bab ii (dasar teori) beres

33
[Type text] PROTEKSI KATODIK 2 I. TUJUAN 1. Dapat mengetahui dan memahami cara melakukan proteksi katodik terhadap sistem perpipaan 2. Dapat mengetahui letak korosi pada pipa 3. Dapat mengetahui bentuk korosi II. DASAR TEORI 2.1 Pengertian Korosi Setiap material di bumi ini terutama logam memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari nilai potensial yang dimiliki setiap logam. Nilai potensial dari setiap logam sangat berpengaruh terhadap kondisi logam tersebut. Ketika dua buah logam yang memiliki potensial yang berbeda kemudian digabungkan, maka akan menimbulkan aliran listrik dimana listrik akan mengalir dari logam yang memiliki potensial lebih negatif ke potensial yang lebih positif. Korosi akan terjadi pada suatu kondisi dimana muatan positif (kation) meninggalkan permukaan suatu logam (Bushman, 2000). Korosi dapat merusak permukaan logam, juga dapat mengurangi fungsi dari suatu logam. Korosi terjadi karena adanya degradasi atau penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia antara logam dengan lingkungannya. Lingkungan yang dapat menyebabkan korosi yaitu lingkungan yang lembap (mengandung uap air) dan

Upload: voninurti-septiani

Post on 25-Sep-2015

258 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

[Type text]

PROTEKSI KATODIK 2

I. TUJUAN 1. Dapat mengetahui dan memahami cara melakukan proteksi katodik terhadap sistem perpipaan2. Dapat mengetahui letak korosi pada pipa3. Dapat mengetahui bentuk korosiII. DASAR TEORI

2.1 Pengertian KorosiSetiap material di bumi ini terutama logam memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari nilai potensial yang dimiliki setiap logam. Nilai potensial dari setiap logam sangat berpengaruh terhadap kondisi logam tersebut. Ketika dua buah logam yang memiliki potensial yang berbeda kemudian digabungkan, maka akan menimbulkan aliran listrik dimana listrik akan mengalir dari logam yang memiliki potensial lebih negatif ke potensial yang lebih positif. Korosi akan terjadi pada suatu kondisi dimana muatan positif (kation) meninggalkan permukaan suatu logam (Bushman, 2000).

Korosi dapat merusak permukaan logam, juga dapat mengurangi fungsi dari suatu logam. Korosi terjadi karena adanya degradasi atau penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia antara logam dengan lingkungannya. Lingkungan yang dapat menyebabkan korosi yaitu lingkungan yang lembap (mengandung uap air) dan diinduksi oleh adanya gas O2, CO2, atau H2S.

Korosi terjadi melalui reaksi redoks, di mana logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen mengalami reduksi. Korosi jauh lebih ekstensif berlangsung jika besi kontak dengan oksigen dan air (Oxtoby, dkk, 1988). Korosi merupakan pembebasan oksidatif yang terjadi pada suatu luas permukaan logam (Atkins 1999). Korosi pada logam dapat juga dipandang sebagai proses pengembalian logam ke keadaan asalnya, yaitu bijih logam. Misalnya, korosi pada besi menjadi besi oksida atau besi karbonat seperti pada reaksi berikut:4Fe(s) + 3O2(g) + 2nH2O(l) 2Fe2O3.nH2O(s)Fe(s) + CO2(g) + H2O(l) Fe2CO3(s) + H2(g)

Oleh karena korosi dapat mengubah struktur dan sifat-sifat logam maka korosi cenderung merugikan. Logam yang terkorosi disebabkan karena logam tersebut mudah teroksidasi. Menurut tabel potensial reduksi standar, selain logam emas umumnya logam-logam memiliki potensial reduksi standar lebih rendah dari oksigen. Jika setengah reaksi reduksi logam dibalikkan (reaksi oksidasi logam) digabungkan dengan setengah reaksi reduksi gas O2 maka akan dihasilkan nilai potensial sel, Esel positif. Jadi, hampir semua logam dapat bereaksi dengan gas O2 secara spontan. Beberapa contoh logam yang dapat dioksidasi oleh oksigen ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut.4Fe(s) + O2(g) + 2nH2O(l) 2Fe2O3.nH2O(s) Esel = 0,95 VZn(s) + O2(g) + 2H2O(l) Zn(OH)4(s) Esel = 0,60 V

Proses korosi logam dalam lingkungan akuatik merupakan reaksi elektrokimia yang meliputi proses perpindahan massa dan perpindahan muatan. Bila suatu logam dicelupkan dalam larutan elektrolit maka akan terbentuk dua lokasi yang disebut anoda dan katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi reaksi reduksi.

