Download - BAB II DASAR TEORI
BAB II DASAR
TEORI
2.1. Pengertian Dasar Proses Pemesinan
Proses pemesinan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengubah
bentuk suatu produk dari logam menjadi suatu benda kerja dengan cara
pemotongan atau perautan.
Pada proses pemotongan logam dalam hal ini proses pemesinan terjadi
gerak relatif dari pahat atau mata potong terhadap benda kerja yang akan
menghasilkan gram dan permukaan-permukaan benda kerja secara bertahap
akan membentuk komponen yang dikehendaki. Dimana pada proses
pemotongan tersebut pahat atau mata potong dipasang pada suatu mesin
perkakas (tergantung pada proses dan mesin yang digunakan). Dan untuk
sementara, dapat kita klasifikasikan dua jenis pahat atau mata potong yaitu
pahat bermata potong tunggal dan pahat bermata potong jamak.
Gerak relatif pahat terhadap benda kerja dapat kita pisahkan menjadi d ja
komponen, yaitu gerak potong (cutting movement) dan gerak makan, maka
proses pemesinan dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) macam proses yang
berlainan yaitu:
I Proses Membubut (Turning)
Proses Menggurdi (Drilling)
3. Proses Mengefrais (Milling)
4 Proses Menggerinda Rata (Surface Grinding)
5. Proses Menggerinda Silinder (Cylindrical Grinding)
6. Proses Menyekrap (Shaping)
Proses Menggergaji dan Memarut (Sawing and Broaching)
2.2. Elemen Dasar Proses Pemesinan
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometry
suatu produk komponen mesin. Salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan
harus dipilih sebagai suatu proses atau suatu urutan proses yang digunakan
untuk membuatnya.
Bagi tingkatan proses, ukuran obyek ditentukan dan pahat harus
membuang sebagian material dan benda kerja atau yang sering disebut geram
sampai dengan ukuran obyektif tadi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara
menentukan penampang geram (sebelum terpotong).
Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau dari kecepatan
pemotongan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang
dikehendaki, pekerjaan ini seperti akan timbul dalam setiap perencanaan proses
pemesinan yaitu:
1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min)
2. Kecepatan pemakanan (feeding speed) : ^/(mm/min)
3 Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)
4. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)
5 Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) : Z (cm3/min) Elemen
proses pemesinan tersebut dapat dihitung berdasarkan nensi benda kerja, pahat
serta besaran dari mesin perkakas yang digunakan. Untuk besaran dari mesin
perkakas diatur tergantung dari jenis perkakasnya. Oleh karena itu rumus yang
dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan dapat berlainan.
Setiap proses yang ditinjau akan diperkenalkan dua sudut pahat yang penting
yaitu sudut potong utama principal cutting edge angel) dan sudut geram (rake
angel). Kedua sudut tersebut akan mempengaruhi antara lain penampang geram,
gaya pemotongan, serta umur pahat. Dengan memperhatikan kedua sudut
tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya semua proses pemesinan itu
serupa.
2.3. Proses Membubut (Turning)
Benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang pada ujung poros
utama (spindel) lihat gambar 2.1. dengan mengatur lengan pengatur yang
terdapat pada sisi muka kepala diam, putaran poros utama (n) dapat dipilih
Harga putaran poros utama umumnya dibuat bertingkat, dengan aturan
yangtelah distandarkan, misalnya: 630; 710; 800; 1000; 1220; 1400;
1600; 1800; dan 2000 rpm. Untuk mesin bubut dengan putaran motor variabel,
kecepatan putaran poros utama tidak lagi bertingkat melainkan bersinambungan
(continue). Pahat dipasangkan pada kedudukan pahat dan kedalaman potong (a )
diatur dengan menggeserkan peluncur silang melalui roda pemutar (skala pada
pemutar menunjukkan selisih harga diameter, uengan demikian kedalaman potong
adalah setengah harga tersebut). Pahat bergerak translasi bersamaan dengan kereta
dan gerak makan (/) yang tersedia pada mesin bubut bermacam-macam dan menurut
tingkatan yang telah distandarkan, misalnya : 0.1; 0.112; 0.125; 0.14;
0.16.................................................................................................(mm/(r)).
