bab ii efusi pleura

58
3 BAB II ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SYSTEM PERNAFASAN (EFUSI PLEURA DAN KANKER PARU) A. KONSEP DASAR EFUSI PLEURA 1. DEFINISI Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs di kapiler dan pleura viseralis (Arif Mutaqqin, 2008,126). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). 2. ETIOLOGI

Upload: ecca-candra-sie-kaumscorpio

Post on 23-Oct-2015

118 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

3

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN

SYSTEM PERNAFASAN

(EFUSI PLEURA DAN KANKER PARU)

A. KONSEP DASAR EFUSI PLEURA

1. DEFINISI

Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan cairan

dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs di kapiler dan pleura viseralis

(Arif Mutaqqin, 2008,126).

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak

diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi

tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara

normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)

berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa

adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

2. ETIOLOGI

Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:

a. Transudat dapat disebabkan oleh oleh suatu kelainan pada tekanan normal

di dalam paru-paru. Biasanya pada gagal jantung kongestif, sirosis hepatis

dan asites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, obstruksi vena cava

superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis

akut.

3

4

b. Eksudat disebabkan oleh Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur,

parasit, dan abses) dan neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma,

dan leukemia).

c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tmor, trauma, infark

paru, dan tuberculosis.

Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :

a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya

bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor

mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava

superior.

b. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis,

pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang

menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan

berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.

Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:

a. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)

b. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya

hipoproteinemia)

c. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)

d. Berkurangnya absorbsi limfatik

3. PATOFISIOLOGI

Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip

plasma (eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan

ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis

disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek

samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi

pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien

dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura

5

ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat

memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah

peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya

menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam

pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk

ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis

karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan

pengumpulan abnormal cairan pleura.

Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi

pleura. Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya

reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan

onkotik intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein).

Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan

tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas

pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-

paru cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang

secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).

6

4. PATHWAYS

5. KLASIFIKASI

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi

unilateral dan  bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan

yang spesifik dengan penyakit penyebabnya. Akan tetapi efusi yang

bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit berikut: Kegagalan jantung

7

kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus

systemic, tumor dan tuberkolosis.

Berdasarkan jenis cairannya dibedakan menjadi:

a.  Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi

karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah:   pecahnya

sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan  darahnya

ke dalam rongga pleura kebocoran aneurisma aorta (daerah

yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan

darahnya ke dalam rongga pleura gangguan pembekuan darah.

Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna,

sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum

atau selang.  

b. Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika

pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura.

Empiema bisa merupakan komplikasi dari:

1) Pneumonia

2) Infeksi pada cedera di dada

3) Pembedahan dada

4) Pecahnya kerongkongan

5) Abses di perut.

c. Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada)

disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama

di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran

karena adanya tumor.

8

6. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit

dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada

pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan

batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang

luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau

menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan

bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area

efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika

penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil

sampai sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Berikut tanda dan

gejala:

a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit

karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit

hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.

b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,

menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas

tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,

batuk, banyak riak.

c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi

jika terjadi  penumpukan cairan pleural yang signifikan.

d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk

akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat.

Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam

pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada

perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk

permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis

Ellis Damoiseu).

e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi

redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga

9

Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan

mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi

daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi

pleura. Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada,

ultrasound, pemeriksaan fisik, dan torakosentesis. Cairan

pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram,

basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah

merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase,

laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-

sel malignan, dan pH. Biopsi pleura mungkin juga

dilakukan.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Pemeriksaan Laboratorium :

a. Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah

pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang

hasilnya menunjukkan adanya cairan.

b. CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru

dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses

paru atau tumor

c. USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari

pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa

dilakukan pengeluaran cairan.

d. Torakosentesis : Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya

dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh

cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan

melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam

rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

10

e. Biopsi:Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan

penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan

pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.

f. Analisa cairan pleura : Efusi pleura didiagnosis berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto

thoraks.

g. Bronkoskopi : Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu

menemukan sumber cairan yang terkumpul.

8. PENATALASANAAN MEDIS

Pengelolaan efusi pleura di tujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan

pengososngan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan

thorakosentesis adalah :

a. Menghilangkan sesak nafas yang disebabkan oleh akumulasi cairan

dalam rongga pleura

b. Bila terapy spesifik pda penyakit primer tidak efektif atau gagal

c. Bila terjadi reakumulasi cairan

Pengambiolan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000

cc, karena pangambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan

dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang

ditandai dengan batuk dan sesak.

