bab ii deskripsi seputar manajemen konsep dasar …repository.radenfatah.ac.id/5422/3/bab ii...
TRANSCRIPT
BAB II
DESKRIPSI SEPUTAR MANAJEMEN
Konsep Dasar Manajemen
Nanang Fattah ( 1999: hal. 16) mengklasifikasikan manajemen secara teoritis menjadi
tiga, yaiti: teori klasik, teori neo klasik dan teori modern. Teori klasik berasumsi
bahwa para pekerja atau manusia itu sifatnya rasional, berfikir logik dan kerja
merupakan sesuatu yang diharapkan. Oleh karena itu teori klasik berangkat
daripremis bahwa organisasi bekerja dalam proses yang logis dan rasional dengan
pendekatan ilmiah dan berlangsung menurut struktur dan anatomi organisasi.
Beberapa tokoh teori klasik antara lain Federik W. Tailor (1856-1915) dengan
manajemen ilmiahnya, Hendry Fayol (1916) dengan lima pedoman manajemen yaitu:
perencanaan, pengoranisasian, pengkomandoan, pengkoordinasian dan pengawasan,
Gulick dan Urwick (1930) dengan konsep yang populer yaitu akronim POSDCORB
(planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting),
begitu juga dengan Terry yaitu Planning, organizing, actuatung dan controling.
Teori neo klasik muncul karena para ahli memandang ada beberapa
kelemahan pada teori klasik. Diantara kelemahana tersebut adalah semakin
kompleknya persoalan yang dihadapi yang tidak bisa dipecahkan dengan mengikuti
pola bahwa tingkah laku manusia adalah rasional. Oleh karena itu perlu adanya upaya
untuk membantu para pengelola sebuah organisasi (manajer) dalam menghadapi
manusia dengan beragam tingkahlaku yang disebabkan karena beragamnya
kebutuhan sehingga sebuah organisasi bisa berjalan dengan efektif.
Cara yang ditempuh oleh para ahli untuk menutupi kelemahan teori klasik
tersebut adalah dengan memperkuat wawasan sosiologi dan psikologi. Dengan
wawasan ini maka orientasi dan pendekatan teori neo-klasik adalah terletak pada
prilaku individu dalam sebuah organisasi.
Asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa manusia itu adalah mahkluk sosial
yang senantiasa mengaktualkan dirinya. Beberapa tokoh teori neo klasik adalah:
Elton Mayo dengan studi hubungan antar manusia, atau tingkahlaku manusia dalam
situasi kerja, yang terkenal dengan studi hawthorne, Douchlas McGregor yang
terkenal dengan teori X dan Y, Victor Vromm dengan teori harapan (expenctation)
dan McClelland dengan teori prestasi (Nurfattah, 1999: 25-26).
Adapun pendekatan teori modern berdasarkan hal-hal yang sifatnya
situasional, artinya orang menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dan
mengambil keputusan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan. Asumsi yang
dipakai bahwa orang itu berlainan dan selalu berubah baik kebutuhan, reaksi dan
tindakan yang semua itu tergantung pada lingkungannya. Lebih lanjut bahwa
seseorang itu bekerja dalam suatu sistem organisasi untuk mencapai tujuan bersams.
Oleh sebab itu sistem organisasi terdiri dari individu, organisasi formal, gaya
kepemimpinan dan perangkat fisik yang satu sama lainnya saling berhubungan.
Pendekatan sistem manajemen berusaha untuk memandang organisasi sebagai sebuah
sistem yang menyatu dengan maksud dan tujuan tertentu yang terdiri atas bagian-
24
bagian yang saling berhubungan. Jadi pendekatan sistem adalah merupakan satu
kesatuan dalam memandang organisasi yang tidak terpisahkan dari lingkungan
(Nurfattah: 28).
Sejarah Total Quality Management
Sebagai akibat dari perang dunia II industri Jepang mengalami kehancuran total.
Untuk membangun kembali dan bangkit dari kehancuran industrinya tersebut, pada
tahun 50-an Assosiasi Insiyur Jepang wilism Edward Deming untuk melatih para
insiyur Jepang dalam dalam bidang manajemen untuk mencapai kualitas, yang
kemudian dikenal dengan Total Quality Management (TQM).
Deming mengajarkan bahwa barang atau jasa yang berkualitas adalah yang
dapat memenuhi kebutuhan para pelanggan. Oleh karena itu dalam mengadakan
barang atau jasa yang berkualitas, kebutuhan pelanggan harus diketahui terlebih
dahulu dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan pengetahuan itu kemudian dibuat rencana pengadaan barang atau
jasa dan pembuatannya pun harus sesuai dengan rencana itu. Karena kebutuhan
pelanggan berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka kualitas barang atau jasa pun
berubah. Oleh sebab itu kualitas itu tidak absolut tidak berakhir pada kualitas itu
sendiri melainkan harus ditingkatkan secara terus-menerus, sehingga senantiasa
memenuhi kebutuhan pelanggan. Kualitas yang demikian itu adalah kualitas yang
bersifat relatir dan inilah yang disebut kualitas dalam pengertian Total Quality
Management.
25
Konsep Deming tersebut di atas ternyata cukup berhasil di Jepang, justru di
negara sendiri (Amerika Serika) tidak mendapatkan perhatian sebelum perang dunia
II, karena para industriawan amerika Serikat telah merasa puas dengan keberhasilan
mereka. Namun setelah industri Jepang, terutama pada industri mobil merajai pasar
dunia, baru mereka sadar akan pentingnya pikiran Deming. Mereka mulai
mempelajarinya kembali lalu kemudian mengimplementasikan nya termasuk dalam
dunis pendidikan.
Dalam sejarah perkembangan manajemen kualitas menurut Edward Sallis
(1993: 26). paling tidak ada tiga jenis sistem yang utama, yaitu: Pertama,
pengendalian kualitas (quality control), kedua, jaminan kualitas (quality assurance)
dan ketiga, manajemen mutu perpadu (total quality management).
Pengendalain kualitas (quality control) adalah sistem manajement kualitas
yang dilakukan dengan prosedur atau pendekatan pemeriksaan kepada produk
(barang atau jasa) yang sudah jadi, untuk menentukan apakah kualitasnya sudah
sesuai atau tidak dengan standar yang telah ditentukan. Jika telah sesuai, maka
produk tersebut akan di lempar ke dunia pasar. Jika tidak sesuai produk tersebut tidak
akan dipasarkan, akan tetapi dipelajari dengan teliti lagi apa kelemahannya.
