bab ii dasar-dasar teori 2.1 perencanaan struktureprints.umm.ac.id/54181/3/bab ii.pdf · metode...
TRANSCRIPT
4
BAB II
DASAR-DASAR TEORI
2.1 Perencanaan Struktur
Struktur pelat beton bertulang terdiri dari beberapa sistem struktur, dimana
faktor ekonomi dan perkembangan metode kontruksi menjadi faktor yang
berpengaruh dalam menentukan sistem struktur yang akan digunakan. Secara
umum struktur pelat dapat dibedakan menjadi dua ketegori yaitu:
- Struktur pelat dengan balok, adalah struktur pelat yang menumpu pada
balok atau gelagar di setiap tepinya.
- Struktur pelat tanpa balok (pelat datar), adalah struktur pelat yang di
tumpu langsung oleh kolom dan tidak ada balok disepanjang garis
kolom.
2.2 Pembebanan Struktur
Pada prinsipnya pembebanan yang akan diperhitungkan dalam perencanaan
suatu gedung secara garis besar digolongkan dalam empat jenis pembebanan yaitu
sebagai berikut:
1. Beban mati (Dead load)
2. Beban hidup (Live load)
3. Beban angin (Wind load)
4. Beban gempa (Seismic load)
Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua
penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu, yang
dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor yang sesuai dengan
ketentuan tata cara berikut:
- U = 1,4D
5
- U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (A atau R)
- U = 1,2D + 1,0L ± 1,6W + 0,5 (A atau R)
- U = 0,9D ± 1,6W
- 1,2D + 1,0L ± E
- 0,9D ± 1,0E
Faktor beban untuk beban L pada kombinasi 3, 4, dan 5 boleh ditetapkam
sama dengan 0.5 kecuali ruang garasi, ruang pertemuan, dan semua ruangan dimana
nilai beban hidupnya lebih besar dari pada 500 kg/m.
2.3 Perencanaan Sistem Pelat Datar (Flat Plate)
Pelat datar adalah struktur pelat beton bertulang yang langsung ditumpu
oleh kolom tanpa adanya balok sebagai penumpu (Nawy, 1985). Pelat datar
memiliki ciri khusus yaitu tidak adanya balok sepanjang garis kolom dalam, namun
untuk sepanjang garis kolom tepi balok di perbolehkan ada.
Kapabilitas flat plate terhadap gempa relatif kecil, sumbangan kekakuan
terhadap beban lateral relatif kecil bahkan tidak memadai untuk bangunan tinggi
karena kemampuan struktur yang lebih dominan terhadap beban vertikal (gravitasi)
dibanding beban lateral, sehingga flat plate perlu sistem struktur penahan lateral
tersendiri, bisa menggunakan sistem portal khusus ataupun sistem dinding geser
(shearwall).
Beban gravitasi pada pelat meliputi beban pelat dan balok (bila ada) itu
sendiri yang membentang di antara tumpuan dan kolom atau dinding pendukung
yang membentuk rangka orthogonal, dapat direncanakan dengan metode
perencanaan langsung sesuai SNI 2847:2013 pasal 13.6 atau dengan metode rangka
ekuivalen menurut SNI 2847:2013 pasal 13.7.
Metode perencanaan langsung (Direct design method) adalah suatu cara
pendekatan dalam penentuan koefisien momen. Dalam metode ini, analisis
pendistribusian momen lentur total didasarkan atas koefisien momen pada jalur
6
perencanaan pelat yang telah ditentukan. Momen lentur total kemuadian
didistribusikan menjadi momen-momen positif dan negatif menurut koefisien
momen dan pembagian selanjutnya dari momen-momen ini menjadi momen-
momen pada kedua jalur perencanaan yang ditetapkan dalam satu spesifikasi.
Metode rangka ekuivalen (Equivalen frame method) adalah suatu cara
dimana konstruksi dianggap terdiri dari portal-portal ekuivalen pada jalur rencana
memanjang maupun melintang dan masing-masing portal terdiri dari deretan
kolom-kolom ekuivalen dan jalur-jalur pelat dan balok (bila ada). Seluruh lebar
pelat, yaitu setengah lebar panel pada masing-masing sisi kolom, dipertimbangkan
pada waktu menentukan beban dan kekuatan pelat.
Gambar 2.1 Pelat datar tanpa penebalan
Beberapa kelebihan-kelebihan penggunaan struktur flat plate dalam sebuah
perencanaan struktur adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanna konstruksinya yang relatif lebih mudah dan cepat.