Kerugian thorakosentesis adalah :

a. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam

cairan pleura

b. Dapat menimbulkan infeksi dirongga pleura

c. Dapat terjadio pneumotoraks

11

B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA

1. PENGKAJIAN

a) Identitas klien

Identitas ada 2 klien dan penanggung jawab yang harus di ketahui

perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama

atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status

pendidikan, pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.

b) Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien

mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada

pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,

rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang

bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan

bernafas serta batuk non produktif.

c) Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit

yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri

dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan

meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya

tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat

pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga

ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang

telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-

keluhannya tersebut.

12

d) Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan pula keadaan atau penyakit – penyakit yang

pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan

tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis

paru yang kembali aktif.

e) Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura

seperti kanker paru, asma, TB, dsb.

f) Riwayat psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan

yang dilakukan terhadap dirinya.

g) Data dasar

1. Aktifitas/istirahat

Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat

2.      Sirkulasi

Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop,

hipertensi/hipotensi, DVJ

3.      Integritas ego

Tanda : ketakutan, gelisah

4.      Makanan / cairan

Adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse

5.      nyeri/kenyamanan

13

Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat

oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu,

abdomen

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi

6.      Pernapasan

Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,

Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada

dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus

menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea

terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan

Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama

(paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan

pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat,

krepitasi subkutan

h) Pemeriksaan fisik

1) B1 (Breathing)

Inspeksi : peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang

disertai penggunaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan

ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada

sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris, (cembung

pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan

sputum purulen.

Palpasi : pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra

lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR

cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu. Fremitus

tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah

cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan

pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah

cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka

14

akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung

lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini

disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian

depan dada, kurang jelas di punggung.

Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada

posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya

ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja

akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis

kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan

tanda  i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-

kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut

egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol,

1995,79).

2) B2 (Blood)

Inspeksi : perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang

berbeda pada ISC 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1

cm. pemeriksaan ini bertujuan ntuk mengetahui ada tidaknya

pergeseran jantung.

Palpasi : dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart

rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya

denyut jantung dan memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus

coris.

Perkusi : dilakukan untuk menentukan batas jantung daerah

mana yang terdengar pekak. Ha ini bertujuan untuk

menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena

pendorongan cairan efusi pleura.

Auskultasi : dilakukan unuk menentukan bunyi jantung I dan

II tunggal atau gallop dan adakah bnyi jantung III yang

merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur yang

menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

15

3) B3 ( Brain)

Pada saat dilakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji,

setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk

menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos

mentis, somnolen, atau koma. Selain itu fungsi-fungsi sensorik

juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,

perabaan, dan pengecapan.

4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine dilakukan dalam

hubungannya engan intake cairan.

5) B5 (Bowel)

Pada saat inspeksi hal yang perlu diperhatikan adalah apakah

abdomen membuncit atau datar tepi perut menonjol atau tidak,

umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi

ada tidaknya benjolan atau massa. Pada klien biasanya

didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan,

dan penurunan berat badan.

6) B6 (Bone)

Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema peritibial,

feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi

perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time.

Selanutnya dilakukan pemeiksaan kekuatan tot untuk kemudian

dibandingkan antra bagian kiri dan kanan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien

dengan efusi pleura antara lain :

16

a. Diagnosa keperawatan pre-op

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan

menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan

cairan dalam rongga pleura

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran

alveolar-kapiler.

3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga

pleura.

4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh

secara mendadak ditandai dengan demam.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan anoreksia. akibat sesak nafas

sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan

kelelahan/kelemahan.

7. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk

yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana

lingkungan

8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, patofisiologis efusi

pleural, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang

terpajang informasi.

b. Diagnosa keperawatan post-op

1) Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan

water seat drainase (WSD))

2) Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan

terapi torakosintesis.

3) Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi

torakosintesis.

17

3. RENCANA KEPERAWATAN

Prioritas :

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan

menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan

cairan dalam rongga pleura

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran

alveolar-kapiler.

3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga

pleura.

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana

tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah

masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan

menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan

dalam rongga pleura.

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil :

a. Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas

normal.

b. Pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya

akumulasi cairan.

18

c. Bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi :

a. Identifikasi faktor penyebab.