Berdasarkan data kelemahan tersebut, perbaikan kualitas dibuat pada produk-
produk berikutnya, dimana yang melakukan pemeriksaan pada umumnya adalah
inspektur atau pengawas yang telah terdidik dan terlatih dalam tugas tersebut. Dalam
sistem ini yang jelas barang yang sudah terproduk tidak dapat diperbaiki lagi, yang
diperbaiki adalah barang atau jasa yang akan diproduk berikutnya. Tentu saja hal
26
semacam ini akan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Inilah salah satu
kelemahan pokok dalam manajemen ini dimana tujuan utama dari manajemen ini
adalah perbaikan kemudian.
Jaminan kualitas (quality assurance) adalah merupakan sistem manajemen
kualitas yang berkembang kemudian. Dalam sistem ini tujuan utama adalah
pencegahan kesalahan. Maka dari itu dalam proses pengadaan barang atau jasa harus
diusahakan agar setiap langkah dilaksanakan dengan cermat sejak permulaan dan
terus diawasi selama proses. Apabila ada kesalahan pada pemprosesan juga langsung
diusahakan perbaikan. Sitem inilah yang kemudian sesuai dengan prinsip Crosby –
zero defects (tanpa cacat).
Sedangkan manajemen mutu terpadu (total quality management) adalah
prinsip manajemen yang berkembang pada periode berikutnya. Dalam sistem ini ada
tiga prinsip yang dijadikan acuan dan dipegang, yaitu: pertama: memahami
kebutuhan pelanggan dengan sebaik-baikya, kedua, menterjemahkan kebutuhan
pelanggan ke dalam perencanaan dan proses untuk menghasilkan produk (barang atau
jasa), ketiga, memadukan partisipasi semua pihak terkait dalam usaha untuk
meningkatkan kualitas yang harus dilakukan secara terus menerus (Pandy Tjiptopo &
anastasia Diana, 2001, hal. 14). Dalam sistem ini prinsip jaminan kualitas juga
diintegrasikan, tujuan pokok dari sistem ini adalah mencegah terjadinya kesalahan
dan perbaikan kualitas secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
27
Definisi Total Quality Management
Total quality management adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus
menerus atas produk, jasa, mannusia, proses dan lingkungan ( Fandy Tjiptono &
anastasia diana , 2001, hal 4).
Sedangkan Hardjosoedarmo (2002: hal. 1) menjelaskan bahwa total quality
management adalah penerapan metode kuantitatif dan pengetahuan kemanusiaan
untuk memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi, memperbaiki
semua proses penting dalam organisasi dan memperbaiki upaya memenuhi kebutuhan
para pemakai produk atau jasa pada masa kini dan mendatang.
Sedangkan menurut Brounds (1994) dalam bukunya Mulyadi menjelaskan
bahwa total quality management adalah sistem manajemen yang berfokus kepada
orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan kepuasan pelanggan
pada biaya yang sesungguhnya berkelanjutan terus menerus.
Dalam bukunya ”putting total quality management to work” Sashkin dan
Kiser mendefinikan total quality management adalah:
Total quality management means that organization’s culture id defined by and
supports the constant attainment of customers satisfactory through an integrated
system of tools, technigues, and training, involves the contininous improvement of
organization processes, resulty in high quality products and services.
Paradigma manajemen mempunyai karakeristik diantaranya: sentralisasi,
organisasi fungsional dan birokrasi yang dibangun berdasarkan paradigma
28
lingkungan yang stabil, persaingan tidak tajam dan pengendalian yang merupakan
focus manajemen. Dengan perubahan lingkungna bisnis yang berkarakteristik:
customers take charge, competition intensifies, dan change becomes constant, radical
fast dan pervasive maka diperlukan paradigma baru yang sesuai dengan keadaan,
yaitu customers value, continous improvement dan organizational system ( Mulyadi:
1998, hal 20).
Dalam manajemen tradisional berpandangan bahwa produsen produk atau jasa
merupakan kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi tersebut di dalam
memproduksi dan menyediakan produk atau jasa yang menghasilkan manfaat bagi
pelanggan atau tidak, sehingga ungkapan yang sering didengar adalah: “kami menjual
apa yang dapat kami buat”.
Sedangkan dalam manajemen kontemporer dengan paradigma customer value
memandang suatu organisasi akan dapat mepertahankan kelangsungan hidup dan
memiliki kesempatan untuk berkembang ababila organisasi tersebut mampu
memproduksi dan menyediakan produk atau jasa yang menghasilkan customer value,
maka dari itu ungkapan yang digunakan adalah: “kami membuat apa yang dibutuhkan
oleh customers”. Dengan demikian berarti para pelangganlah yang memegang
kendali bisnis karena paradigma customers value memfokuskan semua sumber daya
manusianya yang dikuasai organisasi untuk menghasilkan value guna memenuhi
kebutuhan pelanggan. Paradigma customers value membangkitkan kegairahan di
dalam diri personil organisasi untuk menghasilkan manfaat dalam keseluruhan proses
29
pemanfaatan produk oleh pelanggann yang lebih besar daripada pengorbanan yang
dilakukan oleh pelanggan di dalam memperoleh manfaat tersebut ( Mulyadi: 351).
Paradigma customers value ini mengarahkan semua proses bisnis dan
organisasi untuk menghasilkan vekue bagi pelnggan . Customers value mengubah
arah perhatian manajer dari fokus untuk memuaskan pelanggan. Dengan demikian
dalam setiap tahapan manejemen kegiatan ditujukan untuk menghasilkan value bagi
pelanggan karena prose manajemen yang berhasil adalah proses yang mampu
menghasilkan satisfied customers.
Paradigma customers value juga perlu diwujudkan ke dalam keyakinan dasar
yang kuat dan harus ditanamkan kepada seluruh personil organisasi, bahwa: bisnis
merupakan suatu mata rantai yang menghubungkan pemasok dengan pelanggan,
pelanggan merupakan tujuan pekerjaan, sukses merupakan hasil penilaian terhadap
suara pelanggan. Disamping keyakinan daar, untuk mewujudkan paradigma
customers value perlu juga ditanamkan personil value yang cocok dengan paradigma
tersebut yang meliputi: integritas, kerendahan hati dan kesediaan untuk melayani.
Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan total quaaality manajegement
merupakan: reaksi berantai untuk perbaikan kualitas, transformasi organisasional,
peran esensial pemimpin, hindari praktek-praktek manajemen yang merugikan, dan
penerapan system of profoun knowladge yang mencakup orientasi pada sistem, teori
variasi, teori pengetahuan dab psikologi. Pada akhirnya apikasi pendekatan ilmiah
untuk memperbaiki kualitas meliputi karakteristik penggunaan: Plan-Do-Check-Act,
Cycle (Hardjpspedarmo: 20).
30
Saskhin menuturkan dalam budaya organisasi (organization’s culture) terdiri
dari dua komponen penting, yaitu nilai (values), dan keyakinan (belief). Nilai dan
keyakinan tersebut ditentukan dan diekspresikan melalui kepemimpinan yang
kemudian diikuti oleh anggota organisasi. Keyakinan meliputi pertanyaan atau
ungkapan :if…, than….” Misalnya “jika saya melaksanakan ini maka hasilnya adalah
ini”.
Karena kompleksitasnya budaya, Saskhin dan Kiser akhirnya memilih elemen
budaya tersebut menjadi delapan elemen, yaitu:
1. Informasi yang berkaitan dengan kualitas yang digunakan untuk perbaikan,bukan untuk menghukum atau mengawasi seseorang.
2. Kewenangan harus seimbang dengan tanggungjawab.3. Haarus ada penghargaan atas keberhasilan.4. Kerjasama bukan kompetisi, harus menjadi landasan kerjasama. 5. Pekerja harus mempunyai jaminan akan keamanan pekerjaanya.6. Harus ada iklim keterbukaan.7. Pemberian kompensasi harus wajar dan adil.8. Pekerja harus memiliki andil dalam usaha.
Sebagai philosophy of management, ada tiga aspek mendasar dalamTQM,yaitu
counting, customers, dan culture. Counting – alat, teknik dan pelatihan yangn
digunakan untuk penganalisisan, pemahaman dan pemecahan maslah-masalah yang
berkaitan dengan kualitas. Customers – kualitas untuk pelanggan sebagai pendorong
(driving force) dan menjadi konsen utamanya. Culture- nilai-nilai dan keyakinan
bersama yang diekspresikan oleh pemimpin untuk mendukung kualitas. (Marshall
Sashkin da Kennoth J. Kiser, 2993, hal. 39).
Guna mencapai produktivitas yang fokus pada kepuasan pelanggan, menurut
Deming ada empat belas prinsip sebagai berikut:
31
1. Miliki tekad yang kuat untuk terus menerus memperbaiki kualitas produk ataujasa.
2. Gunakan filosofi kerja yang tidak bisa menerima keterlambatan, kesalahan,cacat materi cacat pekerjaan.
3. Hentikan pemeriksaan kualitas pekerjaan hanya pada akhir proses, gantidengan adanya proses perbaikan sejak awal sampai akhir guna mendapatkanhasil yang berkualitas.
4. Jangan terkecoh oleh besarnya biaya saja, yang mahal belum tentu baik, danyang murah belum tentu jelek. Oleh karenanya utamakan kualitas.
5. Lakukan terus menerus dan selamanya usaha perbaika kualitas dalam setiapkegiatan.
6. Lembagakan pembinaan dalam bentuk on – the – job training untuk semuaorang ( pimpinan/kepala sekolah, guru, karyawan dll ) agar masing-masingdapat selalu meningkatkan kualitas kerjanya.
7. Lembagakan kepemimpinan yang membantu setiap orang untuk dapatmelakukan pekerjaannya dengan baik (membina, memfasilitasi, membantumengatasi kendala) dll.
8. Hilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalamorganisasi, agar orang dapat bekerja secara efektif dan efisien.
9. Hilangkan segala yang dapat menghambat komunikasi antar bagian dan antarindividu dalam organisasi, agar mereka dapat bekerjasama dengan baik.
10. Hilangkan slogan dan peringatan untuk kerja lebih keras kepada parapelaksana, sebab itu hanya akan menimbulkan hubungan yang kurang baik.Penyebab rendahnya kualitas dan produktivitas bukan ada pada pihakpelaksana, tetapi ada pada sistem organisasi.
11. Hilangkan target kerja (kuota) bagi para pelaksana, dan hilangkan angka-angka tujuan bagi para pemimpin.
12. Singkirkan penghalang yang merebut hak pemimpin dan pelaksana untukbangga atas hasil kerjanya.
13. Lembagakan program yang kuat untuk pendidikan, pelatiahan danpengembangan diri bagi semua orang. Tenaga-tenaga professional sadarbahwa dirinya harus selalu meningkatkan kemampuan dirinya.
14. Ciptakan struktur yang memungkinkan semua orang bisa ikut serta dalamusaha memperbaiki kualitas ( Edward Sallis, 1993, hal. 48).
Sedangkan menurut Philip Crosby, untuk melaksanakan TQM dalam sebuah
organisasi, terdapat empat belas langkah yang harus ditempuh, yaitu sebagai berikut:
1. Komitmen dari pemimpin.2. Bentuk team perbaikan kualitas.3. Pengukuran kualitas; tentukan base line data dan tentukan dtandar kualitas
yang didinginkan.
32
4. Menghitung biaya untuk kualitas; pengulangan pekerjaan yang cacat, dll.5. Membangkitkankan kesadaran akan kualitas.6. Melakukan tindakan perbaikan.7. Perencanaan kerja tanpa cacat.8. Adanya pelatihan bagi unsur pimpinan dan kemudian juga bagi semua guru
dan pegawai/karyawan.9. Adanya hari-hari tanpa cacat.10. Masins-masing tim menentukan tujuaan perbaikan yang akan dicapai.11. Menghilangkan penyebab kesalahan, berarti melakukan usaha perbaikan.12. Mengakui atas partisipasi dan prestasi dalam bentuk bukan uang.13. Bentuk komisi kualitas yang secara professional akan merencanakan usaha-
usaha perbaikan kualitas dan memonitor secara berkelanjutan.14. Lakukan berulang lagi ( Edward Sallis: 1993, hal. 55).
