bab ii dasar teori

38
BAB II DASAR TEORI 2.1. Pengertian Dasar Proses Pemesinan Proses pemesinan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam menjadi suatu benda kerja dengan cara pemotongan atau perautan. Pada proses pemotongan logam dalam hal ini proses pemesinan terjadi gerak relatif dari pahat atau mata potong terhadap benda kerja yang akan menghasilkan gram dan permukaan-permukaan benda kerja secara bertahap akan membentuk komponen yang dikehendaki. Dimana pada proses pemotongan tersebut pahat atau mata potong dipasang pada suatu mesin perkakas (tergantung pada proses dan mesin yang digunakan). Dan untuk sementara, dapat kita klasifikasikan dua jenis pahat atau mata potong yaitu pahat bermata potong tunggal dan pahat bermata potong jamak. Gerak relatif pahat terhadap benda kerja dapat kita pisahkan menjadi d ja komponen, yaitu gerak potong (cutting movement) dan gerak makan, maka proses

Upload: wdarirurero

Post on 29-Jun-2015

1.821 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR

TEORI

2.1. Pengertian Dasar Proses Pemesinan

Proses pemesinan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengubah

bentuk suatu produk dari logam menjadi suatu benda kerja dengan cara

pemotongan atau perautan.

Pada proses pemotongan logam dalam hal ini proses pemesinan terjadi

gerak relatif dari pahat atau mata potong terhadap benda kerja yang akan

menghasilkan gram dan permukaan-permukaan benda kerja secara bertahap

akan membentuk komponen yang dikehendaki. Dimana pada proses

pemotongan tersebut pahat atau mata potong dipasang pada suatu mesin

perkakas (tergantung pada proses dan mesin yang digunakan). Dan untuk

sementara, dapat kita klasifikasikan dua jenis pahat atau mata potong yaitu

pahat bermata potong tunggal dan pahat bermata potong jamak.

Gerak relatif pahat terhadap benda kerja dapat kita pisahkan menjadi d ja

komponen, yaitu gerak potong (cutting movement) dan gerak makan, maka

proses pemesinan dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) macam proses yang

berlainan yaitu:

I Proses Membubut (Turning)

Proses Menggurdi (Drilling)

3. Proses Mengefrais (Milling)

Page 2: BAB II DASAR TEORI

4 Proses Menggerinda Rata (Surface Grinding)

5. Proses Menggerinda Silinder (Cylindrical Grinding)

6. Proses Menyekrap (Shaping)

Proses Menggergaji dan Memarut (Sawing and Broaching)

2.2. Elemen Dasar Proses Pemesinan

Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometry

suatu produk komponen mesin. Salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan

harus dipilih sebagai suatu proses atau suatu urutan proses yang digunakan

untuk membuatnya.

Bagi tingkatan proses, ukuran obyek ditentukan dan pahat harus

membuang sebagian material dan benda kerja atau yang sering disebut geram

sampai dengan ukuran obyektif tadi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara

menentukan penampang geram (sebelum terpotong).

Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau dari kecepatan

pemotongan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang

dikehendaki, pekerjaan ini seperti akan timbul dalam setiap perencanaan proses

pemesinan yaitu:

1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min)

2. Kecepatan pemakanan (feeding speed) : ^/(mm/min)

3 Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)

4. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)

Page 3: BAB II DASAR TEORI

5 Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) : Z (cm3/min) Elemen

proses pemesinan tersebut dapat dihitung berdasarkan nensi benda kerja, pahat

serta besaran dari mesin perkakas yang digunakan. Untuk besaran dari mesin

perkakas diatur tergantung dari jenis perkakasnya. Oleh karena itu rumus yang

dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan dapat berlainan.

Setiap proses yang ditinjau akan diperkenalkan dua sudut pahat yang penting

yaitu sudut potong utama principal cutting edge angel) dan sudut geram (rake

angel). Kedua sudut tersebut akan mempengaruhi antara lain penampang geram,

gaya pemotongan, serta umur pahat. Dengan memperhatikan kedua sudut

tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya semua proses pemesinan itu

serupa.

