bab ii efusi pleura

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efusi pleura Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebih dalam rongga pleura baik transudat maupun eksudat. (Smelter C Suzanne, 2001) Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi cairan yang abnormal dalam rongga pleura. ( Brunner dan Suddarth, 2001) Jadi kesimpulan efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal atau penimbunan cairan yang berlebih dalam rongga pleura diantara permukaan viseral dan parietal yang berupa transudat maupun eksudat.

Upload: rahmanitafildzah

Post on 11-Jul-2016

36 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Lapsus efusi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Efusi pleura

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efusi pleura

Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebih dalam rongga pleura baik

transudat maupun eksudat. (Smelter C Suzanne, 2001)

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi cairan yang

abnormal dalam rongga pleura. ( Brunner dan Suddarth, 2001)

Jadi kesimpulan efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal atau

penimbunan cairan yang berlebih dalam rongga pleura diantara permukaan viseral

dan parietal yang berupa transudat maupun eksudat.

Klasifikasi efusi pleura:

1. Efusi Pleura Transudat

Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan

hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negatif

intra pleura yang meningkat (atelektasis akut).

Page 2: BAB II Efusi pleura

Ciri-ciri cairan transudat:

Serosa jernih

Berat jenis rendah (<1,012)

Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil

Protein <3%

Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan

hydrothorak, biasanya disebabkan oleh:

Payah jantung

Penyakit ginjal (SN)

Penyakit hati (SH)

Hipoalbumin (malnutrisi, malabsorbsi)

2. Efusi Pleura Eksudat

Eksudat terbentuk akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang

berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (pneumonia) atau

drainase limfatik yang berkurang (obstruksi aliran limfa karena

karsinoma).

Ciri cairan eksudat:

Berat jenis >1,015%

Kadar protein >3% atau >30 g/dl

Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6

LDH cairan pleura lebih besar 2/3 dari batas atas LDH serum

normal

Warna cairan keruh

Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:

Page 3: BAB II Efusi pleura

Kanker: karsinoma bronkogenik, mesotelioma, atau penyakit

metastatik ke paru atau permukaan pleura

Infark paru

Pneumonia

Pleuritis

Sifat Cairan Pleura Eksudat:

Apabila cairan eksudat berbau busuk kemungkinan

penyebabnya adalah infeksi kuman (mungkin anaerob). Apabila

baunya seperti urine kemungkinan ada urinothorak. Eksudat yang

kemerahan harus diperiksa hematokritnya dan bila >50%

kesimpulannya adalah hematotorak. Apabila hematokrit kurang dari

1% arti klinisnya tak ada, sedangkan apabila > 1% kemungkinan

adalah keganasan, emboli paru atau efusi pleura oleh karena trauma.

Supernatan cairan pleura harus diperiksa apabila ada

kekeruhaan, cairaan seperti susu atau mengandung darah. Kekeruhan

yang hilaang setelah centrifuge disebabkan oleh adanya sel atau

jaringan rusak. Apabila dengan sentrifuge tetap keruh cairannya

adalah chylothorax atau pseudochylothorax. Cylothorax proses

penyakitnya akut, pleura tak menebal, tak didapat kristal kolesterol

serta kadar trigliserid nya melebihi 110 mg%. Pseudochylothorax

proses penyakitnya kronis, pleura menebal, didapaat kristal kolesterol

serta trigliseridn pleuranya tak meningkat.

Page 4: BAB II Efusi pleura

Protein cairan pleura:

Peningkatan protein pada efusi pleura kadarnya sangat

bervariasi akan tetapi tak bisa dipakai sebagai pedoman diagnostik.

Akan tetapi apabila kadarnya melebihi 5g% kemungkinan tuberkulosa

lebih besar. Kadar protein yang kurang dari 0.5 g% kemungkinan

didapat pada urinothorak, peritoneal diaalysis, atau efusi pleura yang

timbul oleh karena kesalahan pemasangan intavascular catheter.