Rasional :

Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan

jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang

tepat.

b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan

setiap perubahan yang terjadi.

Rasional :

Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman

pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan

kondisi pasien.

c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi

duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

 Rasional :

Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga

ekspansi paru bisa maksimal.

d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan

respon pasien).

Rasional :

Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru.

e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional :

Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian

paru-paru.

19

f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang

efektif.

Rasional : 

Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.

Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih

efektif.

g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan

obat-obatan serta foto thorax.

Rasional :

Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto

thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan

kembalinya daya kembang paru.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran

alveolar- kapiler.

Tujuan :

Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan pertukaran gas dalam alveoli adekuat.

Kriteria hasil:

a. Akral hangat

b. Tidak ada tanda sianosis

c. Tidak ada hipoksia jaringan

d. Saturasi oksigen perifer 90%

e. Tidak ada gejala disstres pernafasan

Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.

Rasional :

20

Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/indikasi

derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.

b. Awasi frekuensi jantung/irama

Rasional :

Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam tetapi dapat

sebagai respons terhadap hipoksemia.

c. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, cacat

adanya sianosis ferifer (kuku) atau sianosis sentral

(sirkumoral).

Rasional :

Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau rsepon tubuh

terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga,

membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut (membrane hangat)

menunjukkan hipoksemia sistemik.

d. Kaji status mental

Rasional :

Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat

menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.

e. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan

kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil.

Rasional :

Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan

influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolic dan

kebutuhan oksigen dan menggagu oksigenasi metabolic.

f. Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya

jumlah sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis,

perubahan tingkat kesadran, dipsnea berat,

gelisah.

Rasional :

21

Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada

pneumonia dan membutuhkan intervensi medic segera.

g. Kolaborasi

1) Berikan terapi oksigen dengan benar.

Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan

PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode

yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.

2) Awasi Analisa Gas Darah, nadi oksimetri.Rasional :

Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi

paru.

3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.

    Tujuan :

    Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan nyeri  dada klien hilang.

     Kriteria hasil :    

     Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol

serta  tampak rileks.

Intervensi :

a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri

dada  tersebut

    Rasional :

    Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

b. Bantu klien  melakukan tehnik relaksasi

    Rasional :

    Membantu mengurangi rasa nyeri.

c. Berikan analgetik sesuai indikasi

     Rasional :

     Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.

22

4. EVALUASI

a. Tercapainya ketidakefektifan pola pernafasan (pola nafas

normal), tidak adanya penumpukkan cairan dalam rongga

pleura, sianosis tidak ada dan tidak ada gejala hipoksia dan

tidak adanya sesak.

b. Tercapai ventilasi yang adekuat dan oksigenasi jaringan

dengan GDA dalam rentang normal dan tidak adanya gejala

disstres pernapasan.

c. Tidak adanya nyeri.

C. KONSEP DASAR KANKER PARU

1. DEFINISI

Kanker paru adalah abnormalitas dari sel-sel yang mengalami

proliferasi dalam paru (underwood, patologi, 2000)

Kanker paru adalah tumbuhnya keganasan yang berasal dari sel

efitel dan sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat efitelia serta

berasal dari mukosa percabangan broncus ( sylvia,1995:843 )

Kanker paru adalah tumor paru ganas primer yang berasal dari

saluran nafas ( Taprani 1996:234 )

Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price,

patofisiologi, 1995)

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpilkan kanker paru

merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam

paru dan tumbuhnya keganasan yang berasal dari sel epitel.

23

2. ETIOLOGI

Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui,

tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam

peningkatan insiden kanker paru :

a. Merokok.

Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan

statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat

(lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru

(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai

kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.

Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah

meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan

perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon

karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok

yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.

b. Iradiasi.

Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di

Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari

50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya

bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga

merupakan agen etiologi operatif.

c. Kanker paru akibat kerja.

Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan

karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput).

Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang –

orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga

mengalami peningkatan insiden.

d. Polusi udara.

24

Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru

yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan

walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan

uap diesel dalam atmosfer di kota.

( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).

e. Genetik.

Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam

kanker paru, yakni :

1) Proton oncogen.

2) Tumor suppressor gene.

3) Gene encoding enzyme

f. Diet.

Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten,

seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena

kanker paru.