2. Bekistingnya relatif sedikit dan lebih ekonomis.
3. Dapat memberikan tinggi ruang bebas yang lebih besar.
4. Secara estetika dan arsitektural jauh lebih bagus dibandingkan dengan
struktur lantai biasa.
5. Tinggi keseluruhan struktur yang lebih rendah.
6. Kemudahan instalasi mekanikan dan elektrikal.
Namaun demikian, disamping kelebihan-kelebihan tersebut ada beberapa
kelemahan dalam struktur flat plate, antara lain:
7
1. Kegagalan punching shear pada hubungan slab-kolom dimana slabnya
tidak cukup kuat untuk menahan tegangan geser yang terjadi maka akan
terjadi keretakan atau bahkan tertembus oleh kolom.
2. Defleksinya yang relatif besar terutama pada pusat area pembebanan.
3. Merupakan bagian konstruksi yang tipis.
4. Lemah terhadap gaya lateral.
2.3.1 Tebal Minimum Pelat
Berdarakan SNI 2847:2013 pada pasal 9.5.3.3 tebal minimum pelat tanpa
balok harus memenuhi ketentuan berikut:
Tabel 2.1 Tebal minimum pelat tanpa balok interior
Tegangan
leleh,𝒇𝒚
Mpa
Tanpa penebalan Dengan penebalan
Panel eksterior
Panel
interior
Panel eksterior
Panel
interior
Tanpa
balok
pinggir
Dengan
balok
pinggir
Tanpa
balok
pinggir
Dengan
balok
pinggir
280 𝑙𝑛/33 𝑙𝑛/36 𝑙𝑛/36 𝑙𝑛/36 𝑙𝑛/40 𝑙𝑛/40
420 𝑙𝑛/30 𝑙𝑛/33 𝑙𝑛/33 𝑙𝑛/33 𝑙𝑛/36 𝑙𝑛/36
520 𝑙𝑛/28 𝑙𝑛/31 𝑙𝑛/31 𝑙𝑛/31 𝑙𝑛/34 𝑙𝑛/34
(Sumber: SNI 2847:2013)
Dengan ketentuan untuk pelat dengan penebalan atau penambahan elemen
struktur berupa drop panel tebal pelat tidak boleh kurang dari 100 mm.
2.3.2 Perencanaan Drop Panel dan Kepala Kolom (Column Capital)
Pertebalan pelat lazimnya digunakan di dalam konstruksi pelat datar
merupakan penambahan tebal pelat disekitar kolom. Bila pertebalan pelat
diteruskan dari garis pusat tumpuan paling tidakn seperenam dari bentang yang
diukur ke pusat masing-masing arah, dan bila proyeksi dibawah pelat tidak
seperempat dari tebal pelat diluar peretbalan, maka ACI – 9.5.3.2 mengizinkan
penggunaan tebal pelat minimum yang di syaratkan yang direduksi dengan 10%.
Untuk menentukan tulangan, mensyaratkan bahwa tebal dari drop panel dibawah
pelat harus dimisalkan pada harga yang tidal melebihi seperempat dari jarak antara
tepi dari drop panel dan tepi dari kepala kolom. Oleh karena persyaratan ini, tidak
ada alasan yang cukup kuat untuk menggunakan drop panel yang lebih tebal.
8
Dalam menentukan dimensi pertebalan pelat (drop panel) seperti yang
dinyatakan sebelumnya, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam lebar pelat pada
potongan persegi panjang dan potongan ini dapat ditentukan dari garis tengah
bentang pelat. Sehingga dalam menentukan tebal pelat antara panel akan dapat
diperiksa. Bila drop panel dapat berbentuk persegi dalam perencanaan, dan
memiliki panjang dalam setiap arah tidak lebih dari sepertiga panjang panel dalam
arahnya. Untuk panel luar lebar drop panel dengan sudut sampai didalam panel
yang teputus dan diukur dari garis pusat kolom sama dengan setengah lebar panel
untuk panel dalam.
Penambahan ketebalan pelat didalam penampang kolom dimaksud untuk
mengurangi adanya geser pons. Berdasarkan SNI 03-2847:2013 pasal 15 (13.2.5),
syarat pengurangan adalah sebagai berikut:
1. Pada setiap arah pertebalan panel harus lebih memojok dari garis sumbu
perletakan sejarak tidak kurang dari seperenam panjang bentang yang
diukur dari sumbu ke sumbu perletakan didalam arah tersebut.