Lactate Dehydrogenase ( LDH ) cairan pleura :

LDH menggambarkan permiabilitas membran yang bisa

dipakai pedoman untuk melihat tingkat inflamasi dari membran

tersebut. Dengan kata lain LDH bisa dipakai sebagai sarana evaluasi

aktifitaas penyakitnya. Meskipun demikian LDH tak bisa dipakai

sebagai pedoman untuk diagnostik penyebabnya.

Glukosa cairan pleura:

Kadar glukosa yang rendah disebabkan oleh karena adanya

penebalan pleura atau kenaikan metabolisme di caairan pleura. Kadar

gula < 60 mg% bisa didapatkan pada efusi parapnemoni, keganasan,

tuberkulosa, rheuma, hematothorak, paragonimiasis,atau Churg –

Straauss syndrome. Pada penderita parapnemoni efusi pleura yang

kadar gulanya dibawah 40 mg% harus dipasang tube thoraaakostomi.

Akan tetapi pada penderita SLE kadar gula pleuraanya lebih besar dari

90 mg%. Pada penderita dengan efusi pleura ganas, kadar glukosa

cairan pleuranya rendah, biasanya sel ganas pada cairan pleura positip

Page 5: BAB II Efusi pleura

dan atau hasil biopsi pleuranya didapat sel ganas. Pada penderita

tersebut biasanya mean survival nya dibawaah 2 bulan.

Amylase cairan pleura:

Pemeriksaan amylase sangat berguna untuk mengetaahui

penyebab efussi pleura eksudat. Peningkatan amylase didapat pada

perforasi esophaguss, penyakit pankreas dan kegaanasan.

Peningkatan amylase terjadi 2 jam setelah adanya ruptur esophagus.

Didapat efusi pleura sampai 50% pada pankreatitis akut. Pada

umumnya gejala utama pankreatitis akut adalah sesak nafas dan nyeri

pleura. Pada beberapa kasus terjadi hubungan antara pseudo kista di

pankreas dengan rongga antarpleura sehingga menimbulkan efusi

pleura kronis tanpa gejala abdomen. Pada efusi pleura tersebut sering

dianggap oleh karena malignansi. Kadar amylasenya bisa sangat

tinggi yaaaitu > 4000 IU/ml.

Sel darah putih dan hitung jenisnya pada cairan pleura:

Jumlah sel darah putih pada cairan pleura mempunyai arti

diagnostik yang terbatas. Apabila jumlah sel darah putihnya kurang

dari 1000/μl, cairannya adalah transudat dan bila lebih biasanya

cairannya eksudate. Apabila lebih dari 10000/ μl, maka cairannya

empyema dan efusi para pnemoni akan tetaapi bisa juga didapat pada

pancreatitis, emboli paaru serta penyakit kolagen pembuluh darah dan

kadang bisa didaaapat pada keganasan serta tuberkulosa.

Page 6: BAB II Efusi pleura

Hitung jenis sel darah putih lebih berarti dibanding dengan

jumlah sel darah putih cairan pleura. Kelainan akut yaitu pnemoni,

emboli paru, pancreatitis, abscess abdomen, dan tb paru tahap awal

akan menunjukkan PMN yang dominan, sedangkan pada kelainan

kronis misal tb paru akan menunjukkan mononuclear sel yang

dominan. Eosinofil ≥ 10 % lebih sering disebabkan oleh karena

radang akut tapi tidak bisa menyingkirkan adanya proses tb atau

keganasan. Sebagian besar cairan pleura dengan banyak eosinofil

biasanya juga didapat darah atau udara. Apabila pada pemeriksaan

awal tak didapat eosinofil tapi pada pemeriksaan berikutnya jadi

banyak, kemungkinan disebabkan oleh adanya minimal pnemotorak

pada waktu punksi.

