bab ii dasar teori 2 - sinta.unud.ac.id · gambar 2.2 diagram biner cu-zn ... kuningan dengan fasa...

13
16 BAB II DASAR TEORI 2.1 Kuningan Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari tembaga (Cu) dan seng (Zn). Tembaga merupakan komponen utama dari kuningan, dan kuningan biasanya diklasifikasikan sebagai paduan tembaga. Warna kuningan bervariasi dari coklat kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng. Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Kuningan lebih kuat dan lebih keras dari pada tembaga, tetapi tidak sekuat atau sekeras baja. Kuningan sangat mudah untuk dibentuk kedalam berbagai bentuk, sebuah konduktor panas yang baik, dan umumnya tahan terhadap korosi dari air garam. Karena sifat- sifat tersebut kuningan kebanyakan digunakan untuk membuat pipa, tabung, sekrup, alat musik, dan aplikasi kapal laut. Titik cair dari sebuah benda padat adalah suhu dimana benda tersebut akan berubah bentuk menjadi cair, pada logam kuningan memiliki titik cair yang bervariasi tergantung pada jumlah paduan komposisi bahan Cu dan Zn. Pada penelitian ini saya menggunakan komposisi bahan sebagai berikut: Tabel 2.1 Titik Cair Standart Kuningan Komposisi Bahan Titik Cair (°C) 85%Cu-15%Zn 1150-1200 70% Cu - 30% Zn 1080-1130 60% Cu - 40% Zn 1030-1080 2.1.1 Paduan Cu-Zn Paduan Cu-Zn dengan kandungan Cu sedikitnya 55% dikenal dengan sebutan yang memiliki Kuningan. Secara umum kuningan terdiri dari Kuningan -αβ. Matriks (struktur dasar) α dan kuningan-β yang memiliki matriks. Dalam keadaan pada Cu mampu melarutkan Zn sangat banyak didalam kristal campuran. Pada temperatur 902 °C terjadi transformasi paritektik dimana Zn larut sebesar 32,5%. Kelarutan ini meningkat sampai dengan temperatur sekitar 450

Upload: hadan

Post on 17-Mar-2019

244 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

16

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Kuningan

Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari tembaga (Cu) dan

seng (Zn). Tembaga merupakan komponen utama dari kuningan, dan kuningan

biasanya diklasifikasikan sebagai paduan tembaga. Warna kuningan bervariasi dari

coklat kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah

kadar seng. Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Kuningan

lebih kuat dan lebih keras dari pada tembaga, tetapi tidak sekuat atau sekeras baja.

Kuningan sangat mudah untuk dibentuk kedalam berbagai bentuk, sebuah konduktor

panas yang baik, dan umumnya tahan terhadap korosi dari air garam. Karena sifat-

sifat tersebut kuningan kebanyakan digunakan untuk membuat pipa, tabung, sekrup,

alat musik, dan aplikasi kapal laut.

Titik cair dari sebuah benda padat adalah suhu dimana benda tersebut akan

berubah bentuk menjadi cair, pada logam kuningan memiliki titik cair yang

bervariasi tergantung pada jumlah paduan komposisi bahan Cu dan Zn. Pada

penelitian ini saya menggunakan komposisi bahan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Titik Cair Standart Kuningan

Komposisi Bahan Titik Cair (°C)

85%Cu-15%Zn 1150-1200

70% Cu - 30% Zn 1080-1130

60% Cu - 40% Zn 1030-1080

2.1.1 Paduan Cu-Zn

Paduan Cu-Zn dengan kandungan Cu sedikitnya 55% dikenal dengan sebutan

yang memiliki Kuningan. Secara umum kuningan terdiri dari Kuningan -αβ. Matriks

(struktur dasar) α dan kuningan-β yang memiliki matriks.

Dalam keadaan pada Cu mampu melarutkan Zn sangat banyak didalam

kristal campuran. Pada temperatur 902 °C terjadi transformasi paritektik dimana Zn

larut sebesar 32,5%. Kelarutan ini meningkat sampai dengan temperatur sekitar 450

17

°C menjadi 39% dan kemudian pada kondisi keseimbangan akan kembali menurun,

yaitu

Gambar 2.2 Diagram Biner Cu-Zn

Proses pendinginan yang umum dicapai secara teknis, struktur kuningan

dengan kandungan Zn 39% setelah perlakuan panas biasanya akan terdiri dari Kristal

α yang homogeny tanpa ada sedikitpun Kristal β. Kuningan inilah yang kemudian

dikenal dengan kuningan α (alfa) yang memiliki sifet ulet namun cukup memiliki

ketermesinan yang baik dengan unit sel FCC seperti pada umumnya panduan

lembaga lainnya.