Gambar 2.1. Mesin Bubut (Lathe)
Elemen dasar dari proses bubut dapat diketahui atau dihitung dengan
menggunakan rumus yang dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus
yang dapat diturunkan dengan memperhatikan gambar 2.2. Kondisi pemotongan
ditentukan sebagai berikut:
Benda kerja : dQ = Diameter mula : mm
dm = Diameter akhir : mm
I , = Panjang pemesinan : mm
Pahat : Kr = Sudut potong utama :0
Y o = Sudut geram
Mesin bubut : a = Kedalaman potong : mm
: mm
/ = Gerak makan : mm/(r)
Gambar 2.2. Proses Bubut
n = Putaran poros utama (benda kerja ): (r)/min
Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut:
1. Kecepatan potong : : m/min.........................................(2.2)
Dimana, : mm...........................................................(2.3)
d = diameter rata-rata
2. Kecepatan makan : v f = f . n : mm/min..........................................(2.4)
3. Waktu pemotongan min..................................................(2.5)
4. Kecepatan penghasilan geram : Z = A . V Dimana: penampang
geram sebelum terpotong
A = f .a :mm 2 ..................................................................................(2.6)
Maka:
Z=.f. a. v : cmVmin..........................................................................(2.7)
Pada gambar 2.2 diperlihatkan sudut potong utama (kr, principal cutting edge
angel) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor (proyeksinya pada bidang
referensi) dengan kecepatan makan v/. Besarnya sudut tersebut ditentukan oleh
geometry pahat dan cara pemasangan pahat pada mesin perkakas (orientasi
pemasangannya). Untuk harga (a ) dan (/) yang tetap maka sudut ini menentukan
besarnya lebar terpotong (b , width of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h,
underformed chip thickness) sebagai berikut:
> Lebar pemotongan : b -—-—: mm...................................................(2.8)sin K r
> Tebal geram sebelum terpotong : h =/. sin Kr : mm..........................(2.9)
Dengan demikian, penampang geram sebelum terpotong dapat Jituliskan
sebagai berikut:
f . a b . h :mm2.............................................................................(2.10)
Perlu dicatat bahwa tebal geram sebelum terpotong (h ) belum tentu sama
dengan tebal geram (hc, chip thickness) dan hal ini antara lain dipengaruhi oleh sudut
geram (y0) kecepatan potong dan material benda kerja.
r- Proses yang biasanya dilakukan pada mesin bubut (pahat bermata potong tunggal
gerak potong berupa putaran benda kerja dan gerak makan berupa gerak translasi
pahat). 1. Bubut silindrik (Turning)
2. Bubut muka (Facing)
Gambar 2.4. Proses bubut muka
3. Bubut alur (Grooving)
Gambar 2.5. Proses bubut alur
4. Pemotongan (Cut off)
Gambar 2.6. Proses pemotongan dengan mesin bubut5. Meluaskan lubang (Boring)Gambar 2.7. Proses bubut meluaskan lubang
6. Bubut bentuk (Forming)
Gambar 2.8. Proses bubut bentuk
2.4. P roses Menyekra p (Shaping)
Proses sekrap merupakan proses yang hampir sama dengan proses
bubut, dalam hal ini gerak potongnya tidak merupakan gerak rotasi melainkan
gerak translasi yang dilakukan oleh pahat, lihat gambar 2.9. Benda kerja yang
dipasang pada meja sementara pahat (serupa dengan pahat bubut) dipasangkan
pada pemegangnya. Kedalaman potong (a ) dapat ditetapkan (dengan cara
menggeserkan pahat) melalui skala pada pemutar. Gerak makan seperti halnya
pada proses bubut dapat dipilih dan pada saat langkah balik berakhir meja atau
pahat bergerak sejauh harga yang dipilih tersebut. Panjang langkah pemotongan
(£,)diatur sesuai dengan panjang
renda kerja (£w) ditambah dengan jarak pengawalan(£v)dan jarak
r-engakhiran {£„). Apabila hal ini ditetapkan maka perbandingan kecepatan
RSj quick return ratio) menjadi tertentu harganya (tergantung dari kontruksi mesin).