Darah di cairan pleura biasanya dikaitkan dengan adanya

eosinofil pleura. Pada hemotorak oleh karena trauma eosinofil didapat

pada minggu ke 2. Keadaan tersebut disebabkan oleh karena produksi

IL-5 oleh CD4+ T sel di rongga pleura. Eosinofil di cairan pleura oleh

karena hematotorak ada hubungan dengan eosinofil di darah. Cairan

pleura mengandung darah yang timbul oleh karena emboli paru sangat

banyak mengandung eosinofil.

Penyebab lain dari eosinofil di pleura adalah asbestosis (52%),

reaksi obat nitrofurantoin atau dantrolene, paragonimiasis (khas

disertai glukosa rendah,pH rendah dan LDH tinggi),serta Churg

Strauss syndrome.

Page 7: BAB II Efusi pleura

Mesothel jarang sekali didapat pada efusi pleura oleh karena tb

hanya 1 dari 65 penderita didapat 1 mesothel dalam 1000 sel.

Mesothel juga jarang didapat pada keadaan pleura ditutup oleh fibrin

misal pada prapnemoni.

Apabila lebih dari 50% sel darah putihnya adalah lymphocyt

penyebabnya adalah tb. Apabila didapat lymphocyte lebih dari 50 %

sel diagnosa tb bisa dipastikan dengan biopsi pleura. Membedakan T

dan B lymphocyte di pleura tak banyak mempunyai arti diagnostik

sebab biasanya cairan pleura sel lymphocyte nya 70 % T, 10% B dan

20% nul sel. Hanya pada chronic lymphocytic leukemia atau

lymphoma mempunyai arti diagnostik oleh karena pada keduanya

tipe selnya sama.

Sitologi pada cairan pleura:

Pemeriksaan sitologi dilakukan apabila dengan pemeriksaan

lain tetap tak bisa tegak diagnosanya. Sekali pemeriksaan pada

keganasan akan mendapatkan sel ganas pada 60% kasus sedang

apabila pemeriksaannya diulang beberapa kali bisa meningkat menjadi

90%. Pada malignant pleural efusion didapatkan 40-87% penyebabnya

adalah keganasan. Angka ini dipengaruhi oleh tipe sel. Hodgkin’s dis

hanya 25% positip.

Sel ganas tak hanya didapat pada efusi pleura, pada tumor paru

stadium 1 yang dilakukan lavage rongga pleura 14 % nya didapat sel

Page 8: BAB II Efusi pleura

ganas. Hal ini memperjelas survival rate yang rendah pada operasi

tumor paru meskipun stadiumnya rendah.

2.2 Efusi Pleura Ganas

Efusi pleura ganas adalah masalah klinis yang sering terjadi pada kasus

kanker. Efusi pleura ganas didefinisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan

dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan

sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Kenyataannya sel ganas tidak dapat

ditemukan pada sekitar 25% kasus efusi pleura yang berhubungan dengan

penyakit keganasan, sehingga jika hanya menggunakan definisi di atas dapat

terjadi kekeliruan pada kasus dengan sitologi / histologi negatif.

Pada kasus efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau

hasil biopsi pleura tetapi ditemukan kanker primer di paru atau organ lain,

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia (PDPI) memasukkannya sebagai efusi pleura ganas. Pada

beberapa kasus, diagnosis efusi pleura ganas didasarkan pada sifat keganasan

secara klinis, yaitu cairan eksudat yang serohemoragik/ hemoragik, berulang,

masif, tidak respons terhadap antiinfeksi atau sangat produktif meskipun telah

dilakukan torakosentesis untuk mengurangi volume cairan intrapleura.