2. Proyeksi penebalan pada panel dibawah pelat paling tidak harus
berukuran seperempat dari tebal pelat yang berada diluar penurunan
panel tersebut.
3. Dalam menghitung tulangan pada pelat yang diperlukan, tebal panel
tidak boleh diartikan lebih besar dari seperenam dari jarak antara tepi
penebalan panel sampai tepi kolom atau kepala kolom.
Untuk merencanakan dimensi drop panel berdasarkan SNI 2847:2013 pada
pasal 13.2.5 dihitung berdasarkan persamaan berikut:
- Jarak dari titik tumpuan ke ujung drop panel
𝛼 >1
6× 𝑙𝑛
- Menentukan tebal drop panel
𝑡𝑑𝑟𝑜𝑝 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑙 >1
4× 𝑡
9
Gambar 2.2 Persyaratan ketebalan drop panel
Kepala Kolom yang diterapkan pada konstruksi pelat datar merupakan
pembesaran di bagian atas kolom atau pada pertemuan pelat-kolom. Karena struktur
tidak menggunakan balok-balok, maka kepala kolom tersebut bertujuan untuk
mendapatkan panjang keliling kolom agar geser akibat beban lantai berpindah serta
untuk meningkatkan tebal dengan berkurangnya perimeter di dekat kolom. Dengan
memisahkan garis maksimus 45º untuk distribusi dari geser kepala kolom,
ACI13.1.2 menyaratkan bahwa kepala kolom efektif untuk pertimbangan kekuatan
agar berada didalam kerucut bulat terbesar, piramida, atau baji yang mengecil
dengan puncak 90º yang dapat diikutkan didalam cakupan dari elemen pendukung
yang sebenarnya. Jarak dari pusat tumpuan biasanya sekitar 20 s/d 25% dari
bentang ratarata antar kolom (Wang, C.K., 1987:136).
Dimensi kepala kolom dapat ditentukan secara efektif tergantung tebal
kolom. Kemiringan sudut kepala, jika pelebaran atas atauteori kemiringan jika
seragam tidak melebihi dari 45˚ dari horizontal. Dimensi dapat di ukur dengan jarak
40 mm dibagian bawah pelat atau drop panel yang telah disediakan. Jika
persyaratan ukuran kepala kolom yang sebenarnya diperoleh sudut kurang dari 45˚
maka dimensi yang harus digunakan. Persyaratan ini dapat dituliskan secara
matematis sebagai berikut:
𝐿ℎ = 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑙ℎ𝑜 𝑑𝑎𝑛 𝑙ℎ 𝑚𝑎𝑥 = 𝑙𝑐 + 2(𝑑ℎ − 40)𝑚𝑚
10
Keterangan:
lho = dimensi actual.
lc = dimensi kolom yang diukur dari sama arah.
dh = tebal kepala kolom bagia atas pelat atau drop panel.
Jika kepala kolom adalah berbentuk lingkaran, kemudian lh menjadi hc
dengan kata lain, nilai hc harus dihitung. Nilai hc tidak boleh melebihi dari ¼ dari
jarak bentang antara kolom yang biasanya dalam menentukan ukuran ini dan
selanjutnya dapat menghitung ukuran kepala kolom yang paling besar dapat
ditentukan. Misalnya, jika merencanakan kolom persegi dan kepa kolom persegi,
maka ukuran kepala kolom menjadi 0,88hc, dimana kurang lebih 0,221min. Dalam
menentukan ukuran disesuaikan dengan kepala kolom persegi untuk dapat
menentukan nilai hc dimana nilai hc digunakan dalam semua analisis untuk
menghitung momen lentur.
Gambar 2.3 Dimensi kepala kolom dan drop panel
2.4 Metode Desain Sistem Pelat Datar (Flat Plate)
2.4.1 Metode Desain Langsung (Direct Design)
Metode perencanaan langsung merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menganalisis pelat dua arah (dalam hal ini adalah pelat datar).
Dalam metode desain langsung terdapat pembatas-pembatas sebagai berikut
(Edward.G.Nawy, P.E):
1. Pada masing-masing arah, minimum ada tiga bentang menerus.
11
2. Perbandingan antara bentang yang panjang dengan yang pendek pada
satu panel tidak boleh melebihi 2.0.