2.3. Proses Membubut (Turning)

Benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang pada ujung poros

utama (spindel) lihat gambar 2.1. dengan mengatur lengan pengatur yang

terdapat pada sisi muka kepala diam, putaran poros utama (n) dapat dipilih

Harga putaran poros utama umumnya dibuat bertingkat, dengan aturan

yangtelah distandarkan, misalnya: 630; 710; 800; 1000; 1220; 1400;

1600; 1800; dan 2000 rpm. Untuk mesin bubut dengan putaran motor variabel,

kecepatan putaran poros utama tidak lagi bertingkat melainkan bersinambungan

(continue). Pahat dipasangkan pada kedudukan pahat dan kedalaman potong (a )

diatur dengan menggeserkan peluncur silang melalui roda pemutar (skala pada

pemutar menunjukkan selisih harga diameter, uengan demikian kedalaman potong

adalah setengah harga tersebut). Pahat bergerak translasi bersamaan dengan kereta

Page 4: BAB II DASAR TEORI

dan gerak makan (/) yang tersedia pada mesin bubut bermacam-macam dan menurut

tingkatan yang telah distandarkan, misalnya : 0.1; 0.112; 0.125; 0.14;

0.16.................................................................................................(mm/(r)).

Gambar 2.1. Mesin Bubut (Lathe)

Elemen dasar dari proses bubut dapat diketahui atau dihitung dengan

menggunakan rumus yang dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus

yang dapat diturunkan dengan memperhatikan gambar 2.2. Kondisi pemotongan

ditentukan sebagai berikut:

Benda kerja : dQ = Diameter mula : mm

dm = Diameter akhir : mm

I , = Panjang pemesinan : mm

Pahat : Kr = Sudut potong utama :0

Y o = Sudut geram

Page 5: BAB II DASAR TEORI

Mesin bubut : a = Kedalaman potong : mm

: mm

/ = Gerak makan : mm/(r)

Gambar 2.2. Proses Bubut

n = Putaran poros utama (benda kerja ): (r)/min

Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut:

1. Kecepatan potong : : m/min.........................................(2.2)

Dimana, : mm...........................................................(2.3)

d = diameter rata-rata

2. Kecepatan makan : v f = f . n : mm/min..........................................(2.4)

Page 6: BAB II DASAR TEORI

3. Waktu pemotongan min..................................................(2.5)

4. Kecepatan penghasilan geram : Z = A . V Dimana: penampang

geram sebelum terpotong

A = f .a :mm 2 ..................................................................................(2.6)

Maka:

Z=.f. a. v : cmVmin..........................................................................(2.7)

Pada gambar 2.2 diperlihatkan sudut potong utama (kr, principal cutting edge

angel) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor (proyeksinya pada bidang

referensi) dengan kecepatan makan v/. Besarnya sudut tersebut ditentukan oleh

geometry pahat dan cara pemasangan pahat pada mesin perkakas (orientasi

pemasangannya). Untuk harga (a ) dan (/) yang tetap maka sudut ini menentukan

besarnya lebar terpotong (b , width of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h,

underformed chip thickness) sebagai berikut:

> Lebar pemotongan : b -—-—: mm...................................................(2.8)sin K r

> Tebal geram sebelum terpotong : h =/. sin Kr : mm..........................(2.9)

Dengan demikian, penampang geram sebelum terpotong dapat Jituliskan

sebagai berikut:

f . a b . h :mm2.............................................................................(2.10)

Perlu dicatat bahwa tebal geram sebelum terpotong (h ) belum tentu sama

dengan tebal geram (hc, chip thickness) dan hal ini antara lain dipengaruhi oleh sudut

geram (y0) kecepatan potong dan material benda kerja.

Page 7: BAB II DASAR TEORI

r- Proses yang biasanya dilakukan pada mesin bubut (pahat bermata potong tunggal

gerak potong berupa putaran benda kerja dan gerak makan berupa gerak translasi

pahat). 1. Bubut silindrik (Turning)

2. Bubut muka (Facing)

Gambar 2.4. Proses bubut muka

3. Bubut alur (Grooving)

Gambar 2.5. Proses bubut alur

4. Pemotongan (Cut off)

Page 8: BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.6. Proses pemotongan dengan mesin bubut5. Meluaskan lubang (Boring)Gambar 2.7. Proses bubut meluaskan lubang