(Syahruddin E dkk; 2009)

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia mendefinisikan efusi pleura ganas yaitu :

(Subagyo; 1998)

a. Efusi pleura yang terbukti ganas secara sitologi (cairan pleura) atau

histologi (biopsi pleura)

Page 9: BAB II Efusi pleura

b. Efusi pleura pada pasien dengan riwayat atau bukti yang jelas terdapat

keganasan organ intratoraks maupun ekstratoraks

Efusi pleura yang sifat keganasannya hanya dapat dibuktikan secara klinis,

yaitu hemoragis, masif, berulang dan tidak responsif terhadap pengobatan

antiinfeksi

Efusi pleura ganas merupakan masalah klinis di dunia, dimana diestimasi

ada sekitar 200.000 pasien di Amerika Serikat yang mengalami efusi pleura ganas.

Meskipun belum ada penelitian epidemiologi untuk efusi pleura ganas tetapi

insidensinya dapat diestimasi berdasarkan data-data yang ada yaitu sekitar 15%

dari seluruh penyakit keganasan. Efusi pleura ganas dapat disebabkan oleh hampir

semua jenis keganasan, hampir sepertiga kasus efusi pleura ganas disebabkan oleh

kanker paru. (Syahruddin E dkk; 2009)

Efusi pleura ganas sering ditemukan pada kanker paru jenis

adenosarkoma (40%), sel skuamosa (23%) dan karsinoma sel kecil (17,6%).

(Subagyo dkk; 1998)

2.3 Patofisiologi

Rongga pleura dalam keadaan normal mengandung cairan dengan kadar

protein rendah (<1,5g/dl) yang dibentuk oleh pleura viseral dan parietal. Cairan

kemudian diserap oleh pleura parietal melalui pembuluh limfe dan pleura viseral

melalui pembuluh darah mikro. Produksinya sekitar 0,01 ml/kgBB/jam hampir

sama dengan kecepatan penyerapan dan dalam rongga pleura volume cairan

pleura lebih kurang 10 – 20 ml. Mekanisme ini mengikuti hukum Starling yaitu

jumlah pembentukan dan pengeluaran seimbang sehingga volume dalam rongga

pleura tetap. Cairan pleura berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak

Page 10: BAB II Efusi pleura

dengan leluasa saat bernapas. (De Camp MM dkk; 1997, Light, Broaddus; 2000,

Light; 2000)

Patofisiologi efusi pleura ganas belum jelas benar tetapi berkembang

beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme efusi pleura ganas itu.

Akumulasi efusi di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas

pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel

kanker pada pleura parietal dan/ atau viseral. Mekanisme lain yang mungkin

adalah invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi pada

kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor primer pleura (mesotelioma).

Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe pada pleura parietal akibat

deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi cairan di rongga pleura. Teori

lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh

gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor-α (TNF-α),

tumor growth factor-β (TGF-β) dan vascular endothelial growth factor (VEGF).

Penulis lain mengaitkan efusi pleura ganas dengan gangguan metabolisme,

menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang

memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura. (Syahruddin E dkk; 2009)

2.4 Epidemiologi

Efusi pleura ganas terjadi paling banyak disebabkan oleh metastase tumor

di pleura yang berasal dari kanker paru dan kanker payudara sekitar 50 – 65%.

Kanker lain adalah limfoma, kanker yang berasal dari sistem gastrointestinal dan

Page 11: BAB II Efusi pleura

genitourinaria sebanyak 25% sedangkan 7 - 15% tidak diketahui asalnya.

(Antunes, Neville; 2000)

Jenis Keganasan Insidens (%)

Kanker paru

Kanker payudara

Adenokarsinoma

Leukemia/ limfoma

Traktus reproduksi

Traktus gastrointestinal

Traktus genitourinari

Primer tidak diketahui

Lain-lain

35

23

12

10

6

5

3

3

5

2.5 Diagnosis

Diagnosis efusi pleura ganas dengan mudah dan cepat dapat ditegakkan

hanya dengan prosedur diagnosa dan alat bantu diagnostik yang sederhana,

misalnya berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, foto toraks dan torakosentesis

saja. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam alur diagnosa dan

penatalaksanaannya menuliskan langkah awal yang paling penting untuk

diagnosis efusi pleura ganas adalah memastikan apakah cairan bersifat eksudat

dan/atau menemukan tumor primer di paru atau organ lain. Selain itu disingkirkan

juga penyebab lain misalnya pleuritis akibat infeksi bakteri atau penyakit

nonkeganasan lain. (Syahrudin E dkk, 2001)

Kebanyakan kasus efusi pleura ganas simptomatis meskipun sekitar 15%

datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500ml.