Sebagai contoh untuk kuningan dengan kandungan Zn 28%, secara teoritis

pada temperatur 970 °C akan mulai terbentuk Kristal-kristal α dendritik yang

memiliki kandungan Zn sekitar 24%. Konsentrasi Zn didalam sisa cairan yang

semakin menyusut kemudian akan naik bersama turunnya temperatur, sedangkan

Kristal α tumbuh membesar dengan konsentrasi Zn yang meningkat. Pada saat

mencapai temperatur solidusnya (sekitar 930 °C) sisa cairan terakhir dengan

konsentrasi Zn sebesar 33% pun membeku sebagai kristal α sehingga seluruh paduan

telah berada dalam keadaan padat dengan struktur α yang homogeny.

Proses pengecoran logam, pendinginan biasanya berlangsung sangat cepat

karena energi cairan segera terserap oleh bahan cetakan. Pada keadaan ini terjadi

segregasi kristal dimana perbedaan konsentrasi didalam setiap butiran saat

pertumbuhannya tidak sempat terseragamkan, maka pada struktur coran ini akan

ditemukan dendrite-dendrit yang baru dapat dihilangkan setelah melalui proses

18

pemanasan pada temperatur tinggi serta pendinginan yang lambat untuk

menghasilkan butiran α yang homogeny dan polieder lengkap dengan struktur

kembarnya.

Gambar 2.3 Kuningan dengan Zn 28% pasca

pengecoran. (Dendrit-dendrit Kristal α

inhomogen)

Gambar 2.4 Kuningan dengan Zn 28% setelah

perlakuan panas pada T = 800 °C (Kristal α

polieder homogeny)

Kuningan dengan kandungan Zn 47,5%, kristal β akan terbentuk terlebih

dahulu pada temperatur 890 °C, fasa ganda (β + sisa cairan) hanya terdapat pada

selang yang kecil sehingga segresi praktis tidak terjadi. Begitu temperatur mencapai

880 °C, cairan akan membeku seluruhnya sebagai kristal β yang homogeny.

Kuningan semacam ini disebut kuningan β (beta) dengan sifat-sifatnya yang keras,

rapuh dan lebih banyak digunakan pada perangkat instrument musik.

Warna kuningan sangat dipengaruhi oleh kandungan Zn nya. Kuningan α

akan mengalami perubahan wama dari merah tembaga menjadi semakin kuning

dengan bertambahnya Zn. Sedangkan akibat dari pembentukan kristal β yang

kemerahan, maka pada kuningan β fenomena warna tersebut justru terbaik kembali

menuju kemerahan.

Gambar 2.5 Kuningan dengan Zn 47,5% pasca

pengecoran.

Gambar 2.6 Kuningan dengan Zn 52% pasca

pengecoran.

19

(Kuningan β homogeny) (Kristal γ diantara struktur dasar β) Kuningan dengan fasa campuran α/β, kandungan Zn digunakan untuk

memperkirakan sifat-sifat mekanik bahan ini, mengingat kandungan Zn sangat

menentukan presentasi fasa-fasa yang terdapat didalamnya, dimana pada kandungan

sampai 39% ternyata struktur masih terdiri dari α seluruhnya sedangkan setelah

46,5% struktur terdiri dari β seluruhnya.

Secara khusus sifat-sifat mekanik kuningan dapat ditingkatkan dengan penambahan

sejumlah kecil unsur paduan lainnya tanpa mengurangi karakteristik kuningan secara

umum. Tambahan unsur paduan tersebut bertujuan untuk memodifikasi persentasi α

maupun β didalam strukturnya.

Unsur Al akan meningkatkan kekerasan kristal campuran α maupun β,

sehingga dengan demikian akan secara umum meningkatkan kekuatan bahan. Selain

itu unsur ini akan menggeser daerah α pada diagram binernya menjadi lebih sempit

(lihat gambar 2.5) sehingga pada kandungan Zn yang sama akan memiliki struktur β

yang lebih banyak, Kandungan Al sampai dengan 6% atau 7% biasanya

diaplikasikan pada pengecoran dengan pasir cetak, pengecoran cetak grafitasi

maupun pengecoran sentrifugal.