2.2 Termodinamika Korosi BesiBerdasarkan termodinamika korosi, korosi terjadi karena adanya kecenderungan suatu logam kembali pada keadaan lebih stabil, dengan reaksi reduksi oksidasi. Hasil reaksi oksidasi membebaskan energi. Kecenderungan oksidasi bermacam-macam logam berkaitan dengan potensial elektrodanya. Kesetimbangan potensial elektroda (Eeq) suatu logam sesuai dengan kesetimbangan oksidasi dan reduksinya (Tonapa dkk, 2002).

Termodinamika korosi dapat dipelajari berdasarkan diagram E-pH (diagram Pourbaix). Diagram E-pH menampilkan daerah-daerah kestabilan air, daerah-daerah logam pada kondisi imun, terkorosi atau terpasivasi sebagai fungsi dari potensial setengah sel dan pH. Diagram ini memberikan informasi tentang reaksi yang mungkin terjadi dan kemungkinan proteksi korosi logam

berdasarkan harga pH dan potensial (Tonapa dkk, 2002). Gambar diagram E-pH

untuk sistem Fe-H2O dapat dilihat seperti gambar 2.1

Gambar 2.1 Diagram E-pH sistem Fe-H2O (Sumber: www.substech.com)

Jika aktifitas logam semakin turun, yang ditandai dengan potensial yang turun, maka arah gerak ke bawah sehingga terbentuk endapan Fe yang stabil, artinya Fe akan imun atau kebal terhadap korosi. Apabila bergerak ke atas maka aktifitas logam akan naik. Hal ini mengakibatkan terbentuknya ion Fe2+ sehingga terjadi korosi. Diagram E-pH dapat digunakan dalam menentukan beberapa cara proteksi korosi pada logam yaitu :

1) Pengaturan lingkungan (dengan perubahan pH)

2) Membawa potensial antar muka ke daerah imun (proteksi katodik).

3) Membawa potensial antar muka ke daerah pasif (proteksi anodik).

4) Penambahan paduan logam dasar agar luas daerah pasif dapat diperbesar.

5) Penambahan pasivator.

2.3 Metode Pengendalian KorosiKorosi tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan seminimal mungkin. Ada beberapa metode yang biasanya digunakan untuk mengendalikan korosi, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Perancangan geometris alat atau benda kerja.

b. Pemilihan bahan atau material logam yang sesuai dengan lingkungan.

Pemilihan material haruslah dipertimbangkan. Jenis material yang digunakan harus memiliki ketahanan korosi yang tinggi pada suatu media tertentu yang sesuai dengan lingkungan tempat aplikasinya

c. Metode Pelapisan (Coating) adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam yang akan dilindungi. Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan logam. Zat atau logam yang akan melapisi suatu logam harus bisa membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga logam yang dilindungi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih lanjut.

d. Proteksi Katodik merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya korosi pada logam. Prinsip kerjanya adalah dengan mengubah benda kerja menjadi katoda. Proteksi dilakukan dengan mengalirkan elektron tambahan ke dalam material. Terdapat dua jenis proteksi katodik, yaitu metode impressed current (arus paksa) dan sacrificial anode (anoda korban).

e. Proteksi anodik yaitu dengan cara mempertebal lapisan pasif dari suatu material dengan cara memberikan potensial ke arah anodik.

f. Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi.