6. Bubut bentuk (Forming)

Gambar 2.8. Proses bubut bentuk

2.4. P roses Menyekra p (Shaping)

Proses sekrap merupakan proses yang hampir sama dengan proses

bubut, dalam hal ini gerak potongnya tidak merupakan gerak rotasi melainkan

gerak translasi yang dilakukan oleh pahat, lihat gambar 2.9. Benda kerja yang

dipasang pada meja sementara pahat (serupa dengan pahat bubut) dipasangkan

pada pemegangnya. Kedalaman potong (a ) dapat ditetapkan (dengan cara

menggeserkan pahat) melalui skala pada pemutar. Gerak makan seperti halnya

pada proses bubut dapat dipilih dan pada saat langkah balik berakhir meja atau

Page 9: BAB II DASAR TEORI

pahat bergerak sejauh harga yang dipilih tersebut. Panjang langkah pemotongan

(£,)diatur sesuai dengan panjang

renda kerja (£w) ditambah dengan jarak pengawalan(£v)dan jarak

r-engakhiran {£„). Apabila hal ini ditetapkan maka perbandingan kecepatan

RSj quick return ratio) menjadi tertentu harganya (tergantung dari kontruksi mesin).

Dalam hal ini kecepatan mundur (tidak memotong jadi merupakan waktu yang

hilang / non produktif) harus lebih tinggi daripada kecepatan maju (memotong).

Kecepatan potong rata-rata dan kecepatan makan ditentukan oleh jumlah langkah

permenit (n p ) yang dapat dipilih dan diatur pada mesin perkakas yang bersangkutan.

Elemen dasar pada proses sekrap dapat dihitung dengan

menggunakan rumus-rumus berikut, lihat gambar 2.10.

Benda kerja : £ w = Panjang pemotongan benda kerja : mm

t v = Langkah pengawalan : mm

in - Langkah pangakhiran : mm

l t = Panjang pemesinan : mm

= t v+l„+lH :mm

Pahat : Kr = Sudut potong utama :0

y0 = Sudut geram :0

Mesin sekrap : / = Gerak makan : mm/langkah

a = Kedalaman potong : mm; uimbar 2.9. Mesin Sekrap (Shaper) dan Mesin Sekrap Meja (Planer)

Page 10: BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.10. Proses Sekrap

np = Jumlah langkah per menit : langkah/min

Rs = Perbandingan kecepatan

Page 11: BAB II DASAR TEORI

Elemen dasar bagi proses sekrap adalah:

1 Kecepatan potong rata-rata: m/min................(2.11)

2 Kecepatan makan: v/ =/. np : mm/min.............................................(2.12)

3 Waktu pemotongan min....................................................(2.13)

- Kecepatan penghasilan geram: Z = A.v : cmVmin.........................(2.14)

Dimana .4 =/. a = h . b : mm2.....................................................(2.15)

Seperti halnya pada proses membubut tebal geram sebelum terpotong (h )

dan lebar pemotongan (b ) ditentukan o\eh f a dan Kr lihat rumus (2.8) dan

(2.9)

US. Proses Gurdi (Drilling)

Pahat gurdi mempunyai dua mata potong dan melakukan gerak potong

karena di putar poros utama mesin gurdi. Putaran tersebut dapat dipilih dari

beberapa tingkatan putaran yang tersedia pada mesin gurdi, atau d tetapkan

sekehendak bila sistem transmisi putaran mesin gurdi merupakan

- stem berkesinambungan.fkep less spindle drive). Gerak makan dapat iipilih

bila mesin gurdi mempunyai sistem gerak makan dengan tenaga motor (power

feeding). Untuk jenis mesin gurdi yang kecil (mesin gurdi bangku) gerak makan

tersebut tidak dapat dipastikan karena tergantung pada kekuatan tangan untuk

menekan lengan poros utama, lihat gambar 2.11. Selain itu, proses gurdi dapat

dilakukan pada mesin bubut dimana

Page 12: BAB II DASAR TEORI

benda kerja diputar oleh pencekam poros utama dan gerak makan dilakukan oleh

pahat gurdi yang dipasang pada kedudukan pahat {tool-post) atau kepala gerak {tail-

stock).

Dari gambar 2.11. dapat diturunkan ramus untuk beberapa elemen pada proses

gurdi yaitu :

Benda kerja : £ w =Panjang pemotongan benda kerja : mm

Pahat : d = Diameter gurdi : mm

Kr = Sudut potong utama :0

= ^ sudut ujung (point angle)

Mesin gurdi : n = Putaran poros utama : (r)/min

Gambar 2.11. Proses Gurdi

Vf = Kecepatan makan : mm/min

Elemen proses gurdi adalah:

Page 13: BAB II DASAR TEORI

1. Kecepatan potong : m/min...........................................(2.16)

2 Gerak makan per mata potong : mm/(r).......................(2.17)

Dimana : z = 2

3. Kedalaman potong : a~\ '( 218 )

4. Waktu pemotongan : t c =—\ min...........................................(2.19)v f

Dimana £ , = t v+£w+tH

t n =------- : mmtankr

it d 2 v f .5. Kecepatan penghasilan geram : Z- -----------— : cm /min............(2.20)

4 1000

2.6. Proses Freis (Milling)

Dua jenis utama dari pahat freis (milling cutter) yaitu pahat freis lubung

atau mantel (slab milling cutter) dan pahat freis muka (face milling cutter).

