritis rheumatoid (RA)

Efusi pleura terdapat pada 5% RA selama masa sakitnya. Cairan efusi

bersifat eksudat serosa yang banyak mengandung limfosit. Faktor rheumatoid

mungkin terdapat dalam cairan efusi tapi ia tidak patognomonik untuk RA, karena

bisa juga terdapat pada karsinoma, tuberculosis ataupun pneumonia (Bahar,

2000).

Kadar glukosa biasanya sangat rendah (kurang dari 20 mg %), malah

sering tidak terdeteksi sama sekali (demikian juga pada tuberculosis dan

karsinoma). Kadar kolesterol dalam cairan efusi juga sering meningkat. Biopsi

pada jaringan pleura bisa mendapatkan granuloma yang seolah-olah seperti nodul

reumatik perifer (Bahar, 2000).

Umumnya efusi pleura pada RA sembuh sendiri tanpa diobati tapi kadang-

kadang diperlukan juga terapi kortikosteroid. Pada demam reumatik akut sering

19

Page 17: BAB II Efusi Pleura

juga ditemukan efusi pleura dengan sifat eksudat. Jumlah cairan efusi biasanya

sedikit dan segera menghilang bila demam reumatiknya berkurang (Bahar, 2000).

3. Skleroderma

Efusi pleura juga didapatkan pada penyakit skleroderma. Jumlah cairan

efusinya tidak banyak, tapi yang menonjol disini adalah penebalan pleura atau

adhesi pleura yang terdapat pada 75% penderita scleroderma (Bahar, 2000).

H. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi

1. Gangguan kardiovaskular

Payah jantung (decompensation cordis) adalah sebab terbanyak timbulnya

efusi pleura. Penyebab lain : Perikarditis konstriktiva dan sindroma vena kava

superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena

sistematik dan tekanan kaviler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi

pada pleura pariental. Disamping itu peningkatan tekanan kaviler pulmonal akan

menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah

bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan kerongga pleura dan

paru-paru meningkat (Bahar, 2000).

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga

menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan

adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan (Bahar, 2000).

Terapi ditujukan pada payah jantung. Bila kelainan jantungnya teratasi

dengan istirahat, digitalis, diuretik dan lain-lainnya, efusi pleura juga segera

menghilang. Kadang-kadang thorakosintesis diperlukan juga bila penderita amat

sesak (Bahar, 2000).

2. Emboli pulmonal

Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.

Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark. Emboli menyebabkan

menurunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun

kerusakan parenkim paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang

berdarah (warna merah) (Bahar, 2000).

20

Page 18: BAB II Efusi Pleura

Pada bagian paru yang iskemik terdapat juga kerusakan pleura viseralis.

Keadaan ini kadang-kadang disertai rasa sakit pleuretik yang berarti pleura

parietalis juga ikut terkena. Disamping itu permeabilitas antara satu ataupun kedua

bagian pleura akan meningkat, sehingga cairan efusi mudah terbentuk. Adanya

nyeri pleuritik dan efusi pleura pada emboli pulmonal tidak berarti infark paru

juga harus terjadi. Cairan efusi bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak dan

biasanya sembuh secara sepontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya.

Pada efusi pleura dengan infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan

waktu penyembuhan juga lebih lama (Bahar, 2000).

Pengobatan ditujukan terhadap embolinya yakni dengan memberikan obat

anti koagulansia dan mengontrol keadaan trombosisnya (Bahar, 2000).

3. Hipoalbuminemia

Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom

nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi

karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan

tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat

transudat (Bahar, 2000).

Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan retraksi pemberian

garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin

(Bahar, 2000).

I. Efusi pleura karena neoplasma

Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura

dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan

adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain yang agak khas adalah jumlah

cairan efusi amat banyak dan selalu berakumulasi kembali dengan cepat walaupun

dilakukan torakosintesis berkali-kali. Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil

(10%) bisa sebagai transudat. Warna efusi bisa sero-santokrom ataupun

hemoragik (terdapat lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc). Didalam cairan

ditemukan sel-sel limfosit (yang dominan) dan banyak sel mesotellal.