2.4 Metode Pengendalian Korosi dengan Proteksi KatodikKorosi pada dasarnya merupakan sifat alamiah dari logam untuk kembali ke bentuk semula. Dengan demikian sebenarnya korosi tidak dapat dihilangkan sama sekali. Akan tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, proses korosi dapat dikendalikan sampai pada titik minimum yang dilakukan berdasarkan proses terjadinya. Salah satu metode pengendalian korosi untuk sistem perpipaan adalah proteksi katodik.

Proteksi katodik untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1820-an sebagai sarana kontrol korosi utama pada alat pengiriman naval di Inggris. Kemudian lebih dikenal dan banyak dipakai pada tahun 1930-an di Gulf Coast Amerika dalam mengendalikan korosi pada pipa yang membawa hidrokarbon berupa gas bumi dan produk minyak bertekanan tinggi (Sumber : Wikipedia, 2013).

Pada dasarnya proteksi katodik merupakan pengendalian korosi secara elektrokimia dimana reaksi oksida pada sel galvanis dipusatkan di daerah anoda dan menekan proses korosi pada daerah katoda dalam sel yang sama. Dengan demikian, teknologi ini sebenarnya merupakan gabungan yang terbentuk dari unsur-unsur elektrokimia, listrik dan pengetahuan tentang bahan. Unsur elektrokimia mencakup dasar-dasar proses terjadinya reaksi korosi, sedangkan unsur kelistrikan mencakup konsep dasar perilaku obyek yang diproteksi dan lingkungannya jika arus listrik dialirkan.

Untuk mendapatkan gambaran konsep dasar tentang proses korosi dan aplikasi proteksi katodik secara teoritis dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 .

Gambar 2.2 Korosi pada Besi Tembaga(sumber : www.corrosioncollege.com)Gambar 2.3 Konsep dasar sistem proteksi katodik anoda korban zinc pada besi. (sumber: http://www.substech.com/dokuwiki/doku.php?id=galvanic_corrosion)

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa besi terkorosi lebih dulu dibandingkan dengan tembaga. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan sifat besi yang memiliki potensial reduksi lebih negatif atau lebih bersifat anodik (Eo Fe|Fe2+ = -0.4 V) dibandingkan dengan tembaga (Eo Cu|Cu2+ = +0.34 V).

Pada gambar 2.3 menunjukan ada dua buah logam yaitu besi dan zinc yang terpisah dan di celupkan ke dalam suatu elektrolit. Kedua logam tersebut akan terkorosi dan kedua reaksi korosi oksidasi diseimbangkan dengan reaksi reduksi yang sama, dimana pada kedua kasus tersebut terjadi pembebasan gas hidrogen. Kejadian akan berbeda jika kedua logam tersebut dihubungkan satu sama lain secara elektris seperti terlihat pada Gambar 2.3. Disini reaksi korosi dipusatkan pada elektroda anoda zinc dan hampir semua reaksi reduksi dipusatkan pada

elektroda katoda besi. Pada waktu yang bersamaan, korosi pada besi akan berhenti. Dengan kata lain anoda zinc telah dikorbankan untuk memproteksi besi.

Pada aplikasi di lapangan, struktur yang dilindungi akan diusahakan menjadi lebih katoda dibandingkan dengan bahan lain yang dikorbankan untuk terkorosi. Proses ini dilakukan dengan cara mengalirkan arus searah dari sumber lain melalui elektrolit ke permukaan pipa dan menghindari adanya arus yang meninggalkan pipa. Jika jumlah arus yang dialirkan diatur dengan baik, maka akan mencegah mengalirnya arus korosi yang keluar dari daerah anoda dipermukaan pipa dan arus akan mengalir dalam pipa pada daerah tersebut. Permukaan pipa tersebut akan menjadi bersifat katodik. Untuk jelasnya, prinsip kerja proteksi katodik dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Prinsip kerja proteksi katodik(Sumber : Peabodys Control Of Pipeline Corrosion, 2011)Pada gambar tersebut tampak bahwa arus mengalir ke pipa pada daerah dimana sebelumnya sebagai anoda. Driving voltage sistem proteksi katodik harus lebih besar dari pada driving voltage sel korosi yang sedang berlangsung. Supaya sistem proteksi katodik bekerja, harus ada arus yang mengalir dari groundbed. Selama terjadinya aliran arus ketanah, maka material groundbed akan menjadi subjek korosi. Oleh karena kegunaan groundbed untuk mengeluarkan arus, maka sebaiknya menggunakan bahan yang laju konsumsinya lebih rendah dari pada pipanya itu sendiri, atau bahkan bersifat inert. Secara

termodinamika, potensial pipa/struktur yang diproteksi dibuat menjadi imun yaitu dibawah -850 mV (CSE).