Dalam hal ini kecepatan mundur (tidak memotong jadi merupakan waktu yang
hilang / non produktif) harus lebih tinggi daripada kecepatan maju (memotong).
Kecepatan potong rata-rata dan kecepatan makan ditentukan oleh jumlah langkah
permenit (n p ) yang dapat dipilih dan diatur pada mesin perkakas yang bersangkutan.
Elemen dasar pada proses sekrap dapat dihitung dengan
menggunakan rumus-rumus berikut, lihat gambar 2.10.
Benda kerja : £ w = Panjang pemotongan benda kerja : mm
t v = Langkah pengawalan : mm
in - Langkah pangakhiran : mm
l t = Panjang pemesinan : mm
= t v+l„+lH :mm
Pahat : Kr = Sudut potong utama :0
y0 = Sudut geram :0
Mesin sekrap : / = Gerak makan : mm/langkah
a = Kedalaman potong : mm; uimbar 2.9. Mesin Sekrap (Shaper) dan Mesin Sekrap Meja (Planer)
Gambar 2.10. Proses Sekrap
np = Jumlah langkah per menit : langkah/min
Rs = Perbandingan kecepatan
Elemen dasar bagi proses sekrap adalah:
1 Kecepatan potong rata-rata: m/min................(2.11)
2 Kecepatan makan: v/ =/. np : mm/min.............................................(2.12)
3 Waktu pemotongan min....................................................(2.13)
- Kecepatan penghasilan geram: Z = A.v : cmVmin.........................(2.14)
Dimana .4 =/. a = h . b : mm2.....................................................(2.15)
Seperti halnya pada proses membubut tebal geram sebelum terpotong (h )
dan lebar pemotongan (b ) ditentukan o\eh f a dan Kr lihat rumus (2.8) dan
(2.9)
US. Proses Gurdi (Drilling)
Pahat gurdi mempunyai dua mata potong dan melakukan gerak potong
karena di putar poros utama mesin gurdi. Putaran tersebut dapat dipilih dari
beberapa tingkatan putaran yang tersedia pada mesin gurdi, atau d tetapkan
sekehendak bila sistem transmisi putaran mesin gurdi merupakan
- stem berkesinambungan.fkep less spindle drive). Gerak makan dapat iipilih
bila mesin gurdi mempunyai sistem gerak makan dengan tenaga motor (power
feeding). Untuk jenis mesin gurdi yang kecil (mesin gurdi bangku) gerak makan
tersebut tidak dapat dipastikan karena tergantung pada kekuatan tangan untuk
menekan lengan poros utama, lihat gambar 2.11. Selain itu, proses gurdi dapat
dilakukan pada mesin bubut dimana
benda kerja diputar oleh pencekam poros utama dan gerak makan dilakukan oleh
pahat gurdi yang dipasang pada kedudukan pahat {tool-post) atau kepala gerak {tail-
stock).
Dari gambar 2.11. dapat diturunkan ramus untuk beberapa elemen pada proses
gurdi yaitu :
Benda kerja : £ w =Panjang pemotongan benda kerja : mm
Pahat : d = Diameter gurdi : mm
Kr = Sudut potong utama :0
= ^ sudut ujung (point angle)
Mesin gurdi : n = Putaran poros utama : (r)/min
Gambar 2.11. Proses Gurdi
Vf = Kecepatan makan : mm/min
Elemen proses gurdi adalah:
1. Kecepatan potong : m/min...........................................(2.16)
2 Gerak makan per mata potong : mm/(r).......................(2.17)
Dimana : z = 2
3. Kedalaman potong : a~\ '( 218 )
4. Waktu pemotongan : t c =—\ min...........................................(2.19)v f
Dimana £ , = t v+£w+tH
t n =------- : mmtankr
it d 2 v f .5. Kecepatan penghasilan geram : Z- -----------— : cm /min............(2.20)
4 1000
2.6. Proses Freis (Milling)
Dua jenis utama dari pahat freis (milling cutter) yaitu pahat freis lubung
atau mantel (slab milling cutter) dan pahat freis muka (face milling cutter).