Page 12: BAB II Efusi pleura

Sesak napas adalah gejala tersering pada kasus efusi pleura ganas terutama jika

volume cairan sangat banyak. Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik paru

dan dinding dada karena penurunan keteregangan (compliance) paru, penurunan

volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan

penekanan diafragma ipsilateral. Estenne dkk menyimpulkan bahwa meskipun

terjadi perubahan fungsi paru pada penderita efusi pleura ganas misalnya

perubahan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) tetapi perubahan itu saja

belum memadai untuk dapat menjelaskan mekanisme sesak. Mereka membuat

hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi karena berkurangnya kemampuan

meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi toraks oleh cairan. Gejala lain

adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal terutama

pada mesotelioma, batuk, batuk darah (pada karsinoma bronkogenik), anoreksia

dan berat badan turun. (Syahruddin E dkk; 2009)

Kelainan jasmani pada pemeriksaan jasmani timbul pada efusi pleura yang

mencapai volume 300 ml. Kelainan tersebut meliputi penurunan suara nafas yang

ditandai dengan perkusi redup, penurunan fremitus raba, pleural friction rub dan

pergeseran batas mediastinum kearah kontralateral efusi. (Rubins J, Colice G;

2001)

Foto toraks posteroanterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan

efusi pleura pada pemeriksaan fisik dan jika volume cairan tidak terlalu banyak

dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat.

USG toraks sangat membantu untuk memastikan cairan dan sekaligus

memberikan penanda (marker) lokasi untuk torakosintesis dan biopsi pleura. Pada

efusi pleura ganas dengan volume cairan sedikit dan tidak terlihat pada foto toraks

Page 13: BAB II Efusi pleura

dapat dideteksi dengan CT-scan toraks. Magnetic resonance imaging (MRI) tidak

terlalu dibutuhkan kecuali untuk evaluasi keterlibatan dinding dada atau ekstensi

transdiafragmatic pada kasus mesotelioma dan prediksi untuk pembedahan.

Diagnosa pasti efusi pleura ganas adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan

pleura (sitologi) atau jaringan pleura (histologi patologi). Jika dengan pencitraan

tidak ditemukan tumor primer intratoraks maka perlu dilakukan bronkoskopi

untuk melihat tanda keganasan (mukosa infiltratif atau tumor primer) pada lumen

bronkus atau penekanan dinding bronkus oleh massa sentral di rongga toraks.

(Syahruddin E dkk; 2009)

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan efusi pleura ganas harus segera dilakukan sebagai terapi

paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera

ini adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan dan meningkatkan

kualitas hidup pasien. (Syahruddin E dkk; 2009) Menurut Perhimpuan Dokter

Paru Indonesia, efusi pleura ganas dengan cairan masif yang menimbulkan gejala

klinis sehingga mengganggu kualitas hidup penderita maka dapat dilakukan

torakosintesis berulang atau jika perlu dengan pemasangan water sealed drainage

(WSD). Pada kasus-kasus tertentu harus dilakukan pleurodesis yaitu dengan

memasukkan bahan tertentu ke rongga pleura. Intervensi bedah dilakukan jika

semua usaha telah dilakukan dan gagal. (Syahruddin E dkk; 2009)

Pleurodesis

Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dan parietalis baik secara

kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi

cairan maupun udara dalam rongga pleura. Pleurodesis merupakan terapi

Page 14: BAB II Efusi pleura

simptomatis jangka panjang serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup

dan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk

terapi paliatif penderita efusi pleura ganas. .(Amin Z, Masna IAK; 2007, Das dkk;