2.5 Proteksi Katodik Impressed CurrentProteksi katodik impressed current atau arus paksa merupakan metode pengendalian korosi dengan menggunakan metode kelistrikan. Sumber arus pada sistem arus paksa didapatkan alat lain, biasanya berasal dari DC dan AC yang dilengkapi dengan penyearah arus (rectifier). Kutub negatif dihubungkan ke struktur yang dilindungi dan kutub positif dihubungkan ke anoda. Arus mengalir dari anoda melalui elektrolit ke permukaan struktur, kemudian mengalir sepanjang struktur dan kembali ke rectifier melalui konduktor elektris. Karena struktur menerima arus dari elektrolit, maka struktur menjadi terproteksi. Keluaran arus rectifier diatur untuk mengalirkan arus yang cukup sehingga dapat mencegah arus korosi yang akan meninggalkan daerah anoda pada struktur yang dilindungi.

Sistem arus paksa digunakan untuk melindungi struktur yang besar atau yang membutuhkan arus proteksi yang lebih besar dan dipandang kurang ekonomis jika menggunakan anoda korban. Sistem ini dapat dipakai untuk melindungi struktur baik yang tidak dicoating, kondisi coating yang kurang baik maupun yang kondisi coatingnya baik.

Kelebihan sistem arus paksa adalah dapat didesain untuk aplikasi dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi karena mempunyai rentang kapasitas output arus yang luas. Artinya kebutuhan arus dapat diatur baik secara manual maupun secara otomatis dengan merubah tegangan output sesuai dengan kebutuhan. Kelebihan lain dari sistem ini, dengan hanya memasang sistem di salah satu tempat dapat memproteksi struktur yang cukup besar.

Kekurangan dari sistem ini yaitu memerlukan perawatan yang lebih banyak dibanding sistem anoda korban sehingga biaya operasional akan bertambah. Sistem ini juga mempunyai ketergantungan terhadap kehandalan pemasok energi berupa rectifier sehingga kerusakan pada sistem ini akan berakibat fatal terhadap kinerja sistem proteksi. Kekurangan yang lain system arus paksa adalah cenderung lebih mahal karena peralatan dan bahan yang digunakan lebih banyak. Disamping itu ada kemungkinan dapat menimbulkan masalah efek interferensi arus terhadap struktur disekitarnya.

2.6 Metode Pengendalian Korosi dengan CoatingCoating merupakan sistem proteksi logam terhadap korosi dengan cara memberikan lapisan di permukaan logam untuk mencegah kontak langsung atau reaksi reduksi-oksidasi antara logam dengan lingkungan sekitar. Coating diberikan untuk melindungi pipa dengan keadaan tanah. Tanah memiliki harga resistivitas yang berbeda-beda, bergantung kepada keadaan geometris dan jenis tanah. Untuk mengetahui tingkat korosifitas, digunakan alat resistivity meter. Beberapa harga resistivitas dan tingkat korosifitas dari tanah terangkum dalam

tabel 2.1Tabel 2.1 Derajat korosifitas tanah berdasarkan nilai resistivitasnyaSoil resistivity (ohm.cm) Degree of corrosivity

0500 Very corrosive

5001,000 Corrosive

1,0002,000 Moderately corrosive

2,00010,000 Mildly corrosive

Above 10,000 Negligible

(Sumber: peabody-control of pipeline corrosion 2001(NACE Corrosion Basics).Pada umumnya, coating dibagi menjadi dua macam, yaitu organic coating dan anorganic coating. Organic coating berbahan kimia biasanya menggunakan senyawa polimer seperti HDPE (High Density Polyethylene). Sedangkan organic coating yang umum digunakan dan murah adalah coal tar atau aspal. Anorganic coating biasanya bekerja dengan pembentukan oksida dengan proses anodisasi dan pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Pelapisan dengan organic coating biasanya menggunakan metode pengecatan. Sedangkan pelapisan anorganic coating yang biasanya dilakukan adalah anodisasi aluminium, kromatisasi dan fosfatisasi.