William Edward Deming mengajarkan bahwa barang atau jasa yang
berkualitas adalah yang dapat memenuhi kebutuhan para pelanggan. Oleh karena
itulah dalam mengadakan barang atau jasa yang berkualitas, kebutuhan pelanggan
harus diketahui terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan pengetahuan
itulah kemudian dibuat rencana pengadaan barang atau jasa, dan pembuatanya pun
harus sesuai dengan rencana itu.
Karena kebutuhan pelanggan berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka dari
kualitas itu tidak absolut, tidak berakhir pada kualitas itu sendiri, melainkan harus
selalui ditingkatkan secara terus menerus sehingga senantiasa memenuhi kebutuhan
pelanggan. Kualitas yang demikian itu adalah kualitaas yang bersifat relatif dan inilah
yang dimaksud pengertian kualitas dalam Total Quality Manajemen.
Dalam sejarah perkembangan maanjemen kualitas, paling tidak ada tiga jeis
sistem yang utama, yaitu: pertama, pengendalian kualitas (quality control), kedua,
33
jaminan kualitas (quality assurance), ketiga: manajemen mutu terpadu (Total Quality
Management), Edward Sallis (1993.26).
Pengendalian kualitas (quality control) adalah sistem manajemen kualitas
yang dilakukan dengan prosedur atau pendekatan pemeriksaan pada produk (barang
atau jasa) yang sudah jadi untuk menetukan apakah kualitasnya sudah sesuai atau
tidak dengan standar yang telah ditentukan. Jika telah sesuai, produk tersebut tidak
akan dipasarkan, akan tetapi dipelajari secara teliti apa saja kelemahannya.
Berdasarkan data kelemahan tersebut perbaikan kualitas dibuat pada produk-produk
berikutnya.
Sedangkan yang melakukan pemeriksaan pada umumnya adalah inspektur
atau pengawas yang telah terdidik atau terlatih dalam tugas tersebut. Dalam sistem ini
yang jelas barang yang sudah diproduk tersebut tidak dapat diperbaiki lagi, yang
diperbaiki adalah barang atau jasa yang diproduk berikutnya. Tentu saja hal semacam
ini akan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Inilah salah satu kelemahan pokok
dalam manajemen ini, yang tujuannya adalah perbaikan kemudian.
Jaminan kualitas (Quality Assurance) adalah merupakan sistem manajemen
kualitas yang berkembang kemudian. Dalam sistem manajemen ini tujuan utamanya
adalah pencegahan kesalahan. Oleh karena itu, dalam proses pengadaan barang atau
jasa harus diusahakan agar setiap langkah dilaksanakan dengan cermat sejak
permulaan dan terus diawasi selama proses. Apabila ada kesalahan, pada
pemprosesan juga langsung diusahakan perbaikannya, sistem inilah yang kemudian
sesuai dengan prinsip ”crosby-zero defects” (tanpa cacat).
34
Kekuatan dari sistem ini adalah kualitas produk memang lebih menjamin dan
tidak mungkin ada produk yang tidak sesuai dengan kualitasnya. Kelemahan sistem
ini adalah perencanaan umumnya lebih sulit dan memerlukan sumber daya manusia
yang benar-benar berkualitas yang sudah tentu memerlukan biaya, namun dalam
jangka panjang tetap dianggap menguntungkan.
Adapun Manajemen Mutu Terpadu (total quality manajement) adalah prinsip
manajemen yang berkembang berikutnya dengan mempunyai tiga prinsip yang
dijadikan acuan, yaitu: pertama, memahami kebutuhan pelanggan dengan sebaik-
baiknya, kedua, menerjemahkan kebutuhan pelanggan ke dalam perencanaan dan
proses untuk menghasilkan produk (barang dan jasa) dan ketiga, memadukan
partisipasi semua pihak terkait dalam usaha untuk meningkatkan kualitas yang harus
dilakukan secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Sebagai konsep yang berupaya untuk melaksanakan sistem manajemen
kualitas, maka diperlukan perubahan-perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai
suatu organisasi. Oleh karena itu Hensler dan Brunnell berpendapat bahwa ada empat
prinsip utama dalam TQM, yaitu:pertama: kepuasan pelanggan, kedua respek pada
setiap orang, ketiga: manajemen berdasarkan fakta dan keempat: perbakan
berkesinambungan ( Tjiptono dan Anastasia Diana: 2001: 14).
Sebagai philosophy of manajement, ada tiga aspek yang mendasar dalam
TQM, yaitu: counting, customer dan culture. Counting adalah alat, tekhik dan
pelatihan yang digunakan untuk menganalisa, memahami dan memecahkan masalah
yang berkaitan dengan kualitas. Customers adalah kualitas untuk pelanggan seagai
35
pendorong (driving force) dan menjadi konsentrasi utama dan culture adalah nilai-
nilai dan keyakinan bersama yang diekspresikan oleh pemimpin untuk mendukung
kualitas ( Marhall Sashkin dan Kenneth J. Kiser: 1993: 39).
Pengertian Kualitas
Secara umum, kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. (Pandy tjiptono & anastasia Diana 1994 : 4 dan Amin Wijaya: 1998: 1).
Menurut pandangan Sallis kualitas (quality standart) dibedakan menjadi dua, yaitu:
pertama, kualitas yang didasarkan atas standar produk atau jasa.
Sebuah produk atau jasa dianggap berkualitas apabila, pertama; sesuai dengan
spesifikasi (conformance to specification), sesuai dengan maksud atau kegunaanya
(fitness for purpose or use), tanpa catat (zero defect), dan benar pada saat awal dan
selamanya (righ firt time every time), Kedua, kualitas yang didasarkan pada standar
pelanggan (customers standard), suatu produk dianggap berkualitas apabila mampu:
memuaskan pelanggan (custemer satifaction), melebihi harapan pelanggan
(exceeding customers expectations) dan menyenangkan pelanggan (delighting
cuctomers) ( Dirjen Kelembagagan Islam: 2002: 5-6).
Sedangkan Tumpubolon berpendapat bahwa kualitas adalah paduan sifat-sifat
suatu barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memenui kebutuhan
pelanggan ( Tampubolon: 1995: 65). Yang perlu digaris bawahi dan dipahami bahwa
arti ”panduan sifat-sifat” menunjukkan memampuan dan kebutuhan pelanggan”.