3. Panjang bentang yang bersebelahan dalam masing-masing arah tidak
boleh berbeda lebih dari sepertiga bentang yang panjang.
4. Kolom dapat mempunyai offset maksimum 10% dari bentang dalam
arah offset dari kedua sumbu antara garis pusat kolom yang
bersebelahan.
5. Semua beban hanya akibat beban garavitasi dan terbagi merata diseluruh
panel. Beban hidup tidak boleh melebihi tiga kali beban mati.
6. Apabila panel tersebut ditumpu oleh balok pada semua sisinya, maka
kekakuan balok dalam dua arah yang saling tegak lurus tidak boleh
kurang dari 0.2 dan tidak boleh lebih besar dari 5.0.
2.4.2 Metode Portal Ekuivalen (Equivalent Frame Method)
Untuk menganalisis beban horizontal, metode portal ekuivalen berbeda
dengan metode desain langsung yang hanya dalam perhitungan momen-momen
longitudinal sepanjang portal kaku ekuivalen. Pada metode perencanaan langsung
hanya dapat digunakan apabila beban merata yang bekerja adalah seragam, dan
jarak antar kolom penampang pelat seragam juga. Selain kondisi itu, maka metode
perencanaan langsung tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena
itu sebagai alternatif untuk menentukan gaya-gaya dalam pada sistem struktur pelat,
dapat digunakan metode portal ekuivalen.
Analisa dengan menggunakan metode portal ekuivalen dilakukan dengan
batasan-batasan sebagai berikut:
1. Bangunan harus selalu dianggap berdiri dari bingkai serta pada garis
kolom yang diambil dalam arah longitudinal dan tranversal bangunan.
2. Frame yang terdiri dari deretan kolom atau jalur penyangga dan pelat-
balok, terbatas pada arah lateral oleh diameter panel yang terletak
disetiap sisi sumbu kolom atau tumpuan.
12
3. Kolom atau tumpuan dianaggap terkait dengan jalur balok-balok oleh
komponen memutar yang arahnya dapat melintang ke arah bentang pada
saat itu dan meluas ke garis tengah panel disetiap sisi kolom.
4. Jarak yang berdekatan dan sejajar terhadap suatu tepi dibataskan oleh
tepi tersebut dan garis tengah panel yang berada didekatnya.
5. Setiap frame yang setara dapat dianalisis secara keseluruhan sebagai
alternatif untuk perhitungan karena bebean gravitasi, setiap lantai dan
atap bisa dianalisis secara terpisah dengan mengasumsikan bahwa
ujung-ujung kolom terjepit.
6. Ketika komponen struktur dianalisis secara terpisah, dalam menentukan
momen pada tumpuan dapat diasumsikan bahwa tumpuan jauh pada
dengan dua bentang berikutnya.
Gambar 2.4 Denah portal ekuivalen
Asumsi yang digunakan dalam analisa adalah bahwa bidang vetikal
memotong simetri seluruh segi empat dalam denah bangunan bertingkat, baik arah
x maupun arah y ditengah-tengah jarak kolom. Dengan potongan ini diperoleh
sebuah portal (frame) dalam arah x maupun arah y. solusi yang berupa portal ideal
terdiri dari balok horizontal atau slab ekuivalen dan kolom-kolom tumpuannya
memungkinkan slab dihitung sebagai bagian dari balok pada portal tersebut.
13
Gambar 2.5 Denah lajur kolom dan lajur tengah portal ekuivalen
2.5 Perencanaan Kolom
Kolom adalah elemen vertikal dari bangunan/bingkai yang tugasnya
membawa muatan dari balok dan elemen lainnya. Elemen kolom itu sendiri adalah
bentang kompresif diri sehingga kolaps yang terjadi di kolom dapat menyebebkan
keruntuhan di lantai atas dan runtuh seluruhnya.
Keruntuhan struktur kolom adalah hal perlu dipertimbangkan baik dari
aspek ekonomi dan keselamatan jiwa manusia. Oleh karena itu, dalam mendesain
kolom kita harus lebih hati-hati dengan menyediakan fitur keamanan yang lebih
besar dari pada elemen struktur lainnya seperti balok dan pelat, dan juga untuk
menekan yang terjadi di kolom tidak selalu memberikan peringatan awal yang
cukup jelas.