Unsur Fe hanya dapat larut sedikit didalam Kristal campuran α maupun β.

Secara umum Fe hanya diberikan sebanyak 0,2% sampai 1.2%. apabila secara

bersamaan dipadukan pada unsur Al sampai dengan 7%, maka Fe dapat dinaikkan

hingga 4.5%, mengingat unsur ini memiliki efek grain refining terhadap paduan Cu-

Zn.

Unsur Mn umumnya disertakan pada paduan Cu-Zn dengan kandungan Al

maupun Fe tinggi. Unsur ini memiliki kemampuan larut relative lebih baik

dibandingkan dengan Fe, meningkatkan kekuatan bahan serta ketahanannya terhadap

korosi.

Unsur Ni larut sangat baik didalam paduan Cu-Zn, sehingga dapat diberikan

sebanyak 10% sampai 25%. Kuningan dengan paduan Ni sebanyak itu disebut

dengan new silver, karena berwarna putih seperti perak. Bahan ini memiliki

ketahanan korosi yang sangat baik serta banyak diaplikasikan di industri kimia

maupun pangan sebagai bahan alternative pengganti stainless steel.

20

Unsur Si mempersempit daerah a maupun juga p pada diagram biner Cu-Zn,

sehingga pada kandungan 4% saja, sudah akan menghasilkan struktur campuran α+β

walaupun kandungan Cu masih sangat tinggi. Bahan ini memiliki ketahanan korosi

yang baik termasuk terhadap air laut. Secara teknis bahan inipun memiliki

kemampuan cor yang baik.

Tabel 2.7 : Komposisi kimia dan sifat mekanik umum Kuningan menurut ASM

Alloy

Type UNS

Composition % Yield strength,

05%

Tensile

strength Elongation

% CU Sn Pb Zn Ni Fe A1 Mn Si Other MPa ksi MPa ksi

Yellow

Brass

C85200 72 1 3 24 … … … … … … 90 13 262 38 35

C85400 67 1 3 29 … … … … … … 83 12 234 34 35

C85700 61 1 1 37 … … … … … … 124 18 345 50 40

C85800 62 1 1 36 … … … … … … 207 30 379 55 15

C87900 65 … … 34 … … … … 1 … 241 35 483 70 25

White

Brass

C99700 58 … 2 22 5 … 1 12 … … 172 25 379 55 25

C99750 58 … 1 20 … … 1 20 … … 221 32 448 65 30

Tabel 2.8. Komposisi kimia dan sifat mekanik umum Kuningan menurut DIN.