Pahat freis termasuk pahat bermata potong jamak dengan jumlah mata potong
sama dengan jumlah gigi freis (z), sesuai dengan jenis ahat yang dipakai,
dikenal dua macam cara yaitu mengefreis datar (slab milling) dengan sumbu
putaran pahat freis selubung sejajar permukaan benda kerja dan mengefreis
tegak (face milling) dengan sumbu putaran
hat freis muka tegak lurus permukaan benda kerja. Selanjutnya mengefreis datar
dibedakan menjadi dua macam cara yaitu, mengefreis naik (up milling atau
conventional milling) dan mengefreis turun (down milling).
Proses mengefreis turun akan menyebabkan benda kerja lebih tertekan ke meja
dan meja terdorong oleh pahat yang mungkin pada suatu saal (secara periodik) gaya
dorongnya akan melebihi gaya dorong ulir atau roda gigi penggerak meja. Apabila
sistem kompensasi gerak balik tidak begitu baik, maka mengefreis turun dapat
menimbulkan getaran bahkan kerusakan. Proses mengefreis naik lebih banyak dipilih
karena alasan tersebut sehingga dinamakan cara konvensional akan tetapi mengefreis
naik dapat mempercepat keausan pahat karena mata potong lebih menggesek benda
kerja yaitu pada saat mulai memotong (dimulai dengan ketebalan geram nol) dan
selain itu permukaan benda kerja akan lebih kasar. Dengan semakin banyaknya
kontruksi mesin freis maka mengefreis turun cenderung dipilih sebab lebih produktif
dan lebih halus hasilnya karena pemotongan dimulai dari ketebalan geram yang besar
maka mengefreis turun tidak cianjurkan bila benda kerja terlalu keras (benda kerja
hasil proses rengerolan panas dengan permukaan yang terlalu keras). Mengefreis naik
tau turun memang perlu dipilih dengan tepat dengan memperhatikan jrbagai hal
seperti yang disinggung diatas termasuk analisis sistem pemotongan (kondisi benda
kerja, lenturan dan cara pemegangan atau pengekleman).
Pahat freis dengan diameter tertentu dipasangkan pada poros utama mesin freis
dengan perantaraan poros pemegang untuk pahat freis selubung atau langsung melalui
hubungan poros dan lubang konis (untuk pahat freis muka yang mempunyai poros
konis). Putaran poros utama dapat dipilih sesuai dengan tingkatan putaran yang
tersedia pada mesin freis. Posisi sumbu utama mesin dapat horisontal atau vertikal
tergantung dari jenis mesinnya. Benda kerja yang dipasangkan pada meja dapat diatur
kecepatan makannya tergantung dari harga gerak makan pergigi yang diingikan,
besarnya kecepatan makan antara lain dipengaruhi oleh jumlah gigi (z) dari pahat
freis karena untuk kecepatan makan yang sama, maka gerak makan pergigi (fz)
menjadi berlainan bila jumlah gigi berbeda.
Elemen-elemen dasar pada proses freis dapat ditentukan dengan
memperhatikan gambar 2.12. dalam hal ini rumus yang digunakan berlaku
bagi kedua cara mengefrais, mengefrais tegak atau mengefrais turun, yaitu:
Benda kerja : w = Lebar pemotongan : mm
£ w = Panjang pemotongan : mm
a = Kedalaman potong : mm
Pahat freis : d = Diameter luar : mm
z = Jumlah gigi (mata potong) : cm3/min
Kr = Sudut potong utama :0
= 90° untuk pahat freis selubung
Mesin freis : n = Putaran poros utama : (r)/min
Vf = Kecepatan makan : mm/min
v f a xv %
4 Kecepatan penghasilan geram: z= ; cm /min,....................(2.24)
2.". Gaya Dan Daya Potong Dalam Proses Pemesinan 2.7.1.
Gaya Dan Daya Potong Pada Proses Bubut
Rumus empiris gaya dalam proses bubut dapat di tentukan dari
kekuatan tarik.