21

Page 19: BAB II Efusi Pleura

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi atau biopsi pleura parientalis sangat

menentukan diagnosis terhadap jenis-jenis neoplasma (Bahar, 2000).

Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma

yakni (Bahar, 2000) :

- Dengan menumpuknya sel-sel tumor, akan meningkatkan permeabilitas pleura

terhadap air dan protein.

- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah

vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan

cairan dan protein.

- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul

hipoproteinnemia.

Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga

bilateral karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat

meningkatkan pengaliran cairan dari rongga peritoneal ke rongga pleura via

diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini ditemukan

pada 10-20% karsinoma bronchus, 8% dari limpoma malignan dan leukaemia

(Bahar, 2000).

Jenis-jenis neoplasma yang menyebabkan efusi pleura adalah :

a. Mesotelioma

Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini

tidak banyak ditemukan. Bila tumor masi terlokalisasi, ia tidak menimbulkan efusi

pleura, sehingga dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia

tersebar (difus), digolongkan sebagai tumor ganas karena dapat menimbulkan

efusi pleura yang maligna (Bahar, 2000).

b. Karsinoma bronkus

Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi pleura.

Tumor biasa ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung dari

paru-paru melalui pembuluh getah bening. Efusi dapat juga terjadi tanpa adanya

pleura yang terganggu, yakni dengan cara obstruksi pneumonitis atau menurunya

aliran getah bening. Dalam hal ini terapi dengan operasi terhadap tumornya masih

dapat dipertimbangkan. Tetapi bila dalam pemeriksaan sitologi sudah ditemukan

22

Page 20: BAB II Efusi Pleura

sel-sel ganas dalam cairan pleura, penderita tidak dapat dioperasi lagi. Untuk

mengurangi keluhan sesak nafasnya dapat dilakukan thorakosintesis secara

berulang-ulang. Tapi sering cairan timbul lagi dengan cepat, sehingga kadang-

kadang pipa thorakotomi tidak dilepaskan dari dinding dada (resikonya timbul

empiema).tindakan lain untuk mengurangi timbulnya lagi cairan adalah dengan

pleurodesis memakai zat-zat seperti tetrasiklin, talk, sitostatika, kuinakrin dan

lain-lainnya (Bahar, 2000).

c. Neoplasma metastatik

Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastasis ke pleura dan

menimbulkan efusi adalah : karsinoma payudara (terbanyak), ovarium, lambung,

ginjal, pankreas dan bagian-bagian organ lainnya abdomen (Bahar, 2000).

Efusi pleura yang terjadi dapat bilateral. Pada gambaran radiologis dada

mungkin tidak terlihat bayangan metastasis di jaringan paru, karena inplantasi

tumor hanya mengenai pleura viseralis saja (Bahar, 2000).

Pengobatan terhadap neoplasma metastatik ini sama dengan karsinoma

bronkhus yakni dengan kemoterapi dan penanggulangan terhadap evolusi

pleuranya (Bahar, 2000).

d. Limpoma malignum

Dari kasus-kasus limpoma malignum (non-hodgkin dan Hodgkin) ternyata

30% bermetastasis ke pleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Didalam cairan

efusi tidak selalu terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya

ditemukan sel-sel limfosit karena sel ini ikut dalam aliran darah dan aliran getah

bening melintasi rongga pleura. Diantara sel-sel yang bermigrasi inilah kadang-

kadang ditemukannya sel-sel ganas limpoma malignum (Bahar, 2000).

Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya yakni (Bahar,

2000) :

- Bila efusi terjadi dari inflantasi sel-sel limpoma pada permukaan pleura,

cairannya adalah eksudat, berisi limfosit yang banyak dan sering hemoragik.

- Bila efusi terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cairannya bisa

transudat atau eksudat dan ada limfosit.

23

Page 21: BAB II Efusi Pleura

- Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk

kil.

- Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada penderita limpoma malignum

karena menurun resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema

akut atau kronik.

Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura yang berulang (efusi

maligna) pada limpoma malignum kebanyakan tidak responsive terhadap tindakan

torakostomi dan instilasi dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan efusi

maligna ini mempunyai prognosis yang buruk (Bahar, 2000).

J. Efusi pleura karena sebab lainnya

a. Trauma

Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma yakni trauma tumpul, laserasi,

luka tusuk pada dada, rupture esofagus karena muntah hebat atau karena

pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi. Jenis cairan dapat berupa serosa

(eksudat/transudat), hemotoraks, kilotoraks dan empiema. Analisis cairan efusi

dapat menentukan lokalisasi trauma, misal pada ruptur esofagus kadar pH nya

rendah (kurang lebih 6,5) karena terkontaminasi dengan asam lambung, kadar

amilase dalam cairan pleura meningkat karena adanya air ludah (saliva) yang

tertelan dan masuk kedalam rongga pleura (Bahar, 2000).

b. Uremia

Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri

dari efusi pleura, efusi perikardium dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme

penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tapi diketahui dengan timbulnya

eksudat terdapat peningkatan permeabilitas jaringan pleura, perikardium atau

peritoneum. Yang unik adalah cairan masih juga terjadi walaupun penderita

menjalani hemodialisis kronik (uremianya berkurang). Disini cairan malah dapat

berubah dari serosa menjadi hemoragik dan seterusnya terjadi kontriksi

pleura/perikardium. Asal darah tidak jelas, tetapi diperkirakan karena efek anti

koagulan/heparin pada pleura/perikardium. Bila sudah terjadi kontriksi

pleura/perikardium, pengobatanya adalah dengan dekortikasi (Bahar, 2000).

24

Page 22: BAB II Efusi Pleura

Sebagian besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang

jelas seperti sesak nafas, sakit dada, atau batuk. Jumlah efusi bisa sedikit atau

banyak, unilateral atau bilateral. Kadang-kadang dengan dialisis yang teratur,

efusi dapat terserap perlahan-lahan. Torakosintesis sewaktu-waktu masih

diperlukan (Bahar, 2000).

c. Miksedema

Efusi pleura dan efusi perikardium dapat terjadi sebagai bagian

miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan

bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi tinggi (Bahar,

2000).

d. Limfedema

Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan

efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paruh. Pada beberapa penderita

terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan (Bahar, 2000).

Patogenesis efusi pleura yang bersifat eksudat ini belum diketahui betul,

tapi diperkirakan karena adanya kegagalan aliran getah bening (Bahar, 2000).

e. Demam familial meditranian

Penyakit ini banyak terdapat didaerah timur tengah terutama pada bangsa

yahudi. Penyakit diturunkan secara autosomal resesif dari orang tua ke anaknya.

(Bahar, 2000).

Gejala penyakit berupa : serangan demam yang berulang, rasa sakit

abdominal dan pleuritis. Pleuritis disini dapat memberikan rasa nyeri pleuritik dan

efusi pleura. Pengobatan bersifat suportif saja dan operasi sebaiknya dihindarkan

(bahar, 2000).

f. Reaksi hipersensitif terhadap obat

Pengobatan dengan nitrofurantoin, metilsergid, praktolol kadang-kadang

memberikan reaksi atau perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang

dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura. Bila proses menjadi kronik

bisa terjadi fibrosis paru atau pleura (Bahar, 2000).

Pengobatan dengan hidralazin, prokainamid dan kadang-kadang dengan

difenil hidantoin dan isoniazid sering juga menimbulkan pleuritis dan perikarditis

25

Page 23: BAB II Efusi Pleura

(drug induced lupus syndrome). Radang dan efusi yang timbul dapat menghilang

bila pemberian obat-obat tersebut dihentikan (Bahar, 2000).

g. Sindrome dressler

Pleuritis dan perikarditis dapat terjadi setelah satu sampai enam minggu

serangan infark jantung akut, tindakan resusitasi jantung atau operasi kardiotomi.