  (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

3. PATOFISIOLOGI

Kanker paru merupakan tumbuhnya sel epitel dalam sistem

pernafasan bagian bawah yang berasal percabangan bronkus dan

diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan karsino genetik

diantaranya rokok yang mengandung neutal fraktion dan basik fraktion,

polusi udara, faktor genetik, terpajan zat karsinogen, dan diit yang tidak

baik.

            Bahan bahan tersebut  masuk kesaluran pernafasan dan menyebar

melalui alveolus, lobus paru, dan jaringan paru  sehingga merangsang

pertumbuhan sel yang abnormal kemudian terjadilah tumor paru  sehingga

disana terjadidiantaranya mtatase pada bagian-bagian paru seperti pada

bagian traktus  superior pada kerja silia menurun dan muskularis disaluran

pernafasan disana terdapat penumpukan sekret maka terjadi sesak nafaf.

25

            Terjadinya metastase didaerah paru plura dinding paru, tulang, atau

syaraf, dicolumna vetebralis torakal dan lumbal dapat terjadi infasi pad

asyaraf nyeri kronik dan keterbatasan gerakan dinding dada sehingga

sekret tidak bisa dikeluarkan dan tertelan ditraktus digestifus maka

mengakibatkan mual.

            Pada lobus paru mak dilakukan tindakan medis yaitu pembedahan

(lobustomi) pada bagian lumbal atau columna vetebralisyang akan

mengakibatkan klien eterbatasan gerak.

            Metastase epiglotis mengakibatkan suara serak, tidak jelas dan

hilang dan pada metastase sistem peredaran darah dapat mengenai kerja

jantung pada arteri koronaria sehingga terjadi infark miokard, gangguan

fungsi jantung dan penurunan kerja jantung

            Metastase pada pleura dinding paru, tulang dan saraf, dikolumna

vetebralis toraka dan lumbal dapat terjadi infasi pada saraf, nyeri kronik

dan keterbatasan dinding dada sehingga sekret tidak bisa dikeluarkan dan

tertelan sehingga mengakibatkan mual

4. PATHWAYS

26

5. KOMPLIKASI

a. Hematorak

b.   Peneumutorak

c.    Empiema

d.    Endokarditis

e.    Abses paru

f.    Atetektasis

g. Efusi pleura

h.  Sindroma vena superior 

i. Sidrom penekanan tulang belakang

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

27

a. Radiologi.

1) Foto Thorax Posterior-Anterior (PA) dan lateral serta

Tomografi dada

Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat

mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk,

ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada

bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau

vertebra.

2) Bronkhografi.

Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

b.  Laboratorium.

1)   Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).

Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

2)   Pemeriksaan fungsi paru dan GDA

Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi

kebutuhan ventilasi.

3)   Tes kulit, jumlah absolute limfosit.

Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum

pada kanker paru).

c. Histopatologi.

1)   Bronkoskopi.

Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan

pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik

dapat diketahui).

2)   Biopsi Trans Torakal (TTB).

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer

dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.

28

3)   Torakoskopi.

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih

baik dengan cara torakoskopi.

4)   Mediastinosopi.

Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah

bening yang terlibat.

5)   Torakotomi.

Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila

bermacam-macam prosedur non invasif dan invasif

sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

d. Pencitraan

1)   CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru

dan pleura.

2)   MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS.Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

a. Kuratif

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan

angka harapan hidup klien.

b. Paliatif.

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.

Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik

pada pasien maupun keluarga.

29

d. Supotif.

Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal

sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen

darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.

( Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, Rencana Asuhan

Keperawatan, 2000 Pembedahan)

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru

lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara

mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak

terkena kanker.

a. Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru

atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.

b. Pneumonektomi pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak

semua lesi bisa diangkat.

c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,

bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru;

infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

d. Resesi segmental

Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

e. Resesi baji.

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau

penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan

pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji

(potongan es).

f. Dekortikasi.

Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura

viscelaris)

30

g. Radiasi

Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam

upaya mengobati penderita kanker. Prinsip radioterapi

adalah mematikan sel kanker dengan memberikan dosis

yang tepat pada volume tumor / target yang dituju dan

menjaga agar efek radiasi pada jaringan sehat disekitarnya

tetap minimum

h. Kemoterafi.

Kemoterapi adalah upaya untuk membunuh sel-sel

kanker dengan mengganggu fungsi reproduksi sel.

Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan

jalan memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat

membunuh sel kanker.

D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER

PARU.