36
Secara Terminologi ”panduan sifat-sifat” mengandung pengertian bahwa
kualitas suatu barang atau jasa tidak terdiri dari satu sifat saja, melainkan dari
beberapa sifat yang dipadukan melalui proses tertentu. Sifat disini juga mengandung
arti unsur. Di samping juga sifat-sifat kebutuhan pelanggan dan pengetahuan pembuat
barang dan jasa dipadukan dalam kualitas yang dimaksud. Keterpaduan inilah yang
aterkandung dalam istilah ”kualitas terpadu” (Total Quality).
Sedangkan istilah ”menunjukkan kemampuan” mengandung pengertian
bahwa jika paduan sifat-sifat barang atau jasa tersebut memuaskan dan memenuhi
kebutuhan pelanggan, maka barang atau jasa tersebut dikatakan berkualitas.
Sebaliknya jika tidak sesuai dengan kebutuhan pelanggan, maka dikatakan tidak
berkualitas. Tingkat-tingkat kualitatif yang diungkapkan diatas juga mengandung
pengertian ”menunjukkan kemampuan”.
Demikian pula dengan istilah kebutuhan pelanggan, mencakup pengertian
masa kini dan masa depan yang perlu diperhatiakn, disamping juga mengandung
pengertian pelanggan lokal, nasional dan internasional. Dalam komunikasi sehari-hari
baik secara lisan maupun secara tulisan, istilah ”berkualitas” umumnya dipergunakan
pada lembaga sekolah, guru, makanan, dan layanan. Penggunaaan ini biasanya
diartikan bahwa berkualitas berarti baik, namun dalam istilah ilmiah berkualitas
mempunyai tingkatan-tingkatan kualitatif, mislanya: kualitas baik, sedang, rendah.
Dalam masyarakat yang baik tingkat kesejahteraan ekonoinya, pendidikan
(termasuk pendidikan agama) kesadaran dan tuntutan agama), kesadaran dan tuntutan
terhadap kualitas barang dan jasa akan semakin meningkat pula. Melalui pendidikan
37
dan pemahaman serta pengalaman agama yang baik misaalnya akan diketahui
makanan mana yang berkualitas (untuk kesehatan) dan halal (agama) dan makanan
mana yang baik. Akan tetapi kesadaran kualitas yang demikian sering tidak
berkembang apabila kehidupan ekonomi seseorang serba kekurangan. Dalam keadaan
serba kekurangan orang tidak akan memikirkan mana makanan yang berkualitas,
yang halal dan yang lebih penting mengeyangkan.
Jadi apabila kesejahteraan ekonomi dan pendidikan (termasuk pendidikan
agama) meningkat, maka kesadaran atas kualitas atas segala sesuatu juga meningtkat.
Warga masyarakat akan lebih memilih barang atau jasa yang berkulaitas dan halal
dikarenakan sudah ada pilihan dan mampu memilih. Keadaan demikian senantiasa
mendorong perkembangan kesadaran akan kualitas.
Penentuan barang atau jasa yang berkualitas dalam masyarakat, terlebih yang
tingkat pendidikannya masih rendah, ukuran yang dipakai pada umumnya adalah
perasaanya sendiri ( secara subjektif). Dalam hal makanana mislanya, jika terasa enak
maka makanan tersebut dianggap berkualitas. Bahkan orang berpendidikan juga
sering dipengaruhi oleh perasaan seperti itu juga. Manakala kualitas ditentukan oleh
ukuran subjektif, maka kualitas mengandung makna yang absolut, artinya jika barang
atau jasa dikatakan berkualitas berarti itulah yang baik.
Kualitas Barang dan Jasa
Menurut Tenner dan De Toro sifat-sifat kualitas barang dan jasa dapat dibedakan
sebagai berikut: kualitas barang sifat, terdiri dari: objektif, berwujud, berukuran
38
metrik, menggunakan perhitungan waktu penyampaian, terbuat dari materi dan dapat
dihitung. Sedangkan kualitas jasa bersifat: subjektif, tidak selalu berwujud, umumnya
berukuran afektif, mengutamakan kepehatian, terutama terdiri dari non materi
(reputasi, tata karma,), tidak dapat dihitung tetapi bisa dirasakan dan diyakini ( Athur
R. Tenner dan De Toro: 1992: 68).
Perbedaan antara produk (production) dan jasa (service) menurut Edward
Sallis: pertama, jasa memerlukan kontak langsung antara customer dan penyedia jasa-
disampaikan langsung orang perorang oleh para staf yunior/front line – sehingga
terjadilah hubungan langsung. Namun demikian tidak terjadi pada produksi dimana
tidak ada kontak langsung dan tidak ada kebersamaan antara penyedia dan pengguna,
kedua: jasa sangat terkait dengan waktu, karena waktu merupakan elemen dari
kualitas jasa, seperti halnya kalau dalam produk adalah spesifikasi barang, ketiga: bila
terjadi ”cacat” dalam jasa tidak dapat diperbaiki karena jasa tersebut diterima
langsung oleh pelanggan, maka dari itu orang yang melayani dan memberi sebuah
jasa harus benar-benar mempunyai komitmen yang tinggi, keempat: jasa itu tidak
kasat mata (intangible), baik dari segi bentuk maupun kualitasnya dan hal ini berbeda
dengan produk jasa yang bisa langsung dilihat oleh mata (tangible), dan kelima: sulit
mengukur keberhasilan atau out put dan produktivitas suatu jasa.
Barangkali hanya kepuasanlah yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur
kinerja sebuah yang bersifat relatif.
Dari segi penyamapaiannya (delivery), menurut Tenner dan DeToro sifat-sifat
kualitas jasa adalah: kepercayaan (rebility), sesuai dengan yang dijanjikan, misalnya
39
melalui brosur atau iklah jujur, tepat waktu, aman dan ketersediaan, keterjaminan
(assurance), kompetensi, percaya diri, menimbulkan keyakinan, kebenaran
(keobjektifan), ketiga: penampilan (tangibles), kebersihan, dilihat baik, teratur,
berpakaian rapi dan harmonis, cantik nan indah, keempat: kepemerhatian (empathy),
antara lain mencakup: penuh perhatian dengan pelanggan, melayani pelanggan
dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi pelanggan, berkomunikasi dengan
baik dan benar, bersikap dengan penuh simpati dan kelima: ketanggapan
(responsiveness), tanggap terhadap permintaan dan kebutuhan pelanggan, dan cepat
memberi perhatian dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang disampaikan oleh
pelangan 9 (1992: 64-65).