Berdasarkan beban yang diterima, kolom dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Kolom sentris, yaitu apabila:
a. Pada setiap ujung kolom bertumpu sendi (pendek).
b. Beban yang bekerja pada kolom hanya beban aksial (gaya normal)
2. Kolom eksentris, yaitu apabila:
14
Pada kolom bagian atas maupun bawah berhubungan kaku dengan
komponen horizontal (balok).
Menurut SNI 1847:2013, tidak memberikan definisi batas panjang
maksimum kolom, tetapi menetapkan kegunaan suatu proses evaluasi kelangsingan
pada batas nilai resiko kelangsingan tertentu.
Ditinjau dari kelangsingan pada kolom dibedakan atas:
1. Kolom pendek, keruntuhan yang diakibatkan oleh gaya tekan.
2. Kolom panjang (langsing), keruntuhan diakibatkan oleh faktor tekuk
kolom tersebut.
Pengaruh kelangsingan pada kolom boleh diabaikan dalam kasus-kasus
berikut:
a. Untuk komponen struktur tekan yang tidak dibresing terhadap goyangan
menyamping.
𝑘 .𝑙𝑢
𝑟≤ 22
b. Untuk komponen struktur tekan yang dibresing terhadap goyangan
menyamping.
𝑘 .𝑙𝑢
𝑟≤ 34 − 12[M1 / M2] ≤ 40
Keterangan:
k = faktor panjang efektif kolom
lu = panjang kolom
r = jari-jari potongan lintang kolom = √𝐼
𝐴
Dimana M1/ M2 adalah positif jika kolom dibengkokan dalam kurvatur
tunggal, dan negatif jika komponen struktur dibengkokan dalam kurvatur ganda.
Faktor panjang efektif tahanan ujung k, dalam berbagai kondisi dapat dilihat
dalam tabel berikut:
15
Tabel 2.2 Faktor panjang efektif kolom
Kondisi k
Kedua ujung sendi, tidak bergerak lateral
Kedua ujung jepit
Satu ujung, ujung lain bebas Kedua ujung jepit
1.0
0.5
2.0 1.0
(Sumber: Istimawan: 1994)
2.5.1 Kuat Beban Aksial Maksimal
Ketentuan kuat beban aksial maksumum dijelaskan dalam SNI 2847:2013
pasal 10.3.6 dengan persamaan sebagai berikut:
1. Kolom dengan penulangan spiral
ϕPn (maks) = 0,85 ϕ (0,85 fc’ (Ag – Ast) + (fy . Ast)
2. Kolom dengan penulangan sengkang
ϕPn (maks) = 0,85 ϕ (0,85 fc’ (Ag – Ast) + (fy . Ast)
Kontrol:
Pu ≤ ϕPn
Keterangan:
Ag = luas kotor penampang lintang kolom (mm2).
Ast = luas total penampang lintang (mm).
Pn = kuat beban aksial nominal/teoritis dengan eksentrisitas tertentu.
Pu = beban aksial terfaktor dengan eksentrisitas.
2.5.2 Kuat Rancang
Kuat rancang yang tersedia pada suatu komponen struktur samsungannya
dengan struktur lain dan penampangnya dalam kriteria lentur beban normal geser
dan torsi harus diambil sebagai kekuatan nominal dikalikan dengan suatu faktor
reduksi kekuatan ϕ.
Didalam SNI 2847:2013 menentukan besarnya reduksi kekuatan sebagai
berikut:
16
1. Lentur tanpa beban aksial (0,80)
2. Beban aksial dan beban aksial dengan lentur (untuk beban aksial dengan
lentur kedua nilai kekuatan nominal dari beban aksial dan momen harus
dikalikan dengan nilai ϕ yang sesuai).
a. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur (0,80)
b. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur:
- Komponen struktur dengan tulangan spiral maupun
sengkang ikat (0,70)
- Komponen struktur dengan sengkang biasa (0,65)
Kecuali untuk nilai aksial tekan yang rendah nilai ϕ boleh ditingkatkan
berdasarkan aturan berikut:
1. Untuk komponen struktur nilai fy tidak melebihi 400 Mpa dengan
tulangan simetris dan dengan (h–d’–ds) / h tidak kurang dari 0,65 nilai
ϕ boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0,80 untuk nilai ϕPn yang
berkurang dari 0,10 fc’ Ag ke nol.
2. Untuk komponen struktur beton tulangan yang lain ϕ boleh ditingkatkan
secara linear menjadi 0,80 untuk keadaan dimana ϕPn berkurang dari
nilai terkecil antara 0,1 fc’ Ag dan ϕPn ke nol.