Pahat freis termasuk pahat bermata potong jamak dengan jumlah mata potong

sama dengan jumlah gigi freis (z), sesuai dengan jenis ahat yang dipakai,

dikenal dua macam cara yaitu mengefreis datar (slab milling) dengan sumbu

putaran pahat freis selubung sejajar permukaan benda kerja dan mengefreis

tegak (face milling) dengan sumbu putaran

Page 14: BAB II DASAR TEORI

hat freis muka tegak lurus permukaan benda kerja. Selanjutnya mengefreis datar

dibedakan menjadi dua macam cara yaitu, mengefreis naik (up milling atau

conventional milling) dan mengefreis turun (down milling).

Proses mengefreis turun akan menyebabkan benda kerja lebih tertekan ke meja

dan meja terdorong oleh pahat yang mungkin pada suatu saal (secara periodik) gaya

dorongnya akan melebihi gaya dorong ulir atau roda gigi penggerak meja. Apabila

sistem kompensasi gerak balik tidak begitu baik, maka mengefreis turun dapat

menimbulkan getaran bahkan kerusakan. Proses mengefreis naik lebih banyak dipilih

karena alasan tersebut sehingga dinamakan cara konvensional akan tetapi mengefreis

naik dapat mempercepat keausan pahat karena mata potong lebih menggesek benda

kerja yaitu pada saat mulai memotong (dimulai dengan ketebalan geram nol) dan

selain itu permukaan benda kerja akan lebih kasar. Dengan semakin banyaknya

kontruksi mesin freis maka mengefreis turun cenderung dipilih sebab lebih produktif

dan lebih halus hasilnya karena pemotongan dimulai dari ketebalan geram yang besar

maka mengefreis turun tidak cianjurkan bila benda kerja terlalu keras (benda kerja

hasil proses rengerolan panas dengan permukaan yang terlalu keras). Mengefreis naik

tau turun memang perlu dipilih dengan tepat dengan memperhatikan jrbagai hal

seperti yang disinggung diatas termasuk analisis sistem pemotongan (kondisi benda

kerja, lenturan dan cara pemegangan atau pengekleman).

Pahat freis dengan diameter tertentu dipasangkan pada poros utama mesin freis

dengan perantaraan poros pemegang untuk pahat freis selubung atau langsung melalui

hubungan poros dan lubang konis (untuk pahat freis muka yang mempunyai poros

konis). Putaran poros utama dapat dipilih sesuai dengan tingkatan putaran yang

tersedia pada mesin freis. Posisi sumbu utama mesin dapat horisontal atau vertikal

Page 15: BAB II DASAR TEORI

tergantung dari jenis mesinnya. Benda kerja yang dipasangkan pada meja dapat diatur

kecepatan makannya tergantung dari harga gerak makan pergigi yang diingikan,

besarnya kecepatan makan antara lain dipengaruhi oleh jumlah gigi (z) dari pahat

freis karena untuk kecepatan makan yang sama, maka gerak makan pergigi (fz)

menjadi berlainan bila jumlah gigi berbeda.

Elemen-elemen dasar pada proses freis dapat ditentukan dengan

memperhatikan gambar 2.12. dalam hal ini rumus yang digunakan berlaku

bagi kedua cara mengefrais, mengefrais tegak atau mengefrais turun, yaitu:

Benda kerja : w = Lebar pemotongan : mm

£ w = Panjang pemotongan : mm

a = Kedalaman potong : mm

Pahat freis : d = Diameter luar : mm

z = Jumlah gigi (mata potong) : cm3/min

Kr = Sudut potong utama :0

= 90° untuk pahat freis selubung

Mesin freis : n = Putaran poros utama : (r)/min

Page 16: BAB II DASAR TEORI

Vf = Kecepatan makan : mm/min

v f a xv %

4 Kecepatan penghasilan geram: z= ; cm /min,....................(2.24)

Page 17: BAB II DASAR TEORI

2.". Gaya Dan Daya Potong Dalam Proses Pemesinan 2.7.1.