2008, Dikensoy, Light; 2005, Rodriguez - Panadero F and Antony VB; 1997)

Secara umum, tujuan dilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah

berulangnya efusi pleura (terutama bila terjadi dengan cepat), torakosintesis, atau

pemasangan selang dada berikutnya serta menghindari morbiditas yang berkaitan

dengan efusi pleura atau pneumotoraks berulang (trapped lung, atelektasis,

pneumonia, insuffisiensi respirasi, tension pneumothorax). (Amin Z, Masna IAK;

2007)

Pemilihan teknik yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien

merupakan hal yang sering diperdebatkan serta menentukan keberhasilan tindakan

pleurodesis. (Amin Z, Masna IAK; 2007)

Teknik Pleurodesis

Teknik pleurodesis diklasifikasikan menjadi 2 aspek , yaitu :

1. Aspek Mekanis

Untuk menghasilkan perlekatan antara lapisan pleura parietal dengan

pleura viseralis diperlukan evakuasi udara dan cairan secara sempurna.

Obstruksi oleh bekuan dapat dicegah dengan penggunaan selang dada.

Penggunaan selang dada yang dipasang sebelum tindakan dilakukan, serta

meninggalkannya beberapa waktu (untuk monitoring paska tindakan)

dapat meningkatkan keberhasilan.

2. Aspek Biologis

Page 15: BAB II Efusi pleura

Agar terjadi perlekatan yang sempurna, permukaan pleura harus teriritasi

baik secara mekanik maupun dengan pemberian agen sklerosis. Selain itu,

telah berkembang konsep baru yaitu peran fungsional respon mesothelium

terhadap stimulus sklerosis.

Agen Sklerosis

Agen sklerosis ideal yang dapat digunakan untuk pleurodesis harus efektif,

murah, aman dan mudah diperoleh. Namun tidak ada agen yang ideal, semuanya

berbeda tingkat keberhasilan dan efek samping yang timbul. Ada lebih dari 30

jenis agen sklerosis yang digunakan untuk prosedur pleurodesis, diantaranya

adalah povidon iodin dan bleomycin. (Amin Z, Masna IAK; 2007)

1. Povidon Iodin

Povidon iodin merupakan antiseptik topikal. Povidon iodin merupakan

bahan yang efektif, murah, aman dan mudah diperoleh. Povidon iodin

diabsobsi dengan baik pada permukaan mukosa yang mungkin berperan

sampai 104 meningkatnya konsentrasi serum iodin dibandingkan nilai

normal. Povidon iodin mungkin diabsorbsi oleh kelenjar tiroid dan

mungkin muncul pada saliva, keringat dan susu. Povidon iodin mengalami

paling sedikit metabolisme dan dieksresikan melalui urine.

Meknisme.dengan menggunakan povidon iodin dimana aktivitas

pleurodesis tidak diketahui. Ini mungkin berhubungan dengan rendahnya

pH cairan sklerosing (pH 2,97). (Dikensoy,Light; 2005, Olivares-Torres

dkk; 2002)

2. Bleomycin

Page 16: BAB II Efusi pleura

Agen lain yang sering direkomendasikan untuk pleurodesis adalah

bleomycin. Bleomycin adalah antibiotik-antineoplastik dari streptomyces

verticillus yang mengikat DNA menimbulkan kerusakan, hingga

menghambat sintesa DNA. Bleomycin digunakan secara luas karena ini

merupakan bahan sklerosis untuk pleurodesis, dan sukses dalam

mengontrol efusi pleura ganas pada beberapa percobaan yang telah

dipublikasikan. Ini dihubungkan dengan reaksi toksik yang minimal. Dosis

yang direkomendasikan 60 IU bleomycin dicampur dengan 50-100 ml

saline steril. Bleomycin relatif lebih mahal dibandingkan dengan agen

sklerosis lain. Mekanisme aksi bleomycin terutama sebagai sklerosis kimia

sama dengan talc dan tetrasiklin. Meskipun 45% pemberian bleomycin

diabsorbsi secara sistemik, ini ditunjukkan dengan menyebabkan minimal

atau tidak ada myelosupresi. Bleomycin merupakan agen sklerosis yang

efektif dengan angka kesuksesan setelah pemberian antara 58-85% dengan

rata-rata 61%. Efek samping yang terjadi adalah demam, sakit dada, dan

mual. (Antunes dkk; 2003)