Syarat dari coating pada sistem perpipaan dimuat di NACE Standard RP

0169-96, diantaranya :

1) Insulator elektrik yang efektif

2) Pelindung Kelembaban yang efektif

3) Aplikatif terhadap struktur

4) Memiliki sifat adesi yang kuat terhadap pipa

5) Mampu menahan defect dari kemungkinan membesar dalam jangka waktu lama

Berikut adalah sifat fisis dan teknis dari glassfibre (senyawa polimer), yang biasa digunakan sebagai coating :

Tabel 2.2 Sifat fisis dan teknis dari glassfibre

(Sumber : www.cathodicprotectionnetwork)

2.7 Metode Pendeteksi Kerusakan CoatingPada penerapan di lapangan, kerusakan coating dapat dideteksi dengan dua metode yang umum digunakan, yaitu metode Direct Current Voltage Gradient (DCVG) dan Close Interrupted Potential Survey (CIPS).Metode DCVG ditemukan oleh seorang insinyur telekomunikasi yang berasal dari Australia, bernama John Mulvany pada awal 1980 (Wikipedia, 2013). Dikembangkan bersama dengan Dr. John Leeds, seorang ahli korosi dari Inggris. Metode DCVG biasanya hanya dikenal di kalangan profesional di bidang korosi. Dasar metode DCVG diatur dalam NACE International Test method TM-0109-2009. Referensi dari kalangan inspeksi perpipaan diatur dalam API 571 dan API RP 574 (Wikipedia, 2013).

Metode kerja dari DCVG dan CIPS adalah dengan memastikan sistem perpipaan telah diproteksi dengan arus paksa (ICCP). Adanya kerusakan coating akan menyebabkan terjadinya peningkatan arus dalam jumlah yang besar di sekitar kerusakan coating. Ilustrasi dari kerusakan coating dapat dilihat pada gambar 2.4 dan 2.5.

Gambar 2.5 Ilustrasi arus masuk ke daerah coating yang rusak(Sumber : www.cathodicprotectionnetwork.com)

Gambar 2.6 Ilustrasi jenis kerusakan coating(Sumber : PML DCVG Manual Sheet)Metode DCVG merupakan pengembangan dari metode CIPS. Dengan menggunakan metode DCVG, tidak hanya posisi kerusakan dari coating yang dapat diketahui, akan tetapi besar kerusakan atau derajat kerusakan coating

Apabila ada kerusakan coating maka akan berdampak pada aliran arus listrik yang mengalir dari tanah sekitar dan masuk menuju pipa. Aliran listrik ini akan menyebabkan adanya gradient tegangan yang terjadi di tanah, yang dapat diukur dengan menggunakan voltmeter. Dengan mengamati arah dari gradien arus listrik tersebut, maka lokasi coating yang rusak dapat diidentifikasi. Dengan memasukkan data dari arah gradien tegangan yang terukur di sekitar lokasi coating yang rusak, maka jenis dan karakteristk kerusakan coating dapat diketahui.

2.8 Metode Direct Current Voltage GradientSurvey DCVG dan CIPS dapat dilakukan dengan menggunakan interrupter pengaturan on/off dalam interval waktu tertentu. Tujuan dari penggunaan interrupter adalah untuk membedakan adanya arus yang liar yang mengganggu pengukuran dengan arus prokteksi. Dengan mengetahui frekuensi dari interrupter, maka arus proteksi struktur perpipaan dapat diketahui dengan pasti. on/off dari arus rectifier diatur siklusnya melalui current interruptor. Dengan begitu, potensial soil to soil atau tanah ke tanah bisa diukur pada saat siklus on dan juga pada saat siklus off. Apabila telah dilakukan pengukuran CIPS, maka pengukuran DCVG tidak perlu menggunakan interrupter. Istilah potensial DCVG diartikan sebagai perbedaan/selisih antara potensial soil to soil di sekitar lokasi coating yang rusak.