Gaya Dan Daya Potong Pada Proses Bubut

Rumus empiris gaya dalam proses bubut dapat di tentukan dari

kekuatan tarik.

Untuk kekuatan tarik harga gaya potong spesifiknya dapat

diperkirakan dari tabel yaitu dengan rumus

A'< = ks J .J . . f 2 . CK■ CR. CVB .CV...................................(2.25)

Maka gaya potong pada pembubutan adalah :

Fv = k s .A : (N)

Dimana:

ks = Gaya potong spesifik : (N)

A = Penampang geram sebelum terpotong : (mm2)

Daya potong pada proses bubut adalah :

A't--/:''-V- : ( kW) .......................................................................(2.26)

c 60000

Dimana:

Fy — Fv — ks .A

Dimana:

Fv = Gaya potong : (N)

v = Kecepatan potong : (m/min)

2.7.2. Gaya Dan daya Potong Pada Proses Drilling

Momen dan gaya pemotongan pada proses menggurdi ini didapat

berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan memilih satu set pahat gurdi dari

berbagai diameter dengan geometry yang sama yang merupakan geometry

standart dan bisa digunakan untuk menggurdi suatu jenis material benda kerja.

Page 18: BAB II DASAR TEORI

Hasil yang diperoleh dengan berbagai kondisi penggurdian umumnya

menghasilkan rumus korelasi sebagai berikut:

M, = C i . c / v . / ' : (N .mm) .......................................................(2.27)

Fz = C 2 . cT ./" ......................................................................(2.28)

Dimana :

Mt - Momen puntir : (N.mm)

Fz = Gaya tekan : (N)

d = Diameter gurdi : (mm)

/ = Gerak makan : (mm/r)

Ci,C2 = Konstanta yang harganya dipengaruhi oleh jenis benda kerja dan

pemakaian cairan pendingin.

x,y,m,n = Pangkat untuk diameter dan gerak makan dalam rumus korelasi

momen dan gaya. Gaya potong spesifik dalam proses gurdi dapat

didefinisikan

sebagai berikut:

*,=4...........................................................................................(2

-29)

dimana :

kd = Gaya potong spesifik penggurdian

Ft = Gaya tangensial pada mata potong, merupakan gaya kopel akibat momen puntir

dan titik tangkap gaya tersebut dianggap pada pertengahan mata potong.

= -^:(N) ( d / 2 )

A = Penampang geram sebelum terpotong

= d X : (mm2) 4

Page 19: BAB II DASAR TEORI

Dengan harga x dan y dipengaruhi oleh jenis benda kerja dan harga rata - rata

atau harga terbaik.

Baja x= l , 8 ; y = 0,78

Besi tuang x = 1,7 ; y = 0,60

Kuningan x= l , 9 ; y = 0,73

Aluminium x = 1,9 ; y = 0,83

Dengan memasukkan harga diatas kedalam rumus dan menetapkan gaya

potong spesifik. Kdu = 8 C j diperoleh hubungan: kd = kd u d - 0 J f 0 J 2 ;Baja kd =

kdud - 0 J f0'40 ; Besi tuang kd = kdi.i d 4)1 f'0'27 ; Kuningan kd = kdu d '01 f'0'17 ;

Aluminium

Dengan demikian daya potong:

M,2 .7t.n........................................................................

c 60.000.000

Dimana :

M, = Momen puntir : (N.mm)

n = Putaran : (r /min)

Gerak makan:

/ = 0,084 \[d : (untuk baja = 0,8 mm/r) / = 0,\\[d

: (untuk besi tuang)

2.8. Komponen Untuk Waktu Produksi

Waktu untuk menghasilkan produk atau waktu yang diperlukan untuk

menghasilkan suatu pekerjaan (memotong bagian tertentu produk) dengan cara

tertentu (digunakan suatu jenis pahat) adalah merupakan variabel penting dalam

Page 20: BAB II DASAR TEORI

rangka penentuan kondisi optimum. Sesuai dengan tujuan optimasi maka

diinginkan pembagian waktu menurut komponennya sehingga dapat diketahui

komponen waktu yang mana yang mungkin dapat diperkecil.

Secara garis besar dapat dikelompokkan dua macam komponen waktu

yaitu komponen yang dipengaruhi variabel dan komponen waktu bebas.