Sebagai konsep yang berupaya untuk melaksanakan sistem manajemen
berkualitas, maka diperlukan perubahan-perubahan besar dalam budaya dan sistem
nilai suatu ogaanisasi. Oleh karena itu Hensler dan Brunell yang dikutip Fandy
Tjiptono dan Anatasia Diana (2001, hal. 14-15) berpendapat ada 4 prinsip penerapan
total quality management, yaitu:
1. Kepuasan Pelanggan
Dalam total quality management konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas.
Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi
kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan
internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan
dalam segala aspek termasuk di dalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu,
40
oleh karena itu segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan
para pelanggan.
Kebutuhan Pelanggan dan Cara Memenuhinya
1. Pelanggan eksternal primer
Pada dasarnya yang menjadi kebutuhan pelanggan eksternal primer dapat dibedakan
menjadi dua aspek, yaitu: kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kedua macam
kebutuhan tersebut bila dikaitkan dengan taksonomi tujuan pendidikan (taxosomy of
educational objectives) yang dikemukakan oleh Benyamin S. Bloom, yang terdiri
dari: cognitive domain, affective domain dan psychomotor domain, dan Romiszowski
dengan interactive skill, maka kebutuhan siswa adalah terletak pada terpenuhinya
keempat kebutuhan tersebut,
Kebutuhan pada ranah kognitif adalah terletak pada pengembangan pikiran
bernalar (rasional), sehingga siswa mempuyai kemampuan intelektual yang memadai
sebagai output dari proses belajar mengajar yang telah diikuti. Pada ranah afektif
kebutuhan siswa ada pada pengembangan perasaan, sikap dan prilaku serta moralitas
sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat. Sedangkan paada ranah psikomotorik,
kebutuhan siswa adalah terdapat pada pengembangan keterampilan fisik dan
interactive skill.
Dalam implementasinya, ketika kebutuhan tersebut diinterprestasikan menjadi
keurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan secara
normal dan berkesinambungan. Disamping dipenuhi melalui pendidikan secara
41
formal, ketiga kebutuhan tersebut juga dipenuhi melalui pendidikan formal, semua
kebutuhan tersebut dapat dipenuhi melalui kegiatan-kegiatan akademik terstruktur,
seperti pembelajaran di kelas, praktikum dan penugasan akademik lainnya.
Seiring dengan taksonomi pendidikan yang dikemukakan oleh bloom,
Renehart memagi kebutuhan dasar manusia (siswa) menjadi empat macam yang
kesemuanya sangat perlu dipenuhi melalui jasa pendidikan, yaitu:
a. Pengembangan keterampilan berkomunikasi, pengembangankemampuan berbahasa yang baik dan benar seara lisan maupuntulisan,.
b. Pengembangan keterampilan berkepribadian, pengembangankemampuan menentukan tujuan kehidupan, dan motivasi kerja untukmencapai tujuan.
c. Pengembangan keterampilan bekerja dalam kelompok,pengembangan keterampilan untuk bekerjasama secara konstruktifdengan orang lain dalam suatu tim untuk mencapai tujuan bersama.
d. Pengembangan keterampilan kognitif: pengembangan keterampilanberfikir secara rasional terutama dalam mengatasi problem.
2. Pelanggan eksternal sekunder
Sebagai pelanggan eksternal sekunder, semua orangtua berharap agar anaknya kelak
dapat menjadi orang berguna atas ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya, melalui pendidikan yang telah ditempuh. Oleh karena itu mereka
berusaha semaksimal mungkin untuk membiayai pendidikan anaknya. Para orangtua
berharap bahwa apabila berpendidikan yang berkualitas baik, maka karir dan masa
depan anaknya akan baik pula.
Dengan proses pendidikan yang berkualitas, maka akan menghasilkan output
pendidikan berkualitas pula yang mampu bersaing dalam pasar dunia kerja. Dengan
42
didapatkannya persaingan dalam merebutkan peluang kerja tersebut, maka akan
menghasilkan masa depan yang baik bagi anak-anak, sehingga secara oomais
orangtua akan merasa terpuaskan.
Kepuasan semacam inilah yang merupakan kebutuhan orang tua yang harus
diperhatikan pendidikan menengah melalui jasa-jasanya. Dalam tahapan awal jasa
yang perlu bagi orangtua adalah pemberian informasi tentang perkembangan
anaknya. Hal ini berarti kerjasama antara pendidikan menengah dengan orang tua
mutlak diperlukan karena sesungguhnya hal tersebut adalah merupakan langkah
pemenuhan kebutuhan bagi orangtua selaku pelanggan eksternal sekunder.
Melalui kerjasa dengan saling tukar menukar informasi antara orangtua
dengan pihak pendidikan, maka akan diperoleh informasi yang sangat berguna bagi
pendidikan dan bagi orangtua. Bagi orangtua informasi yang diberikan oleh
pendidikan menengah akan menjadi rujukan dalam membimbing dan mengarahkan
anaknya, sesuai dengan misi, visi dan harapan keluarga, serta menjadi masukan
penting untuk perbaikan dan pengambilan kebijakan lebih lanjut. Sehingga
komunikasi tersebut sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak terutama
keberhasilan (kepuasan) pelanggan eksternal primer yang tentu akan berimplikasi
kepada pelanggan eksternal sekunder.
3. Pelanggan eksternal tersier
Menurut pendapat Edward Sallis bahwa pelanggan eksternal tersier adalah dunia
kerja (perguruan tinggi), maka dari itu secara umum dapat dikatakan bahwa semua
43
lembaga atau organisasi bahkan institusi penyedia lapangan kerja (employer) tetap
akan memilih tenaga kerja yang berkualitas, yang sesuai dengan kebutuhannya. Agar
pelanggan eksternal tersier ini juga tetap terpuaskan dengan jasa yang diberikan oleh
pendidikan selaku ”pemasok” tenaga kerja, maka pendidikan menengah harus
mengadakan evaluasi bahkan observasi objektif tentang tingkat kompetensi yang
diperlukan oleh seorang tenaga kerja.