2.5.3 Batas dari Tulangan Komponen Struktural
Luas tulangan komponen struktur tekan dibatasi oleh ketentuan berikut:
1. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non komposit tidak
boleh kurang dari 0,01 ataupun lebih dari 0,08 kali luas bruto
penampang Ag (1% - 8% Ag).
2. Jumlah minimum batang tulangan longitudinal pada komponen struktur
tekan adalah 4 tulangan didalam sengkang ikat segitiga, dan 6 untuk
batang tulangan yang dikelilingi oleh spiral.
17
2.5.4 Lentur Biaksial dan Tekan
Kolom-kolom pojok pada bangunan adalah suatu elemen struktur yang
mengalami momen lentur biaksial yaitu momen lentur yang bekerja secara
bersamaan terhadap sumbu x dan y. kolom yang mengalami momen Mxx terhadap
sumbu x menghasilkan eksentrisitas ey dan momen Myy terhadap sumbu y
menghasilkan eksentrisitas ex. Dengan demikian sumbu netralnya membentuk
sudut terhadap garis horizontal.
Kolom-kolom yang demikian pada perancangan serta analisanya harus
menggunakan suatu proses coba-coba dan penyesuaian didalam mendapatkan
posisi miring dari garis netral, dan juga keserasian renggangan harus diperhatikan
pada setiap tulangan.
Konsep penggunaan permukaan runtuh leleh disajikan oleh bresler dan
panel. Kekuatan nominal batas dari suatu penampang dalam lentur biaksial dan
tekan merupakan fungsi dari tiga variabel yaitu Pn, Mnx, dan Mny, yang juga dapat
dinyatakan didalam gaya aksial P yang bekerja dengan eksentrisitas ey = Mnx / Pn
dan ex = Mny / Pn.
2.6 Perencanaan Dinding Geser (Shear Wall)
Dinding geser (Shear Wall) cocok untuk diaplikasikan pada gedung
bertingkat tinggi. Karena dinding geser merupakan struktur penahan gaya lateral
akibat beban gempa dan gaya geser dasar horizontal yang diakibatkan oleh gaya
lateral tersebut.
Menurut letak dan fungsinya, dinding geser diklasifikasikan dalam 3
klasifkasi, yaitu:
1. Bearing walls. Struktur yang dapat menahan sebagian besar beban
gravitasi. Dinding -dinding ini juga menggunakan struktur partisi antar
apartemen yang berdekatan.
18
2. Frame walls. Struktur yang dapat menahan beban lateral, dimana beban
gravitasi bermula dari rangka beton bertulang. Dinding-dinding ini
direncanakan diantara lajur kolom.
3. Core walls. Struktur yang terletak pada inti pusat bagian dalam gedung
yang umumnya dfungsikan sebagai tangga atau bahkan poros lift.
Dinding yang terletak di area inti ini dianggap menjadi pilihan paling
ekonomis karena memiliki fungsi ganda.
Gambar 2.6 Bearing walls, frame wall, core walls
Jenis dinding geser (shear wall) dibagi menjadi dua yaitu:
1. Dinding tunggal yang diletakan terpisah pada tiap sisi bangunan.
2. Beberapa dinding geser yang disusun membentuk core dan diletakan di
tengah gedung.
Gambar 2.7 Jenis dinding geser
Dalam pemilihan lokasi dinding geser sebagai pemikul gaya horizontal, ada
tiga tambahan aspek yang perlu diperhatikan yaitu:
19
1. Untuk tahan torsi, dinding geser sebanyak-banyaknya ditempatkan
sekeliling bangunan.
2. Semakin besar beban gravitasi yang bekerja pada dinding geser,
semakin sedikit tulangan lentur yang diperlukan, dan gaya semakin
besar disalurkan ke pondasi untuk menahan momen guling.
3. Jika gaya horizontal terpusat pada satu atau dua dinding geser, maka
gaya tersalur ke pondasi semakin besar sehingga ukuran pondasi
semakin besar pula.
Berdasarkan SNI 2847-2013 pasal 14.5.3.1, minimum tebal dinding geser
(t) tidak disyarankan kurang dari 100 mm.
𝑡 >1
25× ℎ
Kontrol kapasitas shear wall terhadap kombinasi beban aksial dan beban
lentur. Adapun ketentuan untuk penulangan dinding geser adalah sebagai berikut:
1. Rasio minimum untuk luas tulangan vertikal terhadap luas bruto beton
haruslah:
- 0,0012 untuk batang ulir ≤ D16 dengan tegangan leleh yang di
syaratkan ≥ 420 Mpa.