Alloy Name Mat

No. Composition Believery

Yield

Strength

0,2%

MPa

Tensile

Strength

MPa

Elongation% HBN

Specifle

Weight

Kg/dm 2

Cn : 83.0-87.5

G-CnZn15 2.0241.01 As:0.05-0.2 SC 70 170 25 45 8.6

Zn: rest

Cu : 63.0-670

G-CnZn33Pb 2.0290.01 Ph:0.1.0-3.0 SC 70 180 12 45 8.5

Zn: rest

Cn : 590-630

GD-CnZn37Pb 2.0290.01 Al:0.2-0.8 PDC 120 280 4 75 8.5

GK-CnZn37Pb 2.0290.01 Ph:0.5-2.5 GDC 90 280 20 70

Zn: rest

Cn : 59.0-64.0

G-CnZn38A1 2.0591.02 As:0.1-0.8 GDC 130 380 20 75 8.5

Zn: rest

G-CnZn40Fe 2.0590.01 Cn : 56.0-620 SC 130 300 15 75 8.6

GZ-CnZn40Fe 2.0590.03 As:0.2-1.2 CC 150 325 15 85

Zn: rest

Cn : 60.0-64.0

G-CnZn37A11 2.0595.02 As:0.3-1.8 GDC 170 450 25 105 8.5

Zn: rest

Cn : 56.0-65.0

G-CnZn35A11 2.0592.01 Al:0.5-2.0 SC 200 600 15 140

GZ-CnZn35A11 2.0592.03 Fe:0.5-2.0 CC 260 620 14 150 8.6

GK-CnZn35A11 2.0592.02 Mn:0.3-3.0 GDC 260 600 10 140

Zn: rest

Cn : 55.0-66.0

G-CnZn34A112 2.0596.01 Al:1.0-3.0 SC 200 600 15 140

GZ-CnZn34A112 2.0596.03 Fe:0.5-2.5 CC 260 620 14 150 8.6

GK-CnZn34A112 2.0596.02 Mn:0.3-4.0 GDC 260 600 10 140

Zn: rest

Cn : 60.0-67.0

G-CnZn25A115 2.0589.01 Al:3.0-7.0 SC 450 750 8 180

GZ-CnZn25A115 2.0589.03 Fe:1.5-4.5 CC 450 750 5 190 8.2

21

GK-CnZn25A115 2.0589.02 Mn:2.5-5.0 GDC 480 750 8 180

Zn: rest

G-CnZn15Si4 2.0492.01 Cn:78.0-83.0 SC 230 450 10 100

GZ-CnZn15Si4 2.0492.05 Si:3.8-5.0 PDC 300 550 8 125 8.6

GK-CnZn15Si4 2.0492.02 Zn:rest GDC 300 500 10 120

Sc : Sand Casting. PDC : Presure Die Casting. GDC : Grafity Die Casting. CC : Centrifugal Casting

2.2 Evaporative (lost foam casting)

Proses pengecoran dengan menggunakan metode evaporative (lost foam

casting) tidak seperti pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir lainnya, pada

proses ini pasir kering digunakan sebagai cetakan yang terbuat dari polystyrene foam

PS) atau yang biasa disebuat dengan nama styrofoam.

Pola cetakan polystyrene foam (PS) dibenamkan didalam pasir cetak

kemudian logam yang telah dicairkan oleh logam cair dengan bentuk sesuai dengan

pola cetakan. Metode ini digunakan untuk pengecoran hampir semua logam ferro

maupun non ferro.

Gambar 2.9 Skema pengecoran Evaporative (Metal-Casting Processes)

ASM Handbook vol.2 1992

Proses pengecoran dengan menggunakan metode evaporative mempunyai

tahapan seperti gambar sebagai berikut:

1. Pembuatan pola dari polystyrene foam (PS) atau styrofoam sesuai dengan bentuk

benda yang akan dicor.

2. Pembuatan pola cetakan dapat dilakukan dengan menggunakan cetakan injeksi

(infection moldel) atau dengan memotong lembaran styrofoam dengan

menggunakan pemotong listrik.

3. Memasukan pola kedalam kotak pengecoran dan pasir diisi kemudian

dipadukan.

4. Penuangan cairan logam kedalam pola melalui saluran masuk dan kemudian

logam didinginkan.

22

Pengecoran dengan metode (evaporative lost foam casting) mempunyai

keunggulan sebagai berikut, fleksibel dalam pembuatan pola, pola dapat diubah

dengan cepat jika ada kesalahan pembuatan, dan biaya yang dikeluarkan lebih kecil.

Ketelitian dimensinya tinggi, karena telah terbentuk sesuai dengan benda yang

dihasilkan. Adanya pengurangan core, karena pengecoran ini memungkinkan untuk

mengecor benda yang lebih kompleks. Tidak dibutuhkan cupe and drag seperti yang

digunakan pada cetakan pasir tradisional, serta ramah lingkungan karena pasir dapat

digunakan berulang-ulang.

2.2.1 Pembekuan

2.2.1.1 Pembekuan logam

Kalau cairan logam murni perlahan-lahan di dinginkan, maka pembekuan

terjadi, permulaan pembekuan terjadi pertumbuhan inti-inti kristal, kemudian kristal-

kristal tumbuh sekeliling ini tersebut, dan inti lain yang timbul pada saat yang sama.

Akhirnya seluruhnya tertutupi oleh butir kristal sampai logam cair habis (Gambar

2.10).

Gambar 2.10 Mekanisme pembekuan

Surdia dan Chijiwa, 1982

2.2.1.2 Pembekuan paduan

Jika logam yang terdiri dari dua unsur atau lebih di dinginkan dalam keadaan

cair, maka butir-butir kristalnya akan berbeda dengan butir-butir kristal logam murni.

Apabila suatu paduan terdiri dari komponen A dan komponen B membeku, maka

sukar di dapat susunan butir kristal A dan kristal B tetapi umumnya di dapat butir-

butir kristal campuran dari A dan B. jika dipelajari lebih lanjut ada dua hal yaitu

pertama bahwa A larut di dalam B atau B larut di dalam A, dan kedua bahwa A dan

B terikat satu sama lain dengan perbandingan tertentu. Hal pertama disebut larutkan

padat dan yang kedua disebut senyawa antar logam.