Untuk mengetahui tingkat kompetensi yang diperlukan dalam suatu jenis
pekerjaan atau jabatan, cara yang lazim digunakan dalam manajemen sumber daya
manusia adalah dengan menggunakan mekanisme analisis jabatan akan diketahui:
pertama, nama jenis jabatan, kedua, tugas pokok dan ringkasan jabatan, ketiga,
tanggung jawab, keempat, rincian tugas pokok, kelima, persyaratan jabatan, keenam,
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, dan ketujuh, kondisi kerja ( Mondy
dan Neo, 1993, hal. 110).
Hasil dari analisis jabatan tersebut di atas itulah yang selanjutnya harus
senantiasa direspon dan dijadikan sebagai acuan oleh pendidikan menengah dalam
penyusunan kurikulum (khususnya muatan lokal), sehingga kemampuan kompetensi
lulusan (output) pendidikan menengah benar-benar memiliki relevansi dengan
kebuuhan masyarakat dan dunia kerja.
Kualitas/mutu yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value)
yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin
tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan.
44
2. Respek Kepada Setiap Orang
Dalam perusahaan yang berkualitas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai
individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian
karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai, oleh karena itu
setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk
terlibat dan berpartisipasi dalam team pengambil keputusan.
3. Management Berdasarkan Fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta, maksudnya bahwa setiap keputusan
selalu didasarkan kepada data bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep
pokok yang berlaku dalam hal ini, yaitu: prioritas (priorizatrion) yakni suatu konsep
bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saatyang bersamaan,
mengingat keterbatasan sumber daya manusia yang ada. Oleh karena itu dengan
menggunakan data, maka manajemen dan team dalam organisasi dapat memfokuskan
usaha pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, varian (variation)/variabilitas
kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas
yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi, sehingga
manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputuan dan tindakan yang
dilakukan.
45
4. Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses setiap perusahaan perlu melakukan proses secara sistematis dalam
melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah
siklus PDCA (plan-do-chek-act) yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan,
pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana dan dan tindakan
korelatif terhadap hasil yang dipeoleh.
Total Quality Management Dalam Pendidikan
Berdasarkan dengan pertama, prinsip pendidikan sebagai proses sirkuler sebagaimana
telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, kedua, jasa pendidikan sekolah menengah
( pembelajaran yang meliputi jasa kelikuler dan ekstrakurikuler, dan jasa layanan
administrasi) dan krtiga, pendapat sallies tentang jasa yang disediakan oleh lembaga
pandidikan, berupa; tuition, assessment, and guidance yang diberikan kepada para
siswa, orang tua dan sponsor, maka produk atau hasil pendidikan menengah yang
hakekatnya berupa jasa, secara umum dapat dibagi atas dua jasa, yaitu: jasa akademik
dan jasa non akademik yang meliputi:
1. Jasa Pendidikan dan pengajaran, yaitu berbagai layanan dalam proses belajar
mengajar terstruktur (kurikuler), seperti penyusunan kurikulum, silabus,
materi dan pelaksanaan, evaluasi, bimbingan, praktikum dan juga berupa
kegiatan kesiswaan (ekstra kurikuler).
2. Jasa adminnistrasi, yaitu berbagai layanan pendidikan menengah yang
diterima oleh para pelanggan eksternal primer (siswa), yang meliputi berbagai
46
kegiatan atau layanan administrasi yang mendukung proses pembelajaran
tidak secara langsung, namun sangat menentukan efektivitas dan kualitas
pelayanan serta penyajian jasa. Macam dan jenis kegiatan pelayanan ini antara
lain: pelayanan administrasi yang bersifat umum maupun akademis, termasuk
perangkat dan sarana prasarana yang mendukung pengadaan dan penyajian
jasa pendidikan menengah secara keseluruhan.
Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat Pelaksanaan KegiatanAdministratif
Pada dasarnya setiap individu tenaga kerja baik dosen, guru, karyawan atau yang
lainnya mempunyai keinginan dan kebutuhan memberikan pelayanan terbaik sebagai
aktualisasi dari prestasi kerja melalui karya-karya yang inovatif dan kreatif. Akan
tetapi dalan kenyataannya biasanya terdapat kendala dan kesenjangan antara
pekerjaan dan prestasi kerja.
Sianipar (2001:53) menyebutkan beberapa alasan mengapa sebuah organisasi
tidak dapat menampilkan kinerja dengan baik, antara lain:
a. Kemampuan menggambarkan atau merumuskan suatu keadaan masa depan
yang jauh lebih baik, yakni visi dan misinya.
b. Kemampuan memahami sasaran dan tujuan sebagai out put dari misi dan visi.
Out put dari tujuan dan sasaran sebagai suatu target kinerja atau hasil kerja.
c. Kemampuan atau kecakapan melakukan atau mengerjakan, membuat,
memproses sesuatu dengan baik tanpa cacat atau lebih baik dari pesaing.
47
d. Kemampuan memahami keadaan sumber daya sebagai faktor pendukung.
e. Kemampuan menyiapkan in put atau masukan yang tepat untuk di proses.
f. Kemampuan menciptakan sinergi antar kekuatan organisasi atau kemampuan
menentukan strategi dan rencana aksi.
Sedangkan Moelijat ( 1998, hlm.98) menyebutkan faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan administrsi terdiri dari:
a. Pemberian Upah dan Intensif
Pada dasarnya tenaga kerja bekerja keras karena membutuhkan dan menginginkan
imbalan atau balas jasa yang layak. Dari kedua hal inilah mereka berharap agar
kebutuhan-kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi atau dengan kata lain hasil kerja
kerasnya mampu memberikan kepuasan individu para pekerja atau imabalan atau
ayng sering disebut dengan upah
Menurut Hadi Purnomo ( 2003, hlm. 19 ), berpendapat bahwa upah adalah
jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang dikeluarkan oleh
tenaga kerja yang meliputi masa/ syarat-syarat tertentu. Sedangkan Dewan penelitian
pengembangan nasional menyatakan bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai
salah satu imbalan dari pemberian kerja kepada Menerima kerja untuk
suatunpekerjaan atau jasa yang akan dilaksanakan....
Selain upah juga sering disebut dengan istilah intensif. Menurut mamulang
(1985 : 135), intensif adalah suatu perangsang atau dorongan yang diberikan dengan
48
sengaja karyawan (penerima pekerjaan) agar dalam diri mereka timbul semangat
yang lebih besar untuk berprestasi.