Beberapa peralatan yang digunakan untuk survey DCVG adalah sebagai

berikut:a. Current Interrupterb. DC Power Supply (12 V, 1 Ampere)c. Data Probe (dua buah elektroda Cu/CuSO4)

d. Perlengkapan Safety untuk Personil yang berupa Helmet, SafetyBoot, Goggles, dan Glovese. Data Logger berupa Voltmeter (akurasi 1mV)

Dalam survey DCVG, dikenal dua teknik yang digunakan untuk menentukan posisi kerusakan coating, yaitu teknik tegak lurus dan teknik parallel, sesuai dengan gambar 2.7 dan 2.8. Yang membedakan dari teknik ini adalah pergerakan dari Data Probe berupa Elektroda Standar Cu/CuSO4 (Copper Sulphate Electrode atau CSE).

Pada teknik tegak lurus, pergerakan CSE dilakukan dalam kondisi dimana posisi dari kedua elektroda tersebut tegak lurus terhadap centerline dari struktur pipa. Jarak antar elektroda umumnya antara 50 cm sampai 1 meter, dengan salah satu elektroda berada tepat di garis pusat dari pipa. Data logging umumnya

dilakukan setiap interval satu sampai dua meter.Gambar 2.7 : (a) Posisi Penempatan Elektroda (b) Profil DCVG Tegak Lurus(sumber : EUS, Manual DCVG)Pada teknik DCVG ini sebelum memasuki daerah coating defect yang ditunjukkan dengan daerah di luar lingkaran merah, beda potensial yang terbaca pada voltmeter dari data logger akan menunjukkan angka nol. Semakin mendekati coating defect maka beda potensial akan semakin naik dan mencapai nilai maksimum tepat pada bagian dari pipa yang mengalami coating defect. Dan sebaliknya apabila pergerakan menjauhi lokasi yang mengalami coating defect, beda potensial yang terbaca akan turun kembali. Profil dari survey DCVG dengan teknik tegak lurus apabila menemui suatu lokasi yang mengalami coating defect dapat dilihat di gambar 2.7 (b).

Pada survey DCVG dengan teknik Paralel, posisi dari kedua elektroda standard Cu/CuSO4 segaris dengan centre line dari pipa. Sehingga pergerakan dari data probe segaris antar probe yang satu dengan yang lain. Pada metode ini, lokasi dari coating defect ditunjukkan dengan adanya simpangan dari nilai beda potensial, dimana:

a) Pada saat pergerakan data probe mendekati area yang mengalami coatingdefect, nilai beda potensial akan meningkat dan bernilai positif.

b) Pada saat data probe berada tepat di atas lokasi pipa yang mengalami

coating defect, beda potensial yang terbaca di voltmeter adalah nol.

c) Pada saat data probe menjauhi area yang mengalami coating defect, nilai beda potensial bernilai negatif.

Gambar 2.8. Metode DCVG dengan posisi parallel (sumber : EUS, DCVG Manual)

Setelah dapat menentukan posisi dari kerusakan coating, maka dapat dilakukan pengukuran tingkat kerusakan dari coating tersebut. Persen kerusakan dari coating menggunakan variabel total potensial dalam satuan mV. Total potensial merupakan perbedaan antara potensial maksimum pada lokasi coating defect dan potensial tanah yang semakin meningkat akibat kontribusi sistem Proteksi Katodik terhadap aliran arus ke coating defect.

Untuk menentukan Total mV, terlebih dahulu harus diketahui posisi yang pasti dari coating defect, contoh: lokasi dimana bacaan potensial DCVG mencapai maksimum yang diketahui dari survey DCVG sebelumnya.. Kemudian dilakukan pengukuran potensial DCVG dengan menggerakan data probe segaris dengan arah tegak lurus dari arah pipa.