Untuk kekuatan tarik harga gaya potong spesifiknya dapat
diperkirakan dari tabel yaitu dengan rumus
A'< = ks J .J . . f 2 . CK■ CR. CVB .CV...................................(2.25)
Maka gaya potong pada pembubutan adalah :
Fv = k s .A : (N)
Dimana:
ks = Gaya potong spesifik : (N)
A = Penampang geram sebelum terpotong : (mm2)
Daya potong pada proses bubut adalah :
A't--/:''-V- : ( kW) .......................................................................(2.26)
c 60000
Dimana:
Fy — Fv — ks .A
Dimana:
Fv = Gaya potong : (N)
v = Kecepatan potong : (m/min)
2.7.2. Gaya Dan daya Potong Pada Proses Drilling
Momen dan gaya pemotongan pada proses menggurdi ini didapat
berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan memilih satu set pahat gurdi dari
berbagai diameter dengan geometry yang sama yang merupakan geometry
standart dan bisa digunakan untuk menggurdi suatu jenis material benda kerja.
Hasil yang diperoleh dengan berbagai kondisi penggurdian umumnya
menghasilkan rumus korelasi sebagai berikut:
M, = C i . c / v . / ' : (N .mm) .......................................................(2.27)
Fz = C 2 . cT ./" ......................................................................(2.28)
Dimana :
Mt - Momen puntir : (N.mm)
Fz = Gaya tekan : (N)
d = Diameter gurdi : (mm)
/ = Gerak makan : (mm/r)
Ci,C2 = Konstanta yang harganya dipengaruhi oleh jenis benda kerja dan
pemakaian cairan pendingin.
x,y,m,n = Pangkat untuk diameter dan gerak makan dalam rumus korelasi
momen dan gaya. Gaya potong spesifik dalam proses gurdi dapat
didefinisikan
sebagai berikut:
*,=4...........................................................................................(2
-29)
dimana :
kd = Gaya potong spesifik penggurdian
Ft = Gaya tangensial pada mata potong, merupakan gaya kopel akibat momen puntir
dan titik tangkap gaya tersebut dianggap pada pertengahan mata potong.
= -^:(N) ( d / 2 )
A = Penampang geram sebelum terpotong
= d X : (mm2) 4
Dengan harga x dan y dipengaruhi oleh jenis benda kerja dan harga rata - rata
atau harga terbaik.
Baja x= l , 8 ; y = 0,78
Besi tuang x = 1,7 ; y = 0,60
Kuningan x= l , 9 ; y = 0,73
Aluminium x = 1,9 ; y = 0,83
Dengan memasukkan harga diatas kedalam rumus dan menetapkan gaya
potong spesifik. Kdu = 8 C j diperoleh hubungan: kd = kd u d - 0 J f 0 J 2 ;Baja kd =
kdud - 0 J f0'40 ; Besi tuang kd = kdi.i d 4)1 f'0'27 ; Kuningan kd = kdu d '01 f'0'17 ;
Aluminium
Dengan demikian daya potong:
M,2 .7t.n........................................................................
c 60.000.000
Dimana :
M, = Momen puntir : (N.mm)
n = Putaran : (r /min)
Gerak makan:
/ = 0,084 \[d : (untuk baja = 0,8 mm/r) / = 0,\\[d
: (untuk besi tuang)
2.8. Komponen Untuk Waktu Produksi
Waktu untuk menghasilkan produk atau waktu yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu pekerjaan (memotong bagian tertentu produk) dengan cara
tertentu (digunakan suatu jenis pahat) adalah merupakan variabel penting dalam
rangka penentuan kondisi optimum. Sesuai dengan tujuan optimasi maka
diinginkan pembagian waktu menurut komponennya sehingga dapat diketahui
komponen waktu yang mana yang mungkin dapat diperkecil.
Secara garis besar dapat dikelompokkan dua macam komponen waktu
yaitu komponen yang dipengaruhi variabel dan komponen waktu bebas.