- 0,0015 untuk batang ulir lainnya.
- 0,0012 untuk tulangan kawat las ≤ ϕ16 atau D16.
2. Rasio minimum untuk luas tulangan horizontal terhadap luas bruto
beton haruslah:
- 0,0020 untuk batang ulir ≤ D16 dengan tegangan leleh yang di
syaratkan ≥ 420 Mpa.
- 0,0025 untuk batang ulir lainnya.
- 0,0020 untuk tulangan kawat baja las (polos atau ulir) ≤ ϕ16 atau
D16.
3. Kuat geser Vc dihitung berdasarkan persamaan berikut (SNI
2847:2013):
20
- 𝑉𝑐 = 0,27𝜆√𝑓𝑐′ ℎ𝑑 +
𝑁𝑢𝑑
4𝑙𝑤
atau
- 𝑉𝑐 = [0,5𝜆√𝑓𝑐′ +𝑙𝑤(0,1𝜆√𝑓𝑐′+0,2
𝑁𝑢𝑙𝑤ℎ
)
𝑀𝑢𝑉𝑢
− 𝑙𝑤2
] ℎ𝑑
Keterangan:
h = tebal dinding geser.
lw = panjang keseluruhan dinding.
d = 0,8
fc’ = mutu beton.
4. Pada dinding dengan ketebalan lebih besar daripada 250 mm, kecuali
dinding ruang bawah tanah, harus dipasang dua lapis tulangan di
masing-masing arah yang sejajar dengan bidang muka dinding demgan
pengaturan sebagai berikut:
- Satu lapis tulangan yang terdiri dari tidak kurang dari pada
setengah dan tidak lebih daripada sepertiga jumlah total tulangan
yang dibutuhkan pada masing-masing arah, harus ditempatkan
pada bidang yang berjarak tidak kurang daripada 50 mm dan
tidak lebih dari sepertiga ketebalan dinding dari permukaan luar
dinding.
- Lapisan lainnya, yang terdiri dari sisa tulangan dalam arah
tersebut diatas, harus ditempatkan pada bidang yang berjarak
tidak kurang dari 20 mm dan tidak lebih dari sepertiga tebal
dinding dari permukaan dalam dinding.
5. Jarak antara tulangan vertikal dan antara tulangan-tulangan horizontal
tidak boleh lebih besar daripada tiga kali ketebalan dinding dan tidak
pula lebih besar daripada 450 mm.
6. Tulangan vertikal tidak perlu diberi tulangan pengikat tranversal bila
luas tulangan vertikal tidak lebih besar daripada 0,01 kali luas bruto
21
penampang beton, atau bila tulangan vertikal tidak dibutuhkan sebagai
tulangan tekan.
7. Pada bukaan berupa jendela, pintu dan yang lainnya, dipasang minimal
dua batang tulangan D16 pada dinding yang mempunyai dua lapis
tulangan dan satu tulangan D16 untuk dinding dengan satu lapis
tulangan pada ke dua arah.
2.7 Transfer Beban pada Struktur
2.7.1 Transfer Beban Lantai ke Kolom
Beban maksimum yang bekerja pada pelat dua arah harus dapat
mempertahankan kekuatannya dengan pertemuan antara pelat dan kolom, meskipun
lempeng tersebut memiliki kemapuan untuk membawa beban tangguh yang
disebabkan oleh momen lentur yang dihasilkan dari beban. Kemungkinan besar
pelat tersebut belum memiliki kamampuan untuk mendukung gaya geser yang
dihasilkan jika pelat yang direncankan tidak sesuai dengan ketebalan, maka luasnya
lebih kecil sehingga tegangan kerja pada area sekitar kolom lebih besar.
Dalam kondisi tertentu momen-momen bisa juga harus disalurkan dari pelat
ke kolom. Momen ini akan dipengaruhi oleh gaya geser dan gaya tambahan yang
disebabkan oleh beban vertikal bangunan. Tegangan ini tentunya sangat besar pada
kolom yang berada diluar area (kolom eksterior), dimana momen yang bekerja pada
satu sisi.