1. PENGKAJIAN.

a. Identitas

Dibagi menjadi 2, yaitu: identitas pasien serta identitas

penanggungjawab. Dari identitas berisi tentang biodata diri lengkap,

seperti : nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama, suku

bangsa, diagnose medis, tanggal dan jam masuk pasien serta nomer

registrasi. Dalam identitas penanggungjawab ditambah dengan

hubungan dengan pasien.

b. Keluhan Utama

31

Perasaan lemah, Sesak nafas, nyeri dada, Batuk tak efektif, Serak,

haus, Anoreksia,disfalgia, berat badan menurun, Peningkatan

frekuensi/jumlah urine, dan takut.

c. Riwayat Kesehatan Pasien

Riwayat kesehatan dibagi menjadi 3 , yaitu : riwayat kesehatan

sekarang , dahulu , dan keluarga.

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

pusing,nyeri dada, mudah lelah,palpitasi

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

apakah pernah sebelumnya menderita penyakit disritmia, obat-

obat apa saja yang digunakan untuk mengatasi

disritmia ,penggunaan obat-obatan anti aritmia dan penggunaan

obat digitalis.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

adakah keluarga menderita penyakit kronis dan menular ,

seperti : jantung, asma, diabetes mellitus, TBC, dll.

d. Data Fokus

1.  Aktivitas/ istirahat.

Gejala: Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan

rutin,

dispnea karena aktivitas.

Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).

2. Sirkulasi.

Gejala : JVD (obstruksi vana kava).

Bunyi jantung: gesekan pericardial (menunjukkan efusi).

Takikardi/ disritmia.

32

3. Eliminasi.

Gejala: Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).

Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan

hormonal, tumor epidermoid)

4. Makanan/ cairan.

Gejala: Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan

masukan makanan. Kesulitan menelan. Haus/ peningkatan

masukan cairan.

Tanda: Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)

Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava),

edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal,

karsinoma sel kecil)

Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor

epidermoid).

5. Nyeri/ kenyamanan.

Gejala: Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak

selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat

dipengaruhi oleh perubahan posisi.

Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau

adenokarsinoma)

Nyeri abdomen hilang timbul.

6. Pernafasan.

Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan

atau produksi sputum, nafas pendek. Pekerja yang terpajan

polutan, debu industry, serak, paralysis pita suara. Adanya

riwayat merokok

33

Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja,Peningkatan fremitus

taktil (menunjukkan konsolidasi) Krekels/ mengi pada

inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/

mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang

mengalami lesi).

7. Keamanan.

Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau

karsinoma)Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan

hormonal, karsinoma sel kecil)

8. Seksualitas.

Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma

sel

besar)Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal,

karsinoma sel kecil).

e. Pemeriksaan fisik fokus pada kanker paru menurut Arif Muttaqin

(2008: 201-202), yaitu :

B1 (Breathing)

1)    Inspeksi 

secara umum biasanya klien tampak kurus, terlihat batuk, dengan/tanpa

peningkatan produksi sekret. Pergerakan dada biasanya asimetris

apabila terjadi komplikasi efusi pleura dengan hemoragi. Nyeri dada

dapat timbul dalam berbagai bentuk tetapi biasanya dialami sebagai

rasa sakit atau tidak nyaman akibat penyebaran neoplastik ke

mediastinum. Selain itu, dapat pula timbul nyeri pleuritis bila terjadi

serangan sekunder pada pleura akibat penyebaran neoplastik atau

pneumonia.

P : Provoking Incident (pemicu)

34

Q : Quality or Quantity  (kualitas)

R : Regioin (area)

S : Severity ot pain (skala nyeri)

T : Time (kapan keluhan sering muncul).

Skala nyeri :

Rentang    Karakteristik

0    Tidak nyeri

1    Nyeri ringan

2    Nyeri sedang

3    Nyeri hebat

4    Nyeri sangat hebat

5    Nyeri paling hebat

Gejala-gejala umum seperti anoreksia, lelah, dan berkurangnya berat

badan merupakan gejala-gejala lanjutan.

2)    Palpasi

pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil premitus biasanya menurun.

3)    Perkusi

pada perkusi, didapat suara normal sampai hipersonor.

4)    Auskultasi didapat bunyi stidor lokal, wheezing unilateral didapat

apabila karsinoma melibatkan penyempitan bronkhus dan ini

merupakan tanda khas pada tumor bronkhus. Penyebaran lokal tumor

keseluruh mediastinum dapat menimbulkan suara serak akibat

terserangnya saraf rekuren, terjadi disfagia, akibat ketelibatan esofagus,

dan paralisis hemidiafragma akibat keterlibatan saraf frenikus.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.

a. Preoperasi

1) Kerusakan pertukaran gas b/d hipoventilasi.