- Adapun komponen-komponen yang dipengaruhi variabel proses yaitu: tc =
Waktu pemotongan sesungguhnya
= L< = '< - : (min/prod)..................................................(2.31)v f nf
( d ■ yr = Waktu penggantian pahat yang dibagi rata untuk jumlah yang
dihasilkan sejak pahat yang baru dipasang sampai pahat tersebut diganti
karena aus
Dimana :
td - Waktu penggantian /pemasangan pahat: (min) T = Umur
pahat: (min)
Y - Bagian umur pahat yang digunakan untuk menyelesaikan satu produk
Komponen waktu bebas (non produktif)
(a =hw + tAT + tRT + W + — : (min/prod) Dimana:
ia - Waktu non produktif : (min/prod)
tuv = Waktu pemasangan benda kerja : (min/prod) tAT = Waktu penyiapan, yaitu
waktu yang diperlukan untuk
membawa/menggerakkan pahat pada posisi mula sampai pada
posisi siap untuk memotong : (min/prod)
tRi - Waktu pengakhiran yaitu waktu yang diperlukan untuk
membawa/menggerakkan pahat kembali keposisi semula :
(min/prod)
tuw = Waktu pengambilan produk : (min/prod)
— = Bagian dari waktu penyiapan mesin beserta pelengkapannya
n<
yang dibagi rata untuk sejumlah produk yang direncanakan untuk buat saat
itu : (ni, lot size) Dengan demikian waktu pemesinan per produk rata - rata
adalah:
' „= ' „+ ' ,+ ' , / • , . : (min/prod)......................................................(2.32)
2.9. Komponen Untuk Ongkos Produksi
Bagi suatu industri pemesinan adalah mutlak mengetahui beberapa
ongkos sebenarnya dalam pembuatan suatu produk. Pada penulisan skripsi ini
akan dibahas beberapa komponen ongkos yang sesuai untuk digunakan pada
analisa kondisi pemotongan optimum.
Ongkos proses produksi dapat diperinci menjadi ongkos persiapan dan
peralatan, ongkos pemesinan dan ongkos pahat.
(), = Cr + Cm + Ce: (Rp/prod)...............................................................(2.33)
Dimana:
(',, = Ongkos produksi : (Rp/produk)
(V = Ongkos penyiapan dan peralatan : (Rp/produk)
(',„ = Ongkos pemesinan : (Rp/produk)
('e = Ongkos pahat : (Rp/produk)
Ongkos pemesinan dan ongkos pahat dapat diuraikan Ongkos
persiapan dan peralatan khusus
: (Rp/produk)...........................................(2.34)
Dimana:
Cr = Ongkos persiapan dan peralatan khusus : Rp/produk Cset = Ongkos
pengaturan atau setting mesin : Rp
— Cm • tset
Cf,x - Ongkos perkakas bantu cekam (fixture) : Rp
Cpr = Ongkos penyiapan program NC (hanya berlaku bagi mesin perkakas NC)
yang meliputi, programming (cpr tpr), percobaan {first article test, cm tlest
ditambah bahan habis untuk percobaan) dan pengukuran pertama untuk
sertifikasi program, cme tme: Rp
nt = Jumlah produk yang dibuat : buah
Ongkos pemesinan
Cm — Cm . tm : (Rp/produk).............................................................(2.35)
Dimana:
C,„ = Ongkos pemesinan ' : Rp/produk
cm = Ongkos operasi mesin per satuan waktu : Rp/min
t„, = Waktu pemesinan : min/produk
Ongkos pahat
(>c t , . ^ : : (Rp/prod)................................................'.....................(2.36)
Dimana:
Ce = Ongkos pahat : (Rp/produk)
ce = Ongkos pahat per mata potong : (Rp/mata potong)
Y = Sebagian dari umur pahat (yang berkurang akibat
pemakaiannya setiap menghasilkan produk) merupakan rasio antara
waktu efektif tc dengan umur pahat T : (mata potong/prod).
Sedangkan ongkos pahat permata potong dapat diuraikan sebagai berikut: • Pahat
tanpa pengasahan
: Rp/mata potong................................(2.37)
Dimana:
ce = Ongkos mata potong pahat : Rp/mata potong
C0ti = Harga sisipan karbida : Rp
e = Jumlah mata potong sisipan karbida yang bisa dimanfaatkan
CSh = Harga badan pahat (pemegang sisipan) termasuk peralatan/
komponen dan suku cadang : Rp r = Jumlah pemakaian
badan pahat sampai aus/rusak
cSi ts = Ongkos penyetelan pahat diluar mesin dimana c„ adalah ongkos operasi
penyetelan per menit dan ts adalah waktu penyetelan : (menit).