- Adapun komponen-komponen yang dipengaruhi variabel proses yaitu: tc =

Waktu pemotongan sesungguhnya

= L< = '< - : (min/prod)..................................................(2.31)v f nf

( d ■ yr = Waktu penggantian pahat yang dibagi rata untuk jumlah yang

dihasilkan sejak pahat yang baru dipasang sampai pahat tersebut diganti

karena aus

Dimana :

td - Waktu penggantian /pemasangan pahat: (min) T = Umur

pahat: (min)

Y - Bagian umur pahat yang digunakan untuk menyelesaikan satu produk

Komponen waktu bebas (non produktif)

(a =hw + tAT + tRT + W + — : (min/prod) Dimana:

ia - Waktu non produktif : (min/prod)

tuv = Waktu pemasangan benda kerja : (min/prod) tAT = Waktu penyiapan, yaitu

waktu yang diperlukan untuk

membawa/menggerakkan pahat pada posisi mula sampai pada

posisi siap untuk memotong : (min/prod)

Page 21: BAB II DASAR TEORI

tRi - Waktu pengakhiran yaitu waktu yang diperlukan untuk

membawa/menggerakkan pahat kembali keposisi semula :

(min/prod)

tuw = Waktu pengambilan produk : (min/prod)

— = Bagian dari waktu penyiapan mesin beserta pelengkapannya

n<

yang dibagi rata untuk sejumlah produk yang direncanakan untuk buat saat

itu : (ni, lot size) Dengan demikian waktu pemesinan per produk rata - rata

adalah:

' „= ' „+ ' ,+ ' , / • , . : (min/prod)......................................................(2.32)

2.9. Komponen Untuk Ongkos Produksi

Bagi suatu industri pemesinan adalah mutlak mengetahui beberapa

ongkos sebenarnya dalam pembuatan suatu produk. Pada penulisan skripsi ini

akan dibahas beberapa komponen ongkos yang sesuai untuk digunakan pada

analisa kondisi pemotongan optimum.

Ongkos proses produksi dapat diperinci menjadi ongkos persiapan dan

peralatan, ongkos pemesinan dan ongkos pahat.

(), = Cr + Cm + Ce: (Rp/prod)...............................................................(2.33)

Dimana:

(',, = Ongkos produksi : (Rp/produk)

(V = Ongkos penyiapan dan peralatan : (Rp/produk)

Page 22: BAB II DASAR TEORI

(',„ = Ongkos pemesinan : (Rp/produk)

('e = Ongkos pahat : (Rp/produk)

Ongkos pemesinan dan ongkos pahat dapat diuraikan Ongkos

persiapan dan peralatan khusus

: (Rp/produk)...........................................(2.34)

Dimana:

Cr = Ongkos persiapan dan peralatan khusus : Rp/produk Cset = Ongkos

pengaturan atau setting mesin : Rp

— Cm • tset

Cf,x - Ongkos perkakas bantu cekam (fixture) : Rp

Cpr = Ongkos penyiapan program NC (hanya berlaku bagi mesin perkakas NC)

yang meliputi, programming (cpr tpr), percobaan {first article test, cm tlest

ditambah bahan habis untuk percobaan) dan pengukuran pertama untuk

sertifikasi program, cme tme: Rp

nt = Jumlah produk yang dibuat : buah

Ongkos pemesinan

Cm — Cm . tm : (Rp/produk).............................................................(2.35)

Dimana:

C,„ = Ongkos pemesinan ' : Rp/produk

cm = Ongkos operasi mesin per satuan waktu : Rp/min

t„, = Waktu pemesinan : min/produk

Page 23: BAB II DASAR TEORI

Ongkos pahat

(>c t , . ^ : : (Rp/prod)................................................'.....................(2.36)

Dimana:

Ce = Ongkos pahat : (Rp/produk)

ce = Ongkos pahat per mata potong : (Rp/mata potong)

Y = Sebagian dari umur pahat (yang berkurang akibat

pemakaiannya setiap menghasilkan produk) merupakan rasio antara

waktu efektif tc dengan umur pahat T : (mata potong/prod).

Sedangkan ongkos pahat permata potong dapat diuraikan sebagai berikut: • Pahat

tanpa pengasahan

: Rp/mata potong................................(2.37)

Dimana:

ce = Ongkos mata potong pahat : Rp/mata potong

C0ti = Harga sisipan karbida : Rp

e = Jumlah mata potong sisipan karbida yang bisa dimanfaatkan

CSh = Harga badan pahat (pemegang sisipan) termasuk peralatan/

komponen dan suku cadang : Rp r = Jumlah pemakaian

badan pahat sampai aus/rusak

Page 24: BAB II DASAR TEORI

cSi ts = Ongkos penyetelan pahat diluar mesin dimana c„ adalah ongkos operasi

penyetelan per menit dan ts adalah waktu penyetelan : (menit).