23

Larutan padat adalah keadaan dimana beberapa atom dari konfigurasi atom A

di substitusikan oleh atom-atom B, atom-atom B menembus masuk ke dalam ruang

bebas antara atom dari konfigurasi atom-atom A.

Senyawa antar logam terdiri dari ikatan logam A dan B dan mempunyai kisi

kristal berbeda dari A dan B.

Selain dari pada dua hal tersebut diatas ada hal yang jarang dimana sebagian

kecil dari keduanya atau salah satu dari A dan B muncul keadaan murni.

Dengan demikian maka struktur paduan dapat terdiri dari tiga macam larutan

padat, senyawa antar logam, dan logam murni sehingga kenaikan komposisi paduan

menyebabkan bertambahnya macam kristal dan struktur.

2.2.1.3 Pembekuan coran

Pembekuan coran dimulai dari bagian yang bersentuhan dengan cetakan yaitu

ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang

bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai keadaan beku (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Skema pembentukan struktur mikro dalam coran.

Bagian dalam dari coran mendingin lebih lambat dari pada bagian luar.

Sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran dan

butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom, struktur ini

muncul dengan jelas apabila gradient temperatur yang besar terjadi pada permukaan

coran, umpamanya pada coran dengan cetakan logam.

Sebaliknya coran dengan cetakan pasir menyebabkan gradient temperautur

yang kecil dan bentuk struktur kolam yang tidak jelas. Bagian tengah coran

mempunyai gradient temperatur yang kecil sehingga memperlihatkan susunan butir-

butir kristal segi banyak dengan orientasi sembarang.

24

Dengan demikian maka struktur paduan dapat terdiri dari tiga macam larutan

padat, senyawa antar logam, dan logam murni sehingga kenaikan komposisi paduan

menyebabkan bertambahnya macam kristal dan struktur.

2.2.1.4 Fluiditas

Fluiditas adalah kemampuan suatu logam cair untuk mengalir masuk kedalam

cetakan sebelum membeku.

Fluiditas merupakan kebalikan dari viskositas, bila viskositas naik, maka

fluiditas turun. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluiditas yaitu :

• Temperatur penuangan.

• Komposisi logam (mempengaruhi panas lebur dari logam)

• Viskositas logam cair.

• Panas yang diserap oleh lingkungan sekitarnya.

Untuk mengukur fluiditas digunakan cetakan spiral seperti gambar 2.12

Gambar 2.12 Cetakan spiral untuk pengujian fluiditas logam cair

2.2.1.5 Hubungan pembekuan dengan mampu alir

Faktor lain yang mempengaruhi besaran mampu alir adalah komposisi

paduan. Logam cair yang memiliki mampu alir yang tinggi adalah logam murni dan

paduan komposisi eutektik. Paduan yang dibentuk dari larutan padat, dan memiliki

range pembekuan yang besar memiliki mampu alir yang jelek.

25

Gambar 2.13 Hubungan kompsisi paduan dengan mampu alir

(http://indonesia-mekanikal.blogspot.com).

Terjadi pembekuan yang berbeda yaitu daerah komposisi logam cair murni

dan paduan komposisi eutektik mempunyai pembekuan yang disebut mampu alir

paduan dengan jarak pembekuan pendek (fluidity of short freezing range alloy).

Komposisi paduan yang mampu alir pendek terjadi pada jarak pembekuan

yang panjang yang biasa disebut mampu alir paduan dengan jarak pembekuan

panjang (fluidity oflong freezing range alloys).

a. Mampu alir paduan dengan jarak pembekuan pendek

Logam cair murni atau komposisi eutektik masuk kedalam saluran,

pembekuan akan dimulai dari dinding saluran dan terus bergerak sampai kedua sisi

kolumnarnya bertemu rapat sehingga mengakibatkan cairan logam berhenti.