Transfer pada beban akan terjadi pada sambungan pelat tanpa balok, beban
vertikal dari pelat lantai diberikan dalam bentuk tegangan geser ke permukaan
kolom. Beban yang bekerja pada pelat lantai akan menyebabkan keruntuhan jika
gaya geser yang bekerja di araea sekitar kolom lebih besar dari kekuatan beton itu
sendiri dan juga akan mengakibatkan retakan pada betonnya.
22
Gambar 2.8 Penampang kritis pada keruntuhan geser pons
Berdasarkan kapasitas geser beton pada ketentuan geser pons, ditentukan
dari nilai terkecil dari persamaan berikut:
- 𝑉𝑐 = (1 +2
𝛽𝑐) √𝑓𝑐 . 𝑏0 . 𝑑
- 𝑉𝑐 = (𝑎𝑠 . 𝑑
𝑏0+ 2)
√𝑓𝑐 . 𝑏0 . 𝑑
12
- 𝑉𝑐 =1
3√𝑓𝑐 . 𝑏0 . 𝑑
Keterangan:
d = tinggi efektif pelat lantai.
bo = keliling dari penampang kritis.
bc = rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek kolom.
2.7.2 Distribusi Momen pada Pelat
Apabila sebuah balok tertumpu sederhana den memikul beban merata
qkN/m², maka momen positif maksimum akan terjadi di tengah bentang sebesar Mo
= ql1²/8, dengan l1 adalah panjang bentang balok. Apabila balok terjepit di kedua
sisinya atau merupakan menerus dengan momen negatif yang sama di kedua
ujungnya, maka momen total Mo = Mp (momen positif pada tengah bentang) + Mn
(momen negatif pada tumpuan) = ql1²/8.
23
Gambar 2.9 Momen lentur terjepit pada kedua sisinya
Untuk pelat-pelat pada sisi dalam yang tipikal, maka besarnya 𝑀0 akan
terbagi menjadi momen positif di tengah bentang (𝑀𝑝), dan momen negatif pada
tumpuan (𝑀𝑛) yang besarnya:
- Momen terfaktor negatif = 0,65 Mo
- Momen terfaktor positif = 0,35 Mo
Gambar 2.10 Distribusi momen pada suatu pelat dalam
Terdapat juga persyaratan koefisien distribusi momen berdasarkan British
Standard (BS 8110-1:1997-3.7.4.2). Persyaratan tersebut lebih tepat digunakan
untuk struktur yang juga dibebani oleh beban horizontal.
24
Tabel 2.3 Koefisien distribusi berdasarkan BS 8110 – 1:1997
Momen Rencana
Pembagian lajur kolom dan lajur tengah ditetapkan
sebagai persentase dari total momen positif dan negatif
Lajur kolom Lajur tengah
Negatif 75% 25%
Positif 55% 45%
CATATAN: Untuk kasus dimana lebar lajur kolom sama dengan labar drop panel dan lajur
tengah, momen rencana yang harus ditahan oleh lajur tengah harus ditingkatkan secara proporsional sebanding dengan lebar yang bertambah. Momen rencana yang harus ditahan oleh
lajur kolom dapat dikurangi dengan jumlah sedemikian rupa sehingga total momen positif dan
negatif yang ditahan oleh lajur kolom dan lajur tengah tidak berubah.
(Sumber: BS 8110:1997)
2.7.3 Transfer Momen Pelat pada Kolom dan Tagangan Geser
Momen lentur yang timbul pada hubungan kolom dengan pelat pada
umumnya akan mengakibatkan munculnya momen tak seimbang pada pelat, yang
selanjutnya ditransfer pada kolom. Besarnya momen tak seimbang yang ditransfer
melalui mekanisme lentur pada pertemuan pelat dan kolom, ditentukan dalam SNI
2847:2013 Pasal 13.5.3 sabagai berikut:
- 𝑀𝑓 = 𝛾𝑓𝑀𝑢
- 𝜆𝑓 = 1
1+(2
3)√
𝑏1𝑏2
= 1
1+(2
3√
𝑐1+𝑑
𝑐2+𝑑)
Momen tak seimbang yang ditransfer melalui mekanisme geser adalah:
- 𝑀𝑣 = (1 − 𝛾𝑓) 𝑀𝑢 = 𝑀𝑓
Dengan 𝑐1 dan 𝑐2 adalah panjang kedua sisi kolom persegi panjang,
sedangkan 𝑏1 = 𝑐1 + 𝑑dan𝑏2 = 𝑐2 + 𝑑. Jika kolom berbentuk bujur sangkar
maka𝑐1 = 𝑐2.