Z = Jumlah gigi apabila pahat merupakan jenis pahat freis dengan karbida sisipan
(untuk pahat bubut Z= l ) • Pahat yang dapat diasah
: Rp/mata potong..............................(2.38)
Dimana:
Cotb = Harga pahat HSS atau pahat dengan karbida sisipan yang dipatri keras
(brazed carbide tip), dalam kondisi siap pakai (tajam) : Rp
rg = Jumlah pengasahan yang mungkin dilakukan , sampai mata potong menjadi
terlalu pendek ( diperkirakan sekitar 4 s.d 15 ka l i )
c g t g= Ongkos pengasahan pahat, tergantung pada ongkos operasi permenit untuk
proses pengasahan cg, dan waktu pengasahan
cs,ts = Ongkos penyetelan pahat pada tool shank atau tool blok, yang dilakukan
diluar mesin perkakas NC : Rp/mata potong.
2.10. Umur Pahat
Umur pahat di definisikan sebagai waktu penggunaan pahat secara
efektif dalam pemesinan. Kriteria umur pahat adalah batas harga keausan
sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi.
Semakin besar keausan tersebut pahat mesin masih tetap digunakan
maka pertambahan keausan akan semakin cepat dan suatu saat akan fatal
akibatnya. Kerusakan tidak hanya terjadi pada pahat saja tetapi juga bisa
merusak mesin perkakas bahkan bisa membahayakan operator, oleh sebab itu
untuk menghindari hal tersebut ditetapkan suatu batas keausan yang dianggap
sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi.
Didalam proses perautan persamaan Taylor menyatakan hubungan
antara beberapa parameter yang terlibat:
- Rumus dasar pahat dapat ditulis sebagai berikut:
v . T" = CT.....................................................................................(2.39)
Dimana :
v = Kecepatan potong : (m/min)
T = Umur pahat : (min)
n = Pangkat umur pahat O =
Konstanta Taylor
- Konstanta Taylor secara lebih umum dapat dituliskan seperti rumus empirik
berikut :
.............................................................................(2.40)
Dimana :
VB = Keausan tepi yang dianggap sebagai batas umur pahat harganya dipilih antara
0,3 - 1 mm : (mm)
m = Pangkat untuk batas keausan tergantung dari kualitas pahat serta jenis dan
kondisi benda kerja; harga rata - rata 0,45.
h = Total geram sebelum terpotong : (mm)
p = Pangkat untuk tebal geram sebelum terpotong
b = Lebar pemotongan : (mm)
q = Pangkat dari lebar pemotongan
Harga relatif kecil berkisar 0,05 - 0,13
CTVB = Kecepatan potong ekstrapolatif (m/min) ; secara teoritik akan menghasilkan
umur pahat sebesar 1 menit, untuk VB = 1 mm, h = 1 mm dan b = 1 mm,
merupakan harga spesifik bagi kombinasi suatu pahat terutama sudut potong
utama efektif. Kekakuan sistem pemotongan dan kondisi benda (non tread,
anneled, normalized dan sebagainya) sangat berpengaruh. Pemakaian cairan
pendingin yang tepat menaikkan harga CTVB-
Pada perhitungan harga eksponen dan konstanta rumus pahat taylor
dapat mencapai harga yang bervariasi, tergantung pada kualitas pahat dan benda
kerja. Karena dipasaran terdapat berbagai macam pahat dari berbagai macam
pabrik pembuat, maka kualitas pahatpun akan bervariasi. Umumnya pabrik
pembuat pahat memberikan data umur pahat ( data permesinan ) sesuai dengan
jenis pahat yang dibuat serta jenis pemakaiannya. Dalam data tersebut, benda
kerja terlebih dahulu diklasifikasikan sesuai dengan tingkat kemudahan untuk
dipotong ( ketermesinan ; machinability ). Data tersebut sesuai dengan rumus
Taylor yang berbentuk:
v7"=C/ "a " ......................................................................................(2.41)
Jadi dalam hal ini batasan keausan (VB atau K) telah ditetapkan sehingga
harga konstanta C telah mencakup harga tersebut. Rumus ini berlaku untuk
sudut kr = 90 °, untuk sudut lain tidak ada informasinya. Oleh sebab itu dapat
digunakan harga pendekatan dengan cara menaikkan harga C sebesar 20%
bilak r =75° , dan 30% bilakr = 450.