Cairan pleura/perikardium yang kemudian timbul bersifat eksudat, steril,

berwarna serosa atau hemoragik. Keadaan ini disebabkan oleh reaksi

hipersensitifitas otot jantung dan perikardium terhadap tindakan/pengobatan

narkosis. Terapi hanya simtomatik saja karena penyakit ini tergolong self-limited

(Bahar, 2000).

h. Sarkoidosis

Efusi pleura sebenarnya tidak banyak ditemukan pada sarkoidosis. Efusi

biasanya unilateral tapi dapat juga bilateral. Cairan bersifat eksudat, serosa tapi

bisa juga hemoragik, banyak sel-sel limfosit (Bahar, 2000).

Diagnosis untuk sarkoidosis ialah dengan tuberculin negative, biopsi

pleuranya mengandung granulomata non kaseosa dan hasil kultur negative untuk

mikobakterium dan organisme mikosis lainnya (Bahar, 2000).

K. Efusi pleura idiopatik

Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik

secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura dan

lain-lain), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti.

Keadaan ini dapat digolongkan dalam efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan

dengan operasi kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal karena

pleuritis yang non sepesifik (Bahar, 2000).

Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis

sel. Penyebab efusi pleura ini banyak yang belum jelas, tapi diperkirakan karena

adanya infeksi, reaksi hipersensitifitas, kontaminasi dengan asbestos dan lain-lain.

Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi (negara-negara

yang sedang berkembang), efusi pleura idiopatik ini kebanyakan dianggap sebagai

pleuritis tuberculosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap

sebagai pleuritis karena penyakit kolagen atau neoplasma (Bahar, 2000).

26

Page 24: BAB II Efusi Pleura

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Umum

- O2 : bila timbul dispnea lakukan pengukuran gas darah arteri dan berikan

oksigen 5 Liter/menit dengan masker atau melalui hidung.

- Torakosentesis : bila pada pemeriksaan toraks atau sinar X toraks

menunjukkan adanya pengumpulan cairan yang massif (kebanyakan pada

satu sisi toraks), lakukan torakosentesis untuk mengeluarkan cairan

sebanyak 500-1.000 ml, sehingga dapat mengurangi gejala yang timbul.

Pengeluaran cairan dilakukan selama 30-90 menit untuk mencegah

terjadinya edema paru pada paru yang sedang mengembang lagi. Pada

cairan yang diambil dilakukan pemeriksaan jumlah sel, kadar protein dan

glukosa, pemeriksaan sitologik dan biakan. Bila pasien tidak dalam

keadaan terganggu, torakosentesis ditunda sampai pasien dirawat di rumah

sakit.

2.8.2 Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi

juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat

dilakukan sebagai berikut:

a. penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau

diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat

dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.

b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di

daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di

bawah batas suara sonor dan redup.

c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan

jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya

disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai

diahfrahma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau

jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau

pleura parietalis tebal.

27

Page 25: BAB II Efusi Pleura

Gambar 2. Metode torakosentesis

d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada

setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat

pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan

dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa

batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.

2.8.3 Pemasangan WSD

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks

dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara

lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:

a. tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea

aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.

28

Page 26: BAB II Efusi Pleura

b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar

kurang lebih 2 cm sampai subkutis.

c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.

d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai

mendapatkan pleura parietalis.

e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian

trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang

toraks.

f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat

dengan kasa dan plester.

g. selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang

dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang

diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari

luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.

Gambar 3. Pemasangan jarum WSD

h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada

selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.

Untuk memastikan dilakukan foto toraks.

29

Page 27: BAB II Efusi Pleura

i. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan

paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

2.8.4 Pleurodesis

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan

penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan

adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-

fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat

dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg)

diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan

WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang

menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali

cairan dalam rongga tersebut.

Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan

paru dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam

3050 ml larutan garram faal, kemudian dimasukkan ke dalam rongga

pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml

larutan garam faal untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk

mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik

diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna

mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6 jam dan

posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh

bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam cairan tidak

keluar, selang toreaks dapat dicabut

30