Z = Jumlah gigi apabila pahat merupakan jenis pahat freis dengan karbida sisipan

(untuk pahat bubut Z= l ) • Pahat yang dapat diasah

: Rp/mata potong..............................(2.38)

Dimana:

Cotb = Harga pahat HSS atau pahat dengan karbida sisipan yang dipatri keras

(brazed carbide tip), dalam kondisi siap pakai (tajam) : Rp

rg = Jumlah pengasahan yang mungkin dilakukan , sampai mata potong menjadi

terlalu pendek ( diperkirakan sekitar 4 s.d 15 ka l i )

c g t g= Ongkos pengasahan pahat, tergantung pada ongkos operasi permenit untuk

proses pengasahan cg, dan waktu pengasahan

cs,ts = Ongkos penyetelan pahat pada tool shank atau tool blok, yang dilakukan

diluar mesin perkakas NC : Rp/mata potong.

2.10. Umur Pahat

Umur pahat di definisikan sebagai waktu penggunaan pahat secara

efektif dalam pemesinan. Kriteria umur pahat adalah batas harga keausan

sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi.

Semakin besar keausan tersebut pahat mesin masih tetap digunakan

maka pertambahan keausan akan semakin cepat dan suatu saat akan fatal

akibatnya. Kerusakan tidak hanya terjadi pada pahat saja tetapi juga bisa

Page 25: BAB II DASAR TEORI

merusak mesin perkakas bahkan bisa membahayakan operator, oleh sebab itu

untuk menghindari hal tersebut ditetapkan suatu batas keausan yang dianggap

sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi.

Didalam proses perautan persamaan Taylor menyatakan hubungan

antara beberapa parameter yang terlibat:

- Rumus dasar pahat dapat ditulis sebagai berikut:

v . T" = CT.....................................................................................(2.39)

Dimana :

v = Kecepatan potong : (m/min)

T = Umur pahat : (min)

n = Pangkat umur pahat O =

Konstanta Taylor

- Konstanta Taylor secara lebih umum dapat dituliskan seperti rumus empirik

berikut :

.............................................................................(2.40)

Dimana :

VB = Keausan tepi yang dianggap sebagai batas umur pahat harganya dipilih antara

0,3 - 1 mm : (mm)

Page 26: BAB II DASAR TEORI

m = Pangkat untuk batas keausan tergantung dari kualitas pahat serta jenis dan

kondisi benda kerja; harga rata - rata 0,45.

h = Total geram sebelum terpotong : (mm)

p = Pangkat untuk tebal geram sebelum terpotong

b = Lebar pemotongan : (mm)

q = Pangkat dari lebar pemotongan

Harga relatif kecil berkisar 0,05 - 0,13

CTVB = Kecepatan potong ekstrapolatif (m/min) ; secara teoritik akan menghasilkan

umur pahat sebesar 1 menit, untuk VB = 1 mm, h = 1 mm dan b = 1 mm,

merupakan harga spesifik bagi kombinasi suatu pahat terutama sudut potong

utama efektif. Kekakuan sistem pemotongan dan kondisi benda (non tread,

anneled, normalized dan sebagainya) sangat berpengaruh. Pemakaian cairan

pendingin yang tepat menaikkan harga CTVB-

Pada perhitungan harga eksponen dan konstanta rumus pahat taylor

dapat mencapai harga yang bervariasi, tergantung pada kualitas pahat dan benda

kerja. Karena dipasaran terdapat berbagai macam pahat dari berbagai macam

pabrik pembuat, maka kualitas pahatpun akan bervariasi. Umumnya pabrik

pembuat pahat memberikan data umur pahat ( data permesinan ) sesuai dengan

jenis pahat yang dibuat serta jenis pemakaiannya. Dalam data tersebut, benda

Page 27: BAB II DASAR TEORI

kerja terlebih dahulu diklasifikasikan sesuai dengan tingkat kemudahan untuk

dipotong ( ketermesinan ; machinability ). Data tersebut sesuai dengan rumus

Taylor yang berbentuk:

v7"=C/ "a " ......................................................................................(2.41)

Jadi dalam hal ini batasan keausan (VB atau K) telah ditetapkan sehingga

harga konstanta C telah mencakup harga tersebut. Rumus ini berlaku untuk

sudut kr = 90 °, untuk sudut lain tidak ada informasinya. Oleh sebab itu dapat

digunakan harga pendekatan dengan cara menaikkan harga C sebesar 20%

bilak r =75° , dan 30% bilakr = 450.