Definisi Sukses atau Gagalnya pleurodesis pada Efusi Pleura Ganas

Rendahnya pH cairan pleura (nilai pada atau dibawah pH 7,28 )

merupakan tanda terjadinya peningkatan aktivitas metabolik dari kumpulan

tumor pleura, yang berhubungan dengan peningkatan bagian terbesar tumor,

rendahnya pH cairan pleura diperediksi pleurodesis gagal pada efusi pleura

ganas. (Venugopal; 2007)

Baru-baru ini, Joint Task Force dari American Thoracic Society and

European Respiratory Society membuat suatu penyataan tentang konsensus

Page 17: BAB II Efusi pleura

pengelolaan efusi pleura ganas. Menurut pernyataan ini defenisi ini

diusulkan

a. Sukses Pleurodesis :

- Sukses komplit : Membaiknya gejala jangka panjang berhubungan

dengan efusi tersebut, dimana tidak adanya cairan terakumulasi kembali

terlihat dari foto toraks sampai pasien mati.

- Sukses partial : Berkurangnya sesak nafas berhubungan dengan efusi

tersebut, dimana cairan terakumulasi kembali kurang dari 50 % terlihat

secara foto toraks dan tidak lagi diperlukan tindakan torakosintesis pada

pasien selama hidup.

b. Gagal Pleurodesis : Tidak berhasil pleurodesis, tidak seperti yang

didefinisikan diatas.

Pleurodesis merupakan tindakan yang invasif sehingga tidak

dianjurkan untuk pasien dengan harapan hidup yang singkat. Parameter

klinis seperti indeks Karnofsky dapat membantu pengambilan keputusan.

Selain itu, berdasarkan penelitian, pemeriksaan pH dan kadar gula pada

cairan pleura juga dapat membantu pengambilan keputusan. Kadar pH <

7,20 dan kadar gula < 60 mg/dl telah dihubungkan dengan harapan hidup

yang singkat (rerata harapan hidup hanya 1,9 bulan). Pada kasus tersebut,

torakosintesis berulang dapat menjadi tindakan alternatif.

Kontra Indikasi Pleurodesis (Amin Z, Masna IAK; 2007)

Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. Meskipun

demikian, perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan

prosedur pada pasien serta risiko dilakukannya prosedur agar pasien

Page 18: BAB II Efusi pleura

mendapat manfaat optimal dari tindakan yang dilakukan. Beberapa

keadaan yang dapat dianggap sebagai kontraindikasi relatif pleurodesis

meliputi :

1. Pasien dengan perkiraan kesintasan < 3 bulan

2. Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura

3. Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan terapi

sistemik (kanker mammae, dll)

4. Pasien yang menolak dirawat di rumah sakit atau keberatan

terhadap rasa tidak nyaman di dada karena selang torakostomi

5. Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempurna setelah

pengeluaran semua cairan pleura (trapped lung)

Komplikasi yang mungkin timbul setelah pleurodesis (Amin Z, Masna

IAK; 2009)

1. Nyeri

2. Takikardia, takipnea, pneumonitis, atau gagal napas, edema paru

reekspansi. Umumnya keadaan ini bersifat reversibel.

3. Demam. Biasanya berkaitan dengan pleuritis, hilang dalam <48 jam

4. Ekspansi paru inkomplit dan partially trapped lung

5. Reaksi terhadap obat

6. Shock neurogenik