Gambar 2.14 Fluiditas pada paduan dengan jarak pembekuan pendek

(Campbell and Harding, 1994)

Panjang fluiditas Lf = V.ts ...................................................( 1 ) (Campbell and Harding,

1994)

Dimana: Lf = panjang fluiditas

V = kecepatan aliran

ts = waktu pembekuan

26

2.2.1.6 Pasir cetak

Pasir cetak yang paling lazim digunakan adalah pasir gunung, pasir pantai,

pasir sungai dan pasir silika. Beberapa dari pasir tersebut dapat langsung dipakai

begitu saja dan yang lain dapat dipakai setelah dipecah menjadi butir-butir dengan

ukuran yang cocok,

Gambar 2.16 Cetakan pasir

Pengecoran dengan metode evaporative biasanya menggunakan pasir silika

kering tanpa mencampurkannya dengan bentonit dan air, ini karena menjaga pasir

agar dapat masuk pada bagian-bagian terkecil dari pola cetakan.

Pasir silika terdiri dari dua macam yaitu dalam keadaan alamiah dan dengan

memecah kwarsit. Pasir silika mempunyai kandungan utama yaitu SiO2 dan

terkandung kotoran seperti mika dan felsfar, dan untuk pasir silika buatan dari

kwarsit yang diperoleh memiliki sedikit kotoran yang jumlah SiO2 lebih dari 95%.

Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan beberapa faktor penting

seperti bentuk dan ukuran pasir.

Sebagai contoh, pasir halus dan bulat akan menghasilkan permukaan produk

yang halus. Syarat-syarat untuk pasir yang digunakan untuk pengecoran dengan

metode evaporative yaitu, permeabilitas yang cocok, distribusi besar butir yang

cocok, tahan panas, bisa dipakai lagi, dan murah.

2.2.1.7Polystyrene foam (PS)

Polystyrene foam (PS) atau yang biasanya disebutkan dengan nama styrofoam

diproduksi dalam bentuk busa atau gabus. Busa polystyrene foam (PS) terdiri dari

gelembung-gelembung kecil yang bebas sehingga dapat menghalangi panas atau

suara.

27

Akan lunak pada temperatur sekitar 95°C dan menjadi cairan kental pada 120°C

sampai 180°C dan menjadi encer diatas 250°C, kemudian terurai diatas 320°C

sampai 330°C (Surdia dan Saito, 2000).

Gambar 2.17 Polimerisasi Polystyrene foam (PS)

Polystyrene foam (PS) yang digunakan pada proses pengecoran evaporative

terdiri 92 wt% C, 8 wt% H. C6H5 benzene relatif stabil pada polystyrene dan CH =

CH2 cenderung terpisahkan terlebih dahulu. Ketika fasa cair bereaksi menyebabkan

tuangan terus mengikuti pola cetakan hingga padat.

2.3 Mekanisme pengujian

2.3.1 Pengujian fluiditas

Pengujian fluiditas alir cairan logam digunakan cetakan uji yang berbentuk

spiral. Dari pengujian ini bisa didapatkan indeks fluiditasnya, semakin banyak bagian

spiral yang terisi semakin besar pula indeksi fluiditasnya.

Fluiditas mempunyai korelasi yang erat dengan viskositas dan temperatur

logam cair, apabila temperatur logam cair lebih tinggi, maka viskositasnya akan

menjadi lebih rendah, dan hal ini akan memberikan fluiditas yang lebih baik dari

logam cair tersebut.

Kuningan yang akan diuji, di lebur dalam dapur crusible. Suhu peleburan

untuk mengamati nilai fluiditas di tentukan pada suhu 900 °C, 950 °C, dan 1000 °C.

Variasi temperatur ini digunakan untuk melihat pengaruh nilai fluidasi terhadap suhu

temperatur tuang.

28

Pengujian selanjutnya dilakukan untuk validasi hasil uji fluiditas dengan

target pengamatan berupa hubungan pembekuan dengan mampu alir jarak pendek

dan jauh dengan uji struktur mikro. Diambil tiga bagian penampang penampang

tengah dari setiap benda hasil penungan pertama, kedua, dan terakhir, yaitu bagian

ujung kanan, tengah, dan ujung kiri.

2.3.2 Pengujian struktur mikro

Logam mempunyai sifat mekanik yang tidak hanya tergantung pada

komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya.

Paduan dengan komposisi kimia berbeda dapat memiliki struktur mikro dan sifat

mekanik yang berbeda, tergantung pada pengerjaan dan proses perlakuan panas yang

diterima selama pengerjaan.

Pengamatan struktur mikro dapat menggunakan mikroskop, dengan prinsip

seperti dibawah ini:

a. Mikroskop metalurgi dan pencahayaan dari system optik, objek dan

penampangnya,

b. Penampakan butir yang telah dipolis dan dietsa menggunakan mikroskop optik.