Pengukuran Total mV dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu :

1. Pengukuran Total mV Satu Halfcell Diam Satu Halfcell Bergerak

a. Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negatif dari data logger pada lokasi yang mengalami coating defect.

b. Elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger ditempatkan pada jarak 50 atau 100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial DCVG yang terukur merupakan nilai awal Total mV.c. Lanjutkan pergeseran halfcell positif, dengan halfcell kutub negatif tetap diam di atas jalur pipa, sampai didapat nilai pengukuran terbesar.

d. Apabila dalam pengukuran ada anomaly, atau perubahan nilai potensial secara drastis, maka hentikan pergeseran di tempat dimana nilai pengukuran terbesar diperoleh.

e. Nilai pengukuran terbesar merupakan Total mV2. Pengukuran Total mV Dua Halfcell Bergerak

a. Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negatif dari data logger pada lokasi yang mengalami coating defect. Sedangkan elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger ditempatkan pada jarak 50 atau 100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial DCVG pada pengukuran tersebut merupakan nilai mV maksimum. Nilai potensial tersebut akan menjadi komponen pertama dalam penentuan Total mV.

b. Selanjutnya pengukuran dilanjutkan secara paralel terhadap arah tegak lurus dari arah pipa kurang lebih tiga atau empat pengukuran sampai didapatkan nilai pengukuran beda potensial terbaca nol.

c. Hasil penjumlahan nilai nilai pengukuran tersebut diatas merupakan

Total mV.

Perbedaan dari kedua metode ini hanya didasarkan pada kebutuhan teknis. Karena dalam pergeseran dengan alat pengukur DCVG yang memiliki kabel untuk merentang tidak terlau panjang, maka akan

digunakan metode Dua Halfcell Bergerak. Kelebihan lainnya adalah

metode Dua Halfcell Bergerak dapat dilakukan hanya oleh satu orang.Gambar 2.9 (a) dan (b) Ilustrasi Pengukuran Kerusakan Coating(Sumber : Dokumen Presentasi Indocor)Kemudian setelah mendapatkan variable Total mV, besar kerusakan coating dapat diestimasi dengan persamaan yang menggabungkan antara IR Drop dan Total mV.

Gambar 2.10 Visualisasi Kerusakan Coating berdasarkan Voltage Gradient(Sumber : Dokumen Presentasi Indocorr)Nilai dari IR drop dari persamaan tersebut di atas, diambil dari pengukuran IR drop pada 2 test point terdekat dari lokasi coating defect (lokasi coating defect berada di antara 2 test point). Nilai IR drop pada masing masing test point merupakan selisih dari potensial pipa terhadap tanah pada saat CP on dan potensial pipa terhadap tanah pada saat CP off. Apabila hasil pengukuran selisih potensial on/off di kedua test point sama, maka nilai itulah yang digunakan sebagai nilai IR drop. Tetapi apabila dari hasil pengukuran didapatkan nilai selisih potensial yang berbeda diantara kedua test point tersebut, maka nilai selisih potensialnya bisa ditentukan dengan cara ekstrapolasi dari jarak antara test point dengan lokasi coating defect.Ukuran dari coating defect diekspresikan dalam hubungan IR potensial drop dalam tanah dengan adanya aliran proteksi katodik dari arus paksa.

Besaran coating defect diekspresikan dalam % IR dengan formula sebagai

berikut:% IR = [Total mV/IR drop] x 100%IR OL / RE X 100 , denganP / RE

P / RE V1 dx (V1 V 2)x

Gambar 2.11 Grafik Karakteristik Kerusakan Coating(Sumber : Dokumen Indocorr, 2013)Keterangan :

V1 = Potensial terukur pada test box pertama (mV) V2 = Potensial terukur pada test box kedua (mV)

X = Jarak test box atau panjang pipa dari test box pertama (m)

dX = Letak atau posisi kebocoran pipa (m)

Dari hasil perhitungan % IR, maka dapat diketahui seberapa besar kerusakan coating. Untuk menentukan tingkat kerusakan coating dapat didasarkan sesuai table 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Coating berdasarkan % IRKlasifikasi Kerusakan% IR

Ringan0-15

Sedang15-35

Berat35-70

Parah70-100

(Sumber : Dokumen Presentasi Indocor, 2013)