2.11. Komponen Biaya Operasi Per menit
Kegiatan perusahaan ditentukan oleh kegiatan operator yang melayani
mesin. Dengan demikian, segala daya dan upaya seharusnya dicurahkan supaya
mereka (mesin dan operator) dapat bekerja dengan efektif. Berbeda dengan
mesin produksi lainnya, yang dapat bekerja hampir secara terus menerus, mesin
perkakas pada umumnya bekerja (aktif
memotong benda kerja) hanya dalam waktu yang pendek. Hampir seluruh waktunya
habis pekerjaan-pekerjaan non produktif serta pekerjaan lainnya sesuai dengan
kesibukan operator.
Dalam setahun di Indonesia rata-rata dianggap setiap pabrik hanya bekerja
selama 50 minggu (2 minggu cuti minggu lainnya untuk pemeliharaan mesin,
perbaikan dan lain sebagainya). Dalam satu minggu hari kerjanya berjumlah 5 atau 6.
Apabila jam kerja efektif diperkirakan sekitar 2 jam kurangnya dari jadwal (untuk
istirahat resmi, kemalasan atau bergegas untuk pulang), maka menit kerja efektif bagi
operator dapat dihitung dengan rumus: - Biaya penyusutan tetap
: (Rp/tahun)...............................................(2.42)
Dimana:
Cf = Ongkos tetap atas pemilik mesin : (Rp/tahun)
C0 = Harga pembelian mesin lengkap dengan peralatannya, ongkos
pengangkutan dan pemasangan termasuk training operator
(mesin siap berproduksi): (Rp) y = Umur mesin produktif yang
ditetapkan bagi mesin yang
bersangkutan, atau periode penyusutan (deprecation period) :
(tahun)
Iptt = Besarnya bunga (premium), pajak (tax), dan asuransi (insurance):
(%)
- Ongkos variabel langsung
Cd = L . 12 : (Rp/tahun)................................................................(2.43)
Dimana:
Cd = Ongkos variabel langsung per tahun : (Rp/tahun) L = Upah operator mesin
perbulan (dapat pula dimasukkan ongkos kesejahteraan, bonus, dan lain
sebagainya): (Rp/bulan)
- Total menit kerja per tahun
Ji = jam kerja normal x jam kerja efektif x 50 x 60
: (min/tahun)........................................................................(2.44)
- Ongkos variabel tak langsung
: (Rp/tahun)...................................................(2.45)
Dimana:
Ci - Ongkos variabel tak langsung bagi mesin yang bersangkutan per
tahun: (Rp/tahun) CF = Ongkos total (pemeliharaan ruang dan
pengangkutan) bagi
bagian yang bersangkutan per tahun : (Rp/tahun) Q = Ongkos tak
langsung bagi perusahaan yang bersangkutan per
tahun: (Rp/tahun) W = rasio antara bagian ongkos total yang dibebankan
bagi bagian
yang bersangkutan terhadap ongkos total: (prosentase)
A j = luas lantai yang diperlukan mesin termasuk daerah sekitarnya untuk
meletakkan benda kerja atau produk : (m2)
Aj = jumlah total luas lantai dari bagian yang bersangkutan yang digunakan
mesin: (m2)
Sehingga:
- Ongkos operasi dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
: (Rp/menit)......................................................(2.46)
BAB III
DATA DAN PERENCANAAN PROSES
3.1. Deskripsi Benda Kerja
Gambar 3.1 Hasil benda kerja
Benda yang akan dikerjakan adalah pembuatan poros penghubung gear
box dengan screw conveyor. Berikut ini adalah gambar dari hasil proses
pembuatan poros penghubung gear box dengan screw conveyor dengan material
Baja ST60.
Gambar 3.2 Awal benda kerja
3.2. Urutan Proses Pemesinan£ 3.1 Urutan Proses Pengerjaan Poros penghubung Gear Box Dengan Screw
Conveyor