2.11. Komponen Biaya Operasi Per menit

Kegiatan perusahaan ditentukan oleh kegiatan operator yang melayani

mesin. Dengan demikian, segala daya dan upaya seharusnya dicurahkan supaya

mereka (mesin dan operator) dapat bekerja dengan efektif. Berbeda dengan

mesin produksi lainnya, yang dapat bekerja hampir secara terus menerus, mesin

perkakas pada umumnya bekerja (aktif

memotong benda kerja) hanya dalam waktu yang pendek. Hampir seluruh waktunya

habis pekerjaan-pekerjaan non produktif serta pekerjaan lainnya sesuai dengan

kesibukan operator.

Dalam setahun di Indonesia rata-rata dianggap setiap pabrik hanya bekerja

selama 50 minggu (2 minggu cuti minggu lainnya untuk pemeliharaan mesin,

perbaikan dan lain sebagainya). Dalam satu minggu hari kerjanya berjumlah 5 atau 6.

Page 28: BAB II DASAR TEORI

Apabila jam kerja efektif diperkirakan sekitar 2 jam kurangnya dari jadwal (untuk

istirahat resmi, kemalasan atau bergegas untuk pulang), maka menit kerja efektif bagi

operator dapat dihitung dengan rumus: - Biaya penyusutan tetap

: (Rp/tahun)...............................................(2.42)

Dimana:

Cf = Ongkos tetap atas pemilik mesin : (Rp/tahun)

C0 = Harga pembelian mesin lengkap dengan peralatannya, ongkos

pengangkutan dan pemasangan termasuk training operator

(mesin siap berproduksi): (Rp) y = Umur mesin produktif yang

ditetapkan bagi mesin yang

bersangkutan, atau periode penyusutan (deprecation period) :

(tahun)

Iptt = Besarnya bunga (premium), pajak (tax), dan asuransi (insurance):

(%)

- Ongkos variabel langsung

Cd = L . 12 : (Rp/tahun)................................................................(2.43)

Dimana:

Page 29: BAB II DASAR TEORI

Cd = Ongkos variabel langsung per tahun : (Rp/tahun) L = Upah operator mesin

perbulan (dapat pula dimasukkan ongkos kesejahteraan, bonus, dan lain

sebagainya): (Rp/bulan)

- Total menit kerja per tahun

Ji = jam kerja normal x jam kerja efektif x 50 x 60

: (min/tahun)........................................................................(2.44)

- Ongkos variabel tak langsung

: (Rp/tahun)...................................................(2.45)

Dimana:

Ci - Ongkos variabel tak langsung bagi mesin yang bersangkutan per

tahun: (Rp/tahun) CF = Ongkos total (pemeliharaan ruang dan

pengangkutan) bagi

bagian yang bersangkutan per tahun : (Rp/tahun) Q = Ongkos tak

langsung bagi perusahaan yang bersangkutan per

tahun: (Rp/tahun) W = rasio antara bagian ongkos total yang dibebankan

bagi bagian

yang bersangkutan terhadap ongkos total: (prosentase)

A j = luas lantai yang diperlukan mesin termasuk daerah sekitarnya untuk

meletakkan benda kerja atau produk : (m2)

Page 30: BAB II DASAR TEORI

Aj = jumlah total luas lantai dari bagian yang bersangkutan yang digunakan

mesin: (m2)

Sehingga:

- Ongkos operasi dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:

: (Rp/menit)......................................................(2.46)

BAB III

DATA DAN PERENCANAAN PROSES

3.1. Deskripsi Benda Kerja

Gambar 3.1 Hasil benda kerja

Page 31: BAB II DASAR TEORI

Benda yang akan dikerjakan adalah pembuatan poros penghubung gear

box dengan screw conveyor. Berikut ini adalah gambar dari hasil proses

pembuatan poros penghubung gear box dengan screw conveyor dengan material

Baja ST60.

Gambar 3.2 Awal benda kerja

3.2. Urutan Proses Pemesinan£ 3.1 Urutan Proses Pengerjaan Poros penghubung Gear Box Dengan Screw

Conveyor

Page 32: BAB II DASAR TEORI