35

2) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan jumlah

secret paru, meningkatnya tahanan jalan napas

3) Ansietas b/d perubahan status kesehatan, takut mati

4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan b/d kurang

informasi

b. Pasca Operasi

1) Kerusakan pertukaran gas b/d pengangkatan jaringan paru,

gangguan suplai oksigen,

2)  Bersihan jalan napas tidak efektif b/d viskositas secret,

keterbatasan gerakan dada, kelemahan

3)   Nyeri akut b/d trauma jaringan, insisi bedah

4)   Ansietas b/d perubahan status kesehatan, ancaman kematian

3. RENCANA KEPERAWATAN

a. Preoperasi

DX 1

Kriteria hasil :

1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat

dengan GDA dalam rentang normaldan bebas gejala distress

pernapasan.

2) Klien berpartisipasi dalam program pengobatan

Intervensi :

1) Kaji status pernapasan, catat peningkatan

frekwensi. Rasionalnya dispneu merupakan kompensasi adanya

tahan jalan napas

2) Catat ada tidaknya bunyi tambahan. Rasionalnya bunyi napas

dapat menurun. Krekles adalah bukti peningkatan cairan dalam

36

area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas

membrane  alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya

tahanan atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan

mucus atau edema serta tumor.

3) Kaji adanya sianosis. Rasionalnya penurunan oksigenasi

bermakna terjadi sebelum sianosis.

4) Kolaborasi pemberian oksigen. Rasionalnya memaksimalkan

sediaan oksigen sesuai kebutuhan tubuh.

Dx.2

Kriteria hasil :

1) Hilangnya dispneu

2) Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih

3) Mengeluarkan secret tanpa kesulitan

4) Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki atau

mempertahankan jalan napas

Intervensi :

1) Catat perubahan dan upaya pola

napas. Rasionalnya penggunaan otot interkostal/abdominal dan

pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernapas.

2) Observasi penurunan ekspansi dinding

dada. Rasionalnya ekspansia dada sehubungan dengan

akumulasi cairan, edema dan secret pada lobus.

3) Catat karakteristik batuk juga produksi dan karakteristik

sputum. Rasionalnya karakteristik batuk dapat berubah

tergantung pada penyebebnya, sputum bila ada mungkin

banyak, merah atau purulen.

37

4) Pertahankan posisi tubuh atau kepala dan gunakan alat bantu

napas sesuai kebutuhan.Rasionalnya menudahkan memelihara

jalan napas atas paten.

5) Kolaborasi pemberian bronkodilator (aminofilin, albuterol dll).

Awasi untuk efek samping merugikan dari obat (takikardi,

hipertensi, insommnia dan tremor). Rasionalnya obat diberkan

untuk menghialngkan spasme bronkus, menurunkan viskositas

secret, memperbaiki venrilasi dan memudahkan pengeluaran

secret.

DX. 3

Kriteria Hasil :

1) Mengakui dan mendiskusikan rasa takutnya

2) Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun

3) Menunjukkan pemecahan masalah

Intervensi:

1) Obserfasi peningkatan gelisah, emosi

labil. Rasional memburuknya penyakit dapat menyebabkan /

meningkatkan ansietas.

2) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit

rangsangan. Rasionalnyamenurunkan ansietas dengan

meningkatkan relaksasi dan penghematan energy.

3) Tunjukkan/bantu dengan teknik

relaksasi . rasionalnya memberikan kesempatan bagi pasien

untuk menangani ansietasnya sendir idan merasa terkontrol.

4) Identifikasi presepsi klien terhadap ancaman yang

ada. Rasionalnya membantu pengenalan ansietas/takut dan

mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu klien.

5) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan

perasaan. Rasionalnyamerupakan langkah awal dalam

mengatasi perasaan.

38

Dx. 4

Kriteria hasil :

1) Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi

2) Menggambarkan/ menyatakan diet, obat dan program aktifitas

3) Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang

memerlukan perhatian medic.

Intervensi :

1) Bantu klien untuk belajar memenuhi kebutuhannya. Berikan

informasi yang jelas dan ringkas pada klien. Rasionalnya untuk

meningkatkan konsentrasi dan energy untuk penerimaan tugas

baru.

2) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang

obat. Rasionalnya pemberian instruksi penggunaan obat yang

aman membantu pasien untuk mengikuti dengan tepet program

pengobatan.

3) Kaji konseling nutrisi tentang kebutuhan makanan dan kalori

klien. Rasionalnyapasien dengan pernapasan berat biasanya

mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga

memerlukan peningkatan nutrisis untuk proses penyembuhan.

4) Berikan pedoman untuk aktifitas. Rasionalnya pasien tidak

boleh terlalau lelah dan mengimbangi periode istirahat dan

aktifitas untuk meningkatkan stamina  dan menjegak kebutuhan

oksigen yang berlebihan.

b. Pasca Operasi

Dx. 1

Kriteria hasil :

1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jarinhan

adekuat degan gda dlam rentang normal

2) Bebas gejala distress pernapasan

39

Intervensi :

1) Catat frekwensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan.

Obserfasi penggunaan otot bantu napas dan perubahan

kulit. Rasionalnya pernapasan meningkat sebagai akibat nyeri

atau sebagai akibat mekanisme kompensasi awal terhadap

hilangnya jaringan paru.

2) Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi napas tidak

normal.Rasionalnya konsolidasi dan kurangnya gerakan udara

pada sisi yang dioperasi noemal pada pasien pneumonoktomi.

Namun pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara

normal pada lobus yang masih ada.

3) Pertahankan kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan

posisi, pengisapan dan penggunaan alat bantu

pernapasan. Rasionalnya obstruksi jalan napas mempengaruhi

ventilasi yang dapat mengganggu pertukaran gas.

4) Bantu dengan latihan napas dalam dan napas mulut dengan

tepat. Rasionalnya meningkatkan ventilasi maksimal dan

oksigenasi serta mencegah atelektasis.

Dx. 2

Kriteria hasil :

1) Menunjukkan patensi napas dengan cairan secret mudah

dikeluarkan, bunyi napas jelas dan pernapasan tidak bising.

Intervensi :

1) Auskultasi dada untuk karakterisitik bunyi napas dan adanya

secret. Rasionalnya pernapasan bising, rinki dan mengi

menunjukkan tertahannya secret dan obstruksi jalan napas.

2) Bantu pasien /instruksikan untuk napas dalam efektif dan batuk

dengan posisi duduk dan menekan daerah insisi. Rasionalnya 

posisis duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan

penekanan menguatkan upaya batuk untuk mobilisasi dan

pembuangan secret.

40

3) Obserfasi jumlah dan karakteristik sputum. Rasionalnya

peningkatan jumalah secret tidak berwarna/berair awalnya

normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.

4) Dorong masikan cairan peroral (2500 ml/hari). Rasionalnya 

hidrasi adekuat untuk mempertahankan secret

hilang/peningkatan pengeluaran

5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran dan analgetik

sesuai indikasi. Rasionalnya  menghilangkan spasme bronkus

untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan

menurunkan viskositas secret.

Dx. 3

Kriteria hasil :

1) Klien melaporkan nyeri hilang/terkontrol

2) Tampak rileks dan istirahat dengan baik

3) Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan

Intervensi :

1) Tanyakan pasien tentang nyeri, tentukan karakteristik nyeri

(skala 0-10). Rasionalnya membantu evaluasi gejala nyeri

karana kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien

dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk

evaliasi keefektifan analgesic dan meningkatkan control nyeri.

2) Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri

pasien. Rasionalnya ketidaksesuaian antara petunjuk verbal

/nonverbal dapat memberikan pentunjuk derajat nyeri,

kebutuhan/kekefektifan intervensi.

3) Catat kemungkinan penyebab nyeri. Rasionalnya insisi

posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi

anterolateral.

41

4) Dorong klien untuk menyatakan perasaannya tentang

nyeri. Rasionalnya takut dapat meningkatkan tegangan otot dan

meningkatkan ambang presepsi nyeri

Dx.4

Kriteria hasil :

1) Mengakui dan mendiskusikan masalah

2) Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan

tampak rileks

Intervensi :

1) Evaluasi tingkat pemahaman pasien atau orang terdekat tentang

penyakit klien.Rasionalnya pasien dan orang terdekat

mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi

adanya perubahan pola hidup

2) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan

dikuatkan. Rasionalnya bila penyangkalan ekstrim atau

ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan

3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan

jujur. Rasionalnyamenurunkan presepsi kesalahan interpretasi

terhadap informasi.