Intensif dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu: financial intensive
dan non financial intensive. Yang termasuk ke dalam financial intensive adalah gaji
dan upah, keduanya merupakan imbalan yang diberikan kepada karyawan atas
pelaksanaan pekerjaannya. Dalam hubungan personalia yang lebih modern upah dan
gaji mempunyai peranan penting yang dapat digunakan sebagai alat untuk
memotivasi kerja.
Secara tidak langsung upah dapat dimasukkan ke dalam intensive, tetapi
dilihat dari frekuensi pemberian atau penerimaan, maka intensive pemberiannya tidak
pasti, dapat berupa pakaian sEragam, hadiah lebaran atau bonus dari kegiatan
tertentu.
Sementara non financial intensive dapat berupa pemberian kesempatan untuk
mengikuti pendidikan dan latihan. Pendidikan dan latihan adalah salah satu kegiatan
yang dilakukan oleh instansi atau perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap para karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau
instansi.
Lingkungan kerja juga termasuk ke dalam non financial intensive, kegairahan
kerja para karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada
mereka selalu dipengaruhi juga oleh lingkungan kerja tersebut. Lingkungan kerja
adalah sesuatu yang ada di sekitar karyawan yang mempengaruhi individu dalam
mengerjakan tugas-tugas individu yang diberikan kepadanya, untuk itulah lingkungan
49
kerja harus diusahakan agar membawa pengaruh positif kepada karyawan dalam
menyelesaikan tugas dan pekerjaan, misalnya: warna cat ruangan kantor, kebersihan,
ventilasi yang baik dan lainnya.
Selain lingkungan kerja, penghargaan juga merupakan faktor non financial
intensive, karena penghargaan merupakakan keistimewaan dari seorang karyawan
yang berprestasi dalam mengerjakan tugas dan pekerjaannya sehingga dapat
mendorong karyawan untuk meningkatkan semangat kerja yang lebih baik.
b. Penerimaan dan Penempatan
Masalah penentuan kerja (job descriptions) bagi karyawan tidak hanya menyangkut
bagian personalia, tetapi juga seluruh bagian di dalam sebuah instansi, lembaga atau
perusahaan. Oleh karena itu ketika prosea rekrutment sangat perlu dilaksanakan
secara selektif.
Alex S. Nitisenito ( 1995, hlm. 94) menjelaskan seleksi adalah suatu kegiatan
yang dilaksanakan pada sebuah perusahaan, instansi atau lembaga untuk dapat
memilih tenaga kerja yang paling tepat dan dalam jumlah yang tepat pula. Bagi
mereka yang tidak mempunyai kualifikasi pendidikan atau kepiawaian dalam
pekerjaan tidak perlu direkrut atau diletakkan dalam sebuah kegiatan administrasi.
c. Promosi
Heidjrachman dan Suad Husnan ( 1999, hlm. 11) berpendapat bahwa promosi
adalah perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan
tanggung jawab yang lebih tinggi. Promosi dilakukan setelah melaksanakan penilaian
50
kepada prestasi kerja secara tepat. Hal ini penting dalam kegiatan tata personalia,
tanpa penilaian maka promosi tersebut akan menimbulkan intrik-intrik yang tidak
sehat seperti kecemburuan sosial, iri dan sebagainya.
d. Penilaian
Kinerja identik dengan prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja atau penilaian kinerja
erat kaitannya dengan standar kerja, artinya standar kerja perlu dirumuskan guna
dijadikan tolok ukur dalam mengakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan
dengan apa yang diharapkan, kemudian dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang
telah dipercayakan kepada seseorang. Standar kinerja dapat dijadikan ukuran dalam
mengadakan pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dilakukan.
Wantjik ( dalam Hami Handoko, 1999: 467 ) berpendapat bahwa penilaian
prestasi kerja atau kinerja adalah evaluasi secara sistematik terhadap job performance
dan potensi untuk pengembangan seorang pekerja. Berdasarkan pendapat ini dapat
dikemukakan bahwa penilaian atau prestasi kerja itu lebih ditekankan kepada hasil
kerja dan bukan dilihat dari kesungguhan dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Pelaksanaan kerja menurut Sondang P. Siagian ( 1990 : 123 ), meliputi:
keinginan bekerja, kemampuan kerja, kemahiran kerja dan lingkungan kerja.
Keseluruhan itu dapat dinilai dari out put yang dihasilkannya serta kecepatan dalam
mengerjakan pekerjaan yang diberikan kepada seseorang yang ditugaskan untuk
melakukan suatu pekerjaan.
51
Selanjutnya sistem penilaian prestasi kerja atas kinerja dapat dibagi ke dalam
beberapa bagian, yaitu: perbangingan antar karyawan, s4atu pekerjaan dibandingkan
dengan pekerjaan lainnya serta daftar isian. Perbandingan antar karyawan yang
dimaksud disini adalah melakukan suatu perbandingan mengenai hasil pekerjaan
dengan menggunakan rangking dari sangat memuaskan hingga tidak memuaskan,
kemudian membandingkan suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya yang dianggap
memiliki kinerja tinggi. Sementara daftar isian memuat beberapa pertanyaan yang
berhubugan dengan hasil pekerjaan tersebut.
e. Motivasi
Motivasi merupakan suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara
setiap kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Dan
motivasi timbul sebagai proses psikologis yang diakibatkan oleh faktor dari dalam
diri seseorang ( intrinsik).
f. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan alat baik berupa soft were atau hard were yang
sangat menunjang pelaksanaan administrasi. Dengan sarana yang bagus dan canggih
dapat mengakibatkan penyelesaian pekerjaan secara efektif dan efisien.
Dengan diterapkannya faktor-faktor di atas, maka akan sangat menentukan
bagaimana kualitas pelaksanaan administrasi di sebuah perusahaa, lembaga atau
52
instansi. Apabila faktor-faktor tersebut diterapakan maka tujuan yang telah
dirumuskan akan tercapai dengan maksimal.
Dari uraian diatas, maka pelaksanaan kegiatan administrasi harus benar-benar
menggunakan prinsip kualitas jasa pada setiap pelayanan kepada para pelanggannya.
Dengan demikian diharapkan kualitas kegiatan administrasi sangat tergantung kepada
sejauhmana kemampuan dan kemauan memberikan pelayanan dengan menerapkan
prinsip-prinsip kualitas jasa sebagaimana tersebut dalam uraian diatas.
53